BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 POTENSI DAN KESINAMBUNGAN DARI LIMBAH CAIR
PABRIK KELAPA SAWIT ATAU PALM OIL MILL EFFLUENT (POME) MENJADI BIOGAS
Negara Indonesia dewasa ini mengalami perkembangan pesat dalam industri perkebunan kelapa sawit. Pada tahun 2011, menurut BPS [1], luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia tiap tahun terus bertambah dan diprediksi mencapai 8.774.694 hektar dengan total produksi minyak mentah sawit atau crude
palm oil (CPO) sebesar 22.899.108 ton. Sedangkan luas perkebunan kelapa sawit
di Provinsi Sumatera Utara sekitar 1.174.347 hektar dengan produksi diprediksi tandan buah segar (TBS) sebanyak 15.726.080 ton [1] [14].
Menurut TAMSI-DMSI [15], setiap pengolahan 1 ton TBS akan menghasilkan limbah padat berupa tandan kosong sawit (TKS) sebanyak 200-250 kg dan limbah cair pabrik kelapa sawit atau palm oil mill effluent (POME) sebanyak 650 liter. Potensi POME dari produksi kelapa sawit sebagai bahan baku biogas cukup besar dan terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga dapat membantu ketersediaan bahan baku biogas (Tabel 2.1).
Tabel 2.1 Data Potensi POME sebagai Bahan Baku Biogas [16] Tahun Produksi Kelapa Sawit
(ton)
Produksi POME (barrel)
2008 7.517.777 30.736.431,26
2009 19.299.337 78.905.339,32
2010 20.228.213 82.703.048,85
mikroba pembusuk yang tidak diinginkan, serta kandungan racun dalam limbah [4].
2.2 KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT ATAU PALM OIL MILL EFFLUENT (POME) DAN BIOGAS
2.2.1 Karakteristik Palm Oil Mill Effluent (POME)
POME segar merupakan cairan lumpur kental yang berwarna kecoklatan dengan temperaturnya sekitar 80-90oC, bersifat asam (pH 3,8-4,5), dan konsentrasi partikel organik yang cukup tinggi sehingga kandungan COD dan BOD juga tinggi [17]. Tabel 2.2 menunjukkan karakteristik dari POME.
Tabel 2.2 Karakteristik Palm Oil Mill Effluent (POME) [18] [19]
*Semua parameter dalam satuan mg L-1 kecuali pH 2.2.2 Karakteristik Biogas
Biogas ialah gas yang dihasilkan oleh mikroba apabila bahan organik mengalami proses fermentasi dalam suatu keadaan anaerobik yang sesuai baik dari segi suhu, kelembaban, dan keasaman. Jenis bahan organik yang diproses sangat mempengaruhi produktivitas sistem biogas disamping parameter lain seperti temperatur digester, pH (tingkat keasaman), tekanan, dan kelembaban udara [20].
Parameter Konsentrasi
pH
Komponen penting dalam biogas adalah H2S, dimana kuantitasnya dapat berfluktuasi dan sangat tergantung pada substrat input. Kisaran fluktuasi untuk H2S diperkirakan dari 200 sampai 10.000 ppm dalam produksi biogas selama periode waktu tertentu. Senyawa sulfur meliputi kontaminan gas yang mengandung senyawa sulfur seperti belerang hidroksida, karbon oksida sulfida, organik sulfida lainnya, disulfida, merkaptan dan tiofena. Kandungan senyawa sulfur dalam gas yang dihasilkan tergantung pada bahan baku dan proses pembersihan gas. Isi gas sulfur (misalnya total sulfur dan belerang mercaptan) dapat berdampak negatif terhadap pipa dan peralatan yang dipakai, jika tidak dibatasi [21]. Tabel 2.3 memperlihatkan pengaruh yang ditimbulkan untuk setiap kandungan komponen biogas.
Tabel 2.3 Pengaruh Komponen Biogas, Kandungan dan Pengaruhnya [21]
Kompenen Kandungan Pengaruh
CH4 50-75 (%volume) Komponen yang mudah terbakar pada biogas.
CO2 25-50 (%volume) Mengurangi nilai bahan bakar; meningkatkan anti-ketukan sifat motor; menyebabkan korosi (karbonat asam lemah), jika gas juga lembap itu kerusakan sel bahan bakar alkali.
H2S 0,005 – 0,5 mgS/m3 Korosif pada agregat dan pipa (korosi); timbul emisi SO2 setelah pembakaran H2S jika pembakaran tidak sempurna; keracunan katalis.
NH3 0-1 (%volume) Emisi NOx setelah pembakaran;
berbahaya untuk sel bahan bakar; meningkatkan anti-ketuk sifat motor. Uap air 1-5 (%volume) Berkontribusi terhadap korosi dalam
agregat dan pipa; kondensat akan menyebabkan kerusakan instrumen dan agregat; dapat menyebabkan pipa dan ventilasi membeku pada suhu beku. Debu >5 mikrometer Ventilasi tersumbat dan kerusakan sel
bahan bakar.
N2 0-5 (%volume) Mengurangi nilai bahan bakar dan meningkatkan sifat anti –ketuk motor. Siloxane 0-50 mg/m3 Hanya dalam bentuk limbah dan gas
TPA dari kosmetik, cuci bubuk, tinta cetak dll, bertindak sebagai media
2.3 PROSES PEMBUATAN BIOGAS
Pembentukan gas metana merupakan proses biologis yang terjadi secara alamiah ketika biomassa atau senyawa organik diuraikan tanpa kehadiran udara dengan bantuan mikroorganisme [22].
Digestasi anaerobik merupakan proses kompleks dalam penguraian senyawa organik menjadi metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) oleh berbagai jenis mikroorganisme anaerobik. Hasil dari dekomposisi anaerobik berupa CH4, CO2, serta sejumlah kecil nitrogen (N2), hidrogen (H2), dan hidrogen sulfida (H2S) yang merupakan energi alternatif yang dikenal sebagai biogas [3]. Dalam proses ini, juga dihasilkan endapan lumpur berupa slurry yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk tanaman [23].
Proses digestasi anerobik terdiri dari empat tahapan yaitu hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis dan metanogenesis [6]. Tiap tahap membutuhkan jenis mikroba yang berbeda. Diagram pembentukan metana dari limbah senyawa kompleks ditunjukkan pada Gambar 2.1. [24]. Dalam proses digestasi ini jenis substrat atau biomassa yang sering digunakan adalah :
a) Lumpur kotoran hewan b) Limbah hasil pertanian
c) Limbah organik dari industri pertanian dan pangan d) Limbah domestik dan kantin
e) Lumpur limbah cair
Jika jenis substrat atau bahan baku proses digestasi anaerobik merupakan campuran homogen dari dua atau lebih bahan mentah misalnya kotoran hewan dan limbah organik industri makanan, maka proses ini dinamakan dengan proses "co-digestion" dan saat ini paling banyak digunakan dalam pembuatan biogas [6].
2.3.1 Hidrolisis
dihidrolisis menjadi asam amino atau peptida dan karbohidrat dihidrolisis menjadi monosakarida dan disakarida. Reaksi hidrolisis dapat dilihat sebagai berikut: Lemak asam lemak rantai panjang, gliserol
Protein asam-asam amino, peptida rantai pendek Polisakarida monosakarida, disakarida
2.3.2 Asidogenesis
Pada tahap asidogenesis produk yang telah dihidrolisa dikonversikan menjadi asam lemak volatil, alkohol, aldehid, keton, amonia, karbondioksida, air dan hidrogen oleh bakteri pembentuk asam. Asam organik yang terbentuk adalah asam asetat, asam propionat, asam butirat dan asam valerat. Reaksi Asetogenesis dapat di lihat di bawah ini:
C6H12O6 CH3CH2CH2COOH + 2 CO2 + 2 H2 (glukosa) (asam butirat)
C6H12O6 + 2 H2 CH3CH2COOH + 2 H2O (glukosa) (asam propionat) 2.3.3 Asetogenesis
Asam lemak volatil dengan empat atau lebih rantai karbon tidak dapat digunakan secara langsung oleh metanogen. Asam organik ini dioksidasi terlebih dahulu menjadi asam asetat dan hidrogen oleh bakteri asetogenik penghasil hidrogen melalui proses yang disebut asetogenesis. Asetogenesis juga menghasilkan asetat dari hidrogen dan karbon dioksida oleh asetogen dan homoasetogen. Sering proses Asetogenesis dan asetogenesis dikombinasikan sebagai satu tahapan saja. Reaksi asetogenesis dapat dilihat sebagai berikut:
CH3CH2COOH CH3COOH + CO2 + 3 H2 (asam propionat) (asam asetat)
CH3CH2CH2COOH 2CH3COOH + 2 H2 (asam butirat) (asam asetat) 2.3.4 Metagenesis
oleh organisme hidrogenotropik. Metanogen yang dominan digunakan pada reactor biogas adalah Methanobacterium, Methanothermobacter, Methanobrevibacter, Methanosarcina dan Methanosaeta.
CH3COOH CH4 + CO2
CO2 + 4H2 CH4 +2H2O [24]
Gambar 2.1. Digestasi Anaerobik Biomassa menjadi Metana [25] Hidrolisis
Acidogenesis
Acetogenesis
Oksidasi Homoasetogenesis
Reduksi Homoasetogenesis
Metanogenesis
Senyawa Partikel Organik : Karbohidrat, Protein dan Lemak
Asam Amino, Gula, Alkohol, Asam Lemak
Produk Intermediet :
Asam Asetat, Asam Propionat, Etanol, Asam Laktat
Asam Asetat H2
CO2
Tabel 2.4 Karakteristik Umum Mikroorganisme Metanogenik [25]
Methanobacterium bryantii H2/CO2 37 6,9-7,2
Methanothermobacter wolfeii H2/CO2 55-65 7,0-7,5 Methanobrevibacter smithii H2/CO2, format 37-39 - Methanothermus fervidus H2/CO2, format 83 < 7 Methanothermococcus
thermolithotrophicus H2/CO2, format 65
-
Methanococcus vannielii H2/CO2, format 65 7-9 Methanomicrobium mobile H2/CO2, format 40 6,1-6,9
Methanolacinia paynteri H2/CO2 40 7,0
Methanospirillum hungatei H2/CO2, format 30-40 - Methanosarcina acetivorans Metanol, Asetat 35-40 6,5
Methanococcoides methylutens Metanol 42 7,0-7,5
Methanosaeta concilii (soehngenii) Asetat 35-40 7,0-7,5
2.4 PARAMETER DIGESTASI ANAEROBIK
Efisiensi produksi biogas sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor meliputi : suhu, derajat keasaman (pH), konsentrasi asam-asam lemak volatil, nutrisi (terutama nisbah karbon dan nitrogen), zat racun, waktu retensi hidrolik, kandungan bahan organik, dan konsentrasi amonia. Dari berbagai penelitian, dapat dirangkum beberapa kondisi optimum dari berbagai parameter pada proses produksi biogas seperti yang disajikan pada Tabel 2.5
Tabel 2.5 Kondisi Optimum Produksi Biogas [26]
Parameter Kondisi Optimum
Suhu 550C
Derajat Keasaman 6,8-7,8
Nutrien Utama Karbon dan Nitrogen
Sulfida <200 mg/L
Logam-logam berat terlarut < 1 mg/L
Sodium <5000 mg/L
Kalsium < 2000 mg/L
Magnesium < 1200 mg/L
Amonia < 1700 mg/L
2.4.1 Temperatur
Laju metabolisme dan peningkatan reaksi biokimia cenderung meningkat dengan temperatur hingga tercapainya temperatur toleransi maksimal dari mikroorganisme. Jika kenaikan temperatur tergolong ekstrim, dapat mengakibatkan denaturasi sel dan bahkan menyebabkan kematian sel. Mikroorganisme menunjukkan pertumbuhan yang optimal dan laju metabolisme di antara kisaran temperatur tertentu, tergantung dari masing-masing spesis mikroorganisme tersebut. Mikroorganisme psychrophilic berkembang biak dengan baik pada suhu dibawah 25oC, mesofilik 25-40oC dan termofilik diatas suhu 45oC [27].
Hampir semua mikrooganisme metanogenik bekerja pada temperatur termofilik dan hanya sedikit yang pada termofilik. Sebagian kecil juga masih tetap dapat menghasilkan metana meski pada temperatur yang sangat rendah (0,6-1,2oC). Dalam suatu uji laboratorium, pembentukan metana dibuktikan dapat berlangsung pada temperatur dibawa titik beku hingga -3oC. Secara umum, temperatur terendah dimana mikroorganisme dapat tumbuh adalah -11oC. Pada temperatur dibawah -25oC, aktivitas enzim akan terhenti. Mikroorganisme metanogenik termofilik lebih sensitif terhadap perubahan suhu dibanding mesofilik yang mana perubahan temperatur yang kecil saja dapat langsung menurunkan aktivitasnya. Oleh sebab itu, temperatur harus tetap dijaga pada kisaran +/- 2oC. Jika tidak, kemungkinan akan terjadi losis gas sekitar 30%. Umumnya, temperatur maksimal untuk mikroorganisme mesofilik adalah kisaran 40-45oC dimana pada temperatur aktivitas mikroorganisme tersebut akan terhenti. Banyak proses pembuatan biogas dioperasikan pada temperatur termofilik karena kondisi ini memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan mesofilik dan
psychrophilic, antara lain :
a. lebih efektif dalam mematikan patogen
b. laju pertumbuhan mikroorganisme metanogenik yang cepat pada suhu yang tinggi
c. waktu tinggal berkurang sehingga membuat prosesnya lebih lama dan lebih efisien
e. kemungkinan pemisahan untuk cairan dan padatan yang lebih baik [6]. 2.4.2 Alkalinitas
Alkalinitas pada limbah cair dihasilkan dari hidrokarbon, karbonat (CO32-) dan bikarbonat (HCO3-) yang berikatan dengan kalsium, magnesium, kalium dan amonia. Alkalinitas pada limbah cair membantu untuk mempertahankan pH agar tidak mudah berubah yang disebabkan oleh penambahan asam. Konsentrasi dari alkalinitas pada limbah cair sangatlah penting karena kadar alkalinitas mempengaruhi pengolahan zat-zat kimia dan biologi, juga dibutuhkan untuk nutrisi bagi mikroba. Kadar alkalinitas didapat melalui proses titrasi sampel dengan larutan standar asam, dalam satuan mg/L [26].
2.4.3 pH
Konsentrasi ion-hidrogen merupakan kualitas parameter yang penting di dalam limbah cair. Konsentrasi dari pH dapat diartikan sebagai eksistensi dari kehidupan mikroba di dalam limbah cair (biasanya pH diantara 6 sampai 9). Limbah cair mempunyai konsentrasi pH yang sulit diatur karena adanya proses pengasaman pada limbah cair. pH mempunyai arti yang sangat penting di dalam pengolahan limbah cair karena dari pH kita dapat mengetahui kondisi mikroba yang ada di dalam limbah cair [26].
Nilai pH merupakan ukuran keasaman/kebasaan suatu larutan dan dinyatakan sebagai bagian per juta atau parts per million (ppm). Nilai pH dari substrat dipengaruhi oleh pertumbuhan mikroorganisme metanogenik dan turut berpengaruh dalam pembentukan senyawa dalam digestasi anerobik seperti ammonia, sulfida, dan asam organik). Pembentukan metana berlangsung pada kisaran pH 5,5-8,5, dengan pH optimum untuk metanogenik adalah 7,0-8,0 [6]. Oleh karena itu adalah sangat penting untuk menjaga nilai pH pada tahap dua lebih tinggi dibanding tahap pertama dalam sistem dua tahap.
fermentor oleh dua sistem buffer. Oleh karena itu, nilai pH di dalam digester tergantung pada tekanan parsial CO2 dan konsentrasi komponen alkali dan asam dalam fasa cairannya.
Proses asidifikasi yang terlalu kuat akan diantisipasi oleh karbon dioksida/hidrogen karbonat/karbonat. Selama waktu fermentasi, CO2 secara terus-menerus dihasilkan dan dilepas ke udara. Pada kondisi pH yang semakin menurun, semakin banyak CO2 diserap ke dalam substrat sebagai molekul bebas. Jika nilai pH meningkat, CO2 yang terlarut tersebut akan membentuk asam karbonat yang mana akan terionisasi dan menghasilkan ion hidrogen. Adapun reaksi sebagai berikut :
CO2↔H2CO3↔H+ +HCO3−↔2H+ + 2CO32−
Kelarutan CO2 di dalam air akan menurun dengan meningkatnya temperatur sehingga nilai pH di dalam digester termofilik itu lebih tinggi dibanding digester mesofilik karena CO2 yang terlarut akan bereaksi dengan air membentuk asam karbonat.
Nilai pH juga dapat dinaikkan oleh ammonia hasil degradasi protein atau melalui kehadiran ammonia di aliran umpan. Jika proses asidifikasinya terlalu lemah, sistem buffer ammonia-ammonium yang akan bekerja. Jika terjadi penurunan pH, ion ammonium akan dibentuk disertai pelepasan ion hidroksil. Molekul ammonia bebas yang akan terbentuk pada kondisi pH yang meningkat. Adapun reaksinya sebagai berikut [22] [6] :
NH3 + H2O ↔ NH4+ + OH- NH3 + H+↔ NH4+
2.4.4 Nutrisi
dibutuhkan seperti nitrogen, phospor, dan sulfur pada range 10-13 mg, 2-2,6 mg dan 1-2 mg per 100 mg limbah. Akan tetapi, agar methanogenesis maksimum, konsentrasi nitrogen, phospor dan sulfur biasanya 50, 10, dan 5 mg/L. Kandungan nitrogen dapat diperoleh dari berbagai macam senyawa seperti amonium hidrogen karbonat (NH4HCO3) [26].
2.4.5 Logam Terlarut
Logam terlarut sangat penting di dalam proses fermentasi limbah cair, terutama pada proses methanogenesis. Logam terlarut ini berfungsi sebagai nutrisi penting pada pertumbuhan mikroba. Kandungan untuk logam terlarut yang direkomendasikan pada pengolahan limbah cair seperti besi, kobalt, nikel dan seng adalah 0,02; 0,004; 0,003 dan 0,02 mg/g produksi asam asetat. Penambahan logam-logam ini meningkatkan aktifitas mikroba dan sangat menguntungkan pada proses anaerobik untuk limbah cair. Kadar logam berat terlarut yang direkomendasikan per liter reaktor adalah 1 mg FeCl2; 0,1 mg CaCl2; 0,1 mg NiCl2; dan 0,1 mg ZnCl2 [26].
2.4.6 Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk mendapatkan campuran substrat yang homogen dengan ukuran partikel yang kecil. Pengadukan selama proses dekomposisi untuk mencegah terjadinya benda-benda mengapung pada permukaan cairan dan berfungsi mencampur methanogen dengan substrat. Pengadukan juga memberikan kondisi temperatur yang seragam dalam biodigester [28].
Start-up suatu kilang biogas membutuhkan waktu yang lama dalam
a. Proses pengadukan yang perlahan penting agar seluruh mikroorganisme menerima asupan nutrisi yang menyeluruh dan seimbang dan produk hasil metabolismenya dapat dipisahkan secara maksimal. Namun, untuk kasus dimana terjadi pembentuk lapisan H2 di sekeliling mikroorganisme yang mana dapat menghambat asupan nutrisi dan pemisahan produk metabolisme membutuhkan pengadukan yang kuat.
b. Substrat yang segar perlu dicampurkan dengan sempurna dengan substrat yang telah tergradasi agar substrat segarnya berinokulasi dengan mikroorganisme yang aktif.
c. Biogas yang dihasilkan harus dipisahkan secara efektif dari reaktor.
d. Hubungan simbiosis antara mikroorganisme asetogenik dan metanogenik tidak harus diganggu.
e. Mikroorganisme akan mati jika proses pengadukan terlalu kuat.
f. Pembentukan gelembung karena intensitas gas yang tinggi dapat diatasi dengan pengadukan.
g. Perbedaan temperatur di dalam bioreaktor menyebabkan effesiensi reaksi yang rendah.
h. Konsentrasi mikrooganisme.
2.4.7 Konsentrasi Mikroorganisme
Mikroorganisme memiliki waktu regenerasi yang lebih lama yang secara umum dirangkum pada Tabel 2.6. Untuk menghindari terjadinya washing out mikroorganisme dari reaktor, HRT harus sekurang-kurangnya 10-15 hari di dalam reaktor tanpa proses penahanan dan pengembalian biomassa. Hal ini berbeda untuk mikroorganisme hidrolitik dan pembentuk asam yang mana lebih singkat sehingga mikrooganisme ini lebih kurang beresiko terhadap washing out.
Tabel 2.6 Waktu Regenerasi Mikroorganisme Anaerobik [22]
Mikroorganisme anaerobic Waktu regenerasi Mikrorganisme asidogenik
Bakteroids < 24 jam
Clostridia 24-36 jam
Mikroorganisme asetogenik 80-90 jam
Mikroorganisme metanogenik
Methanosarcina 5-16 hari
Laju pertumbuhan mikroorganisme metanogenik yang rendah ini menunjukkan bahwa suatu kilang biogas membutuhkan fasa start-up yang cukup lama hingga mencapai 3 bulan. Hal ini disebabkan untuk lumpur inokulasi melakukan proses fermentasi langsung pada kapasitas penuh adalah tidak memungkinkan dan perlu dilakukan fasa permulaan [22].
2.4.8 Zat Racun (Toxic)
Beberapa zat racun yang dapat mengganggu kinerja biodigester antara lain air sabun, detergen, creolin. Tabel 2.7 memperlihatkan beberapa zat beracun yang mampu diterima oleh bakteri dalam biodigester.
Salah satu proses pengolahan limbah ini yang umum digunakan adalah proses digestasi anaerobik [3]. Peggunaan sistem digestasi anaerobik ini semakin meningkat digunakan dalam pengolahan limbah cair terutama pada industri pertanian karena kebutuhan energi yang tidak terlalu tinggi dibanding dengan pengolahan aerobik secara biologis, menghasilkan limbah lumpur yang lebih sedikit serta sistem ini dapat secara mudah dioperasikan kembali setelah beberapa bulan shut-down pabrik [24].
Tabel 2.7 Komponen dan Konsentrasi Penghambat dalam Biogas [28]
Penghambat Konsentrasi Penghambat
Sulfat (SO4
2-) 5000 ppm
Sodium klorida atau garam alami (NaCl) 40.000 ppm
Nitrat (dihitung sebagai N) 0,05 mg/ml
Tembaga (Cu2+) 100 mg/l
Q V
HRT=
Keterangan : HRT = Hydraulic Retention Time (hari) V = Volume tangki (m3)
Q = Volume umpan substrat per satuan waktu (m3/hari)
Berdasarkan rumus diatas dapat dilihat bahwa peningkatan beban organik akan mengurangi HRT. HRT ini penting karena menentukan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme dan konversi senyawa organik menjadi gas. Waktu HRT ini haruslah cukup lama untuk memastikan jumlah mikroorganisme yang terbuang bersama effluent lebih rendah dibanding mikroorganisme yang direproduksi. Umumnya laju pembiakan mikroorganisme adalah 10 hari atau lebih. HRT yang rendah akan menyebabkan pembentukan gas yang rendah namun laju alir substrat yang baik. Oleh karena itu adalah sangat penting untuk mengaplikasikan HRT yang sesuai dengan laju penguraian substrat yang digunakan [22] [29].
2.5 PENGADUKAN DAN PENCAMPURAN
2.5.1 Tujuan dari Pengadukan
Dalam industri proses kimia dan lainnya, banyak operasi yang bergantung pada besaran tingkat tentang efektivitas pengadukan dan pencampuran. Secara umum pengadukan berhubungan dengan kekuatan sebuah fluida oleh mesin yang berarti aliran sirkulasi atau bentuk aliran lainnya di dalam sebuah bejana. Pencampuran biasanya disimpulkan sebagai penggabungan dua atau lebih fasa yang terpisah seperti sebuah fluida dan sebuah padatan bubuk atau dua fluida dan menyebabkan kedua campuran tersebut secara acak terdistribusi satu sama lainnya.
Ada beberapa tujuan dari pengadukan fluida beberapa diantaranya seperti dibawah ini [30] :
1. Pencampuran dua cairan yang dapat tercampur, seperti etil alkohol dan air 2. Pelarutan padatan di dalam cairan, seperti garam di dalam air
3. Dispersi gas di dalam cairan seperti gelembung-gelembung halus, seperti oksigen dari udara disuspensikan oleh mikroba untuk fermentasi atau untuk proses lumpur aktif dalam pengolahan limbah.
4. Pensuspensian padatan didalam cairan seperti dalam hidrogenasi katalitis dari sebuah cairan dimana partikel katalis padat dan gelembung hydrogen terdispersi di dalam cairan.
5. Pengadukan dari fluida untuk meningkatkan perpindahan panas di antara fluida dan koil di dinding bejana
2.5.2 Peralatan Agitasi
Secara umum cairan diaduk didalam bejana silinder yang mana bisa tertutup atau terbuka. Ketinggian dari cairan kira-kira sama dengan diameter tangki. Sebuah impeller yang menempel pada shaft digerakkan oleh motor listrik. Adapun impeller yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis four-blade
turbine agitator.
Four-blade turbine agitator ini menyerupai pengaduk paddle banyak bilah
dengan bilah pendek yang digunakan pada kecepatan tinggi untuk cairan dengan viskositas yang tinggi. Diameter turbine yang normal biasanya 30 dan 50 % dari diameter tangki. Turbin biasanya mempunyai empat sampai enam bilah. Agitator
turbine biasanya berguna untuk dispersi gas [30].
(a) (b)
Gambar 2.3 Tangki bersekat dengan six-blade turbine agitator pola aliran : (a) tampak samping (b) tampak bawah, (c) dimensi dari turbine dan tangki [30].
2.5.3 Pemilihan Pengaduk dan Range Viskositas
Viskositas dari cairan merupakan salah satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan tipe pengaduk. Pemilihan agitator berdasarkan range viskositas sebagai berikut [30] :
1. Propeller digunakan untuk viskositas fluida dibawah 3 Pa.s (3000 cP) 2. Tubine digunakan untuk fluida sekitar 100 Pa.s (100.000 cP)
3. Modifikasi paddle seperti pengaduk anchor digunakan untuk viskositas 50 Pa.s (50.000 cP) sampai 500 Pa.s (500.000 cP)
4. Untuk viskositas yang besarnya sekitar 2,5-5 Pa.s dan diatasnya, penggunaan sekat tidak dibutuhkan karena putarannya kecil yang diakibatkan dari viskositasnya yang kecil.
2.5.4 Pola aliran Dalam Pengadukan
menyebabkan keterbatasan dalam penggunaan kecepatan tinggi tersebut. Untuk pengadukan kuat dengan pengaduk vertical, sekat biasanya digunakan untuk mengurangi swirling dan tetap menghasilkan pencampuran yang baik. Sekat diletakkan secara vertical pada dinding tangki seperti pada gambar, biasanya empat sekat sudah cukup dengan lebar masing-masing 1/12 dari diameter tangki untuk turbine dan propeller [30].
2.5.4 Bilangan Reynolds
Pembelajaran tentang transisi dari aliran laminar ke turbulen di dalam pipa tidak hanya sebuah fungsi dari kecepatan tetapi juga densitas dan viskositas dari fluida dan diameter pipa. Variabel-variabel ini di kombinasikan ke dalam bilangan Reynolds tanpa dimensi.
�
��=
��2��
µ
Keterangan :
Da = Diameter agitator (m)
N = Kecepatan rotasi (rev/s)
ρ = Densitas fluida (kg/m3)
µ = Viskositas (kg/m.s)
Bilangan Reynolds kurang dari 10 (N’Re<10) alirannya laminar. Bilangan
diatas 10.000 (N’Re<104) alirannya merupakan aliran turbulen. Diantara bilangan
tersebut disebut aliran transisi [30].
2.6 POTENSI BIOGAS
Internasional yaitu Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development
Mechanism) dari Protokol Kyoto yang efektif berlaku mulai 16 Februari 2005 dan
Indonesia termasuk negara yang meratifikasinya [31].
Adapun contoh pemanfaatan biogas adalah sebagai sumber energi pada kompor gas, lampu petromak, menggerakkan motor bakar (energi mekanis/listrik), dengan kebutuhan biogas seperti pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Pemanfaatan Biogas [31]
Pemanfaatan Biogas Referensi Hasil pengukuran
Lampu penerangan (m3/ jam)
0,11 – 0,15 m3 biogas
(penerangan setara dengan 60 watt lampu bohlam ≅100
Algen gas generator (700 W)
0,5 m3 biogas/kwh 0,55 m3 biogas/kwh Algen gas generator
(1.500 W)
0,35 m3 biogas/kwh 0,40 m3 biogas/kwh Modifikasi diesel engine
6HP (3000 W)
perbandingan solar = biogas 10 : 90
100 ml solar, 0,39 m3 biogas/kwh
2.7 POTENSI EKONOMI
Pada penelitian ini dilakukan suatu analisis potensi ekonomi yang sederhana terhadap produksi biogas pada proses pembuatan biogas satu tahap dan dua tahap. Harga biogas yang dihasilkan disetarakan dengan harga bahan bakar solar industi. Berikut perhitungan analisa potensi ekonominya.
Perhitungan:
Kapasitas olahan per hari = 30 ton TBS/jam × 20 jam/hari = 600 ton TBS/hari
Produksi POME per hari = 600 ton TBS/hari × 650 L POME/ton TBS = 390.000 L POME/hari = 390 m3 POME/hari
(a) Analisis potensi ekonomi pada proses pembuatan biogas satu tahap
Adapun produksi biogas yang diperoleh Basri et al. pada proses pembuatan biogas sistem satu tahap dari POME adalah 2,42 m3/m3·hari [3].
Produksi biogas per hari = 2,42 m3 biogas/m3 POME·hari × 390 m3 POME = 943,8 m3 biogas/hari
Nilai kalor biogas: 6,0-6,5 kWh/m3 [22]
Nilai kalor biogas yang dihasilkan = 943,8 m3 biogas/hari×6,5 kWh/m3 biogas = 6.134,7 kWh/hari
Nilai kalor solar: 9,8 kWh/L [32] Kesetaraan dengan nilai kalor solar =
kWh/L 9,8
kWh/hari 6.134,7
= 625,989 L/hari
Harga solar industri adalah Rp 10.750/L [33], sehingga untuk biogas yang dihasilkan pada proses satu tahap diperoleh keuntungan sebesar:
Keuntungan produksi biogas satu tahap = 625,989 L/hari× Rp 10.750/L = Rp 6.729.381,75/hari
(b) Analisis potensi ekonomi pada proses pembuatan biogas dua tahap
Berdasarkan hasil penelitian, konsentrasi VFA tertinggi adalah 5.776,606 mg/L. Jumlah biogas yang akan terbentuk dari VFA yang dihasilkan dihitung menggunakan metode interpolasi data. Interpolasi data tersebut dilakukan berdasarkan volume biogas yang terbentuk dari konversi VFA pada sistem dua tahap yang dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Berikut Tabel 2.9 menunjukkan volume pembentukkan biogas dari konversi VFA dan diplotkan grafiknya sebagaimana ditunjukkan Gambar 2.4.
Tabel 2.9 Volume Pembentukkan Biogas dari Konversi VFA [34] [35] [36]
Peneliti Total VFA (mg/L) Volume Biogas (L/L·hari)
Kivaisi dan Mtila 2.058,85 1,70
Gambar 2.4 Total VFA versus Produksi Biogas [34] [35] [36]
Pada Gambar 2.4 diatas, diperoleh grafik linear dengan persamaan garis lurus : y = 0,0009x + 0,1043. Berdasarkan persamaan tersebut dan asumsi konversi VFA menjadi biogas adalah 100 % [34], dilakukan perhitungan volume biogas untuk total VFA sebesar 5.776,606 mg/L sebagai berikut.
y = 0,0009x+0,1043 Nilai kalor biogas: 6,0-6,5 kWh/m3 [22]
Nilai kalor biogas yang dihasilkan = 2.068,17 m3 biogas/hari×6,5 kWh/m3 biogas = 13.443,105 kWh/hari
Nilai kalor solar: 9,8 kWh/L [32] Kesetaraan dengan nilai kalor solar =
kWh/L 9,8
kWh/hari 13.443,105
= 1.371,745 L/hari
Harga solar industri adalah Rp 10.750/L [33], sehingga untuk biogas yang dihasilkan pada proses pembuatan biogas dua tahap diperoleh keuntungan sebesar:
Keuntungan produksi biogas dua tahap = 1.371,745 L/hari× Rp 10.750/L = Rp 14.746.258,75 /hari
y = 0,0009x + 0,104
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000