8
2.1 Penggabungan Usaha
2.1.1 Pengertian Penggabungan Usaha
Beams, Brozovsky, and Shoulders (2009: 2) menyatakan bahwa,
“Penggabungan usaha adalah penyatuan entitas - entitas bisnis yang sebelumnya terpisah.”
Menurut Beams, Brozovsky, and Shoulders (2009: 2), Meskipun tujuan utama penggabungan usaha adalah profitabilitas, penggabungan usaha juga ditujukan untuk memperoleh efisiensi melalui integrasi operasi secara horisontal (penggabungan perusahaan-perusahaan dalam lini usaha atau pasar yang sama) atau vertikal (penggabungan dua atau lebih perusahaan dengan operasi yang berbeda) atau konglomerasi (penggabungan perusahaan-perusahaan dengan produk dan / atau jasa yang tidak saling berhubungan dan bermacam-macam.
Penggabungan usaha (business combination) dalam pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK No.22) adalah,
“Penggabungan usaha adalah penyatuan dua atau lebih perusahaan yang
terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu
dengan perusahaan lain atau memperoleh kendali atas asset dan operasi perusahaan lain.”
Dalam Peraturan Pemerintah No. 57 tahun 2010 bentuk penggabungan usaha adalah :
a. Penggabungan (merger) adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu badan usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan badan usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan asset dan kewajiban dari badan usaha yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada badan usaha yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
b. Peleburan (konsolidasi) adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua badan usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu badan usaha baru yang karena hukum memperoleh asset dan kewajiban dari badan usaha yang meleburkan diri dan status badan usaha yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
c. Pengambilalihan (akuisisi) adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk mengambilalih saham badan usaha yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas badan usaha tersebut.
2.1.2. Alasan Penggabungan Usaha
Menurut Beams, Brozovsky, and Shoulders (2009: 2) beberapa alasan
yang mungkin untuk memilih penggabungan usaha sebagai alat perluasan adalah :
1. Manfaat Biaya (cost advantage).
Seringkali lebih murah bagi perusahaan untuk memperoleh fasilitas yang dibutuhkan melalui penggabungan dibandingkan melalui pengembangan, terutama pada periode inflasi.
2. Resiko Lebih Rendah (lower risk).
Membeli lini produk dan pasar yang telah didirikan biasanya lebih kecil risikonya dibandingkan dengan mengembangkan produk baru dan pasarnya. Penggabungan usaha kuran berisiko terutama ketika tujuannya adalah diversifikasi.
3. Memperkecil Keterlambatan Operasi (fewer operating delay).
Fasilitas-fasilitas pabrik yang diperoleh melalui penggabungan usaha dapat diharapkan untuk segera beroperasi dan memenuhi peraturan yang berhubungan dengan lingkungan dan peraturan pemerintah yang lainnya.
4. Mencegah Pengambilalihan (Avoidance of Takeovers).
Beberapa perusahaan bergabung untuk mencegah pengakuisisian diantara
mereka. Karena perusahaan-perusahaan yang lebih kecil cenderung lebih
mudah diserang untuk diambilalih, beberapa di antara mereka memakai
strategi pembeli yang agresif sebagai pertahanan terbaik melawan usaha
pengambilalihan oleh perusahaan lain.
5. Akuisisi Harta Tidak Berwujud (Acquisition of Intangible Assets).
Penggabungan usaha melibatkan penggabungan sumber daya tidak berwujud maupun berwujud. Maka akuisisi atas hak paten, ha katas mineral, database pelanggan, atau keahlian manajemen mungkin menjadi faktor utama yang memotivasi suatu penggabungan usaha.
6. Alasan-alasan Lain.
Selain untuk perluasan, perusahaan-perusahaan mungkin memilih penggabungan usaha untuk memperoleh manfaat dari segi pajak, untuk manfaat pajak penghasilan perseorangan dari pajak atas bangunan, dan alasan-alasan pribadi.
2.2. Aspek Hukum untuk Merger dan Konsolidasi
Dalam Undang-Undang No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pasal 122 -137 mengatur tentang penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pemisahan. Pasal 122 menjelaskan :
1. Penggabungan dan Peleburan mengakibatkan Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum.
2. Berakhirnya Perseroan terjadi tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu 3. Dalam hal berakhirnya Perseroan
a. aktiva dan pasiva Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan
diri beralih karena hukumm kepada Perseroan yang menerima
Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan.
b. Pemegang saham Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri karena hukum menjadi pemegang saham Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan, dan c. Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir
karena hukum terhitung sejak tanggal Penggabungan atau Peleburan mulai berlaku.
Rancangan penggabungan usaha diatur dalam Pasal 123:
1. Direksi perseroan yang akan menggabungkan diri dan yang menerima penggabungan menyusun rancangan penggabungan
2. Rancangan penggabungan harus memuat sekurang-kurangnya
a. nama dan tempat kedudukan dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
b. alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan dan persyaratan Penggabungan;
c. tata cara penilaian dan konversi saham Perseroan yang menggabungkan diri terhadap saham Perseroan yang menerima Penggabungan;
d. rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan yang menerima Penggabungan apabila ada;
e. laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2)
huruf a yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari setiap
Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
f. rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
g. neraca proforma Perseroan yang menerima Penggabungan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
h. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan diri;
i. cara penyelesaian hak dan kewajiban Perseroan yang akan menggabungkan diri terhadap pihak ketiga;
j. cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Penggabungan Perseroan;
k. nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji, honorarium dan tunjangan bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan yang menerima Penggabungan;
l. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;
m. laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
n. kegiatan utama setiap Perseroan yang melakukan Penggabungan dan perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan; dan
o. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang
berjalan yang mempengaruhi kegiatan Perseroan yang akan
melakukan Penggabungan.
3. Setelah Rancangan Penggabungan mendapat persetujuan Dewan Komisaris dari setiap Perseroan diajukan kepada RUPS masing-masing untuk mendapatkan persetujuan.
Perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan atau Pemisahan dalam pasal 126 wajib memperhatikan kepentingan :
a. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan b. Kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan
c. Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
2.3. Merger
2.3.1. Pengertian Merger
Beams, Brozovsky, and Shoulders (2009: 5) menyatakan,
“Merger terjadi ketika sebuah perusahaan mengambil alih semua operasi dari entitas usaha lain dan entitas yang diambil alih tersebut dibubarkan.”
Sedangkan menurut Gitman (2009: 762),
“Merger merupakan kombinasi dari dua atau lebih perusahaan, dimana
perusahaan yang dihasilkan mempertahankan identitas dari salah satu
perusahaan, biasanya perusahaan yang paling besar.”
Menurut PP no 57 tahun 2010 merger adalah,
“Perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu badan usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan badan usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan asset dan kewajiban dari badan usaha yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada badan usaha yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.”
Jadi pada dasarnya merger adalah suatu keputusan untuk mengkombinasikan atau menggabungkan dua atau lebih perusahaan menjadi satu perusahaan baru. Dalam konteks bisnis, merger adalah suatu transaksi yang menggabungkan beberapa unit ekonomi menjadi satu unit ekonomi yang baru.
2.3.2. Motif Melakukan Merger
Merger yang merupakan keputusan strategis para manajer dari suatu perusahaan, memiliki beragam alasan, motif dan tujuan diantara lain :
1. Motif Perpajakan
Menurut Simanjuntak (2004 : 19) menyatakan bahwa, merger memberikan
keuntungan dari sisi perpajakan. Pengurangan pembayaran pajak kepada
pemerintah merupakan salah satu sumber potensial guna meningkatkan
nilai pemegang saham, bahkan apabila kesempatan pengurangan ongkos-
ongkos produksi dan distribusi melalui sinergi tersebut. Sebagai contoh,
perusahaan dengan keuntungan yang substansiall dapat mengurangi
keuntungan kena pajaknya (taxable profits) dengan cara mengakuisisi perusahaan yang memiliki tax loss carry forward (kerugian pajak yang dapat dipindahkan kemudian) yang besar.
2. Motif Sinergi
Menurut Gitman (2009:764) menyatakan bahwa, Sinergi merger adalah skala ekonomi yang dihasilkan dari overhead perusahaan gabungan yang lebih rendah. Sinergi yang lebih jelas ketika perusahaan melakukan merger dengan perusahaan lain dalam bidang yang sama, karena banyak fungsi yang berlebihan dan karyawan dapat dikurangi. Hal tersebut dapat mengurangi biaya produksi.
Menurut Brigham dan Houston (2001 : 377) menyatakan bahwa, salah satu motivasi atau alasan utama perusahaan melakukan merger dan akuisisi adalah menciptakan sinergi. Sinergi merupakan nilai keseluruhan perusahaan setelah merger dan akuisisi yang lebih besar daripada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan sebelum merger dan akuisisi. Pengaruh sinergi bisa timbul dari empat sumber :
b. Penghematan operasi, yang dihasilkan dari skala ekonomis dalam manajemen, pemasaran, produksi atau distribusi
c. Penghematan keuangan, yang meliputi biaya transaksi yang lebih
rendah dan evaluasi yang lebih baik oleh para analisis sekuritas
d. Perbedaan efisiensi, yang berarti bahwa manajemen salah satu perusahaan, lebih efisien dan aktiva perusahaan yang lemah akan lebih produktif setelah merger
e. Peningkatan penguasaan pasar akibat berkurangnya persaingan
3. Motif Tawar-menawar
Simanjuntak (2004 : 21) menyatakan bahwa, urusan tawar-menawar umumnya terjadi di pasar modal. Apabila perusahaan yang hendak diakuisisi memiliki nilai pasar yang kurang dari nilai intrinsiknya, dengan mengakuisisi perusahaan tersebut, manajemen perusahaan yang mengakuisisi dapat meningkatkan kekayaan pemegan sahamnya.
4. Motif Perluasan atau Ekspansi
Simanjuntak (2004 : 21) menyatakan bahwa, perluasan atau ekspansi merupakan satu diantara motif dan alasan yang paling umum dari suatu merger. Merger dengan motif ekspansi ini juga karenanya dapat menghindari beban ongkos yang mahal dalam hal suatu perusahaan bermaksud untuk membentuk suatu sistem distribusi kewilayahan, yaitu dengan cara mengakuisisi perusahaan yang sukses di wilayah ekspansi.
5. Motif Kekuatan Pasar
Simanjuntak (2004 : 22) menyatakan bahwa, merger dapat
mengonsolidasikan kekuatan pasar dan membatasi persaingan, yaitu
dengan cara membeli perusahaan saingan hanya kegiatan ini akan bertabrakan dengan antitrust law.
6. Motif Perluasan Pertumbuhan
Simanjuntak (2004 : 21) menyatakan bahwa, Merger dapat memberikan peluang pertumbuhan bagi perusahaan yang sekalipun memiliki kelebihan dana tunai untuk melakukan investasi, namun tidak lagi memiliki kesempatan pertumbuhan yang cukup karena telah mencapai “maturation stage”, yaitu dengan cara melakukan merger dengan perusahaan yang
memiliki prospek pertumbuhan yang besar dan keuntungan yan lebih baik, dalam bentuk dividen tunai, hal ini tidak menguntungkan karena dividen tunai dikenakan pajak.
7. Motif Likuiditas Perusahaan
Simanjuntak (2004 : 23) menyatakan bahwa, kombinasi perusahaan- perusahaan yang melakukan merger akan memberikan pertumbuhan pendapatan per saham yang lebih cepat dan stabil, pertumbuhan mana bisa lebih sering diperoleh dengan ongkos dan risiko yang kecil dibandingkan dengan penelitian bisnis / perusahaan yang baru.
8. Motif Struktur Rasio Hutang Ekuitas
Simanjuntak (2004 : 23) menyatakan bahwa, merger dapat memberikan
kesinambungan struktur permodalan suatu perusahaan yang lebih baik
apabila perusahaan tersebut sebelumnya memiliki rasio hutang terhadap kapitalisasi yang tinggi, yaitu dengan cara mengakuisisi perusahaan yang memiliki hutang yang kecil sehingga rasio hutang terhadap modal perusahaan yang mengakuisisi akan menurun hingga ke level yang lebih dapat diterima.
9. Motif Pendapatan
Simanjuntak (2004 : 23) menyatakan bahwa, merger dapat mengurangi penghabisan penerimaan pendapatan.
10. Motif Tenaga Manajerial
Simanjuntak (2004 : 24) menyatakan bahwa, merger akan menghasilkan tenaga-tenaga manajerial yang cakap yang sebelumnya tidak ditemukan dalam perusahaan yang melakukan merger, namun tersedia di perusahaan yang akan menggabungkan diri.
11. Motif Keuntungan Teknologi
Simanjuntak (2004 : 24) menyatakan bahwa, merger memberikan
keuntungan teknologi. Sebagai contoh, suatu perusahaan manufaktur
computer dapat mempertimbangkan untuk mengakuisisi pembuat program
perangkat lunak guna meningkatkan kekuatan pemasaran produknya dan
mendapatkan keuntungan yang kompetitif.
2.3.3. Keunggulan dan Kelemahan Merger
Harianto dan Sudomo (2001 : 641) menyatakan bahwa, alasan mengapa perusahaan melakukan merger adalah ada “manfaat lebih” yang diperoleh darinya, meskipun asumsi ini tidak semuanya terbukti. Secara spesifik, keunggulan dan kelemahan merger antara lain:
1. Keunggulan Merger
Pengambilalihan melalui merger lebih sederhana dan lebih murah dibanding pengambilalihan yang lain.
2. Kelemahan Merger
Dibandingkan akuisisi merger memiliki beberapa kekurangan, yaitu harus ada persetujuan dari para pemegang saham masing-masing perusahaan, sedangkan untuk mendapatkan persetujuan tersebut diperlukan waktu yang lama.
Jadi pada dasarnya selain memiliki keunggulan merger pun memiliki kelemahan dimana keunggulan merger yaitu tidak memerlukan biaya yang banyak tetapi kelemahannya harus melalui proses yang cukup lama.
2.3.4. Tipe-tipe Merger
Simanjuntak (2004 : 24) menyatakan bahwa, beberapa jenis merger yang
sering dilakukan oleh perusahaan berdasarkan pada aktivitas ekonoik
diklasifikasikan dalam empat tipe yaitu :
1. Merger Horizontal
Suatu merger horizontal terjadi apabila dua perusahaan yang memiliki lini usaha yang sama bergabung atau apabila perusahaan-perusahaan yang bersaing di industry yang sama melakukan merger.
2. Merger Vertikal
Suatu merger vertical melibatkan tahapan operasional produksi yang berbeda. Merger vertical juga terjadi apabila suatu perusahaan bergabung dengan penyalurnya atau pelanggannya.
3. Merger Konglomerat
Suatu merger konglomerat terjadi apabila dua perusahaan yang tidak memiliki lini usaha yang sama bergabung atau dengan bahasa lain, merger yang terjadi antara perusahaan-perusahaan yang tidak bersaing dan tidak memiliki hubungan penjual-pembeli.
4. Merger Congeneric
Merger congeneric melibatkan perusahaan-perusahaan yang terkait,
namun bukan produsen produk yang sama ataupun dalam hubungan
produsen dan penyalur.
2.3.5. Langkah-Langkah Merger
Simanjuntak (2004 : 39) menyatakan bahwa, dalam proses melakukan merger dilakukan dalam beberapa tahapan yang secara umumdapat dikelompokkan dalam beberapa tahapan berikut :
1. Pre Merger (tahapan sebelum merger)
Pada tahapan sebelum pelaksanaan merger, terdapat beberapa kegiatan yang harus dilakukan antara lain :
a. Penunjukkan pihak profesional. Dalam proses merger, perusahaan- perusahaan yang melakukan merger pertama sekali harus mencapai kesepakatan tentang pihak professional yang akan ditunjuk dan dilibatkan serta memberikan produk jasanya dalam rangka transaksi merger tersebut.
b. Pemeriksaan hukum. Merger yang paling sedikit melibatkan dua perusahaan tidak akan berhasil dengan baik apabila terhadap perseroan-perseroan yang akan menggabungkan diri tersebut tidak dilakukan pemeriksaan aspek hukum.
c. Penyusunan usulan rencana penggabungan, rancangan
penggabungan, dan konsep akta merger. Setelah pemilihan dan
penunjukkan para professional dilakukan yang kemudian
ditindaklanjuti dengan pelaksanaan jasa mereka masing-masing
dimana diantaranya konsultan hukum telah melakukan pemeriksaan
hukum, suatu penyusunan usulan rencana penggabungan dan
rancangan penggabungan menjadi tugas pokok utama direksi masing- masing perusahaan yang melakukan merger.
d. Penyampaian rancangan penggabungan kepada kreditur. Kreditur merupakan pihak yang tergolong penting dan menentukan dalam keberhasilan merger.
e. Pelaksanaan rapat umum pemegang saham. Eksistensi suatu rapat umum pemegang saham (RUPS) dalam transaksi merger memegang peranan yang sangat penting. Tidak ada merger tanpa keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
2. At Stage (tahapan saat merger) dan Post Merger (tahapan setelah merger) Pada umumnya merger mengakibatkan terjadinya pengubahan anggaran dasar perseroan yang akan tetap hidup karena meger memberikan pengaruh yang signifikan, antara lain dalam struktur permodalan dan kepengurusan (manajemen) perusahaan hasil merger. Beberapa langkah yang harus dilakukan oleh perusahaan, antara lain :
a. Permohonan persetujuan menteri kehakiman atas perubahan anggaran dasar
b. Pelaporan kepada menteri kehakiman atas perubahan anggaran dasar\
c. Penandatanganan akta merger
d. Pendaftaran dalam daftar perusahaan dan pengumuman dalam berita Negara
e. Peralihan hak dan kewajiban demi hukum
2.4. Konsolidasi
2.4.1. Pengertian Konsolidasi
Menurut Beams, Brozovsky, and Shoulders (2009: 5),
“Konsolidasi terjadi ketika sebuah perusahaan yang baru dibentuk untuk mengambil alih asset dan operasi dari dua atau lebih entitas usaha yang terpisah dan akhirnya entitas yang terpisah tersebut dibubarkan.”
Sedangkan dalam PP no 57 tahun 2010 konsolidasi adalah,
“Perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua badan usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu badan usaha baru yang karena hukum memperoleh asset dan kewajiban dari badan usaha yang meleburkan diri dan status badan usaha yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
Jadi dapat disimpulkan konsolidasi adalah suatu keputusan untuk mengkombinasikan atau menggabungkan dua atau lebih perusahaan menjadi satu perusahaan baru kemudian entitas yang lama dibubarkan.
Menurut Hariyani, Serfianto & Yustisia (2011) merger dan konsolidasi sering kali diartikan sama yaitu sebagai penggabungan dua perusahaan atau lebih.
Dalam UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas, merger diartikan sebagai penggabungan perusahaan, sedangkan konsolidasi diartikan sebagai peleburan perusahaan. Secara hukum, keduanya memiliki perbedaan pokok, sebagai berikut:
1. Dalam merger, status badan hukum yang dipertahankan adalah
perusahaan yang menerima penggabungan (bukan perusahaan baru),
sedangkan status badan hukum perusahaan yang bergabung kemudian dibubarkan tanpa melalui likuidasi.
2. Dalam konsolidasi, status badan hukum perusahaan yang meleburkan diri menjadi bubar tanpa melalui likuidasi, dan kemudian membentuk badan hukum perusahaan yang benar-benar baru.
2.4.2. Ciri-ciri Konsolidasi
Menurut Hariyani, Serfianto & Yustisia (2011) ciri-ciri konsolidasi yaitu : 1. Ada dua atau lebih perusahaan yang meleburkan diri untuk membentuk
perusahaan baru
2. Perusahaan yang meleburkan diri bubar demi hukum tanpa likuidasi 3. Perusahaan baru hasil peleburan harus mendapatkan status badan
hukum yang baru dari Menhukham
4. Rancangan konsolidasi dan konsep akta konsolidasi wajib disetujui RUPS di masing-masing perseroan.
5. Konsep akta konsolidasi yang telah disetujui RUPS dituangkan dalam akta konsolidasi yang dibuat di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia
6. Salinan akta konsolidasi dilampirkan pada pengajuan permohonan untuk mendapatkan keputusan Menhukham mengenai pengesahan badan hukum perseroan hasil peleburan
7. Perseroan hasil konsolidasi memperoleh status badan hukum pada
tanggal diterbitkannya keputusan Menhukham mengenai pengesahan
badan hukum Perseroan. Pada tanggal tersebut perusahaan yang meleburkan diri bubar demi hukum tanpa proses likuidasi
8. Aktiva dan pasiva perusahaan yang meleburkan diri demi hukum akan beralih kedalam perusahaan baru hasil konsolidasi titel umum.
2.5. Profitabilitas
2.5.1. Pengertian Profitabilitas
Menurut Agus (2010: 122),
“Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri.”
Sedangkan menurut Susilawati (2012 : 180),
“Profitabilitas menggambarkan kinerja operasional perusahaan dengan memberikan besar keuntungan yang mampu diraih perusahaan dalam menjalankan operasionalnya. Profitabilitas menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aset untuk menghasilkan keuntungan bagi investor.”
Jadi profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam memperoleh
laba, yang menggambarkan baik atau buruk kinerja perusahaan dilihat dari
keuntungan yang diperoleh pada periode tertentu.
2.5.2. Pengertian Rasio Profitabilitas
Menurut Kasmir (2011 : 114),
“Rasio profitabilitas adalah rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan atau laba dalam suatu periode tertentu. rasio yang digunakan adalah ROE, ROI, NPM, OPM, GPM.”
Sedangkan menurut Irham (2011; 135) rasio profitabilitas adalah:
“Rasio profitabilitas mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan yang ditunjukan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan maupun investasi. Semakin baik rasio profitabilitas maka semakin baik menggambarkan kemampuan tingginya perolehan keuntungan perusahaan.”
Jadi rasio profitabilitas digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan dan untuk mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan.
2.5.3. Jenis – jenis Rasio Profitabilitas
Menurut Brigham & Houston (2010 : 146) ada lima rasio yang umum digunakan dalam rasio profitabilitas, yaitu :
1. Net Profit Margin
2. Return On Assets
3. Return On Equity 4. Return On Investment 5. Earning Pershare
Sedangkan menurut Kasmir (2012 : 199) jenis-jenis rasio profitabilitas yang dapat digunakan adalah :
1. Profit Margin (profit margin on sales) 2. Return On Investment (ROI)
3. Return On Equity (ROE) 4. Laba Per Lembar Saham
Jenis-jenis rasio profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Net Profit Margin (NPM)
Menurut Kasmir (2012 : 200), Net Profit Margin merupakan ukuran keuntungan dengan membandingkan antara laba setelah bunga dan pajak dibandingkan dengan penjualan. Rasio ini menunjukkan pendapatan bersih perusahaan atas penjualan.
2. Return On Equity (ROE)
Menurut Kasmir (2012 : 204), return on equity (ROE) atau rentabilitas modal sendiri merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik. Artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya.
3. Return On I nvesment (ROI)
Menurut Kasmir (2012 : 201), return on investment (ROI) atau return on total assets merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas
jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. ROI juga merupakan suatu ukuran tentang efektivitas manajemen dalam mengelola investasinya.
ROI menunjukkan produktivitas dari seluruh dana perusahaan, baik modal pinjaman maupun modal sendiri. Semakin kecil ROI semakin kurang baik, demikian pula sebaliknya. Artinya rasio ini digunakan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan.
Menurut Irham (2011 : 137), rasio return on investment (ROI) atau
pengembalian investasi, atau ditulis juga dengan return on total asset
(ROA). Rasio ini melihat sejauh mana investasi yang telah ditanamkan
mampu memberikan pengembalian keuntungan sesuai dengan yang diharapkan.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan, return on investment digunakan untuk melihat kemampuan perusahaan memberikan pengembalian keuntungan dari hasil investasi yang ditanamkan.
2.5.4. Tujuan dan Manfaat Rasio Profitabilitas
Menurut Kasmir (2012: 197) Rasio Profitabilitas mempunyai tujuan dan manfaat bagi pihak-pihak yang memiliki hubungan atau kepentingan dengan perusahaan.
Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi peusahaan, maupun bagi pihak luar perusahaan, yaitu:
1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode tertentu.
2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang.
3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
5. Untuk mengukur produtivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan
baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
Manfaat dari rasio profitabilitas bagi peusahaan, maupun bagi pihak luar perusahaan, yaitu:
1. Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode.
2. Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang.
3. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4. Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
5. Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
2.6. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu digunakan sebagai bahan perbandingan dan referensi dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang dijadikan bahan perbandingan dan referensi terkait pengaruh merger dan konsolidasi terhadap profitabilitas dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1
Hasil Penelitian Terdahulu
Peneliti &
Tahun Judul Penelitian Variabel
Penelitian Hasil Penelitian Gunawan dan
Sukartha (2013)
ISSN : 2302-8556
Kinerja Pasar dan Kinerja
Keuangan sesudah merger dan akuisisi di bursa efek Indonesia
Current Ratio, Return On Equity, Total Assets to Total Debt Ratio
Berdasarkan current ratio, likuiditas perusahaan sesudah melakukan merger
dan akuisisi dengan target kombinasi private dan publik lebih baik.
Berdasarkan return on equity, untuk periode 1 tahun sesudah melakukan
merger dan akuisisi, profitabilitas perusahaan dengan target publik lebih baik sedangkan untuk periode 2 tahun sesudah merger dan akuisisi, profitabilitas perusahaan dengan perusahaan target
private lebih baik. Berdasarkan total aset to total debt, solvabilitas perusahaan sesudah
melakukan merger dan akuisisi dengan perusahaan target kombinasi private dan publik lebih baik Hamidah dan
Noviani (2013)
ISSN : 2301-8313
Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan sebelum dan sesudah Merger dan Akuisisi (pada perusahaan pengakuisisi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2004- 2006)
Current Ratio, Total Assets Turnover, Debt Ratio, Return On Assets, Price Earnings Ratio
CR menunjukkan perbedaan pada periode satu tahun sebelum dengan dua, empat, dan lima tahun sesudah merger dan akuisisi. ROA
menunjukkan perbedaan pada periode satu tahun sebelum dengan empat tahun sesudah merger dan akuisisi. PER menunjukkan perbedaan pada periode satu tahun sebelum dengan tiga tahun sesudah merger dan akuisisi.
Liargovas dan Repousis (2011)
ISSN : 1916-971X
The Impact of Mergers and Acquisitions on the Performance of the
Greek Banking Sector: An Event Study Approach
Return On Equity, Return On Assets, Return On Assets plus off-balance sheet items, Net Profit Margin, dan Net Interest Rate Margin
The five profitability ratios, show ability of a bank to generate profits generally from assets or equity. Our results indicate negative difference on
average ratios, which means that banks are deteriorating after merger deal, but the decrease is not statistically
significant Restika dan
Andayani (2013)
ISSN : 2460-0585
Kinerja Keuangan sebelum dan sesudah Merger : Bukti Empiris dari Industri Perbankan Indonesia
Capital
Adequacy Ratio, Return on Risked Assets, Net Profit Margin, Return On Assets, Return On Equity, BOPO, Loan to Deposit Ratio, Interest Rate Risk
dari delapan rasio yang diteliti dari tiga perusahaan
perbankan yang melakukan merger diketahui bahwa kedelapan rasio CAMELS yaitu Capital Adequacy Ratio, Return on Risked Assets, Net Profit Margin, Return on Assets, Return on Equity, Biaya Operasional dibagi Pendapatan Operasional, Loan to Deposit Ratio, dan Interest Rate Risk,
tidak mempunyai perbedaan secara signifikan antara sebelum dan
sesudah merger.
Sathishkumar and Azhagaiah (2014)
ISSN : 0974-438X
Impact of Mergers and Acquisitions on Profitability:
Evidence from Manufacturing Industry in India
Gross Profit Ratio, Net Profit Ratio, Operating Profit Ratio, Return On Invesment Ratio, Return On Net- wroth Ratio, Return On Owner’s Equity Ratio, Return On Total Asset Ratio, Return On Long Term Fund Ratio, Sales To Total Assets Ratio, dan Earnings Pershare Ratio
firms in India, using paired samples 't' test to study if there is a significant difference in the P of manufacturing firms in the postmerger period when compared to that of in the pre- merger period based on the annual financial data spanning the years from 2001–2002 to 2011–2012, for a period of five years prior to the merger (2001–2002 to 2005–2006) and five years after the merger (2007–2008 to 2011–2012) for each of the manufacturing firms in India.
2.7. Kerangka Pemikiran
Menurut Wild et al. (2005 : 358) Salah satu alasan ekonomis penggabungan usaha adalah untuk menjamin sumber keuangan atau akses terhadap sumber keuangan, setelah adanya pengambilalihan suatu usaha maka diharapkan tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan berasal dari pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya meningkat.
Menurut Wild et al. (2005 : 359) penggabungan usaha dapat meningkatkn citra perusahaan, potensi pertumbuhan, kesejahteraan perusahaan, dan untuk meningkatkan laba perusahaan.
Menurut Suad dan Enny (2012 : 395) menyatakan bahwa faktor yang paling
mendasari suatu perusahaan melakukan akuisisi adalah motif ekonomi atau
akuisisi tersebut menguntungkan bagi pemilik perusahaan pembeli dan
perusahaan penjual. Hal ini didasarkan dengan bertambahnya asset-asset dan
keuangan perusahaan sehingga sangat memungkinkan kegiatan produksi yang dilaksanakan dapat diperbesar untuk memenuhi permintaan konsumen.
Menurut Ross et al. (2009 : 562) mengatakan bahwa sebuah perusahaan dapat mencapai efisiensi operasional yang lebih besar dengan beberapa cara berbeda melalui merger dan akuisisi. Walaupun perusahaan gabungan akan jauh lebih besar karena adanya akuisisi, biaya operasional dan biaya modal per pelanggan akan jauh lebih rendah. Jadi dapat disimpulkan setelah akuisisi laba operasi yang dihasilkan setiap rupiah penjualan akan meningkat.
2.8. Hipotesis penelitian
Menurut Sugiyono (2009 : 96), hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.
Sebelum Merger Sesudah Merger
Profitabilitas Perusahaan : NPM (Net Profit Margin), ROE (Return On Equity), ROI (Return On
Invesment)
Profitabilitas Perusahaan : NPM (Net Profit Margin), ROE (Return On Equity), ROI (Return On
Invesment) Uji Beda
Sumber : berbagai penelitian terdahulu