• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2016:1) Pajak adalah iuran rakyat ke kas Negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2016:1) Pajak adalah iuran rakyat ke kas Negara"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak

Menurut Mardiasmo (2016:1) “Pajak adalah iuran rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada memperoleh jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi pajak menurut Andriani (2001: 19) , menyatakan bahwa pajak adalah iuran kepada Negara, yang dapat dipaksakan dan terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang dapat ditunjukkan dan yang digunakan adalah untuk membiayai pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintah.

Definisi pajak menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran wajib kepada kas Negara yang dapat dipaksakan pemungutannya berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang pada prinsipnya tidak mendapat kontraprestasi secara langsung dan sebagai dana yang digunakan untuk

(2)

7

pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

2.1.2 Fungsi Pajak

Pajak memiliki fungsi sebagai sumber pendapatan Negara, namun fungsi tersebut bukanlah merupakan fungsi utama. Ada dua fungsi pajak yang paling penting antara lain.

1) Fungsi penerimaan (budgetair) yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

2) Fungsi mengatur (regulerend) yaitu pajak sebagai alat untuk melaksanakan atau mengatur kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

Menurut Anne Ahira (2012), pajak dirasa sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu negara. Negara memiliki target atas pemasukan pajak agar bisa menentukan anggaran belanja negara. Dengan kata lain, besar kecilnya anggaran belanja negara dipengaruhi oleh pendapatan pajak, selain pajak yang dipungut negara.

2.1.3 Pengelompokkan Pajak

Menurut Waluyo (2010: 12) pajak dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu.

1) Menurut golongannya terdiri atas.

a. Pajak langsung, adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan.

(3)

8

b. Pajak tak langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain.

2) Menurut sifat

Pembagian pajak menurut sifat dimaksudkan pembedaan dan pembagian berdasarkan ciri-ciri prinsip, yaitu.

a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memerhatikan keadaan subjeknya.

b. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memerhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

3) Menurut pemungut dan pengelolanya, antara lain.

a. Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.

b. Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

2.2 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

2.2.1 Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Undang-Undang yang mengatur pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah Undang-Undang Nomor 8 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 menyebutkan bahwa “Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat disetiap jalur produksi dan distribusi.

(4)

9

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Pasal 1, terdapat pengertian-pengertian yang menjadi dasar dalam penerapan Pajak Pertambahan Nilai antara lain.

1) Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai kepabeanan.

2) Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.

3) Perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan menjual, termasuk kegiatan tukar-menukar barang, tanpa mengubah bentuk dan/atau sifatnya.

4) Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha miliki Negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

(5)

10

5) Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.

6) Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah harga jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.

7) Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.

8) Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Derah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.

9) Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.

(6)

11

10) Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah, badan atau instansi pemerintah tersebut.

2.2.2 Fungsi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Terdapat beberapa fungsi Pajak Pertambahan Nilai antara lain. 1) Penerimaan Negara

Salah satu fungsi pajak yang umum adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah (fungsi Budgetair). Begitupula Pajak Pertambahan Nilai sebagai pajak Negara, penghasilan yang diperoleh dari pemungutan pajak dipergunakan sebagai sumber pembiayaan Negara sebagaimana tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sejak diterapkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai telah cukup berperan sebagai sumber penerimaan utama yang semakin meningkat baik jumlah maupun jumlah relatifnya apabila dibandingkan dengan penerimaan Negara lainnya. 2) Pemerataan Beban Pajak

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sering dikatakan sebagai tambahan atau koreksi untuk Pajak Penghasilan (PPh) karena Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pengecualian subjek pajak, ada subjek pajak yang dibebaskan dari pengenaan pajak. Dengan adanya PPN, subjek pajak yang dibebaskan dari pengenaan PPh, secara tidak

(7)

12

langsung menjadi penanggung pajak melalui konsumsi yang dilakukannya. Dengan demikian, beban pajak akan terbebani pada setiap orang, tanpa terkecuali. PPN dalam hal ini berperan sebagai alat untuk meratakan beban pajak.

3) Mengatur Pola Konsumsi

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sering juga disebut sebagai pajak atas konsumsi. Yang menjadi pemikul pajak ini adalah konsumen. Oleh Karena itu, PPN dapat disajikan pula untuk membentuk pola konsumsi, dengan mengenakan pajak atas barang-barang tertentu, dan tidak mengenakan pajak atas barang lainnya sesuai dengan yang diinginkan. Dengan demikian pola konsumsi masyarakat diharapkan dapat diarahkan.

4) Mendorong Ekspor

Untuk mendorong dan meningkatkan daya saing barang ekspor di pasaran luar negeri, tarif atas penyerahan ekspor ditetapkan sebesar 0%.

5) Mendorong Investasi

Pada sistem Pajak Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pajak yang dibayarkan atas perolehan atau impor barang modal, dibebaskan/dapat diminta kembali. Pembebasan/pengembalian PPN Barang Modal diharapkan dapat mendorong investasi.

(8)

13 2.2.3 Barang Kena Pajak (BKP)

Mardiasmo (2016:333) menyebutkan barang adalah barang berwujud yang menurut sifatnya atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud. Yang dimaksud dengan “Barang Kena Pajak Tidak Berwujud” adalah.

1) Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya.

2) Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial atau ilmiah.

3) Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial atau komersial.

4) Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau menggunakan hak, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan dan pemberian informasi atau pengetahuan, berupa.

(1) Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, serat optik, atau teknologi yang serupa.

(2) Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau

(9)

14

radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa.

(3) Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruhan spektrum radio komunikasi.

5) Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio.

6) Pelepasan sepenuhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrialisasi atau hak-hak lainnya yang disebutkan diatas.

Pada dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali Undang-Undang menetapkan sebaliknya. Jenis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok barang (Mardiasmo, 2016:334) sebagai berikut.

(1) Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya. Barang hasil pertambangan tersebut seperti.

- Minyak mentah,

- Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat,

- Panas bumi,

(10)

15

- Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih nikel dan lain sebagainya.

(2) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering. (3) Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga (saham, obligasi

dan lainnya),

(4) Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Barang kebutuhan pokok tersebut berupa:

- beras, gabah, jagung,

- garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium, - daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah

melalui proses disembelih, dikutui, dipotong, dibekukan, diawetkan dengan cara lain,

- telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas,

- susu, yaitu susu peras baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, dan/atau dikemas atau tidak dikemas,

- buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, dan/atau dikemas atau tidak dikemas

(11)

16

- sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.

Menurut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yaitu UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 1A Ayat (1) menyebutkan yang termasuk pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah.

1) Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak (BKP) karena suatu perjanjian,

2) Pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing),

3) Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang,

4) Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas barang kena pajak,

5) Barang Kena Pajak berupa persiadaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan,

6) Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang, 7) Penyerahan BKP oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka

perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari PKP kepada pihak yang membutuhkan BKP.

(12)

17

Sedangkan yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak, antar lain.

(1) Penyerahan barang kena pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang,

(2) Penyerahan BKP untuk jaminan utang piutang,

(3) Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BKP antar cabang dalam hal PKP melakukan pemusatan tempat pajak terutang,

(4) Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah PKP,

(5) BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan.

2.2.4 Jasa Kena Pajak (JKP)

Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak yang tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.

Mardiasmo (2016:335) menyebutkan pada dasarnya semua jasa dikenakan pajak, kecuali yang ditentukan lain oleh Undang-Undang PPN.

(13)

18

Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut. 1) Jasa pelayanan kesehatan medis, meliputi.

(1) Jasa dokter umum, dokter spesialis dan dokter gigi (2) Jasa kebidanan,

(3) Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium,

(4) Jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal.

2) Jasa di bidang pelayanan sosial, antara lain.

(1) Jasa pelayanan Panti Asuhan dan Panti Jompo. (2) Jasa pemadam kebakaran.

(3) Jasa lembaga rehabilitasi.

(4) Jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk crematorium.

(5) Jasa di bidang olahraga kecuali yang bersifat komersial. 3) Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko.

4) Jasa keuangan, meliputi.

(1) Jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu.

(2) Jasa menempatkan dana, meminjam dana, dan/atau meminjam dana kepada pihak lain dengan menggunakan

(14)

19

surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya.

(3) Jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syahriah berupa: sewa guna usaha dengan hak opsi, anjak piutang, usaha kartu kredit dan/atau pembiayaan konsumen. (4) Jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk

gadai syahriah dan fidusia. (5) Jasa penjaminan.

5) Jasa asuransi, yaitu jasa pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa dan reasuransi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan konsultan asuransi.

6) Jasa di bidang keagamaan, meliputi. (1) Jasa pelayanan rumah ibadah.

(2) Jasa pemberian khotbah atau dakwah. (3) Jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan. (4) Jasa lain di bidang keagamaan.

7) Jasa pendidikan, meliputi.

(1) Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah.

(2) Jasa penyelenggaraan pendidikan di luar sekolah (kursus-kursus).

(15)

20 8) Jasa perhotelan, meliputi.

(1) Jasa penyewaan kamar, termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, losmen, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap.

(2) Jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen dan hotel.

9) Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah, antara lain pemberian Izin Mendirikan Bangunan, pemberian Izin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak.

10) Jasa kesenian dan hiburan meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan.

11) Jasa boga dan catering.

12) Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta.

2.2.5 Unsur-Unsur Dalam Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 42 tahun 2009 terdapat 2 (dua) unsur penting dalam pajak pertambahan nilai, yaitu.

1) Subjek Pajak Pertambahan Nilai

Siti Resmi (2016:5) menyebutkan Subjek Pajak dalam Pajak Pertambahan Nilai terdiri atas.

(16)

21

(1) Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan PPnBM, tidak termasuk pengusaha kecil. Pengusaha dikatakan sebagai PKP apabila melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto usaha melebihi Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta) dalam satu tahun. Termasuk Pengusaha Kena Pajak antara lain:

- pabrikan atau produsen, - importer dan indentor,

- pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan pabrikan atau importer,

- agen utama dan penyalur utama pabrikan atau importer,

- pemegang hak paten atau merek dagang BKP, - pedagang besar (distributor),

- pengusaha yang melakukan hubungan penyerahan barang,

- pedagang eceran.

Pengusaha Kena Pajak mempunyai kewajiban, antara lain untuk.

a) Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak,

(17)

22

b) Memungut PPN dan PPn BM yang terutang,

c) Menyetor PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetor Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang,

d) Melaporkan penghitungan pajak.

2) Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari

Rp 4.800.000.000 (empat milir delapan ratus juta) dalam satu tahun. Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP, selanjutnya wajib melaksanaknn kewajiban sebagaimana halnya PM PKP.

3) Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar Daerah Pabean.

4) Orang Pribadi atau Badan yang melakukan pembangunan rumahnya sendiri dengan persyaratan sebagai berikut.

- luas bangunan lebih atau sama dengan 200 (dua ratus) meter persegi,

- bangunan diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau tempat usaha,

(18)

23

- tidak dibangun dalam lingkungan real estat,

- pembangunan yang dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan oleh orang pribadi yang hasilnya digunakan sendiri atau oleh pihak lain.

5) Pemungut pajak yang ditunjuk oleh Pemerintah terdiri dari Kantor Perbendaharaan Negara, Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah, termasuk Bendahara Proyek.

2) Objek Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Mardiasmo (2016:341) objek Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas.

(1) Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. Syarat-syarat penyerahan BKP oleh pengusaha adalah.

- Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP,

- barang yang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP tidak berwujud,

- penyerahan yang dilakukan di Daerah Pabean, dan

- penyerahan yang dilakukan dalam reangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

(19)

24

(3) Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha, dengan syarat-syarat sebagai berikut.

- Jasa yang diserahkan merupakan JKP,

- penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan - penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha

atau pekerjaan.

(4) Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

(5) Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

(6) Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak. (7) Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena

Pajak.

(8) Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegitan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.

(9) Penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan.

(20)

25 2.2.6 Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Menurut Siti Resmi (2016:25) menyebutkan dasar pengenaan pajak merupakan jumlah tertentu sebagai dasar untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai. Dasar pengenaan pajak terdiri atas harga jual, nilai penggantian, nilai ekspor, nilai impor dan nilai lain yang sebagai Dasar Pengenaan Pajak yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

1) Harga Jual adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan BKP, tidak ternasuk PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.

2) Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. Nilai penggantian merupakan taksiran biaya untuk mengganti biaya yang dikeluarkan guna mendapatkan profesi, keterampilan, dan pengalaman yang memberikan kegiatan pelayanan dalam jasa tersebut. Jika harga jual atau nilai penggantian menggunakan uang asing, maka harus dikonversi ke dalam mata uang rupiah sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan mengenai kurs yang berlaku saat itu.

3) Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor BKP, tidak termasuk

(21)

26

PPN yang dipungut berdasarkan undang-undang PPN. Penetuan nilai impor BKP didasarkan pada undang-undang Pabean yang menggunakan Dasar Pengenaan Bea Masuk, yaitu harga faktur (cost), baiaya asuransi antar-Daerah Pabean (insurance), dan freight ( ongkos angkut dan pengapalan antar-Daerah Pabean atau disingkat dengan CIF. Rumus menghitung nilai impor sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah.

Nilai Impor = CIF + Bea Masuk + Pungutan lain yang sah 4) Nilai ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang

diminta atau seharusnya diminta oleh ekportir. Nilai ekspor tercantum dalam dokumen tertentu yang dapat dijadikan sebagai faktur pajak untuk ekspor, yaitu Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), yang tidak difiatmuat oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Berapa pun yang tercantum dalam dokumen ekspor (PEB), tidak ada perhitungan PPN karena tarif PPN untuk barang ekspor adalah 0% (nol persen) maka PKP dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran (restitusi) PPN dalam rangka ekspor BKP.

5) Nilai lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak

Nilai lain adalah jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak. Nilai tersebut ditetapkan sebagai berikut.

(1) Untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor.

(22)

27

(2) Untuk peberian Cuma-Cuma BKP dan/atau JKP adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor.

(3) Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata.

(4) Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film.

(5) Untuk persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan adalah harga wajar.

(6) Untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar.

(7) Untuk kendaraan bermotor bekas adalah 10% (sepuluh persen) dari harga jual.

(8) Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

(9) Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

(10) Untuk jasa anjak piutang adalah 5% (lima persen) dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge dan diskon.

(23)

28

(11) Untuk penyerahan BKP dan/atau JKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP dan/atau JKP antarcabang adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor.

(12) Untuk penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang adalah harga lelang.

2.2.7 Tarif Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Mardiasmo (2016:344) menyebutkan tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10% (sepuluh persen). Sedangkan tarif PPN atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen). Pengenaan tarif 0% (nol persen) bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN, tetapi Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor dapat dikreditkan.

Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, dengan Peraturan Pemerintah tarif PPN dapat diubah serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15% (lima belas persen) dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal.

(24)

29 2.3 E-Faktur

2.3.1 Pengertian e-Faktur

Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak (PPN) yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP). E-Faktur Pajak adalah aplikasi perpajakan yang dibuat melalui sistem elektronik yang ditentukan dan/ atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pemberlakuan e-Faktur dimaksudkan untuk memberikan kemudahan, kenyamanan bagi Pengusaha Kena Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan khususnya pembuatan faktur pajak berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. PKP yang diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Direktorat Jenderal pajak melalui keputusan No. KEP 136/PJ/2014 dan PER-16/PJ/2014 telah menetapkan 45 Pengusaha Kena Pajak yang membuat e-Faktur mulai 1 Juli 2014. Pada bulan Juli 2015 Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jawa dan Bali wajib menggunakan e-Faktur, sedangkan pemberlakuan e-Faktur secara nasional akan serentak dimulai tanggal 1 Juli 2016. Yang mendasari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) membuat aplikasi ini adalah karena memerhatikan masih terdapat penyalahgunaan Faktur Pajak, diantaranya wajib pajak non PKP yang menerbitkan faktur pajak padahal tidak berhak menerbitkan faktur pajak, faktur pajak yang terlambat diterbitkan, faktur pajak fiktif, atau faktur pajak ganda. Juga karena beban administrasi yang begitu besar bagi pihak DJP maupun bagi PKP.

(25)

30 2.3.2 Dasar Hukum Pembuatan e-Faktur

1) Undang- undang PPN

a. Pasal 13 (8) UU PPN ( Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak diatur dengan atau berdasarkan PMK)

2) Peraturan Menteri Keuangan

a. Pasal 19 PMK 151/PMK.03/2013 (Tata Cara Pembuatan faktur pajak elektronik lebih lanjut diatur dengan perdirjen)

3) Peraturan Direktorat jenderal Pajak

a. PER-16/PJ/2014 tentang tata cara pembuatan dan pelaporan faktur pajak berbentuk elektronik.

b. PER- 17/PJ/2014 ( pemberian nomor seri faktur pajak dapat melalui: petugas khusus di Kantor Pelayanan Pajak, website DJP/e NOFA online. Wadah layanan perpajakan elektronik (akun PKP dan sertifikat elektronik).

c. PER 17/PJ/2014 tentang perubahan kedua atas peraturan direktur jenderal pajak nomor Per-24/Pj/2012 tentang bentuk, ukuran, tata cara pengisian keterangan, prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan,tata cara pembetulan atau penggantian, dan tata cara pembatalan faktur pajak

4) Keputusan Direktorat Pajak. a. KEP-136/PJ/2014

Tahapan implementasi e-Faktur: 1Juli 2014 untuk PKP tertentu 1 Juli 2015 PKP Jawa-Bali

(26)

31 1 Juli 2016 untuk seluruh PKP

b. KEP-125/PJ/2015 tentang penetapan pengusaha kena pajak yang diwajibkan membuat faktur pajak berbentuk elektronik.

5) Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak

a. SE-21/PJ/2014 tentang Tata cara permintaan data faktur pajak ke Direktorat Jenderal Pajak dalam hal data Pengusaha Kena Pajak hilang b. SE-20/PJ/2014 tentang tata cara permohonan kode aktivasi dan

password, permintaan aktivasi akun pengusaha kena pajak dan sertifikat elektronik, serta permintaan, pengembalian, dan pengawasan nomor seri faktur pajak.

6) Pengumuman Direktorat Jenderal pajak

a. PENG-1/PJ.02/2015 tentang faktur pajak berbentuk elektronik (e-Faktur).

b. PENG-3/PJ/02.2014 tentang syarat dan ketentuan pemberian sertifikat elektronik.

c. PENG -6/ PJ.02/2015 tentang penegasan atas e-Faktur. 2.3.3 Transaksi Yang dibuatkan e-Faktur

1) Dibuat untuk setiap penyerahan barang kena pajak (BKP) (Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D UU PPN) dan/atau penyerahan jasa kena pajak (JKP) (Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN).

2) Dibuat untuk setiap penyerahan barang kena pajak (BKP) (Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D UU PPN) dan/atau penyerahan jasa kena pajak (JKP) (Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN).

(27)

32

Kewajiban pembuatan e-Faktur yang dikecualikan atas penyerahan BKP dan JKP. (1) Yang dilakukan oleh pedagang eceran sebagaimna dimaksud dalam Pasal

20 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012.

(2) Yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak Toko Retail kepada Orang Pribadi pemegang paspor luar negeri

(3) Yang bukti pungutan Pajak Pertambahan Nilainya berupa dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak.

(28)

33

2.3.4 Perbedaan faktur pajak kertas dan faktur pajak elektronik

Sebelum Dirjen Pajak mengeluarkan Peraturan tentang e-Faktur, PKP masih menggunakan faktur pajak berbentuk kertas. Banyak pihak yang dirugikan oleh penyalahgunaan faktur pajak tersebut. Untuk mengatasi penyalahgunaan faktur pajak tersebut, DJP meluncurkan elektronik faktur pajak atau yang disingkat e-Faktur. Terdapat beberapa perbedaan faktur pajak kertas dan faktur pajak elektronik seperti pada Tabel 2.1 berikut ini.

No Keterangan Faktur pajak kertas Faktur pajak elektronik 1 Format /lay out Bebas tidak ditentukan Ditentukan oleh

aplikasi/sistem yang ditentukan dan atau disediakan oleh DJP (terlampir)

2 Tanda tangan Tangan tangan basah diatas diatas faktur pajak kertas

Tanda tangan elektronik berbentuk QR Code (terlampir)

3 Bentuk dan lembar Diwajibkan berbentuk kertas dan jumlah lembar diatur

Tidak diwajibkan untuk dicetak dalam bentuk kertas

4 PKP yang membuat Seluruh PKP PKP yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak

5 Jenis transaksi Seluruh Penyerahan BKP/JKP

saja 6 Prosedur

lapor/upload dan persetujuan DJP

- e-faktur dilaporkan de DJP dengan cara upload dan mendapatkan persetujuan DJP

(29)

34

8 Pelaporan SPT PPN Menggunakan aplikasi tersendiri

Menggunakan aplikasi yang sama dengan aplikasi pembuatan e-faktur

Sumber : www.pajak.go.id

2.3.5 Manfaat dan kendala dalam penerapan e-Faktur di Indonesia 1) Manfaat penerapan e Faktur

(1) Manfaat bagi pengusaha kena pajak

b) Bagi Pengusaha kena pajak (PKP) penjual

- tanda tangan basah digantikan dengan tanda tangan elektronik, - e-Faktur pajak tidak harus dicetak sehingga mengurangi biaya

kertas,biaya cetak dan biaya penyimpanan dokumen,

- aplikasi e-Faktur pajak juga membuat SPT PPN sehingga pengusaha kena pajak tidak perlu lagi membuatnya,

- pengusaha kena pajak yang menggunakan e-Faktur pajak juga dapat meminta nomor seri faktur pajak melalui situs pajak dan tidak perlu ke Kantor Pelayanan Pajak.

c) Bagi pengusaha kena pajak (PKP) pembeli

- terlindungi dari penyalahgunaan faktur pajak yang tidak sah, karena cetakan e-Faktur dilengkapi dengan pengaman berupa QR code. QR code menampilkan informasi tentang transaksi penyerahan nilai dasar pengenaan pajak dan pajak pertambahan nilai dan lain-lain,

(30)

35

- informasi dalam QR code dapat dilihat menggunakan aplikasi QR code scanner yang terdapat si smartphone atau gadget lainnya,

- apabila informasi yang terdapat dalam QR code tersebut berbea dengan yang ada dalam cetakan e-Faktur pajak, maka faktur pajak tersebut tidak valid.

(2) Manfaat dari aspek pemerintah

Bagi pemerintah penggunaan e-Faktur sangat berguna dalam.

(1) Kemudahan pengawasan dengan adanya proses validasi Pajak Keluaran-Pajak Masukan (PK-PM) dan adanya data lengkap dari setiap faktur pajak.

(2) Mempermudah pelayanan karena akan mempercepat proses pemeriksaan, pelaporan, dan pemberian nomor seri faktur pajak. (3) Sistem berbasis elektronik ini akan meminimalkan penyalahgunaan

penggunaan faktur pajak oleh perusahaan fiktif atau pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga potensi pajak yang hilang menjadi sangat kecil.

2) Kendala penerapan e-Faktur

(1) Kendala geografis di Indonesia

Indonesia adalah negara kepulauan, dengan kondisi geografis sepert ini tentu akan terjadi perbedaan pembangunan dan fasilitas dalam penggunaan sistem elektronik atau internet. Tidak semua wilayah Indonesai mempunyai fasilitas komputer dan internet yang dapat

(31)

36

menopang kinerja dari e-Faktur, sehingga ditakutkan di daerah-daerah terpencil penerapan e-Faktur tidak berjalan secara maksimal. (2) Kendala sumber daya manusia yang menggunakan e-Faktur dan

kendala dari aplikasi e-Faktur itu sendiri

Dengan kecanggihan dari e-Faktur harus melihat juga kemampuan dari penggunanya. Kemampuan sumber daya manusia sangat penting dalam penggunaan e-Faktur, sehingga perlu dilakukan pelatihan dan sosialisasi menyeluruh ke seluruh wilayah di Indonesia sebelum e-Faktur di terapkan di seluruh Indonesia e-e-Faktur sebagai sistem elektronik, antara bahasa pemrograman yang digunakan tidak sama dengan bahasa yang digunakan undang-undang. Hal ini menyebabkan adanya kemungkinan ketidaksesuaian penerapan aturan dengan pelaksanaan dari aplikasi e-Faktur itu sendiri.

2.3.6 Surat Pemberitahuan (SPT)

Surat pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan.

1) Fungsi SPT bagi Wajib Pajak Pajak Pertambahan Nilai

Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang sebenarnya terutang dan melaporkan tentang.

(32)

37

(2) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2) Surat Pemberitahuan Masa

Menurut Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-99/PJ/2010 SPT Masa PPN berlaku mulai Masa Pajak Januari 2011, sehingga dikenal 3 (tiga) jenis SPT Masa PPN yaitu.

(1) SPT Masa PPN Formulir 1111, yang digunakan oleh PKP yang menggunakan mekanisme Pajak Masukan dan Pajak Keluaran (Normal). SPT Masa PPN 1111 baik dalam bentuk formulir kertas (hard copy) maupun dalam bentuk data elektronik (e-SPT) dapat digunakan oleh PKP yang menerbitkan dokumen (Faktur Pajak/Nota Retur/Nota Pembatalan) dengan jumlah tidak lebih dari 25 (dua puluh lima) dokumen dalam 1 (satu) Masa Pajak (Didik Pomadi, 2012).

(2) SPT Masa PPN Formulir 1111 DM, yang digunakan oleh PKP yang menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan (Deemed DM). PKP yang telah menyampaikan SPT Masa PPN 1111 DM dalam bentuk data elektronik (e-SPT), tidak diperbolehkan lagi untuk menyampaikan SPT Masa PPN 1111 DM dalam bentuk formulir kertas (hard copy). SPT PPN 1111 DM dalam

(33)

38

bentuk data elektronik (e-SPT) dapat digunakan oleh PKP yang menerbitkan dokumen (Faktur Pajak/Nota Retur/Nota Pembatalan) dengan jumlah tidak lebih dari 25 (dua puluh lima) dokumen dalam 1 (satu) Masa Pajak.

(3) SPT Masa PPN Formulir 1107 PUT, yang digunakan oleh Pemungut PPN.

Batas waktu penyampaian SPT Masa PPN adalah disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

Referensi

Dokumen terkait

lima ribu diterimanya saat tanda tangan aqad dan dibelanjakan dalam waktu dua bulan, dan lima ribu sisanya diterima setelah enam bulan, maka ia mengambilnya dan membelanjakannya

pada ayam buras yang berada di wilayah Bukit Jimbaran, Badung sehingga dapat dipakai sebagai acuan dalam pencegahan, pengobatan, dan pengendalian cacing Tetrameres

Pemberian nomor dan kode surat dibuat dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum pada Nomor 3 dan Nomor 4 dalam Lampiran III yang merupakan bagian

Berdasarkan paparan hasil penelitian tentang tingkat penguasaan TBBBI oleh guru sekolah dasar di Kabupaten Lamongan di atas tergolong kurang dengan rerata skor 45.. Tingkat

• Konsep rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya melakukan dan bertanggungjawab dalam kegiatan pembudidayaan,

Berdasarkan potensi, peluang dan tantangan terkait konservasi jenis ramin, telah dilakukan penelitian konservasi ramin melalui penyediaan bibit stek ramin pada

Yang dapat menjadi Anggota adalah semua pekerja warga Negara Indonesia yang bekerja di sektor industri dan lapangan kerja Percetakan, Penerbitan, Penyiaran,

Dalam hal gabungan beberapa perbuatan yang telah dilakukan oleh seorang pelaku dan masing-masing perbuatan harus dipandang sebagai perbuatan berdiri sendiri, dna