BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Malaria sebagai salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat, berdampak kepada penurunan kualitas sumber daya manusia
yang dapat menimbulkan berbagai masalah sosial, ekonomi, bahkan berpengaruh
terhadap ketahanan nasional, resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu
dengan malaria. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, program pemberantasan
malaria mengeluarkan kebijakan program meliputi beberapa kegiatan terpadu, yaitu
diagnosa dini dan pengobatan tepat, serta pemantauan, pencegahan dan
penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria secara cepat dan tepat.
Berdasarkan konsep Blum, perilaku dan lingkungan merupakan faktor yang cukup
dominan dalam mempengaruhi status kesehatan seseorang (Kemenkes RI, 2011).
Angka kesakitan malaria yang tercatat dalam Indikator Annual Parasite
Incidence (API) di Dinkes Kab. Deli Serdang tahun 2013 yakni 0,017 per 1000 penduduk (16 kasus positif ) sedangkan malaria klinis sebesar 7.117 kasus, dimana
terjadi penurunan pada tahun 2012 yakni API 0,02 per 1000 penduduk (16 kasus
positif) dengan angka malaria klinis sebesar 15.700 kasus dan terjadi peningkatan
pada tahun 2011 yakni API 0,2 per 1000 penduduk (148 kasus positif) malaria klinis
sebesar 30.222 kasus (Bidang P2P Dinkes Kab. Deli Serdang, 2013). Penurunan
angka kesakitan tersebut memerlukan upaya penanggulangan vektor malaria yang
puskesmas. Melalui penyuluhan yang di berikan oleh petugas malaria puskesmas
dalam penerapan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta penyehatan lingkungan
guna menghilangkan tempat perindukan vektor malaria harus dilakukan secara
berkesinambungan dan melibatkan partisipasi masyarakat agar tercipta derajat
kesehatan masyarakat Indonesia yang setinggi-tingginya.
Indonesia sebagai negara tropis termasuk negara yang rawan terhadap
penularan penyakit malaria dan diperkirakan 45 % penduduk Indonesia beresiko
tertular penyakit malaria. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah
manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina.
Infeksi ini dapat menyebabkan anemia dan penurunan produktivitas pada
penderitanya bahkan menyebabkan kematian. Dampak ekonomi disebabkan
kehilangan waktu bekerja, biaya pengobatan sampai terjadinya penurunan tingkat
kecerdasan dan produktivitas kerja, dampak lain adalah menurunnya kunjungan
wisatawan. Penyebaran malaria disebabkan berbagai faktor yang komplek seperti
perubahan lingkungan, vektor, sosial budaya masyarakat, resistensi obat dan akses
pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2011).
Selain TB dan HIV/AIDS, Malaria termasuk dalam bagian komitmen Global
Millenium Development Gools (MDG’s) pada target 6c yaitu : “ mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru malaria dan penyakit utama
lainnya hingga tahun 2015”. Tujuan umum MDG’s yaitu terwujudnya masyarakat
tahun 2030), dengan menurunnya kasus malaria positif (API) dari 2 menjadi 1 per
1.000 penduduk. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, program pemberantasan
malaria mengeluarkan kebijakan program meliputi beberapa kegiatan terpadu, yaitu
diagnosa dini dan pengobatan tepat, serta pemantauan, pencegahan dan
penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria secara dini. Global Malaria
Action Plan (GMAP) menargetkan 80% penduduk terlindungi dari penyakit malaria dan mendapat pengobatan Arthemisinin based Combination Therapy (ACT). Karena
pentingnya penanggulangan malaria, maka beberapa partner internasional salah
satunya Global Fund, memberikan bantuan untuk pengendalian malaria. Pelaksanaan
pengendalian malaria menuju eliminasi dilakukan secara bertahap dari satu pulau atau
beberapa pulau sampai seluruh pulau tercakup guna terwujudnya masyarakat yang
hidup sehat yang terbebas dari penularan malaria sampai tahun 2030
Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan seperti petugas malaria
untuk dapat menjangkau semua penduduk di wilayah kerja menyebabkan cakupan
penemuan dan pengobatan kasus malaria masih rendah dan sering terjadi KLB.
Menurut teori Kurt Lewin (1970), perilaku manusia itu adalah suatu landasan yang
seimbang antara kekuatan pendorong (drivingforces) dan
kekuatan-kekuatan penahanan (restrining forces) (Notoatmodjo, 2007). Untuk mendapatkan
sumber daya manusia yang berkualitas, masyarakat harus bebas dari berbagai
penyakit, termasuk penyakit malaria. Surveilans malaria tidak berfungsi sebagaimana
endemisitas tidak terpantau secara rinci penurunan dan peningkatan disetiap wilayah,
serta informasi selalu terlambat diterima oleh Dinas Kesehatan. Pemerintah
memandang malaria sebagai ancaman terhadap status kesehatan masyarakat terutama
pada rakyat miskin yang hidup pada daerah terpencil. Hal ini tercermin dan
dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor : 5 Tahun 2010 tentang rencana
pembangunan jangka menengah nasional tahun 2010 – 2014 dimana malaria
termasuk penyakit prioritas yang perlu ditanggulangi (Kemenkes RI, 2013).
Eliminasi malaria di daerah yang sudah rendah malarianya akan berhasil bila
penanggulangan dilaksanakan secara intensif yaitu dengan memberikan pelatihan
penyegaran mikroskopis bagi petugas laboratorium puskesmas dalam menegakkan
diagnosis secara mikroskopis/RDT (Rapid Diagnose Test), memberikan pengobatan
yang tepat kepada penderita malaria yaitu dengan pengobatan ACT dan pencegahan
serta pengamatan kasus dan vektor yang intensif dan upaya memutuskan rantai
penularan antara lain dengan penyediaan kelambu yang melindungi 80% penduduk
sasaran dan penyemprotan rumah. Ini perlu didukung dengan komitmen yang kuat
dari pemerintah setempat dan melibatkan masyarakat (Kemenkes RI, 2013).
Terdapat empat tahapan dalam mencapai eliminasi malaria yaitu : tahap
pemberantasan, tahap praeliminasi, tahap eliminasi dan tahap pemeliharaan.
Target API Nasional tahun 2011 adalah 1,75‰, API tahun 2012 adalah 1,5
‰ dan API tahun 2013 adalah 1,25 ‰ (Kemenkes RI, 2014). Kabupaten Deli
Serdang merupakan salah satu kabupaten endemis malaria yang ada di Propinsi
terjadi KLB malaria. Dari hasil observasi pendahuluan di lapangan terhadap data API
di Kabupaten Deli Serdang, yaitu : data API tahun 2011 adalah 0,2 ‰, data API
tahun 2012 adalah 0,02 ‰ dan data API tahun 2013 adalah 0,017 ‰. Berdasarkan
data API tersebut, kasus malaria Kabupaten Deli Serdang mengalami penurunan
tetapi berdasarkan jumlah target konfirmasi kasus malaria yang diperiksa dengan
menggunakan mikroskop/RDT sebesar 29.208 (Dinkes Kab. Deli Serdang, 2013). Di
Kabupaten Deli Serdang ada 12 Puskesmas yang masuk wilayah endemis malaria
sebagai berikut :
Tabel 1.1. Data Persentase Realisasi Jumlah Konfirmasi Kasus Malaria yang diperiksa dengan Menggunakan Mikroskop/RDT di Puskesmas
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013
No Nama
Puskesmas
Jumlah Penduduk
Target Jlh Konfirmasi Kasus Malaria Menggunakan Mikroskop/RDT Realisasi Jlh Konfirmasi Kasus Malaria Menggunakan Mikroskop/RDT % Realisasi
1 Biru-Biru 35.090 1.363 444 33
2 Talun Kenas 31.547 1.225 795 65
3 Galang 38.213 1.484 534 36
4 Dalu Sepuluh 82.440 3.202 608 19
5 Hamp. Perak 99.226 3.854 1.132 29
6 Kota Datar 55.394 2.151 398 18
7 Pematang Johar 22.595 878 483 55
8 Bdr. Khalipah 178.997 6.952 981 14
9 Tanjung Rejo 110.043 4.273 411 10
10 Pantai Labu 44.440 1.726 555 32
11 Karang Anyar 33.295 1.293 463 36
12 Aras Kabu 20.783 807 313 39
Sumber : Bidang P2P Propil Dinas Kesehatan Kab. Deli Serdang Tahun 2013
Dari Tabel 1.1 diatas, dapat diketahui bahwa Puskesmas endemis malaria di
Kabupaten Deli Serdang tidak mencapai target jumlah konfirmasi kasus malaria yang
maupun Pustu/Polindes, dimana target jumlah konfirmasi kasus malaria yang
diperiksan dengan menggunakan mikroskop/RDT di Kabupaten Deli Serdang sebesar
29.208, padahal pada tahun 2011 jumlah konfirmasi kasus malaria yang diperiksa
dengan menggunakan mikroskop/RDT sebesar 30.222 kasus dan kasus malaria positif
sebesar 148, dan terjadi penurunan jumlah konfirmasi kasus malaria yang diperiksa
dengan menggunakan mikroskop/RDT sebesar 15.700 kasus dan kasus malaria positif
sebesar 16 pada tahun 2012 serta terjadi pula penurunan jumlah konfirmasi kasus
malaria yang diperiksa dengan menggunakan mikroskop/RDT sebesar 7.117 kasus,
kasus malaria positif sebesar 16 pada tahun 2013.
Penemuan dan pengobatan kasus malaria merupakan rangkaian kerja dalam
eliminasi malaria yang ada di Indonesia. Sehingga untuk memaksimalkan proses
tersebut pemerintah membentuk petugas khusus malaria di puskesmas. Tugas Pokok
petugas malaria puskesmas dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria di
Kabupaten Deli Serdang sebagai berikut (1) Menyusun rencana kegiatan P2 Malaria
berdasarkan data Program Puskesmas dan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku sebagai pedoman kerja, (2) Melaksanakan kegiatan P2 Malaria meliputi
penemuan dini penderita malaria melalui pengambilan slide darah malaria bagi setiap
penderita panas, pengobatan penderita malaria, pengawasan dan pemberantasan
tempat perindukan vektor, penyuluhan malaria dan koordinasi lintas program terkait
sesuai dengan prosedur dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
(3) Mengevaluasi hasil kegiatan P2 Malaria secara keseluruhan, (4) Membuat catatan
dan laporan kegiatan sebagai bahan informasi dan pertanggung jawaban kepada
Berdasarkan survey pendahuluan diketahui bahwa petugas malaria kurang
maksimal dalam menjalankan program malaria. Selain itu pelaksanaan P2 Malaria
kurang intensif dilakukan, kemudian sering terlambatnya laporan bulanan malaria
dari petugas malaria puskesmas ke Dinas Kesehatan Dati II. Berbagai dukungan
banyak diperoleh baik dari pemerintah maupun bantuan internasional kepada Dinas
Kesehatan Deli Serdang dalam mengatasi permasalahan malaria. Salah satu bantuan
internasional adalah bantuan Global Fund sejak desember tahun 2008 telah
bergabung untuk memberantas malaria. Akan tetapi sampai sekarang petugas malaria
belum menunjukkan kinerja yang maksimal mengingat telah banyak dana yang telah
dikeluarkan baik dari dana APBD Kab. Deli Serdang dan dana Global Fund yang
memberi berupa insentif bulanan kepada petugas malaria dan juga petugas
mikroskop. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja seorang petugas, menurut
Notoatmodjo S (2007) bahwa tentang rendahnya kinerja petugas malaria puskesmas
tersebut disebabkan pengetahuan yang rendah, strategi dan sarana/ prasarana yang
minim.
Berbagai penelitian telah banyak dilakukan mengenai kinerja petugas malaria.
Kambulawang, dkk (2010) mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi
kinerja petugas malaria di Manggarai Timur adalah rendahnya pengetahuan petugas
terhadap malaria. Selain itu Roosihermiatie, dkk (2012) juga mengatakan bahwa
strategi lintas sektoral yang dibangun oleh petugas malaria dapat meningkatkan
1.2. Permasalahan
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, permasalahan yang dikaji
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “Masih rendahnya kinerja
petugas malaria dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas
Kabupaten Deli Serdang, padahal telah mendapat dukungan dana dari pemerintah
daerah dan Internasional untuk menunjang kinerja petugas malaria puskesmas.”
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja petugas malaria dalam penemuan dan pengobatan kasus
malaria di puskesmas Kabupaten Deli Serdang.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
a. Petugas malaria
Sebagai bahan informasi untuk meningkatkan kinerja dalam penemuan dan
pengobatan kasus malaria di wilayah kerja puskesmas.
b. Kepala Puskesmas
Sebagai bahan infomasi dan pertimbangan untuk meningkatkan kinerja petugas
malaria dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria.
c. Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang
Sebagai bahan informasi dan pertimbangan program pencegahan dan
d. Ilmu Pengetahuan
Dapat memperkaya konsep pedoman program pencegahan dan pemberantasan