• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Efisiensi Kabel Balok Beton Prategang Pada Jembatan Terhadap Kapasitas Lentur Dengan Penampang Yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Efisiensi Kabel Balok Beton Prategang Pada Jembatan Terhadap Kapasitas Lentur Dengan Penampang Yang Berbeda"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Material

II.1.1. Beton

Beton merupakan material pada bangunan yang paling banyak digunakan. Misalnya

pada bangunan bendungan, pondasi, basement, dan bangunan lainnya. Beton merupakan

material komposit yang tersusun dari beberapa bahan penyusun utama yaitu semen,

agregat, dan air. Adapun bahan tambah yang digunakan berupa bahan kimia pembantu

(admixture) untuk mengubah sifat-sifat beton ketika masih berupa beton segar atau beton

keras. Beton mempunyai kuat tekan yang besar sementara kuat tariknya kecil. Kekuatan

beton ditentukan oleh kuat tekan tekan karakteristik pada usia 28 hari. Kuat tekan

karakteristik adalah tegangan yang melampaui 95 % dari pengukuran kuat tekan uniaksial

yang diambil dari tes penekanan standar, yaitu kubus ukuran 150x150 mm, atau silinder

dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Pengukuran kekuatan dengan kubus akan

lebih tinggi daripada dengan silinder. Rasio kekuatan antara silinder dan kubus adalah 0,8.

Sifat yang penting pada beton adalah kuat tekan, bila kuat tekan tinggi maka

sifat-sifat yang lain pada umumnya juga baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kuat tekan

beton terdiri dari kualitas bahan penyusun, nilai faktor air-semen, gradasi agregat, ukuran

maksimum agregat, cara pengerjaan (pencampuran, pengangkutan, pemadatan dan

perawatan) serta umur beton (Tjokrodimuljo, 1996)

II.1.1.1. Semen

Semen merupakan bahan utama pembentuk beton yang bersifat hidrolis, yaitu akan

memiliki sifat adhesif dan kohesif apabila telah bereaksi dengan air dan berfungsi sebagai

perekat bagi agregat-agregat beton. Semen juga merupakan bahan ikat ikat yang paling

penting dan sangat banyak digunakan dalam pembangunan fisik disektor konstruksi sipil.

(2)

digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi suatu campuran yang dinamakan beton.

Penggunaan semen sudah sangat lama, hingga pada tahun 1882 diusulkan oleh Joseph

Aspdin dengan nama semen portland karena campuran air, pasir, dan batu-batuan yang

bersifat pozzolan dan berbentuk bubuk ini pertama kali di olah di pulau Portland, Inggris.

Semen portland pertama kali diproduksi di pabrik oleh David Saylor di Coplay

Pennsylvania, Amerika Serikat pada tahun 1875. Dan kemuadian semen porland

berkembang pesat dan di buat sesuai kebutuhan.

Semen portland memiliki beberapa senyawa kimia yang masing-masing memiliki

sifat sendiri. Empat senyawa kimia yang utama pada semen portland adalah

Trikalsium Silikat (C3S), Dikalsium Silikat (C2S), Trikalsium Aluminat (C3A),

Tetrakalsium Aluminoferrit (C4AF).

Tabel II.1 Empat senyawa utama dalam semen portland

Berdasarkan American Standard for Testing Material (ASTM) semen portland

dibagi menjadi lima type, yaitu :

1. Type I : semen portland yang digunakan untuk semua bangunan beton yang tidak

mengalami perubahan cuaca yang dasyat atau dibangun dalam lingkungan yang sangat

(3)

2. Type II : semen yang mengeluarkan panas hidrasi lebih rendah serta dengan

kecepatan penyebaran panas yang rendah pula, selain itu juga lebih tahan terhadap

serangan sulfat.

3. Type III : semen yang cepat mengeras, yang cocok untuk pengerasan beton pada

suhu rendah. Semen ini digunakan bilamana kekuatan yang harus dicapai dalam waktu

sangat singkat dan biasanya dipakai pada pembuatan jalan yang harus cepat dibuka

untuk lalu lintas.

4. Type IV : semen ini menimbulkan panas hidrasi yang rendah.

5. Type V : semen ini tahan terhadap sulfat serta mengeluarkan panas hydrasi

25%-40% lebih rendah dari semen type I.

II.1.1.2. Agregat

Agregat merupakan material granular (suatu bahan keras/kaku) yang dipakai

bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu beton semen

hidraulik atau mortar. Agregat berasal dari bahan organik dan an-organik. Dalam

campuran beton volume agregat sekitar 70-75 %. Mengingat bahwa agregat mempunyai

volume terbesar dalam campuran beton maka kualitas agregat sangat berpengaruh terhadap

kualitas beton. Dengan agregat yang baik, beton dapat dikerjakan (workable), kuat, tahan

lama (durable), dan ekonomis.

Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah gradasi atau distribusi ukuran butir

agregat, karena bila butir-butir agregat mempunyai ukuran yang seragam akan

menghasilkan volume pori yang besar tetapi bila ukuran butir-butirnya bervariasi maka

volume pori menjadi kecil. Hal ini disebabkan butir yang lebih kecil akan mengisi pori di

antara butiran yang lebih besar. Agregat sebagai bahan penyusun beton diinginkan

mempunyai kemampatan yang tinggi, sehingga volume pori dan bahan pengikat yang

(4)

Menurut British Standard 882:1973 (Gambhir, 1986), distribusi ukuran butiran

agregat halus dibagi menjadi empat daerah atau zone yaitu: zone I (kasar), zone II (agak

kasar), zone III (agak halus) dan zone IV (halus) sebagaimana ditunjukkan pada Tabel dan

distribusi agregat kasar yang ditunjukkan pada Tabel dibawah

Tabel II.2 Batas-Batas Gradasi Agregat Halus (Gambhir, 2004)

Ukuran

Saringan

(BS)

Persentase Berat yang Lolos Saringan

Gradasi

Tabel II.3 Batas-Batas Gradasi Agregat Kasar (Gambhir, 2004)

Ukuran Saringan

(BS)

Persentase Berat yang Lolos Saringan

5 mm sampai 40 mm 5 mm sampai 20 mm

37,5 mm 90-100 100

(5)

10,0 mm 10-40 50-85

5,0 mm 0-5 0-10

Ukuran agregat dalam prakteknya secara umum digolongkan ke dalam 3 kelompok

yaitu :

a. Batu, jika ukuran butiran lebih dari 40 mm.

b. Kerikil, jika ukuran butiran antara 5 mm sampai 40 mm.

c. Pasir, jika ukuran butiran antara 0,15 mm sampai 5 mm.

Butiran yang lebih kecil dari 0,15 mm dinamakan “silt” atau tanah.

Agregat kasar menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia perlu diuji

ketahanannya terhadap keausan (dengan mesin Los Angeles). Persyaratan mengenai

ketahanan agregat kasar beton terhadap keausan ditunjukkan pada tabel dibawah

Tabel II.4 Persyaratan Kekerasan Agregat Kasar Beton (Gambhir, 2004)

Kekuatan

Beton

Maksimum bagian yang hancur dengan

Mesin Los Angeles, Lolos Ayakan 1,7 mm (%)

Kelas I (sampai 10 MPa) 50

Kelas II (10MPa-20MPa) 40

Kelas III (di atas 20 MPa) 27

Adapun fungsi agregat dalam beton :

1. Menghemat penggunaan bahan perekat.

2. Mengurangi susut pada beton.

3. Menambah/meningkatkan kekuatan.

(6)

5. Dengan gradasi yang baik kan menjadikan beton padat.

II.1.1.3. Air

Air pada campuran beton berfungsi untuk memicu proses kimiawi semen,

membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Air yang

digunakan dalam campuran beton harus bersih, tidak boleh mengandung minyak, asam,

alkali, zat organis atau bahan lainnya yang dapat merusak beton atau tulangan,

menurunkan kualitas beton dan merusak sifat-sifat beton yang dihasilkan. Sebaiknya

dipakai air tawar yang dapat diminum. Karena pasta semen merupakan hasil reaksi kimia

antara semen dengan air, maka bukan perbandingan jumlah air terhadap total berat

campuran yang terpenting, tetapi perbandingan air dengan semen yang biasa disebut

Faktor Air Semen (water cement ratio).

Air yang berlebih akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah proses

hidrasi selesai, sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak

tercapai seluruhnya, sehingga hal itu akan mempengaruhi kekuatan beton. Untuk air yang

tidak memenuhi syarat mutu, kekuatan beton pada umur 7 hari dan 28 hari tidak boleh

kurang dari 90% jika dibandingkan dengan kekuatan beton yang menggunakan air

standar/suling. Pada air yang akan digunakan sebagai bahan pencampur beton meliputi

kandungan lumpur maksimal 2 gr/lt, kandungan garam-garam yang dapat merusak beton

maksimal 15 gr/lt, tidak mengandung khlorida lebih dari 0,5 gr/lt serta kandungan senyawa

sulfat maksimal 1 gr/lt.(Tjokrodimuljo, 1996).

II.1.1.4. Bahan Tambah

Bahan Tambah Bahan tambah yaitu bahan selain unsur pokok pada beton (air, semen

dan agregat) yang ditambahkan pada adukan beton, baik sebelum, segera atau selama

(7)

dalam keadaaan segar atau setelah mengeras. Fungsi-fungsi bahan tambah antara lain:

mempercepat pengerasan, menambah kelecakan (workability) beton segar, menambah kuat

tekan beton, meningkatkan daktilitas atau mengurangi sifat getas beton, mengurangi

retak-retak pengerasan dan sebagainya. Bahan tambah diberikan dalam jumlah yang relatif

sedikit dengan pengawasan yang ketat agar tidak berlebihan yang berakibat memperburuk

sifat beton (Tjokodimuljo, 1996). Bahan tambah menurut maksud penggunaannnya dibagi

menjadi dua golongan yaitu admixtures dan additives.

Admixtures ialah semua bahan penyusun beton selain air, semen hidrolik dan agregat

yang ditambahkan sebelum, segera atau selama proses pencampuran adukan di dalam

batching, untuk merubah sifat beton baik dalam keadaan segar atau setelah mengeras.

Definisi additive lebih mengarah pada semua bahan yang ditambahkan dan digiling

bersamaan pada saat proses produksi semen (Taylor, 1997).

Menurut Tjokrodimuljo (1996), bahan tambah dapat dibedakan menjadi 3 golongan,

yaitu :

1. Chemical Admixtures merupakan bahan tambah bersifat kimiawi yang dicampurkan

pada adukan beton dengan maksud agar diperoleh sifat-sifat yang berbeda pada beton

dalam keadaan segar maupun setelah mengeras, misalnya sifat pengerjaannya yang

lebih mudah dan waktu pengikatan yang lebih lambat atau lebih cepat. Superplasticizer

merupakan salah satu jenis chemical admixure yang sering ditambahkan pada beton

segar. Pada dasarnya penambahan superplasticizer dimaksudkan untuk meningkatkan

kelecakan, mengurangi jumlah air yang diperlukan dalam pencampuran (faktor air

semen), mengurangi slump loss, mencegah timbulnya bleeding dan segregasi,

menambah kadar udara (air content) serta memperlambat waktu pengikatan (setting

(8)

2. Pozolan (pozzolan) merupakan bahan tambah yang berasal dari alam atau buatan yang

sebagian besar terdiri dari unsur-unsur silikat dan aluminat yang reaktif. Pozolan

sendiri tidak mempunyai sifat semen, tetapi dalam keadaan halus bereaksi dengan

kapur bebas dan air menjadi suatu massa padat yang tidak larut dalam air. Pozolan

dapat ditambahkan pada campuran adukan beton atau mortar (sampai batas tertentu

dapat menggantikan semen), untuk memperbaiki kelecakan (workability), membuat

beton menjadi lebih kedap air (mengurangi permeabilitas) dan menambah ketahanan

beton atau mortar terhadap serangan bahan kimia yang bersifat agresif. Penambahan

pozolan juga dapat meningkatkan kuat tekan beton karena adanya reaksi pengikatan

kapur bebas (Ca(OH)2) oleh silikat atau aluminat menjadi tobermorite

(3.CaO.2SiO2.3H2O). Pozolan yang saat ini telah banyak diteliti dan digunakan antara

lain silIca fume (SF), fly ash (FA), Ground Granulated Blast Furnace Slag (GGBS),

tras alam dan abu sekam padi (Rice Husk Ash).

3. Serat (fibre) merupakan bahan tambah yang berupa serat gelas /kaca, plastik, baja atau

serat tumbuh-tumbuhan (rami, ijuk). Penambahan serat ini dimaksudkan untuk

meningkatkan kuat tarik, menambah ketahanan terhadap retak, meningkatkan daktilitas

dan ketahanan beton terhadap beban kejut (impact load) sehingga dapat meningkatkan

keawetan/durabilitas beton, misalnya pada perkerasan jalan raya atau lapangan udara,

spillway serta pada bagian struktur beton yang tipis untuk mencegah timbulnya

keretakan.

II.1.2. Baja

Baja merupakan salah satu bahan bangunan yang unsur utamanya terdiri dari besi.

Baja ditemukan ketika dilakukan penempaan dan pemanasan yang menyebabkan

tercampurnya besi dengan bahan karbon pada proses pembakaran, sehingga membentuk

(9)

Bila dibandingkan dengan bahan konstruksi lainnya, baja lebih banyak memiliki

keunggulan-keunggulan yang tidak terdapat pada bahan-bahan konstruksi lain. Disamping

kekuatannya yang besar untuk menahan kekuatan tarik dan kekuatan tekan tanpa

membutuhkan banyak volume, baja juga mempunyai sifat-sifat lain yang menguntungkan

sehingga menjadikannya sebagai salah satu material yang umum dipakai.

Sifat-sifat baja antara lain :

a. Kekuatan tinggi

Kekuatan baja bisa dinyatakan dengan kekuatan tegangan leleh fy atau kekuatan tarik

fu. Mengingat baja mempunyai kekuatan volume lebih tinggi dibanding dengan bahan

lain, hal ini memungkinkan perencanaan sebuah konstruksi baja bisa mempunyai beban

mati yang lebih kecil untuk bentang yang lebih panjang, sehingga struktur lebih ringan

dan efektif.

b. Kemudahan pemasanganKomponen-komponen baja biasanya mempunyai bentuk

standar serta mudah diperoleh dimana saja, sehingga satu-satunya kegiatan yang

dilakukan dilapangan adalah pemasangan bagian-bagian yang telah disiapkan.

c. Keseragaman

Baja dibuat dalam kondisi yang sudah diatur (fabrikasi) sehingga mutunya seragam.

d. Daktilitas

Daktilitas adalah sifat dari baja yang dapat mengalami deformasi yang besar dibawah

pengaruh tegangan tarik tanpa hancur atau putus. Daktilitas mampu mencegah

robohnya bangunan secara tiba-tiba.

e. Modulus elastisitas besar

Dengan modulus yang besar, struktur akan cukup kaku sehingga dapat memberikan

(10)

yang sama baja akan mengalami tegangan yang lebih besar sehingga kekuatannya lebih

optimal.

Sifat mekanis baja struktur yang digunakan dalam perencanaan harus memenuhi

persyaratan minimum pada tabel berikut :

Tabel II.5 Sifat-safat baja (Gambhir, 2004)

Jenis Baja Tegangan putus

Minimum fu

Tegangan leleh untuk perencanaan ( fy ) tidak boleh diambil melebihi nilai yang

diberikan pada tabel sifat mekanisme baja struktural.

b. Tegangan Putus

Tegangan putus untuk perencanaan ( fu ) tidak boleh diambil melebihi nilai yang

diberikan pada tabel sifat mekanisme baja struktural.

c. Sifat-sifat mekanis lainnya

Sifat-sifat mekanisme lainnya baja struktural untuk perencanaan adalah sebagai

berikut :

Modulus elastis : E = 200.000 Mpa

(11)

Nisbah poisson : µ = 0,3

Koefisien pemuaian : α = 12 . 10-6 / oC

II.2. Beton Prategang

II.2.1. Konsep Dasar

Beton prategang adalah material yang sangat banyak digunakan dalam kontruksi.

Beton prategang pada dasarnya adalah beton di mana tegangan-tegangan internal dengan

besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga tegangan-tegangan

yang diakibatkan oleh beban-beban luar dilawan sampai suatu tingkat yang diinginkan.

Prategang meliputi tambahan gaya tekan pada struktur untuk mengurangi atau bahkan

menghilangkan gaya tarik internal dan dalam hal ini retak pada beton dapat dihilangkan.

Pada beton bertulang, prategang pada umumnya diberikan dengan menarik baja tulangan.

Gaya tekan disebabkan oleh reaksi baja tulangan yang ditarik, mengakibatkan

berkurangnya retak, elemen beton prategang akan jauh lebih kokoh dari elemen beton

bertulang biasa. Prategangan juga menyebabkan gaya dalam yang berlawanan dengan gaya

luar dan mengurangi atau bahkan menghilangkan lendutan secara signifikan pada struktur.

Beton yang digunakan dalam beton prategang adalah mempunyai kuat tekan yang cukup

tinggi dengan nilai f’c min 30 MPa, modulus elastis yang tinggi dan mengalami rangkak

ultimit yang lebih kecil, yang menghasilkan kehilangan prategang yang lebih kecil pada

baja. Kuat tekan yang tinggi ini diperlukan untuk menahan tegangan tekan pada serat

tertekan, pengangkuran tendon, mencegah terjadinya keretakan. Pemakaian beton

berkekuatan tinggi dapat memperkecil dimensi penampang melintang unsur-unsur

struktural beton prategang. Dengan berkurangnya berat mati material, maka secara teknis

maupun ekonomis bentang yang lebih panjang dapat dilakukan.

Keuntungan penggunaan beton prategang adalah :

(12)

2. Dapat dipakai pada bentang yang lebih panjang dengan mengatur defleksinya

3. Ketahanan geser dan puntirnya bertambah dengan adanya penegangan

4.Dapat dipakai pada rekayasa konstruksi tertentu,misalnya pada konstruksi jembatan

segmental

5.Berbagai kelebihan lain pada penggunaan struktur khusus,seperti struktur pelat dan

cangkang , struktur tangki,struktur pracetak,dan lain-lain

Kekurangan struktur beton prategang relative lebih sedikit dibandingkan berbagai

keuntungannya, diantaranya :

1. Memerlukan peralatan khusus seperti tendon, angkur, mesin penarik kabel,dll

2. Memerlukan keahlian khusus baik didalam perencanaan maupun pelaksanaanya.

Ada tiga konsep yang dapat dipakai untuk menjelaskan dan menganalisis sifat-sifat

dasar dari beton prategang. Hal ini dapat diterangkan sebagai berikut : Konsep pertama,

Sistem Prategang Untuk Mengubah Beton Menjadi Bahan Yang Elastis. Konsep ini

memperlakukan beton sebagai bahan yang elastis. Ini merupakan sebuah pemikiran dari

Eugene Freyssnet yang memvisualisasikan beton prategang yang pada dasarnya adalah

beton dari bahan yang getas menjadi bahan yang elastis dengan memberikan tekanan

(desakan) terlebih dahulu (pratekan) pada bahan tersebut. Beban yang tidak mampu

menahan tarikan dan kuat memikul tekanan (umumnya dengan baja mutu tinggi yang

ditarik) sedemikiaan sehingga beton yang getas dapat memikul tegangan tarik. Dari konsep

inilah lahir kriteria “tidak ada tegangan tarik” pada beton. Umumnya telah diketahui

bahwa jika tidak ada tegangan tarik pada beton, berarti tidak akan terjadi retak, dan beton

tidak merupakan bahan yang getas lagi melainkan bahan yang elastis. Dalam bentuk yang

sederhana, ditinjau sebuah balok persegi panjang yang diberi gaya prategang oleh sebuah

(13)

Akibat Gaya Prategang Akibat Momen Resultan

Gambar II.1 Distribusi Tegangan Sepanjang Penampang Beton Prategang konsentris (T.Y. Lin & Ned H. Burns,1997)

Gaya partegang F pada tendon menghasilkan gaya tekan F yang sama pada beton

yang juga bekerja pada titik berat tendon. Akibatnya gaya prategang tekan secara merata

sebesar :

� =�... ..(2.1)

akan timbul pada penampang seluas A. Jika M adalah momen eksternal pada penampang

akibat beban dan berat sendiri balok, maka tegangan pada setiap titik sepanjang

penampang akibat M adalah :

� =��

� ... (2.2)

dimana y adalah jarak dari sumbu yang melalui titik berat dan I adalah momen inersia

penampang. Jadi distribusi tegangan yang dihasilkan adalah

� =�±�� ...(2.3)

Kosep kedua, Sistem Prategang Untuk Kombinasi Baja Mutu Tinggi Dengan

Beton. Konsep ini mempertimbangkan beton prategang sebagai kombinasi (gabungan) dari

baja dan beton, seperti pada beton bertulang, dimana baja menahan tarikan dan beton

menahan teknan. Dengan demikian kedua bahan membentuk kopel penahan untuk

(14)

beton bertulang, dimana baja menahan gaya tarik dan beton menahan gaya tekan, dan

kedua gaya membentuk momen kopel dengan momen diantaranya.

Gambar II.2 Momen Penahan Internal Pada Beton Prategang dan Beton Bertulang

(T.Y. Lin & Ned H. Burns,1997)

Pada beton prategang, baja mutu tinggi dipakai dengan cara menariknya sebelum

kekuatannya dimanfaatkan sepenuhnya. Jika beton mutu tinggi ditanamkan pada beton,

seperti pada beton betulang biasa, beton sekitarnya akan mengalami retak sebelum seluruh

kekuatan baja digunakan

Konsep ketiga, Sistem Prategang untuk Mencapai Keseimbangan Beban. Konsep

ini terutama menggunakan prategang sebagai suatu usaha untuk membuat seimbang

gaya-gaya pada sebuah batang. Pada keseluruhan desain struktur beton prategang, pengaruh dari

prategang dipandang sebagai keseimbangan berat sendiri sehingga batang yang mengalami

lenturan seperti pelat (slab), balok, dan gelagar (girder) tidak akan mengalami tegangan

lentur pada kondisi pembebanan yang terjadi. Ini memungkinkan transformasi dari batang

lentur menjadi batang yang mengalami tegangan langsung dan sangat menyederhanakan

persoalan baik didalam desain maupun analisis dan struktur yang rumit. Penerapan dari

konsep ini menganggap beton diambil sebagai benda bebas dan menggantikan tendon

dengan gaya-gaya yang bekerja pada beton sepanjang bentang. Sebagai contoh, sebuah

balok prategang diatas dua tumpuan (simple beam) dengan tendon berbentuk parabola

(15)

Gambar II.4 Balok Prategang Dengan Tendon Parabola (T.Y. Lin & Ned H. Burns,1997)

II.2.2. Pratarik

Metode ini digunakan untuk beton-beton pracetak dan biasanya digunakan untuk

konstruksi-konstruksi kecil. Pada cara ini ,tendon pertama-tama ditarik dan diangkur pada

abutment tetap. Beton dicor pada cetakan yang sudah disediakan dengan melingkupi

tendon yang sudah ditarik tersebut. Jika kekuatan beton sudah mencapai yang disyaratkan

maka tendon dipotong dan angkurnya dilepas. Pada saat baja yang ditarik berusaha untuk

berkontraksi, beton akan tertekan. Pada cara ini tidak digunakan selongsong beton. Proses

pengerjaan beton prategang dengan sistem pratarik dapat dilihat dari gambar dibawah ini :

(a) Tendon Ditarik dan Diangkur

(16)

(c) Tendon Dilepas, Gaya Tekan Ditransfer ke Beton

Gambar II.5 Proses Pengerjaan Beton Pratarik (Pre-tensioning)

(Andri Budiadi,2008)

II.2.3. Pasca Tarik

Adapun metode dalam pelaksanaan pengerjaan beton pasca tarik (Posttensioning)

adalah sebagai berikut :

Selongsong kabel tendon dimasukkan dengan posisi yang benar pada cetakan beton

beserta atau tanpa tendon dengan salah satu ujungnya diberi angkur hidup dan ujung

lainnya angkur mati atau kedua ujungnya dipasang angkur hidup. Beton dicor dan

dibiarkan mengeras hingga mencapai umur yang mencukupi. Selanjutnya, dongkrak

hidrolik dipasang pada angkur hidup dan kabel tendon ditarik hingga mencapai tegangan

atau gaya yang direncanakan. Untuk mencegah kabel tendon kehilangan tegangan akibat

slip pada ujung angkur terdapat baji. Gaya tarik akan berpindah pada beton sebagai gaya

tekan internal akibat reaksi angkur.

(17)

(b) Tendon Ditarik dan Gaya Tekan Ditransfer

(a) Tendon Diangkur dan Di-grouting

Gambar II.6 Proses Pengerjaan Beton Pascatarik (Post-tensioning)

(Andri Budiadi,2008)

II.2.4 Struktur Statis Tak Tentu

Struktur statis tak tentu mempunyai beberapa kelebihan dibanding struktur statis

tertentu, diantaranya adalah momen lentur yang terjadi lebih kecil sehingga defleksinya

berkurang dan penampang juga menjadi lebih kecil. Pada struktur statis tertentu,

perubahan bentuk pada struktur dapat terjadi tanpa tekanan pada tumpuan, dan gaya-gaya

dalam dapat ditentukan dengan prinsip statika. Pada struktur statis tak tentu, gaya-gaya

dalam tergantung pada kekakuan relatif pada bagian tertentu. Di samping keseimbangan

gaya-gaya dalam, kompaktibilitas geometri juga harus dipertimbangkan.

Struktur statis tak tentu juga memiliki kekurangan yaitu penarikan kabel prategang

dilakukan dua arah diakibatkan lenkung-lengkung membalik dan kelengkungan yang

besar, adanya momen sekunder akibat reaksi di tumpuan yang diakibatkan oleh gaya

prategang, kemungkina terjadinya momen yang berbalik akibat arah pembebanan di

(18)

penulangan tambahan ditumpuan, yang mungkin tidak dibutuhkan pada balok yang

ditumpu sederhana.

Perbedaan yang signifikan pada struktur statis tertentu dan statis tak tentu adalah

adanya aksi tahanan yang berkembang pada struktur statis tak tentu akibat adanya

perubahan bentuk yang ada padanya. Reaksi terjadi di daerah tumpuan pada struktur

menerus, sedangkan tumpuan-tumpuan memberikan tahanan terhadap perubahan bentuk

akibat prategang, baik perpendekan elastis maupun kelengkungannya. Reaksi yang

dihasilkan oleh tumpuan akibat aksi prategang disebut reaksi sekunder. Reaksi sekunder

ini menghasilkan momen sekunder.

Terjadinya reaksi sekunder dan momen sekunder diuji dengan memakai suatu

balok menerus dua-bentangan yang diberi prategang dengan suatu kabel lurus yang

terletak pada suatu eksentrisitas yang merata sepanjang bentang, seperti ditunjukkan dalam

Gambar II.7(a). Akibat kerja gaya prategang P, balok akan melendut seperti ditunjukkan

dalam Gambar II.7(b) kalau tidak dikekang pada tumpuan tengah B. Suatu reaksi sekunder

R seperti ditunjukkan dalam Gambar II.7(c) timbul di tumpuan tengah kalau balok tersebut

dikekang di B sehingga lendutan tidak mungkin terjadi pada tumpuan ini. Sebagai

konsekuensi dari reaksi sekunder yang bekerja ke bawah ini timbul momen-momen

sekunder pada balok menerus ABC seperti ditunjukkan dalam Gambar II.7(d).

(19)

(b)

(c)

(d)

Gambar II.7 Reaksi Sekunder dan Momen Sekunder Pada Balok Beton Prategang Menerus

(20)

II.2.4.1. Defenisi Istilah-Istilah Umum

Istilah-istilah yang umum dipakai dalam studi batang beton prategang menerus

didefenisikan di bawah ini.

Momen primer. Momen primer adalah momen lentur yang nyata pada suatu

penampang struktur statis tak tentu yang diakibatkan oleh eksentrisitas tendon terhadap

garis berat yang sesungguhnya. Dengan memperhatikan Gambar II.8, momen primer pada

setiap potongan melintang balok menerus dua bentangan adalah -Pe karena momen

tersebut merupakan suatu momen negatif.

Momen sekunder (momen lentur parasitis). Momen sekunder adalah momen

tambahan yang ditimbulkan pada suatu penampang struktur statis tak tentu yang

diakibatkan oleh reaksi-reaksi sekunder yang timbul sebagai konsekuensi dari pemberian

potongan pada struktur. Variasi momen sekunder pada suatu balok menerus dua bentangan

yang diberi prategang dengan suatu tendon eksentris lurus ditunjukkan dalam Gambar II.8.

Momen resultan. Momen resultan pada suatu penampang struktur prategang statis

tak tentu ialah jumlah momen-momen primer dan sekunder.

Garis tekanan atau garis desakan. Garis tekanan adalah tempat kedudukan tekanan

resultan pada penampang-penampang yang berlainan pada suatu batang struktural.

Pergeseran garis tekanan dari garis berat diperoleh sebagai perbandingan momen resultan

dan gaya prategang pada penampang tersebut. Garis tekanan resultan untuk suatu balok

menerus dua bentangan ditunjukkan dalam Gambar II.8.

Garis prategang (garis titik berat kawat baja atau garis CGS). Tempat kedudukan

titik berat gaya prategang sepanjang struktur adalah garis prategang atau garis titik berat

(21)
(22)

Profil kabel atau tendon konkordan. Suatu profil tendon dimana eksentrisitasnya

pada semua potongan melintang berbanding lurus dengan momen lentur yang disebabkan

oleh sesuatu pembebanan pada suatu struktur statis tak tentu dengan tumpuan tegar (rigid)

adalah suatu profil konkordan.

Penegangan suatu tendon yang diletakkan dengan profil sedemikian tidak

menimbulkan reaksi sekunder apapun dan dengan demikian momen sekundernya sama

dengan nol. Menurut Guyon, tendon-tendon pada struktur statis tak tentu, yang

ditempatkan berimpit dengan garis tekanan atau garis desakan, tidak akan menimbulkan

momen-momen sekunder pada struktur.

Resultan garis tekanan pada suatu balok menerus dua bentangan yang diberi

prategang dengan suatu kabel melengkung dengan eksentrisitas nol pada semua

tumpuannya ditunjukkan dalam Gambar II.9. Kalau profil tendon dibuat berimpit dengan

garis tekanan resultan, seluruh reaksi sekunder akan hilang dan profil kabel dapat dianggap

(23)

Gambar II.9 Garis Tekanan dan Profil Kabel Konkordan (N KRISHNA RAJU,1988)

II.2.4.2 Pola Tendon Untuk Balok Menerus

Kontinuitas pada konstruksi beton prategang dicapai dengan memakai kabel-kabel

(tendon) melengkung atau lurus yang menerus sepanjang beberapa bentangan seperti

ditunjukkan dalam Gambar II.10(a) dan (b). Juga dimungkinkan untuk menimbulkan

kontinuitas antara dua balok pracetak dengan memakai “kabel tutup” (cap cable) seperti

ditunjukkan dalam Gambar II.10(c). Alternatif lain, tendon-tendon lurus yang pendek

dapat dipakai di atas tumpuan untuk menimbulkan kontinuitas antara dua balok prategang

pracetak seperti ditunjukkan dalam Gambar II.10(d).

(a)

(24)

(c)

(d)

Gambar II.10 Pola Tendon Untuk Balok Menerus (Edward G. Nawy, 2001)

Berdasarkan metode konstruksi, balok-balok menerus dapat diklarifikasikan

sebagai “balok menerus penuh” dimana tendonnya umumnya menerus dari ujung yang

satu ke ujung lainnya, dan “menerus sebagian” dimana masing-masing bentang

pertama-tama dipracetak sebagai suatu balok sederhanadan elemen-elemen tersebut dirakit untuk

membentuk suatu batang menerus dengan memakai kabel tutup atau tendon pendek di atas

tumpuan.

II.2.5. Struktur Komposit Beton Prategang

Pada struktur komposit, komponen beton pracetak digunakan bersama-sama

dengan beton cor stempat sehingga keduanya berperilaku sebagai satu kesatuan ( monolit )

terhadap beban yang bekerja. Di antara komponen pracetak dan beton cor stempat

dihubungkan dengan suatu mekanisme untuk mentransfer gaya geser. Contoh struktur

komposit yang umum adalah pada konstruksi lantai jembatan yang terdiri dari balok

(25)

Tegangan akibat beban mati pada balok pracetak dapat dikurangi dengan memberi

tahanan ketika mencor beton. Hal ini sering disebut dengan Propped Construction. Jika

balok pracetak tidak ditahan ketika mengecor beton, maka konstruksi struktur komposit

seperti itu disebut Unpropped Contruction.

Keuntungan-keuntungan pemakaian balok prategang komposit adalah :

1. Penghematan yang cukup besar dalam biaya baja pada suatu batang komposit bila

dibandingkan dengan suatu batang beton bertulang atau prategang.

2. Ukuran unit prategang pracetak dapat dikurangi karena pengaruh kerja komposit.

3. Perbandingan ukuran yang rendah dari unit pracetak terhadap ukuran seluruh batang

komposit

4. Batang komposit secara ideal cocok untuk membangun lantai jembatan tanpa

mengganggu lalu-lintas normal.

5. Pemanfaatan material secara efisien di dalam suatu penampang komposit dimana beton

berkekuatan rendah dan sedang dari konstruksi di tempat menahan gaya-gaya tekan

sedangkan unit prategang berkekuatan tinggi menahan gaya-gaya tarik

6. Kombinasi beton ringan untuk pelat cor di tempat menghasilkan beban mati yang

berkurang yang menuju ke arah biaya keseluruhan yang ekonomis.

II.2.5.1. Analisa Tegangan

Tegangan yang bekerja pada komponen balok pracetak dan beton cor setempat

mengeras, seluruh beban yang bekerja ditahan oleh balok pracetak. Beban yang bekerja, di

samping berat sendiri dari balok pracetak, adalah juga beban dari beton cor setempat

basah, serta beban tambahan dari sistem kontruksi. Setelah beton cor setempat mengeras,

seluruh penampang diasumsikan menjadi satu (monolit) dan kekuatannya merupakan

(26)

Persyaratan penting pada struktur komposit adalah bagian pracetak dan cor

setempat bekerja bersama-sama dalam satu kesatuan. Ikatan yang kuat antara kedua bagian

adalah hal yang sangat penting. Ketika struktur komposit menerima beban lentur, gaya

geser horizontal bekerja pada pertemuan kedua permukaan anatara komponen pracetak dan

cor setempat. Jika gaya geser horizontal dapat ditahan tanpa slip, struktur komposit dapat

dianggap sebagai kesatuan monolit. Tegangan dan regangan dari struktur komposit dapat

dihitung menggunakan properti penampang gabungan yang dihitung dengan metode

transformasi area. Untuk mendesain struktur komposit, tahapan pembebanan berikut perlu

diperhatikan:

1. Prategang awal pada saat transfer pada bagian pracetak. Tegangan ditentukan dari

prategang awal dan berat sendiri balok pracetak.

2. Setelah balok pracetak dipasang, sebelum beban lain bekerja. Beban yang bekerja

adalah prategang efektif dan berat balok pracetak.

3. Prategang efektif dan berat sendiri balok pracetak ditambah beban mati tambahan

sebelum terjadi aksi komposit.

4. Pengaruh langsung dari beban mati atau beban hidup dan tambahan gaya prategang

setelah terjadi aksi komposit.

5. Pengaruh susut dan rangkak jangka panjang pada beton dan relaksasi dari baja

prategang pada penampang komposit.

6. Kondisi beban batas pada penampang komposit. Kekuatas batas terhadap lentur, geser,

dan puntir dilakukan pada penampang komposit.

II.2.6. Tendon

Baja (tendon) yang dipakai untuk beton prategang dalam prakteknya ada tiga

(27)

1. Kawat tunggal (wires), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton prategang

dengan system pratarik (pre-tension).

2. Kawat untaian (strand), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton

pratengang dengan system pascatarik (post-tension).

3. Kawat batangan (bar), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton prategang

dengan system pratarik (pre-tension).

Kawat tunggal (wires ) Kawat untaian (stand )

Kawat batangan (bars )

Gambar II.11 Jenis-jenis Baja yang Dipakai Untuk Beton Prategang : (a)

Kawat tunggal (wires). (b) Untaian Kawat (strand). (c) Kawat batangan (bars)

(28)

Table II.6 Strand Standar Tujuh Kawat Untuk Beton Prategang (ASTM A-416 )

II.2.7. Kehilangan Prategang

Gaya prategang akan mengalami pengurangan/reduksi saat transfer (jangka

pendek) atau saat service (jangka panjang). Kehilangan prategangan saat transfer terjadi

sesaat setelah penarikan tendon, sedangkan kehilangan saat service terjadi perlahanlahan

pada saat umur pelayanan dan karena pengaruh waktu.

1.Kehilangan gaya prategang langsung yaitu kehilangan gaya prategang yang terjadi

segera setelah peralihan gaya prategang (waktu jangka pendek) yang meliputi:

•Perpendekan elastis

•Gesekan kabel

•Slip angkur

2.Kehilangan prategang berdasarkan fungsi waktu yaitu kehilangan gaya prategang yang

tergantung pada waktu (jangka waktu tertentu) yang meliputi:

•Rangkak beton (creep)

•Susut beton (shrinkage)

(29)

II.2.7.1.Kehilangan Prategang Langsung

a. Kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis (ES)

Pada struktur yang menggunakan kabel tunggal ,tidak ada kehilangan gaya

prategang akibat perpendekan beton,karena gaya pada kabel diukur setelah perpendekan

terjadi.Pada penampang yang menggunakan lebih dari satu kabel, kehilangan gaya

prategang ditentukan oleh kabel yang pertama ditarik dan memakai harga setengahnya

untuk mendapatkan rata – rata semua kabel. Kehilangan gaya prategang pada struktur

pasca tarik dapat ditentukan dengan persamaan berikut :

��=∆� =��

�...(2.4)

Dimana :

�� = tegangan pada penampang

Pi = gaya prategang awal

b. Kehilangan gaya prategang akibat gesekan kabel ( Ps )

Pada struktur beton prategang dengan tendon yang melengkung diketahui adanya

gesekan pada system penarik ( jacking ) dan angkur sehingga tegangan yang ada pada

tendon lebih kecil daripada yang terdapat pada alat baca tekanan ( pressure gauge ).

Kehilangan tegangan akibat gesekan pada tendon sangat dipengaruhi oleh pergerakan dari

selongsong ( wooble ). Untuk itu digunakan koefisien wooble, K, dan koefisien

kelengkungan μ. Menurut SNI 03-2847-2002 kehilangan tegangan akibat friksi pada

tendon pasca tarik harus dihitung dengan rumus :

�� =���(���+��)...(2.5) Bila (���+��) tidak lebih besar dari 0,3 maka kehilangan tegangan akibat friksi harus dihitung dengan rumus :

(30)

Po = gaya prestress yang terjadi akibat jacking

K = Koefisien Wooble

Lx = panjang kabel yang ditinjau

μ = koefisien friksi

α = perubahan sudut akibat pengaruh kelengkungan

c. Kehilangan gaya prategang akibat slip angkur ( ANC )

Slip pada angkur terjadi sewaktu kawat dilepaskan dari mesin penarik dan ditahan

baji pada angkur.Panjang atau besarnya slip tergantung pada tipe baji dan tegangan pada

kawat tendon.Harga rata rata panjang slip akibat pengangkuran adalah 2,5 mm.Untuk

menentukan kehilangan tegangan akibat slip dapat digunakan persamaan berikut :

��� =∆� = ��

���...(2.7)

Dimana :

�� = tegangan pada penampang

Es = modulus elastisitas baja tendon

II.2.7.2.Kehilangan Prategang Berdasarkan Fungsi Waktu

a. Kehilangan gaya prategang akibat rangkak beton ( CR )

Rangkak pada beton terjadi karena deformasi akibat adanya tegangan pada beton

sebagai satu fungsi waktu.Pada struktur beton prategang ,rangkak mengakibatkan

berkurangnya tegangan pada penampang.Untuk struktur dengan lekatan yang baik antara

tendon dan beton ( bonded members ),kehilangan tegangan akibat rangkak dapat

diperhitungkan dengan persamaan berikut :

�� =�����

��(��� − ���)...(2.8)

Dimana :

Kcr = koefisien rangkak = 2,0 untuk pratarik

(31)

Ec = modulus elastisitas beton saat umur beton 28 hari

Es = modulus elastisitas baja prategang

���= tegangan pada beton pada level pusat baja segera setelah transfer

���= tegangan pada beton akibat beban mati tambahan setelah prategang diberikan

b. Kehilangan gaya prategang akibat susut beton ( SH )

Seperti halnya pada rangkak beton,besarnya susut pada beton dipengaruhi oleh

beberapa factor.Faktor – factor tersebut meliputi proporsi campuran , tipe agregat , tipe

semen , tipe perawatan , waktu antara khir perawatan eksternal dan pemberian

prategang,ukuran komponen struktur dan kondisi lingkungan. Untuk komponen struktur

pascatarik,kehilangan prategang akibat susut agak lebih kecil karena sebagian susut telah

terjadi sebelum pemberian pasca tarik.Besarnya kehilangan prategang akibat susut pada

beton dapat dihitung dengan rumus :

��=�����...(2.9) Dimana :

Es = modulus elastisitas baja prategang

��� = regangan susut sisa total dengan harga :

��� = 300 x 10-6 untuk struktur pra tarik

��� = 200�10 6

log⁡(�+2) untuk struktur pasca tarik,dengan t adalah usia beton pada waktu transfer

prategang , dalam hari.

c. Kehilangan gaya prategang akibat relaksasi baja ( RE )

Akibat perpendekan elastis (kehilangan gaya prategang seketika setelah peralihan)

dan gaya prategang yang tergantung waktu, CR dan SH ada pengurangan berkelanjutan

pada tegangan beton, jadi kehilangan gaya prategang akibat relaksasi berkurang.

Sebenarnya balok prategang mengalami perubahan regangan baja yang konstan di dalam

(32)

memberikan perumusan untuk menghitung kehilangan gaya pratekan dimana nilai dari

Kre, J dan C tergantung dari jenis dan tipe tendon, dimana untuk strand atau kawat stress

yang dipakai adalah relieved derajat 1.745

Mpa. Adapun perumusan tersebut yaitu:

�� = (���− �(��+��+��))...(2.10) Dimana :

KRE = koefisien relaksasi

J = factor waktu (0,05-0,15)

C = factor relaksasi (41-138 MPa)

SH = kehilangan tegangan akibat susut.

CR = kehilangan tegangan akibat rangkak

ES = kehilangan tegangan akibat perpendekan elastic

II.3. Pembebanan Pada Jembatan

Pembebanan untuk merencanakan jembatan jalan raya merupakan dasar dalam

menentukan beban-beban dan gaya-gaya untuk perhitungan tegangantegangan yang terjadi

pada setiap bagian jembatan jalan raya. Penggunaan pembebanan ini dimaksudkan agar

dapat mencapai perencanaan yang aman dan ekonomis sesuai dengan kondisi setempat,

tingkat keperluan, kemampuan pelaksanaan dan syarat teknis lainnya, sehingga proses

pelaksanaan dalam perencanaan jembatan menjadi efektif. Pembebanan berdasarkan pada

muatan dan aksi- aksi yang terjadi pada jembatan. berdasarkan peraturan yang ada dalam

RSNI T-02-2005. Aksi-aksi (beban, perpindahan dan pengaruh lainnya) dikelompokan

menurut sumbernya kedalam beberapa kelompok, yaitu :

• Aksi tetap.

• Aksi lalu-lintas.

(33)

• Aksi-aksi lainnya.

Berdasarkan lamanya bekerja, aksi dibedakan menjadi 2, yaitu :

• Aksi tetap : aksi yang bekerja sepanjang waktu atau pada jangka waktu yang lama.

Aksi transient : aksi yang bekerja dalam jangka waktu yang pendek.

II.3.1. Aksi Tetap

1.Beban mati

Beban mati yang terjadi pada struktur ada 2 macam, yaitu berat sendiri dan beban

mati tambahan. Beban sendiri jembatan adalah semua beban tetap yang berasal dari berat

sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan

yang dianggap merupakan satu kesatuan tetap dengannya yang terdiri dari berat

masing-masing bagian struktural dan elemen-elemen non-struktural. Beban mati tambahan adalah

berat seluruh bahan yang membentuk elemen non struktural dan menjadi satu beban pada

jembatan dan besarnya dapat berubah selama umur jembatan. Kecuali ditentukan oleh

instansi berwenang, semua jembatan harus direncanakan untuk bisa memikul beban

tambahan yang berupa aspal beton setebal 50 mm untuk pelapisan kembali dikemudian

hari. Lapisan ini harus ditambahkan pada lapisan permukaan yang tercantum dalam

gambar. Pelapisan kembali merupakan beban nominal yang dikaitkan dengan faktor beban

untuk mendapatkan beban rencana. Pengaruh dari alat pelengkap dan sarana umum yang

ditempatkan pada jembatan harus dihitung setepat mungkin. Berat dari pipa untuk saluran

air bersih, saluran air kotor dan lainnya harus ditinjau pada keadaan kosong dan penuh

sehingga kondisi yang paling membahayakan dapat diperhitungkan.

2.Pengaruh penyusutan dan rangkak.

Pengaruh rangkak dan penyusutan harus diperhitungkan dalam perencanaan

jembatan-jembatan beton. Pengaruh ini harus dihitung dengan menggunakan beban mati

(34)

lainnya, maka harga dari rangkak dan penyusutan tersebut harus diambil minimum

(misalnya pada waktu transfer dari beton prategang ).

3. Pengaruh prategang

Prategang akan menyebabkan pengaruh sekunder pada komponen yang terkekang

pada bangunan statis tak tentu.Pengaruh sekunder tersebut harus diperhitungkan baik pada

batas daya layan ataupun batas ultimate. Prategang harus diperhitungkan sebelum (selama

pelaksanaan) dan sesudah kehilangan tegangan dalam kombinasinya dengan beban-beban

lainnya.

II.3.2. Aksi Lalu Lintas

Lajur lalu lintas rencana harus mempunyai lebar minimal 2,75 m. Jumlah

maksimum lajur yang digunakan untuk berbagai lebar jembatan bisa dilihat dalam table

II.4. Lajur

lalu lintas rencana harus disusun sejajar dengan sumbu memanjang jembatan.

Tabel II.7 Jumlah Lajur Lajur Lalu Lintas

Tipe Jembatan

(1)

Lebar Jalur Kendaraan

(2)

Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana

()

Catatan (1) untuk jembatan lain, jumlah lajur lalu lintas rencana harus ditentukan oleh instansi berwenang

Catatan (2) lebar lajur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau rintangan umtuk satu arah atau jarak antara kerb dengan median untuk banyak arah

(35)

Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur “D” dan

beban truk “T”. Beban lajur “D” bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan

menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iringan kendaraan

yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur “D” yang bekerja tergantung pada lebar jalur

kendaraan itu sendiri. Beban truk “T” adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang

ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua

bidang kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan

berat. Hanya satu truk “T” diterapkan per lajur lalu lintas rencana. Secara umum, beban

“D” akan menjadi beban penentu, sedangkan beban “T” digunakan untuk bentang pendek

dan lantai kendaraan.

1. Beban lajur “D”

Beban lajur ”D” terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang digabung dengan

beban garis (BGT) seperti yang terlihat dalam gambar.

Gambar II.12 Beban Lajur “D”

(Sumber: Standar Pembebanan Untuk Jembatan RSN T-02-2005)

Beban Terbagi Rata (BTR)

Mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q tergantung pada panjang

total yang dibebani L seperti berikut:

Intensitas p KN/m

Intensitas q KPa

Beban Terbagi Rata Beban Garis

(36)

L 30 m : q = 9,0 kPa...(2.11)

L > 30 m : q = 8,0 (0,5+15/L)Kpa...(2.12)

Dengan pengertian q adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang

jembatan, sedangkan L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter)

Beban Garis (BGT)

Dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap lalu lintas

jembatan. Besar intensitas p = 49 kN/m. Untuk mendapatkan momen lentur negatif

maksimum jembatan menerus, BGT kedua identik harus ditempatkan pada posisi dalam

dengan arah melintang jembatan pada bentang lainnya. Beban “D” harus disusun pada arah

melintang sedemikian rupa sehingga menimbulkan momen maksimum. Penyusunan

komponen BTR dan BGT dari beban “D” pada arah melintang harus sama.

o Bila lebar jalur kendaraan jembatan kurang atau sama dengan 5,5 m, maka beban

“D” ditempatkan pada seluruh jalur dengan intensitas 100 %.

o Apabila lebar jalur lebih besar dari 5,5 m, beban “D” ditempatkan pada Jumlah

lajur lalu lintas rencana (nl) yang berdekatan, dengan intensitas 100 %. Hasilnya

berupa beban garis ekuivalen nl x 2,75 q kN/m dan beban terpusat ekuivalen

sebesar nl x 2,75 p kN, kedua-duanya bekerja berupa strip pada jalur selebar nl x

2,75 m.

o Lajur lalu lintas rencana yang membentuk strip ini bisa ditempatkan dimana saja

pada jalur jembatan. Beban “D” tambahan harus ditempatkan pada seluruh lebar

sisa dari jalur dengan intensitas sebesar 50 %.

2. Pembebanan Truk “T”

Pembebanan truk “T” terdiri dari kendaraan semi-trailer yang mempunyai susunan

(37)

menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan

permukaan lantai.

Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang

merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut

bisa diubah-ubah antara 4 m sampai 9 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah

memanjang jembatan. Untuk menyebarkan pembebanan truk ”T” dalam arah melintang

terlepas dari panjang jembatan atau susunan bentang, hanya ada satu kendaraan truk ”T”

yangbisa ditempatkan pada satu lajur lalu-lintas rencana.Kendaraan truk ”T” harus

ditempatkan di tengah-tengah lajur lau-lintas rencana.

II.3.3. Faktor beban dinamis

Faktor beban dinamis (FBD) merupakan interaksi antara kendaraan yang bergerak

dengan jembatan. Besarnya DLA tergantung pada frekuensi dasar dari suspensi kendaraan,

biasanya antara 2 sampai 5 Hz untuk kendaraan berat, dan frekuensi dari getaran lentur

jembatan. Untuk perencanaan FBD dinyatakan sebagai beban statik ekivalen. Harga FBD

yang dihitung digunakan pada seluruh bagian bangunan yang berada diatas permukaan

tanah. Faktor beban dinamis berlaku pada BGT pada beban lajur ”D” dan beban truk

“T”untuk simulasi kejut dari kendaraan yang bergerak pada struktur jembatan. FBD

diterapkan pada keadaan batas daya layan dan batas ultimate. Untuk bentang tunggal

panjang bentang ekivalen diambil sama dengan panjang bentang sebenarnya. Untuk

bentang menerus panjang bentang ekivalen LE diberikan dengan rumus :

�� = ���������...,...(2.13)

Dimana :

LAV = panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang disambungkan secara

(38)

Lmax = panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang yang disambung secara

menerus.

Faktor beban dinamis untuk BGT pada beban lajur ”D” tergantung pada panjang bentang,

sebagai berikut :

 Bentang (L) < 50 m ; FBD = 0,4 ...(2.14)

 50 ≤ bentang (L) ≤ 90 m ; FBD= 0,525 – 0,0025 L ...(2.15)

 Bentang (L) > 90 m ; FBD = 0,3...(2.16)

Faktor beban dinamis untuk beban truk ”T”, FBD diambil 0,3

II.3.4. Pembebanan untuk Pejalan Kaki

Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung memikul

pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa. Jembatan pejalan kaki dan

trotoar pada jembatan jalan raya harus direncanakan untuk memikul beban per m2 dari

luas yang dibebani seperti pada gambar.

Gambar II.15 Pembebanan untuk Pejalan Kaki (RSN T-02-2005)

 A < 10 m2

Intensitas pejalan kaki nominal = 0,5 kPa. …………...………….………(2.17)

(39)

Intensitas pejalan kaki nominal = 5,33 – (A/30) kPa. ………...………...(2.18)

 A > 100 m2

Intensitas pejalan kaki nominal = 2 kPa. ……….……...(2.19)

II.3.5. Aksi Lingkungan

Aksi lingkungan memasukkan pengaruh temperatur, angin, banjir, gempa dan

penyebab alamiah lainnya. Besarnya beban rencana yang diberikan, dihitung berdasarkan

analisa statistik dari kejadian umum yang tercatat tanpa memperhitungkan hal khusus yang

mungkin akan memperbesar pengaruh setempat. Perencana mempunyai tanggung jawab

untuk mengidentifikasi kejadian khusus setempat dan harus memperhitungkannya dalam

perencanaan.

1.Beban angin

Apabila suatu kendaraan sedang berada di atas jembatan, beban garis merata

tambahan arah horizontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti diberikan dengan

rumus :

TEW= 0,0012 x CW x (VW)2Ab [kN] ...(2.20)

Dimana:

Vw = Kecepatan angin rencana (m/dt) untuk keadaan batas yang ditinjau

Cw = Koef seret yang besarnya tergantung dari perbandingan dari lebar total

Ab = luas koefisien bagian samping jembatan (m2)

(40)

Tabel II.8 Kecepatan angin rencana

Gambar

Tabel II.3 Batas-Batas Gradasi Agregat Kasar (Gambhir, 2004)
Tabel II.4 Persyaratan Kekerasan Agregat Kasar Beton (Gambhir, 2004)
Tabel II.5 Sifat-safat baja (Gambhir, 2004)
Gambar  II.1  Distribusi Tegangan Sepanjang Penampang Beton Prategang konsentris (T.Y
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil ini juga menunjukkan bahwa, pemberian pupuk cair dari ekstrak kran- dalit yang disertai atau dikombinasikan dengan pemberian bahan organik dan kalium (A2)

Pengamatan tahun 2004 ditemukan 16 jenis tumbuhan air, dimana Potamogeton malaianus merupakan tumbuhan yang dominan dijumpai pada semua stasiun pengamatan, kecuali pada

At the Grotta Scritta, the resulting 3D modelling (based on hybrid models combining laser scanning and photogrammetry) can be understood as a relatively

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.Hasil penelitian menunjukan bahwa harapan pasien BPJS terhadap pelayanan obat di Depo Farmasi BLUD RSUD

Setelah dilakukan analisis regresi logistik didapatkan bahwa peubah penjelas yang berpengaruh terhadap status penggunaan metode kontrasepsi (kategori yang tidak memakai)

Kemunculan aspek keterampilan dalam pembelajaran biologi dengan menggunakan metode window shopping mayoritas berada pada tingkat unacceptable dan weak karena

Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan keaktifan dan hasil belajar Biologi pokok bahasan keanekaragaman hayati siswa kelas XA SMA Muhammadiyah 3 Pedan, Klaten

Cuti atau sisa cuti tahunan yang tidak diambil dalam tahun yang bersangkutan, dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk paling lama 18 hari kerja termasuk