• Tidak ada hasil yang ditemukan

akan dipengaruhi oleh kualitas proses pembelajaran di kelas.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "akan dipengaruhi oleh kualitas proses pembelajaran di kelas."

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan, antara lain: guru, siswa, sarana dan prasarana, lingkungan pendidikan, kurikulum. Dari beberapa faktor tersebut, guru dalam kegiatan proses pembelajaran di sekolah menempati kedudukan yang sangat penting dan tanpa mengabaikan faktor penunjang yang lain, guru sebagai subyek pendidikan sangat menentukan keberhasilan pendidikan itu sendiri. Menurut Brandt (Jalal dan Supriadi, 2001:262) mengatakan bahwa:

Guru merupakan kunci dalam peningkatan mutu pendidikan dan mereka berada di titik sentral dari setiap usaha reformasi pendidikan yang diarahkan pada perubahan-perubahan kualitatif. Setiap usaha peningkatan mutu pendidikan seperti pembaharuan kurikulum, pengembangan metode mengajar, penyediaan sarana dan prasarana hanya akan berarti apabila melibatkan guru.

Sejalan dengan itu menurut Neni Utami (2003), guru sebagai pelaksana pendidikan nasional merupakan faktor kunci peningkatan prestasi belajar siswa akan dipengaruhi oleh kualitas proses pembelajaran di kelas.

Hasil studi yang dilakukan Heyneman & Loxley pada tahun 1983 di 29 negara menemukan bahwa diantara berbagai masukan (input) yang menentukan mutu pendidikan (yang ditunjukkan oleh prestasi belajar siswa) sepertiganya ditentukan oleh guru. Peranan guru makin penting lagi ditengah keterbatasan sarana dan prasarana sebagaimana dialami oleh negara-negara sedang berkembang. Lengkapnya hasil studi itu adalah : di 16 negara sedang berkembang, guru memberi kontribusi terhadap prestasi belajar sebesar 34%, sedangkan

(2)

manajemen 22%, waktu belajar 18% dan sarana fisik 26%. Di 13 negara industri, kontribusi guru adalah 36%, manajemen 23%, waktu belajar 22% dan sarana fisik 19% (Dedi Supriadi, 1999: 178). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nana Sudjana (2002: 42) menunjukkan bahwa 76,6% hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kinerja guru, dengan rincian: kemampuan guru mengajar memberikan sumbangan 32,43%, penguasaan materi pelajaran memberikan sumbangan 32,38% dan sikap guru terhadap mata pelajaran memberikan sumbangan 8,60%. Jadi harus diakui bahwa guru merupakan faktor utama dalam proses pendidikan. Meskipun fasilitas pendidikannya lengkap dan canggih, namun bila tidak ditunjang oleh keberadaan guru yang berkualitas, maka mustahil akan menimbulkan proses pembelajaran yang maksimal.

Penyelenggaraan proses pembelajaran menuntut kinerja mengajar guru yang optimal karena peran guru sangat signifikan bagi keberhasilan proses pembelajaran di kelas. Menurut Darling dan Hammond (Lunenbung dan Irby, 2006:107) bahwa : “Research continues to indicate that teachers have the greatest potencial to influence children’s education. More recently has suggested that quality of a teacher is the most important predictor of student success”.

Proses pembelajaran merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan sebagaimana menurut Widodo (2010:356) bahwa “pembelajaran sebagai inti proses pendidikan’. Aspek ini seringkali memang menjadi fokus dalam pendidikan. Bahkan walaupun pendidikan memiliki makna yang luas, lebih cenderung dimaknai sebagai proses pembelajaran an sich. Namun demikian, pembelajaran yang selama ini sudah dan sedang dilakukan, belum menyentuh

(3)

substansi serta harapan yang ingin dicapai. Pembelajaran yang dilakukan hanya merupakan pembelajaran asal-asalan yang tidak mempunyai dasar pijakan yang kuat, sehingga pembelajaran tidak memenuhi harapan stake holders pendidikan.

Sudah sejak lama praktik pembelajaran di Indonesia pada umumnya cenderung dilakukan secara konvensional yaitu melalui teknik komunikasi oral.

Praktik pembelajaran konvesional semacam ini lebih cenderung menekankan pada bagaimana guru mengajar (teacher-centered) dari pada bagaimana siswa belajar (student-centered), dan secara keseluruhan hasilnya dapat kita maklumi yang ternyata tidak banyak memberikan kontribusi bagi peningkatan mutu dan prestasi belajar siswa.

Sedangkan pemerintah sudah mengisyaratkan bagaimana pengelolaan pembelajaran di sekolah (satuan pendidikan) yang sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 pasal 19 bahwa:

Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Masih banyaknya pembelajaran yang tidak sesuai dengan amanat peraturan pemerintah seperti tersebut di atas tidak terlalu mengherankan karena hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penguasaan bahan ajar dan keterampilan guru dalam menggunakan metoda-metoda mengajar yang inovatif masih kurang, hal ini merupakan salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia (Jalal dan Supriadi, 2001 : 262).

(4)

Menurut Mulyasa (2008:19) bahwa ”dalam praktek pendidikan sehari- hari, masih banyak guru yang melakukan kesalahan-kesalahan dalam melakukan tugas dan fungsinya”

Mengutip pendapat Sunarto (2008) bahwa kenyataan saat ini menunjukkan rendahnya kompetensi, etos kerja dan kinerja guru. Data dari Depdiknas (2008) mengungkapkan bahwa “sebanyak 1.456.491 guru yang belum layak mengajar di sekolah dari 2.783.321 guru”. Menurut Balitbang Depdiknas, guru-guru yang layak mengajar untuk tingkat SD baik negeri maupun swasta ternyata hanya 28,94%. Guru SMP negeri 54,12%, swasta 60,99%, guru SMA negeri 65,29%, swasta 64,73%, guru SMK negeri 55,91 %, swasta 58,26 %.

Pernyataan yang merujuk pada rendahnya kompetensi dan kinerja guru itu juga pernah diungkapkan oleh menteri pendidikan pada masa itu Wardiman Djoyonegoro dalam wawancara di TPI tanggal 16 Agustus 2004. Dalam wawancara itu ia mengemukakan hanya 43 % guru yang memenuhi syarat, artinya sebagian besar guru (57%) tidak atau belum memenuhi syarat, tidak kompeten, dan tidak profesional untuk melaksanakan tugasnya. Berdasarkan penelitian Sato (2008) tentang kelemahan guru di lapangan bahwa :

Banyak guru tidak memiliki inisiatif untuk belajar. Pengetahuan guru mengenai mata pelajaran yang diampunya tidak pernah cukup. Namun demikian, sebagian besar guru di lapangan ini tidak mau belajar mengasah pengetahuannya lagi. Masalah ini tidak hanya semata-mata disebabkan oleh kesalahan guru saja, tetapi kurangnya kesempatan dan tempat untuk belajar juga menjadi alasan untuk tidak bisa belajar, meskipun sebenarnya para guru tersebut memiliki keinginan untuk belajar.

Sementara itu Hendayana (2007:3) menyatakan bahwa “umumnya pembelajaran dilakukan dalam bentuk satu arah, guru lebih banyak ceramah. Pada umumnya guru tidak memberi inspirasi kepada siswa untuk berkreasi dan tidak

(5)

melatih siswa untuk hidup mandiri. Pelajaran yang disajikan kurang menantang siswa untuk berpikir”. Sedangkan menurut Tim Akhli JICA (2008) menyatakan bahwa banyak guru Indonesia masih kurang memiliki kemampuan dasar untuk merancang dan melaksanakan pembelajaran yang baik.

Dari berbagai ungkapan di atas ternyata sangat memprihatinkan, masih banyak kelemahan guru-guru dan masih sering melakukan kesalahan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Hal ini butuh kepedulian dari seorang pimpinan sekolah yakni kepala sekolah sebagai manajer untuk meningkatkan pengelolaan sekolahnya dan mengefektifkan pengawasan proses pembelajaran agar kinerja mengajar guru merupakan cerminan dari profesionalismenya.

Pengembangan profesional guru harus diakui sebagai suatu hal yang sangat fundamental dan penting guna meningkatkan kinerja mengajar guru sebagaimana yang dikemukakan oleh Sa’ud (2008:54) bahwa” yang menjadi kunci keberhasilan dalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar ialah kemampuan guru sebagai tenaga profesional”

Guru professional yang diharapkan dapat mencetak sumber daya manusia Indonesia seharusnya memenuhi kriteria yang distandarkan dalam Permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Guru juga harus memiliki empat kompetensi utama menurut Undang- Undang no 14 tahun 2005 yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang terintegrasi dalam kinerja mengajar guru.

(6)

Kinerja mengajar guru adalah kemampuan kerja atau hasil kerja yang diperlihatkan guru dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Salah satu tugas guru menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab XI, Pasal 39 Ayat (2) adalah merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sangat kompleks antara lain menurut Simamora (Mangkunegara, 2009:14) adalah (a) faktor individual:

kemampuan dan keahlian, latar belakang, demografi; (b) faktor psikologis:

persepsi,,attitude, personality, pembelajaran, motivasi; (c) faktor organisasi:

sumberdaya, kepemimpinan, penghargaan, struktur, design job.

Dari beberapa faktor tersebut di atas faktor kemampuan dan keahlian penulis anggap penting karena seperti telah diungkapkan di atas kemampuan tentang guru penguasaan materi ajar dan ketrampilan menggunakan metode mengajar yang inovatif masih rendah. Untuk meningkatkan kemampuan dan keahlian dapat dilakukan melalui pelatihan. Faktor lain yang juga dianggap penting adalah kepemimpinan karena faktor kepemimpinan berkaitan erat dengan fungsi kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan yang antara lain menurut Rosmiati dan Kurniadi (2008;137) “melaksanakan supervisi sehingga kemampuan guru-guru meningkat dalam membimbing pertumbuhan murid- muridnya”.

Berbagai kegiatan pelatihan telah dilakukan dalam upaya peningkatan kinerja mengajar guru baik yang diselenggarakan tingkat kabupaten, propinsi

(7)

maupun nasional. Usaha pemerintah dalam peningkatan mutu guru melalui pelatihan nampaknya kurang memberikan dampak yang signifikan. Menurut Hendayana (2007:9) hal ini disebabkan oleh: (1) pelatihan tidak berbasis permasalahan nyata di dalam kelas, dan (2) hasil pelatihan hanya menjadi pengetahuan saja, tidak diterapkan pada pembelajaran di kelas atau kalaupun diterapkan hanya sekali saja, dua kali dan selanjutnya kembali seperti dulu ‘back to basic’. Hal ini logis karena tanpa umpan balik guru tidak tahu kualitas apa yang telah dikerjakan, dimana kelemahan dan kelebihannya, dan akibatnya guru tidak tahu mana yang perlu ditingkatkan. Selain itu disebabkan tidak ada kegiatan monitoring pasca pelatihan, apalagi kalau kepala sekolah tidak pernah menanyakan hasil pelatihan dan memfasilitasi forum sharing pengalaman diantara guru-guru.

Melalui Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), yang merupakan suatu wujud reformasi pendidikan memberikan otonomi kepada sekolah untuk mencari alternatif pembinaan profesionalisme guru. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa tidak adanya sistem pembinaan guru secara berkelanjutan (Continous Professional Development). Sesuai dengan pendapat (Darmadi,2009:28) bahwa” pembinaan guru diarahkan untuk mengembangkan sistem dan teknik bagi guru untuk bisa mendapatkan umpan balik dari apa yang dikerjakan dalam proses pembelajaran”. Salah satu alternatif model pembinaan guru yang lebih berfokus pada pemberdayaan guru sesuai kapasitas serta permasalahan yang dihadapi masing-masing sehingga mendapatkan umpan balik bagi guru adalah lesson study. Lesson study berbasis MGMP yang telah dirasakan

(8)

banyak manfaatnya dalam peningkatan kinerja mengajar guru hanya baru melibatkan mata pelajaran IPA dan matematika. Oleh karena itu beberapa sekolah di kabupaten Sumedang berinisiatif untuk memfasilitasi seluruh mata pelajaran dan melibatkan seluruh guru dalam kegiatan lesson study yakni lesson study berbasis sekolah (LSBS).

Menurut Lewis (2001) lesson study tidak hanya memberikan sumbangan terhadap pengetahuan keprofesionalan guru, tetapi juga terhadap peningkatan sistem pendidikan yang lebih luas. Lesson study memiliki peran yang cukup besar dalam melakukan perubahan secara sistemik. Melalui lesson study, guru secara kolaboratif berupaya menterjemahkan tujuan dan standar pendidikan ke alam nyata di kelas. Guru harus dapat mengembangkan sikap positif dalam pembelajaran, merespon ide-ide siswa dan menjamin hak-hak belajar siswa.

. Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) merupakan kegiatan sekolah terus menerus yang tiada henti dan merupakan sebuah upaya untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip dalam Total Quality Management, yakni memperbaiki proses dan hasil pembelajaran siswa secara terus-menerus, berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa.

LSBS juga dapat mendorong terbentuknya sebuah komunitas belajar (learning community) yang secara konsisten dan sistematis melakukan perbaikan diri, baik pada tataran individual maupun manajerial. Pelaksanaan lesson study melalui tahapan Plan – Do dan See secara siklus terus menerus berdampak terhadap peningkatan kinerja yang mengajar guru. Agar tujuan kegiatan LSBS berhasil dengan baik dalam upaya meningkatkan kinerja mengajar guru maka

(9)

harus melalui perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan pengawasan.

Dengan demikian manajemen lesson study berbasis sekolah (LSBS) diduga berkontribusi terhadap peningkatan kinerja mengajar guru.

Faktor lain yang berpengaruh terhadap kinerja mengajar adalah supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah. Menurut Sutarsih dan Nurdin (2008:298) bahwa : “masalah kualitas mengajar yang dilakukan oleh guru harus mendapatkan pengawasan dan pembinaan yang terus menerus dan berkelanjutan. Masalah ini berhubungan erat dengan supervisi pendidikan yang dilakukan oleh kepala sekolah selaku pimpinan kepada guru-gurunya”.

Pentingnya supervisi akademik dilaksanakan oleh kepala sekolah karena kenyataan menunjukkan adanya kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan pengelolaan kegiatan belajar mengajar sebagimana pendapat Sa’ud (2008:55) bahwa “apa yang dilakukan guru di kelas seolah-olah merupakan hak mutlak tanggungjawabnya, orang lain tidak boleh ikut campur tangan. Padahal apa yang dilakukan mungkin masih banyak kekurangannya”.

Kenyataan selama ini menunjukkan peran kepala sekolah sebagai supervisor belum dilaksanakan secara optimal, hanya sebatas memenuhi tuntutan administrasi semata. Kalau pun ada supervisi yang dilakukan menunjukkan kesan seolah-olah lebih menekankan pada segi fisik, seperti pengelolaan dana, pegawai, bangunan, alat dan fasilitas fisik lainnya. Bahkan Kepala Sekolah menggunakan sebagian besar waktunya untuk mengerjakan pekerjaan kantor, rapat dinas dan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilaksanakan karena tugas bukan karena kemauan sendiri, dan hal-hal non akademik. Yang kurang mendapat

(10)

perhatian, padahal merupakan sasaran yang amat penting, adalah supervisi terhadap penyelenggaraan proses pembelajaran. Kurangnya perhatian terhadap masalah ini, merupakan kendala bagi upaya peningkatan kinerja mengajar guru

Dalam hal menilai pekerjaan guru acapkali terjadi yang menjadi sasaran biasanya berupa catatan-catatan dan laporan ketatausahaan guru (bukti fisik). Hal- hal seperti itu penting juga untuk diperhatikan. Akan tetapi, yang jauh lebih penting adalah bagaimana kualitas proses pembelajaran yang dialami peserta didik. Yang juga patut dipertanyakan adalah apakah dokumen catatan dan laporan administratif guru cukup dapat dipercaya untuk memperoleh gambaran tentang kualitas proses pembelajaran peserta didik. Apabila esensi misi lembaga sekolah adalah sebagai tempat proses pembelajaran, maka cukup alasan apabila keunggulan kompetitif sebuah sekolah dilihat dari kualitas proses pembelajarannya, yang direfleksikan dalam hasil belajar para peserta didik. Ini adalah fokus utama supervisi akademik.

Supervisi akademik merupakan salah satu fungsi mendasar (essential function) dalam keseluruhan program sekolah (Weingartner,1973; Alfonso dkk.,

1981; dan Glickman, et al. 2007). Sebagai supervisor kepala sekolah diharapkan mampu melakukan supervisi dengan menggunakan teknik-teknik dan pendekatan yang tepat, sehingga dapat meningkatkan kinerja mengajar guru. Hasil supervisi akademik berfungsi sebagai sumber informasi bagi pengembangan profesionalisme guru.

“Kepala sekolah merupakan kunci kesuksesan sekolah dalam melaksanakan perubahan, karena keberhasilan suatu sekolah banyak ditentukan oleh kapasitas kepalanya” (Danim, 2002:145) sehingga kegiatan untuk

(11)

meningkatkan kinerja mengajar guru melalui kegiatan supervisi akademik harus dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab.

Pengalaman di kabupaten Sumedang menunjukkan bahwa peran kepala sekolah sebagai supervisor teraktulisasikan dengan adanya LSBS karena baik frekuensi maupun aktivitas keterlibatan kepala sekolah pada waktu guru merencanakan pembelajaran (Plan) , melaksanaan pembelajaran (Do), maupun refleksi (See) meningkat. Dampak dari kehadiran kapala sekolah pada setiap tahap tersebut sangat positif bagi kedua belah pihak karena mulai terbangun komunitas belajar (learning community) dimana saran dan masukan untuk perbaikan mutu proses pembelajaran tidak hanya dari kepala sekolah saja melainkan dari guru- guru yang lain sehingga terjadi proses saling belajar dan membelajarkan diantara kepala sekolah- guru,dan guru – guru yang akan meningkatkan kinerja guru.

Berangkat dari latar belakang masalah tersebut di atas, untuk membuktikan bahwa manajemen lesson study berbasis sekolah dan supervisi akademik kepala sekolah memberikan kontribusi dalam peningkatan kinerja mengajar guru. Maka penulis sangat tertarik untuk mengadakan penelitian dengan mengambil judul “ Manajemen Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) dan Supervisi Akademik Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Mengajar Guru di SMP Se-Kabupaten Sumedang yang melaksanakan LSBS”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, penulis merumuskan masalah penelitian secara umum yang akan menjawab pertanyaan

“Bagaimana kontribusi manajemen lesson study berbasis sekolah (LSBS) dan

(12)

supervisi akademik kepala sekolah terhadap kinerja mengajar guru? Rumusan penelitian secara khusus diuraikan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran deskriptif manajemen lesson study berbasis sekolah di SMP yang melaksanakan LSBS di Kabupatn Sumedang?

2. Bagaimana gambaran deskriptif supervisi akademik kepala sekolah di SMP yang melaksanakan LSBS di Kabupaten Sumedang ?

3. Bagaimana gambaran deskriptif kinerja mengajar guru di SMP yang melaksanakan LSBS di Kabupaten Sumedang?

4. Seberapa besar kontribusi manajemen lesson study berbasis sekolah terhadap kinerja mengajar guru di SMP yang melaksanakan LSBS di Kabupaten Sumedang?

5. Seberapa besar kontribusi supervisi akademik kepala sekolah terhadap kinerja mengajar guru di SMP yang melaksanakan LSBS ?

6. Seberapa besar kontribusi manajemen lesson study berbasis sekolah dan supervisi akademik kepala sekolah terhadap kinerja mengajar guru di SMP yang melaksanakan LSBS di kabupaten Sumedang?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendapatkan gambaran empirik tentang manajemen lesson study berbasis sekolah di SMP yang melaksanakan LSBS di Kabupaten Sumedang.

2. Mendapatkan gambaran empirik profil supervisi akademik kepala sekolah di SMP yang melaksanakan LSBS di Kabupaten Sumedang.

(13)

3. Mengetahui profil kinerja mengajar guru di SMP yang melaksanakan LSBS di Kabupaten Sumedang.

4. Mendeskripsikan dan mengkaji besaran kontribusi manajemen lesson study berbasis sekolah terhadap kinerja mengajar guru di SMP yang melaksanakan LSBS di Kabupaten Sumedang. di Kabupaten Sumedang.

5. Mendeskripsikan dan mengkaji besaran kontribusi supervisi akademik kepala sekolah terhadap kinerja mengajar guru di SMP yang melaksanakan LSBS di Kabupaten Sumedang.

6. Mendeskripsikan dan mengkaji besaran kontribusi manajemen lesson study berbasis sekolah dan supervisi akademik kepala sekolah terhadap kinerja mengajar guru di SMP yang melaksanakan LSBS di Kabupaten Sumedang.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pengembangan ilmu manajemen pendidikan dalam pengembangan pegawai.

Temuan penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam pendidikan yang terkait dalam peningkatan kinerja guru melalui program lesson study berbasis sekolah dan supervisi akademik kepala sekolah yang pada akhirnya menambah khasanah keilmuan baru dalam bidang administrasi pendidikan.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak dalam rangka pengembangan manajemen lesson study berbasis sekolah

(14)

(LSBS) dan supervisi akademik kepala sekolah untuk meningkatkan kinerja mengajar guru. Lebih lanjut penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam upaya:

a. Sebagai evaluasi bagi kepala sekolah untuk menerapkan manajemen LSBS, supervisi akademik kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja mengajar guru pada sekolah yang dikelolanya.

b. Sebagai bahan rujukan dalam merumuskan kebijakan pendidikan di sekolah dalam mengembangkan manajemen LSBS yang berorientasi pada supervisi akademik kepala sekolah untuk meningkatkan kinerja mengajar guru.

c. Sebagai masukan bagi Dinas Pendidikan Kabupaten dalam mengembangkan manajemen LSBS, melaksanakan supervisi akademik kepala sekolah yang pada akhirnya mampu meningkatkan kinerja mengajar guru.

E. Kerangka Pemikiran

1. Kontribusi Manajemen Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) terhadap Kinerja Mengajar Guru

Manajemen Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) yaitu bagaimana upaya kepala sekolah dalam proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan LSBS serta mampu mendayagunakan seluruh guru dan mata pelajaran agar bisa berpartisipasi secara optimal, sehingga tujuan yang telah ditetapkan bisa tercapai. LSBS merupakan sistem pengembangan profesi guru berbasis sekolah yang diperkenalkan oleh bangsa Jepang selama lebih dari seabad yang lalu untuk mengasah kemampuan siswa dan memberi hak belajar kepada siswa dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dan menghapus kebosanan siswa belajar serta merubah paradigma pembelajaran yang

(15)

drastis dari terpusat pada guru (teacher centred) menjadi berpusat pada siswa (student centred). LSBS merupakan pusat reformasi sekolah.

Menurut tim JICA-PELITA (2009), intisari LSBS antara lain merupakan pembelajaran kolaboratif, praktisi refleksi diri (guru), kolegalitas (guru dan kepala sekolah), partisipasi semua elemen sekolah, belajar bersama dan antar sesamanya, dan pembelajaran sepanjang hayat.

Oleh karena itu, maka sejalan dengan kerangka berpikir tersebut dapat diduga bahwa terdapat kontribusi yang positif antara manajemen lesson study berbasis sekolah (LSBS) terhadap kinerja mengajar guru.

2. Kontribusi Supervisi Akademik Kepala Sekolah terhadap Kinerja Mengajar Guru

Menurut Permendiknas no 41 tahun 2007 bahwa kepala sekolah harus melakukan pengawasan proses pembelajaran antara lain dengan melakukan supervisi proses pembelajaran (akademik). Supervisi akademik kepala sekolah adalah suatu upaya yang dilakukan kepala sekolah untuk meningkatkan mutu proses pendidikan yang dilaksanakan di sekolah yang didukung dengan optimalisasi peran guru, ketersediaan sarana dan prasarana , desain kurikulum, sistem pembelajaran dan mekanisme penilaian dan pengukuran. Tujuannya adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan situasi dan proses pembelajaran agar menjadi lebih baik dan berkualitas (Sofyan,2005:10).

Untuk mengetahui sejauh mana kinerja mengajar guru dalam melaksanakan pembelajaran secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk

(16)

mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran ( Mulyasa, 2004).

Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran, tingkat penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran.

Kepala sekolah yang melaksanakan supervisi pada guru harus mampu menempatkan diri sebagai pemberi bantuan bukan sebagai pencari kesalahan, hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman dan penafsiran yang berbeda antara guru dengan kepala sekolah, selain itu untuk memberikan rasa nyaman guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dan menerima segala perbaikan yang diberikan kepala sekolah. Tujuan akhir dari kegiatan supervisi akademik adalah untuk memperbaiki kinerja mengajar guru dalam proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.

Oleh karena itu, maka sejalan dengan kerangka berpikir tersebut dapat diduga bahwa terdapat kontribusi yang positif antara supervisi akademik kepala sekolah terhadap kinerja mengajar guru.

(17)

3. Kontribusi Manajemen LSBS dan Supervisi Akademik Terhadap Kinerja Mengajar Guru

Oleh karena itu, maka sejalan dengan kerangka berpikir tersebut dapat diduga bahwa terdapat kontribusi yang positif antara manajemen lesson study berbasis sekolah dan supervisi akademik kepala sekolah terhadap kinerja mengajar guru.

Untuk lebih jelasnya kerangka teoritis dapat terlihat dari gambar berikut:

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran ( )

Manajemen Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS)

1. Perencanaan LSBS 2. Pengorganisasian LSBS 3. PenggerakkanLSBS 4. Pengawasan LSBS

( )

Spervisi Akademik Kepala Sekolah

1. Merencanakan program supervisi

2. Melaksanakan supervisi akademik

3. Menindaklanjuti hasil supervisi akademik (Permen no 16 tahun 2007)

( )

Kinerja Mengajar Guru

1. Perencanaan proses pembelajaran 2. Pelaksanaan proses

pembelajaran 3. Penilaian proses

pembelajaran

( Permendiknas 41 / 2007)

(18)

F. Anggapan Dasar dan Hipotesis 1. Anggapan Dasar

a. Manajemen LSBS merupakan kunci utama keberhasilan kegiatan lesson study berbasis sekolah (LSBS). Fakkry Gafar (1987) memberi rambu-rambu agar keseluruhan kegiatan manajemen sekolah yang dipimpinnya digiring untuk menciptakan suatu situasi dimana anak dapat belajar dengan lebih baik, dan dimana anak merasa bahwa sekolah tempat yang baik bagi mereka untuk belajar. Oleh karena itu diperlukan peran kepala sekolah sebagai manajer melalui (perencanaan, penggerakkan, pengorganisasian dan pengawasan) sangat menentukan kualitas kegiatan LSBS yang merupakan model pembinaan guru untuk mengubah orientasi menuju learning bagi peserta didik berdampak pada peningkatan kinerja mengajar guru.

b. Supervisi akademik adalah suatu bentuk bantuan professional yang diberikan kepada guru berdasarkan kebutuhannya, melalui siklus yang sistematik dalam perencanaan pengamatan yang cermat, dan pemberian balikan yang secara obyektif tentang penampilan mengajarnya yang nyata untuk meningkatkan keterampilan mengajar dan sikap profesionalnya (Herijono dan Winarni, 1998).

c. Kinerja mengajar guru merupakan factor penentu kinerja sekolah. Kinerja mengajar guru sebagai aktualisasi kompetensi profesionalnya dapat dipengaruhi oleh kemampuan dan motivasi. Seperti yang diungkapkan Sutermeister (1976:11) bahwa kinerja guru dipengaruhi oleh “ability” dan

“motivation”, sehingga dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi kemampuan

(19)

dan motivasi seorang guru, maka semakin baik kinerja guru, demikian sebaliknya semakin rendah tingkat kinerja guru tersebut. Kemampuan diperoleh dari hasil pendidikan, pelatihan dan pengalaman. Pelatihan akan berdampak meningkatkan kinerja mengajar guru, apabila dikelola dengan manajemen yang baik. Sedangkan motivasi yang timbul berdasar kekuatan interaksi dengan berbagai kondisi dalam pekerjaan, baik menyangkut kebutuhan individu (individual needs), kondisi fisik pekerjaan (social condition of job). Berdasarkan pengamatan sementara kinerja mengajar guru masih rendah, hal ini didasarkan tingkat pendidikan yang bervariatif, pengalaman dan pelatihan. Salah satu faktor yang diduga mampu meningkatkan kemampuan dan motivasi ekstrinsik adalah pelaksanaan lesson study berbasis sekolah (LSBS) dan supervisi akademik kepala sekolah.

2. Hipotesisi Penelitian

a. Manajemen Lesson Study berbasis sekolah berkontribusi signifikan terhadap kinerja mengajar guru di SMP yang melaksanakan LSBS.

b. Supervisi kepala sekolah berkontribusi signifikan terhadap kinerja mengajar guru di SMP yang melaksanakan LSBS.

c. Manajemen Lesson Study berbasis sekolah (LSBS) dan supervisi akademik kepala sekolah secara bersama-sama berkontribusi signifikan terhadap kinerja mengajar guru di SMP yang melaksanakan LSBS.

G. Definisi Operasional

1. Manajemen Lesson Study Berbasis Sekolah ( ) proses kegiatan pengelolaan lesson study yang dilaksanakan di sekolah sebagai salah satu model

(20)

pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-psrinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar yang mencakup semua mata pelajaran dan melibatkan semua guru di sekolah tersebut meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan pengawasan.

2. Supervisi Akademik Kepala Sekolah( ) adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran (Daresh, 1989, Glickman, et al; 2007). Dimensi supervisi kepala sekolah adalah (a) merencanakan program supervisi akademik; (b) melaksanakan supervisi akademik; (c) dan menindaklanjuti hasil supervisi akademik. (Permendiknas no 13 tahun2007) 3. Kinerja Mengajar Guru (Y) adalah merupakan tingkat profesional guru dalam

proses pembelajaran selama periode tertentu yang mengacu kepada Standar Proses (Permendiknas 41/2007) dengan dimensi (a) perencanaan proses pembelajaran; (b) pelaksanaan proses pembelajaran; (c) penilaian hasil pembelajaran.

H. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan pendekatan kuantitatif. Melalui penerapan metode penelitian tersebut, diharapkan dapat diperoleh informasi yang tepat dengan gambaran yang lengkap dan dianggap relevan antara permasalahan yang teliti, hasil dari mengukur indikator- indikator variabel penelitian dengan parameter dan teknik pengukuran statistik, sehingga diperoleh gambaran dan data tentang pola hubungan diantara variabel-

(21)

variabel yang diukur. Adapun teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan menggunakan angket dan kuesioner.

I. Populasi dan Sampel a. Populasi

Menurut Sugiyono (2008:117) populasi adalah “wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subyek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan, bahwa populasi dalam penelitian meliputi segala sesuatu yang yang akan dijadikan subjek atau objek yang dikehendaki peneliti. Sedangkan studi yang dikembangkan dalam penelitian ini dengan cara (1) studi kepustakaan, (2) studi lapangan, (3) dokumentasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru tetap dari 17 sekolah yang melaksanakan LSBS.

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi (sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti). Sampel penelitian adalah sebagian dari polulasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi. (Arikunto,1998:117).

Menurut Sugiyono (2008:118) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik sampling yang digunakan adalah area sampling (area probability sample) yaitu teknik sampling yang dilakukan dengan mengambil wakil dari setiap wilayah yang terdapat dalam populasi (Akdon,2008 dan Arikunto 1998).

Jumlah sampel yang mewakili setiap wilayah (kota, kecamatan dan desa) adalah 101 responden.

Gambar

Gambar 1.1  Kerangka Pemikiran ()

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) ada perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa yang diukur dalam penelitian dengn menggunakan model pembelajaran TS-TS dan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai wacana dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang manajemen keuangan terkait pengaruh

Sementara pekerjaan ini dikerjakan, Allah berkata pada Hagai untuk memberitakan bahwa kaabah yang baru akan lebih cemerlang dari yang sebelumnya karena kerinduan

Dalam keseimbangan pada film Slepping Beauty, lebih memperlihatkan bagaimana kehidupan raja dan ratu, ketika mereka telah mempunyai seorang anak yang telah lama mereka

Perancangan yang dilakukan adalah merancang media promosi toska studio untuk mengenalkan perusahaan kepada masyarakat sebagai perusahaan baru yang bergerak dibidang jasa

Program ini ditujukan untuk mengakselerasi kinerja penelitian di UB dalam upaya peningkatan kualitas hasil penelitian, yang mendukung proses pembelajaran dan pengembangan

Secara Teoritis, melalui hasil penelitian ini penulis mengharapkan agar dapat digunakan sebagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam pengembangan ilmu

Penelitian yang dilakukan oleh Napitupulu, Hardianti, dan Syahwin dengan membuat sebuah media pembelajaran berupa permainan ular tangga berbasis macro media flash