• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Lalu Lintas Terhadap Kebutuhan Pembangunan Jalan Layang pada Persimpangan (Studi Kasus: Jl. Gatot Subroto-Jl. Sunggal-Jl. Kapten Muslim)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Lalu Lintas Terhadap Kebutuhan Pembangunan Jalan Layang pada Persimpangan (Studi Kasus: Jl. Gatot Subroto-Jl. Sunggal-Jl. Kapten Muslim)"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

Perjalanan

Kebutuhan akan transportasi

Fasilitas transportasi Aksesibilitas

Nilai lahan

Tata-guna lahan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 UMUM

Suatu kota dapat dipandang sebagai suatu tempat dimana terjadi

aktivitas-aktivitas atau sebagai suatu pola tata guna lahan. Lokasi dimana aktivitas-aktivitas

berlangsung akan mempengaruhi manusia, dan aktivitas manusia akan

mempengaruhi lokasi tempat aktivitas tersebut berlangsung. Interaksi antar aktivitas

terungkap dalam wujud pergerakan manusia, barang dan informasi.

Gambar 2. 1 Siklus Tata-guna Lahan/Transportasi

Sumber:Dasar-dasar Rekayasa Transportasi,2003

Alasan yang menyebabkan manusia dan barang bergerak dari satu tempat ke

tempat lain dapat dijelaskan oleh tiga kondisi berikut ini (C.Jotin Khisty & B. Kent

Lall, 2003):

- Komplementaritas, daya tarik relatif antara dua atau lebih tempat tujuan.

(2)

- Persaingan antar beberapa lokasi untuk memenuhi permintaan dan

penawaran.

Penyebab permasalahan transportasi adalah bahwa tingkat pertumbuhan

prasarana transportasi tidak bisa mengejar tingginya tingkat pertumbuhan kebutuhan

akan transportasi (Tamin,1997). Oleh karena itu, untuk meningkatkan prasarana

transportasi pemerintah banyak melakukan kajian transportasi dan juga bebarapa

tindakan lain bersama beberapa instansi dan departemen terkait. Usaha untuk

mengatasi permasalahan tersebut adalah:

- Meredam atau memperkecil tingkat kebutuhan transportasi.

- Meningkatkan pertumbuhan prasarana transportasi itu sendiri, terutama

penanganan masalah fasilitas prasarana yang tidak berfungsi sebagaimana

mestinya.

- Memperlancar sistem pergerakan melalui kebijakan rekayasa dan

manajemen lalu lintas yang baik.

Suatu arus lalu lintas dapat dikatakan lancar apabila arus lalu lintas tersebut

dapat melewati suatu ruas jalan atau persimpangan tanpa mengalami hambatan atau

gangguan dari jalan ataupun arah lain, sehingga pada jaringan jalan tersebut tidak

mengalami masalah lalu lintas. Masalah lalu lintas yang timbul di jalan raya dapat

disebabkan oleh banyak faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi serta keamanan

perjalanan di jalan raya. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan masalah tersebut

secara garis besar yaitu :

1. Faktor jalan (fisik)

2. Faktor lalu lintas (kendaraan)

(3)

4. Fasilitas jalan

2.2 PERSIMPANGAN

Persimpangan adalah suatu lokasi dimana dua atau lebih ruas jalan bertemu

atau berpotongan dan termasuk di dalamnya fasilitas yang diperlukan untuk

membantu kelancaran pergerakan lalulintas di lokasi tersebut.

2.2.1. Pertemuan Persimpangan Jalan (Intersection)

Persimpangan merupakan bagian yang sangat penting dari jaringan jalan

karena di persimpangan sering terjadi konflk yang dapat menyebabkan kemacetan

dan kecelakaan bila tidak dilakukan pengaturan persimpangan dengan baik.

Pengaturan lalu lintas pada persimpangan merupakan hal yang paling kritis dalam

pergerakan lalu lintas. Pergerakan lalu lintas ini dikendalikan berbagai cara,

bergantung pada jenis persimpangannya. Dari sifat dan tujuan gerakan di daerah

persimpangan, dikenal beberapa bentuk alih gerak yaitu:

a. Diverging (memisah)

Divering adalah peristiwa memisahnya kendaraan dari suatu arus yang sama ke

jalur yang lain.

Gambar 2. 2 Arus memisah

(4)

b. Merging (menggabung)

Merging adalah peristiwa menggabungnya kendaraan dari suatu jalur ke jalur

yang lain.

Gambar 2. 3 Arus menggabung

Sumber: Hobbs, 1995, perencanaan dan teknik lalu lintas.

c. Crossing (memotong)

Crossing adalah peristiwa perpotongan antara arus kendaraan dari satu jalur ke

jalur yang lain pada persimpangan dimana keadaan yang demikian akan

menimbulkan titik konflik pada persimpangan tersebut.

Gambar 2. 4 Arus memotong

Sumber: Hobbs, 1995, perencanaan dan teknik lalu lintas

d. Weaving (menyilang)

Weaving adalah pertemuan dua arus lalu lintas atau lebih yang berjalan menurut

arah yang sarna sepanjang suatu lintasan di jalan raya tanpa bantuan rambu lalu

lintas. Gerakan ini sering terjadi pada suatu kendaraan yang berpindah dari suatu

(5)

jalan masuk, kemudian bergerak ke jalur lainnya untuk mengambil jalan keluar

dari jalan raya tersebut keadaan ini juga akan menimbulkan titik konflik pada

persimpangan tersebut.

Gambar 2. 5 Arus menyilang

Sumber: Hobbs, 1995, perencanaan dan teknik lalu lintas.

Berdasarkan sifatnya konflik yang ditimbulkan oleh manuver kendaraan dan

pedestrian dibedakan 2 (dua) tipe yaitu:

1. Konflik primer , yaitu konflik yang terjadi antara arus lalu lintas yang saling

memotong

2. Konflik Sekunder, yaitu konflik yang terjadi antara arus lalu lintas kanan

dengan arus lalu lintas arah lainnya dan atau lalu lintas belok kiri dengan

pejalan kaki.

Adapun titik konflik yang terjadi di suatu persimpangan dapat dilihat pada

(6)

Gambar 2. 6 Titik konflik Sumber: Hobbs, 1995, perencanaan dan teknik lalu lintas.

Pada dasarnya jumlah titik konflik yang terjadi di persimpangan tergantung

beberapa faktor antara lain:

1. Jumlah kaki persimpangan yang ada

2. Jumlah lajur pada setiap kaki persimpangan

3. Jumlah arah pergerakan yang ada

4. Sistem pengaturan yang ada

2.2.2. Jenis-jenis Persimpangan

Persimpangan dapat dibedakan atas dua jenis yaitu:

1. Persimpangan sebidang

Persimpangan jalan umumnya merupakan persimpangan sebidang.

Pada jenis ini, titik konflik yang ditemukan adalah pada gerakan menerus

(7)

yaitu:

 Bercabang tiga

Persimpangan ini memilki bentuk dasar “T” atau “Y”, yang pada

prinsipnya adalah sama saja, namun yang membedakannya adalah

besarnya sudut pertemuan. Bila jumlah arus lalu lintas membelok cukup

besar, maka keadaan dapat diatasi dengan penambahan jalur. Pemisahan

jalur bisa dilakukan dengan pemasangan pulau-pulau jalan yang

mempunyai fungsi ganda, yaitu selain memisahkan jalur , juga berfungsi

untuk mengurangi luas jalan yang diaspal yang tidak dilalui kendaraan.

Selain itu dapat juga dimanfaatkan sebagai tempat penampungan bagi

para pejalan kaki yang sedang menyeberang dan tempat untuk

rambu-rambu lalulintas yang mengatur persimpangan tersebut.

 Bercabang empat

Persimpangan bercabang empat merupakan pertemuan jalan yang

paling sederhana. Pada pertemuan bercabang empat dengan penambahan

jalur, jalur yang ditambahkan bisa sejajar atau menyempit, tergantung dari

besarnya arus lalulintas yang melewati persimpangan tersebut. Pertemuan

dengan pemisah jalur ditentukan dengan membuat pulau-pulau jalan.

 Bercabang banyak

Yang dimaksud dengan persimpangan sebidang bercabang banyak

adalah persimpangan yang memiliki cabang lebih dari empat. Dalam

pertemuan bercabang banyak ini sebaiknya dihindari karena semuanya

bertemu pada satu tempat, kecuali arus lalulintasnya sangat kecil sehingga

(8)

dilakukan dengan mengadakan pergeseran dari satu cabang atau lebih.

 Bundaran

Sistem pertemuan dengan bundaran pada persimpangan adalah

dengan menempaatkan pulau jalan pada pusat pertemuan beberapa

cabang, sehingga cabang-cabang tersebut tidak bertemu langsung. Sistem

ini bisa diterapkan pada banyak keadaan, dan ternyata berguna pada

persimpangan yang bercabang banyak.

2. Persimpangan Tidak Sebidang

Persimpangan tidak sebidang adalah suatu bentuk khusus dari

pertemuan jalan dan bisa merupakan suatu penyelesaian yang baik untuk

suatu persoalan pertemuan sebidang. Berbeda dengan persimpangan jalan,

maka disini disediakan paling sedikit satu hubungan antara jalan-jalan yang

bertemu.

Elemen atau bagian-bagian dari persimpangan tidak sebidang dapat

(9)

Gambar 2. 7 Bagian-bagian dari persimpangan tidak sebidang

Sumber: Haryanto, Joni. Perencanaan Persimpangan Tidak Sebidang Pada Jalan Raya. Jurnal USU hal. 1-14, Medan, 2004.

Sesuai dengan fungsinya, maka jalur-jalur jalan dalam daerah

interchange bisa digolongkan sebagai berikut:

 Jalur Utama (Main Lane)

Jalur utama adalah merupakan jalur untuk arus lalu lintas yang utama,

arus mana bisa menerus, bisa juga membelok baik kekiri maupun

kekanan.

Collector dan Distributor Road

Collector dan Distributor Road adalah satu atau lebih jalur yang

dipisahkan, teapot sejajar dan searah dengan jalur utama, pada jalur mana

kendaraan masuk, atau dari jalur mana kendaraan keluar dari suatu arah

(10)

ujung-ujungnya jalur ini disatukan kembali dengan jalur utamanya setelah

melalui jalur perlambatan /percepatan.

 Jalur Percepatan/Perlambatan (Acceleration Lane/Speed Change Lane)

Jalur percepatan/perlambatan adalah suatu jalur dengan panjang terbatas

dan terletak tepat di sebelah jalur cepat (sebagai pelebaran jalur cepat)

dan berfungsi sebagai tempat kendaraan menyesuaikan kecepatannya dari

situasi di belakangnya ke situasi di depannya. Kalau meninggalkan arus

cepat kendaraan mengurangi kecepatannya, kalau akan memasuki arus

cepat kendaraan menambahkan kecepatannya.

 Jalur penghubung (Ramp)

Jalur penghubung (Ramp) adalah jalur yang berfungsi untuk

membelokkan kendaraan dari satu jalan kejalan lain. Sesuai dengan

kegunaannya ramp ini dibagi atas tiga macam yaitu:

a. Hubungan langsung (Direct)

Jenis ini kendaraan dapat berbelok langsung ke arah tujuan sebelum titik

pusat pertemuan.

Gambar 2. 8 Hubungan Langsung

Sumber: Haryanto, Joni. Perencanaan Persimpangan Tidak Sebidang Pada Jalan Raya. Jurnal USU hal. 1-14, Medan, 2004.

(11)

Kendaraan dalam menuju arah tujuan melewati atau mengelilingi titik

pusat pertemuan dahulu dan memotong salah satu arus lain secara tegak

(hubungan setengah langsung).

Gambar 2. 9 Hubungan Setengah Langsung

Sumber: Haryanto, Joni. Perencanaan Persimpangan Tidak Sebidang Pada Jalan Raya. Jurnal USU hal. 1-14, Medan, 2004.

c. Hubungan tidak langsung (Indirect)

Kendaraan berbelok ke arah berlawanan dahulu, dan baru memutar

sekitar dua ratus tujuh puluh derajat.

Gambar 2. 10 Hubungan tidak langsung

Sumber: Haryanto, Joni. Perencanaan Persimpangan Tidak Sebidang Pada Jalan Raya. Jurnal USU hal. 1-14, Medan, 2004.

2.2.3. Tipe-tipe Persimpangan Tidak Sebidang (Interchainge)

Dilihat dari bentuknya ada beberapa jenis persimpangan tidak sebidang yaitu

(12)

a. Pertemuan tidak sebidang bercabang tiga

Simpangan ini disebut juga dengan Y Interchange atau terompet atau kepala

burung. Pada umumnya sistem ini hanya mempunyai suatu bangunan persilangan,

pengecualian adalah apabila semua hubungan adalah langsung.

Gambar 2. 11 Pertemuan tidak sebidang bercabang tiga

Sumber: Haryanto, Joni. Perencanaan Persimpangan Tidak Sebidang Pada Jalan Raya. Jurnal USU hal. 1-14, Medan, 2004.

b. Pertemuan tidak sebidang bercabang empat

(13)

Diamond interchange

Tipe ini dipakai apabila suatu jalan utama memotong suatu jalan lokal, tipe

ini juga merupakan yang paling sederhana, tetapi harus diusahakan supaya

jalan keluar dan masuk ke interchange ditandai dengan jelas untuk

menghindari kekeliruan.

Clover leaf interchange (daun semanggi)

Sistem ini biasanya dipakai pada perpotongan dua jalan utama, untuk

perpotongan jalan utama dan jalan lokal bisa digunakan clover leaf tidak

lengkap (partial clover leaf).

Rotary interchange

Sistem ini merupakan peningkatan dari rotary biasa (sebidang) yang hanya

mempunyai kemampuan terbatas. Fungsi bundaran adalah untuk menampung

lalu lintas yang akan membelok sehingga arus-arus yang menerus tidak

terganggu.

Directional interchange

Apabila arus lalu lintas pada interchange yang hendak membelok ke kanan

cukup besar, maka hubungan-hubungan indirect tak bisa dipakai lagi karena

terhambat oleh gerakan weaving (khusus untuk arus yang akan membelok ke

kanan). Pada directional interchange, daerah weaving ditiadakan dengan

membuat belokan ke kanan secara semi direct ataupun direct sebagai

akibatnya diperlukan banyak bangunan jembatan sehingga biayanya relatif

lebih mahal.

 Kombinasi beberapa macam

(14)

Gambar 2. 12 Pertemuan tidak sebidang bercabang empat

Sumber: Haryanto, Joni. Perencanaan Persimpangan Tidak Sebidang Pada Jalan Raya. Jurnal USU hal. 1-14, Medan, 2004.

2.2.4. Perencanaan Persimpangan

Pertimbangan dasar dalam perencanaan persimpangan dan operasional

persimpangan adalah kemampuan dan keterbatasan pengemudi, pejalan kaki, dan

kendaraan yang menggunakan fasilitas jalan tersebut. Oleh karena itu, perencanaan

suatu persimpangan haruslah direncanakan dan operasikan dengan baik,sederhana

dan seragam.

1. Sederhana

(15)

dimengerti, sehingga tidak membuat bingung pengemudi yang melewati

persimpangan tersebut. Semua pergerakan pada persimpangan harus jelas

bagi pengemudi, khususnya bagi pengemudi yang tidak paham/tidak

mengenal daerah tersebut, sehingga menimbulkan keraguan pengendara yang

menyebabkan terjadinya kecelakaan lalulintas.

2. Seragam

Keseragaman dalam perencanaan suatu persimpangan berhubungan langsung

dengan usaha menanggulangi kekurangan yang ada pada pengemudi, kecuali

pengemudi yang baru, cenderung akan mengendarai kendaraannya dengan

kebiasaan yang sering dilakukannya, dan tidak benar-benar memusatkan

perhatiannya pada tata cara dan bagaimana cara berkendaraan.

2.2.5. Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Interchange

Keuntungan penggunaan simpang susun (interchange) ini adalah kapasitas

persimpangan dapat ditingkatkan lebih besar sehingga sesuai untuk digunakan pada

persimpangan-persimpangan dimana arus lalu lintasnya sangat tinggi dan sudah tidak

dapat dilakukan lagi pengaturan dan pengendalian sehingga cenderung terjadi

kemacetan dan juga dapat digunakan pada pertemuan jalan bebas hambatan dengan

jalan umum. Kerugian penggunaan jenis persimpangan ini adalah dari segi ekonomi

dimana biaya pembangunannya relatif sangat mahal dan membutuhkan lokasi tanah

yang lebih luas.

2.3 KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS DI PERSIMPANGAN

Teori dasar lalu lintas adalah arus, kecepatan dan kerapatan. Karakteristik

(16)

waktu, ruang dan jenis kendaraan. Karakteristik kecepatan menganalisis kecepatan

kelompok kendaraan yang melintas suatu titik pengamat atau suatu potongan jalan

pendek selama periode waktu tertentu. Karakteristik kerapatan dinyatakan sebagai

sejumlah kendaraan yang menempati suatu potongan jalan, selengkapnya mengenai

ukuran arus, ukuran kecepatan dan ukuran kerapatan dijelaskan sebagai berikut ini.

2.3.1. Ukuran Arus

Ukuran arus yakni volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melalui

suatu titik pada suatu jalur gerak per satuan waktu, biasanya digunakan satuan

kendaraan per waktu (Morlok, 1978). Perhitungan volume meliputi macam moda

lalu lintas. Tujuan dilakukannya perhitungan volume lalu lintas adalah: (F.D.

Hobbs,1995)

 nilai kepentingan suatu rute

fluktuasi dalam arus

 distribusi lalu lintas pada suatu sistem jalan

 kecenderungan pemakaian jalan

 survei skala dan pengecekan perhitungan lalu lintas tersintesiskan

 perencanaan fasilitas transportasi

Perhitungan volume dilakukan dalam suatu jam yaitu 24 jam, 16 dan 12 jam

per hari. Volume lalu lintas di tiap hari tidak sama, terutama pada hari-hari

kerja akan berbeda dengan lalu lintas pada hari libur. Salah satu manfaat dari

perhitungan volume lalu lintas adalah untuk peramalan, sehingga dapat

direncanakan perancangan jalan dan pengendalian lalu lintas. Satuan yang

(17)

kendaraan pada jalan maka dilakukan pengalian jumlah kendaraan dengan

faktor lain.

2.3.2. Variasi Lalu Lintas Menurut Waktu

Volume lalu lintas yang lewat tidak konstan dan selalu berubah-ubah menurut

suatu pola yang dapat dikatakan teratur. Beberapa faktor yang mempengaruhinya

adalah iklim, cuaca, fisik jalan, pola siang malam, pola penggunaan tanah. Demikian

juga dengan faktor sosial ekonomi. Ditinjau dari periode waktu, maka dikenal

korelasi dalam satu jam, korelasi jam dalam sehari, korelasi harian dalam seminggu

atau korelasi bulanan dalam setahun.

Variasi lalu lintas menurut waktu dapat digolongkan dalam tiga jenis, yaitu:

a. Perubahan akibat pertumbuhan arus lalu lintas

Pertumbuhan ini biasanya dinyatakan dalan besaran persen per tahun.

Pertumbuhan ini terdiri dari empat macam, yaitu:

- Pertumbuhan normal, yakni naiknya jumlah kendaraan yang berada di jalan

atau naiknya jumlah perjalanan (trip) akibat perkembangan normal.

- Diverted Traffic, yaitu lalu lintas merubah rute perjalanan dari jalan raya yang

satu ke jalan raya yang lain karena sesuatu alasan tertentu (biasanya lebih

ekonomis).

- Converted Traffic, yaitu lalu lintas yang terjadi karena adanya angkutan

barang atau penumpang yang berganti alat angkutnya; yang sebelumnya tidak

melewati jalan raya, sekarang melewati jalan raya.

- Generated Traffic atau Induced Traffic, yaitu lalu lintas yang terjadi karena

(18)

sebelumnya atau tidak akan terjadi tanpa pembangunan atau perbaikan jalan

tersebut.

b. Variasi berkala

Perubahan arus lalu lintas terjadi secara teratur, misal dalam sehari ada

jam-jam tertentu terjadi arus lalu lintas yang padat atau pada hari-hari tertentu

dalam seminggu terjadi perubahan arus lalu lintas.

c. Variasi tak berkala

Perubahan arus lalu lintas yang terjadi tidak teratur, misalnya seperti akibat

bencana alam, perayaan setempat, sebagainya.

2.3.3. Satuan Mobil Penumpang (SMP)

Arus lalu lintas yang terjadi di lapangan bervariasi. Sejumlah kendaraan

dengan berbagai jenis dan sifatnya membentuk suatu arus lalu lintas. Setiap jenis

kendaraan mempunyai geometrik, ukuran, dan percepatan yang beragam, sehingga

akan membentuk karakteristik lalu lintas yang berbeda untuk setiap komposisi.

Perbedaan dari setiap jenis kendaraan menentukan pula pengaruhnya terhadap arus

lalu lintas secara keseluruhan. Oleh sebab itu perlu diambil suatu konsep atau

besaran yang akan menyatakan pengaruh sebuah jenis kendaraan terhadap arus lalu

lintas keseluruhan. SMP atau PCU (Passenger Car Unit) merupakan sebuah konsep

atau besaran yang diperlukan untuk menyatakan ekivalensi pengaruh setiap jenis

kendaraan.

Arus lalu-lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok-kiri [QLT], lurus [QST], dan

belok-kanan [QRT]) dikonversi dari kendaraan per jam menjadi satuan mobil

penumpang (smp) per jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang

(19)

ini adalah tabel ekivalensinya.

Tabel 2. 1 Ekivalensi MKJI

Jenis Kendaraan

2.4 KAPASITAS DAN TINGKAT PELAYANAN

Dalam menganalisis kapasitas, ada suatu prinsip dasar yang objektif yaitu

perhitungan jumlah maksimum lalulintas yang dapat ditampung oleh fasilitas yang

ada, serta bagaimana kualitas operasional fasilitas tersebut didalam pemeliharaan

serta peningkatan fasilitas itu sendiri yang tentunya akan sangat berguna di kemudian

hari. Dalam merencanakan suatu fasilitas jalan kita jumpai suatu perencanaan agar

fasilitas itu dapat mendekati kapasitasnya. Kapasitas dari suatu fasilitas akan

menurun fungsinya jika diperlukan saat atau mendekati kapasitasnya.

Kriteria operasional dari suatu fasilitas diwujudkan dengan istilah tingkat

pelayanan (Level Of Service), yaitu ukuran kualitatif yang digunakan di Highway

Capacity Manual, 1985 dan menerangkan kondisi operasional dalam arus lalulintas

dan penilaiannya oleh pemakai jalan (pada umumnya dinyatakan dalam kecepatan,

waktu tempuh, kebebasan bergerak, interupsi arus lalulintas, keenakan, kenyamanan,

dan keselamatan). Setiap tipe fasilitas telah ditentukan suatu interfal dari kondisi

operasional yang dihubungkan dengan jumlah lalulintas yang mampu ditampung

(20)

2.4.1. Kapasitas (Capacity)

Kapasitas yang diidentifikasikan oleh Manual Kapasitas Jalan Indonesia,

1997 sebagai arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan (tetap) pada

suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu pada kondisi jalan lalulintas dan kondisi

pengendalian pada saat itu (misalnya: rencana geometrik, lingkungan, komposisi lalu

lintas, dan sebagainya; biasanya dinyatakan dalam kend/jam atau smp/jam).

Secara umum, kapasitas dijelaskan sebagai jumlah kendaraan dalam satu jam

dimana orang atau kendaraan diperkirakan dapat melewati sebuah titik atau

potongan lajur jalan yang seragam selama periode waktu tertentu.

Sedangkan, kapasitas lengan persimpangan adalah tingkat arus maksimum

yang dapat melewati persimpangan melalui garis berhenti (stop line) dan menuju

keluar tanpa mengalami tundaan pada arus lalulintas, keadaan jalan dan pengaturan

lalulintas tertentu.

Dalam analisis digunakan periode waktu dengan mempertimbangkan waktu

tersebut interval terpendek selama arus yang ada stabil. Pada perhitungan kapasitas

harus ditetapkan bahwa kondisi yang ada seperti kondisi jalan, kondisi lalulintas dan

sistem pengendalian tetap. Hal-hal yang terjadi yang membuat suatu perubahan dari

kondisi yang ada mengakibatkan terjadinya perubahan kapasitas pada fasilitas

tersebut. Sangat dianjurkan dalam penentuan kapasitas, perkerasan dan cuaca dalam

keadaan baik.

Dalam menentukan kapasitas, ada beberapa kondisi yang harus

diperhitungkan, yaitu :

1. Kondisi Jalan (Roadway Condition)

(21)

yaitu fasilitas, lingkungan yang terbina, jumlah lajur atau arah, bahu jalan

(shoulder), lebar lajur, kebebasan lateral, kecepatan rencana, alinemen

horizontal dan vertikal.

2. Kondisi Lalu lintas (Traffic Condition)

Kondisi lalu lintas tergantung pada karakteristik lalu lintas yang

menggunakan fasilitas lalulintas tersebut antara lain yaitu pendistribusian tipe

kendaraan, jumlah kendaraan dan pembagian lajur yang ada serta arah

distribusi lalulintas.

3. Kondisi Pengendalian (Control Condition)

Kondisi ini tergantung pada tipe dan rencana khusus dari alat pengendalian

yaitu peraturan yang ada (peraturan lokal yang ada). Hal yang sangat

mempengaruhi ini adalah lokasi, jenis dan waktu sinyal lalulintas disamping

tanda-tanda dan yield dari lajur yang digunakan serta lajur belok.

2.4.2. Metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

Analisis kapasitas adalah penilaian terhadap jumlah maksimum lalulintas

yang dapat dialirkan oleh fasilitas yang tersedia. Namun begitu, analisis ini tidak

berarti apa-apa jika hanya memfokuskan kepada kapasitas saja. Biasanya pemakaian

terhadap fasilitas yang tersedia jarang sekali dimanfaatkan pada tingkat kapasitas

penuh. Kapasitas persimpangan dengan lampu lalulintas didasarkan pada konsep arus

jenuh (Saturation Flow) per siklus.

Kapasitas lengan persimpangan atau kelompok lajur dinyatakan dengan

persamaan 2.4 yang merupakan persamaan umum dalam penentuan kapasitas untuk

(22)

= � ... (2.1)

Dimana:

C = Kapasitas untuk lengan atau kelompok lajur (smp/jam)

S = Arus jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam

pendekat selama sinyal hijau (smp/jam hijau)

g = Waktu hijau (det)

c = Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal

yang lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase

yang sama)

Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar

(S0) yaitu arus jenuh pada keadaan standar, dengan faktor penyesuaian (F) untuk

penyimpangan dari kondisi sebenarnya, dari suatu kumpulan kondisi-kondisi (ideal)

yang telah ditetapkan sebelumnya

= × × × × × … .× � ... (2.2)

Untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari

lebar efektif pendekat (We):

� = × �� ... (2.3)

Penyesuaian kemudian dilakukan untuk kondisi-kondisi berikut ini:

- Ukuran kota CS,jutaan penduduk

- Hambatan samping SF, kelas hambatan samping dari lingkungan jalan dan kendaraan tak bermotor

- Kelandaian G, % naik(+) atau turun (-)

-Parkir P, jarak garis henti - kendaraan parkir pertama. - Gerakan membelok RT, % belok-kanan

(23)

Faktor-faktor penyesuaian pada kapasitas simpang bersinyal adalah:

i. Faktor penyesuaian ukuran kota (FCS)

Tabel 2. 2 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota FCS

Penduduk kota (juta jiwa) Faktor penyesuaian ukuran kota

>3,0 Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

ii. Faktor penyesuaian hambatan samping (FSF)

Tabel 2. 3 Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan, Hambatan Samping dan Kendaraan Tak Bermotor

Lingkungan

jalan Hambatan samping Tipe fase

Rasio kendaraan tak bermotor

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

(24)

iii. Faktor penyesuaian keladaian FG

Ditentukan dari Gambar 2.13 sebagai fungsi dari kelandaian (GRAD)

yang tercatat pada Formulir SIG-I, dan hasilnya dimasukkan ke dalam Kolom

13 pada Formulir SIG-IV.

Gambar 2. 13 Faktor Penyesuaian Kelandaian FG Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

iv. Faktor penyesuaian parkir FP

Faktor parkir tepi jalan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

= [� / – �� – � / – � /��]/� ... (2.4)

Dimana:

FP = Faktor jarak parkir tepi jalan;

Wa = Lebar pendekat (m);

g = Waktu hijau (detik);

(25)

v. Faktor penyesuaian belok kanan FRT

Faktor koreksi terhadap arus belok kanan pada pendekat yang ditinjau,

dapat dihitung dengan rumus:

= + × , ... (2.5)

Dimana:

PRT = Rasio arus belok kanan pada pendekat.

vi. Faktor penyesuaian belok kiri FLT

Pengaruh arus belok kiri dihitung dengan rumus:

� = – � × , ... (2.6)

Dimana:

PLT = Rasio arus belok kiri pada pendekat.

vii. Faktor jumlah kendaraan antri

Gambar 2. 14 Jumlah Kendaraan Antri (SMP) yang Tersisa dari Fase Hijau Sebelumnya

(26)

viii. Faktor peluang untuk pembebanan lebih dari POL

Gambar 2. 15 Perhitungan Jumlah Antrian (Nq max) Dalam SMP Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

ix. Faktor penetapan tundaan lalu lintas rata-rata (DT)

(27)

2.4.3. Waktu Siklus Optimum Suatu Simpang

Waktu siklus adalah panjang waktu yang diperlukan dari rangkaian urutan

fase sinyal lalu lintas (siklus). Lama waktu siklus dari suatu sistem operasional

sinyal lalu lintas dengan waktu tetap (fixed time) mempengaruhi tundaan rata – rata

dari kendaraan yang melewati persimpangan. Dari parameter diatas dapat ditentukan

besarnya waktu siklus optimum suatu simpang, dan terdapat suatu parameter lain

yang digunakan untuk menentukan waktu siklus optimum ini yaitu nilai IFR, yang

merupakan perbandingan antara volume lalu lintas dalam smp dengan arus jenuh

dalam smp.

Waktu siklus harus mampu melewatkan arus lalu lintas sedemikian rupa

sehingga dapat meminimumkan tundaan yang terjadi. Waktu siklus yang terlalu

singkat menimbulkan banyak terjadi waktu hilang dan keterlambatan bergerak

(starting delay), sehingga pengaturan dengan lampu lalu lintas menjadi tidak efisien.

Jika waktu siklus terlalu besar maka arus lalu lintas akan dilewatkan pada sebagian

waktu hijau dan tidak ada kendaraan yang tertahan digaris henti.

Kendaraan yang dilewatkan pada sebagian waktu hijau berikutnya merupakan

kendaraan yang datang kemudian dengan jarak kedatangan yang panjang. Pada

kondisi dimana arus lalu lintas yang ada bertambah besar sehingga terjadi antrian

pada cabang simpang. Dengan demikian, waktu siklus yang terlalu panjang juga

tidak memberikan kebaikan dalam operasional sinyal lalu lintas.

Untuk itu, penentuan waktu siklus yang optimum dapat ditentukan dengan

menggunakan tundaan rata – rata yang dialami setiap kendaraan sebagai dasar

penurunan rumus. Waktu siklus optimum dengan kriteria tundaan minimum dapat

(28)

��

=

, ×� �+−�� ... (2.7)

Dimana:

cua = Waktu siklus sebelum penyesuaian sinyal (det)

LTI = waktu hilang total per siklus (det)

IFR = rasio arus simpang ∑(FRCRIT)

Tabel dibawah memberikan waktu siklus yang disarankan untuk keadaan yang

berbeda

Tabel 2. 4 Tipe Pengaturan Waktu Siklus

Tipe pengaturan Waktu siklus yang layak (det)

Pengaturan dua fase Pengaturan tiga fase Pengaturan empat fase

40-80 50-100 80-130

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

2.4.4. Tundaan

Tundaan (delay) dapat didefinisikan sebagai ketidak nyamanan pengendara,

borosnya konsumsi bahan bakar dan kehilangan waktu perjalanan. Dalam

mengevaluasi tingkat pelayanan suatu persimpangan bersinyal perlu diketahui waktu

tunda henti (stopped – time delay) adalah waktu yang digunakan sebuah kendaraan

untuk berhenti dalam suatu antrian pada saat menunggu untuk memasuki sebuah

persimpangan. Sedangkan waktu tunda henti rata – rata (average stopped – time

delay), dinyatakan dalam detik / kendaraan adalah jumlah waktu tunda henti yang

dialami oleh semua kendaraan pada sebuah jalan atau kelompok lajur selama satu

periode waktu yang ditentukan, dibagi dengan volume total kendaraan yang

(29)

Banyak metode yang dapat digunakan unutk menentukan tundaan rata –

rata yang dialami kendaraan pada persimpangan. Berikut ini adalah persamaan

yang digunakan dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, untuk

menentukan tundaan rata – rata setiap pendekat akibat pengaruh timbal balik dengan

gerakan – gerakan lainnya pada simpang sebagai berikut :

= � × � + � × / ... (2.8)

Dimana:

DT = Tundaan lalu lintas rata-rata (det/smp)

c = waktu siklus yang disesuaiakan (det)

A = , × − ^ / − × ... (2.9)

GR = rasio waktu hijau

DS = derajat kejenuhan

NQ1 = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya

C = kapasitas (smp/jam)

2.4.5. Antrian

Antrian suatu kendaraan adalah gangguan yang terjadi secara berkala akibat

adanya sinyal atau lampu lalu lintas pada persimpangan. Atau dengan kata lain,

antrian merupakan banyaknya kendaraan yang menunggu pada suatu persimpangan.

Persamaan yang digunakan untuk menentukan panjang antrian rata – rata N yang

terjadi pada suatu cabang persimpangan adalah:

� = � + � ... (2.10)

(30)

� = , × × [ − + √ − +8× − , ] ... (2.11)

Untuk DS < 0,5: NQ1=0

Dimana:

NQ1 = jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya

DS = Derajat kejenuhan

GR = rasio hijau

C = Kapasitas (smp/jam) = arus jenuh dikalikan rasio hijau �

2.4.6. Tingkat Pelayanan (Level Of Service)

Tingkat pelayanan menurut Highway Capacity Manual (HCM), 1985 adalah

suatu pengukuran kualitatif yang menggambarkan kondisi operasional dalam suatu

aliran lalulintas, dan persepsinya oleh pengendara atau penumpang.

Pada umumnya, tingkat pelayanan menjelaskan suatu kondisi yang

dipengaruhi oleh kecepatan, waktu perjalanan, kebebasan untuk bergerak, gangguan

lalulintas, kenyamanan, kenikmatan dan keamanan.

Pada KM Perhubungan No. 4 Tahun 2006 tentang Manajemen dan Rekayasa

Lalu Lintas di Jalan Pasal 11 ayat 2 menyebutkan teknik-teknik pemecahan

permasalahan lalu lintas dalam upaya mempertahankan tingkat pelayanan dilakukan:

a. pada ruas jalan, mencakup antara lain:

i. jalan satu arah;

ii. lajur pasang surut (tidal flow);

iii. pengaturan pembatasan kecepatan;

iv. pengendalian akses ke jalan utama;

(31)

vi. pelebaran jalan.

b. pada persimpangan, mencakup antara lain:

i. simpang prioritas;

ii. bundaran lalu lintas;

iii. perbaikan geometrik persimpangan;

iv. pengendalian persimpangan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas;

v. persimpangan tidak sebidang.

Kinerja jalan menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia yang dikeluarkan

oleh Direktorat Jenderal Bina Marga tahun 1997, adalah suatu ukuran kuantitatif

yang menerangkan tentang kondisi operasional jalan seperti kerapatan atau persen

waktu tundaan. Kinerja jalan pada umumnya dinyatakan dalam kecepatan, waktu

tempuh dan kebebasan bergerak.

Unjuk kerja atau tingkat pelayanan jalan merupakan indikator yang

menunjukan tingkat kualitas lalu lintas. Menurut MKJI 1997 dalam Fathoni, M dan

Buchori, E, 2004 tingkat pelayanan jalan (Level of service) dinyatakan sebagai

berikut:

a. Kondisi operasi yang berbeda yang terjadi pada lajur jalan ketika mampu

menampung bermacam-macam volume lalu lintas.

b. Ukuran kualitas dari pengaruh faktor aliran lalu lintas, kenyamanan

pengemudi, waktu perjalanan, hambatan, kebebasan manuver dan secara

tidak langsung biaya operasi dan kenyamanan.

Unjuk kerja lalu lintas pada ruas jalan perkotaan dapat ditentukan melalui

nilai VC ratio atau perbandingan antara volume kendaraan yang melalui ruas jalan

(32)

tersedia untuk dapat dilalui kendaraaan pada rentang waktu tertentu. Semakin besar

nilai perbandingan tersebut maka unjuk kerja pelayanan lalu lintas akan semakin

buruk dan berpengaruh pada kecepatan operasional kendaraan yang merupakan

bentuk fungsi dari besaran waktu tempuh kendaraan. Nilai VC ratio dapat dibuat

interval untuk mengklasifikasikan tingkat pelayanan ruas jalan.

Di Indonesia, kondisi pada tingkat pelayanan (LOS) diklasifikasikan atas

berikut ini.

1. Tingkat Pelayanan A

a. Kondisi arus bebas dengan volume lalu lintas rendah dan kecepatan tinggi.

b. Kepadatan lalu lintas sangat rendah dengan kecepatan yang dapat

dikendalikan oleh pengemudi berdasarkan batasan kecepatan

maksimum/minimum dan kondisi fisik jalan.

c. Pengemudi dapat mempertahankan kecepatan yang diinginkannya tanpa atau

dengan sedikit tundaan.

2. Tingkat Pelayanan B

a. Arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan mulai dibatasi

oleh kondisi lalu lintas.

b. Kepadatan lalu lintas rendah, hambatan internal lalu lintas belum

mempengaruhi kecepatan.

c. Pengemudi masih cukup punya kebebasan yang cukup untuk memilih

kecepatannya dan lajur jalan yang digunakan.

3. Tingkat Pelayanan C

a. Arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan dikendalikan oleh

(33)

b. Kepadatan lalu lintas meningkat dan hambatan internal meningkat.

c. Pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah lajur atau

mendahului.

4. Tingkat Pelayanan D

a. Arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi dan kecepatan

masih ditolerir namun sangat terpengaruh oleh perubahan kondisi arus.

b. Kepadatan lalu lintas sedang fluktuasi volume lalu lintas dan hambatan

temporer dapat menyebabkan penurunan kecepatan yang besar.

c. Pengemudi memiliki kebebasan yang sangat terbatas dalam menjalankan

kendaraan, kenyamanan rendah, tetapi kondisi ini masih dapat ditolerir untuk

waktu yang sangat singkat.

5. Tingkat Pelayanan E

a. Arus lebih rendah daripada tingkat pelayanan D dengan volume lalu lintas

mendekati kapasitas jalan dan kecepatan sangat rendah.

b. Kepadatan lalu lintas tinggi karena hambatan internal lalu lintas tinggi.

c. Pengemudi mulai merasakan kemactan-kemacetan durasi pendek.

6. Tingkat Pelayanan F

a. Arus tertahan dan terjadi antrian kendaraan yang panjang.

b. Kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah serta terjadi

kemacetan untuk durasi yang cukup lama.

c. Dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume turun sampai 0.

Pengerjaan tugas akhir ini akan meninjau tingkat pelayanan di tiap ruas jalan

(34)

pada KM Perhubungan No. 14 Tahun 2006 tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu

Lintas di Jalan Pasal 9 ayat:

(1) Tingkat pelayanan yang diinginkan pada ruas jalan pada sistem jaringan jalan

primer sesuai fungsinya, untuk:

a. jalan arteri primer, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya B;

b. jalan kolektor primer, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya B;

d. jalan lokal primer, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya C;

e. jalan tol, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya B.

(2) Tingkat pelayanan yang diinginkan pada ruas jalan pada sistem jaringan jalan

sekunder sesuai fungsinya untuk:

a. jalan arteri sekunder, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya C;

b. jalan kolektor sekunder, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya C;

c. jalan lokal sekunder, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya D;

d. jalan lingkungan, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya D.

Tabel 2. 5 Kriteria Tingkat Pelayanan pada Persimpangan Bersinyal

Tingkat Pelayanan Tundaan Henti Tiap Kendaraan (detik)

A

Sumber : Highway Capacity Manual, 1985

2.5 ANALISA KELAYAKAN

Menurut Woodhead, dkk buku terjemahan (1992-1994), penelitian kelayakan

(35)

masalah itu sesuai, dapat diterima, dan dapat dicapai. Aspek-aspek ini sangat penting

karena keputusan implementasi umumnya dikaitkan dengan kelayakan sistem atau

proyek yang diusulkan. Sedangkan dalam implementasinya yang dianalisis adalah

kelayakan dari suatu proyek.

Hasil dari studi/analisa kelayakan adalah rekomendasi mengenai perlu

tidaknya proyek yang dikaji untuk dilanjutkan pada tahap lebih lanjut. Penilaian

Kelayakan dibedakan menjadi 5 macam yaitu :

1. Kelayakan Perekayasaan (Engineering Feasibility) mengharuskan agar sistem

mampu mejalankan fungsi yang harus dikehendaki. Prosedur analisis

perancangan ini seperti yang diuraikan buku-buku pegangan standar tentang

perekayasaan dapat digunakan menunjukkan kemampuan sistem yang

diusulkan dalam menjalankan fungsinya.

2. Kelayakan Ekonomi (Economiy Feasibility) jika nilai total dari manfaat yang

dihasilkan sistem tersebut melebihi biaya yang ditimbulkan. Kelayakan

ekonomi tergantung pada kelayakan perekayasaan karena suatu sistem harus

mampu menghasilkan keluaran yang dihasilkan guna menghasilkan manfaat.

3. Kelayakan Keuangan (Finance Feasibility) dapat atau mungkin pula tidak

berkaitan dengan kelayakan ekonomi. Pemilik proyek harus mempunyai dana

yang cukup untuk membiayai pemasangan dan pengoperasian sistem, sebelum

sistem tersebut dinyatakan layak secara keuangan.

4. Kelayakan Lingkungan (Environment Feasibility) mencakup penilaian

konsekuensi-konsekuensi lingkungan dan sistem yang diusulkan. Karena

meningkatnya perhatian masyarakat terhadap pengaruh jangka pendek dan

(36)

sebagian besar sistem perekayasaan yang berukuran apapun mengharuskan

penelaahan ini menghasilkan apa yang dikenal dengan perumusan dampak

lingkungan.

5. Kelayakan Politik dan Sosial (Politics and Social Feasibility) terjamin jika

persetujuan politik yang diperlukan dapat diperoleh dan jika pemakai sistem

potensial beraksi secara positif terhadap penerapan sistem. Setiap sistem harus

dikaji ulang pada berbagai tahap perencanaan. Biasanya dukungan politik

diperoleh setelah pembuktian kelayakan perekayasaan dan ekonomi

dikemukakan.

Pada analisa kelayakan data primer dan data sekunder dikumpulkan secara

lengkap sehingga analisis teknis, ekonomi, sosial dan lingkungan dapat dilakukan

lebih detail. Dari studi ini dianalisis secara lebih rinci beberapa alternatif model

desain yang ada.

Ada beberapa kriteria tentang hal-hal yang memerlukan analisa kelayakan

yaitu:

b. Menggunakan dana publik yang cukup besar

c. Mempunyai sifat ketidakpastian dan resiko cukup tinggi

d. Memiliki indikasi kelayakan yang tinggi, dan lain-lain

Fungsi kegiatan analisa kelayakan adalah untuk menilai tingkat kelayakan

alternatif solusi yang ada dan untuk menajamkan analisis kelayakan bagi satu atau

lebih alternatif solusi yang unggul. Maksud dari suatu analisa kelayakan proyek

(37)

dilaksanakan, sedemikian agar sumber daya yang terbatas dapat dialokasikan secara

tepat, efisien, efektif.

Sedangkan tujuan analisa kelayakan proyek adalah dalam skala yang luas,

dengan terbatasnya sumber-sumber yang tersedia pemilihan antara berbagai macam

proyek dapat dilakukan, sedemikian sehingga hanya proyek-proyek yang benar-benar

layak saja yang terpilih.

2.5.1. Pendekatan Analisis Kegiatan Studi Kelayakan

Metode pendekatan yang digunakan dalam studi kelayakan ada 2 cara yaitu:

a. Metode before and after project

b. Metode with and without project

Metode yang lazim digunakan adalah metode with and without project.

Dalam hal ini digunakan metode pendekatan pembandingan kondisi dengan proyek

(with project) dan tanpa proyek (without project), dan atas dasar pendekatan

kebijakan publik atau pendekatan economic analysis.

Untuk Tugas Akhir ini, metode with and without project terletak pada analisa

kelayakan Simpang Sei Sikambing tanpa proyek yaitu tidak melakukan apapun

terhadap Simpang Sei Sikambing dan analisa kelayakan dengan proyek yaitu dengan

menganalisa adanya proyek simpang tak bersinyal, simpang bersinyal dan

pembangunan jalan layang (fly over) di Simpang Sei Sikambing.

Pendekatan dengan proyek diasumsikan sebagai suatu kondisi, di mana

diperlukan suatu investasi yang besar, yang dilaksanakan untuk meningkatkan

kinerja simpang. Sedangkan untuk pendekatan tanpa proyek diasumsikan sebagai

(38)

kinerja simpang, kecuali untuk mempertahankan fungsi pelayanan simpang, yaitu

pemeliharaan rutin dan pemeliharaan berkala.

2.5.2. Aspek yang Ditinjau

Ada beberapa aspek yang ditinjau dalam kegiatan suatu studi kelayakan

meliputi:

a. Aspek teknis

b. Aspek lingkungan dan keselamatan

c. Aspek ekonomi

d. Aspek lain-lain

a. Aspek Teknis

1. Lalu Lintas

a. Untuk evaluasi manfaat ekonomi perlu diketahui besarnya volume lalu lintas

sekarang dan prakiraan lalu lintas masa depan.

b. Pertumbuhan lalu lintas dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi,

pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan kepemilikan kendaraan. Prakiraan

pertumbuhan lalu lintas merupakan kombinasi dari pertumbuhan normal

dengan satu atau lebih jenis pertumbuhan lainnya.

c. Analisis lalu lintas menghasilkan LHR, yang merupakan lalu lintas harian

rata-rata.yang diperoleh dari pencacahan lalu lintas selama beberapa hari

penuh.

d. Karakteristik dari volume jam sibuk pada hari sibuk diawali dengan suatu

(39)

arus lalu lintas di wilayah studi dan besarnya resiko yang diambil untuk

terlampauinya prakiraan pertumbuhan lalu lintas.

2. Geometrik

Jenis persimpangan jalan dan metode pengendaliannya ditetapkan sesuai

dengan hirarki jalan dan volume lalu lintas yang melewatinya. Jenis pengendalian

persimpangan dapat berupa pengendalian tanpa rambu, dengan rambu hak utama,

dengan alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL), dengan jalan layang (fly over)

dan underpass, atau dengan persimpangan tak sebidang lainnya.

b. Aspek Lingkungan dan Keselamatan

Hal-hal yang mungkin timbul yang dapat mempengaruhi kondisi lingkungan

harus dianalisis lebih dalam mengenai dampak terhadap lingkungan.

Alternatif solusi yang terpilih diharapkan dapat meningkatkan keselamatan

lalu lintas. Biaya kecelakaan lalu lintas merupakan komponen dari biaya proyek

seumur rencana, pengurangan biaya kecelakaan akan menjadi manfaat dari

peningkatan simpang. Biaya kecelakaan dihitung sebagai hasil perkalian jumlah

kecelakaan dengan biaya satuan kecelakaan, menurut klasifikasi dari kecelakaan.

c. Aspek Ekonomi

Biaya-biaya yang tidak diperhitungkan sebagai komponen biaya dalam

analisis ekonomi, yaitu:

1. Selisih total biaya operasi kendaraan antara kondisi dengan proyek dan kondisi

tanpa adanya proyek diperhitungkan sebagai manfaat.

2. Biaya kecelakaan lalu lintas berhubungan langsung dengan lalu lintas yang

melewati simpang. Penurunan biaya kecelakaan, yang menggambarkan

(40)

d. Aspek Lain-lain

Aspek lain-lain meliputi aspek non ekonomi yang dapat mempengaruhi

kelayakan suatu produk secara keseluruhan. Aspek-aspek ini dapat

diperhitungkan pada waktu menentukan rekomendasi akhir dari studi ini melalui

suatu metode multi kriteria.

Untuk Tugas Akhir ini, kelayakan yang ditinjau hanya kelayakan terhadap

aspek teknis saja, yaitu menganalisi karakteristik dari volume jam-jam puncak untuk

kondisi eksiting dan kondisi perkiraan umur rencana yang akan datang dengan

berdasarkan pertumbuhan lalu lintas yang terjadi.

2.6 LITERATUR REVIEW

Adapun beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini

adalah:

1. Kajian Arus Jenuh pada Simpang Bersinyal di Kota Malang Bagian Selatan, (Hendi Bowoputro, M. Zainul Arifin, Ludfi Djakfar, Rahayu Kusumaningrum, 2014).

Penelitian ini bertujuan untuk mencari arus jenuh dasar pada kaki

simpang dengan survei menggunakan kamera video pada 11 lokasi simpang

bersinyal yang mencakup 40 kaki simpang bersinyal. Metodologi pengerjaan

dilakukan dengan cara time slice diperoleh nilai arus jenuh interval rata-rata

(Srata-rata) pada seluruh kaki simpang serta metodologi kajian arus jenuh dasar.

Pengerjaan nilai arus jenuh dasar didasarkan pada MKJI 1997.

2. Evaluasi Kinerja Simpang Bersinyal (Studi Kasus: Jl. Ir. H. Juanda-Jl. Imam

(41)

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian simpang empat bersinyal

dengan mencari kinerja persimpangan menggunakan MKJI 1997 dan HCM

2000. Metode survey yang dilakukan dengan cara manual (hand counter).

Perhitungan panjang antrian menggunakan gelombang kejut (shock wave).

Hasil akhir yang diperoleh adalah tingkat pelayanan setiap kaki simpang

sebagai kinerja persimpangan tersebut.

3. Analisis Kinerja Simpang Bersinyal (Studi Kasus: Jalan Teuku Umar

Barat-Jalan Gunung Salak),(A. A.N. A Jaya Wikrama, 2011).

Penelitian ini mencari kinerja simpang dengan parameter sebagai

berikut: kapasitas, derajat kejenuhan, panjang antrian, kendaraan terhenti dan

tundaan setelah itu dicari nilai tinkat pelayanan menurut HCM 2000. Pada

metodologi penelitian, pemecahan masalah yang dilakukan adalah dengan

cara: Resetting APILL multi program, Resetting APILL multi program

dengan kombinasi pelebaran geometrik dan Resetting APILL multi program

dengan kombinasi perubahan arah lalu lintas.

4. Evaluasi dan Penanganan Simpang Empat Bersinyal Menggunakan Manual

Kapasitas Jalan Indonesia, (Taufikkurrahman, 2011).

Penelitian dilakukan pada simpang empat bersinyal dengan

metodologi MJKI. Pengananan yang dilakukan pada permasalahan adalah

dengan optimalisasi waktu siklus, perbaikan geometrik persimpangan dengan

(42)

5. Kinerja Lalu Lintas Persimpangan Lengan Empat Bersignal (Studi Kasus:

Persimpangan Jalan Walanda Maramis Manado), (Gland Y.B. Lumintang,

2013)

Penelitian dilakukan pada simpang empat bersinyal. Metodologi yang

dilakukan adalah survey manual dan pengamatan langsung di lapangan.

Pengerjaan data berdasarkan MKJI 1997 dan tingkat pelayanan jalan

diperoleh dari HCM 1985. Penanganan yang disarankan penelitia adalah

dengan mengatur ulang lampu lalu lintas dan melebarkan kaki persimpangan.

6. Analisa Kelayakan Teknis Pembangunan Jalan Layang (Fly Over)

Jatingaleh, (Puji Iswoyo, Slamet Subagya, 2006)

Penelitian dilakukan pada jalan layang rencana dengan melewati satu

simpang bersinyal dan satu simpang tidak bersinyal. Metodologi

penelitian dilakukan dengan cara survey manual pada pos-pos yang

ditentukan peneliti. Analisis simpang diolah berdasarkan MKJI 1997, dan

dilakukan analisis biaya operasional kendaraan (BOK) menggunakan PCI

(Non-Tol Road) didasarkan kecepatan tempuh. Selanjutnya analisis

kelayakan yang ditinjau berdasarkan aspek teknis yaitu kapasitas lalu

lintas serta efektifitasnya dengan memperhatikan kondisi geometrik,

keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan, masalah lingkungan dan

disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, sehingga

perencanaan yang dibuat dapat sejalan dengan program pengembangan

Gambar

Gambar 2. 1 Siklus Tata-guna Lahan/Transportasi
Gambar 2. 2 Arus memisah
Gambar 2. 3 Arus menggabung
Gambar 2. 5 Arus menyilang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tidak seimbangnya jumlah arus lalulintas dengan lebar efektif jalan, rendahnya tingkat pelayanan, maupun pendeknya waktu hijau akan menyebabkan tundaan serta antrian lalulintas

Mansyur depan BNI USU adalah perubahan tata guna lahan, saluran drainase tidak terkoneksi dengan baik, penyerobotan lahan umum, bantaran sungai, saluran drainase jalan raya,

Keadaan tersebut terjadi karena sering kali kendaraan yang keluar dari lahan parkir Gumaya Tower Hotel kembali lagi masuk dengan melalui ruas Jalan Gajah Mada

Keadaan tersebut terjadi karena sering kali kendaraan yang keluar dari lahan parkir Gumaya Tower Hotel kembali lagi masuk dengan melalui ruas Jalan Gajah Mada

hanya terbatas pada arus LALU LINTAS JALAN RAYA saja, yakni tidak hanya memikirkan bagaimana memindahkan manusia dan barang dari satu tempat ke tempat lainnya.. MELAINKAN

- Karena adanya proyek pembangunan The Manhattan Mall and Condominium disisi ruas persimpangan Jalan Gatot Subroto Sisi Barat ke arah Binjai dan ruas jalan yang terlalu

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,