• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN PENGETAHUAN MAHASISIWI STAMBUK 2017 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TERHADAP FAKTOR RISIKO DAN PENCEGAHAN KANKER SERVIKS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "GAMBARAN PENGETAHUAN MAHASISIWI STAMBUK 2017 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TERHADAP FAKTOR RISIKO DAN PENCEGAHAN KANKER SERVIKS"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PENGETAHUAN MAHASISIWI STAMBUK 2017 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TERHADAP FAKTOR RISIKO DAN PENCEGAHAN

KANKER SERVIKS

SKRIPSI

Oleh :

SATRIA NUGRAHA HASIBUAN 140100029

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

GAMBARAN PENGETAHUAN MAHASISIWI STAMBUK 2017 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TERHADAP FAKTOR RISIKO DAN PENCEGAHAN

KANKER SERVIKS

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh :

SATRIA NUGRAHA HASIBUAN 140100029

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Gambaran Pengetahuan Mahasiswi Stambuk 2017 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Terhadap Faktor Risiko dan Pencegahan Kanker Serviks”, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua orangtua saya, Ir. H. Ruslan Hasibuan dan Ir. Hj. Asra Nursery yang selalu memberikan doa, dukungan, serta materiil untuk saya dan mengajarkan saya untuk bersabar dalam menjalani pendidikan saya di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Khususnya kepada ayah saya yang selalu menjadi kebanggaan dan panutan bagi saya untuk menjadi seorang yang bertanggung jawab.

Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, saya telah banyak mendapatkan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Betty, M.Ked(PA)., Sp.PA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, dukungan, nasihat, ide, serta masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. dr. Raden Ajeng Dwi Pujiastuti M.Ked(Neu)., Sp.S dan dr. Delyuzar, M.Ked(PA)., Sp.PA(K) selaku dosen penguji yang telah memberikan berbagai kritik dan saran untuk tercapainya kesempurnaan skripsi ini.

4. dr. Dewi Indah Sari M.Ked(ClinPath)., Sp.PK selaku pembimbing akademik yang telah membimbing saya selama perkuliahan.

5. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama masa pendidikan.

(5)

6. Nenek saya Hj. Astinur atas kesabarannya dalam mendidik saya serta dukungan dan nasihat yang menjadi pemicu semangat bagi saya dalam menjalani pendidikan saya di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

7. Saudara-saudari saya yang saya sayangi, Tivani Ruslan Hasibuan S.H., M.Kn., Letda Ckm dr. M Effendy Nugraha Hasibuan, dr. Meisyarah Khairani dan Ridhofi Nugraha Hasibuan atas doa dan dukungannya.

8. Seluruh teman-teman angkatan 2014, khususnya Devi Ramadhani, Devi Shilvia, Inggrid, Mia, Teteh, Aan, Agung, Denny, Dodi, Fathy, Gopal, Marsal, Odi, dan lain lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah mendukung dan menyediakan waktunya untuk bertukar pikiran dengan saya.

Saya juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang saya miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diperlukan untuk penyempurnaan skripsi ini. Demikianlah kata pengantar ini penulis sampaikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagai sumbangan ilmu pengetahuan bagi para pembaca.

Medan, 29 November 2017 Penulis,

Satria Nugraha Hasibuan

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi... iv

Daftar Gambar ... vi

Daftar Tabel ... vii

Daftar Singkatan... viii

Abstrak ... ix

Abstract ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1. Bagi Peneliti ... 4

1.4.2. Bagi Masyarakat ... 4

1.4.3. Bagi Instansi Kesehatan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Anatomi Serviks ... 5

2.2. Histologi Serviks ... 6

2.3. Kanker Serviks... 7

2.3.1.Faktor Risiko ... 7

2.3.1.1. Usia ... 7

2.3.1.2. Aktifitas Seksual ... 8

2.3.1.3. Usia Berhubungan Seksual ... 8

2.3.1.4. Penggunaan Antiseptik. ... 9

2.3.1.5. Merokok ... 9

2.3.1.6. Riwayat Penyakit Kelamin ... 10

2.3.1.7. Paritas ... 10

2.3.1.8. Kontrasepsi Oral ... 11

2.3.1.9. Sirkumsisi ... 11

2.3.1.10. Defisiensi Zat Gizi ... 12

2.3.1.11. Obat... 12

2.3.1.12. Sosial Ekonomi Rendah ... 12

2.3.2. Patogenesis ... 12

2.3.3. Manifestasi Klinis ... 13

2.3.4. Stadium Kanker Serviks ... 15

2.3.5. Diagnosis ... 15

2.3.5.1. Anamnesis... 15

2.3.5.2. Pemeriksaan Fisik ... 16

2.3.5.3. Pemeriksaan Penunjang ... 16

(7)

2.3.6. Tatalaksana ... 17

2.3.7. Pencegahan ... 17

2.2.7.1. Pencegahan Primer ... 18

2.2.7.2. Pencegahan Sekunder ... 19

2.4. Pengetahuan ... 19

2.4.1. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ... 20

2.4.1.1. Pendidikan ... 20

2.4.1.2. Pekerjaan... 20

2.4.1.3. Umur ... 20

2.4.1.4. Minat ... 20

2.4.1.5. Pengalaman ... 20

2.4.1.6. Kebudayaan Lingkungan Sekitar ... 21

2.4.1.7. Informasi ... 21

2.4.2. Pengukuran Pengetahuan ... 21

2.5. Kerangka Teori ... 22

2.6. Kerangka Konsep... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

3.1. Rancangan Penelitian... 23

3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 23

3.2.1. Waktu Penelitian ... 23

3.3.2. Lokasi Penelitian ... 23

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 23

3.3.1. Populasi Penelitian ... 23

3.3.2. Sampel Penelitian ... 24

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 24

3.4.1. Kriteria Inklusi ... 24

3.4.2. Kriteria Eksklusi ... 24

3.5. Metode Pengumpulan Data... 24

3.6. Pengolahan dan Analisa Data ... 24

3.7. Definisi Operasional ... 25

3.7.1. Mahasiswi Fakultas Kedokteran ... 25

3.7.2. Pengetahuan Terhadap Faktor Risiko Kanker Serviks 25

3.7.3. Pengetahuan Terhadap Pencegahan Kanker Serviks ... 26

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

5.1. Kesimpulan ... 34

5.2. Saran ... 34

5.2.1. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 34

5.2.2. Bagi Masyarakat ... 35

5.2.3. Bagi Instansi Kesehatan ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

LAMPIRAN ... 38

(8)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Anatomi dari Serviks ... 6

Gambar 2.2. Potongan Histologi dari Serviks ... 7

Gambar 2.3. Kerangka Teori ... 22

Gambar 2.4. Kerangka Konsep ... 22

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Stadium FIGO, 2009 ... 15 Tabel 4.1. Distribusi frekuensi karakteristik responden

berdasarkan usia ... 27 Tabel 4.2. Distribusi frekuensi pengetahuan responden

terhadap faktor risiko kanker serviks ... 28 Tabel 4.3. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan responden

terhadap faktor risiko kanker serviks ... 29 Tabel 4.4. Distribusi frekuensi pengetahuan responden

terhadap pencegahan kanker serviks ... 30 Tabel 4.5. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan responden

terhadap pencegahan kanker serviks ... 31

(10)

DAFTAR SINGKATAN CIN : Cervical Intraepithelial Neoplasia CIS : Carsinoma in situ

DNA : Deoxyribonucleic Acid FK : Fakultas Kedokteran

HIV : Human Immunodeficiency Virus HPV : Human Papilloma Virus

HSIL : High grade Squamous Intraepithelial Lesion IVA : Inspeksi Visual Asam

LSIL : Low grade Squamous Intraepithelial Lesion RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

SIL : Squamous Intraepithelial Lesion SMA : Sekolah Menengah Atas

SSK : Sambungan Skuamo Kolumnar USU : Universitas Sumatera Utara

(11)

ABSTRAK

Latar belakang. Kanker serviks merupakan kanker primer serviks yang berasal dari degenerasi maligna metaplasia epitel di daerah sambungan skuamo kolumnar (SSK) yaitu daerah peralihan mukosa vagina dan mukosa kanalis servikalis. Kanker serviks merupakan salah satu kanker yang sering terjadi pada wanita di dunia dengan 471.000 kasus baru setiap tahunnya. Kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak kedua setelah kanker payudara di Indonesia. Tujuan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana gambaran pengetahuan mahasiswi stambuk 2017 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara terhadap faktor risiko dan pencegahan kanker serviks. Metode. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain cross sectional, dan teknik pengumpulan data menggunakan angket. Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswi stambuk 2017 dengan menggunakan teknik total sampling. Hasil. Pengetahuan responden mengenai faktor risiko kanker serviks sebagian besar memiliki pengetahuan yang cukup yaitu 113 (74,8% ) responden, dan 31 (20,5%) responden memiliki pengetahuan yang baik, dan 7 (4,6%) dari responden tersebut memiliki pengetahuan yang kurang. Pengetahuan responden mengenai pencegahan kanker serviks sebagian besar memiliki pengetahuan yang cukup yaitu 95 (62,9%) responden , dan 49 (32,5%) responden memiliki pengetahuan yang baik, dan 7 (4,6%) dari responden tersebut memiliki pengetahuan yang kurang. Kesimpulan. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan mahasiswi stambuk 2017 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara terhadap faktor risiko dan pencegahan kanker serviks dalam kategori cukup.

Kata Kunci : Kanker Serviks, Faktor Risiko, Pencegahan

(12)

ABSTRACT

Background. Cervical cancer is a primary cervical cancer originating from malignant degeneration of epithelial metaplasia in the squamous columnar junction (SCJ), the transition region of the vaginal mucosa and the cervical canal mucosa. Cervical cancer is one of the most common cancers in women in the world with 471,000 new cases each year. Cervical cancer is the second ranked in the type of cancer after breast cancer in Indonesia. Aim. The purpose of this research is to know how the description of the female student’s knowledge in medical faculty of north sumatera university class of 2017 about the risk factors and prevention of cervical cancer.

Method. The type of this research is descriptive research with cross sectional design, and data collection technique using questionnaire. The population of this study is all female students in 2017 using total sampling technique. Results. Respondent's knowledge about cervical cancer risk factor mostly have enough knowledge with 113 respondents (74,8%), and 31 (20,5%) have good knowledge, and 7 (4,6%) respondents have less knowledge. Respondent's knowledge about cervical cancer prevention mostly have enough knowledge with 95 respondents (62,9%), and 49 (32,5%) have good knowledge, and 7 (4,6%) respondents have less knowledge. Conclusion. From this study it was concluded that the knowledge level of the female students of Medical Faculty of North Sumatera University class of 2017 about the risk factors and prevention of cervical cancer in the enough category.

Keywords: cervical cancer, risk factors, prevention

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kanker serviks merupakan kanker primer dari serviks yang berasal dari degenerasi maligna metaplasia epitel di daerah sambungan skuamo kolumnar (SSK) yaitu daerah peralihan mukosa vagina dan mukosa kanalis servikalis (Andrijino, 2009).

Kanker serviks termasuk salah satu kanker yang sering terjadi pada wanita di dunia dengan 471.000 kasus baru setiap tahunnya. Di negara berkembang kanker serviks merupakan peringkat kedua dan mencapai 300.000 kematian pertahunnya (Cervical cancer, 2007).

Faktor risiko yang memicu terjadinya kanker serviks antara lain infeksi HPV (Human Papilloma Virus), merokok, infeksi HIV (Human Imunodeficiency Virus), diet, penggunaan kontrasepsi oral, jumlah paritas, sosial ekonomi, dan riwayat keluarga yang pernah menderita kanker serviks (ACS, 2013).

Kanker serviks merupakan kanker paling umum keempat pada wanita dan ketujuh secara keseluruhan di dunia, diperkirakan terdapat 528.000 kasus baru pada tahun 2012. Seperti kanker hati, sebagian besar (sekitar 85%) beban global terjadi di daerah yang kurang berkembang dan menyumbang hampir 12% dari semua kanker wanita. Daerah berisiko tinggi, dengan perkiraan lebih dari 30 per 100.000, termasuk Afrika Timur (42,7%), Melanesia (33,3%), Selatan (31,5%) dan Tengah (30,6%) Afrika. Tarif terendah di Australia / Selandia Baru (5.5%) dan Asia Barat (4.4%). Kanker serviks tetap merupakan kanker yang paling umum terjadi pada wanita di Afrika Timur dan Tengah.

Diperkirakan ada 266.000 kematian akibat kanker serviks di seluruh dunia pada tahun 2012, terhitung 7,5% dari semua kematian akibat kanker wanita.

Hampir sembilan dari sepuluh (87%) kematian akibat kanker serviks terjadi di daerah yang kurang berkembang. Kematian bervariasi 18 kali lipat antara berbagai

(14)

wilayah di dunia, dengan tingkat mulai dari kurang dari 2 per 100.000 di Asia Barat, Eropa Barat dan Australia / Selandia Baru sampai lebih dari 20 per 100.000 di Melanesia (20,6%), Tengah (22,2%) dan Timur (27,6%) (IARC, 2012).

Kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak kedua setelah kanker payudara di Indonesia. Setiap harinya, diperkirakan ada 40 sampai 45 kasus baru kanker serviks dan 20 sampai 25 orang meninggal dunia (Yayasan kanker Indonesia, 2013).

Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit 2010, kasus rawat inap pada kanker serviks sebanyak 5.349 kasus (12,8%) (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

Dari hasil penelitian sebelumnya tingginya angka kasus kanker serviks ini disebabkan oleh rendah pengetahuan dan kesadaran akan bahaya kanker serviks.

Kanker serviks cenderung muncul pada perempuan yang berusia 35-55 tahun, namun dapat pula muncul pada perempuan yang berusia lebih muda (Yuliatin, 2011).

Penelitian yang dilakukan di Medan ditemukan bahwa penderita terbesar umur di atas 40 tahun (76,8%), status menikah dengan pekerjaan Ibu Rumah Tangga (78,2%), dan umur saat pertama kali menikah kurang dari 20 tahun (75,5%) (Zai, 2009).

Data Surveilans Terpadu Penyakit Berbasis Rumah Sakit Sentinel di Sumatera Utara tahun 2005 diketahui proporsi penderita kanker serviks rawat inap adalah 26,01% (58 kasus) dari 223 kasus kanker (Nasution, 2008).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Siboro, di RSUP Haji Adam Malik Medan (2001-2005), proporsi penderita kanker serviks yaitu 14,29% (306 kasus) dari 2141 kasus kanker (Siboro, 2006).

Banyaknya kasus mengenai kesehatan reproduksi terutama mengenai perilaku seks membuktikan bahwa masih rendahnya pengetahuan kesehatan reproduksi hal ini dikarenakan mahasiswi belum menjadi sasaran program kesehatan reproduksi remaja, baik oleh pemerintah, maupun kalangan perguruan tinggi (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2010).

(15)

Mahasiswa Fakultas Kedokteran di semester satu belum memiliki pengetahuan tentang ilmu kebidanan dan penyakit kandungan, sama dengan mahasiswi fakultas lainnya. Dalam hal ini mahasiswi Fakultas Kedokteran dinilai sama tingkat ilmu pengetahuannya dengan standar lulusan SMA yang belum memiliki pengetahuan tentang ilmu kebidanan dan penyakit kandungan.

Dengan besarnya angka kejadian kanker serviks dan kesetaraan pengetahuan mahasiswi dengan standar lulusan SMA yang telah disebutkan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Gambaran Pengetahuan Mahasiswi Stambuk 2017 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Terhadap Faktor Risiko dan Pencegahan Kanker Serviks”.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang sudah dibahas sebelumnya maka peneliti ingin mengetahui: Bagaimana Pengetahuan Mahasiswi Stambuk 2017 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Terhadap Faktor Risiko dan Pencegahan Kanker Serviks?

1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. TUJUAN UMUM

Mengetahui Pengetahuan Mahasiswi Stambuk 2017 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Terhadap Faktor Risiko dan Pencegahan Kanker Serviks

1.3.2. TUJUAN KHUSUS

1. Mengetahui gambaran pengetahuan mahasiswi FK USU stambuk 2017 tentang pengertian kanker serviks

2. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan mahasiswi FK USU stambuk 2017 tentang faktor risiko kanker serviks

3. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan mahasiswi FK USU stambuk 2017 tentang pencegahan kanker serviks

(16)

1.4. MANFAAT PENELITIAN 1.4.1. BAGI PENELITI

1. Sebagai salah satu syarat kelulusan program S-1 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai pengalaman bagi penulis dalam membuat sebuah karya tulis ilmiah, mengembangkan ilmu pengetahuan penulis serta menambah wawasan khususnya tentang masalah kanker serviks.

1.4.2. BAGI MASYARAKAT

1. Sebagai informasi kepada mahasiswa, mahasiswi, dan masyarakat luas terhadap kanker serviks.

2. Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.

1.4.3. BAGI INSTANSI KESEHATAN

1. Sebagai dasar data pertimbangan instansi kesehatan mengenai diadakannya penyuluhan pencegahan kanker leher rahim.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI SERVIKS

Serviks merupakan bagian terendah dari uterus yang menonjol ke vagina bagian atas. Bagian atas vagina berakhir mengelilingi serviks sehingga serviks terbagi menjadi bagian atas (supravaginal) dan bagian bawah (portio). Di anterior bagian batas atas serviks yaitu ostium interna kurang lebih tingginya sesuai dengan batas peritoneum pada kandung kemih. Kanalis servikalis berbentuk fusiformis dengan lubang kecil pada kedua ujungnya, yaitu orifisium interna yang bermuara ke dalam uterus dan orifisium eksterna yang bermuara ke dalam vagina (Moore, 2002).

Ada beberapa bagian-bagian serviks yaitu endoserviks (kanal endoserviks), ektoserviks/eksoserviks (bagian vaginal serviks), Os Eksternal (pembukaan kanal endoserviks ke ektoserviks), Forniks (refleksi dinding vaginal yang mengelilingi ektoserviks), Os Internal (bagian batas atas kanal) (lihat Gambar 2.1.) .

Pada serviks terdapat zona trasformasi ( transformation zone), yaitu: area terjadinya perubahan fisiologis sel-sel skuamos dan kolumnar epitel serviks.

Terdapat 2 ligamen yang menyokong serviks, yaitu ligamen kardinal dan uterosakral. Ligamen kardinal adalah jaringan fibromuskular yang keluar dari segmen bawah uterus dan serviks ke dinding pelvis lateral dan menyokong serviks. Ligamen uterosakral adalah jaringan ikat yang mengelilingi serviks dan vagina dan memanjang hingga vertebra. Serviks memiliki sistem limfatik melalui rute parametrial, kardinal, dan uterosakral. (Tortora, 2009).

(18)

Gambar 2.1. Anatomi dari serviks (Marieb, 2001).

2.2. HISTOLOGI SERVIKS

Serviks adalah bagian bawah uterus yang berbentuk silindris dan struktur histologisnya berbeda dari bagian lain uterus. Lapisannya terdiri atas epitel selapis silindris penghasil mukus. Serviks memiliki sedikit serabut otot polos dan terutama (85%) terdiri atas jaringan ikat padat. Bagian luar serviks yang menonjol ke dalam lumen vagina dilapisi epitel gepeng berlapis.

Mukosa serviks mengandung kelenjar serviks berisi mukus, yang banyak bercabang. Mukosanya tidak banyak berubah selama siklus menstruasi dan tidak terlepas selama menstruasi. Selama kehamilan, kelenjar mukus serviks berproliferasi dan menyekresi lebih banyak mukus yang lebih kental.

Sekret serviks berperan penting pada pembuahan oosit. Saat ovulasi terjadi, sekret mukosanya menjadi encer dan memungkinkan masuknya sperma ke dalam uterus. Pada fase luteal atau selama kehamilan, kadar progesteron mengubah sekret mukosa sehingga menjadi lebih kental dan mencegah masuknya sperma beserta mikroorganisme ke dalam korpus uterus. Pelebaran serviks yang mendahului kelahiran disebabkan oleh kolagenolisis hebat, yang memudahkan perlunakannya (Junqueira, 2007).

(19)

Gambar 2.2. Potongan histologi dari serviks (Kumar, 2007).

2.3. KANKER SERVIKS

Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel kanker di mulut rahim/serviks yang abnormal. Disana, sel-sel kanker tersebut mengalami perubahan ke arah displasia atau keganasan (Supriyanto, 2010).

2.3.1. FAKTOR RISIKO

Kanker serviks tidak hanya disebabkan oleh penyebab tunggal, yaitu virus HPV, tetapi juga di pengaruhi oleh sejumlah faktor risiko. Faktor risiko ini sudah diteliti oleh para ahli dan dianggap mempengaruhi secara langsung terhadap perkembangan kanker. Faktor risiko juga disebut dengan faktor predisposisi, yaitu faktor atau kondisi yang bisa memicu terjadinya kanker serviks. Berikut ini faktor yang bisa memicu terjadinya kanker serviks (Riksani, 2016).

(20)

2.3.1.1. USIA

Usia >35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker serviks. Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya kanker laher rahim.

Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia (Diananda, 2007).

Namun tidak mustahil wanita yang lebih muda dapat menderita penyakit ini jika mempunyai faktor risikonya. Wanita yang aktif secara seksual pada usia 20-35 tahun dan terinfeksi oleh Human Papilloma Virus (HPV) akan menderita kanker serviks dalam periode waktu 10-20 tahun (Syatriani, 2011).

2.3.1.2. AKTIFITAS SEKSUAL

Wanita dengan aktifitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti pasangan akan meningkatkan risiko kanker serviks. Berganti-ganti pasangan atau berhubungan seksual dengan pria yang sering berganti-ganti pasangan seksual akan memungkinkan tertularnya penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak dan tidak terkendali sehingga menjadi kanker.

2.3.1.3. USIA BERHUBUNGAN SEKSUAL

Menikah pada usia 20 tahun dianggap terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim 10-12 kali lebih besar dari pada mereka yang menikah pada usia >20 tahun. Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita benar-benar matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari sudah menstruasi atau belum. Kematangan juga bergantung pada sel-sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh.

Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas (Diananda, 2007).

(21)

Pada wanita yang menjalin hubungan seks pada usia <20 tahun memungkinkan terjadinya perlukaan pada serviks. Luka yang ditimbulkan menjadi media yang mudah untuk mengalami infeksi, termasuk infeksi dari virus HPV yang menyebabkan kanker serviks. Selain itu, karena sel-sel mukosa serviks yang masih rentan terhadap rangsangan dari luar, termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Sel mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat, yaitu mati dan tumbuh lagi tanpa bisa di prediksi.

Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi terlalu rentan terhadap rangsangan (Riksani, 2016).

2.3.1.4. PENGGUNAAN ANTISEPTIK

Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obat-obatan antiseptik akan mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang terjadinya kanker (Diananda, 2007). Pemilihan cairan pembersih juga harus diperhatikan dengan memilih pembersih khusus area kewanitaan yang kadar pH-nya 3-4 dan ada izin dari Departemen Kesehatan. Hindari pembersih kewanitaan dengan kadar pH yang tinggi karena akan mengakibatkan kulit kelamin menjadi keriput dan mematikan bakteri yang mendiami vagina. Iritasi yang berlebihan dan terlalu sering dapat merangsang perubahan sel yang berakhir dengan kejadian kanker.

Pencucian vagina menggunakan bahan kimia dengan kadar pH yang tidak cocok sebaiknya tidak dilakukan secara rutin, kecuali jika ada indikasi misalnya infeksi yang memerlukan pencucian dengan zat-zat kimia yang disarankan dokter.

Pembersih tersebut dapat membunuh kuman termasuk bacillus doderlain di vagina yang memproduksi asam laktat untuk mempertahankan pH vagina (Syatriani, 2011).

(22)

2.3.1.5. MEROKOK

Nikotin, mempermudah semua selaput lendir sel-sel tubuh bereaksi atau menjadi terangsang, baik pada mukosa tenggorokan, paru-paru, maupun serviks.

Namun tidak diketahui dengan pasti berapa banyak jumlah nikotin yang dikonsumsinya bisa menyebabkan kanker leher rahim (Diananda, 2007). Bahan karsinogenik spesifik dari tembakau dapat dijumpai dalam lendir dari mulut rahim pada wanita perokok. Bahan karsinogenik ini dapat merusak DNA sel epitel skuamosa dan bersama infeksi HPV dapat mencetuskan transformasi keganasan (Rasjidi, 2009). Risiko wanita perokok terkena 4-13 kali lebih besar dibandingkan wanita bukan perokok (Diananda, 2007).

2.3.1.6. RIWAYAT PENYAKIT KELAMIN

Wanita yang pernah terkena infeksi menular seksual juga memiliki risiko yang tinggi terkena kanker serviks. Hal ini karena HPV bisa ikut tertular bersamaan dengan penyebab penyakit kelamin lainnya saat berhubungan seksual. Kaitan antara perubahan abnormal serviks (dysplasia) dan kanker serviks yang berkaitan dengan HIV telah dikenal sejak tahun 1990. Dari hasil penelitian itu diketahui bahwa 40% wanita yang terinfeksi HIV mengalami dysplasia leher rahim yang dikenali dengan pemeriksaan pap smear. Sekalipun ada kaitan nyata antar HIV positif dengan dysplasia leher rahim, tetapi sebagian besar wanita yang mengalami lesi tersebut berada dalam tahapan atau tingkat yang rendah. Seperti halnya pada populasi wanita secara umum, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan kanker tidak hanya akibat infeksi dari HIV semata (Riksani, 2016).

2.3.1.7. PARITAS

Wanita dengan paritas (jumlah kelahiran) yang banyak, apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu pendek akan meningkatkan risiko kanker serviks. Dari berbagai literatur yang ada, seorang perempuan yang sering melahirkan (banyak

(23)

anak) termasuk golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim.

Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker leher rahim (Diananda, 2007).

2.3.1.8. KONTRASEPSI ORAL

Hingga kini para ahli belum memiliki kesepahaman mengenai mekanisme penggunaan kontrasepsi oral yang bisa meningkatkan risiko terjangkitnya kanker serviks. Guven et al (2009), menyimpulkan hipotesis bahwa kekentalan lendir pada serviks akibat penggunaan kontrasepsi oral berperan dalam terjadinya kanker serviks. Hal ini karena kekentalan lendir bisa memperlama keberadaan agen karsinogenik penyebab kanker berada di serviks yang terbawa melalui hubungan seksual. Fakta yang menunjukkan bahwa adanya hubungan antara penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama, setidaknya 5 tahun dengan peningkatan kejadian kanker serviks (Riksani, 2016).

2.3.1.9. SIRKUMSISI

Sirkumsisi (sunat) adalah tindakan medis berupa pembuangan sebagian atau seluruh bagian prepusium yang melingkupi kepala penis. Pasangan pria yang tidak disirkumsisi dapat meningkatkan risiko kanker serviks. Infeksi HPV pada penis ditemukan pada 166 orang dari 847 laki-laki yang tidak disirkumsisi (19,6%), lebih tinggi dari pada yang disirkumsisi (16 dari 292 laki-laki yang disirkumsisi). Sirkumsisi menurunkan risiko kanker serviks pada pasangan karena menurunkan risiko infeksi HPV pada penis. Laki-laki yang tidak melakukan sirkumsisi dapat meningkatkan risiko seorang wanita untuk terkena kanker serviks melalui mekanisme yang diduga berasal dari smegma yang terdapat pada prepusium laki-laki. Kelenjar sebasea yang memproduksi smegma terdapat pada lapisan dalam prepusium. Cairan ini berguna untuk melumasi permukaan prepusium. Letak kelenjar ini di dekat pertemuan prepusium dan glans penis yang

(24)

membentuk semacam ”lembah” di bawah korona glans penis (bagian kepala penis yang berdiameter paling lebar). “Lembah” ini merupakan tempat berkumpulnya keringat, debris/kotoran, sel mati, dan bakteri. Apabila pria disirkumsisi, kotoran ini mudah dibersihkan (Diananda, 2007).

2.3.1.10. DEFISIENSI ZAT GIZI

Diet rendah karotenoid dan defisiensi asam folat juga dimasukkan dalam faktor risiko kanker serviks (Rasjidi, 2009). Hal ini dikaitkan dengan penurunan sistem kekebalan tubuh akibat defisiensi zat gizi yang mengakibatkan mudahnya terinfeksi HPV.

2.3.1.11. OBAT

Konsumsi obat penekan kekebalan tubuh misalnya sehabis menerima donor organ tubuh manusia juga meningkatkan risiko terkena kanker serviks.

2.3.1.12. SOSIAL EKONOMI RENDAH

Risiko tinggi juga terjadi pada wanita yang berasal dari golongan dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Hal ini dikaitkan dengan kemampuan untuk mendapatkan asupan makanan yang bergizi dan penting untuk menjaga serta meningkatkan daya tahan tubuh, terutama dalam menahan serangan infeksi virus dari luar. Selain itu, sosial ekonomi yang rendah juga menyebabkan wanita memiliki akses yang terbatas terhadap perkembangan dunia kesehatan, termasuk pentingnya melakukan melakukan pendektesian dini kanker serviks, salah satunya melalui pemeriksaan pap smear (Riksani, 2016).

2.3.2. PATOGENESIS

Kanker serviks sering terjadi pada daerah peralihan antara ektoserviks dan endoserviks dimana banyak terdapat sel skuamosa. Adenocarcinoma dan squamous cell carcinoma merupakan gambaran yang lazim ditemukan pada

(25)

kanker serviks, namun squamous cell carsinoma terdapat pada lebih dari 80% lesi kanker serviks (ACS, 2013).

Penyebab utama karsinoma serviks adalah infeksi virus Human Papilloma Virus. HPV tipe 16, 18, 31, 33, 52, 58 termasuk dalam mukosotropik dan dihubungkan dengan karsinoma serviks. Kebanyakan kasus karsinoma serviks disebabkan oleh HPV tipe 16 dan 18. Protein yang dihasilkan oleh HPV 16 adalah E7, berikatan dengan gen supresor tumor Rb sehingga menyebabkan inaktivasi dari gen tersebut. Sedangkan HPV 18 menghasilkan protein E6 yang dapat menginaktivasikan gen supresor tumor p53. Akibat pengikatan protein itu menyebabkan efek karsinogenik. Transmisi HPV biasanya terjadi akibat kontak seksual.

Setelah individu terinfeksi HPV, maka dapat terjadi infeksi yang lokal dan stabil, atau membaik secara spontan, atau berkembang menjadi lesi derajat rendah (low grade squamous intraepithelial lesion/LSIL, disebut juga cervical intraepithelial neoplasia/CIN I). Sebagian CIN I dapat hilang tanpa pengobatan atau tidak berkembang, terutama pada perempuan muda. Diperkirakan, dari 1 juta perempuan yang terinfeksi, 10% di antaranya akan menjadi lesi prakanker serviks.

Perubahan prakanker tersebut terjadi pada perempuan berusia 30-40 tahun. Dari sejumlah lesi prakanker, sekitar 8% di antaranya akan menjadi carcinoma in situ (CIS), lalu 1,6% akan berkembang menjadi kanker ganas bila CIS tersebut tidak terdeteksi (Kapita Selekta, 2014).

Berdasarkan gambaran histologi, kelainan prakanker dapat diperingkatkan sebagai CIN I (diplasia ringan), CIN II (diplasia sedang), dan CIN III (diplasia berat dan carsinoma in situ). Namun, pada apusan sitologi, lesi prakanker dibagi hanya menjadi dua kelompok : SIL (squamous intra epithelial lesion) derajat ringan (low grade squamous intraepithelial lesion/LSIL) dan derajat berat (high grade squamous intraepithelial lesion/HSIL). Lesi derajat ringan sesuai dengan CIN I dan lesi derajat berat dengan CIN II dan CIN III (Kumar, 2007).

(26)

2.3.3. MANIFESTASI KLINIS

Walaupun telah terjadi invasi ke sel tumor dalam stroma, kanker serviks masih mungkin menimbulkan gejala. Tanda dini kanker serviks tidak spesifik seperti adanya sekret vagina yang agak banyak dan kadang-kadang dengan bercak pendarahan. Umumnya tanda yang sangat minimal ini sering di abaikan oleh penderita (Aziz, 2006).

Gejala sering kali baru terlihat ketika kanker telah berkembang lebih jauh dan telah menyebar ke daerah di dekatnya. Namun, harus segera berkonsultasi dengan dokter bila menemukan gejala-gejala berikut yaitu pendarahan vagina yang bersifat abnormal. Misalnya pendarahan setelah bersenggama, pendarahan setelah menopause, perdarahan dan bercak darah antar menstruasi, dan periode menstruasi yang lebih lama atau lebih berat dari biasanya. Keputihan yang tidak normal. Ciri-cirinya adalah kental, warnanya kuning atau kecoklatan, berbau busuk, dan terasa gatal. Rasa sakit saat bersenggama (Indrawati, 2009).

Pada stadium lanjut ketika tumor telah menyebar ke luar serviks dan melibatkan jaringan di rongga pelvis dapat dijumpai tanda lain seperti nyeri yang menjalar ke pinggul atau kaki. Hal ini menandakan keterlibatan ureter, dinding panggul, atau nervus skiatik. Beberapa penderita mengeluh nyeri berkemih, hematuria, perdarahan rektum sampai sulit berkemih dan buang air besar.

Penyebaran ke kelenjar getah bening tungkai bawah dapat menimbulkan edema tungkai bawah, atau terjadi uremia bila telah terjadi penyumbatan kedua ureter (Aziz, 2006).

(27)

2.3.4. STADIUM KANKER SERVIKS

Tabel 2.1. Stadium kanker serviks menurut FIGO, 2009 (Pecorelli, 2009).

TINGKAT KRITERIA 0

I IA IA1 IA2 IB IB1 IB2 II IIA IIA1 IIA2 IIB III IIIA IIIB IV IVA IVB

Karsinoma in situ

Karsinoma terbatas pada kandungan

Karsinoma serviks berdasar pemeriksaan mikroskopis, dengan terdalam invasi ≤ 5 mm dan ekstensi sebesar ≤ 7mm

Invasi stroma dengan kedalaman ≤ 3 mm dan invasi horizontal ≤ 7 mm Invasi stroma dengan kedalaman ≤ 5 mm dan invasi horizontal ≤ 7 mm Tampak lesi secara klinis, terbatas pada serviks, atau lesi mikrokopis yang lebih besar dari IA

Lesi ≤ 4 cm Lesi > 4 cm

Invasi tumor keluar dari uterus tetapi tidak sampai ke dinding panggul atau mencapai 1/3 bawah vagina

Tanpa invasi ke parametrium

Secara klinis terlihat ≤ 4 cm dalam dimensi terbesar Secara klinis terlihat > 4 cm dalam dimensi terbesar Tumor dengan invasi ke parametrium

Tumor meluas ke dinding panggul dan atau mencapai 1/3 bawah vagina dan atau menimbulkan hidronefrosis atau afungsi ginjal

Tumor mengenai 1/3 bawah vagina tetapi tidak mencapai dinding panggul

Tumor meluas sampai ke dinding panggul dan /atau menimbulkan hidronefrosis atau afungsi ginjal

Karsinoma telah melampaui panggul

Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau rektum dan atau meluas keluar panggul kecil (true pelvis)

Metastasis jauh (termasuk penyebaran pada peritoneal, keterlibatan dari kelenjar getah bening supraklavikula, mediastinal, atau para aorta, paru, hati, atau tulang)

2.3.5. DIAGNOSIS

Diagnosis kanker serviks dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

2.3.5.1. ANAMNESIS

Sebagian besar wanita yang terdiagnosis kanker serviks bersifat asimptomatis.

Pada wanita yang memiliki gejala, stadium awal kanker serviks dapat memberikan keluhan seperti keputihan bercampur darah, edema pada kaki, nyeri pinggang,

(28)

tumor yang bertumbuh juga dapat menekan ke organ sekitar sehingga menimbulkan gejala lainnya (Schorge, 2008).

2.3.5.2. PEMERIKSAAN FISIK

Kebanyakan wanita dengan kanker serviks memiliki pemeriksaan fisik yang normal. Tetapi, seiring perjalanan penyakit, pembesaran kelenjar supraklavikular atau inguinal lymphadenopathy, edema tungkai, asites, ataupun penurunan suara nafas dengan auskultasi paru dapat menunjukkan adanya metastasis. Pada wanita yang diduga terkena kanker serviks, pemeriksaan genitalia eksterna dan vagina harus dilakukan. Dengan pemeriksaan spekulum, penampakan serviks dapat normal apabila kanker masih mikroinvasif. Sekret yang bersifat cair, purulen, atau bercampur darah, juga dapat dijumpai. Untuk alasan ini, kanker serviks dapat memiliki gambaran klinis yang serupa dengan penyakit lain, seperti leiomioma serviks, polip serviks, vaginitis, servisitis, plasenta previa, kehamilan servikal, kondiloma akuminata, herpetic ulcer, dan chancre. Pada pemeriksaan bimanual, dapat diraba pembesaran uterus akibat dari invasi dan pertumbuhan tumor. Pada kanker serviks tahap lanjut, perlu dilakukan pemeriksaan rektovaginal. Palpasi pada septum rektovaginal memberi gambaran septum yang tebal, keras, dan irregular. Invasi paling sering terjadi pada bagian proksimal posterior dari dinding vagina (Schorge, 2008).

2.3.5.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis kanker serviks diperoleh melalui pemeriksaan histopatologi jaringan biopsi. Pada dasarnya bila dijumpai lesi seperti kanker secara kasat mata harus dilakukan biopsi walau hasil pemeriksaan pap smear masih dalam batas normal. Sementara itu, biopsi lesi yang tidak kasat mata dilakukan dengan bantuan kolposkopi. Kecurigaan adanya lesi yang tidak kasat mata didasarkan dari hasil pemeriksaan sitologi serviks (pap smear). Diagnosis kanker serviks hanya berdasarkan pada hasil pemeriksaan histopatologi jaringan biopsi. Hasil pemeriksaan sitologi tidak boleh digunakan sebagai dasar penetapan diagnosis.

(29)

Biopsi dapat dilakukan secara langsung tanpa bantuan anastesia dan dapat dilakukan secara rawat jalan. Pendarahan yang terjadi dapat diatasi dengan penekanan atau meninggalkan tampon vagina. Lokasi biopsi sebaiknya dapat diambil dari jaringan yang masih sehat dan dihindari biopsi jaringan nekrosis pada lesi besar. Bila hasil biopsi dicurigai adanya mikroinvasi, dilanjutkan dengan konisasi. Konisasi dapat dilakukan dengan pisau (cold knife) atau dengan elektrokauter (Aziz, 2006).

Indikasi konisasi pisau adalah pemeriksaan kolposkopi yang tidak memuaskan, kuret endoserviks yang positif, histologi biopsi yang menyatakan mikroinvasi, kesenjangan antara pap smear dengan histologi biopsi dan adenodisplasia. Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan berkisar 14- 22% tetapi dengan teknik yang baik perdarahan dapat diatasi, kejadian stenosis osteum berkisar 17% (Andrijono, 2010).

2.3.6. TATALAKSANA

Secara umum, tatalaksana karsinoma serviks mencakup operasi, radioterapi, atau kombinasi radioterapi dan kemoterapi. Pemilihan tatalaksana tersebut disesuaikan dengan stadium penyakit. Penanganan komprehensif karsinoma serviks membutuhkan kerja sama antara bidang ginekologi-onkologi, radioterapi- onkologi, serta gizi klinik (Kapita Selekta, 2014).

2.3.7. PENCEGAHAN

Pencegahan memiliki arti yang sama dengan deteksi dini atau pencegahan sekunder, yaitu pemeriksaan atau tes yang dilakukan pada orang yang belum menunjukkan adanya gejala penyakit untuk menemukan penyakit yang belum terlihat atau masih berada pada stadium praklinik. Secara umum, kasus kanker mulut rahim dan kematian akibat kanker mulut rahim bisa dideteksi dengan mengetahui adanya perubahan pada daerah mulut rahim dengan cara pemeriksaan sitologi menggunakan tes pap smear atau pemeriksaan inspeksi visual asam (IVA)

(30)

Sesuai dengan American College of Obstetry and Gynecology dan National Cancer Institute, dianjurkan pemeriksaan tes pap smear dan panggul setiap tahun terhadap semua wanita yang aktif secara seksual atau yang telah berusia 18 tahun.

Setelah wanita tersebut mendapatkan tiga atau lebih tes pap smear normal, tes dapat dilakukan dengan frekuensi yang lebih jarang sesuai dengan yang dianjurkan dokter. Diperkirakan sebanyak 40% kanker serviks invasif dapat dicegah dengan skrining pap smear interval 3 tahun.

IVA merupakan tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 2 %) dan larutan iosium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang terjadi setelah dilakukan olesan. Tujuannya adalah untuk melihat adanya sel yang mengalami displasia sebagai salah satu metode skrining kanker mulut rahim.

IVA tidak direkomendasikan pada wanita pasca menopause, karena daerah zona transisional seringkali terletak di kanalis servikalis dan tidak tampak dengan pemeriksaan inspekulo. IVA positif bila ditemukan adanya area berwarna putih dan permukaannya meninggi dengan batas yang jelas di sekitar zona transformasi (Rasjidi, 2009).

2.3.7.1. PENCEGAHAN PRIMER

Pencegahan primer adalah pencegahan terhadap penyebab penyakit seperti menunda onset aktivitas seksual, penggunaan kontrasepsi, dan penggunaan vaksinasi HPV.

Menunda aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan secara monogami akan mengurangi risiko kanker serviks secara signifikan. Dokter merekomendasikan kontrasepsi metode barier (kondom, diafragma, dan spermisida) yang berperan untuk proteksi terhadap agen virus. Penggunaan lateks lebih dianjurkan daripada kondom yang dibuat dari kulit kambing. Vaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien bisa mengurangi infeksi Human Papiloma Virus, karena mempunyai kemampuan proteksi >90%. Tujuan dari vaksin propilaktik dan vaksin pencegah adalah untuk mencegah perkembangan infeksi HPV dan rangkaian dari event yang mengarah ke kanker serviks. Kebanyakan vaksin adalah

(31)

berdasarkan respon humoral dengan penghasilan antibodi yang menghancurkan virus sebelum ia menjadi intraseluler. Masa depan dari vaksin propilatik HPV sangat menjanjikan, namun penerimaan seluruh populasi heterogenous dengan tahap pendidikan berbeda dan kepercayaan kultur berbeda tetap dipersoalkan.

Sebagai tambahan, prevelansi tinggi infeksi HPV mengindikasikan bahwa akan butuh beberapa dekade untuk program imunisasi yang sukses dalam usaha mengurangi insiden kanker serviks (Rasjidi, 2009).

2.3.7.2. PENCEGAHAN SEKUNDER

Pencegahan sekunder adalah penemuan dini, diagnosis dini dan terapi dini terhadap kanker leher rahim seperti pemeriksaan pap smear. Hasil tes pap smear yang negatif sebanyak tiga kali berturut-turut dengan selisih waktu antar pemeriksaan satu tahun dan atas petunjuk dokter sangat dianjurkan. Untuk pasien (atau partner hubungan seksual yang level aktivitasnya tidak diketahui), dianjurkan untuk melakukan tes pap smear tiap tahun. Pasien yang memulai hubungan seksual saat usia < 18 tahun dan wanita yang mempunyai banyak partner (multiple partner) seharusnya melakukan tes pap smear tiap tahun, dimulai dari onset seksual intercourse aktif. Interval sekarang ini dapat diturunkan menjadi setiap 6 bulan untuk pasien dengan risiko khusus, seperti mereka yang mempunyai riwayat penyakit seksual berulang (Rasjidi, 2009).

2.4. PENGETAHUAN

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour) (Notoatmodjo, 2012).

(32)

2.4.1. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN Menurut Mubarak, faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah sebagai berikut :

2.4.1.1. PENDIDIKAN

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain agar dapat memahami sesuatu hal. Tidak dapat dipungkiri bahwah semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya pengetahuan yang dimilikinya akan semakin banyak.

2.4.1.2. PEKERJAAN

Lingkungan pekerjaan dapat membuat seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

2.4.1.3. UMUR

Dengan pertambahan umur seseorang akan memahami perubahan fisik dan psikologi (mental).

2.4.1.4. MINAT

Minat sebagai kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu.

Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal, sehingga memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.

2.4.1.5. PENGALAMAN

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

(33)

2.4.1.6. KEBUDAYAAN LINGKUNGAN SEKITAR

Lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang. Kebudayaan lingkungan tempat kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.

2.4.1.7. INFORMASI

Kemudahan untuk memperoleh suatu infomasi dapat mempercepat seseorang memperoleh pengetahuan yang baru.

2.4.2. PENGUKURAN PENGETAHUAN

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur dari subjek penelitian atau responden (Mubarak, 2012).

(34)

2.5. KERANGKA TEORI

Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini maka kerangka teori dalam penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.3. Kerangka teori.

2.6. KERANGKA KONSEP

Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini maka kerangka konsep dalam penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.4. Kerangka konsep.

CIN (juta/thn) Kondiloma (ratusan

ribu/thn)

Sel epitel serviks

Mahasiswi Stambuk 2017 Fakultas Kedokteran

Pengetahuan Terhadap Faktor Risiko dan

CIN derajat berat (300.000/thn)

Metastasis (5000/thn) Kanker invasif (15.000/thn) Pajanan HPV

Infeksi episomal oleh HPV risiko rendah (6,11)

Integrasi virus HPV risiko tinggi (16, 18,

Infeksi persisten Usia, Aktifitas Seksual, Usia Berhubungan Seksual, Penggunaan Antiseptik,

Merokok, Riwayat Penyakit Kelamin, Paritas, Kontra Sepsi Oral, Sirkumsisi, Defisiensi Zat Gizi, Obat, Sosial Ekonomi Rendah

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. RANCANGAN PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif yang bertujuan mengetahui bagaimana gambaran pengetahuan mahasiswi stambuk 2017 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara terhadap faktor risiko & pencegahan kanker serviks.

Adapun pendekatan yang digunakan adalah cross sectional dimana seluruh sampel akan diamati satu kali dan pada satu saat.

3.2. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN 3.2.1. WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan sejak April 2017 sampai Desember 2017 yang mencakup pengajuan judul, penelusuran kepustakaan, penulisan proposal, pembacaan proposal, pengumpulan, dan pengolahan data hingga penulisan dan pembacaan hasil.

3.2.2. LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.3. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3.3.1. POPULASI PENELITIAN

Populasi penelitian ini adalah semua mahasiswi stambuk 2017 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.

(36)

3.3.2. SAMPEL PENELITIAN

Sampel penelitian adalah seluruh subjek yang diambil dari populasi penelitian dengan teknik pengambilan total sampling, dimana sampel penelitian berupa semua mahasiswi stambuk 2017 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan memenuhi kriteria inklusi & eksklusi.

3.4. KRITERIA INKLUSI & EKSKLUSI

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian sebagai berikut:

3.4.1. KRITERIA INKLUSI

 Semua mahasiswi stambuk 2017 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

 Bersedia menjadi sampel penelitian

3.4.2. KRITERIA EKSKLUSI

 Tidak bersedia menjadi sampel penelitian

 Tidak mengisi kuesioner dengan lengkap

3.5. METODE PENGUMPULAN DATA

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer. Data diperoleh dari pengisian kuesioner oleh responden.

3.6. PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

Data yang sudah diolah akan dianalisa secara deskriptif dengan menggunakan komputerisasi untuk mengetahui gambaran pengetahuan mahasiswi stambuk 2017 terhadap faktor risiko & pencegahan kanker serviks. Hasil dari data tersebut disajikan dalam bentuk narasi dan tabel distribusi frekuensi atau proporsi.

(37)

3.7. DEFINISI OPERASIONAL

3.7.1. MAHASISWI FAKULTAS KEDOKTERAN

Peserta didik yang terdaftar dan belajar di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara stambuk 2017 yang berjenis kelamin perempuan.

3.7.2. PENGETAHUAN TERHADAP FAKTOR RISIKO KANKER SERVIKS

Segala sesuatu yang diketahui atau tingkat pemahaman responden terhadap faktor risiko kanker serviks.

 Cara Ukur

Cara ukur pada penelitian ini adalah dengan meminta responden untuk menjawab kuesioner.

 Alat ukur

Alat ukur dari penelitian ini adalah kuesioner untuk menilai pengetahuan mahasiswi terhadap faktor risiko kanker serviks.

Kuesioner ini berisikan pernyataan dengan kemungkinan jawaban benar atau salah.

Skor 1 untuk jawaban benar Skor 0 untuk jawaban salah

 Hasil ukur

Hasil ukur dari pengetahuan terhadap faktor risiko kanker serviks dapat dikategorikan sebagai:

1. Baik, bila persentase benar antara (rentang nilai 9-11) 2. Cukup/Sedang (rentang nilai 5-8)

3. Kurang ( rentang nilai 0-4)

 Skala ukur

Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal.

(38)

3.7.3. PENGETAHUAN TERHADAP PENCEGAHAN KANKER SERVIKS Segala sesuatu yang diketahui atau tingkat pemahaman responden terhadap pencegahan kanker serviks.

 Cara Ukur

Cara ukur pada penelitian ini adalah dengan meminta responden untuk menjawab kuesioner.

 Alat ukur

Alat ukur dari penelitian ini adalah kuesioner untuk menilai pengetahuan mahasiswi terhadap faktor risiko kanker serviks.

Kuesioner ini berisikan pernyataan dengan kemungkinan jawaban benar atau salah.

Skor 1 untuk jawaban benar Skor 0 untuk jawaban salah

 Hasil ukur

Hasil ukur dari pengetahuan terhadap faktor risiko kanker serviks dapat dikategorikan sebagai:

1. Baik, bila persentase benar antara (rentang nilai 9-11) 2. Cukup/Sedang (rentang nilai 5-8)

3. Kurang ( rentang nilai 0-4)

 Skala ukur

Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal.

(39)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini berlokasi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang beralamat di jalan Dr. Mansyur No.5 Medan.

Penelitian ini dilakukan pada 151 responden yang merupakan mahasiswi aktif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara stambuk 2017. Karakteristik yang diamati pada responden adalah usia dan jenis kelamin. Karakteristik usia responden terbagi atas enam, yaitu 16, 17, 18, 19, 20, dan 21 tahun. Karakteristik jenis kelamin responden adalah seluruhnya perempuan.

Tabel 4.1. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia.

Usia Reponden Frekuensi Persentase (%)

16 tahun 2 1,3

17 tahun 59 39,1

18 tahun 73 48,3

19 tahun 13 8,6

20 tahun 3 2

21 tahun 1 0,7

Pertambahan usia seseorang dapat menunjukkan kematangan mental dan fisik seseorang sehingga mempengaruhi baik tidaknya seseorang dalam proses belajar mengajar. Bertambahnya usia seseorang akan mempengaruhi pengetahuan seseorang tersebut, termasuk pengetahuan kesehatan reproduksi yang bisa juga diperoleh dari pengalamannya Hasil penelitian menunjukkan usia responden termuda adalah 16 tahun dan usia responden tertua adalah 21 tahun. Dari 151 responden (Tabel 4.1.) ditemukan sebahagian besar responden memiliki umur 18 tahun sebanyak 73 orang (48,3%) dan disusul peringkat ke-2 dengan umur 17 tahun sebanyak 59 orang (39,1%), sedangkan kelompok responden yang paling sedikit adalah usia 21 tahun sebanyak 1 orang (0,7%).

Pada penelitian ini, pengetahuan responden dinilai berdasarkan 22 pernyataan yang mencakup pengetahuan mengenai faktor risiko dan pencegahan kanker

(40)

serviks. Sebelumnya telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap kuesioner pengetahuan dimana 22 pernyataan tersebut telah valid dan reliable.

Tabel 4.2. Distribusi frekuensi pengetahuan responden terhadap faktor risiko kanker serviks.

No Pernyataan Pengetahuan Benar (skor 1)

Salah (skor 0)

N % N %

1 Kanker serviks (leher rahim) adalah pertumbuhan sel-sel kanker di serviks yang tidak normal dan sel-sel kanker tersebut mengalami perubahan ke arah keganasan

146 96,7 5 3,3

2 Faktor pencetus yang mengawali terjadinya kanker leher rahim adalah infeksi virus (Human Papilloma Virus/HPV)

139 92,1 12 7,9

3 Berhubungan seksual atau menikah muda (sebelum usia 20 tahun) tidak ada hubungannya terhadap terjadinya kanker serviks pada wanita

105 69,5 46 30,5

4 Risiko terjadinya kanker leher rahim meningkat bila wanita memiliki pasangan seksual yang banyak

142 94 9 6

5 Berhubungan seksual dengan pria yang sudah melakukan hubungan seksual dengan banyak wanita tidak akan meningkatkan risiko kanker serviks

121 80,1 30 19,9

6 Berhubungan seksual dengan pria yang tidak disunat bisa meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks

92 60,9 59 39,1

7 Wanita yang sering melahirkan merupakan salah satu faktor risiko dari kanker serviks

36 23,8 115 76,2 8 Merokok bukan salah satu faktor risiko

terjadinya kanker leher Rahim

92 60,9 59 39,1 9 Menggunakan narkoba bisa menyebabkan

kanker serviks

73 48,3 78 51,7 10 Menggunakan obat penekan kekebalan tubuh

misalnya pada saat sehabis menerima donor organ tubuh manusia akan meningkatkan risiko terkena kanker serviks

44 29,1 107 70,9

11 Kekurangan asupan vitamin B9 (asam folat) bisa meningkatkan kemungkinan terjadinya kanker serviks pada wanita

88 58,3 63 41,7

(41)

Berdasarkan distribusi frekuensi responden terhadap faktor risiko kanker serviks (Tabel 4.2.), pernyataan yang paling banyak dijawab responden dengan benar adalah pernyataan nomor 1 sebanyak 146 orang (96,7%).

Dari penelitian tingkat pengetahuan mahasiswi terhadap faktor risiko dan pencegahan kanker serviks ini ditemukan responden lebih banyak menjawab benar sebanyak 8 pernyataan dari 11 pernyataan yang di berikan (Tabel 4.2.), seperti pengertian dari kanker serviks (96,7%) dan HPV sebagai faktor pencetus kanker serviks (92,1%). Sebagian besar responden juga sudah mengetahui bahwa berhubungan seksual terlalu dini dan memiliki pasangan seksual yang banyak merupakan faktor risiko kanker serviks, hal tersebut dapat dilihat dari jawaban responden yang menjawab benar pada soal pernyataan nomor 3 sebanyak 69,5%

dan pada soal pernyataan nomor 4 sebanyak 94%. Hanya pada 3 soal pernyataan saja responden lebih banyak menjawab salah. Responden tidak mengetahui bahwa wanita yang sering melahirkan merupakan salah satu dari faktor risiko kanker serviks (soal pernyataan nomor 7).

Tingkat pengetahuan responden mengenai faktor risiko kanker serviks dapat dikategorikan menjadi baik, cukup, & kurang (Tabel 4.3.).

Tabel 4.3. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan responden terhadap faktor risiko kanker serviks.

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Baik 31 20,5

Cukup 113 74,8

Kurang 7 4,6

Pengetahuan responden mengenai faktor risiko kanker serviks (Tabel 4.3.) sebagian besar memiliki pengetahuan yang cukup dengan jumlah responden 113 orang (74,8%), dan 31 orang (20,5%) responden memiliki pengetahuan yang baik, dan hanya 7 orang saja (4,6%) dari responden tersebut memiliki pengetahuan yang kurang terhadap faktor risiko kanker serviks.

Dalam data ini dapat kita nilai bahwa tingkat pengetahuan responden yaitu mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara stambuk 2017 secara

(42)

umum dapat dikatakan cukup. Sehingga dimasa mendatang responden perlu lebih meningkatkan pemahamannya terhadap faktor risiko kanker serviks agar dimasa mendatang prevalensi dari penyakit kanker serviks bisa diturunkan.

Hal ini sesuai dengan penelitian Prakash Kanayasan (2011) mengenai tingkat pengetahuan mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi Angkatan 2007 Universitas Sumatera Utara mengenai faktor resiko terjadinya kanker serviks yang mayoritas berpengetahuan cukup, yaitu sebanyak 66% (Kanayasan, 2011).

Tabel 4.4. Distribusi frekuensi pengetahuan responden terhadap pencegahan kanker serviks.

No Pernyataan Pengetahuan Benar

(skor 1)

Salah (skor 0)

N % N %

1 Menghindari faktor-faktor resiko kanker serviks merupakan tindakan tepat dalam pencegahan kanker serviks

144 95,4 7 4,6

2 Menunda aktifitas seksual sampai usia 20 tahun bukan merupakan salah satu pencegahan terjadinya kanker serviks

89 58,9 62 41,1

3 Agar terhindar dari kanker leher rahim (serviks), sebaiknya tidak berganti- ganti pasangan

139 92,1 12 7,9

4 Agar terhindar dari kanker serviks, sebaiknya mempunyai banyak anak

138 91,4 13 8,6 5 Menggunakan kondom saat berhubungan

seksual bisa memproteksi diri dari virus kanker serviks

107 70,9 44 29,1

6 Vaksinasi virus HPV bukan sebagai pencegahan dari kanker serviks

115 76,2 36 23,8 7 Pap smear merupakan salah satu bagian dari

pengobatan kanker serviks

80 53 71 47

8 Pap smear merupakan deteksi awal untuk kanker serviks

138 91,4 13 8,6 9 Tujuan dari pemeriksaan pap smear untuk

menjaga kesehatan daerah kewanitaan dari semua penyakit kelamin

30 19,9 121 80,1

10 Pemeriksaan tes pap smear dianjurkan setiap tahun terhadap semua wanita yang sudah melakukan hubungan seksual

102 67,5 49 32,5

11 IVA(Inspeksi Visual Asam) bukan merupakan deteksi awal untuk kanker serviks

73 48,3 78 51,7

(43)

Berdasarkan distribusi frekuensi pengetahuan responden terhadap pencegahan kanker serviks (Tabel 4.4.), di dapatkan pernyataan yang paling banyak dijawab responden dengan benar adalah pernyataan no 1 sebanyak 144 orang (95,4%).

Berdasarkan Tabel 4.4. responden lebih banyak menjawab benar sebanyak 9 pernyataan dari 11 pernyataan yang di berikan seperti pada pernyataan menghindari faktor risiko merupakan pencegahan kanker serviks (95,4%) dan tidak berganti-ganti pasangan agar terhindar dari kanker serviks (92,1%).

Seorang wanita dengan beberapa mitra seksual harus menggunakan kondom untuk mengurangi resiko tertular penyakit menular seksual apapun. Selain itu Wanita yang telah memiliki 3 atau lebih kehamilan cukup bulan memiliki peningkatan risiko terkena kanker leher rahim.(ACS, 2013)

Sebanyak 91,4% responden mengetahui bahwa pemeriksaan pap smear merupakan deteksi awal dari kanker seviks tetapi hal itu tidak berbanding lurus dengan pernyataan pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam) sebagai deteksi awal kanker serviks, karena sebanyak 51,7% responden tidak mengetahui bahwa IVA merupakan deteksi awal dari kanker serviks. Hal tersebut membuktikan bahwa tingkat kepopuleran pap smear lebih tinggi dibanding dengan pemeriksaan IVA.

Tingkat pengetahuan responden mengenai pencegahan kanker serviks dapat dikategorikan pada tabel 4.5. berikut.

Tabel 4.5. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan responden terhadap pencegahan kanker serviks.

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Baik 49 32,5

Cukup 95 62,9

Kurang 7 4,6

Berdasarkan Tabel 4.5. dapat diketahui bahwa pengetahuan responden mengenai pencegahan kanker serviks sebagian besar memiliki pengetahuan yang cukup dengan jumlah responden 95 orang (62,9%), dan 49 orang (32,5%) responden memiliki pengetahuan yang baik, dan hanya 7 orang saja (4,6%) dari responden tersebut memiliki pengetahuan yang kurang terhadap pencegahan kanker serviks.

(44)

Dalam data ini dapat kita nilai bahwa tingkat pengetahuan responden yaitu mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara stambuk 2017 secara umum dapat dikatakan cukup. Sehingga dimasa mendatang responden perlu lebih meningkatkan pemahamannya terhadap pencegahan kanker serviks agar dimasa mendatang prevalensi dari penyakit kanker serviks bisa diturunkan.

Hal ini sesuai dengan penelitian Kesavanraj A/L Konarsigaran (2015) mengenai tingkat pengetahuan mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi Angkatan 2011 Universitas Sumatera utara mengenai pencegahan terjadinya kanker serviks yang mayoritas berpengetahuan cukup, yaitu sebanyak 43,5% (Konarsigaran, 2015). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dari mahasiswi Fakultas Kedokteran terhadap pencegahan kanker serviks lebih tinggi daripada mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi di Universitas Sumatera utara, walaupun sebahagian besar responden masih sama-sama dalam kategori cukup. Hal tersebut mungkin disebabkan karena mahasiswi kedokteran lebih berminat dalam mencari informasi tentang kanker serviks di karenakan mahasiswi kedokteran adalah calon dokter yang akan menjadi ujung tombak dalam mengatasi penyakit kanker serviks.

Pada penelitian ini, Tingkat pengetahuan terhadap faktor risiko dan pencegahan kanker serviks (Tabel 4.3. & Tabel 4.5.) bisa dikatakan cukup dikarenakan berbagai faktor seperti sudah mulai mudahnya informasi terhadap faktor risiko dan pencegahan kanker serviks didapatkan. Informasi terhadap faktor risiko dan pencegahan kanker serviks tidak hanya bisa didapatkan dengan bertanya kepada petugas kesehatan atau dokter, tetapi informasi terhadap faktor risiko dan pencegahan kanker serviks bisa didapatkan dari berbagai media massa seperti koran, majalah kesehatan, TV dan bahkan pada zaman sekarang sudah banyak informasi yang bisa didapatkan dengan hanya mengakses internet.

Minat dari responden untuk mengetahui informasi dari faktor risiko dan pencegahan kanker serviks juga ikut berpengaruh pada tingkat pengetahuan responden dari faktor risiko dan pencegahan kanker serviks. Hal itu di sebabkan karena minat sebagai kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu.

Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal, sehingga memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.

(45)

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain agar dapat memahami sesuatu hal. Tidak dapat dipungkiri bahwah semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya pengetahuan yang dimilikinya akan semakin banyak (Mubarak,2012).

Tingkat pengetahuan responden terhadap faktor risiko dan pencegahan kanker serviks pada penelitian ini juga dipengaruhi oleh pendidikan. Pada pendidikan terakhir responden yaitu SMA sudah dimasukkan materi terhadap pendidikan reproduksi, tetapi terkadang informasi terhadap kanker serviks yang didapatkan pada pendidikan formal belum mencukupi, sehingga masyarakat sebaiknya mencari informasi tentang kanker serviks dari sumber lain seperti media massa dan perlu dilakukan penyuluhan lebih banyak dan lebih sering kepada masyarakat khususnya kepada para remaja.

Lingkungan geografis dan besar kemampuan ekonomi dapat berpengaruh terhadap penyediaan serta kesempatan dalam memperoleh informasi kesehatan reproduksi. Sayangnya hal tersebut tidak diketahui pada penelitian ini.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan responden terhadap pencegahan kanker serviks memiliki kategori tingkat pengetahuan cukup sebanyak 62,9% dan tingkat pengetahuan baik sebanyak 32,5%, hal tersebut lebih baik dibandingkan dengan pengetahuan responden terhadap pencegahan kanker serviks yaitu sebanyak 74,8% dan tingkat pengetahuan baik hanya sebanyak 20,5% tetapi secara umum masih sama-sama di dalam kategori cukup.

Gambar

Gambar 2.1. Anatomi dari serviks (Marieb, 2001).
Gambar 2.2. Potongan histologi dari serviks (Kumar, 2007).
Tabel 2.1. Stadium kanker serviks menurut FIGO, 2009 (Pecorelli, 2009).
Gambar 2.3. Kerangka teori.

Referensi

Dokumen terkait

e., a part of an already existing network is used and fine-tuned, and when the available data is augmented by using deformed patches of the images for training.. The network is

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLII-2/W5, 2017 26th International CIPA Symposium 2017, 28

Adalah standar komunikasi data yang digunakan oleh komunitas internet dalam proses tukar-menukar data dari satu komputer ke komputer lain di dalam jaringan

Mad Shilah Qashirah adalah apabila ada kata ganti (ha’ dlomir) yang didahului dengan huruf yang berharakat ( ̶ )/ ( ̶ )... Mad

Adapun manfaat penulisan ini adalah untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat atau pasien penyakit jantung untuk mendapatkan informasi rumah sakit spesialis jantung serta

Pada hari ini Kamis Tanggal Dua puluh tujuh bulan September tahun Dua ribu dua belas, Kami yang bertanda tangan dibawah ini Panitia Pengadaan Barang/Jasa

Lampiran 12.Spektrum 1 H-NMR Senyawa Flavonoida Pembanding untuk Senyawa Hasil Isolasi (Mabry, 1970).. Senyawa Hasil Isolasi

Muhammad Zein Painan akan melaksanakan Pelelangan Sederhana pascakualifikasi secara non elektronik untuk paket pekerjaan pengadaan Jasa Lainnya sebagai berikut:..