• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pelayanan kesehatan adalah upaya, pekerjaan atau kegiatan kesehatan yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pelayanan kesehatan adalah upaya, pekerjaan atau kegiatan kesehatan yang"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pelayanan Kesehatan Polri

2.1.1. Pengertian Pelayanan Kesehatan Polri

Pelayanan kesehatan adalah upaya, pekerjaan atau kegiatan kesehatan yang ditujukan untuk mencapai derajat kesehatan perorangan/ masyarakat yang optimal/

setinggi-tingginya (Pusdokkes Polri, 2006). Pelayanan Kesehatan Polri adalah upaya-upaya tersebut yang dilakukan pada fasilitas kesehatan yang dimiliki Polri maupun non Polri terutama melayani masyarakat lingkungan Polri serta masyarakat umum yang ada disekitarnya. Pelayanan yang tersedia dalam bentuk rawat jalan, gawat darurat dan rawat inap.

Pelayanan kesehatan Polri pada tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia dikoordinir oleh satuan organisasi penunjang yaitu Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri (Pusdokkes Polri). Di tingkat kewilayahan/ Polda, fungsi ini diemban oleh Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polri (Biddokkes).

2.1.2. Jenis Pelayanan Kesehatan Polri di Tingkat Propinsi Pelayanan kesehatan oleh instansi Polri terdiri dari :

2.1.2. 1. Pelayanan Rawat jalan termasuk Unit Gawat Darurat meliputi : (1) Poliklinik rumah sakit Polri; (2) Poliklinik induk di Polda; (3) Poliklinik tingkat

Poltabes/Polres.

2.1.2. 2. Pelayanan Rawat inap : Rumah sakit Polri

(2)

2.1.3. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Polri

Sama seperti rumah sakit lainnya di Indonesia tugas sekaligus fungsi dari rumah sakit Polri adalah :

1. Melaksanakan pelayanan medis, pelayanan penunjang medis,

2. Melaksanakan pelayanan medis tambahan,

3. Melaksanakan pelayanan penunjang medis tambahan,

4. Melaksanakan pelayanan medis khusus,

5. Melaksanakan pelayanan rujukan kesehatan,

6. Melaksanakan pelayanan kedokteran gigi,

7. Melaksanakan pelayanan kedokteran sosial,

8. Melaksanakan pelayanan penyuluhan kesehatan,

9. Melaksanakan pelayanan rawat jalan,

10. Melaksanakan pelayanan gawat darurat,

11. Melaksanakan pelayanan rawat inap,

12. Melaksanakan pelayanan administratif,

13. Melaksanakan pelayanan administrasi Rekam Medis

14. Melaksanakan pendidikan Medis dan Para medis,

15. Membantu penelitian dan pengembangan kesehatan,

16. Membantu kegiatan penyelidikan epidemiologi,

17. Melaksanakan pelayanan Kedokteran Kehakiman / Kedokteran Kepolisian ( Spesifikasi layanan Rumah Sakit Polri )

(3)

2.2. Pembiayaan Pelayanan Kesehatan Polri

Pelayanan kesehatan Polri dilaksanakan dengan menggunakan dana APBN dan dana pemeliharaan kesehatan yang ditanggung oleh negara melalui sistem iuran Personil Polri serta dana non APBN yang berasal dari hasil pemanfaatan fasilitas pelayanan polri oleh masyarakat umum.

Seluruh personil Polri baik Anggota maupun Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Polri adalah termasuk pegawai negeri (UU RI No. 43 TAHUN 1999).

Oleh karena itu juga tunduk pada aturan pemerintah. Dalam hal ini Pemerintah telah menetapkan bahwa seluruh Pegawai Negeri termasuk Personil Polri wajib membayar iuran untuk pembiayaan pemeliharaan kesehatan yang dikutip setiap bulannya yang besar serta tata cara pemungutannya ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

(PP RI No. 28 TAHUN 2003 dan Skep Kapolri No.Pol : Skep / 245/ II/ 2006 ). Dana tersebut dikumpulkan langsung oleh kantor pusat Menteri Keuangan kemudian diserahkan kepada pengelola yang sudah ditetapkan pemerintah (Tjiptoherijanto P, Soesetyo B, 1994).

Namun dalam pengelolaannya, dana pembiayaan kesehatan yang dalam lingkungan kepolisian dikenal dengan istilah DPK (Dana Pemeliharaan kesehatan) berbeda dengan PNS non Personil Polri. Dana pemeliharaan kesehatan PNS non Personil Polri dikelola oleh PT. Askes sedangkan Personil Polri dikelola oleh Polri sendiri melalui unit kerja organisasi Polri yang mengurusi masalah kesehatan yaitu Pusdokkes Polri di tingkat Mabes Polri dan Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokkes) di tingkat Polda.

(4)

2.2.1. Dana Pemeliharaan Kesehatan Polri

Dana DPK Polri adalah hasil dari potongan gaji anggota Polri dan PNS Polri sebesar 2% dari gaji bruto (gaji pokok) yang diterima langsung oleh Polri dari Departemen Keuangan. DPK digunakan untuk pengadaan obat-obatan dan alat kesehatan terbatas, restitusi dan peningkatan kemampuan pelayanan kesehatan Polri.

Distribusi DPK tersebut saat ini adalah 25% untuk Mabes Polri, 5% Rumah Sakit Kepolisian Pusat RS. Soekanto dan 70% untuk kewilayahan / Polda.

Mekanisme pendistribusian kepada Biddokkes Polda dan RS. Bhayangkara akan ditentukan dengan perbandingan/persentase tertentu berdasarkan penilaian atas beban/kinerja Biddokkes dan RS. Bhayangkara. Penggunaannya diatur sebagai berikut:

a. DPK bagi Biddokkes Polda penggunaannya untuk :

1. Pengadaan Obat dan Alkes/ bahan habis pakai, yang tidak terpenuhi dari pengadaan pusat untuk pelayanan kesehatan di luar RS. Bhayangkara termasuk Poliklinik di tingkat Polres maksimal 75%

2. Restitusi minimal 25%.

b. DPK bagi RS. Bhayangkara Polda penggunaannya untuk :

1. Pengadaan obat dan alkes / bahan habis pakai minimal 80%

2. Regulasi apotik untuk penggantian biaya pembelian obat-obatan yang karena keadaan tertentu tidak tersedia di fasilitas kesehatan polri maksimal 20% (Skep Kapolri No.Pol : Skep / 245/ II/2006).

(5)

2.2.2. Restitusi pada DPK Polri

Restitusi adalah penggantian pelayanan kesehatan anggota Polri/ PNS Polri dan keluarganya yang berobat di luar fasilitas kesehatan Polri berdasarkan rujukan dari Pusdokkes Polri dan jajarannya. Restitusi adalah semacam asuransi kesehatan Polri. Restitusi berlaku pada pembiayaan yang telah dikeluarkan oleh peserta di luar kemampuan fasilitas kesehatan Polri, dengan perkataan lain pembiayaan ditanggung dahulu oleh anggota /PNS Polri pada pelayanan kesehatan di luar fasilitas kesehatan Polri. Kemudian diajukan klaim penggantian dan pembayarannya oleh Dokkes Polri.

Besarnya penggantian biaya adalah sampai batas maksimal seperti yang tertera dalam daftar jaminan. Ketentuan besarnya pembiayaan merujuk pada standar pemerintah dalam hal ini standar PT. Askes Indonesia (Biddokkes Polda Sumut, 2006).

2.2.3. Perbedaan dan Persamaan Askes Sosial dengan DPK Polri

Askes Sosial adalah sumber dana pemeliharaan kesehatan yang berasal dari 2

% pemotongan gaji bruto seluruh PNS Republik Indonesia ( kecuali PNS TNI/Polri) dan seluruh pensiunan PNS dan Purnawirawan TNI/Polri yang pengelolaannya dipercayakan kepada PT. Askes yang disalurkan dari Departemen Keuangan. Dari Tabel 2.1 terlihat perbedaan antara Askes Sosial dan DPK Polri.

2.2.4. Dana Non APBN Rumah Sakit di Lingkungan Polri

Dana Non APBN Rumah Sakit adalah dana yang merupakan hasil penerimaan dari pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum yang dikelola sesuai dengan

(6)

ketentuan-ketentuan pengelolaan APBN (Skep Kapolri No.Pol : Skep / 1665/

XII/2000). Pelayanan kesehatan yang diberikan dapat berasal dari Tenaga Medis dan Paramedis baik oleh Personil Organik maupun Dokter Konsulen Tamu di RSBM.

Hasil dari pelayanan ini pengendalian penggunaannya diatur dengan persentase menurut perbandingan yaitu 60% untuk operasional pelayanan masyarakat umum, 20% untuk peningkatan pelayanan pasien dinas dan 20% untuk peningkatan kemampuan operasional rumah sakit, termasuk peningkatan pelayanan pasien dinas, diantaranya adalah honor dan tambahan biaya rujukan. Dalam hal ini pemanfaatannya dapat digunakan untuk membiayai dokter spesialis yang dilakukan terhadap pasien tanggungan Polri.

Tabel 2.1. Persamaan dan perbedaan Askes Sosial dan DPK Polri

Askes Sosial DPK Polri

Sumber Dana 1.Pemerintah (Departemen Keuangan )

2.Pemotongan 2% Gaji Bruto PNS dan 5% pensiunan TNI/Polri

1.Pemerintah (Departemen Keuangan)

2. Pemotongan 2% Gaji Bruto Anggota/PNS Polri

Sifat Compulsary ( wajib ) Compulsary ( wajib )

Pengelola PT. Askes Indonesia ( BUMN ) Mabes Polri / Pusdokkes Polri (masih sentralistik )

Tempat pelayanan Bisa dipergunakan pada fasilitas yang sudah ditentukan PT. Askes, umumnya seluruh fasilitas

kesehatan pemerintah (jumlahnya lebih bervariasi)

Hanya bisa dipergunakan khususnya pada fasilitas kesehatan milik Polri serta non Polri atas persetujuan dan wewenang pusat (jumlahnya terbatas)

Jumlah Pelayanan Banyak dan lebih bervariasi Terbatas

(Dimodifikasi dari Sumber : Raharja E, 2006, Muninjaya,2004 dan Azwar A, 1996)

(7)

2.3. Kinerja

2.3.1. Definisi Kinerja

Kinerja berasal dari pengertian performance. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kinerja adalah sesuatu yang dicapai; prestasi yang diperlihatkan;

kemampuan kerja (tentang peralatan). Sedang menurut istilah, kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya (Wibowo, 2007).

Kinerja mencakup beberapa variabel yang berkaitan; input, perilaku-perilaku (proses), output dan outcome (dampak). Variabel variabel tersebut tidak dapat dipisahkan dan saling berkaitan. Dalam satu organisasi yang terdiri dari individu- individu yang memiliki karakteristik yang berbeda, perilaku individu dalam organisasi berpengaruh terhadap output dan outcome yang akan diraih oleh organisasi. Organisasi akan berhasil mencapai tujuannya apabila perilaku-perilaku individu dapat diarahkan dan dimotivasi untuk mencapai output tertentu (Laurensius F, 2005)

Kinerja suatu organisasi dipengaruhi faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain kecerdasan, keterampilan, kestabilan emosi, motivasi, persepsi peran, kondisi keluarga, kondisi fisik dan karateristik kelompok kerja. Sedang faktor eksternal antara lain peraturan, keinginan pelanggan, pesaing, nilai-nilai sosial, serikat buruh, kondisi ekonomi, perubahan lokasi kerja, dan kondisi pasar (Tika MP, 2006 ).

(8)

Konsep yang lebih sederhana adalah bahwa pelaksanaan kinerja akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang bersumber dari pekerja sendiri maupun yang bersumber dari organisasi. Dari pekerja sangat dipengaruhi oleh kemampuan atau kompetensinya sedang dari sisi organisasi dipengaruhi oleh seberapa baik kepemimpinan suatu organisasi dalam hal pemberdayaan pekerja, pemberian penghargaan dan peningkatan kemampuan pekerja (Wibowo, 2007)

Menurut Cokroaminoto (2007) ada 3 hal yang mempengaruhi unsur penilaian kinerja yaitu karakteristik individu, prilaku dan hasil yang dicapai (Tabel 2.2).

Namun dalam menilai kinerja pelayanan dokter spesialis di RSBM hanya beberapa indikator dari unsur- unsur tersebut yang relevan digunakan.

2.3.2. Fungsi – fungsi Pekerjaan/Kegiatan yang Terkait Kinerja

Ada beberapa fungsi pekerjaan/ kegiatan yang terkait dengan kinerja perusahaan yaitu strategi perusahaan, pemasaran, operasional, sumber daya manusia dan keuangan.

Bidang keuangan menurut Martin JD et al (1995) menyangkut aspek deskriptif dan komprehensif. Aspek deskriptif meliputi peraturan pemerintah, cara- cara meningkatkan modal serta bagaimana perusahaan dapat merger. Aspek komprehensif meliputi aspek pencaharian dan penggunaan dana secara efisien.

Pengukuran kinerja keuangan mengarah pada perbaikan, perencanaan, implementasi dan pelaksanaan strategis (Tika MP, 2006).

Penggunaan dana salah satunya menyangkut pembiayaan sumber daya manusia. Pembiayaan sumber daya manusia yang terbesar adalah penghasilan

(9)

pegawai/pekerja yang mengawaki suatu organisasi. Dari sudut perusahaan/organisasi pemberian penghasilan atau imbalan jasa akan selalu dikaitkan dengan kuantitas, kualitas dan manfaat jasa yang dipersembahkan oleh pekerja. Selain itu penghasilan pekerja pada perusahaan/organisasi merupakan komponen biaya yang perlu dikendalikan jika menyangkut urusan meraih laba. Sedang ditinjau dari sudut pandang pekerja, penghasilan adalah wujud dari balas jasa karena perusahaan/organisasi mampu memproduksi sesuatu disebabkan oleh keberadaan dan karya nyata mereka (Wungsu J, 2003). Oleh karenanya diperlukan pengaturan keuangan yang efektif dan efisien untuk mewujudkan kinerja organisasi.

(10)

Tabel 2.2. Unsur-unsur Penilaian Kinerja ( Cokroaminoto, 2007)

1. KARAKTERISTIK INDIVIDU Keahlian

Pengetahuan kerja

Kepemilikan sertifikat/ijin keahlian Kemampuan

Kekuatan fisik

Koordinasi anggota badan dlm bekerja Kemandirian

Kebutuhan

Hasrat untuk berhasil Kebutuhan sosial Sikap

Kejujuran Loyalitas Kreativitas Kepemimpinan 2. PERILAKU

Pelaksanaan tugas pokok (berdasarkan identifikasi dan elemen kritis pekerjaan) Menjelaskan produk kepada calon pembeli

Menjual produk

Melakukan pengepakan dan pengiriman Menanggapi komplain dan keluhan Mematuhi perintah

Melaporkan masalah Merawat perlengkapan Membuat catatan pekerjaan Mengikuti peraturan Hadir secara teratur Memberi saran 3. HASIL

Jenis/kuantitas Produk Nilai jual Produk Tingkat Produksi Pelanggan yang dilayani Kualitas Produksi

Efektivitas penggunaan bahan Efektivitas penggunaan alat Tingkat keselamatan kerja Kepatuhan terhadap prosedur Kepuasan pelanggan

(11)

2.3.3. Hubungan Kompensasi dan Kinerja

Kompensasi adalah kontra prestasi terhadap penggunaan tenaga atau jasa yang telah diberikan oleh tenaga kerja. Werther dan Davis (1996) mendefinisikan kompensasi sebagai apa yang diterima pekerja sebagai tukaran atas kontribusinya kepada organisasi.

Seorang pekerja memberikan waktu dan tenaganya kepada organisasi dan sebagai kontra prestasinya, organisasi memberikan imbalan atau kompensasi yang bentuknya dapat bervariasi. Sistem yang digunakan organisasi dalam memberikan imbalan tersebut dapat mempengaruhi motivasi kerja dan kepuasan kerja karyawan.

Penerapan sistem yang salah dalam pemberian penghargaan akan berakibat timbulnya demotivasi dan tidak adanya kepuasan kerja dikalangan pekerja yang akhirnya dapat menyebabkan turunnya kinerja baik pekerja maupun organisasi itu sendiri (Wibowo, 2007).

Menurut Werther dan Davis (2001) yang dikutip dari Wibowo (2007) menyebutkan bahwa tujuan manajemen kompensasi diantaranya adalah memperoleh personil berkualitas, mempertahankan karyawan yang ada, memastikan keadilan, menghargai perilaku yang diinginkan serta memfasilitasi saling pengertian.

2.4. Landasan Teori

Grand teori untuk menjadi landasan penelitian adalah Model Teori Kinerja Gibson. Teori ini memadukan 4 komponen penting yang dapat disebut sebagai faktor- faktor. Tiga (3) faktor diantaranya adalah (1) Variabel Individu (2) Variabel

(12)

Psikologis dan (3) Variabel Organisasi yang dapat dikategorikan sebagai variabel kausa (independen) terhadap 1 faktor ke empat yaitu Variabel Prilaku Individu yang identik sebagai Variabel Kinerja. (Gambar 2.1) .

Gambar 2.1. Model Teori Kinerja Gibson (2008).

Pada model tersebut dinyatakan ada pengaruh 3 faktor (variabel) utama terhadap kinerja / pencapaian seseorang baik di dalam produk kerja yang tampak dalam prestasi kerja per target ataupun dapat dicermati dari bentuk perubahan prilaku pegawai menyesuaikan diri di jalur ketetapan, peraturan serta budaya komunitas organisasi yang menjadi tempatnya bersekutu.

Di dalam kerangka konsep grand teori ini akan diperkaya dan disederhanakan menyesuaikan materi penelitian dengan garis besar tujuan penelitian. (1) Pada

Variabel Kinerja Individu Variabel

Psikologis

Variabel Organisasi Variabel Individu

(13)

Variabel Individu dibahas mengenai faktor-faktor pengetahuan dan keterampilan. (2) Pada Variabel Psikologis akan dicermati beberapa butir utama terkait masalah motivating factor (faktor motivasi F.Herzberg; 1966) yang disebut oleh Gibson

(2008) sebagai intrinsic variable. Pada kesempatan berikutnya di variabel organisasi dicermati komponen Hygiene variable (hygiene teori F. Herzberg; 1966) yang disebut Gibson (2008) sebagai faktor ekstrinsik, dalam hal ini berfokus pada masalah imbalan ( pembiayaan).

Data-data yang diukur dalam kuesioner yang terstruktur untuk mencermati persepsi responden menilai apa yang mereka rasakan selama bekerja di RSBM, kemudian dianalisis bagaimana regresinya dikaitkan dengan variabel kinerja/prilaku dari responden satu demi satu. Dari analisis semacam ini diharapkan akan dapat diketahui besar koefisien pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen yaitu perubahan prilaku atau disebut sebagai kinerja dokter spesialis di dalam pelayanan mereka di RSBM.

Pemberian kompensasi yang adil dan layak melalui sistem pengupahan akan mendorong setiap pekerja meningkatkan kinerjanya (Simanjuntak PJ, 2005). Upah diberikan pada pekerja sebagai kompensasi atas waktu dan tanggung jawab yang telah diserahkan. Menurut Wibowo (2007), ada dua sistem pembayaran upah yaitu Team – based pay dan Skill-based pay. Team –based pay adalah pembayaran berbasis

tim menghubungkan pembayaran dengan perilaku kelompok kerja. Dalam hal ini individu menerima penghargaan atas dasar kerja sama kelompok dan /atau tim menerima penghargaan atas hasil kolektif. Sedangkan menurut Gibson, Ivancevich dan Donally (2000) Skill-based pay merupakan upah yang dibayar pada tingkat yang

(14)

diperhitungkan dan berdasar pada keterampilan dimana pekerja menguasai, menunjukkan dan berkembang dalam mewujudkan pekerjaan mereka . Tabel 2.3 akan memperlihatkan kerugian dan keuntungan skill-based pay.

Menurut pengamatan penulis sistem Skill – based pay merupakan sistem yang sering dipakai dalam penerapan pengupahan pada dokter spesialis yang bekerja di rumah sakit pemerintah non Depkes/Pemda serta rumah sakit swasta, di mana banyak terdapat tenaga spesialis konsulen dari luar yang berasal dari rumah sakit pemerintah Depkes/Pemda yang mengabdikan diri secara paruh waktu.

Tabel 2. 3. Keuntungan dan Kerugian Sistem Skill-based pay

Keuntungan Kerugian

Memberikan motivasi yang kuat pada pekerja

Pekerja hanya menyukai pekerjaan tingkat tinggi karena rata-rata upahnya lebih tinggi

Memperkuat rasa percaya diri Diperlukan investasi dalam training pekerja

Tenaga kerja yang fleksibel Tidak semua pekerja menyukai, karena ditekan terus untuk semakin meningkatkan keterampilan

(Sumber: Widodo, 2007)

Menurut Gibson dkk (2000) tujuan utama program penghargaan (dalam hal ini kompensasi) adalah untuk menarik orang yang cakap untuk bergabung dalam organisasi, menjaga pekerja agar datang untuk bekerja dan memotivasi pekerja untuk mencapai kinerja yang tinggi. Hal tersebut dituangkan dalam bentuk model sebagai berikut ( Gambar 2.2) :

(15)

Proses penghargaan merupakan integrasi antara motivasi, kinerja, kepuasan dan penghargaan. Kinerja merupakan hasil dari kombinasi usaha dari individu dan kemampuan, keterampilan dan pengalaman orang. Penghargaan diharapkan dapat meningkatkan motivasi pekerja karena merasa bahwa pekerjaannya dihargai sehingga meningkatkan kinerja pekerja. Di samping itu, penghargaan dan kinerja tinggi akan meningkatkan kepuasan kerja pekerja.

Hal yang penting diperhatikan dalam pemberian penghargaan :

1. Penghargaan harus cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia

2. Individu cenderung membandingkan penghargaan dengan yang lainnya, jika terjadi ketidak adilan akan terjadi ketidak puasan

Gambar 2.2. Proses Penghargaan (Gibson dkk, 2006)

(16)

3. Manajer yang membagikan penghargaan harus mengenal perbedaan individu

(Widodo, 2007, Winarni,F dan Sugiyarso,G., 2000 )

Hasil atau manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari pemberian penghargaan adalah untuk menarik, memotivasi, mengembangkan, memuaskan dan mempertahankan pekerja agar tidak meninggalkan organisasi. Sementara itu sebagai norma penghargaan adalah memaksimalkan keuntungan, memberikan keadilan, kesamaan perlakuan dan pemenuhan kebutuhan. Tipe penghargaan terdiri dari unsur ekstrinsik yaitu finansial, material dan sosial, sedang unsur intrinsik adalah psikis.

Sementara itu kriteria distribusi menyangkut hasil, perilaku dan faktor lain. Model ini dikemukakan oleh Kreitner dan Kinicki (2001) yang terlihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Model Sistem Penghargaan (Kreitner dan Kinicki , 2001)

(17)

2.5. Penelitian Terdahulu

Minaria pada tahun 2004 telah meneliti hubungan faktor individu, organisasi dan psikologis dengan kinerja pegawai di Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Medan Tahun 2004. Tema penelitian terbilang sama dengan berfokus pada kinerja pegawai berdasarkan kaitannya dengan faktor-faktor kinerja dari Gibson.

Penekanan tema oleh Minaria adalah masalah hubungan (korelasi) antara faktor-faktor independen yaitu individu, psikologis dan organisasi dengan faktor dependen yaitu aspek kinerja pegawai. Pendekatan yang dibuat Minaria sedikit berbeda dengan penelitian ini karena di RSBM pembuktian hipotesa dominan dilakukan dengan melihat pengaruh faktor pembiayaan oleh organisasi terhadap kinerja individu dokter spesialis.

Pada penelitian Minaria ditemukan hasil-hasil sebagai berikut :

1. Ada hubungan yang bermakna (signifikan) antara tingkat pengetahuan, keterampilan, sarana, kepemimpinan, imbalan dan motivasi terhadap kinerja pegawai BPFK Medan (nilai signifikansi p < 0,05).

2. Uji logistik berganda simultan menunjukkan faktor individu memiliki pengaruh lebih besar terhadap kinerja pegawai BPFK lebih besar dari nilai pengaruh faktor psikologi ataupun faktor organisasi.

3. Regresi logistik parsial menunjukkan nilai keterampilan lebih dominan mempengaruhi nilai kinerja dibandingkan dengan pengaruh oleh nilai pengetahuan, kepemimpinan, imbalan dan motivasi.

(18)

2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian adalah garis besar teoritis (grand theory) dari penelitian yang diterapkan ke dalam proses / alur penelitian. Pemakaian kerangka konsep kemudian dipertegas dalam ulasan definisi operasional sehingga prinsip yang dikandung tetap berada di jalur teoritis. Pada penelitian ini, terdapat pembatasan- pembatasan terhadap variabel penelitian. Faktor individu hanya dibatasi pada faktor pengetahuan dan keterampilan. Faktor psikologis dibatasi pada sikap dan motivasi, sedang faktor organisasi dibatasi pada masalah imbalan dalam hal ini adalah honor yang diterima. Pembatasan dilakukan dengan pertimbangan penekanan pada pembiayaan dokter spesialis di RSBM ( Gambar 3.1.).

(19)

Variabel Dependen Variabel Independen

FAKTOR PSIKOLOGIS (X2) 1. Aspek Motivasi (X2.1)

a. Tanggung jawab (X2.1.1) b. Kepuasan kerja (X2.1.2)

c. Pengakuan prestasi kerja (X2.1.3) 2. Aspek Persepsi :

Persepsi terhadap inequity (X2.2) 3. Aspek Sikap (X2.3)

FAKTOR INDIVIDU (X1

1. Aspek pengetahuan (X1.1)

2. Kemampuan dan keterampilan (X1.2.)

KINERJA DOKTER SPESIALIS (Y)

FAKTOR ORGANISASI (X3) Aspek Imbalan ( honor) (X3.1)

a. Peraturan (X3.1.1)

b. Administrasi Keuangan RSBM (X3.1.2)

c. Jumlah Honor Diterima (X3.1.3) d. Waktu Pembayaran Honor (X 3.1.4)

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar

Tabel 2.1. Persamaan dan perbedaan Askes Sosial dan DPK Polri
Gambar 2.1. Model Teori Kinerja Gibson (2008).
Gambar 2.2. Proses Penghargaan (Gibson dkk,  2006)
Gambar 2.3. Model Sistem Penghargaan (Kreitner dan Kinicki , 2001)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kesadahan air adalah kandungan mineral-mineral yang terdapat di dalam air umumnya mengandung ion Ca2+ dan Mg2+.. Selain ion kalsium dan magnesium, penyebab kesadahan juga

Dari hasil uji F yang menunjukkan bahwa variabel Emosional, Kebijaksanaan pembelian dan Perhatian setelah transaksi berpengaruh signifikan terhadap

Hal ini mengharuskan perusahaan untuk merencanakan kapasitas produksi agar dapat memenuhi permintaan pasar dengan tepat waktu dan dengan jumlah yang sesuai, sehingga

20.4 In the event successful Purchaser fail, neglect or refuse to procure letter of undertaking / bank guarantee / payment as ment ioned in the manner and at the time stipulated

Melalui pernyataan yang telah dipaparkan sebelumnya, representasi diagram benda bebas (free body diagram) adalah cara mengkomunikasikan suatu konsep dari suatu masalah yang

untuk yang ukhrawi atau yang berjangkauan jauh ke depan, dia akan memperolehnya ( Likullimri’in maa nawaa ). Pandangan KH Wahid Hasyim tentang Pendidikan Orang, pada

mempengaruhi kinerja pada tingkat organisasi maupun tingkat sub-unit, pengaruh itu terjadi karena adanya pendelegasian wewenang, penetapan kebijakan dilakukan oleh

Mengajukan PERUBAHAN DATA RINCI saya sebagi PTK sesuai dengan kondisi terbaru dan berdasarkan dokumen legal yang benar. Dan saya juga bersedia menyediakan dokumen pendukung