BAB I Pendahuluan 1.1Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk yang memiliki akal, pikiran, dan rasa. Di dalam
kehidupan yang dijalani manusia banyak terdapat cara hidup yang kompleks. Cara
hidup tersebut dapat berupa aturan bermasyarakat, pengelolaan sistem ekonomi,
penciptaan ide, dan lain sebagainya, yang apabila sudah menjadi suatu kebiasaan
hidup maka hal tersebut menjadi budaya.
Sebagai akibat dari aktifitas budaya yang dilakukan manusia, maka banyak
lahir ide, gagasan, benda, maupun produk budaya lainnya. Produk-produk budaya
tersebut terintegral dalam satu wujud kebudayaan. Koentjaraningrat (1995:25)
menyatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan dari hasil kelakuan manusia
yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapat dengan cara belajar, dan semua
itu tersusun dalam kehidupan masyarakat. Lebih lanjut, ia menyatakan, bahwa
salah satu bentuk nyata kebudayaan adalah kesenian.
Kesenian merupakan produk budaya manusia yang dapat dimanifestasikan
dalam berbagai bentuk. Baik dalam bentuk materi/kebendaan (patung, lukisan,
puisi, prosa), maupun seni yang bersifat non materi/tidak berwujud benda tapi
dapat dirasa, didengar, atau dilihat (tari, nyanyian, pantonim, dan lain-lain). Seni
dapat dibagi atas : seni sastra, seni musik, seni tari, seni drama, seni lukis, dan
seni pahat/ukir. Sebagai sebuah budaya, seni bersifat dinamis. Seni dapat
berubah-ubah sesuai dengan perberubah-ubahan dan kebutuhan hidup manusia. Artinya, seni dapat
berubah bentuk, terintegrasi dengan kehidupan manusia, serta dapat saling
Di Indonesia, saat ini, banyak terdapat bentuk kesenian. Mulai dari
kesenian tradisional hingga kesenian yang dianggap modern atau yang telah
mengalami kontak budaya dari luar negeri.
Salah satu bentuk seni yang banyak mewarnai dalam sejarah bangsa
Indonesia adalah seni sastra. Mulai dari perjuangan merebut kemerdekaan,
Indonesia merdeka tahun 1945, hingga pasca kemerdekaan, negeri ini telah
banyak melahirkan sastrawan-sastrawan besar yang juga punya andil dalam
proses perkembangan pemikiran masyarakat Indonesia.
Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dapat dipikirkan, dikerjakan, dan
diterapkan oleh manusia. Indonesia merupakan negeri yang kaya akan
kebudayaan. Kekayaaan Indonesia ini didukung oleh banyaknya etnis atau suku
yang mendiami seluruh wilayah Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke.
Masing-masing etnis memiliki ciri khas yang menjadi identitas etnis tersebut.
Salah satu etnis yang turut mendukung keberadaan kebudayaan Indonesia adalah
etnis Minangkabau.
Minangkabau atau yang biasa disingkat Minang adalah
kebudayaannya meliputi
juga
seringkali disamakan sebagai orang Padang, merujuk kepada nama ibu kota
provinsi Sumatera Barat yait
menyebut kelompoknya dengan sebutan urang awak, yang bermaksud sama
Talempong adalah alat musik yang tergolong dalam klasifikasi Idiofon,
penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu sendiri, Dalam tulisan
ini si penulis berfokus pada alat musik Talempong Pacik, Talempong Pacik
merupakan seperangkat alat musik yang terdiri dari beberapa gong kecil. Alat
musik tradisional ini, bentuknya sama dengan bonang khas Jawa dalam perangkat
gamelan. Talempong Pacik terbuat dari kuningan dan ada juga yang terbuat dari
kayu dan batu. Dalam tulisan ini, penulis meneliti Talempong Pacik Minangkabau
yang terbuat dari kuningan.
Talempong berbentuk lingkaran. Pada bagian bawahnya berlubang
sedangkan pada bagian atasnya terdapat bundaran yang menonjol sebagai tempat
untuk dipukul. Bunyi alat musik ini dihasilkan dari tombol yang dipukul pada
permukaannya. Talempong Pacik digunakan untuk mengiringi tarian tradisi
Minangkabau, seperti Tari Piring, Tari Pasambahan, dan Tari Galombang.
Selain itu, Talempong Pacik juga dimainkan untuk mengiringi arak-arakan dan
menyambut tamu istimewa.
Pengertian talempong menurut Yunus (1985) adalah sebagai buni (bunyi)
pada saat dimainkan. Bunyi yang dimaksud adalah komposisi musik atau
lagu-lagu yang dihasilkan dan sebagai produk bunyi. Hal yang penting dalam bermain
adalah bunyi atau suara yang dihasilkan bisa dinikmati masyarakat. Talempong
dalam penelitian sebagai musik merupakan produksi bunyi sebagai jenis ensambel
musik dan alat musik. Dalam konteks musikal, talempong mengandung
pengertian sebagai genre kesenian. Menurut Sachs dan Bostel, alat talempong
Dalam numerik Iidiofon adalah bunyi yang dihasilkan oleh badan alat musik itu
sendiri, numerik II alat musik yang dipukul, getaran suaranya terjadi dengan
memukul ke atas permukaannya, numerik III alat musik yang dipukul secara
langsung oleh pemainnya baik dengan perantaraan mekanis yang telah dirancang,
pukulan (beater), keyboard, atau dengan menarik tali gantungan dan sejenisnya,
yang bukan sebagai bagian materi alat musiknya. Numerik III.24 alat musik
vessel perkusi, numerik III.24.1 yaitu alat musik gong. Getarannya yang kuat
berada dipencu dan sekitarnya, numerik III.24.2 adalah seperangkat gong (gong
chimes).
Pada dasarnya permainan talempong memerlukan suatu kerjasama yang
kompak, karena bangunan komposisi musiknya saling terkait secara ketat. Unsur
kerjasama talempong ini merupakan cerminan perilaku kerjasama etnik
Minangkabau yang berbudaya.
Pada umumnya masyarakat Minangkabau sudah mengetahui bahwa salah
satu cara memainkan alat musik talempong tradisional Minangkabau adalah
dimainkan dengan cara dipacik (dipegang). Sampai tahun 1970-an belum muncul
pemakaian istilah pacik atau Talempong Pacik untuk menunjukkan nama
ensambel talempong. Biasanya para musisi tradisi menyebut ensambel ini dengan
perkataan talempong saja, atau mereka hanya menambahkan nama kampung atau
nama nagari di belakang kata talempong sebagai tempat berdomisilinya kelompok
ensambel talempong tersebut, seperti kelompok Talempong Ateh Guguak dari
kampong Ateh Guguak; dan kelompok Talempong Selayo dari kampung Selayo.
Sistem penamaan seperti itu berlaku pada seluruh kelompok ensambel
Ensambel Talempong Pacik merupakan salah satu genre musik tradisional
yang cukup merakyat dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Zaman
dahulu rumah yang banyak jumlahnya sudah mentradisikan permainan
musik Talempong Pacik, bahkan setiap kampung (desa) juga memiliki beberapa
kelompok Talempong Pacik. Artinya, ada perangkat talempong pacik yang
dimiliki secara adat oleh kaum, dan ada pula yang dipunyai oleh kelompok
masyarakat yang terlepas dari ikatan kaum.
Pada setiap nagari (kampung) musik itu pernah hidup dan berfungsi di
tengah-tengah masyarakat pendukungnya. Pada tahun 1950-an diperkirakan
tiap nagari masih mempunyai lebih kurang tiga hingga empat
kelompok talempong. Kawasan budaya Minangkabau yang berada di Propinsi
Sumatera Barat saja berjumlah 543 nagari. Seandainya pada setiap nagari terdapat
tiga kelompok talempong, berarti masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat
memiliki 1629 kelompok musik tradisional ini.
Kelompok-kelompok talempong tersebut berbeda-beda, namun prinsip-prinsip utamanya,
baik konsep peralatan maupun konsep musikalnya, tidak memiliki perbedaan yang
jauh.
Ada dua cara untuk memainkan alat musik tradisional Talempong, yaitu
Talempong duduak dan Talempong pacik. Talempong duduak dimainkan dengan
beberapa cara, ada yang sambil duduk, ada yang sambil berdiri, ada yang sambil
berjalan dan Talempong diletakkan di tempat rak talempong. Sementara
Telempong pacik dimainkan dengan cara duduk tetapi talempongnya dipegang
Berdasarkan hal-hal di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih
dalam lagi tentang alat-alat musik khususnya Talempong Minangkabau buatan
bapak Ridwan, beliau adalah seorang pengrajin talempong yang sudah
berpengalaman dan cukup lama mempunyai usaha dibidang pembuatan
talempong. Penelitian ini akan dibuat ke dalam karya tulis ilmiah dengan judul:
“KAJIAN ORGANOLOGIS TALEMPONG PACIK BUATAN BAPAK RIDWAN DI KECAMATAN SUNGAI PUAR KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT”.
1.2 Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan
sebelumnya, pokok permasalahan yang menjadi topik bahasan dalam tulisan ini
yaitu:
1. Bagaimana struktur organologis Talempong Pacik Minangkabau buatan
Bapak Ridwan?
2. Bagaimana proses dan teknik pembuatan Talempong Pacik Minangkabau
buatan Bapak Ridwan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian alat musik Talempong Pacik adalah:
1. Untuk mengetahui dengan cara meneliti langsung di lapangan dan
mendeskripsikan bagaimana struktur organologis Talempong Pacik
Minangkabau buatan Bapak Ridwan
2. Untuk mengetahui proses dan teknik pembuatan Talempong Pacik
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan dokumentasi untuk menambah referensi mengenai
Talempong Pacik Minangkabau di Departemen Etnomusikologi Fakultas
Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
2. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi penelitian selanjutnya
yang berkaitan dengan Talempong Minangkabau.
3. Untuk memenuhi syarat menyelesaikan program studi S-1 di Departemen
Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep
Konsep adalah defenisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
Konsep merupakan defenisi dari apa yang kita amati, konsep menentukan
variabel-variabel mana yang kita inginkan untuk menentukan hubungan empiris.
Konsep berfungsi untuk menjelaskan kepada para pembaca tentang hal-hal
yang akan diteliti. Selain itu, secara tidak langsung konsep mampu menjadi
bingkai masalah penelitian agar tetap fokus dan tidak melebar terlalu luas.
Konsep merupakan rangkaian ide atau pengertian dari peristiwa kongkrit
(Kamus besar bahasa indonesia, Balai Pustaka, 1991:431). Studi disebut juga
dengan kajian (menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia). Kajian merupakan kata
jadian dari kata”kaji” yang berarti mengkaji, mempelajari, memeriksa,
Dalam konteks penelitian ini, penulis akan menjelaskan pengertian secara
harfiah beberapa kata kunci yang menjadi bingkai masalah penelitian, yaitu :
kajian organologis talempong pacik buatan bapak Ridwan di kecamatan sungai
puar kabupaten agam sumatera barat.
Organologi adalah bidang kajian dalam etnomusikologi yang memfokuskan
perhatian kepada struktur dan fungsi alat musik. Ketika berbicara tentang kajian
organologi, aspek yang dibahas adalah ukuran dan bentuk fisiknya termasuk
hiasannya, bahan dan prinsip pembuatannya, bunyi dan wilayah yang dihasilkan,
serta aspek sosial budaya yang berkaitan dengan alat musik tersebut.
Seperti yang dikemukakan oleh Mantle Hood (1982:124) bahwa organologi
yang digunakan adalah berhubungan dengan alat musik itu sendiri. Menurut
Mantle Hood organologi adalah ilmu pengetahuan alat musik, yang tidak hanya
meliputi sejarah dan deskripsi alat musik, akan tetapi sama pentingnya dengan
ilmu pengetahuan dari alat musik itu sendiri antara lain : fungsi musikal,
dekoratif, dan variasi sosial budaya.
Talempong bagi masyarakat Minangkabau mengandung dua
pengertian: 1) talempong sebagai nama dari alat musik jenis gong berpencu,
berukuran agak kecil dari bonang (small gong) yang terbuat dari bahan logam dan
perunggu; 2) talempong sebagai nama dari suatu ensembel musik perkusi
tradisional, yang terdiri dari beberapa jenis musik talempong, seperti talempong
pacik, talempong rea, talempong jao, talempong sambilu, talempong kayu,
talempong batuang, talempong sayak dan sebagainya.
Dari uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa kajian organologis
mendalam mengenai sejarah dan deskripsi instrumen, juga mengenai
teknik-teknik pembuatan, dan fungsi dari alat musik tersebut.
1.4.2 Teori
Teori merupakan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Teori mempunyai hubungan yang erat
dengan penelitian dan dapat meningkatkan arti dari penemuan penelitian. Tanpa
teori, penemuan tersebut akan menjadi keterangan-keterangan empiris yang
berpencar (Moh. Nazir, 1983 : 22-25) .
Dalam tulisan ini, penulis berpedoman pada teori yang di utarakan oleh
Susumu Kashima 1978:174) terjemahan Rizaldi Siagian dalam laporan APTA
(Asia Performing Traditional Art), bahwa studi musik dapat dibagi kedalam dua
sudut pandang yakni Studi Struktural dan Studi Fungsional. Studi Struktural
adalah Studi yang berkaitan dengan pengamatan, pengukuran, perekaman, atau
pencatatan bentuk, ukuran besar kecil, konstruksi serta bahan bahan yang dipakai
dalam pembuatan alat musik tersebut. Sedangkan Studi Fungsional
memperhatikan fungsi dari alat dan komponen yang menghasilkan suara, antara
lain membuat pengukuran dan pencatatan terhadap metode memainkan alat musik
tersebut, metode pelarasan dan keras lembutnya suara bunyi, nada,warna nada dan
kualitas suara yang dihasilkan oleh alat musik tersebut.
Sedangkan mengenai klasifikasi alat musik talempong pacik dalam
penulisan ini penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Curt Sachs dan
Hornbostel (1961) yaitu sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber
1. Idiofon, penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu
sendiri,
2. Aerofon, penggetar utama bunyinya adalah udara,
3. Membranofon, penggetar utama bunyinya adalah membran atau
kulit,
4. Kordofon, penggetar utama bunyinya adalah senar atau dawai.
Mengacu pada teori tersebut, maka talempong pacik Minangkabau adalah
instrumen musik Idiofon, penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik
itu sendiri.
Kajian organologi atau kebudayaan material musik dalam etnomusikologi
telah dikemukakan oleh Merriam (1964) sebagai berikut. Wilayah ini meliputi
kajian terhadap alat musik yang disusun oleh peneliti dengan klasifikasi yang
biasa digunakan, yaitu: idiofon, membranofon, aerofon, dan kordofon. Selain itu
pula, setiap alat musik harus diukur, dideskripsikan, dan digambar dengan skala
atau difoto; prinsip-prinsip pembuatan, bahan yang digunakan, motif dekorasi,
metode dan teknik pertunjukan, menentukan nada-nada yang dihasilkan, dan
masalah teoritis perlu pula dicatat.
1.5 Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran
ilmu yang bersangkutan, (Koentjaraningrat, 1997:16). Dalam penelitian ini
penulis menggunakan metode penelitian kualitatif (Kirk dan Miller dalam
Moleong, 1990 : 3) yang mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi
tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang bergantung pada pengamatan
bahasanya dan dalam peristilahannya. Untuk memahami permasalahan yang
terdapat dalam pembuatan talempong Minangkabau buatan Bapak Ridwan
diperlukan tahap-tahap, yaitu tahap sebelum ke lapangan (pra lapangan), tahap
kerja lapangan, Analisis data dan Penulisan laporan. (Maleong, 2002:109).
Nettl (1964) mengatakan ada dua hal yang ensensial untuk melakukan
aktivitas penelitian dalam disiplin etnomusikologi, yaitu pekerjaan lapangan (field
word) dan pekerjaan laboratorium (dest work). Merriam (1964) juga mengatakan
pendapat bahwa Etnomusikologi adalah disiplin lapangan dan disiplin
laboratorium, yakni data yang di kumpulkan dari lapangan oleh penyidik pada
akhirnya di analisis di laboratorium, dan dari hasil kedua metode menjadi pusat
studi akhir.
Untuk memperoleh data dan keterangan yang dibutuhkan dalam penulisan ini,
penulis menggunakan Metode Pengumpulan Data, umumnya ada dua macam,
yakni: Menggunakan daftar pertanyaan (questionnaires), Menggunakan
wawancara (interview). Untuk melengkapi pengumpulan data dengan daftar
pertanyaan maupun wawancara tersebut dapat pula digunakan pengamatan
(Observation) dan penggunaan catatan harian, ( Djarwanto, 1984 : 25 ).
1.5.1 Studi Kepustakaan
Pada tahap sebelum ke lapangan (pra-lapangan), dan sebelum mengerjakan
penelitian,penulis terlebih dahulu mencari tulisan-tulisan ilmiah, situs internet,
dan catatan-catatan yang berkaitan dengan objek penelitian. Kemudian mencari
teori-teori yang dapat digunakan sebagai acuan dalam membahas tulisan ini dan
memperoleh pengaturan awal mengenai apa yang diteliti. Studi pustaka ini
dalam penulisan, penyesuaian dan pengamatan yang sudah ada mengenai objek
penelitian di lapangan.
1.5.2 Kerja Lapangan
Dalam kerja lapangan (field word), penulis melakukan kerja lapangan dangan
observasi langsung ke daerah penelitian yaitu rumah Bapak Ridwan dan mencari
narasumber dari tokoh masyarakat Minangkabau yang ada di Kecamatan Sungai
Puar Kabupaten Agam Sumatera Barat sebagai narasumber lainnya.
1.5.3 Wawancara
Adapun Teknik wawancara yang di lakukan penulis ialah melakukan dengan
tiga cara yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat untuk melakukan wawancara
(1985:139) yaitu: wawancara berfokus (focused interview), wawancara bebas
(free interview,) dan wawancara sambil lalu (casual interview). Yang di maksud
dengan wawancara berfokus adalah pertanyaan yang selalu berpusat kepada
pokok permasalahan, sementara wawancara bebas adalah pertanyaan yang selalu
beralih dari satu pokok permasalahan ke pokok permasalahn yang lain. Sedangkan
wawancara sambil lalu hanya untuk menambah atau melengkapi data yang lain.
Dalam hal ini penulis terlebih dahulu menyiapkan daftar pertanyaan yang
akan ditanyakan pada saat wawancara secara bebas ataupun tertuju dari satu topik
ke topik lain dan materinya tetap berkaitan dengan topik penelitian. Penulis
melakukan wawancara langsung terhadap informan dalam hal ini Bapak Ridwan
selaku informan kunci, dan beberapa informan-informan lainnya.
1.5.4 Observasi
Observasi adalah suatu penyelidikan yang dijalankan secara sistematis dan
kejadian-kejadian yang langsung (Bimo Walgito, 1987:54). Observasi atau
pengamatan dapat berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran dengan
menggunakan indra penglihatan yang juga berarti tidak mengajukan
pertanyaan-pertanyaan.
1.5.5 Kerja Laboratorium
Keseluruhan data yang telah terkumpul dari lapangan, selanjutnya diproses
dalam kerja laboratorium. Data-data yang bersifat analisis disusun dengan
sistematika penulisan ilmiah. Data-data berupa gambar dan rekaman diteliti
kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan kemudian dianalisis seperlunya.
Semua hasil pengolahan data tersebut disusun dalam satu laporan hasil penelitian
berbentuk skripsi (Meriam, 1995:85).
1.5.6 Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian yang penulis pilih adalah di lokasi yang
merupakan tempat tinggal narasumber yaitu Bapak Ridwan di Jln. Sawah dahulu