• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENURUNAN KUALITAS TIDUR PADA PERAWAT DENGAN KINERJA YANG KURANG BAIK DALAM MELAKSANAKAN ASUHAN KEPERAWATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENURUNAN KUALITAS TIDUR PADA PERAWAT DENGAN KINERJA YANG KURANG BAIK DALAM MELAKSANAKAN ASUHAN KEPERAWATAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1  

Yohana Raisita Damalia Mari(1), Kuntarti(2)

1. Program Studi Sarjana, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia 2. Departemen Dasar Keperawatan dan Keperawatan Dasar, Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia, Kampus FIK UI, Jl. Prof. Dr,.Bahder Djohan Depok, Jawa Barat – 16424

E-mail: yohana.raisita@ui.ac.id

Abstrak

Kualitas tidur yang tidak memadai dapat berdampak buruk terhadap kinerja pekerjaan perawat, yang akan berimbas pada keselamatan pasien dan keselamatan perawat itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara kualitas tidur dan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan potong lintang pada 120 perawat di ruang rawat inap RSUD Cibinong yang dipilih dengan total sampling. Kualitas tidur diukur dengan kuisioner The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan kinerja diukur dengan kuisioner kinerja perawat yang dimodifikasi dari kuisioner Royani. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kualitas tidur dengan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan di ruang rawat inap RSUD Cibinong (p=0,002, α= 0,05). Skor total PSQI pada perawat yang berkinerja baik lebih rendah 1,42 poin dibanding yang berkinerja kurang baik. Kegiatan untuk meningkatkan kualitas tidur dan kinerja perlu diprogramkan oleh perawat dan manajemen rumah sakit melalui pengaturan jadwal kerja yang sesuai dan peningkatan sumber daya perawat, serta perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan kualitas tidur dan kinerja perawat.

Kata kunci: kinerja perawat, kualitas tidur, PSQI, standar praktik keperawatan

Abstract

Title: The relationship between quality of sleep and performance in implementing nursing care nurses in Inpatient Wards Cibinong General Hospital. Inadequate sleep quality can adversely affect the performance of the work of nurses, which will impact on patient safety and nurse safety itself. This study aims to identify the relationship between sleep quality and performance in implementing nursing care nurses. The design of this study was cross-sectional

(2)

analytic approach to the 120 nurses in the inpatient hospital Cibinong selected with a total sampling. Sleep quality was measured with a questionnaire The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) and the performance is measured by the performance of the nurse questionnaire modified from the questionnaire Royani. The results of this study indicate that there is a relationship between quality of sleep with a nurse's performance in implementing nursing care in hospital inpatient wards Cibinong (p = 0.002, α = 0.05). PSQI total score on the nurse who performs well 1.42 points lower than the poor performers. Activities to improve the quality of sleep and performance need to be programmed by nurses and hospital management through appropriate setting work schedules and increased resource nurses, as well as the need to conduct further research related to sleep quality and performance of nurses.

Keywords: nurse performance, quality of sleep, PSQI, standards of nursing practice

Pendahuluan.

Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang diberikan di rumah sakit berlangsung selama 24 jam. Perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan dituntut untuk memiliki kinerja yang baik dan berkualitas. Kinerja yang baik apabila seseorang dapat melakukan pekerjaan dengan baik dan hasil kerjanya sesuai dengan apa yang harus dicapainya (Notoadmodjo, 2007). Kinerja perawat dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Johnson (2006) dalam penelitiannya

menyatakan bahwa kurang tidur dapat menyebabkan kinerja psikomotor yang buruk dan peningkatan kesalahan. Terdapat hubungan yang signifikan antara kinerja psikomotor dan jam tidur (p< 0,001). Perawat yang mengalami kurang tidur menunjukkan skor kinerja yang buruk dalam memberikan asuhan keperawatan dibandingkan dengan perawat yang tidak mengalami kurang tidur. Tingkat kesalahan kerja (p= 0,027; α =0,05) dan memiliki nilai rata-rata yang signifikan lebih tinggi (p= 0.004; α= 0,05) melakukan kesalahan perawatan pasien.

Waktu tidur yang kurang akan menyebabkan penurunan kuantitas dan kualitas tidur, ketidakkonsistenan waktu tidur, dan perubahan urutan siklus tidur normal. Dampak ketiga masalah tersebut adalah penurunan kemampuan untuk berkonsentrasi, membuat keputusan, dan berpartisipasi dalam aktivitas harian dan meningkatkan iritabilitas (Potter & Perry, 2005).

Kualitas tidur seseorang tidak hanya bergantung pada jumlah atau lama tidur seseorang, tetapi juga bagaimana pemenuhan kebutuhan tidur orang tersebut. Indikator tercukupinya pemenuhan kebutuhan tidur seseorang adalah kondisi tubuh waktu bangun tidur, yaitu: jika setelah bangun tidur merasa segar berarti pemenuhan kebutuhan tidur telah tercukupi. Waktu tidur dokter dan perawat sangat tidak tercukupi karena bekerja dalam jam kerja yang panjang dan rotasi jam dinas. Tidur yang kurang dan kualitas tidur yang tidak memadai memberikan dampak yang buruk terhadap kinerja pekerjaan mereka, serta pada keselamatan pasien dan keselamatan perawat itu sendiri (Potter & Perry, 2006).

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibinong adalah rumah sakit tipe B non pendidikan yang

(3)

merupakan rumah sakit pusat rujukan di Kabupaten Bogor dan sekitarnya. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sugiarti (1997) hasil evaluasi proses keperawatan di RSUD Cibinong masih dibawah 50% yaitu 42,8%, menunjukkan bahwa penerapan proses keperawatan di RSUD Cibinong sangat buruk. Kinerja perawat yang belum maksimal juga dibuktikan oleh penelitian Setiawan (2009) yang menunjukkan bahwa manajemen kepala ruangan di instalasi rawat inap RSUD Cibinong, masih kurang efektif (51,6%) dan motivasi kerja perawat pelaksana masih rendah (57,3%).

Rumah sakit ini juga berkembang dengan pesat dilihat dari data Bed Occupancy Ratio (BOR) tahun 2000 yang berjumlah 101 dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 223. Berdasarkan data profil RSUD Cibinong 2012 (Direktur RSUD Cibinong, 2013) Bed Occupancy Ratio (BOR) RSUD Cibinong tahun 2012 adalah 82,01 % dengan nilai parameter BOR yang ideal 60 – 85% dan Average Lenght Of Stay (AVLOS) 3,20 hari dengan parameter idealnya 6 – 7 hari, Turn Over Interval (TOI) 0,74 hari dan parameter idealnya tempat tidur setelah pasien dipulangkan tidak boleh digunakan 1 – 3 hari, serta Bed Turn Over (BTO) 79,74 hari dengan parameter idealnya rata-rata 40 – 50 kali. Tampak bahwa tingkat efektifitas pelayanan rumah sakit tidak berada pada titik yang efisien.

Disisi lain, hasil wawancara pada 10 orang perawat atau 8.2% dari jumlah perawat keseluruhannya di ruang rawat inap RSUD Cibinong, ditemukan data bahwa 5 orang (4,1%) mengeluh kelelahan karena rutinitas yang padat di ruangan, sedangkan 2 orang (1,64%) diantaranya mengeluh ngantuk, jenuh dan tidak ada gairah untuk bekerja karena pusing dan lemas. Meskipun 3 orang (2,46%) perawat yang lain mengatakan tidak ada masalah dan menikmati rutinitas pekerjaan, tidak ada keluhan ngantuk, lemas dan kelelahan karena mereka sudah mengatur jam tidur di rumah dengan baik saat dinas pagi, siang maupun malam.

Data-data ini menjadi motivasi peneliti untuk melakukan penelitian di RSUD Cibinong untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan kinerja perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Cibinong Jawa Barat.

Metode

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian analitik, mengunakan tehnik cross sectional. Responden penelitan adalah total population yakni; semua perawat di ruang rawat inap RSUD Cibinong yang memenuhi kriteria inklusi berjumlah 120 perawat. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah perawat pelaksana yang bekerja dalam sistem shift, tidak sedang cuti besar yang lebih dari satu bulan, tidak sedang meninggalkan rumah sakit karena tugas belajar, pelatihan, tidak dalam kondisi sakit, bersedia menjadi responden.

Pengukuran kualitas tidur menggunakan kuisioner Pittsburgh Scale Quistionare Index (PSQI) yang sudah valid dan reliabilitas (alpha Cronbach’s 0,736). PSQI terdiri dari 7 komponen dengan skoring 0-3. Nilai 7 komponen ini kemudian dijumlahkan hingga mendapat rentang nilai 0-21, dengan nilai ≤5 mengindikasikan kualitas tidur yang baik (Buysse, 1989). Kinerja diukur menggunakan kuisioner Royani yang dari telah dimodifikasi dan telah diuji validitas dan reliabilitasnya oleh peneliti (alpha Cronbach’s 0,896). Data yang terkumpul kemudian diolah melalui tahap editing, coding, scoring dan tabulating kemudian dianalisa menggunakan program komputer. Hipotesis penelitian dijawab menggunakan uji Independent T-test.

Hasil penelitian

Penelitian dilakukan pada 120 perawat pelaksana yang bekerja dalam shift pagi, siang, dan malam di ruang rawat inap RSUD Cibinong.

(4)

Tabel.1 Karakteristik Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap RSUD Cibinong Tahun (n=120)

Tabel 2 Data Usia Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap RSUD Cibinong Tahun 2014 (n=120)

Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan, yaitu: 101 orang (84,2%) dan mayoritas berpendidikan DIII Keperawatan yaitu 109 orang (90,8%). Karakteristik perawat berdasarkan tabel 2 rerata usia perawat adalah 29,66 tahun. Usia rata-rata tersebut menggambarkan bahwa perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Cibinong tahun 2014 masih berada dalam rentang umur produktif.

Tabel .3 Kualitas Tidur Umur Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap RSUD Cibinong Tahun 2014

(n=120)

Pada penelitian ini didapatkan rerata skor total PSQI pada responden 6.70 (SD 2,585). Berdasarkan komponen, skor komponen durasi tidur memiliki rerata yang tertinggi, yaitu 1,55 (SD 0,829) dan terendah pada komponen penggunaan obat tidur, yaitu 0,10 (SD 0,376). Hasil ini tampak pada tabel 3.

Tabel.4 Distribusi Data Kualitas Tidur Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap RSUD Cibinong Tahun

(n=120)

Tabel 5. Distribusi Kualitas Tidur Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan

(n=120)

Tabel 6. Distribusi Kualitas Tidur Berdasarkan Usia Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap RSUD Cibinong

Tahun 2014 (n= 120)

Buysse (1989) mengkategorikan skor kualitas tidur menjadi dua, yaitu kurang dari sama dengan 5 menunjukkan kualitas tidur yang baik dan lebih dari 5 menunjukkan kualitas tidur yang tidak baik (buruk). Pada penelitian ini, skor PSQI yang tergambar pada tabel 4, kualitas tidur yang baik (skor PSQI 0 – 5) 27,5% dan yang kurang baik (skor PSQI 6-14) 72,5%. Pada tabel 5 dan tabel 6 tampak skor PSQI berdasarkan karakteristik jenis kelamin didapatkan bahwa perawat dengan jenis kelamin perempuan memiliki presentase kualitas tidur yang sangat buruk, yaitu 73,3%, dengan tingkat pendidikan vokasi 73,4% dan rerata usia 30,05 (SD 5,221).

Tabel 7 Distribusi Frekuensi Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan Di Ruang Rawat

(5)

Tabel 8 Distribusi Kinerja Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan Perawat dalam melaksanakanAsuhan

Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Cibinong Tahun 2014 (n=120)

Hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 7 didapatkan, presentase perawat dengan kinerja baik lebih besar (55,0%) jika dibandingkan dengan perawat dengan kategori kinerja kurang baik (45,0%). Berdasarkan tabel 7 diperoleh gambaran bahwa proporsi perawat yang memiliki kinerja baik lebih banyak pada perawat perempuan daripada perawat laki-laki, yaitu 55,4 %. Pada tabel 8 tingkat pendidikan dikategorikan menjadi dua yaitu: vokasi (SPK, DIII Keperawatan) dan professional (S1 Keperawatan, Ners). Berdasarkan hasil analisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan kinerja perawat, diketahui bahwa perawat dengan tingkat pendidikan profesional mayoritas memiliki kinerja yang baik (72,7%) lebih banyak daripada perawat vokasi.

Tabel 9 Gambaran Kinerja Berdasarkan Usia Perawat pelaksana dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat

Inap RSUD Cibinong tahun 2014 (n=120)

Dari tabel 9 tampak bahwa rerata usia perawat berkinerja baik 29,89 (SD 5,069). Perbedaan rerata usia pada perawat yang berkinerja baik dan kurang baik hanya 0,52.

Tabel 10 Hubungan Kualitas Tidur Dengan Kinerja Perawat Dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan Di Ruang

Rawat Inap RSUD Cibinong Tahun 2014 (n= 120)

Hasil analisis data pada penelitian ini (Tabel 10) diperoleh gambaran rerata Skor PSQI perawat yang berkinerja baik, lebih rendah 1,42 point dibandingkan skor PSQI perawat yang berkinerja kurang baik. Skor PSQI yang lebih rendah menunjukkan kualitas tidur yang baik (Buysse, 1989). Perbedaan ini bermakna secara statistik (p= 0,002; α= 0,05). Dengan kata lain, hipotesis bahwa ada hubungan antara kualitas tidur dengan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan terbukti.

Pembahasan

Hubungan antara kualitas tidur dan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Cibinong

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rerata kualitas tidur perawat yang memiliki kinerja baik 6,06 (SD 2,535) lebih rendah daripada kualitas tidur perawat yang memiliki kinerja kurang baik 7,48 (SD 2,447). Perbedaan rerata sebesar 1,42 poin ini sangat bermakna menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara kualitas tidur perawat yang memiliki kinerja yang baik dengan perawat yang kinerjanya kurang baik dalam melaksanakan asuhan keperawatan di RSUD Cibinong tahun 2014 (p= 0,002; α= 0,05). Sejalan dengan penelitian Johnson (2006) bahwa perawat yang mengalami kurang tidur menunjukkan skor kinerja yang buruk dalam memberikan asuhan keperawatan dibandingkan dengan perawat yang tidak mengalami kurang tidur. Tingkat kesalahan kerja (p= 0,027; α= 0,05) dan

(6)

tinggi (p= 0.004; α= 0,05) melakukan kesalahan perawatan pasien. Pendapat ini sesuai dengan Potter & Perry (2006) yang menyatakan tidur yang kurang dan kualitas tidur yang tidak memadai memberikan dampak yang buruk terhadap kinerja pekerjaan mereka, serta pada keselamatan pasien dan keselamatan perawat itu sendiri.

Karakteristik Responden

Pada penelitian ini peneliti menggunakan 120 orang perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap RSUD Cibinong sebagai responden penelitian. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan 101 orang (84,2%) sedangkan responden laki-laki hanya 19 orang (15,8%). Tingkat pendidikan dikategorikan menjadi dua yaitu: vokasi (SPK, DIII Keperawatan) dan profesional (S1 Keperawatan, Ners). Distribusi tingkat pendidikan responden, paling banyak berpendidikan DIII Keperawatan yaitu 109 orang (90,8%). Rata-rata usia perawat adalah antara usia 28,75 – 30,57 tahun dengan variasi umur 5.052 tahun. Menurut Gibson (1996) peningkatan usia mempengaruhi kemampuan seseorang dalam pengambilan keputusan, membangkitkan rasa kebijaksanaan dan memiliki toleransi dengan pendapat orang lain. Disisi lain, Potter & Perry (2005) mengungkapkan bahwa faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas tidur adalah usia.

Kualitas tidur

Hasil penelitian ini menunjukkan rerata perawat pelaksana di RSUD Cibinong Bogor memiliki kualitas tidur yang kurang baik, yaitu skor PSQI 6,70 (SD 2,585), dan skor minimal-maksimal 0 – 14. Skor PSQI yang semakin besar menggambarkan kualitas tidur yang menurun. Jika dikategorikan menjadi dua jenis skor menurut Buysse (1989) yaitu kurang dari atau sama dengan 5 kualitas tidur kurang baik dan lebih dari 5 kualitas tidur baik maka didapatkan sebagian besar perawat (72,5%) kualitas tidurnya kurang baik. Pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian Safitrie (2013) yang mendapatkan bahwa sebagian besar kualitas tidur perawat shift buruk (64,7%) sedangkan sebagian besar perawat non shift

memiliki kualitas tidur yang baik (81,5%). Hasil penelitian Alawiyah (2009) pun mendapatkan bahwa sebagian besar perawat yang mengalami gangguan pola tidur adalah perawat yang bekerja dalam shift (61%) dibandingkan dengan yang tidak bekerja dalam shift (56%). Pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa kualitas tidur perawat yang kurang baik pada perempuan dan laki-laki adalah 73,3% dan 68,4% dengan tingkat pendidikan vokasi (73,4%) dan professional (63,6%). Persentase ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat perempuan dengan tingkat pendidikan vokasi dalam penelitian ini cenderung lebih mudah mengalami kualitas tidur yang kurang baik. Menurut peneliti hal ini dapat disebabkan karena perempuan sering terjaga di malam hari selain karena kerja shift, juga untuk mengurus anak, seperti: menyusui dan mengganti popok. Hal ini dapat menimbulkan kelelahan dan stress. Akibat stres, dapat menyebabkan gangguan tidur, dan durasi tidur yang semakin berkurang. Gangguan tidur dan durasi tidur merupakan komponen kualitas tidur. Adanya perbedaan ini dapat dilihat dari komponen-komponen kualitas tidur.

Komponen kualitas tidur subjektif yang diperoleh dalam penelitian ini rerata 0,89 (SD 0,547). Sebagian besar perawat (71,7%) mempresepsikan kualitas tidurnya cukup baik. Pada penelitian Naibaho yang ekstensi rerata 1,18 (SD 0,395). Penilaian komponen kualitas tidur subjektif ini, sangat bervariasi tergantung pada presepsi masing-masing responden.

Komponen kedua latensi tidur, pada penelitian ini rerata skor latensi tidur responden 1,13 (SD 0,744). Sebagian besar responden 45,8% memiliki latensi tidur yang cukup baik. Pada penelitian ini, setiap responden membutuhkan waktu yang berbeda-beda untuk mulai tertidur, responden yang mulai tertidur <15 menit ada 64 orang (53,3%), yang membutuhkan waktu 16 – 30 menit 50 orang (41,7%), dan yang membutuhkan waktu 31 – 60 menit berjumlah 6 orang. Menurut Mubarok & Chayatin (2007) pada orang normal waktu yang diperlukan untuk dapat tertidur adalah 10 – 15 menit.

(7)

Komponen ketiga adalah durasi tidur. Pada hasil penelitian ini nilai rerata durasi tidur perawat 1,55 (SD 0,829). Dengan nilai presentase durasi tidur tertinggi 5 – 6 jam yaitu 54,2% dan yang durasi tidurnya lebih dari 7 jam hanya 14,2%. Sementara menurut National Sleep Foundation yang dikutip oleh Mattew (2014) durasi tidur dewasa usia 18 tahun atau lebih adalah 7 – 9 jam.

Komponen keempat yaitu efisiensi tidur. Pada penelitian ini, 60% responden memiliki efisiensi tidur yang sangat baik. Rerata efisiensi tidur perawat adalah 0,65 (SD 0,932). Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian Syafitrie (2013) 73,5% perawat shift memiliki efisiensi tidur yang baik. Pada penelitian Naibaho (2012) rerata efisiensi tidur mahasiswa regular pada program studi Ners FIK-UI adalah 0,65 (SD 0,951) dan pada mahasiswa ekstensi lebih tinggi yaitu 0,36 (SD 0,651). Durasi tidur mahasiswa ekstensi yang relatif lebih singkat dibandingkan mahasiswa reguler dan hampir sama dengan durasi tidur perawat karena mahasiswa ekstensi FIK-UI dan perawat

memiliki kesamaan dalam cara

mempertahankan kualitas tidur mereka yakni dengan mengefisiensikan waktu tidur.

Komponen kelima adalah gangguan tidur. Hasil penelitian menunjukkan 76 orang (63,3%) mengalami gangguan tidur kurang dari sekali dalam seminggu, dengan nilai rata-rata 1,24 (SD 0,580). Hampir sama dengan hasil penelitian Syafitrie (2013) yang menunjukkan bahwa 41 responden (60,3%) perawat shift dan 19 responden (70,4%) perawat non shift juga mengalami gangguan tidur. Sedangkan pada penelitian Naibaho (2012) mahasiswa yang mengalami gangguan tidur adalah mahasiswa ekstensi 1,23 ( SD 0,528). Menurut Japardi (2002) gangguan tidur adalah suatu kondisi ketika seseorang mengalami risiko perubahan jumlah dan kualitas pola istirahat yang menyebabkan ketidaknyamanan.

Komponen keenam adalah penggunaan obat tidur. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas

rerata penggunaan obat tidur 0,10 (SD 0,376). Menurut Harkreader, Hogan, & Thobaban

(2007) penggunaan bahan-bahan yang

mengandung kafein, nikotin, alkohol, dan xanthine dapat merangsang sistem saraf pusat, sehingga berdampak pada perubahan pola tidur. Komponen terakhir pada kualitas tidur adalah gangguan aktivitas. pada penelitian ini sebagian besar responden mengalami gangguan aktivitas satu kali dalam seminggu 47,5% dengan nilai rerata responden yang mengalami gangguan aktivitas 1,13 (SD 0,766). Serupa dengan hasil penelitian Syafitrie (2012) gangguan aktivitas yang dialami perawat shift satu kali dalam seminggu yaitu 41,2%. Hampir sama karena responden memiliki karakteristik yang sama yaitu perawat dengan jadwal kerja shift.

Kinerja perawat

Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2006). Hasil penelitian ini didapatkan gambaran bahwa, jumlah perawat dengan kinerja baik sedikit lebih besar (55,0%) jika dibandingkan perawat dengan kategori kinerja kurang baik (45,0%). Sejalan dengan penelitian ini, Sugiarti (1997) dalam penelitiannya menunjukkan hasil evaluasi proses keperawatan di RSUD Cibinong masih dibawah 50% yaitu 42,8%, menunjukkan bahwa penerapan proses keperawatan di RSUD Cibinong sangat buruk. Penelitian Setiawan (2009) menunjukkan motivasi kerja perawat pelaksana di instalasi rawat inap RSUD masih rendah (57,3%). Hal ini membuktikan bahwa kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Cibinong berfluktuasi dan masih perlu

dilakukan pembinaan agar dapat

mempertahankan dan mencapai kinerja yang lebih baik lagi.

Faktor yang mempengaruhi kinerja menurut Gibson (1996) terdiri dari tiga variabel yakni; (a) variabel individu dengan sub variabelnya kemampuan dan keterampilan yang terdiri dari mental dan fisik, sub variabel latar belakang

(8)

dan sub variabel yang ketiga adalah demografis yang terdiri dari; umur, asal-usul, jenis kelamin, (b) variabel organisasi dengan sub

variabelnya adalah sumberdaya,

kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan, (c) variabel psikologis memiliki sub variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa proporsi perawat yang memiliki kinerja baik, hampir sama antara perawat laki-laki dan perempuan, yaitu 52,6% dan 55,4%. Meskipun demikian, presentase kinerja perawat perempuan sedikit lebih tinggi dibanding kinerja perawat laki-laki. Sesuai dengan pendapat Griwati (2011) yang dikutip Elnita (2013) perempuan lebih fleksibel dalam melakukan tindakan keperawatan. Artinya, perawat perempuan lebih luwes, mudah dan cepat menyesuaikan diri dalam melakukan tindakan keperawatan. Pendapat ini tidak sejalan dengan Robbins (2006) tidak ada perbedaan yang konsisten antara perempuan dan laki-laki dalam kemampuan pemecahan masalah, keterampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi, kemampuan sosial dan kemauan belajar. Selanjutnya Robbins juga mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan berarti dalam produktivitas pekerjaan antara pria dan wanita. Hasil penelitian ini, yang menunjukkan kinerja yang baik pada perawat perempuan dapat disebabkan karena proporsi jumlah responden laki-laki lebih sedikit dan umumnya perawat laki-laki lebih banyak ditempatkan di ruang rawat jalan dan struktural daripada sebagai perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap. Pada penelitian ini didapatkan bahwa distribusi kinerja yang baik pada perawat dengan tingkat pendidikan sarjana (72,7%) dan perawat vokasi (53,2%). Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat sarjana memiliki kinerja yang baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Sudrajat (2008) yang menunjukkan bahwa perawat pelaksana dengan latar belakang pendidikan SI Keperawatan rata-rata dapat memenuhi hak-hak pasien dibandingkan perawat pelaksana yang berlatar belakang DIII Keperawatan.

Rerata usia perawat yang memiliki kinerja yang baik 29,89 (SD 5,069). Perbedaan rerata usia pada perawat yang berkinerja baik dan kurang baik hanya 0,52. Menurut pendapat Lusiani (2006) bahwa semakin lanjut usia seseorang, semakin cenderung menunjukkan kematangan jiwa, mudah mengambil keputusan, semakin bijaksana, berpikir lebih rasional, mampu mengendalikan emosi dan lebih toleran terhadap pandangan orang lain serta mengalami peningkatan produktivitas karena banyaknya pengalaman. Berbeda dengan, hasil penelitian Nomiko yang dikutip Sudrajat (2008) bahwa usia tidak mempengaruhi kinerja seseorang. Perbedaan ini dapat disebabkan karena perbedaan karakteristik usia. Selain itu, usia bukanlah sebagai faktor utama yang

menentukan kinerja perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan. Semua pelayanan yang diberikan perawat di ruang

rawat inap berdasarkan kompetensi

profesionalisme yang dimiliki dan tidak ditentukan oleh usia. Perawat memiliki standar kinerja praktik keperawatan dalam memberikan pelayanan, jadi tidak semata-mata bergantung pada usia. Pengurus pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI,2010) menyusun standar praktik keperawatan yang mengacu pada tahapan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Faktor lain yang turut menentukan baik buruknya kinerja seseorang salah satunya adalah tingkat stres. Hasil penelitian Elnita (2013) menunjukkan bahwa semakin meningkat stres cenderung tidak menghasilkan perbaikan prestasi kerja atau menurunkan kinerja seseorang.

Keterbatasan penelitan

Hasil penelitian ini merupakan gambaran suatu keadaan pada saat tertentu saja yakni gambaran kualitas tidur perawat pada saat ini, penelitian ini dapat berubah pada saat yang akan datang. Hal ini disebabkan karena adanya kemampuan adaptasi perawat terhadap jadwal kerja shift dan kemampuan dalam memodifikasi tidur sehingga kualitas tidur yang baik mungkin lebih mudah dicapai. Selain itu penelitian ini hanya mengkaji secara subjektif berdasarkan

(9)

apa yang dikemukakan responden dan tidak semua responden diawasi dalam pengisian kuisioner, sehingga kemungkinan pengisian kuisioner yang tidak sesuai dengan kenyataan yang dialami dapat terjadi. Responden pada penelitian ini kurang bervariasi pada karakteristik jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan usia sehingga mempengaruhi keakuratan hasil penelitian. Responden yang bervariasi dan tidak didominasi oleh salah satu variabel, kemungkinan dapat memberikan perbandingan yang proporsional.

Kesimpulan

Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari hasil penelitian ini berdasarkan data demografi diketahui mayoritas berjenis kelamin perempuan, dengan latar belakang pendidikan DIII Keperawatan dan masih berada pada rentang usia produktif. Hal ini menunjukkan bahwa perawat masih berpotensi untuk

meningkatkan kinerjanya. Hasil ini

mengindikasikan bahwa potensi terjadi penurunan kinerja perawat dapat terjadi sewaktu-waktu, oleh karena itu kinerja yang baik harus selalu dipertahankan dan ditingkatkan agar pelayanan kepada pasien lebih baik. Komponen faktor demografi (jenis kelamin, tingkat pendidikan dan usia) tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kinerja perawat. Hal ini dapat terjadi karena kinerja perawat pelaksana dapat dipengaruhi oleh banyak faktor lain. Disisi lain, perbedaan rerata sebesar 1,42 poin (p= 0,002; α= 0,05) sangat bermakna menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara kualitas tidur perawat yang memiliki kinerja yang baik dengan perawat yang kinerjanya kurang baik dalam melaksanakan asuhan keperawatan di RSUD Cibinong tahun 2014.

Saran

Pihak RSUD Cibinong dapat menyediakan tempat istirahat bagi perawat di ruang rawat inap dan membuat pengaturan jadwal kerja yang sesuai untuk menghindari kelelahan pada perawat. Selain itu, Institusi keperawatan dapat

merevisi standar operasional penilaian kinerja yang telah ada guna meningkatkan kinerja perawat yang lebih baik lagi. Meningkatkan kualitas individu keperawatan melalui seminar, pelatihan dan sekolah. Bagi perawat itu sendiri perlu manajemen waktu yang baik, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan jadwal kerja dan memodifikasi lingkungan aman dan nyaman disaat tidur sehingga kualitas tidur dapat tercapai. Selain itu perawat diharapkan tidak menambah jam kerja diluar jam kerja yang telah ditentukan dirumah sakit, sehingga waktu untuk tidur perawat tidak berkurang. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnnya yang berhubungan dengan kualitas tidur dengan kinerja perawat seperti; faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur perawat pelaksana di ruang rawat inap RS.

Daftar pustaka

Adji,L.,(2002) Faktor-faktoryang berhubungan dengan kinerja perawat di ruang rawat inap RSU Raden Mattaher Jambi tahun 2002. Tesis Program Pascasarjana Fakultas Indonesia, tidak dipublikasikan. Alawiyah, T., (2009). Gambaran gangguan

pola tidur pada perawat di RS Syarif Hidayatullah Jakarta [skripsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah;

Buysse, D.J., Reynolds,C.F., Monk, T.H., Berman, S.R., & Kupfer, D.J. (1998). The Pettburgh sleep quality index (PSQI): a new Instrument For Psychiatric Research and Practice. Psychiarty research journal 28: 193-213;

Elnita, L. (2013). Hubungan stres kerja perawat di rumah sakit panti Waluya Sawahan Malang. Tugas akhir program studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang;

(10)

Gibson, Ivancevick & Donelly (1996). Organisasi: perilaku, struktur, proses. Edisi ke lima jilid I. Terjemahan (Agus Dharma: Penerjemah). Jakarta; Erlangga (sumber asli diterbitkan tahun 1989); Gillies, D.A.,(1996). Manajemen keperawatan:

suatu pendekatan sistem. Alih bahasa D.Sukmana, dkk. (edisi kedua). WB Saunders Company;

Harkreader, H., Hogan, M.A.,Thoebaben, M. Et al., (2007). Fundamentals of nursing, caring and clinical judgement. Third Edition. Missouri: Saunders Elsevier. Hidayat, A. A., (2006). Pengantar kebutuhan

dasar manusia: Aplikasi konsep dan proses keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Japardi, (2002). Gangguan tidur. Fakultas kedokteran bagian bedah universitas sumatra utara. USU digital libary.

http://gudangarsipadihbamadi.files.wordp ress.com/2007 /07/gangguantidur.pdf. Johnson, A.L., (2006). The influence of sleep

deprivation on performance and the occurence of error in staff nurses who work the night shift. Dissertation faculty of the university of Alabama at Birmingham. Birmingham Alabama: UMI Microform 3226742.

Mangkunegara, (2006). Evaluasi kinerja sumber daya manusia. Jakarta: Revika Aditama.

Mubarok, W & Chayatin, M., (2007). Buku ajar kebutuhan dasar manusia: Teori & aplikasi dalam praktik. Jakarta: EGC. Notoatmodjo, S., (2005). Metodologi

kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

_________, (2007). Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

Naibaho, M. L. A. (2012). Hubungan kualitas tidur dan daya ingat pada mahasiswa keperawatan program sarjana fakultas ilmu keperawatan Universitas Indonesia. Skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok.

Potter and Perry, (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses, dan praktik. Edisi 4 volume 2. Alih Bahasa: Renata Komalasari, dkk. Jakarta: EGC.

_____, (2006). Fundamental keperawatan: konsep, teori dan praktek. Edisi 4, Jakarta: EGC;

_____, (2007). Fundamental keperawatan: konsep, teori dan praktek. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Safitrie, A., (2013). Studi komparatif kualitas tidur perawat shift dan non shift di unit rawat inap dan unit rawat jalan. Prosiding konferensi nasional PPNI Jawa Tengah 2013.

Sugiono, (2010). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

______, (2011). Statistika untuk penelitian, Bandung: Alfabeta.

Setiawan, D.I.,(2009). Hubungan fungsi manajemen kepala ruangan dengan motivasi kerja perawat pelaksana di instalasi rawat inap RSUD Cibinong.

Thesis program magister ilmu

keperawatan Universitas Indonesia. Dipublikasikan.

Sugiarti, S., (1997). Pelaksanaan proses keperawatan di ruang rawat inap di RSUD Cibinong Kabupaten Bogor Tahun 1997. Tesis Program Pasca Sarjana

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Gambar

Tabel 2 Data Usia Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap  RSUD  Cibinong  Tahun 2014 (n=120)
Tabel  8  Distribusi Kinerja Berdasarkan Jenis Kelamin dan  Tingkat Pendidikan Perawat dalam melaksanakanAsuhan

Referensi

Dokumen terkait

Kinerja produksi Ikan Lele Sangkuriang ( Clarias gariepinus var sangkuriang ) yang dipeliharan oleh pembudidaya di daerah penelitian pada daerah rawa menunjukkan hasil yang

T.T : cih (angsel) ; pemain cak secara bersama menggerakan kedua tangan ke arah kiri dihentakan pada hitungan sir dengan posisi tangan yang kiri lurus, kanan

Berdasarkan keterangan di atas maka unsur khusus yang memberatkan yang terdapat di dalam Pasal 374 KUHP telah terpenuhi karena terdakwa dengan menggunakan jabatan yang dimiliknya

 prasekolah, sekolah dasar, Sekolah Menengah Pertama, maupun Sekolah Atas adalah suatu masa usia anak yang sangat berbeda dengan usia dewasa. Di dalam periode ini, banyak

KPU Kabupaten Bangka Tengah telah menetapkan Sasaran Strategis Meningkatnya Kapasitas Lembaga Penyelenggara Pemilu/Pemilihan yang diukur melalui Persentase

Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan pada masa mendatang diperoleh varietas-varietas kapas baru dengan kandungan gosipol tinggi, tidak berbulu, dan braktea buah yang

Evaluasi pendidikan akhlak peserta didik di SMP Islam Terpadu. Daarut Tahfidz Karangasem

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah: (1) ada hubungan positif antara status sosial ekonomi orang tua dengan minat siswa bersekolah di SMA Budi Mulia; (2) ada