PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS DAN SIKAP TERHADAP MATEMATIKA SISWA SMP DENGAN MODEL
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada
Program Studi Matematika
Oleh :
TOMSA MARPAUNG 8116171021
PROGRAM PASCA SARJANA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
i ABSTRAK
TOMSA MARPAUNG. Peningkatan Pemahaman Konsep Matematis dan Sikap Terhadap Matematika Siswa SMP Dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan. 2014.
Kata Kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Pemahaman konsep, Sikap Siswa Terhadap Matematis
Tujuan dari penelitian ini untuk menelaah: (1) Perbedaan pemahaman konsep matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa, (2) Mendeskripsikan/menelaah kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang bersikap positif dan yang bersikap negatif terhadap matematika, (3) Mengetahui proses jawaban yang dibuat siswa untuk kedua kelompok dari setiap butir soal pemahaman konsep matematis siswa, (4) Mengetahui ketuntasan belajar siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah.
Penelitian ini merupakan penelitian semi eksperimen. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMP yang ada di Medan. Secara acak, dipilih satu sekolah sebagai subyek penelitian, yaitu SMP Negeri 14 Medan. Kemudian secara acak dipilih dua kelas dari sekolah tersebut. Kelas eksperimen diberi perlakuan model pembelajaran berbasis masalah dan kelas kontrol diberi perlakuan pembelajaran biasa. Instrumen yang digunakan terdiri dari: tes kemampuan pemahaman konsep dan angket sikap siswa terhadap matematika. Instrumen tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat validitas isi, serta koefisien reliabilitas sebesar 0,736 untuk kemampuan pemahaman konsep matematis. Analisa data dilakukan dengan Uji t.
ii ABSTRACT
TOMSA Marpaung . Improved Understanding of Mathematical Concepts and Attitudes Students Against Junior High Math Problem Based Learning Model
.Thesis. Study of Mathematics Education Graduate Program, State Universit y of Medan. 2014.
Keywords : Problem Based Learning , understanding concepts , Students Against Mathematical Attitude.
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunia-Nya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul
“Peningkatan Pemahaman Konsep Matematis dan Sikap terhadap Matematika Siswa
SMP dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah” ini dengan baik.
Tesis ini ditulis dan diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Magister Pendidikan (M.Pd). Program Studi pendidikan matematika, Program Pasca
Sarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED).
Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang melibatkan pelajaran matematika dengan
model pembelajaran berbasis masalah (PBM). Dalam proses penyusunan tesis ini mulai
dari persiapan sampai selesainya penulisan tesis ini, penulis mendapatkan semangat,
dorongan, nasihat, kritikan yang membangun dan bantuan dari berbagai pihak, dan pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Asmin Panjaitan, M.Pd selaku pembimbing I yang telah banyak
memberikan bimbingan dan motivasi dalam penyusunan proposal tesis ini.
2. Bapak Prof. Dian Armanto, M.P.d, M.A, M.Sc, Ph.D. sebagai pembimbing
II yang telah mengarahkan peneliti dalam penyempurnaan tesis ini.
3. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd, selaku
Ketua dan Sekretaris Prodi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED.
4. Direktur, Asisten I, II, dan III beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED yang
iv
5. Seluruh dosen Program studi Matematika Program Pascasarjana UNIMED, yang
telah menuangkan ilmu yang sangat membantu penulis dalam penyelesaian
pendidikan.
6. Ayahanda tercinta Ropinus Marpaung dan ibunda Muliana Situmorang, serta
anakku Yosia Mahendra Marpaung dan Justin Soaloon Marpaung, serta istriku
terkasih Dormarina Sitanggang yang senantiasa memberikan dukungan, motivasi
dan do’a.
7. Kepala Sekolah SMP Negeri 14 Medan yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melakukan penelitian lapangan.
8. Serta teman-teman mahasiswa matematika angkatan XX kelas Reguler dan semua
pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian dan
menyelesaikan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga tesis ini
dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi para pembaca, sehingga dapat
memperkaya khasanah penelitian – penelitian sebelumnya, dan dapat member inspirasi
untuk penelitian lebih lanjut.
Medan , Juli 2014
Penulis
v
1.3 Pembatasan Masalah ... 17
1.4 Perumusan Masalah ... 18
1.5 Tujuan Penelitian ... 18
1.6 Manfaat Penelitian ... 19
1.7 Definisi Operasional ... 20
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Hakekat Belajar Matematika... 21
2.2. Pemahaman Konsep... 24
2.3. Sikap Siswa Terhadap Matematika... 29
2.4. Pembelajaran Berbasis Masalah……….... 32
2.4.1 Ciri-Ciri Pembelajaran Berbasis Masalah………... 36
2.4.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah………… 38
vi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian... 98
4.1.1 Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis... 98
4.1.1.1. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis siswa sebelum pembelajaran... 98 PBM dan Mendapat Pembelajaran PB... 110
4.1.1.5 Perbedaan Peningkatan KPM Siswa Antara yang Mendapat Model PBM dan yang Mendapat PB... 114
4.2 Ketuntasan Belajar Melalui PBM... 117
4.2.1 Bentuk proses penyelesaian jawaban siswa... 121
vii
4.3 Hasil Penelitian tentang Sikap Siswa terhadap matematika
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian……… 143
148 4.4 Keterbatasan Penelitian………... 160
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan... 161
5.2 Saran... 162
DAFTAR PUSTAKA ... 164
LAMPIRAN ... 167
viii
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah………… 39
2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Biasa... 49
2.3 Perbedaan Pedagogik Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Biasa………... 51
3.2 Desain Penelitian... 76
3.3 Tabel Weiner tentang Keterkaitan antara Variabel Bebas dan Variabel Terikat... 77
3.4 Nilai Rata –rata Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran……. 79
3.5 Hasil Validasi Butir Tes Pemahaman Konsep Matematika….. 81
3.6 Daya Pembeda Tes Pemahaman Konsep……….. 83
3.7 Tingkat Kesukaran Butir Soal Pemahaman K onsep………… 84
3.8 Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis dan Jenis Uji Statistik yang Digunakan……….. 87
3.9 Kriteria Keragaman Pola Jawaban Siswa……… 89
4.1 Data Hasil Pretest………. 99
4.2 Data Hasil Postest……… 103
4.3 Data Hasil N-Gain……… 106
4.4 Hasil Uji Normalitas N-Gain………... 110
4.5 Uji Signifikansi Peningkatan KPK Siswa... 112
4.6 Peningkatan KPK Siswa Berdasarkan Kategori Hake... 113
4.7 Uji Homogenitas Varians N-Gain... 114
4.8 Rangkuman Uji t N-Gain... 115
4.9 Jumlah dan Prosentase Siswa yang Memperoleh Batas Skor 65% atau Lebih Pada Postes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Sikap Siswa Terhadap Matematika... 117
ix
4.11 Sebaran Siswa Menurut Kategori Proses Penyelesaiaan Jawaban Pemahaman Konsep Matematis Siswa untuk Butir Soal Nomor 1... 122 4.12 Sebaran Siswa Menurut Kategori Proses Penyelesaiaan
Jawaban Pemahaman Konsep Matematis Siswa untuk Butir Soal Nomor 2... 125 4.13 Sebaran Siswa Menurut Kategori Proses Penyelesaiaan
Jawaban Pemahaman Konsep Matematis Siswa untuk Butir Soal Nomor 3... 128
4.14 Sebaran Siswa Menurut Kategori Proses Penyelesaiaan Jawaban Pemahaman Konsep Matematis Siswa untuk Butir Soal Nomor 4... 133 4.15 Sebaran Siswa Menurut Kategori Proses Penyelesaiaan
Jawaban Pemahaman Konsep Matematis Siswa untuk Butir Soal Nomor 5... 138
4.16 Rerata skor Sikap Berdasarkan Aspek Sikap 144 4.17 Pengelompokan Kategori Sikap Siswa Terhadap
Matematika……… 145 4.17 Uji Normalitas Kelompok Data KPKA dan KPKB………….. 145
4.18 Uji Homogenitas Varians Kelompok Data KPKA dan KPKB. 146
x
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1.1 Salah satu Proses Penyelesaian Jawaban Siswa Tes Pemahaman Konsep Pendahuluan... 5 1.2 Salah satu Proses Penyelesaian Jawaban Siswa Tes
Pemahaman Konsep Pendahuluan... 8 1.3 Salah satu Proses Penyelesaian Jawaban Siswa Tes
Pendahuluan……… 9 3.1 Prosedur Penelitian……… 86
4.1 Rata-rata Pretes Kemampuan Pemahaman Konsep untuk setiap Aspek... 100
4.2 Rata-rata Pretes Kemampuan Pemahaman Konsep Berdasarkan Sikap Siswa Terhadap Matematis... 100 4.3 Rata-rata Postes Kemampuan Pemahaman Konsep untuk
setiap Aspek... 104
4.4 Rata-rata Postes Kemampuan Pemahaman Konsep
Berdasarkan Sikap Siswa Terhadap Matematis... 104
4.5 Rata-rata N-Gain Kemampuan Pemahaman Konsep untuk setiap Aspek... 107
4.6 Rata-rata N-Gain Kemampuan Pemahaman Konsep Berdasarkan Sikap Siswa Terhadap Matematis... 108
4.7 Diagram Garis Rerata Skor Postes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Tiap Item Menurut Faktor Pembelajaran... 118 4.8 Diagram Garis Rerata Skor Postes Kemampuan
Pemahaman Konsep Matematis Tiap Item Menurut Sikap Siswa Terhadap Matematika... 119
4.9 Ragam Proses Penyelesaian Jawaban KPM Siswa Butir Soal Nomor 1 kelompok PBM... 121
4.10 Proses Penyelesaian Jawaban KPK Matematis Siswa Butir Soal Nomor 1 Kelompok PB... 122 4.11 Ragam Proses Penyelesaian Jawaban KPM Siswa untuk
Butir Soal Nomor 2 Kelompok PBM... 125 Gambar 4.12 Proses Penyelesaian Jawaban KPM Siswa untuk Butir Soal
Nomor 2 Kelompok PB... 126
xi
4.14 Proses Penyelesaian Jawaban KPM Siswa Butir Soal
Nomor 3 Kelompok PB... 130
4.15 Ragam Proses Penyelesaian Jawaban KPM Siswa Butir Soal Nomor 4... 132
4.16 Proses Penyelesaian Jawaban KPM Siswa Butir Soal
Nomor 4 Kelompok PMB... 134
4.17 Proses Penyelesaian Jawaban Siswa Butir Soal Nomor 5 Kelompok PBM... 136
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A Instrumen pembelajaran 167
Lampiran B Instrumen pemahaman konsep 254
Lampiran C Instrumen sikap siswa terhadap matematia 267
Lampiran D Hasil validasi instrument penelitian 273
Lampiran E Data hasil penelitian 315
Lampiran F Hasil uji statistik 325
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Ilmu pengetahuan, keterampilan, dan pendidikan merupakan unsur dasar
yang menentukan kecakapan berpikir tentang dirinya dan lingkungannya.
Seseorang yang mampu mengubah dirinya menjadi lebih baik diharapkan akan
mampu mengubah keluarganya, kelak, mengubah daerahnya, dan kemudian
mengubah negaranya serta mengubah dunia di mana dia hidup. Seseorang
memiliki eksistensi tentang arti penting dirinya dan kehidupan yang diberikan
Tuhan bagi dia dan sangat disayangkan jika itu berbuah dalam kesia-siaan.
Eksistensi manusia dalam menghadapi berbagai perubahan dalam lingkungan dan
perkembangan ilmu pengetahuan memerlukan kecakapan hidup.
Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam kecakapan hidup
manusia, pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan Sumber Daya Manusia
(SDM) dalam seluruh aspek kepribadian dan kehidupannya. Menurut UUSPN No.
20 tahun 2003 (dalam Syaiful Sagala, 2009:1) ”Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara”. Kemudian oleh Trianto (2010:1) “Pendidikan yang mampu mendukung
pembangunan dimasa mendatang adalah pendidikan yang mampu
2
mengembangkan potensi peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu
menghadapi dan memcahkan problema kehidupan yang dihadapinya. Pendidikan
harus menyentuh potensi nurani maupun potensi kompetensi peserta didik.
Konsep pendidikan tersebut terasa semakin penting ketika seseorang harus
memasuki kehidupan dimasyarakat dan dunia kerja, karena yang bersangkutan
harus mampu menerapkan apa yang dipelajari disekolah untuk menghadapi
problema yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari saat ini maupun yang akan
datang”.
Matematika merupakan salah satu unsur dalam pendidikan karena
mate-matika merupakan mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan
dari mulai pendidikan dasar serta matematika sebagai salah satu ilmu yang
me-miliki peranan penting dalam pengembangan berpikir, memecahkan masalah dan
tantangan yang ada dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ada
banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika. Cockroft (dalam
Abdurrahman, 2003: 253) mengemukakan bahwa matematika perlu diajarkan
kepada siswa karena: (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan, (2)
semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang .sesuai, (3)
merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas, (4) dapat digunakan
untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, (5) meningkatkan .kemampuan
berpikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan,(6) .memberikan kepuasan
terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.
3
1. Matematika adalah sarana berpikir yang jelas
2. Matematika adalah sarana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan se-hari-hari
3. Matematika adalah sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman
4. Matematika adalah sarana untuk mengembangkan kreatifitas
5. Matematika adalah sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.
Pada kenyataannya matematika sering dianggap sebagai mata pelajaran
yang susah untuk dimengerti. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh
Abdurrahman (2003: 252) bahwa: “Dari berbagai bidang studi yang diajarkan di
sekolah, matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh
berbagai siswa, baik yang tidak berkesulitan belajar dan lebih-lebih bagi siswa
yang berkesulitan belajar”.
Seperti yang diungkapkan oleh Fathani (dalam Siregar, 2011: 3) bahwa:
Begitu mendengar kata “matematika” diucapkan, kening kebanyakan orang langsung berkerut. Di kepala, terbayang angka-angka rumit dan su-sah dipecahkan. Dibenaknya, tergambar rumus-rumus yang sulit dihafal dan dimengerti. Matematika sering kali dipahami sebagai sesuatu yang mutlak, seolah-olah tak ada kemungkinan cara dan jawaban lain yang berbeda-beda. Murid-murid yang mempelajari matematika di sekolah pun menerima pelajaran ini sebagai sesuatu yang mesti tepat dan tak sedikit pun boleh salah. Sehingga, baik di sekolah atau di rumah, matematika menjadi beban, bahkan hal yang menakutkan.
Indikasinya prestasi belajar matematika masih saja rendah adalah dari
hasil evaluasi TIMSS tahun 2003 (dalam Ester ,2007:3) yang menunjukkan bahwa
skor rata-rata matematika siswa di Indonesia adalah 411 untuk tingkat SMP.
Indonesia juga menduduki peringkat ke-34 dari 45 negara yang menjadi sampel
TIMSS. Selanjutnya Menteri Pendidikan Nasional Mendiknas Mohammad Nuh
4
mencapai 99,04 %. Siswa yang lulus pada UN ulangan mencapai 138.596 siswa
atau 92,15 %. Sementata yang tiddak lulus mencapai 11.814 siswa atau 7,85 %.
Peserta UN ulangan sendiri mencapai 150.410 anak didik. Nilai standar rata-rata
UN utama adalah 7,29, tetapi untuk ujian ulangan turun menjadi 6,71. Mata
pelajaran yang paling banyak diulang pada jurusan IPA ialah Matematika(27%)
dan Fisika(22%), pada jurusan IPS adalah Sosiologi (19,72%) dan Ekonomi
(17,72%), serta jurusan Bahasa adalah Matematika (30,99%) dan Bahasa
Indonesia (19,28%).
Maka data tersebut diatas mengisyaratkan adanya permasalahan yang
sangat mendasar dalam pembelajaran matematika di kelas saat ini. Kondisi
prestasi belajar siswa yang memprihatinkan tersebut harus terus diupayakan untuk
diperbaiki dan kondisi ini tidak hanya disebabkan oleh kesulitan yang bersumber
dari diri siswa sendiri. Data kemampuan siswa dalam matematika harus
memasukkan pengetahuan tentang konsep matematika, prosedur matematika,
kemampuan problem solving, reasoning dan komunikasi. Untuk mencapai
kemampuan siswa dalam matematika mengalami perubahan kearah yang lebih
baik, siswa dituntut berperan aktif selama proses pembelajaran. Guru hendaknya
memilih model pembelajaran, strategi/pendekatan pembelajaran dan metode
pembelajaran yang sesuai sehingga dapat memotivasi siswa untuk memahami
konsep dan mengetahui prosedur dalam menyelesaikan masalah dan menciptakan
kondisi kelas yang mendorong siswa untuk dapat menemukan sendiri
pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan awal siswa.
Menurut Hasanah (dalam Purba, 2010 : 4) Proses pembelajaran
5
bagi siswa untuk memunculkan gagasan-gagasan / ide – ide selama siswa belajar
matematika. Hal ini disebabkan karena pembelajaran lebih terpusat kepada guru
(teacher-centered) yang umumnya telah siap mentransferkan ilmunya langsung
kepada siswa, dengan kata lain guru yang aktif sedangkan siswa pasif selama
belajar. Pembelajaran tersebut lebih menekankan pada hasil (product ) dimana
siswa tinggal menerapkan atau menggunakan rumus algoritma daripada
menekankan pada proses. Dengan demikian sebagian besar aktifitas belajar
matematika adalah bersifat berlatih menyelesaikan soal-soal (drill) atau soal-soal
rutin sehingga mengakibatkan pemahaman konsep dan sikap positif siswa
terhadap matematika kurang tercapai dari tujuan pembelajaran serta cenderung
menghasilkan suatu ragam jawaban yang kurang baik.
Kenyataan di lapangan pemahaman konsep matematis siswa masih
ren-dah, hal ini dibuktikan pada saat peneliti melakukan penelitian pendahuluan
dengan mengajukan soal yang mengukur pemahaman konsep kepada 40 orang
siswa kelas VII-D SMP Negeri 14 Medan.
Bahwa pemahaman konsep matematis siswa masih rendah tergambar dari
beberapa penyelesaian siswa terhadap soal berikut:
6
Gambar 1.1. Contoh Proses Penyelesaian Jawaban Siswa Tes Pemahaman
Konsep Pendahuluan.
Dari contoh lembar jawaban siswa diatas diperoleh, rata-rata siswa tidak
mengetahui konsep dasar dari persamaan linear satu variable, yaitu persamaan
linear satu variable adalah kalimat terbuka yang dihubungkan oleh tanda sama
dengan (=) dan hanya mempunyai satu variable berpangkat satu, maka dari 40
siswa hanya 4 orang (10%) yang mampu menyelesaikan soal tersebut, sedangkan
36 orang lagi (90%) tidak mampu menyelesaikan soal tersebut, ini menunjukan
rendahnya pemahaman konsep siswa.
Dalam pembelajaran, aspek pemahaman konsep dan aplikasinya
merupakan hal yang sangat penting yang harus dimiliki siswa. Jika konsep dasar
yang diterima siswa salah, maka sukar untuk memperbaiki kembali, terutama jika
sudah diterapkan dalam menyelesaikan soal-soal matematika. Pengetahuan
konsep yang kuat akan memberikan kemudahan dalam meningkatkan
pengetahuan prosedural matematika siswa. Karena prosedur-prosedur tanpa dasar
konsep ini hanya merupakan aturan tanpa alasan yang akan membawa kepada
kesalahan dalam matematika. Oleh karena itu, yang penting adalah bagaimana
siswa mengungkapkan pengetahuan yang dimiliki secara bulat dan utuh.
Pembelajaran yang tidak mengarahkan pemahaman konsep akan
7
jika salah siswa tidak mampu memperbaiki jawaban yang salah tersebut. Hal ini
akan membuat siswa kurang memahami apa yang ditulisnya dan terkadang siswa
menggunakan rumus secara langsung walaupun siswa kurang mengerti.
Selanjutnya siswa yang memiliki kemampuan memahami konsep
matematika, maka siswa tersebut mampu memberikan contoh dan bukan contoh
dari konsep. Untuk mengetahui hal itu, dapat disajikan beberapa contoh dengan
jawaban yang benar dan salah. Jika siswa memiliki pemahaman konsep yang baik
maka siswa akan dapat menentukan mana contoh dengan jawaban yang benar dan
salah dengan memberikan alasan.
Pada kenyataan di lapangan peneliti juga menemukan bahwa
pemahaman konsep matematis siswa masih rendah, hal ini dibuktikan pada saat
peneliti melakukan penelitian awal dengan mengajukan soal yang mengukur
pemahaman konsep kepada 40 orang siswa kelas VII-D SMP Negeri 14 Medan.
Bahwa pemahaman konsep matematis siswa masih rendah tergambar dari
penyelesaian soal berikut:
Dari kalimat berikut, tentukan yang merupakan persamaan linear satu variabel dan berikan alasanmu, serta tentukan penyelesain persamaan linearnya!
a.
b.
c.
8
Gambar 1.2 . Contoh Salah satu Proses Penyelesaian Jawaban Siswa Tes
Pemahaman Konsep Pendahuluan.
Dari contoh lembar jawaban siswa diatas terlihat lebih jelas lagi bahwa
rata-rata siswa tidak mengetahui konsep dasar dari persamaan linear satu
variabel, sehingga dari lembar jawaban siswa terlihat bahwa siswa tidak dapat
menentukan yang mana persamaan linear satu varibel dan hal ini juga
mengakibatkan siswa tidak dapat menentukan penyelesaiannya, dimana dari 40
siswa hanya 4 orang atau 10% dari keseluruhan siswa yang mampu
menyelesaikan soal tersebut dengan sempurna, sedangkan 36 orang atau 90% dari
keseluhan siswa tidak mampu menyelesaikan soal tersebut dengan sempurna, ini
menunjukan bahwa selama ini siswa kurang dimotivasi dan diberi kesempatan
untuk mengembangkan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa, yang
mana hal ini mengakibatkan siswa cenderung menghapal konsep matematika,
tanpa memahami arti, isinya dan cenderung pasif sehingga siswa kurang
mempunyai keterampilan dalam melakukan pemecahan masalah dan
menimbulkan kejenuhan sehingga mengakibatkan sikap yang acuh terhadap
pelajaran matematika. Pembelajaran matematika yang menekankan mengajarkan
rumus dan langkah cara mengerjakan soal seharusnya diubah ke pembelajaran
yang menekankan pada aspek pemahaman konsep matematika siswa.
Permasalahan mengenai kurangnya pemahaman konsep siswa ini dapat
9
Seorang petani mempunyai sebidang tanah berbentuk persegi panjang. Le-bar tanah tersebut 6 m lebih pendek dari panjangnya. Buatlah model matematika dari tanah petani tersebut dan Jika keliling tanah 60 m, tentukan luas tanah petani tersebut.
Gambar 1.3 Salah satu Proses Penyelesaian Jawaban Siswa Tes Pendahuluan
Contoh kasus yang seperti diatas siswa masih kesulitan untuk
menyelesaikannya. Dalam kasus tersebut siswa kesulitan untuk mengidentifikasi
masalah, mentransformasikan unsur-unsur yang ada dalam soal ke dalam
pembentukan model matematika dan kesulitan untuk menyatakan soal tersebut
merupakan contoh atau bukan contoh SPLSV. Siswa juga mengalami kesulitan
bagaimana langkah-langkah menggunakan metode dalam SPLSV, menggunakan
teknik dalam mengimplementasikan suatu metode dan kesulitan dalam melakukan
operasi hitung untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Dari hasil penelitian
awal tes pemahaman konsep matematika siswa dengan contoh soal diatas yang
diikuti 40 orang siswa SMP Negeri 14 Medan diperoleh informasi bahwa terdapat
35 orang siswa atau 87,5 % memiliki tingkat pemahaman konsep pada kategori
10
kategori cukup, 1 orang siswa atau 2,5 % memiliki tingkat pemahaman konsep
pada kategori tinggi serta 1 orang siswa 2,5 % yang memiliki tingkat pemahaman
konsep pada kategori sangat tinggi.
Proses pembelajaran tidak menghantarkan pembelajaran berpusat pada
siswa (student centered) akan memberikan kesan yang kurang baik karena
pembelajaran terjadi satu arah sehingga siswa tidak menemukan sendiri konsep
belajarnya dan membuat pembelajaran tidak bermakna. Hal tersebut dapat
mengakibatkan pemahaman konsep, ragam jawaban siswa serta sikap siswa
terhadap matematika cukup memprihatinkan, hal ini hendaknya diubah.
Perubahan itu dilakukan dengan lebih memberikan penekanan pada pemahaman
konsep matematika.
Depdiknas 2003 (dalam Siregar, 2011:20) memberikan pedoman
mengenai beberapa kompetensi yang perlu diperhatikan guru dalam melakukan
penilaian, yaitu :
1) Pemahaman konsep : siswa mampu mendefenisikan konsep,
mengidentifikasi, dan memberi contoh atau bukan contoh dari konsep
tersebut;
2) Prosedur : Siswa mampu mengenali prosedur atau proses menghitung yang
benar dan tidak benar;
3) Komunikasi: Siswa mampu menyatakan dan menafsirkan gagasan
matematika secara lisan, tertulis atau mendemonstrasikan;
4) Penalaran: Siswa mampu memberikan alasan induktif dan deduktif
11
5) Pemecahan masalah: Siswa mampu memahami masalah, memilih strategi
penyelesaian, dan menyelesaikan masalah.
Selain pemahaman konsep matematik terdapat satu hal penting lainnya
yang mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa, yaitu sikap siswa
terhadap matematika. Dari hasil wawancara peneliti dengan guru bidang studi
matematika di SMP Negeri 14 Medan siswa yang mempunyai sikap positif
terhadap matematika adalah siswa yang hanya memperoleh nilai matematika
tinggi dari hasil ulangan harian dan nilai rapor semester sebelumnya. Sikap positif
siswa terhadap matematika suatu hal yang harus ada dalam diri siswa guna utuk
meningkatkan prestasi siswa dalam matematika. Sejalan dengan yang
diungkapkan oleh Saragih (2007) bahwa faktor lain yang perlu diperhatikan dalam
matematika adalah sikap positif siswa terhadap matematika, hal ini penting karena
sikap positif terhadap matematika berkorelasi positif dengan prestasi belajar
matematika (Ruseffendi, 1991), dan merupakan salah satu tujuan pendidikan
matematika yang dirumuskan dalam Kurikulum.
Sikap merupakan suatu kecenderungan seseorang untuk menerima atau
menolak sesuatu, konsep, kumpulan ide, atau kelompok individu. Karena
matematika dapat diartikan sebagai suatu konsep atau ide abstrak yang
penalarannya dilakukan dengan cara deduktif aksiomatik, sehingga matematika
dapat disikapi oleh siswa secara berbeda-beda, mungkin menerima dengan baik
atau sebaliknya. Dengan demikian, sikap siswa terhadap matematika adalah
12
Oleh karena itu sikap siswa terhadap matematika sangat erat kaitannya
dengan minat siswa terhadap matematika, bahkan sebagian dari sikap merupakan
akibat dari minat, misalnya siswa yang berminat terhadap matematika maka ia
akan suka mengerjakan tugas matematika, ini menandakan bahwa siswa tersebut
bersikap positif terhadap matematika. Tanpa adanya minat sulit untuk
menumbuhkan keinginan dan kesenangan dalam belajar matematika, apalagi
matematika tidak mudah untuk dipelajari sehingga hampir seluruh siswa dari
setiap jenjang pendidikan kurang berminat dalam matematika. Selain itu
pengalaman belajar matematika bersama guru yang menakutkan, atau guru yang
membuat pembelajaran matematika menegangkan, turut membentuk sikap negatif
siswa terhadap pelajaran matematika.
Dengan demikian, untuk menumbuhkan sikap positif terhadap
matematika, penyampaian materi matematika harus menyenangkan, mudah
dipahami, tidak menakutkan, dan tunjukkan bahwa matematika banyak
kegunaannya. Oleh karena itu, materi harus dipilih dan disesuaikan dengan
lingkungan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan tingkat kognitif
siswa.
Selain itu, perlu diingat bahwa setiap siswa mempunyai kemampuan yang
berbeda dalam memahami matematika. Galton (dalam Ruseffendi, 1991)
menyatakan bahwa dari sekelompok siswa yang dipilih secara acak akan selalu
dijumpai siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Tes awal
diberikan kepada siswa sebelum siswa memasuki materi selanjutnya. Menurut
semata-13
mata merupakan bawaan dari lahir, tetapi juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan.
Oleh karena itu, pemilihan lingkungan belajar khususnya model pembelajaran
menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan untuk mengakomodasi
kemampuan matematika siswa yang heterogen sehingga dapat memaksimalkan
hasil belajar siswa.
Bagi siswa yang memiliki kemampuan sedang atau rendah, apabila model
pembelajaran yang digunakan oleh guru menarik dan menyenangkan sesuai
dengan tingkat kognitif siswa, dimungkinkan pemahaman siswa terhadap
matematika akan lebih cepat dan akhirnya dapat meningkatkan kemampuan
komunikasi matematik siswa. Sebaliknya bagi siswa yang memiliki kemampuan
tinggi tidak begitu besar pengaruh model pembelajaran terhadap kemampuan
dalam matematika. Hal ini terjadi karena siswa kemampuan tinggi lebih cepat
memahami matematika.
Selanjutnya model pembelajaran yang digunakan oleh guru kemungkinan
tidak sesuai untuk mengajarkan pemahaman konsep. Lebih lanjut Abbas (2000)
mengemukakan bahwa “Kenyataan menunjukkan bahwa selama ini guru
menggunakan pembelajaran yang bersifat konvensional dan banyak didominasi
guru”. Dalam proses pembelajaran di dalam kelas, siswa juga belum terlibat
secara aktif. Guru berperan aktif sementara siswa hanya menerima pengetahuan
yang disampaikan oleh guru. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber
utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama pendekatan belajar
yang membuat respon siswa terhadap pembelajaran matematika rendah. Proses
14
mencari ilmunya sendiri. Untuk itu diperlukan sebuah model pembelajaran yang
lebih memberdayakan siswa. Sebuah pembelajaran yang tidak mengharuskan
siswa menghapal fakta–fakta, tetapi sebuah pembelajaran yang mendorong siswa
mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri sehingga respon siswa
menyelesaikan masalah matematika akan meningkat.
Menurut Slameto (2003) peranan guru dalam proses belajar mengajar yaitu
mendorong, membimbing dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk
mencapai tujuan. Pendapat ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh
Djamarah dkk (2006) bahwa secara operasional kompenen yang berperan dalam
proses belajar mengajar yaitu: tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar mengajar,
metode, alat sumber pelajaran dan evaluasi. Semua kompenen tersebut memiliki
ketergantungan satu sama lain. Oleh karena itu dibutuhkan guru yang profesional
yaitu guru yang mampu mengelola pembelajaran, membuat persiapan–persiapan
mulai dari membuat perencanaan tujuan pembelajarann, pengorganisasian materi,
perencanaan model, metode, media, evaluasi, dan dapat merealisasikan apa yang
telah direncanakan dengan tepat. Pembelajaran yang berorientasi pada
penguasaan materi dianggap gagal menghasilkan siswa yang aktif, kreatif, dan
inovatif. Siswa berhasil “ mengingat” jangka pendek, gagal dalam membekali
siswa memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Terutama bagi
mereka yang akan melanjutkan keperguruan tinggi. Oleh karena itu perlu adanya
perubahan model pembelajaran yang lebih bermakna.
Untuk permasalahan tersebut pembelajaran matematika perlu diperbaiki
15
meningkatkan sikap positif siswa dalam mengerjakan tugas matematika,
hendaknya guru dapat memilih dan menerapkan suatu pembelajaran yang lebih
efektif untuk meningkatkan pemahaman konsep dan sikap positif siswa terhadap
matematika yaitu dengan menawarkan suatu pembelajaran berbasis masalah.
Pembelajaran berbasis masalah akan dapat menumbuhkan kembali motivasi dan
minat siswa, mendorong adanya interaksi antar siswa dan guru.
Pembelajaran yang dimulai dengan suatu masalah akan mengubah
pembelajaran yang selama ini berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa.
Dimana pembelajaran selama ini siswa hanya menerima materi dari guru,
mencatat dan menghapalkannya diubah kearah yang mencari dan menemukan
pengetahuan sehingga terjadi peningkatan pemahaman terhadap materi yang
dipelajari. Pembelajaran ini memberikan konsidi belajar aktif kepada siswa
melalui memecahkan suatu masalah, dimana siswa mempelajari pengetahuan dari
masalah yang diberikan. Kemampuan memecahkan masalah adalah tujuan umum
dalam pelajaran matematika dan bahkan jantungnya matematika . Oleh karena itu,
siswa hendaknya diberikan latihan dan dibiasakan untuk memecahkan masalah.
Penggunaan pembelajaran berbasis masalah diharapkan dapat menciptakan
situasi belajar yang menyenangkan, mendorong siswa belajar dan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk membangun sendiri konsep-konsep yang
dipelajarinya sehingga tercapainya hasil belajar siswa yang baik. Dengan
pemberian suatu masalah kepada siswa akan menimbulkan rasa ingin tahunya,
bagaimana cara menyelesaikannya, konsep yang bagaimana yang diperlukan
16
penyelesaiannya. Hal tersebut akan mendorong siswa menggunakan pengetahuan
yang telah dimiliki dan mencari yang perlu diketahui untuk memecahkan masalah
tersebut. Pembelajaran ini akan membuat siswa lebih memahami konsep
matematika dan mengetahui prosedur penyelesaian masalah sehingga siswa
terampil menyelesaikan soal-soal matematika serta kinerja dan ragam jawaban
dari siswa akan lebih baik.
Pembelajaran berbasis masalah membuat siswa menjadi pembelajar yang
mandiri, artinya ketika siswa belajar, maka siswa dapat memilih strategi belajar
yang sesuai, terampil menggunakan strategi tersebut untuk belajar dan mampu
mengontrol proses belajarnya, serta termotivasi untuk menyelesaikan belajarnya
itu . Dengan pembelajaran berbasis masalah akan mengantarkan siswa untuk
memahami konsep materi pelajaran dan pemecahan masalah dimulai dari belajar
dan bekerja pada situasi masalah yang diberikan diawal pembelajaran, sehingga
siswa memperoleh kebebasan untuk berpikir mencari penyelesaianya dari masalah
yang diberikan. Melalui pengalaman belajar yang diperoleh siswa melalui
kegiatan bekerja, mencari dan menemukan sendiri tidak akan mudah
melupakannya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian tentang upaya meningkatkan pemahaman konsep dan sikap siswa
terhadap matematika siswa SMP dengan menerapkan model pembelajaran
berbasis masalah, sebab dalam pembelajaran ini dimulai dengan melakukan
pemecahan masalah yang mendorong siswa untuk aktif dalam melakukan
penyelidikan dan penemuan. Di samping itu, siswa dapat saling berdiskusi untuk
17
siswa dan jawaban yang diberikan siswa lebih lengkap dengan adanya saling
membantu dalam menyelesaikan permasalahan.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah
penelitian ini dapat diidentifikasi, adalah sebagai berikut :
1. Rendahnya pemahaman konsep matematika siswa.
2. Sikap siswa SMP terhadap pelajaran matematika tidak menyenangkan,
cenderung membencinya.
3. Siswa kurang mampu menyelesaikan masalah yang bersifat konstektual.
4. Proses jawaban saat menjawab soal-soal matematika kurang sistematis dan
bervariasi.
5. Hasil belajar matematika siswa tidak tuntas
1.3. Batasan Masalah
Mengingat keluasan ruang lingkup permasalahan dalam pembelajaran
matematika seperti yang telah diidentifikasi di atas, maka penelitian ini perlu
di-batasi sehingga lebih terfokus pada permasalahan yang mendasar dan memberikan
dampak yang luas terhadap permasalahan yang dihadapi. Penelitian ini terbatas
pada masalah sebagai berikut:
1. Rendahnya pemahaman konsep matematika siswa.
2. Sikap siswa SMP terhadap pelajaran matematika tidak menyenangkan,
cenderung membencinya.
3. Proses jawaban saat menjawab soal-soal matematika kurang sistematis dan
bervariasi
18
1.4. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh
pembelajaran biasa?
2. Apakah sikap positif siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah
lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa?
3. Bagaimana proses jawaban yang dibuat siswa saat menyelesaikan soal-soal
pemahaman konsep pada masing-masing pembelajaran?
4. Bagaimana ketuntasan hasil belajar matematika siswa yang memperoleh
pembelajaran berbasis masalah?
1.5. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui perbedaan peningkatan pemahaman konsep matematika antara
siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran biasa.
2. Untuk mengetahui perbedaan sikap siswa yang mengikuti pembelajaran
matematika dengan Pembelajaran Berbasis Masalah dengan siswa yang
19
3. Mengetahui proses jawaban yang dibuat siswa untuk kedua kelompok dari
setiap butir soal pemahaman konsep.
4. Mengetahui ketuntasan belajar siswa yang memperoleh pembelajaran
berbasis masalah.
1.6. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi dan
sekaligus bermanfaat sebagai berikut:
1. Bagi peneliti penelitian ini sebagai pengalaman langsung bagi penulis dan
diharapkan dapat menambah cakrawala pengetahuan, khususnya untuk
mengetahui sejauh mana peningkatan pemahaman konsep dan sikap siswa
setelah dilakukan proses pembelajaran berbasis masalah.
2. Sebagai masukkan bagi guru dalam menentukan pendekatan mengajar yang
tepat dalam pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai
dengan optimal dan mengembangkannya yang dapat meningkatkan
pemahaman konsep dan sikap positif siswa dan membuat siswa semakin
tertarik dan berminat dalam belajar matematika. Menambah pengetahuan
guru sehingga guru lebih kreatif dan inovatif dalam memodifikasi
pembelajaran yang menjadi lebih menarik.
3. Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi siswa berupa variasi
pembelajaran matematika yang dapat mengoptimalkan pemahaman konsep
siswa dan mendapat pengalaman belajar yang lebih menarik, dan
menyenangkan sehingga siswa lebih aktif dalam pembelajaran dan dapat
20
1.7. Definisi Operasioanal
Untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran, perlu adanya penjelasan
dari beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Beberapa konsep dan
istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pembelajaranyang
menuntut aktivitas siswa secara optimal dalam memahami konsep dan
memperoleh pengetahuan dengan mengacu pada langkah-langkah
pembelajaran, yaitu: (1) orientasi siswa pada masalah, (2) mengorganisir
siswa untuk belajar, (3) membimbing penyelidikan individual maupun
kelompok, (4) mengembangkan dan manyajikan hasil karya dan (5)
menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
2. Pembelajaran biasa adalah suatu pembelajaran dimana guru menjelaskan
materi pelajaran, memberikan contoh soal, siswa bertanya kemudian
dilanjutkan dengan memberikan soal latihan.
3. Pemahaman konsep adalah kemampuan untuk memperoleh makna atau arti
sesuatu dari ide-ide abstrak yang dapat digunakan seseorang untuk
menuliskan konsep, memberikan contoh dan bukan contoh dari konsep dan
dapat mengaplikasikan konsep ke pemecahan masalah.
4. Sikap siswa pada pembelajaran matematika adalah kecenderungan untuk
menerima atau menolak pelajaran matematika, pemikiran, pendirian,
perasaan dan keyakinan seorang siswa terhadap matematika yang diungkap
dengan : 1) sikap terhadap mata pelajaran, 2) sikap terhadap guru mata
pelajaran, 3) sikap terhadap proses pembelajaran. Sikap siswa diukur dengan
161
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1Simpulan
Berdasarkan hasil analasis data dari lapangan yang berkaitan dengan
peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa SMP dan sikap
siswa terhadap matematika, diperoleh beberapa kesimpulan yang merupakan
jawaban atas petanyaan-pertanyaan pada rumusan masalah, diataranya:
1. Peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang memperoleh
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) lebih tinggi daripada siswa yang
memperoleh pembelajaran biasa.
2. Peningkatan sikap positif siswa yang diajarkan melalui Pembelajaran
Berbasis Masalah lebih baik daripada sikap positif siswa yang diajarkan
melalui pembelajaran biasa.
3. Proses penyelesaian jawaban siswa melalui pembelajaran berbasis masalah
lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran biasa. Hal ini dapat terlihat dari
lembar jawaban siswa dalam menyelesaikan tes kemampuan pemahaman
konsep matematis siswa.
4. Ketuntasan belajar siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah
lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.
162
5.2Saran
Berdasarkan kesimpulan maka berikut ini beberapa saran yang perlu
mendapat perhatian dari semua pihak yang berkepentingan terhadap penggunaan
pendekatan matematika realistik dalam proses pembelajaran matematika .
Saran-saran tersebut adalah sebagai berikut.
1. Bagi guru matematika
a. Pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah yang menekankan
pada kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dapat dijadikan
sebagai salah satu alternatif atau solusi untuk menerapkan pembelajaran
matematika yang inovatif.
b. Dalam setiap pembelajaran guru sebaiknya menciptakan suasana
belajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengungkapkan gagasan-gagasan matematika dalam bahasa dan
cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar matematika siswa
menjadi berani berargumentasi, lebih percaya diri dan kreatif.
2. Kepada Lembaga Terkait
a. Pembelajaran berbasis masalah dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif dalam meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis
siswa pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel sehingga
dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai
strategi pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan matematika yang
163
b. Karena pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan
pemahaman konsep matematis siswa, maka diharapkan dukungan dari
instansi terkait untuk mensosialisasikan penggunaan pembelajaran
berbasis masalah di sekolah melalui MGMP matematika, pelatihan
guru-guru matematika atau melalui seminar.
3. Kepada Peneliti Lanjutan
a. Kemampuan matematika yang diteliti dalam penelitian ini adalah
kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII pada materi
sistem persamaan linear dua variabel, untuk itu bagi para peneliti
selanjutnya dapat menerapkan pembelajaran berbasis masalah pada kelas
dan materi yang berbeda serta aspek kemampuan yang lain.
b. Bagi peneliti yang hendak melakukan penelitian dengan model
pembelajaran berbasis masalah, hendaknya melakukan penelitian pada
populasi yang lebih besar yang terdiri dari beberapa sekolah agar hasilnya
dapat mengenaralisir penggunaan model pembelajaran berbasis masalah
164
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. 2003. Pendidikan Bagi Anak berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Arends, R.I, 2008. Learning To Teach. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Arikunto, S. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. . 2006. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
Asmin dan Mansyur, A. 2012. Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar. Medan : Larispa Indonesia.
Azwar, S. 2013. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Budiningsih. C.A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
Dahar, R.W. 2006. Teori-Teori Belajar & Pempelajaran. Jakarta : Erlangga.
Depdiknas. 2003. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Ester, R. 2007. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif dengan Teknik Think-Pair-Square Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa SMK. Tesis tidak diterbitkan. Bandung : UPI Bandung
Hergenhahn, B.R. dan Olson, M.H.2008. Theories Of Learning. Jakarta : Kencana
Kunandar. 2013. Penilaian Autentik, Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta : RajaGrafindo Persada
Manfaat, Budi. 2010. Membumikan Matematika dari Kampus ke Kampung. Cirebon : Eduvision Publishing.
Napitupulu, E. 2008. Mengembangkan Kemampuan Menalar dan Memecahkan Masalah melalui Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Jurnal Pendidikan Matematika Paradikma Vol. 1 Edisi Juni 2008.
Purba , G.I. 2010. Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui Penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Yang berorientasikan masalah. Tesis tidak diterbitkan. Medan : UNIMED.
165
Ruseffendi, E.T. 1991. Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
---. 1993. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran. Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta : Raja Grafindo Perkasa.
Sagala, S. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, W. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana.
Siregar ,N. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Pemamahan Konsep dan Pengetahuan Prosedural Matematika SMP. Tesis tidak diterbitkan. Medan : UNIMED.
Siregar. Rahmahayati. 2012. Peningkatan Penalaran Formal Matematis dan Sikap Siswa Terhadap Matematika Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Di YPI SMP Hikmatul Fadhilah Medan. Tesis tidak diterbitkan. Medan : UNIMED.
Slameto. 2003. Belajar dan faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.
Suhendri. 2006. Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Siswa SMA Melalui Problem-Centered Learning (PCL). Tesis tidak
diterbitkan. Bandung : UPI Bandung
Sudjana. 1992. Metoda Statiska. Bandung. Tarsito.
Suparno, P. 1997. Filsafat konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kansius.
Tim PLPG. 2008. Metodologi Pembelajaran Matematika Modul Pelatihan Pendidikan Guru. Medan: Jurusan Pendidikan Matematika. UNIMED (tidak dipublikasikan)
166
Walpole, R.E. 1993. Pengantar Statistika. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Yamin, M. 2013. Strategi & Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta : Referensi (GP Press Group).