• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan rencana. Pembelanja sekarang lebih impulsif dengan 21% mengatakan, mereka tidak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan rencana. Pembelanja sekarang lebih impulsif dengan 21% mengatakan, mereka tidak"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perilaku konsumen saat ini cenderung berbelanja barang tidak sesuai dengan rencana. Pembelanja sekarang lebih impulsif dengan 21% mengatakan, mereka tidak pernah merencanakan apa yang mereka beli. Hal ini naik 11 poin dari tahun 2003 yang presentasenya hanya 10% (Sukirno, 2011). Impulsive buyingmerujuk pada pembelian yang bersifat tidak terencana dan tiba-tiba. Impulsive buyingini acapkali berdasarkan pada adanya objek stimulus dan seringkali beriringan dengan perasaan senang, tertarik dan atau munculnya keinginan yang kuat untuk membeli (Rook dalam Silvera, Lavack dan Kropp, 2008). Selanjutnya, Verplanken dalam Silvera dkk., (2008) mengibaratkan perilaku impulsive buyingseperti perilaku mengonsumsi alkohol. Impulsive buyingpada taraf rendah hingga sedang dapat menjadi hiburan yang menyenangkan untuk tujuan bersenang-senang.

Akan tetapi, impulsive buyingpada taraf yang tinggi dapat membahayakan dan bersifat self- destructive. Perilaku ini dapat dikendalikan dengan menghindari kondisi psikologis yang

negatif seperti rendahnya self-esteem dan/atau dengan mengatur afek negatif.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Setyawan (2005) mengungkap bahwa lebih dari 50% pembelian di dalam supermarket, hipermarket dan department store merupakan pembelian yang tidak direncanakan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Premananto (dalam Puspitarini, 2012) mengungkap bahwa impulsive buyingyang dilakukan oleh konsumen saat ini cenderung tinggi yaitu sebesar 15,5% dari seluruh total belanja, dan menghabiskan kurang lebih sekitar 16,5% dari seluruh uang yang dibelanjakan. Ditinjau dari sudut pandang konsumerisme, pembelian berlebihan atau pembelian yang menonjolkan pada gaya hidup yang tidak hemat ini tengah menjadi sorotan. Pembelian tidak direncanakan ini

(2)

menimbulkan rasa senang bagi pembelinya, namun juga menimbulkan rasa sesal dari aspek finansial. Impulsivitas yang berfungsi sebagai penentu utama rasa senang membuat impulsive buying sulit dicegah. Impulsive buying dipengaruhi oleh impulsivitas seseorang dan faktor lingkungan tempat penjualan yang dimediasi oleh emosi positif.

Impulsive buying merupakan suatu fenomena yang banyak melanda kehidupan masyarakat terutama yang tinggal di perkotaan. Fenomena ini menarik untuk diteliti mengingat impulsive buying tidak hanya terjadi di kalangan orang dewasa yang matang secara finansial, melainkan juga melanda kehidupan remaja yang sebenarnya belum memiliki kemampuan finansial untuk memenuhi kebutuhannya. Hempel dan Lehman (dalam Magie, 2008) mengemukakan bahwa konsumen berusia remaja memiliki kebebasan yang signifikan untuk mengatur pengeluarannya. Di Amerika, pengeluaran konsumen usia remaja sekitar $175 miliar pertahun. Klinefelter dan Tamminga (dalam Magie, 2008) dalam surveynya menemukan bahwa remaja Amerika membelanjakan 40% uangnya untuk membeli produk fashion. Remaja juga menggunakan uang keluarga dan mempengaruhi perilaku pembelian orangtuanya. Total belanja produk fashion untuk remaja meningkat 35%

pada tahun 2006 jika dibandingkan dengan tahun 2005. Survey yang dilakukan oleh Nielsen di Indonesia juga menunjukkan adanya impulsive buying. Surveydengan sampel responden yang tinggal di Jakarta, Bandung dan Surabaya menunjukkan bahwa 59 dari 101 responden Jakarta, 68 dari 100 responden Bandung, serta 67 dari 100 responden Surabaya melakukan impulsive buying. Responden menyatakan bahwa mereka terkadang melakukan pembelian

produk di luar dari yang telah direncanakan sebelumnya (Kharis, 2011).

Remaja menjadi sasaran pemasaran yang potensial. Hal ini terkait karakteristik konsumen remaja menurut Munandar (2006), yaitu:

1. Sangat mudah terpengaruh rayuan penjual

2. Mudah terbujuk iklan, terutama pada kerapihan kertas bungkus

(3)

3. Tidak berpikir hemat

4. Kurang realistis, romantik, dan impulsif

Kehidupan remaja merupakan masa transisi antara kehidupan anak-anak menuju ke kehidupan dewasa. Block, Eccles dan Buchanan (dalam Santrock, 2011) mengemukakan remaja mengalami perkembangan fisik, sosial dan kognitif yang berproses bersama. Relasi dengan orangtua memiliki bentuk yang berbeda dan hubungan dengan teman sebaya menjadi semakin intim. Perubahan-perubahan biologis remaja memicu peningkatan minat terhadap citra tubuh (body image). Remaja disibukkan dengan tubuh mereka dan mengembangkan citra individual mengenai gambaran tubuh mereka. Pemikiran remaja juga idealistis. Remaja mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri dan orang lain. Kemudian remaja akan membandingkan diri mereka dan orang lain dengan standar-standar ideal tersebut.

Perilaku mengundang perhatian juga umum terjadi pada masa remaja. Perilaku ini mencerminkan egosentrisme dan keinginan untuk tampil di atas pentas, diperhatikan, dan terlihat oleh orang lain. Salah satu bentuk perilaku mengundang perhatian ini ditunjukkan remaja dengan mengenakan pakaian warna-warni.

Senada dengan pendapat Block, Eccles dan Buchanan di atas, Santrock (2011) menyatakan bahwa pada masa remaja, seseorang akan meluangkan banyak waktu dengan teman sebaya, lebih banyak daripada pada masa pertengahan dan akhir anak-anak.

Kelompok teman sebaya memberikan sebuah dunia, tempat remaja dapat melakukan sosialisasi dalam suasana dimana nilai-nilai yang berlaku bukanlah nilai-nilai yang diletakkan oleh orang dewasa, melainkan oleh teman-teman seusianya. Agar tidak dikucilkan, biasanya tiap anggota kelompok berusaha untuk menjadi konformis, yaitu tidak berbeda dengan orang lain di dalam kelompoknya. Dorongan demikian tidak hanya datang dari dalam diri sendiri tetapi juga datang dari luar diri, biasanya datang dalam bentuk tekanan- tekanan kelompok ataupun tekanan dari anggota kelompok yang lain.

(4)

Santrock (2011) mengemukakan bahwa konformitas dengan tekanan teman-teman sebaya pada masa remaja dapat bersifat positif maupun negatif. Umumnya remaja terlibat dalam semua bentuk perilaku konformitas yang negatif, seperti menggunakan bahasa yang jorok, mencuri, merusak, dan mengolok-olok orangtua dan guru. Akan tetapi, banyak sekali konformitas teman sebaya yang tidak negatif dan terdiri atas keinginan untuk dilibatkan dalam dunia teman sebaya, seperti berpakaian seperti teman-teman dan keinginan untuk meluangkan waktu dengan anggota-anggota suatu klik. Keinginan remaja untuk diterima dalam kelompoknya, salah satunya dengan cara mengikuti nilai-nilai dalam berpenampilan mendorong remaja melakukan berbagai upaya agar tampilan fisiknya sesuai dengan tuntutan komunitas sosial mereka. Menurut Chen-Yu dan Seock (2002), penampilan fisik berpengaruh besar terhadap penerimaan diri remaja dalam kelompoknya. Penerimaan diri ini merupakan suatu proses dalam mencari identitas diri. Berkaitan dengan pencarian identitas diri, terdapat periode para remaja sangat senang untuk mencoba sesuatu yang baru atau yang sedang trend dan berkaitan dengan citra diri yang ingin ditampilkan oleh remaja tersebut. Mengikuti trend, membuat para remaja merasa percaya diri dan diterima oleh lingkungan sosialnya. Hal tersebut didukung oleh perkembangan industri fashion dan mode di Indonesia yang semakin pesat. Setiawan (2014) mengemukakan subsektor industri kreatif yang memberi kontribusi terbesar adalah bidang mode yang menyumbang 30% dari keseluruhan industri kreatif di Indonesia, dengan kontribusi nilai tambah bruto mencapai Rp 181 triliun. Pesatnya perkembangan mode ini mungkin saja mendorong remaja untuk melakukan impulsive buying agar dapat diterima oleh lingkungan teman sebayanya.

Survey Rand Youth Poll’s pada tahun 2003 menunjukkan bahwa remaja putri lebih kaya daripada remaja laki-laki. Penelitian lain menunjukkan remaja putri menerima lebih banyak uang daripada remaja laki-laki karena ibu mengerti kebutuhan remaja putri untuk membeli pakaian dan kosmetik (Waguespack dalam Magie, 2008). Pembelian pakaian

(5)

merupakan pengeluaran terbesar bagi remaja putri, dan mereka menghabiskan sebagian besar waktunya untuk belanja di mal. Remaja putri ditemukan lebih cenderung untuk melakukan impulsive buying daripada remaja laki-laki, mengunjungi toko lebih sering daripada remaja laki-laki, dan terlibat secara sosial (Parks dalam Magie, 2008).

Berdasarkan uraian mengenai impulsive buyingdan konformitas pada teman sebaya yang telah dipaparkan di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai Hubungan antara Konformitas pada Teman Sebaya dengan Impulsive Buying Produk Fashion pada Remaja Putri.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konformitas pada teman sebaya dengan impulsive buyingproduk fashion pada remaja putri.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini meliputi manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis, yaitu sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi yang mempelajari tentang perilaku konsumen. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat melengkapi penelitian lain yang menunjukkan hubungan antara konformitas pada teman sebaya dengan impulsive buying produk fashion pada remaja putri.

(6)

2. Manfaat Praktis

Impulsive buyingmerupakan pembelian yang tidak diharapkan dan dapat merugikan konsumen, tidak terkecuali konsumen usia remaja. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengedukasi konsumen usia remaja mengenai faktor-faktor yang berperan dalam menentukan impulsive buying. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak yang berkaitan dengan konsumen remaja untuk melakukan edukasi mengenai impusive buying. Pengetahuan yang dimiliki konsumen remaja mengenai impulsive buying diharapkan dapat mengurangi impulsive buying ketika berbelanja produk fashion.

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi dengan judul: “PERANCANGAN PENGENDALIAN KUALITAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA PADA DISTRIBUSI TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus pada UD. Eben Haezer Terus

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufiq, hidayah, serta innayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh

j Tidak ditaklilkan atau digantungkan dengan suatu hal lain k Tidak dibatasi waktunya l Dapat diserah terimakan m Barang merupakan milik sendiri atau mendapat izin dari pemilik

Tujuan dari penelitian adalah mengembangkan desain motif-motif batik khas Kalimantan Timur yang akan memperkaya khasanah budaya batik Kalimantan Timur, disesuaikan dengan

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perjanjian koasuransi kapal laut melibatkan beberapa perusahaan untuk menanggung semua risiko yang dialami oleh kapal laut

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadimya salah perlakuan antaralain rendahnya dukungan sosial, beban stres dari caregiver, kerusakan kognitif lansia, tingkat

Pada tahap pertama ini kajian difokuskan pada kajian yang sifatnya linguistis antropologis untuk mengetahui : bentuk teks atau naskah yang memuat bentuk