• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tekstual Dan Musikal Nangen Nandorbin Pada Masyarakat Pakpak Di Desa Sukaramai Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Tekstual Dan Musikal Nangen Nandorbin Pada Masyarakat Pakpak Di Desa Sukaramai Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia dalam rangka menjalani kehidupannya di dunia ini, menghasilkan

dan berdasarkan kepada kebudayaan. Budaya ini menjadi identitas seseorang dan

sekelompok orang yang menggunakan dan memilikinya. Kebudayaan tersebut

muncul untuk memenuhi kebutuhan hidup dan dalam rangka menjaga

kesinambungan generasi yang diturunkan. Kebudayaan ini memainkan peran

penting terhadap perilaku manusia dan benda-benda hasil kreativitas mereka.

Kebudayaan juga mengatur siklus atau daur hidup manusia sejak dari janin, lahir,

anak-anak, pubertas, dewasa, tua, sampai meninggal dunia. Demikian juga yang

terjadi di dalam kebudayaan masyarakat Pakpak Bharat, yang wilayah

kebudayaannya mencakup Provinsi Sumatera Utara dan Aceh. Salah satu ekspresi

kebudayaan adalah kesenian.

Dalam kebudayaan masyarakat Pakpak Bharat dikenal berbagai jenis seni,

seperti seni rupa, musik (genderang), tari (tatak), dan seterusnya. Mereka

memiliki musik vokal yang disebut nangen, yang terdiri dari beberapa jenis,

seperti nangen mendedah (menidurkan anak), nangen merkemenjen (nyanyian

sambil menyadap kemenyan), nangen nandorbin (nyanyian nasihat), tangis berru

sijahe, dan lain-lainnya.

Nangen nandorbin adalah nyanyian ungkapan hati seorang ibu untuk putri

tercinta. Nyanyian ini adalah berupa ekspresi kebahagiaan yang bersifat mendidik

(2)

2

yang akan melamarnya, sehingga putrinya menjadi bahan sorotan kepada ibu-ibu

serta orang tua yang ada di masyarakat Pakpak, untuk menjadikan putri yang

terdidik dan telaten tersebut menjadi menantu nya.

Teks yang disajikan merupakan ungkapan perasaan dari si penyaji, yang

strukturnya menggunakan unsur-unsur pantun tradisional Pakpak-Dairi dan

Pakpak Bharat, yang di dalamnya ada bait yang umumnya terdiri dari empat baris,

juga ada sampiran, isi, rima (persajakan), serta yang tidak kalah pentingnya unsur

musikal dalam penyajiannya. Oleh karena itu, kata-kata yang diucapkan tidak

boleh sembarangan atau tidak seperti bahasa sehari-hari tetapi ada aturan

tersendiri dalam penyampaian kata-kata tersebut. Misalnya, jika seorang ibu

menyanyikan nangen nandorbin untuk putrinya, maka pada waktu anaknya

mengiyakan perkataan ibunya, maka ia tidak boleh langsung menggunakan kata

ibu (bahasa Pakpak: inang), tetapi ditambah dengan kata inang ni beruna. Jika ibu

yang menyanyikan juga tidak bisa mengatakan langsung kepada putrinya atau

anak perempuannya ucapan anak perempuan (bahasa Pakpak berru) maka ketika

ibunya menyanyikan dengan menggunakan kata berru maka diganti dengan tendi

ni inangna. Dengan demikian, ada aturan-aturan tertentu dalam penyampaian

kata-kata. Sedangkan untuk irama, ada suatu dinamika (tinggi rendah) dalam

menyanyikannya pada setiap kata-kata tertentu.

Mengingat pentingnya nangen nandorbin ini, maka dahulu seorang gadis

disarankan untuk belajar menyajikan nyanyian ini kepada orang yang pandai

menyajikannya. Biasanya kepada kaum ibu-ibu yang sudah lanjut usia. Tujuannya

adalah untuk melestarikan kebudayaan dan sebagai sarana ekspresi nilai-nilai

(3)

3

setiap orang khususnya keluarga dekat, apabila ingin menyajikan nyanyian ini

kepada putrinya harus sesuai konteks. Jika orang yang menasehati putrinya tidak

menggunakan nangen nandorbin ini, maka mereka dianggap tidak sayang dan

tidak perduli kepada putrinya. Hal ini merupakan suatu tradisi pada masyarakat

Pakpak ketika menasehati putrinya.

Nangen nandorbin ini juga bisa dikatakan sebagai sarana komunikasi untuk

memberitahukan atau sebagai tanda bahwa ada seorang putri yang telah bersedia

di pinang oleh siapapun, dan apabila yang sudah di nasehati dengan nangen

nandorbin sudah menjadi pilihan terhadap orang -orang di sekitarnya. Dengan

mendengar nyanyian tersebut, maka secara otomatis orang-orang di sekitarnya

akan mengetahui bahwa ada orang yang telah bersedia di pinang di sekitarnya.

Dalam kebudayaan masyarakat Pakpak Bharat nangen nandorbin ini tidak

pernah disajikan oleh kaum pria. Hal ini memang tidak pernah berlaku pada

masyarakat itu sendiri. Untuk menyajikan nangen nandorbin ini memang

merupakan tugas dari kaum wanita. Menurut penjelasan para informan tidak

pernah ditemukan kaum pria yang menyajikan nangen nandorbin tersebut, karena

merupakan hal yang dianggap tabu bagi masyarakat Pakpak jika ada kaum pria

yang menyajikan nangen nandorbin ini.

Tetapi setelah tahun 60-an nangen nandorbin telah digabungkan dengan alat

musik, seperti kalondang, kecapi, lobat, taratoa yang dimainkan oleh pria, karena

ketika mendengar nangen tersebut kaum pria langsung menirukan langsung

kepada alat musik yang ada tersebut, sehingga disebut lah musik nangen.

Pada awalnya penulis berpikir bahwa teks atau lirik yang diungkapkan

(4)

4

penjodohan putrinya tersebut saja, misalnya kelebihan-kelebihannya,

sifat-sifatnya, serta pengalaman ibunya selama bersama putri tersebut. Namun setelah

dikaji lebih mendalam, dalam kenyataannya setelah meneliti lebih lanjut ternyata

teks yang diungkapkan penyaji tidak hanya itu saja, melainkan bercerita tentang

pengalaman atau kegigihan seorang putri tersebut untuk menjalani hidup dan

mampu berbagi suka maupun duka kepada keluarga yang akan meminang nya.

Pada waktu menasehati putrinya tersebut, maka penyaji mengungkapkan segala

pesan-pesan penting di dalam kehidupannya. Dalam hal ini ada istilah: “Sada

nandorbin ko buluh i bernoh idi nandorbin nandorbin,” artinya “Serumpun

bambu yang di lembah sangat bagus digunakan untuk apa saja.” Jadi putri

tersebut diibaratkan tumbuhan bambu di antara rumpun tersebut terdapat satu

yang betul-betul bagus dan dapat dipergunakan, karena pada zaman dahulu hingga

saat ini tumbuhan bambu adalah tumbuhan yang serbaguna dan multifungsi. Jadi,

melalui nangen nandorbin ini di lingkungan Pakpak Bharat semakin menyadari

bahwa seorang putri tersebut menjadi putri terbaik dan dapat menjadi penyejuk

kepada keluarga yang akan melamarnya.

Dengan melihat fakta sosial dan budaya seperti diurai di atas, maka dalam

tulisan ini penulis akan membahas tentang keberadaan nangen nandorbin dari dua

sudut pandang utama yaitu: (a) tekstual dan (b) musikal yang merupakan salah

satu musik vokal yang terdapat pada masyarakat Pakpak Bharat di Desa

Sukaramai, Pakpak Bharat, yang disajikan dalam konteks pendidikan dan nasihat,

dan secara umum nangen nandorbin semakin berkembang dan dipopulerkan

(5)

5

Nangen nandorbin adalah nyanyian nasihat mendidik putrinya agar menjadi

wanita terbaik, untuk dapat menjadi menantu terbaik bagi masyarakat Pakpak.

Disajikan pada saat si putri tersebut masih berada di hadapan ibunya. Teks nya

berisi hal-hal perilaku yang paling berkesan untuk di pelajari oleh putrinya kelak

di dalam hidupnya, kebaikan dan kelebihan-kelebihannya, serta kemungkinan

kesukaran hidup yang akan dihadapi putrinya. Melalui nangen ini pula,

orang-orang yang mendengar dapat lebih mengetahui dan mengenal sifat-sifat dari orang-orang

yang dinasehati tersebut. Melalui nangen ini para orang tua yang ada dalam

masyarakat Pakpak merasa tertarik dan menaruh perhatian kepada putri yang telah

terdidik tersebut. Kilas baliknya seorang ibu menyanyikan nangen nandorbin

tersebut karena sudah ingin menimang cucu, dan sudah memantapkan bahwa usia

putrinya sudah siap untuk dipinang orang.

Pada awalnya Nangen nandorbin adalah nyanyian logogenik yang

mengutamakan teks dari pada musik, tetapi banyak perubahan di era sekarang ini

bahwa nangen sudah berhubungan dengan musik, bahkan sekarang musik lebih

diutamakan dari pada teks.1 Wawancara dengan Bapak Atur Pandapotan Solin,

Januari 2015 di Desa Sukaramai, Pakpak Bharat. Dengan melihat uraian dari

bapak tersebut menggambarkan kepada kita bahwa menyajikan nangen nandorbin

adalah sebuah aktivitas total dari penyajinya yang dilatarbelakangi oleh

(6)

6

kebudayaan. Ini juga memberikan gambaran tentang begitu pentingnya

keberadaan nangen nandorbin di dalam kebudayaan Pakpak Bharat.

Melodi disajikan secara strofik, yaitu teksnya berubah-ubah tetapi

melodinya sama atau hampir sama (Naiborhu, 2004:150). Sesuai dengan

perjalanan waktu dalam konteks kebudayaan Pakpak, maka institusi adat nangen

nandorbin ini, mengalami perubahan-perubahan. Di antara penyebab perubahan

itu adalah berkembang pesatnya kemajuan tekhnologi, juga agama yang datang ke

dalam kehidupan masyarakat Pakpak Bharat. Jika melihat keberadaannya saat ini,

nyanyian ini mengalami penurunan pembelajarannya kepada generasi muda.

Walaupun secara agama “dilarang,” namun secara kultural tetap dilaksanakan dan

menjadi suatu kebiasaan atau tradisi yang turun-temurun dilaksanakan.

Di dalam tulisan Lothar Screiner dikatakan bagaimana hubungan adat dan

agama. Segala sesuatu yang mempunyai kebiasaan, baik golongan maupun

perorangan, itu mempunyai suatu adat. Juga kecenderungan-kecenderungan yang

merupakan kebiasaan yang tidak disadari, bahkan naluri-naluri, orang sebutkan

sebagai adat. Oleh karena itu, adat merangkum semua lapangan kehidupan,

agama, dan peradilan, hubungan-hubungan keluarga, kehidupan, dan kematian.

Adat dan agama janganlah dianggap sebagai dua hal yang berdiri satu di samping

yang lain dan saling terikat. Selain itu, jangan pula orang menganggap bahwa

agama berada di atas adat. Tetapi adat itu harus dipahami sebagai keberagaman

totaliter dari manusia yang diliputi oleh tradisi mitisnya. Sifat khas keberagaman

ini terdapat dalam dijaminnya keselamatan melalui kesetiaan yang kokoh kepada

(7)

7

secara menyeluruh, yang diperlukan untuk memberlakukan peristiwa keselamatan

dari zaman purbakala.

Selain faktor agama, faktor lain yang menyebabkan memudarnya nyanyian

ini adalah masyarakat Pakpak yang menganggap hal tersebut merupakan tradisi

yang tidak perlu lagi dilestarikan, seiring dengan perkembangan tekhnologi yang

sudah semakin maju, maka nyanyian ini, tidak mendapat perhatian lagi. Dengan

memperhatikan hal-hal di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut

dalam bentuk karya ilmiah dengan pendekatan etnomusikologis.

Etnomusikologi adalah sebuah ilmu yang mengkaji musik dalam konteks

kebudayaan. Karena nangen nandorbin ini adalah ilmu yang dimana di dalamnya

ada kajian musik di dalam konteks kebudayaan, seperti yang didefinisikan oleh

Merriam, sebagai berikut.

(8)

8

have been devoted to technical analysis of music sound (Merriam 1964:3-4).2

Apa yang dikemukakan oleh Merriam seperti kutipan di atas, bahwa para

pakar atau ahli etnomusikologi membawa dirinya sendiri kepada benih-benih

pembagian ilmu, yaitu musikologi dan antropologi. Selanjutnya dalam

memfusikan kedua disiplin ini, maka dalam etnomusikologi akan menimbulkan

kemungkinan-kemungkinan masalah besar dalam rangka mencampur kedua

disiplin itu, tentu saja setiap etnomusikolog akan berada dalam fokus keahlian

ilmu pada salah satu bidangnya saja, tetapi tetap mengandung kedua disiplin

tersebut.

Sifat dualisme lapangan studi etnomusikologi ini, dapat ditandai dari

bahan-bahan bacaan yang dihasilkannya. Katakanlah seorang sarjana

etnomusikologi menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu

sistem tersendiri. Di lain sisi, sedangkan sarjana lain memilih untuk

memperlakukan musik sebagai suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia,

dan sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan. Di dalam masa

yang sama, beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh para pakar

antropologi Amerika, yang cenderung untuk mengasumsikan kembali suatu

reaksi terhadap aliran-aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi,

dimulai dengan melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya. Dalam

kerja yang seperti ini, penekanan etnologis yang dilakukan para sarjana ini lebih

(9)

9

luas dibanding dengan kajian struktur komponen suara musik sebagai suatu

bagian dari permainan musik dalam kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam

organisasi sosial dan kebudayaan manusia yang lebih luas.

Hal tersebut telah disarankan secara bertahap oleh Bruno Nettl yaitu

terdapat kemungkinan karakteristik "aliran-aliran" etnomusikologi di Jerman

dan Amerika, yang sebenarnya tidak persis sama. Mereka melakukan studi

etnomusikologi ini, tidak begitu berbeda, baik dalam geografi, teori, metode,

pendekatan, atau penekanannya. Beberapa studi provokatif awalnya dilakukan

oleh para sarjana Jerman. Mereka memecahkan masalah-masalah yang bukan

hanya pada semua hal yang berkaitan dengan struktur musik saja. Para sarjana

Amerika telah mempersembahkan teknik analisis suara musik.

Dari kutipan di atas tergambar dengan jelas bahwa etnomusikologi

dibentuk dari dua disiplin ilmu dasar yaitu antropologi dan musikologi.

Walaupun terdapat variasi penekanan bidang yang berbeda dari masing-masing

ahlinya. Namun terdapat persamaan bahwa mereka sama-sama berangkat

dari musik dalam konteks kebudayaannya.

Secara khusus, mengenai beberapa definisi tentang etnomusikologi telah

dikemukakan dan dianalisis oleh para pakar etnomusikologi. Pada tulisan edisi

berbahasa Indonesia, Rizaldi Siagian dari Universitas Sumatera Utara (USU)

Medan, dan Santosa dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta, telah

mengalihbahasakan berbagai definisi etnomusikologi, yang terangkum dalam

buku yang bertajuk Etnomusikologi, tahun 1995, yang diedit oleh Rahayu

Supanggah, terbitan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, yang berkantor pusat

(10)

10

etnomusikologi dari beberapa pakar, menurut kronologi sejarah dimulai oleh

Guido Adler 1885 sampai Elizabeth Hesler tahun 1976.3

Dari semua penujelasan tentang apa itu etnomusikologi, maka dapatlah

ditarik kesimpulan bahwa etnomusikologi adalah sebuah disiplin ilmu

pengetahuan yang merupakan hasil fusi dari antropologi (etnologi) dan

musikologi, yang mengkaji musik baik secara struktural dan juga sebagai

fenomenal sosial dan budaya manusia di seluruh dunia. Para ahlinya (lulusan

sarjana etnomusikologi atau peringkat magister dan doktoral) disebut sebagai

etnomusikolog. Ilmu ini sangat relevan dalam mengkaji musikal dan tekstual

nangen nandorbin dalam kebudayaan masyarakat Pakpak Bharat.

Dengan memperhatikan secara seksama semua latar belakang di atas, maka

dengan demikian kajian ini akan melihat bagaimana struktur tekstual, dan musikal

yang disajikan dalam nangen nandorbin sehingga nyanyian tersebut dapat

mempengaruhi atau membawa orang lain larut dalam suasana bangga yang

mendalam. Maka penulis meneliti lebih lanjut dan membuat ke dalam bentuk

karya ilmiah dengan judul “Analisis Tekstual dan Musikal Nangen Nandorbin

3Buku tersebut ini disunting oleh seorang etnomusikolog dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, yaitu R. Supanggah, diterbitkan tahun 1995, dengan judul ringkas Etnomusikologi. Diterbitkan di Surakarta oleh Yayasan bentang Budaya, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Buku ini merupakan kumpulan enam tulisan oleh empat pakar etnomusikologi (Barat) seperti: Barbara Krader, George List, Alan P. Merriam, dan K.A. Gourlay; yang dialihbahasakan oleh Santosa dan Rizaldi Siagian. Dalam buku ini Alan P. Merriam menulis tiga artikel, yaitu: (a)

“Beberapa Definisi tentang ‘Musikologi Komparatif’ dan ‘Etnomusikologi’: Sebuah Pandangan Historis-Teoretis,” (b) “Meninjau Kembali Disiplin Etnomusikologi,” (c) “Metode dan Teknik

Penelitian dalam Etnomusikologi.” Sementara Barbara Krader menulis artikel yang bertajuk “Etnomusikologi.” Selanjutnya George List menulis artikel “Etnomusikologi: Definisi dalam

Disiplinnya.” Pada akhir tulisan ini K.A. Gourlay menulis artikel yang berjudul “Perumusan Kembali Peran Etnomusikolog di dalam Penelitian.” Buku ini barulah sebagai alihbahasa terhadap

(11)

11

Pada Masyarakat Pakpak di Desa Sukaramai Kecamatan Kerajaan Pakpak

Bharat.” Kiranya tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menambah

wawasan tentang kebudayaan yang terdapat pada masyarakat Pakpak Bharat.

1.2 Pokok Permasalahan

Sesuai dengan judul skripsi ini dan juga fokus perhatian kepada masalah

yang akan diteliti, maka penulis menentukan dua pokok masalah (atau pertanyaan

masalah), yaitu sebagai berikut.

1. Bagaimana struktur dan makna tekstual yang terkandung dalam nangen

nandorbin pada masyarakat Pakpak di Desa Sukaramai Kecamatan Kerajaan

Pakpak Bharat?

2. Bagaimana struktur musikal yang terkandung di dalam nangen nandorbin pada

masyarakat Pakpak di Desa Sukaramai Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat?

Pokok masalah pertama, yaitu akan dijabarkan dengan sejauh apa

makna-makna yang terdapat dalam lirik nangen nandorbin dengan pendekatan kajian

kebudayaan. Kemudian untuk pokok masalah kedua yaitu bagaimana struktur

musikal nangen nandorbin dalam kebudayaan masyarakat Pakpak di Desa

Sukaramai Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat akan diurai dengan unsur

utamanya yaitu melodi yang mencakup tangga nada, wilayah nada, nada dasar,

formula melodi, nada-nada yang digunakan, distribusi interval, pola-pola kadensa,

dan kontur. Dengan fokus pada dua pokok masalah dan unsur-unsur yang akan

dikaji, maka diharapkan dalam penelitian ini akan ditemukan hal-hal baru dalam

(12)

12

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin penulis capai dalam rangka penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana struktur dan makna tekstual yang

terdapat pada nyanyian nangen nandorbin pada masyarakat Pakpak Di desa

Sukaramai Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat.

2. Untuk mengetahui dan memahami struktur musikal yang terkandung di dalam

nyanyian nangen nandorbin pada masyarakat Pakpak Di desa Sukaramai

Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat.

Secara umum tujuan akhir dalam penelitian ini adalah dengan mengetahui

dan memahami struktur dan makna tekstual dan struktur musikal nangen

nandorbin pada masyarakat Pakpak di Desa Sukaramai Kecamatan Kerajaan

Pakpak Bharat memahami manusia Pakpak Bharat yang memiliki budaya nangen

nandorbin sedemikian rupa. Secara etnomusikologi, tujuan akhir menganalisis

musik adalah memahami manusia yang menghasilkan musik sedemikian rupa itu

(lebih jauh lihat Merriam 1964).

1.4 Manfaat Penelitian

Sebagai usaha untuk memperluas informasi mengenai kebudayaan Pakpak,

penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut:

a. Sarana untuk memperluas pengetahuan tentang nangen nandorbin terhadap

kesenian Pakpak Bharat.

b. Bermanfaat bagi pembaca khususnya yang bergelut di bidang disiplin ilmu

etnomusikologi.

(13)

13

d. Sebagai data etnografi yang akan memperkaya khasanah keilmuan tentang

budaya Pakpak Bharat.

1.5 Konsep

Nangen Nandorbin adalah salah satu nyanyian atau musik vokal yang

terdapat pada masyarakat Pakpak yang disajikan dalam konteks kehidupan

sehari-hari. Nangen artinya nyanyian, dan nandorbin artinya putri yang terdidik. Jadi,

nangen nandorbin adalah nyanyian yang disajikan untuk seorang putri yang

terdidik. Nyanyian merupakan bagian dari musik, secara umum musik terbagi atas

tiga bagian yaitu: (1) musik vokal, (2) musik instrumental, dan (3) gabungan

antara instrumental dan vokal. Yang dimaksud dengan musik vokal adalah bunyi

yang dihasilkan oleh alat ujar manusia seperti mulut, bibir, lidah, dan

kerongkongan yang memiliki irama, nada, ritem, dinamik, melodi dan mempunyai

pola-pola serta aturan untuk bunyi tersebut.

Musik vokal dapat juga disebut nyanyian. Hal ini sesuai dengan pendapat

yang dikemukakan Poerwadarminta (1985:680), bahwa nyanyian adalah sesuatu

yang berhubungan dengan suara/bunyi yang berirama yang merupakan alat/media

untuk menyampaikan maksud seseorang atau tanpa iringan musik.. Berdasarkan

uraian di atas maka nangen nandorbin dapat disebut juga sebagai musik vokal

atau nyanyian, karena menghasilkan bunyi yang memiliki irama, nada, dinamik,

dan pola-pola melodi. Analisis dapat diartikan menguraikan atau memilah-milah

suatu hal atau ide ke dalam setiap bagian-bagian sehingga dapat diketahui

bagaimana sifat, perbandingan, fungsi, maupun hubungan dari bagian-bagian

tersebut. Analisis yang penulis maksud disini adalah menguraikan struktur

(14)

14

landasan penelitian ini, tekstual merupakan hal-hal yang berkaitan dengan teks

atau tulisan dari suatu nyanyian. Istilah teks dalam musik vokal berarti syair.

Teks atau syair dari nyanyian tersebut akan menghasilkan suatu makna.

Makna tersebut adalah suatu yang tersirat dibalik bentuk dan aspek isi dari suatu

kata atau teks yang kemudian terbagi menjadi dua bagian, yaitu makna konotatif

dan makna denotatif. Makna konotatif adalah makna kata yang terkandung arti

tambahan sedangkan makna denotatif adalah kata yang tidak mengandung arti

tambahan atau disebut dengan makna sebenarnya (Keraf,1991:25). Istilah musikal

menunjukkan kata sifat yang artinya bersifat musik, memiliki unsur-unsur musik

seperti melodi, tangga nada, modus, dinamika, interval, frasa, serta pola ritem.

1.6 Kerangka Teori

Teori dapat digunakan sebagai landasan kerangka berpikir dalam membahas

permasalahan (Nasution, 1982:126). Dalam tulisan ini yang menjadi pokok

permasalahannya adalah mengetahui unsur-unsur tekstual serta musikal yang

terkandung dalam nangen nandorbin tersebut. Sesuai dengan dua pokok masalah

dalam penelitian ini, yaitu: tekstual, dan musikal, maka dipergunakan juga dua

teori utama. Untuk mengkaji struktur dan makna tekstual digunakan teori

semiotika. Selanjutnya untuk mengkaji struktur musikal yang berupa melodi

nangen nandorbin digunakan teori weighted scale.

1.6.1 Teori Semiotika

Untuk mengkaji struktur dan makna tekstual nangen nandorbin , penulis

menggunakan teori semiotika. Selanjutnya teori ini digunakan dalam usaha untuk

(15)

15

simbol yang membangun sebuah peristiwa seni. Dua tokoh perintis semiotika

adalah Ferdinand de Saussure seorang ahli bahasa dari Swiss dan Charles Sanders

Pierce, seorang filosof dari Amerika Serikat. Saussure melihat bahasa sebagai

sistem yang membuat lambang bahasa itu terdiri dari sebuah imaji bunyi (sound

image) atau signifier yang berhubungan dengan konsep (signified). Setiap bahasa

mempunyai lambang bunyi tersendiri. Peirce juga menginterpretasikan bahasa

sebagai sistem lambang, tetapi terdiri dari tiga bagian yang saling berkaitan: (1)

representatum, (2) pengamat (interpretant), dan (3) objek.

Dalam kajian kesenian berarti kita harus memperhitungkan peranan

seniman pelaku dan penonton sebagai pengamat dari lambang-lambang dan usaha

kita untuk memahami proses pertunjukan atau proses penciptaan. Peirce

membedakan lambang-lambang ke dalam tiga kategori: ikon, indeks, dan simbol.

Apabila lambang itu menyerupai yang dilambangkan seperti foto, maka disebut

ikon. Jika lambang itu menunjukkan akan adanya sesuatu seperti timbulnya asap

akan diikuti api, disebut indeks. Jika lambang tidak menyerupai yang

dilambangkan, seperti burung garuda melambangkan negara Republik Indonesia,

maka disebut dengan simbol.

Semiotika atau semiologi adalah kajian terhadap tanda-tanda (sign) serta

tanda-tanda yang digunakan dalam perilaku manusia. Definisi yang sama pula

dikemukakan oleh salah seorang pendiri teori semiotika, yaitu pakar linguistik

dari Swiss Ferdinand de Sausurre. Menurutnya semiotika adalah kajian mengenai

“kehidupan tanda-tanda dengan masyarakat yang menggunakan tanda-tanda itu.”

Meskipun kata-kata ini telah dipergunakan oleh filosof Inggris abad ke-17

(16)

16

dengan berbagai contoh fenomena yang berbeda dalam berbagai lapangan studi,

baru muncul ke permukaan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, ketika

munculnya karya-karya Sausurre dan karya-karya seorang filosof Amerika

Serikat, Charles Sanders Peirce. Dalam karya awal Peirce di lapangan semiotik

ini, ia menumpukan perhatian kepada pragmatisme dan logika. Ia mendefinisikan

tanda sebagai “sesuatu yang mendukung seseorang untuk sesuatu yang lain.”

Salah satu sumbangannya yang besar bagi semiotika adalah pengkategoriannya

mengenai tanda-tanda ke dalam tiga tipe, yaitu: (a) ikon, yang disejajarkan dengan

referennya (misalnya jalan raya adalah tanda untuk jatuhnya bebatuan); (b) indeks,

yang disamakan dengan referennya (asap adalah tanda adanya api) dan (c) simbol,

yang berkaitan dengan referentnya dengan cara penemuan(seperti dengan

kata-kata atau signal trafik). Ketiga aspek tanda ini penulis pergunakan untuk mengkaji

teks nangen nandorbin.

1.6.2 Teori Weighted Scale

Untuk mengkaji aspek musikal nangen nandorbin yang disajikan secara

melodis, penulis berpedoman kepada teori yang dikemukakan oleh Malm yang

dikenal dengan teori weighted scale. Pada prinsipnya teori weighted scale adalah

teori yang lazim dipergunakan di dalam disiplin etnomusikologi untuk

menganalisisi melodi baik itu berupa musik vokal atau instrumental. Ada delapan

parameter atau kriteria yang perlu diperhatikan dalam menganalisis melodi, yaitu:

(1) tangga nada (scale), (2) nada dasar (pitch center), (3) wilayah nada (range),

(4) jumlah nada (frequency of note), (5) jumlah interval, (6) pola-pola kadensa

(cadencepatterns), (7) formula melodi (melody formula), dan (8) kontur (contour)

(17)

17

Dalam rangka penelitian ini, sebelum menganalisis melodi nangen

nandorbin yang disajikan oleh narasumber penulis, maka terlebih dahulu data

audio ditranskripsi ke dalam notasi balok dengan pendekatan etnomusikologis.

Setelah dapat ditransmisikan ke dalam bentuk notasi yang bentuknya visual,

barulah notasi tersebut dianalisis. Dalam kerja ini juga penulis melakukan

penafsiran-penafsiran.

1.7 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan

menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, karena

pendekatan ini lebih berupa kata-kata secara detail dan bukan berupa

angka-angka. Sejalan dengan itu, Bogdan dan Taylor (dalam Maleong 1988:3),

mengungkapkan bahwa metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

atau perilaku masyarakat yang dapat diamati.

Seperti telah disebutkan diatas bahwa penelitian ini menggunakan format

penelitian deskriptif. Yang dimaksud penelitian dekriptif (descriptive research)

yang biasa juga disebut dengan penelitian taksonomik, dimaksudkan untuk

eksplorasi dan klarifikasi mengenai sesuatu fenomena atau kenyataan sosial,

dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah

dan unit yang diteliti. Jenis pendekatan ini tidak sampai mempersoalkan jalinan

hubungan antarvariabel yang ada. Tidak dimaksudkan untuk menarik generalisasi

yang menjelaskan variabel-variabel anteseden yang menyebabkan sesuatu gejala

(18)

18

penelitian deskriptif, tidak menggunakan dan melakukan pengujian hipotesis,

seperti yang dilakukan pada penelitian dengan format eksplanasi. Berarti tidak

dimaksudkan untuk membangun dan mengembangkan perbendaharaan teori.

Dalam pengolahan dan analisis data , lazimnya menggunakan statistik yang

bersifat deskriptif. Selanjutnya yang dimaksud dengan pendekatan kualitatif

dalam penelitian ini, adalah mengutip pendapat Denzin, et al. (2009:6) yang

menjelaskan bahwa peneliti kualitatif menekankan sifat realitas yang terbangun

secara sosial, hubungan erat antara peneliti dengan subjek yang diteliti, dan

tekanan situasi yang membentuk penelitian. Para peneliti semacam ini

mementingkan sifat penelitian yang sarat nilai. Mereka mencari jawaban atas

pertanyaan-pertanyaan yang menyoroti cara munculnya pengalaman sosial

sekaligus perolehan maknanya.

Penelitian kualitatif merupakan bidang antar-disiplin, lintas-disiplin, dan

kadang-kadang kontradisiplin. Penelitian kualitatif menyentuh humaniora,

ilmuilmu sosial, dan ilmu-ilmu fisik. Penelitian ini teguh dengan sudut pandang

naturalistik sekaligus kukuh dengan pemahaman interpretif mengenai pengalaman

manusia (Nelson, dkk., dalam Denzin dan Lincoln, 2009:5). Adapun teknik

pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah mencakup:

(a) studi kepustakaan, (b) observasi, (c) wawancara, dan (d) kerja laboratorium.

Keempat teknik ini dapat dijabarkan sebagai berikut.

1.7.1 Studi Kepustakaan

Sebelum melakukan kerja lapangan, penulis terlebih dahulu melakukan

(19)

19

pengetahuan dasar tentang objek yang diteliti. Dalam hal ini, penulis

menggunakan referensi berupa buku dan sebagian besar dari beberapa skripsi

yang relevan dengan objek yang diteliti. Selain itu juga buku-buku yang berkait

dengan kebudayaan Pakpak Bharat, tentang siklus hidup manusia terutama ritus

peralihan antara dunia nyata dan kehidupan pernikahan, tentang sistem religi yang

berkaitan dengan pernikahan, dan lain-lain.

Selain itu juga dalam studi kepustakaan ini penulis melakukan survei

terhadap tulisan-tulisan di jejaring sosial internet, terutama yang berkaitan dengan

topik penelitian ini. Di dalamnya terdapat data yang diunggah melalui blok dan

juga laman web. Data-data ini membantu memahami latar belakang kajian

terhadap nangen nandorbin sebagai prilaku sosial, budaya, dan musikal.

1.7.2 Observasi

Teknik pengumpulan data dengan observasi adalah metode yang

digunakan dengan menggunakan pengamatan dan pengindraan untuk

menghimpun data penelitian. Menurut Bungin (2007:115), metode observasi

merupakan kerja pancaindera mata serta dibantu dengan pancaindera lainnya.

Dalam meneliti nyanyian ini, penulis meneliti langsung ke lapangan. Sebelum

melakukan penelitian penulis melakukan pengamatan lokasi, tempat penelitian

serta mencari beberapa narasumber yang betul-betul menguasai nangen nandorbin

tersebut, setelah melakukan observasi maka penulis dapat melakukan penelitian.

Adapun lokasi penelitian ini adalah di desa Sukaramai, kecamatan Kerajaan,

Kabupaten Pakpak Bharat. Penulis tinggal selama beberapa hari disana untuk

(20)

20

1.7.3 Wawancara

Salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah dengan

teknik wawancara. Adapun teknik wawancara yang penulis lakukan adalah

wawancara berfokus (focus interview) yaitu membuat pertanyaan yang berpusat

terhadap pokok permasalahan. Selain itu juga melakukan wawancara bebas (free

interview) yaitu pertanyaan yang tidak hanya berfokus pada pokok permasalahan

saja tetapi pertanyaan berkembang ke pokok permasalahan lainnya yang bertujuan

untuk memperoleh data lainnya namun tidak menyimpang dari pokok

permasalahan (Koentjaraningrat, 1985:139). Dengan melakukan teknik

wawancara tersebut, maka penulis mendapatkan banyak informasi tentang objek

yang diteliti. Dalam hal ini, penulis melakukan wawancara terhadap beberapa

informan yaitu: bapak Atur Pandapotan Solin. Wawancara dilakukan dengan

menggunakan bahasa Pakpak Bharat dan selanjutnya diterjemahkan oleh penulis

sendiri, karena penulis adalah keturunan Pakpak Asli dari ibu penulis sehingga

penulis tidak mengalami kesulitan dalam berbahasa Pakpak di Desa Sukaramai.

1.7.4 Kerja Laboratorium

Keseluruhan data yang diperoleh penulis dari berbagai sumber yaitu hasil

pengamatan di lapangan, hasil wawancara selanjutnya akan ditelaah dan diolah

dalam kerja laboratorium. Penulis juga akan menstranskripsikan musik tersebut.

Transkripsi dilakukan dengan menggunakan notasi balok dengan bantuan

perangkat lunak program sibellius agar memperjelas kualitas notasi balok di

dalam tulisan ini. Hasilnya dapat dilihat dalam Bab IV skripsi ini. Langkah

berikutnya adalah menganalisis aspek melodinya. Untuk melengkapi analisis

(21)

21

Setelah melakukan kerja laboratorium, maka penulis membuatnya ke dalam

sebuah tulisan ilmiah berbentuk skripsi sesuai dengan teknik-teknik penulisan

karya ilmiah yang berlaku di Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu

Budaya, Universitas Sumatera Utara di Medan. Sesuai dengan pendekatan di

bidang etnomusikologi, maka dalam menganalisis nangen nandorbin dengan dua

fokus pokok masalah yaitu: tekstual dan musikal maka perlu dilihat dalam

konteks multidisiplin ilmu.

Dalam kaitannya dengan studi multidisiplin tersebut di atas, maka untuk

menganalisis dan mengkaji bidang tekstual nangen nandorbin diperlukan

melihatnya dalam multidisiplin seperti melihatnya dari aspek sastra, linguistik,

dan semiotika namun dengan tekanan utama pada etnomusikologi. Demikian pula

dalam mengkaji musikal perlu dilihat melalui musikologi dan prosodi.

Musikologi berkait erat dengan aspek-aspek seperti: melodi dan ritme. Melodi

sendiri tersdiri dari berbagai unsurnya seperti: tangga nada (scale), wilayah nada,

nada dasar, interval dan distribusinya, nada-nada ang digunakan, motif, frase,

bentuk melodi, formula melodi, kontur, dan sejenisnya. Demikian juga dalam

aspek ritme (waktu) musik tersebut disusun oleh beberapa unsurnya seperti: meter

atau metrum, motif dan frase ritme, cepat dan lambatnya lagu disajikan,

aksentuasi, siklus kolotomik, poliritme (hemiola), dan lain-lainnya.

Dengan demikian, tulisan ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca dan

Referensi

Dokumen terkait

Perangkat Desa yang diangkat berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 56, Tambahan

[r]

7) Pengesahan fotokopi ijazah/STTB, syahadah dari satuan pendidikan yang terakreditasi, sertifikat, dan surat keterangan lain yang menerangkan kelulusan dari

Sangat diperlukan untuk mencapai kantor alur kerja teknologi digital, yang2. sekarang lebih populer sistem e-mail berbasis pada teknologi alur kerja,

Dengan diumumkannya PEMENANG kepada peserta lelang diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan, apabila masih terdapat kesalahan di dalam penetapan pemenang

[r]

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan Daerah Kementerian Keuangan Provinsi Jawa Barat melaksanakan Pelelangan Pekerjaan Jasa Konsultansi Pengawas pekerjaan renovasi

Adapun masa sanggah dilaksanakan mulai hari Selasa, 07 Juli 2015 sampai dengan hari Kamis, 9 Juli 2015, sanggahan dapat disampaikan kepada Ketua Pokja Pelelangan Sederhana