• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stabilisasi Tanah Lempung Dengan Menggunakan Abu Gunung Vulkanik Ditinjau Dari Nilai California Bearing Ratio

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Stabilisasi Tanah Lempung Dengan Menggunakan Abu Gunung Vulkanik Ditinjau Dari Nilai California Bearing Ratio"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Tanah

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel- partikel padat tersebut (Das, 1991).

Tanah merupakan komposisi dari dua atau tiga fase yang berbeda. Fase-fase tersebut dapat digambarkan dalam bentuk diagram Fase-fase seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1berikut.

( a ) ( b )

Gambar 2.1 Diagram Fase Tanah; (a) Elemen Tanah Dalam Keadaan Asli; (b) Tiga Fase Elemen Tanah (Lambe dan Whitman, 1969)

Dari gambar tersebut diperoleh persamaan hubungan antara volume - berat dari tanah berikut:

? ? ?? ? ?? (2.1)

(2)

Dimana :

?? : Volume butiran padat (cm3)

?? : Volume pori (cm3)

?? : Volume air di dalam pori (cm3)

?? : Volume udara di dalam pori (cm3)

Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka berat total dari contoh tanah dapat dinyatakan dengan :

? ? ? ? ? ? ? (2.3)

Dimana:

? ? : Berat butiran padat (gr)

?? : Berat air (gr)

Jika tanah dalam keadaan kering maka tanah tersebut terdiri dari dua fase yaitu partikel padat dan pori-pori udara. Tanah yang jenuh seluruhnya juga terdiri dari dua fase yaitu partikel padat dan air pori. Sedangkan tanah dalam keadaan jenuh sebagian maka terdiri dari tiga fase yaitu partikel padat, pori-pori udara dan air pori.

2.1.2 Sifat-sifat Fisik Tanah

2.1.2.1 Kadar Air (Moisture Water Content)

Kadar Air atau Water Content(w) adalah persentase perbandingan berat air (?? ) dengan berat butiran (??) dalam tanah, atau :

? ?? ? ? ??

??

(3)

Dimana:

W = kadar air (%) Ww = berat air (gr)

Ws = berat butiran (gr)

2.1.2.2 Porositas (Porosity)

Porositas atau Porosity (n) didefinisikan sebagai persentase perbandingan antara volume rongga (??) dengan volume total (?) dalam tanah, atau :

2.1.2.3 Angka Pori (Void Ratio)

(4)

2.1.2.4 Derajat Kejenuhan (Degree of Saturation)

Derajat Kejenuhan atau Degree of Saturation (S) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume air (??) dengan volume total rongga pori tanah (??). Bila tanah dalam keadaan jenuh, maka ? = 1. Derajat kejenuhan suatu tanah (?) dapat dinyatakan dalam persamaan:

? ?? ? ? ??

??

? ? ? ? (2.7)

Dimana:

? : derajat kejenuhan

?? : berat volume air (cm3)

?? : volume total rongga pori tanah (cm3)

Derajat kejenuhan dari kondisi tanah dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah (Hardiyatmo, 2002) Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan

Tanah kering 0

Tanah agak lembab > 0 - 0,25 Tanah lembab 0,26 - 0,50 Tanah sangat lembab 0,51 - 0,75 Tanah basah 0,76 - 0,99

(5)

2.1.2.5 Berat Volume (Unit Weight)

Berat Volume (γ) adalah berat tanah per satuan volume.

γ= ?? (2.8)

Dimana:

? : berat volume basah (gr/cm3)

? : berat butiran tanah (gr)

? : volume total tanah (cm3)

2.1.2.6 Berat Volume Kering (Dry Unit Weight)

Berat Volume Kering (???adalah perbandingan antara berat butiran tanah

?? : berat volume kering (gr/cm

3 )

?? : berat butiran tanah (gr)

? : volume total tanah (cm3)

2.1.2.7 Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)

Berat Volume butiran padat (??) adalah perbandingan antara berat butiran tanah (??) dengan volume butiran tanah padat (??). Berat Volume butiran padat

(??) dapat dinyatakan dalam persamaan :

??? ?? ??

(6)

Dimana:

2.1.2.8 Berat Spesifik (Specific Gravity)

Berat Spesifik tanah atau Specific Gravity (Gs) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat volume butiran tanah (??) dengan berat volume air (??) dengan isi yang sama pada temperatur tertentu. Berat Spesifik tanah (??) dapat

?? : berat spesifik tanah

?? : berat volume padat (gr/cm3)

?? : berat volume air (gr/cm

3 )

Tabel 2.2 Berat Spesifik Tanah (Hardiyatmo, 2002) Macam Tanah Berat Spesifik

Kerikil 2,65 - 2,68 Pasir 2,65 - 2,68 Lanau tak organik 2,62 - 2,68 Lempung organik 2,58 - 2,65 Lempung tak organik 2,68 - 2,75

Humus 1,37

(7)

2.1.2.9 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)

Atterberg adalah seorang peneliti tanah berkebangsaan Swedia yang telah menemukan batas-batas Atterberg pada tahun 1911. Atterberg mengusulkan ada lima keadaan konsistensi tanah. Batas-batas konsistensi tanah ini didasarkan pada kadar air, yaitu Batas Cair (Liquid Limit), Batas Plastis (Plastic Limit), Batas Susut (Shrinkage Limit), Batas Lengket (Sticky Limit) dan Batas Kohesi (Cohesion Limit). Tetapi pada umumnya Batas Lengket dan Batas Kohesi tidak digunakan (Bowles, 1991). Batas-batas konsistensi dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg(Das, 1991)

2.1.2.9.1 Batas Cair (Liquid Limit)

(8)

tanah yang dibelah tadi berhimpit. Untuk lebih jelasnya, alat uji Batas Cair berupa cawan Cassagrandedan grooving tooldapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Cawan Cassagrandedan Grooving Tool(Hardiyatmo, 1992)

2.1.2.9.2 Batas Plastis (Plastic Limit)

(9)

2.1.2.9.3 Batas Susut (Shrinkage Limit)

Batas Susut (Shrinkage Limit) adalah kadar air tanah pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana pengurangan kadar air selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Dapat dikatakan bahwa tanah tersebut tidak akan mengalami penyusutan lagi meskipun dikeringkan secara terus menerus.

Percobaan Batas Susut dilakukan dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Pada bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas Susut dapat dinyatakan dalam persamaan :

??= berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr) ??= berat tanah kering oven (gr) ??= volume tanah basah dalam cawan (???)

??= volume tanah kering oven (???) ?? = berat jenis air

2.1.2.9.4 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

(10)

disebut tanah kurus, sedangkan apabila suatu tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang besar disebut tanah gemuk. Persamaan 2.13 dapat digunakan untuk menghitung besarnya nilai indeks plastisitas dari suatu tanah. Tabel 2.3 menunjukkan batasan nilai Indeks Plastisitas dari jenis-jenis tanah.

?? ? ??

?? (2.13)

Dimana : LL = batas cair PL = batas plastis

Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah (Hardiyatmo, 2002)

PI Sifat Macam Tanah Kohesi

0 Non-Plastis Pasir Non – Kohesif

<7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian

7-17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau Kohesif

>17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif

2.1.2.9.5Indeks Kecairan (Liquidity Indeks)

(11)

Dimana :

LI = Liquidity Index(%) WN= kadar air asli (%)

Gambar 2.4 Hubungan Antara WP, WLdan WNDalam Menghitung LIatau IL

(Bowles, 1991)

Dapat dilihat bahwa jika WN= LL, maka Indeks Cair akan sama dengan 1. Sedangkan, jika WN= PL, Indeks Cair akan sama dengan nol. Jadi, untuk lapisan tanah asli yang dalam kedudukan plastis, nilai LL > WN > PL. Nilai Indeks Cair

akan bervariasi antara 0 dan 1. Lapisan tanah asli dengan WN > LL akan

mempunyai LI> 1.

2.1.2.10 Klasifikasi Tanah

(12)

mengelompokkan tanah dengan kelas yang sama yang sifat fisisnya diketahui dan menyediakan sebuah metode yang akurat mengenai deskripsi tanah.

Beberapa sistem klasifikasi telah dikembangkan dan pengklasifikasian tersebut yaitu, Klasifikasi Tanah Sistem USCS, dan AASHTO.

2.1.2.10.1 Sistem KlasifikasiUnified Soil Classification System (USCS)

Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh Casagrande (1942) sebagai sebuah metode untuk pekerjaan pembuatan lapangan terbang oleh The Army Corps of Engineers pada Perang Dunia II. Pada saat ini sistem ini telah dipergunakan secara luas oleh para ahli teknik. Sistem ini selain biasa digunakan untuk desain lapangan terbang juga untuk spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan.

Klasifikasi berdasarkan Unified System (Das, 1991), tanah dikelompokkan menjadi :

1. Tanah butir kasar (coarse-grained-soil)

Merupakan tanah yang lebih dari 50% bahannya tertahan pada ayakan no.200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil, dan S adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.

2. Tanah berbutir halus (fine-grained-soil)

(13)

Tanah berbutir kasar ditandai dengan simbol kelompok seperti : GW, GP, GM, GC, SW, SP, SM dan SC. Adapun simbol-simbol lain yang digunakan dalam klasifikasi tanah ini adalah :

W : well graded(tanah dengan gradasi baik) P : poorly graded(tanah dengan gradasi buruk) L : low plasticity(plastisitas rendah) (LL < 50) H : high plasticity(plastisitas tinggi) ( LL > 50)

Untuk klasifikasi yang benar, perlu memperhatikan faktor-faktor berikut ini: 1. Persentase butiran yang lolos ayakan no.200 (fraksi halus).

2. Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan no.40.

3. Koefisien keseragaman (Uniformity coefficient, Cu) dan koefisien gradasi (gradation coefficient, Cc) untuk tanah dimana 0-12% lolos ayakan no.200. 4. Batas Cair (LL) dan Indeks Plastisitas (PI) bagian tanah yang lolos ayakan

(14)
(15)

2.1.2.10.2 Sistem Klasifikasi AASHTO

Sistem klasifikasi tanah sistem AASHTO (American Association of State Highway Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public

Road Administration Classification System. Kemudian sistem ini mengalami

beberapa perbaikan, sampai saat ini versi yang berlaku adalah yang diajukan oleh Committee on Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road

of the Highway Research Board pada tahun 1945. Sistem ini mengklasifikasikan tanah kedalam tujuh kelompok besar, yaitu A-1 sampai A-7. Tanah yang diklasifikasikan ke dalam A-1 sampai A-3 adalah tanah berbutir yang 35% atau kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan no. 200. Sedangkan tanah A-4 sampai A-7 adalah tanah yang lebih dari 35% butirannya lolos ayakan no. 200.

Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya dan pada awalnya membutuhkan data-data sebagai berikut :

1. Analisis Ukuran Butiran.

2. Batas Cair, Batas Plastis dan Indeks Plastisitas yang dihitung. 3. Batas Susut.

(16)

Gambar 2.6 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO (Das, 1991)

2.1.3 Sifat-sifat Mekanis Tanah

2.1.3.1 Pemadatan Tanah (Compaction)

Pemadatan Tanah (Compaction) adalah suatu proses dimana udara pada pori-pori tanah dikeluarkan dengan cara mekanis (digilas/ditumbuk) sehingga partikel-partikel tanah menjadi rapat. Dengan kata lain, Pemadatan adalah densifikasi tanah yang jenuh dengan penurunan volume rongga diisi dengan udara, sedangkan volume padatan dan kadar air tetap pada dasarnya sama. Hal ini merupakan cara yang paling jelas dan sederhana untuk memperbaiki stabilitas dan kekuatan dukung tanah.

Maksud pemadatan tanah menurut Hardiyatmo (1992), antara lain : 1. Mempertinggi kuat geser tanah

(17)

4. Mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air dan lainnya.

Tanah granuler merupakan tanah yang paling mudah penanganannya untuk pekerjaan lapangan. Setelah dipadatkan tanah tersebut mampu memberikan kuat geser yang tinggi dengan sedikit perubahan volume. Hal ini dikarenakan permeabilitas tanah granuler yang tinggi. Berbeda dengan pada tanah lanau yang permeabilitasnya rendah sangat sulit dipadatkan bila dalam keadaan basah.

Tanah lempung mempunyai permeabilitas yang rendah dan tanah ini tidak dapat dipadatkan dengan baik dalam kondisi basah seperti halnya tanah lanau. Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan memberikan daya dukung yang tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang-susut tergantung dari jenis kandungan mineralnya.

Pada tahun 1933, Proctor menemukan dasar-dasar pemadatan tanah, dimana terdapat 4 (empat) variabel yang digunakan dalam fungsi Compaction, yaitu:

- Usaha pemadatan - Jenis tanah - Kadar air tanah

- Berat isi kering tanah (Bowles, 1991).

Hubungan berat volume kering (??) dengan berat volume basah (??) dan kadar air (%) dinyatakan dalam persamaan :

?? ? ??

? ? ? (2.15)

Pada pengujian Compaction di laboratorium alat pemadatan berupa silinder mould dengan volume 9,34 x ???? ??, dan penumbuk dengan berat 2,5 kg

(18)

3 lapisan (Standard Proctor) dan 5 lapisan (Modified Proctor) dengan pukulan sebanyak 25 kali pukulan.

Pengujian-pengujian tersebut dilakukan dengan pemadatan sampel tanah basah (pada kadar air terkontrol) dalam suatu cetakan dengan jumlah lapisan tertentu. Setiap lapisan dipadatkan dengan sejumlah tumbukan yang ditentukan dengan penumbuk dengan massa dan tinggi jatuh tertentu. Standar ASTM maupun AASHTO hendaknya digunakan sebagai acuan untuk rincian pengujian tersebut.

Kadar Air yang memberikan berat unit kering yang maksimum disebut Kadar Air Optimum. Usaha pemadatan diukur dari segi energi tiap satuan volume dari tanah yang telah dipadatkan. Untuk usaha pemadatan yang lebih rendah kurva pemadatan bagi tanah yang sama akan lebih rendah dan tergeser ke kanan, yang menunjukkan suatu Kadar Air Optimum yang lebih tinggi. Hasil dari pengujian pemadatan berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara Kadar Air dan Berat Volume Kering tanah yamg ditunjukkan Gambar 2.7.

(19)

Garis ZAVL (Zero Air Void Line) adalah hubungan antara Berat Isi Kering dengan Kadar Air bila derajat kejenuhan 100%, yaitu bila pori tanah sama sekali tidak mengandung udara. Grafik ini berguna sebagai petunjuk pada waktu menggambarkan grafik pemadatan. Grafik tersebut berada di bawah ZAVL dan biasanya grafik tersebut tidak lurus tetapi agak cekung ke atas. Apabila kurva pemadatan yang dihasilkan berada lebih dekat di bawah dengan garis ZAVL maka hal tersebut menunjukan tanah yang dipadatkan memiliki derajat kejenuhan mendekati 100% dan sedikit mengandung udara. Pada penelitian ini, percobaan Pemadatan Tanah di laboratorium yang digunakan untuk menentukan Kadar Air Optimum dan Berat Isi Kering Maksimum adalah percobaan Pemadatan Standar (Standard Compaction Test).

2.1.3.2 Pengujian California Bearing Ratio(CBR)

Daya dukung tanah dasar (subgrade) pada perencanaan perkerasan lentur dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio). CBR untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh California Division of Highways pada tahun 1928. Sedangkan metode CBR ini dipopulerkan oleh O. J. Porter. CBR adalah perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi contoh tanah sebesar 0,1”/0,2” dengan beban yang ditahan batu pecah standar pada penetrasi 0,1”/0,2” (Sukirman,1995)

(20)

kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalu lintas.

CBR Lapangan (CBR Inplace) digunakan untuk mendapatkan nilai CBR asli di lapangan, sesuai dengan tanah dasar saat itu. Umumnya digunakan untuk perencanaan tebal lapisan perkerasan yang lapisan tanah dasarnya tidak akan dipadatkan lagi, selain itu jenis CBR ini digunakan untuk mengontrol kepadatan yang diperoleh apakah sudah sesuai dengan yang diinginkan. CBR Lapangan Direndam (Undisturbed Soaked CBR) digunakan untuk mendapatkan besarnya nilai CBR asli di lapangan pada keadaan jenuh air dan tanah mengalami pengembangan (swelling) yang maksimum.

Ada dua macam pengukuran CBR yaitu :

1. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0.254 cm (0,1”) terhadap penetrasi standar besarnya 70,37 kg/cm2(1000 psi).

Harga CBR % = (Beban 0.1”/ (3 x 1000)) x 100

2. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 0,508 cm (0,2”) terhadap penetrasi standar yang besarnya 105,56 kg/cm2(1500 psi)

Harga CBR % = (Beban 0.2”/ (3 x 1500)) x 100 CBR laboratorium dapat dibedakan atas 2 macam yaitu : a. CBR Laboratorium Rendaman (Soaked Design CBR)

(21)

b. CBR Laboratorium Tanpa Rendaman (Unsoaked Design CBR)

Sedang dari hasil pengujian CBR Laboratorium Tanpa Rendaman sejauh ini selalu menghasilkan daya dukung tanah lebih besar dibandingkan dengan CBR Laboratorium Rendaman.

Gambar 2.8 Alat Pemeriksa Nilai CBR di Laboratorium (Soedarmono, et al, 1997)

2.2 Bahan-bahan Penelitian 2.2.1 Tanah Lempung (Clay)

Tanah lempung merupakan partikel mineral berkerangka dasar silikat yang berdiameter kurang dari 4 mikrometer. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi di dalam tanah yang cohesive (Bowles, 1991).

(22)

menghasilkan partikel-partikel tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air (Grim, 1953 dalam Das, 1998).

Umumnya, terdapat kira-kira 15 macam mineral yang diklasifikasikan sebagai mineral lempung (Kerr, 1959 dalam Hardiyatmo, 2002). Di antaranya terdiri dari kelompok-kelompok:kaolinite, illite, montmorillonitedan polygorskite.

a. Kaolinite

Istilah “kaolinite” dikembangkan dari kata “ Kauling” yang berasal dari nama sebuah bukit yang tinggi di Jauchau Fu, China, dimana lempung kaolinite putih mula-mula diperoleh beberapa abad yang lalu (Bowles, 1984). Kaolinite merupakan hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonat pada temperatur sedang dan umumnya berwarna putih, putih kelabu, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan.

Struktur unit kaolinite terdiri dari lembaran-lembaran silika tetrahedral yang digabung dengan lembaran alumina oktahedran (gibbsite). Lembaran silika dan gibbsite ini sering disebut sebagai mineral lempung 1 : 1 dengan tebal kira-kira 7,2 Å (1 Å=10-10 m). Mineral kaolinite berwujud seperti lempengan-lempengan tipis dengan diameter 1000 Å sampai 20000 Å dan ketebalan dari 100 Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit massa ± 15 m2/gr yang memiliki rumus kimia:

(OH)8Al4Si4O10

(23)

molekul tunggal dari air dapat masuk. Halloysite memiliki rumus kimia sebagai berikut:

(OH)8Al4Si4O10. 4H2O

Gambar dari struktur kaolinite dapat dilihat dalam Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Struktur Kaolinite(Das, 2008)

b. Illite

Illite adalah mineral lempung yang pertama kali diidentifikasi di Illinois. Mineral illite bisa disebut pula dengan hidrat-mika karena illite mempunyai hubungan dengan mika biasa (Bowles, 1984). Mineral illite memiliki rumus kimia sebagai berikut:

(OH)4Ky(Si8-y. Aly)(Al4. Mg6. Fe4. Fe6)O20

Dimana y adalah antara 1 dan 1,5. Illite memiliki formasi struktur satuan kristal, tebal dan komposisi yang hampir sama dengan montmorillonite. Perbedaannya ada pada :

ÿ Kalium (K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus sebagai penyeimbang muatan.

(24)

ÿ Struktur mineral illitetidak mengembang sebagaimana montmorillonite. Pembentukan mineral lempung yang berbeda disebabkan oleh subtitusi kation-kation yang berbeda pada lembaran oktahedral. Bila sebuah anion dari lembaran oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation diisi oleh aluminium maka mineral tersebut disebut gibbsite dan bila magnesium disubstitusikan kedalam lembaran aluminium dan mengisi seluruh posisi kation, maka mineral tersebut disebut brucite. Struktur mineral illite dapat dilihat dalam Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Struktur Illite (Das, 2008)

c. Montmorillonite

Montmorillonite adalah nama yang diberikan pada mineral lempung yang

ditemukan di Montmorillon, Perancis pada tahun 1847 yang memiliki rumus kimia

(OH)4Si8Al4O20. nH2O

(25)

Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua lempeng SiO2. Inilah yang menyebabkan montmorillonite dapat mengembang dan mengkerut menurut sumbu C dan mempunyai daya adsorbsi air dan kation lebih tinggi. Tebal satuan unit adalah 9,6 Å (0,96 μm). Gaya Van Der Walls mengikat satuan unit sangat lemah diantara ujung-ujung atas dari lembaran silika, oleh karena itu lapisan air (n.H2O) dengan kation dapat dengan mudah menyusup dan memperlemah ikatan antar satuan susunan kristal. Sehingga menyebabkan antar lapisan terpisah. Ukuran unit massa montmorillonite sangat besar dan dapat menyerap air dengan sangat kuat sehingga mudah mengalami proses pengembangan. Gambar dari struktur Montmorillonite dapat dilihat di dalam Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Struktur Montmorillonite (Das, 2008)

2.2.1.1 Sifat Umum Tanah Lempung

Bowles (1991) menyatakan beberapa sifat umum mineral lempung adalah: 1. Hidrasi

(26)

oleh lapisan-lapisan molekul air yang disebut sebagai air teradsorbsi (adsorbed water). Lapisan ini umumnya memiliki tebal dua molekul. Sehingga disebut sebagai lapisan difusi (diffuse layer) lapisan difusi ganda atau lapisan ganda.

2. Aktivitas

Aktivitas tanah lempung adalah perbandingan antara Indeks Plastisitas (IP) dengan persentase butiran lempung, dan dapat disederhanakan dalam persamaan:

? ? ??????????? ??? ?????? (2.16)

Dimana persentase lempung diambil sebagai fraksi tanah yang < 2 µm untuknilaiA (Aktivitas),

A > 1,25 : tanah digolongkan aktif dan bersifat ekspansif 1,25 <A< 0,75 : tanah digolongkan normal

A < 0,75 : tanah digolongkan tidak aktif.

Nilai khas dari aktivitas tanah lempung dapat dilihat padaTabel 2.4. Tabel 2.4 Aktivitas Tanah Lempung (Bowles, 1994)

Minerologi Tanah Lempung Nilai Aktivitas

Kaolinite 0,4 – 0,5

Illite 0,5 – 1,0

(27)

3 . Flokulasi dan Dispersi

Pengertian flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan air akibat mineral lempung umumnya mempunyai pH>7. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam. Lempung yang baru saja mengalami flokulasi dapat dengan mudah didispersikan kembali ke dalam larutan dengan menggoncangnya, menandakan bahwa tarikan antar partikel jauh lebih kecil dari gaya goncangan. Apabila lempung tersebut telah didiamkan beberapa waktu dispersi tidak dapat tercapai dengan mudah, yang menunjukkan adanya gejala tiksotropik, dimana kekuatan didapatkan dari lamanya waktu.

4 . Pengaruh Zat Cair

(28)

Gambar 2.12 Sifat Dipolar Molekul Air (Das, 1991)

Molekul bersifat dipolar, yang berarti memiliki muatan positif dan negatif pada ujung yang berlawanan, sehingga dapat tertarik oleh lempung secara elektrik. Terdapat 3 mekanismenya, yaitu:

1. Tarikan antara permukaan bermuatan negatif dari partikel lempung dengan ujung positif dari dipolar.

2. Tarikan antara kation-kation dalam lapisan ganda dengan muatan negatif dari ujung dipolar. Kation-kation ini tertarik oleh permukaan partikel lempung yang bermuatan negatif.

(29)

Molekul air dipolar dalam lapisan ganda dapat dilihat pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13 Molekul Air Dipolar Dalam Lapisan Ganda (Das, 1991)

Mineral lempung yang berbeda memiliki defisiensi dan tendensi yang berbeda untuk menarik exchangeablecation. Exchangeable cation adalah keadaan dimana kation dapat dengan mudah berpindah dengan ion yang bervalensi sama dengan kation asli. Montmorillonite memiliki defisiensi dan daya tarik exchangeable cation yang lebih besar daripada kaolinite.Kalsium dan magnesium merupakan exchangeable cationyang paling dominan pada tanah, sedangkan potassium dan sodium merupakan yang paling tidak dominan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi exchangeable cation, yaitu valensi kation, besarnya ion dan besarnya ion hidrasi. Kemampuan mendesak dari kation-kation dapat dilihat dari besarnya potensi mendesak sesuai urutan berikut:

Al+3>Ca+2>Mg+2>NH+4>K+>H+>Na+>Li+ Kation Li+ tidak dapat mendesak kation lainnya.

Semakin luas permukaan spesifik tanah lempung, air yang tertarik secara elektrik disekitar partikel lempung yang disebut air lapisan ganda jumlahnya akan

Mekanisme 1

Mekanisme 2

(30)

semakin besar. Air lapisan ganda inilah yang menyebabkan sifat plastis pada tanah lempung. Konsentrasi air resapan dalam mineral lempung memberi bentuk dasar dari susunan tanahnya sebagai berikut, tiap partikelnya terikat satu sama lain lewat lapisan air serapannya. Selain itu jarak antara partikel juga akan mempengaruhi hubungan tarik menarik atau tolak menolak antar partikel tanah lempung yang diakibatkan oleh pengaruh ikatan hidrogen, gaya Van der Walls serta macam ikatan kimia dan organiknya. Bertambahnya jarak akan mengurangi gaya antar partikel.

Sehingga ikatan antar partikel tanah yang disusun oleh mineral lempung akan sangat dipengaruhi oleh besarnya jaringan muatan negatif pada mineral, tipe, konsentrasi dan distribusi kation- kation yang berfungsi untuk mengimbangi muatannya.

Kapasitas pertukaran kation tanah lempung didefinisikan sebagai jumlah pertukaran ion-ion yang dinyatakan dalam miliekivalen per 100 gram lempung kering. Beberapa garam juga terdapat pada permukaan partikel lempung kering. Pada waktu air ditambahkan pada lempung, kation-kation dan anion-anion mengapung di sekitar partikelnya (Gambar 2.14).

(31)

Pada penelitian ini akan dilakukan usaha penggantian kation-kation yang terdapat pada lempung dengan kation-kation dari abu gunung vulkanik dengan variasi yang berbeda-beda.

2.2.2 Abu Gunung Vulkanik (AGV)

Gunung Sinabung adalah gunung api di daratan Tinggi Karo, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Gunung ini mendadak aktif kembali dengan meletus pada tahun 2010. Letusan terakhir gunung ini terjadi sejak September 2013 dan berlangsung hingga sekarang. Material vulkanik terdiri dari batuan yang berukuran besar hingga berukuran halus, yang berukuran besar biasanya jatuh disekitar kawah dalam radius 5-7 km, sedangkan yang berukuran halus sampai ratusan bahkan ribuan km dari kawah disebabkan oleh adanya hembusan angin. Material yang paling sering menyebabkan bahaya dari peristiwa gunung meletus adalah seperti lahar, lava, abu vulkanik dan material batu.

Abu gunung vulkanik merupakan salah satu jenis bahan alami yang terbentuk di dalam perut gunung yang kemudian menjadi material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara pada saat terjadi letusan. Abu gunung vulkanik tidak larut dalam air, sangat kasar dan agak korosif.

(32)

di Indonesia. Selanjutnya contoh pozolan buatan adalah hasil pembakaran tanah liat, abu sekam padi, abu ampas tebu dan hasil pembakaran batu bara (fly ash).

Abu gunung vulkanik menjadi material yang paling bermanfaat untuk manusia. Abu gunung vulkanik mengandung beberapa jenis mineral yang penting untuk mempengaruhi kesuburan tanah seperti magnesium, seng, mangan, zat besi dan selenium. Komponen ini akan menambah kesuburan tanah ketika bercampur dengan senyawa tanah. Beberapa kegunaan abu gunung vulkanik yaitu:

- Dapat menyuburkan tanah, abu gunung vulkanik yang keluar dari gunung berapi mengandung berbagai mineral yang sangat penting untuk tanah. mineral yang bercampur dengan tanah akan membentuk tanah yang lebih subur. Dampak ini dapat kita lihat secara langsung yaitu kawasan di sekitar pegunungan selalu subur.

- Berguna untuk menyediakan bahan bangunan, berbagai jenis batu apung, abu gunung vulkanik keluar dan akan bercampur dengan pasir dan tanah di sekitar pegunungan. Bahan-bahan ini sering diambil untuk menjadi bahan bangunan.

Bahkan di beberapa daerah, abu gunung vulkanik sering dijadikan bahan campuran untuk membuat semen dan material beton.

(33)

Tabel 2.5. Komposisi Kimia Abu Gunung Vulkanik

No. Parameter Hasil Metode

1. SiO2 85,8988 % Gravimetri

2. Al2O3 11,9275 % Gravimetri

3. Fe2O3 0,0073 % Spektrofometri

4. CaO 0,1334 % Titrimetri

Sumber : Hasil Percobaan di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU. Selain unsur kimia yang telah diuji dan ditunjukkan pada Tabel 2.5, abu gunung vulkanik juga mengandung unsur MgO (Magnesium).

2.3 Stabilisasi Tanah

Ketika tanah di lapangan bersifat sangat lepas atau sangat mudah tertekan atau pun memiliki indeks konsestensi yang tidak stabil, permeabilitas yang cukup tinggi, atau memiliki sifat-sifat lain yang tidak diinginkan yang membuatnya tidak sesuai untuk digunakan di dalam suatu proyek konstruksi, maka tanah tersebut perlu dilakukan usaha stabilisasi tanah.

(34)

adalah suatu usaha untuk merubah atau memperbaiki sifat-sifat teknis tanah agar memenuhi syarat teknis tertentu.

Bowles (1991) menyatakan bahwa stabilisasi tanah mungkin dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Meningkatkan kepadatan tanah.

2. Menambahkan bahan-bahan inert untuk meningkatkan kohesi dan/atau kekuatan geser dari tanah.

3. Menambahkan bahan-bahan yang mampu mengakibatkan perubahan secara kimiawi ataupun fisik dari tanah.

4. Merendahkan permukaan air tanah.

5. Memindahkan dan/atau mengganti tanah yang bersifat buruk tersebut. Proses stabilisasi tanah ada 3 cara yaitu :

1. Mekanis

Stabilisasi mekanis dilakukan dengan cara pemadatan yang dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis peralatan mekanis seperti: mesin gilas (roller), benda berat yang dijatuhkan, ledakan, tekanan statis, tekstur,

pembekuan, pemanasan dan sebagainya. 2. Fisis

Stabilisasi secara fisis dilakukan melalui perbaikan gradasi tanah dengan menambah butiran tanah pada fraksi tertentu yang dianggap kurang, guna mencapai gradasi yang rapat.

3. Kimiawi (Modification by Admixture)

(35)

berupa Portland cement (PC), kapur, gypsum, abu terbang (fly ash), semen aspal, sodium dan kalsium klorida, ataupun limbah pabrik kertas dan bahan-bahan limbah lainnya yang memungkinkan untuk digunakan seperti abu sekam padi, abu ampas tebu, abu cangkang sawit dan lain-lain.

2.3.1 Stabilisasi Tanah dengan Abu Gunung Vulkanik

Gambar

Gambar 2.1 Diagram Fase Tanah; (a) Elemen Tanah Dalam Keadaan Asli; (b) Tiga Fase Elemen Tanah (Lambe dan Whitman, 1969)
Tabel 2.1 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah (Hardiyatmo, 2002)
Tabel 2.2 Berat Spesifik Tanah (Hardiyatmo, 2002)
Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg (Das, 1991)
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

• Peforma Sosial merupakan perilaku organisasi yang ditujukan untuk mendemonstrasikan kerja sama dan kesopanan dengan orang lain.. • Peforma Politis merupakan perilaku organisasi

Berbeda dengan hasil analisis pengaruh variabel independen ke- lompok satu terhadap variabel dependen sta- tus gizi balita indek TB/U, pengaruh variabel independen

Karena responden menyukai iklan yang ditayangkan, maka secara tidak langsung, kesan produk di mata target audience juga menjadi baik, terbukti dengan hasil kuesioner dimana

Hasil penelitian: (1) Peran guru pendidikan agama islam dalam meningkatkan shalat dhuha dan tadarus al- qur’an di SMPN 1 Gondang Tulungagung meliputi:

Iklan itu hanya &#34;mengambilalih&#34; sesuatu yang dianggap wajar dan seharusnya terjadi dalam kehidupan, yakni salah satu jenis pekerjaan yang melekat pada perempuan sebagai

It specifically excludes fees and expenses paid to the trustee pursuant to § 330(a), attorney and professional fees and expenses, expenses of operating a business in a chapter 7

• You will learn that Reverse Address Resolution Protocol (RARP) is the protocol a device uses when it does not know its own IP address.. • Lastly, you will learn