BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat menyebabkan kenaikan darah di atas nilai nomal. Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% pada tahun 2013, tetapi yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau riwayat minum obat hanya sebesar 9,5%. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis dan terjangkau pelayanan kesehatan (Kemenkes, RI., 2013). Hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi seperti stroke, penyakit jantung koroner (PJK), gangguan ginjal. Penurunan tekanan darah secara farmakologis yang efektif dapat mencegah kerusakan pembuluh darah dan terbukti menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas (Lim, 2009).
Menurut American Heart Association (AHA), penduduk Amerika yang berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5 juta jiwa, namun hampir sekitar 90-95% kasus tidak diketahui penyebabnya (Kemenkes, RI., 2013). Profil Kesehatan Sumatera Utara tahun 2009 menunjukkan jumlah kematian penyakit tidak menular tertinggi umumnya terjadi pada kasus komplikasi diantaranya pada kasus jantung dan ginjal hipertensi (16,66%), ginjal hipertensi (14,86%) dan hipertensi esensial (3,33%).
Penyakit ginjal dapat menyebabkan naiknya tekanan darah dan sebaliknya hipertensi dalam jangka waktu lama dapat mengganggu ginjal. Kedua keadaan ini sukar untuk dibedakan terutama pada penyakit ginjal menahun. Hipertensi dapat menyebabkan penyakit ginjal dan meningkatkan tekanan darah. Untuk mengetahui kedua keadaan ini diperlukan adanya catatan rekam medik jangka panjang (Tessy, 2006).
Penyakit gangguan ginjal kronik mempengaruhi tekanan darah, jika mengalami tekanan darah yang tinggi dan tidak terkontrol dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan pembuluh darah ginjal menjadi menyempit sehingga fungsi ginjal terganggu (Wilson, 2006). Beberapa penelitian yang terkait dengan penyesuaian dosis obat pada pasien gangguan ginjal kronik telah dilakukan, terdapat beberapa metode untuk memperkirakan aturan dosis yang tepat untuk penderita dengan kerusakan ginjal. Penyesuaian dosis pada pasien dengan kerusakan ginjal didasarkan pada klirens obat pada penderita (Hassan, et al., 2009).
Ketika fungsi ginjal berkurang, dosis obat harus disesuaikan dan obat nefrotoksik dihindari (Geerts, et al., 2012). Salah satu indikator agar tercapai terapi pengobatan terutama bagi pasien dengan gangguan fisiologi yang berat seperti gangguan ginjal kronik adalah ketepatan dalam pemberian dosis (Munar dan Sing, 2007).
Menurut penelitian yang dilakukan Fransiska (2014), bahwa studi kesesuaian dosis penggunaan obat antihipertensi pada pasien Gangguan Ginjal Kronik yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode September 2013-Maret 2014 berjumlah 123 orang, dimana 49 orang (39,8%) pasien JAMKESMAS dan 74 orang (60,2%) pasien BPJS, telah baik dan sesuai dengan yang direkomendasikan berdasarkan pedoman standar pengobatan di RSUP H. Adam Malik Medan dan menurut National Kidney Foundation/ Kidney Dialysis Outcome Quality Initiative (NKF/KDOQI).
dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah dalam ginjal sehingga mengurangi kemampuan ginjal untuk memfiltrasi darah dengan baik (Guyton dan Hall, 2006). Pedoman penggunaan obat antihipertensi dalam tatalaksana untuk menjamin penggunaan obat yang rasional pada penderita hipertensi. Penggunaan obat yang rasional sangat penting untuk meningkatkan keberhasilan pengobatan pada pasien (Suyono dan Lyswanti, 2008).
Keberadaan apoteker memiliki peran yang penting dalam pelaksanaan Pharmaceutical Care yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan
menyelesaikan masalah terkait obat. Apoteker khususnya yang bekerja di rumah sakit dituntut untuk merealisasikan pelayanan kefarmasian yang lebih baik demi kepentingan dan kesejahteraan pasien. Pola pelayanan ini dilakukan dengan pemantauan terapi obat yang bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan obat secara rasional (efektif, aman, bermutu dan terjangkau) serta memastikan ketepatan pemberian dosis obat pada pasien (Kemenkes, RI., 2014).
1.2Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini menggambarkan tentang evaluasi kesesuaian dosis obat antihipertensi pada pasien gangguan ginjal kronik di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari - Juni 2015. Dalam hal ini faktor resiko berupa karakteristik pasien (usia, jenis kelamin, stadium yang diderita, jenis obat antihipertensi) merupakan variable bebas dan persentase penggunaan golongan obat antihipertensi sebagai variable terikat. Pengamatan dilakukan rentang waktu Januari - Juni 2015.
Adapun mengenai gambaran kerangka pikir penelitian ini adalah sebagai berikut (Gambar 1.1):
e
Gambar 1.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian Evaluasi Kesesuaian Dosis Obat Antihipertensi pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik di RSUD Dr. Pirngadi Medan Periode Januari - Juni 2015.
Variabel bebas Variabel terikat
Karakteristik Pasien: a. Usia
b. Jenis Kelamin
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
a. bagaimana persentase penggunaan golongan obat antihipertensi pada pasien gangguan ginjal kronik di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari - Juni 2015 dan menurut National Kidney Foundation (NKF) 2004?
b. bagaimana kesesuaian dosis obat antihipertensi pada pasien gangguan ginjal kronik di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari - Juni 2015 dan menurut National Kidney Foundation (NKF) 2004?
1.4Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah:
a. penggunaan golongan obat antihipertensi pada pasien gangguan ginjal kronik di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari - Juni 2015 adalah tinggi dan menurut National Kidney Foundation (NKF) 2004.
b. kesesuaian dosis obat antihipertensi pada pasien gangguan ginjal kronik di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari - Juni 2015 adalah tinggi dan menurut National Kidney Foundation (NKF) 2004.
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan hal di atas, maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui: a. persentase penggunaan golongan obat antihipertensi pada pasien gangguan
b. kesesuaian dosis obat antihipertensi pada pasien gangguan ginjal kronik di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari - Juni 2015 dan menurut National Kidney Foundation (NKF) 2004.
1.6Manfaat Penelitian