• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar PKN siswa kelas IV SDN Karangwuni 1 melalui penerapan pendekatan kontekstual.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar PKN siswa kelas IV SDN Karangwuni 1 melalui penerapan pendekatan kontekstual."

Copied!
281
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR PKN SISWA KELAS IV SDN KARANGWUNI 1 MELALUI PENERAPAN

PENDEKATAN KONTEKSTUAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Disusun oleh :

Yudith Christine Suroyo 091134092

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan untuk :

Tuhan Yesus Kristus yang selalu mengalirkan kasihNya bagi saya, sehingga

saya mampu menyelesaikan skripsi ini.

Hidupku sebagai calon pendidik yang berkualitas

Kedua orang tuaku Bapak Martinus Suroyo dan Ibu Kaminah yang senantiasa

memberikan semangat dan dukungan kepada anaknya baik dukungan moral

maupun materiil serta do’a yang tak pernah putus demi kesuksesan hidupku

Adikku yang selalu membantuku dan sekaligus sebagai penyemat dalam

menjalani hidupku

Dosen-dosenku di Program Studi PGSD Universitas Sanata Dharma yang

senantiasa memberikan bimbingan dan mendidikku untuk menjadi seorang

pendidik yang berkualitas

Teman-temanku yang selalu memberikan semangat, dukungan kepadaku dan

sebagai tempat curahan hati dikala menghadapi rintangan

Almamaterku Universitas Sanata Dharma yang telah menuntun ku untuk

(5)

v MOTTO

Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan

mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. (Matius 7: 7)

Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu

seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. (Kolose 3: 23)

Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan

kepadaku. (Filipi 4: 13)

“Keraguan hanya dapat dihilangkan dengan tindakan.” (Johann

Wolfgang von Goethe (1749–1832), dramawan dan novelis Jerman”

“Jika pikiran saya bisa membayangkannya, hati saya bisa meyakininya, saya tahu saya akan mampu menggapainya.” (Jesse Jackson, politikus

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR PKN SISWA KELAS IV SD NEGERI KARANGWUNI 1 MELALUI PENERAPAN

PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Yudith Christine Suroyo Universitas Sanata Dharma

2013

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui peningkatkan keaktifan belajar PKn melalui penerapan pendekatan kontekstual pada siswa kelas IV SD Negeri Karangwuni 01 tahun pelajaran 2012/2013, dan (2) mengetahui peningkatan prestasi belajar PKn melalui penerapan pendekatan kontekstual pada siswa kelas IV SD Negeri Karangwuni 01 tahun pelajaran 2012/2013.

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam 2 siklus dengan 4 kali pertemuan. Setiap siklus terdiri dari dua pertemuan. Setiap pertemuan dilakukan dalam waktu 2 x 35 menit. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan februari sampai dengan maret 2013. Adapun subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri Karangwuni dengan jumlah 18 siswa yang terdiri dari 10 siswa perempuan dan 8 siswa laki-laki. Objek penelitian ini adalah peningkatkan keaktifan dan prestasi belajar PKn melalui penerapan pendekatan kontekstual pada kompetensi dasar “Mengenal sistem pemerintahan tingkat pusat ”. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi keaktifan siswa, lembar wawancara dan tes prestasi belajar siswa dalam bentuk soal objektif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Penerapan pendekatan kontekstual pada mata pelajaran PKn dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas IV SD Negeri Karangwuni 01 tahun peljaran 2012/2013. Kondisi awal keaktifan siswa menunjukan bahwa persentase jumlah siswa aktif adalah 44%. Pada Siklus I persentase jumlah siswa aktif adalah 61%. Pada siklus II, persentase jumlah siswa aktif menjadi 66%. (2) Penerapan pendekatan kontekstual pada mata pelajaran PKn dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri Karangwuni 01 tahun pelajaran 2012/2013. Kondisi awal prestasi belajar siswa menunjukkan bahwa persentase jumlah siswa yang memenuhi KKM (66) 33%. Pada Siklus I persentase jumlah siswa yang memenuhi KKM (66) adalah 50%. Pada siklus II, persentase jumlah siswa yang memenuhi KKM (66)menjadi 67%. Nilai rata-rata siswa pada kondisi awal adalah 56,5. Pada siklus I, nilai rata-rata siswa adalah 64,8. Pada siklus II, nilai rata-rata siswa menjadi 72,4.

(9)

ix

ABSTRACT

INCREASING ACTIVENESS AND LEARNING ACHIEVEMENT OF CIVIC EDUCATION THROUGH THE APPLICATION OF CONTEXTUAL APPROACH

FOR GRADE 4 STUDENTS OF KARANGWUNI 1 ELEMENTARY SCHOOL ACADEMIC YEAR 2012/2013

Yudith Christine Suroyo Universitas Sanata Dharma

2013

This study aims to (1) determine the increase of activeness in learning through the application of contextual approach in grade 4 students of Karangwuni 01 Elementary School Academic year 2012/2013, and (2) to increase student achievement through the implementation of a contextual approach in in grade 4 students of Karangwuni 01 Elementary School Academic year 2012/2013.

This research is a classroom action research (CAR) conducted in 2 cycles with 4 meetings. Each cycle consisted of two meetings. Each meeting is made within 2 x 35 minutes. The research was conducted in February to March 2013. The subjects in this study were fourth grade students of Karangwuni elementary school with a total of 18 students consisting of 10 girls and 8 boys. The Object of this study is the increasing of activeness and achievement for cuvics through the application of contextual approach with the basisc of competency "Getting to know the government system of the central level". The instrument used in this study was the student activeness observation sheets, questionnaires and student achievement tests in the form of objective questions.

These results indicate that: (1) The application of a contextual approach to the subjects of Civics can improve students' activeness for grade 4 students of Karangwuni 1 Elementary School Academic year 2012/2013. Initial conditions of activity of students indicated that the average percentage of activeness students was 44% in the first cycle. The average percentage of student activity is 61% In the second cycle, the percentage of student activeness to 66% (2) Contextual approaches to civic education subjects can improve student achievement fourth grade elementary school lesson Karangwuni 1 years 2012/2013. Initial conditions of student achievement show that the percentage of students meet KKM (66) 33%. In the first cycle the percentage of students meet KKM (66) is 50%. In the second cycle, the percentage of students meet KKM (66) to 67%. Value of the average student in the initial conditions is 56,5. In the first cycle, the average student score was 64,8. In the second cycle, the average value being 72,4.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji Tuhan, kami panjatkan kepada Tuhan Yesus yang Maha Kuasa, yang telah memberikan segala kasihNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul PeningkatanKeaktifan dan Prestasi Belajar PKn Siswa Kelas IV SD Karangwuni 01 Melalui Penerapan Pendekatan Kontekstual

ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dalam Progran Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari dan merasakan bahwa adanya bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

2. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J. S.S., BST., M.A., selaku kepala program pendidikan PGSD Universitas Sanata Dharma

3. Drs. Y. B Adimassana, M.A dan Elisabaeth Desiana Mayasari, S.Psi, M.A selaku dosen pesmbimbing 1 dan II yang telah bersedia memberikan bimbingan, petunjuk dan arahan selama proses penelitian dan penulisan skripsi hingga selesai.

4. Tri Muryanti, S.Pd selaku Kepala SD Negeri Karangwuni 01 yang telah memberikan ijin tempat untuk melakukan penelitian

5. Anindita Rahardini, S.Pd selaku guru kelas IV SD Negeri Karangwuni 01 yang telah bersedia memberikan bantuan selama proses penelitian

6. Siswa siswi Kelas IV SD Negeri Karangwuni 01 selaku subjek penelitian yang telah bersedia untuk membantu saya dalam proses penelitian

(11)
(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

(13)

xiii

2.1.3 Prestasi Belajar Siswa ... 23

2.1.4 Pendekatan Kontekstual ... 27

2.1.5 Pendidikan Kewarganegaraan ... 33

2.2 Penelitian terdahulu yang relevan ... 37

2.3 Kerangka Berpikir ... 40

2.4 Hipotesis Tindakan ... 42

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 43

3.2 Setting Penelitian ... ... 47

3.3 Rencana Penelitian ... 48

3.4 Pengumpulan data dan Instrumen Penelitian ... 50

3.5 Teknik Analisis Data ... 70

3.7 Jadwal Penelitian ... 74

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 75

4.2 Pembahasan ... ... 103

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN DAN KETERBATASAN 5.1 Kesimpulan ... 116

5.2 Saran ... ... 117

5.2 Keterbatasan ... ... 119

DAFTAR PUSTAKA ... 120

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Instrumen Pengumpulan Data ... 52

Tabel 2 Kisi-kisi Lembar Observasi Keaktifan Siswa ... 53

Tabel 3 Kisi-kisi Soal Objektif Siklus I ... 56

Tabel 4 Kisi-kisi Soal Objektif Siklus II ... 56

Tabel 5 Instrumen Penilaian Tes ... 57

Tabel 6 Lembar Observasi Keaktifan Siswa ... 57

Tabel 7 Lembar Wawancara ... 58

Tabel 8 Rubrik Penilaian Afektif Siklus I dan II ... 59

Tabel 9 Rubrik Penilaian Psikomotor Siklus I ... 59

Tabel 10 Rubrik Penilaian Psikomotor Siklus II... 59

Tabel 11 Kualifikasi Reliabilitas ... 61

Tabel 12 Hasil Validasi Silabus ... 61

Tabel 13 Hasil Perhitungan Penilaian RPP Siklus I ... 62

Tabel 14 Hasil Perhitungan Penilaian RPP Siklus II ... 64

Tabel 15 Hasil Validitas Soal Evaluasi Siklus I ... 67

Tabel 16 Hasil Perhitungan Reliabilitas Soal Evaluasi Siklus I ... 68

Tabel 17 Hasil Validitas Soal Evaluasi Siklus II ... 69

Tabel 18 Hasil Perhitungan Reliabilitas Soal Evaluasi Siklus II ... 70

Tabel 19 Indikator Keberhasilan ... 71

Tabel 20 Jadwal Penelitian... 74

Tabel 21 Hasil Perhitungan Skor Keaktifan Kondisi Awal ... 76

Tabel 22 Hasil Perhitungan Skor Keaktifan Siklus I ... 85

Tabel 23 Hasil Nilai Prestasi Belajar Siklus I ... 87

Tabel 24 Hasil Perhitungan Skor Keaktifan Siklus II ... 98

Tabel 25 Hasil Nilai Prestasi Belajar Siswa Siklus II ... 100

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Literatur Map Penelitian yang Relevan ... 39

Gambar 2. Desain PTK menurut Kemmis Mc.Taggart... 46

Gambar 3. Grafik Peningkatan Keaktifan Belajar Siswa ... 114

Gambar 3. Grafik Peningkatan Prestasi Belajar Siswa (KKM) ... 114

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Silabus ... 125

LAMPIRAN 2 RPP Siklus I Pertemuan I ... 133

LAMPIRAN 3 RPP Siklus I Pertemuan II ... 145

LAMPIRAN 4 RPP Siklus II Pertemuan I ... 152

LAMPIRAN 5 RPP Siklus II Pertemuan II ... 162

LAMPIRAN 6 Soal Evaluasi Siklus I ... 171

LAMPIRAN 7 Soal Evaluasi Siklus II ... 175

LAMPIRAN 8 Hasil Validitas Soal Evaluasi ... 179

LAMPIRAN 9 Instrumen Validasi Perangkat Pembelajaran ... 196

LAMPIRAN 10 Instrumen Pengumpulan Data Keaktifan ... 211

LAMPIRAN 11 Instrumen Pengumpulan Data Prestasi Belajar ... 219

LAMPIRAN 12 Contoh Hasil Pekerjaan Siswa ... 235

LAMPIRAN 13 Contoh Sumber Belajar ... 251

LAMPIRAN 14 Foto-foto Kegiatan Siklus I dan Siklus II... 259

LAMPIRAN 15 Surat Ijin Penelitian ... 262

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

Bab pendahuluan ini memuat latar belakang masalah, pembatasan

masalah, perumusan masalah, pemecahan masalah, batasan pengertian,

tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

1.1Latar Belakang Masalah

UU No 20/2003 Pasal 1 ayat 1 dalam Kusuma menyatakan

bahwa, “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara” (Kusuma, 2010: 10). Sejalan dengan hal itu, Hamzah (2011: 75)

menjelaskan suasana belajar dan proses pembelajaran dalam kelas.

Suasana yang semestinya tercipta dalam proses pembelajaran adalah siswa

yang belajar benar-benar berperan aktif dalam pembelajaran. Proses

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) juga bertujuan agar

peserta didik memiliki kemampuan: berpartisipasi secara aktif dan

bertanggung jawab; berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam

menanggapi isu kewarganegaraan; dan bertindak secara cerdas dalam

kegiatan bermasyarakat dan bernegara. (Winataputra & Budimansyah,

(18)

Kusuma (2010: 47) menjelaskan bahwa untuk dapat mewujudkan

tujuan PKn tersebut, maka diperlukan suatu proses pembelajaran secara

langsung dalam kelas. Proses pembelajaran secara langsung dalam kelas,

seharusnya menciptakan suasana pembelajaran yang benar-benar

mengaktifkan siswa. Zaini, dkk (2008: xiv) juga menjelaskan, bahwa

belajar aktif sangat diperlukan oleh peserta didik, untuk mendapatkan hasil

belajar yang maksimal. Ketika peserta didik bertindak secara pasif dalam

proses pembelajaran, atau hanya menerima dari pengajar, ada

kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan.

Sedangkan dalam pembelajaran aktif, peserta didik diajak untuk turut serta

dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental tetapi juga

melibatkan fisik. Dengan cara ini, biasanya peserta didik akan merasakan

suasana yang lebih menyenangkan, sehingga hasil belajar dapat

dimaksimalkan. Winataputra dan Budimansyah (2012: 132) juga

menjelaskan bahwa penilaian hasil belajar dalam Pembelajaran PKn, tidak

hanya pada tahap kognitif saja tetapi juga pada dimensi lainnya seperti

afektif (mental) dan psikomotorik (fisik).

Menurut Hamzah (2011: 75), keberhasilan pencapaian

kompetensi satu mata pelajaran bergantung pada beberapa aspek. Salah

satu aspek yang mempengaruhi adalah bagaimana cara guru dalam

melaksanakan pembelajaran. Kecenderungan pembelajaran saat ini, masih

berpusat pada guru yaitu bercerita dan berceramah. Siswa kurang terlibat

(19)

terhadap materi pelajaran rendah. Selanjutnya Hamzah (2011: 75)

menjelaskan, tidak jarang ditemukan bahwa pembelajaran di sekolah

terkesan ibarat seperti seorang yang menuangkan air dari ceret ke gelas.

Ilustrasi tersebut mendeskripsikan terjadinya proses pembelajaran kita saat

ini. Senada dengan yang diungkapkan oleh Winataputra & Budimansyah

(2012: 132), implementasi PKn dalam kelas belum maksimal.

Implementasi pembelajaran PKn yang belum maksimal, terlihat dari

pengelolaan kelas yang belum mampu menciptakan suasana kondusif dan

produktif. Suasana yang kondusif dan produktif ini, diperlukan untuk

memberikan pengalaman belajar kepada siswa, melalui keterlibatannya

secara pro aktif dan interaktif. Keterlibatan secara pro aktif dan interaktif

yang diharapkan adalah baik dalam proses pembelajaran di kelas maupun

di luar kelas (intra dan ekstra kurikuler). Keterlibatan yang tidak pro aktif,

akan berakibat pada miskinnya pengalaman belajar untuk pengembangan

kehidupan dan perilaku siswa.

Implementasi pembelajaran PKn di atas, terjadi pada proses

pembelajaran di SD Negeri Karangwuni 1. Berdasarkan observasi peneliti

di SD N Karangwuni 1 pada tanggal 27 September 2012 dan 6 oktober

2012, proses pembelajaran PKn yang berlangsung belum terlihat kondisi

pembelajaran yang bermakna (meaningfull) dan mengaktifkan siswa.

Guru yang mengajar relatif aktif menjelaskan materi pelajaran PKn

dengan ceramah, sedangkan siswa duduk dibangkunya masing-masing dan

(20)

berlangsung, guru melakukan tanya jawab kepada siswa. Namun, hanya

beberapa siswa saja yang mau menjawab. Siswa yang lain diam dan

bermain dengan mainan yang dibawanya. Guru berusaha untuk membuat

siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, dengan melakukan tanya jawab

secara perseorangan kepada siswa, misalnya “Arif, siapa yang membantu tugas Pak Camat dalam urusan surat menyurat?”. Arif menjawab :

“sekretaris camat bu”. Usaha tersebut kurang membuahkan hasil yang

berarti, setelah siswa menjawab pertanyaan, mereka kembali asyik dengan

kegiatannya masing-masing sedangkan guru kembali melanjutkan

menjelaskan materi. Setelah guru selesai menjelaskan materi, siswa

diminta untuk mencatat hal-hal penting dari penjelasan guru. Selain itu,

guru juga meminta siswa untuk dengan teman dan mencari sumber materi

untuk menjawab persoalan atau pertanyaan dari guru. Namun, hasil dari

observasi peneliti selama dua pertemuan, rata-rata persentase keaktifan

siswa secara keseluruhan dalam kelas hanya 44%.

Hasil observasi di kelas IV ditindak lanjuti oleh peneliti dengan

wawancara bersama guru kelas IV (Anin, komunikasi pribadi, 20

September dan 8 Oktober 2012). Beliau mengatakan, siswa kurang aktif

dan kurang antusias untuk belajar PKn karena materinya sulit dipahami.

Selain itu, materi pelajaran PKn dianggap terlalu abstrak contohnya adalah

materi sistem pemerintahan. Beliau juga mengaku kesulitan menciptakan

suasana pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Hal ini terlihat dari

(21)

dievaluasi di pertemuan selanjutnya, dan ternyata mereka sudah tidak

mengingatnya kembali.

Peneliti juga mendapatkan sebuah dokumen nilai – nilai siswa

dalam Tes Kendali Mutu (TKM ) dua tahun lalu dan TKM II setahun yang

lalu pada materi sistem pemerintahan tingkat pusat. Dokumen tersebut,

menunjukkan prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran PKn rendah.

Hasil TKM PKn dua tahun lalu, 10 siswa dari jumlah 16 siswa atau 62,5%

tidak mencapai KKM, dengan nilai KKM 65. Pada TKM semester II

tahun lalu, siswa yang tidak mencapai KKM sebesar 60 % dari 20 siswa.

Dengan demikian setelah dicari rata-rata dari TKM dua tahun lalu, dan

TKM tahun lalu sebesar 61,25% siswa tidak mencapai KKM. Sedangkan

rata-rata nilai dua tahun dan setahun yang lalu hanya 56,5.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara guru, menunjukkan

bahwa proses pembelajaran PKn belum mencapai tujuan pembelajaran

PKn yang telah diungkapkan oleh Winataputra dan Budimansyah (2012:

75). Siswa hanya sebatas mengetahui materi pelajaran, kemudian lupa dan

tidak memanfaatkan materi PKn tersebut dalam kehidupan sehari-hari di

masyarakat. Selain itu, siswa juga kurang terlibat aktif dalam proses

pembelajaran di kelas. Kondisi kurang aktifnya siswa, terlihat dari proses

bertanya, berdiskusi, mencatat hal-hal penting, dan mencari

sumber-sumber belajar siswa rendah. Proses bertanya, berdiskusi, mencatat hal-hal

penting, dan mencari sumber-sumber belajar inilah yang merupakan

(22)

proses pembelajaran PKn di kelas IV masih rendah. Keaktifan belajar

siswa yang rendah, mengakibatkan prestasi belajar siswa menjadi rendah

juga. Hal seperti yang diungkapkan oleh Zaini, dkk (2008: xiv), ketika

peserta didik pasif, atau hanya menerima dari pengajar, ada kecenderungan

untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan.

Hamzah (2011: 311) menjelaskan, untuk mendapatkan hasil

proses pendidikan yang maksimal, tentunya diperlukan pemikiran yang

kreatif dan inovatif. Inovasi dalam pembelajaran sangat diperlukan untuk

meningkatkan prestasi kearah yang maksimal dan menghasilkan

siswa-siswa yang kreatif dan inovatif. Inovasi ini dapat dilakukan dengan

menggunakan beberapa pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran,

dan metode pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang inovatif antara

lain contextual teaching and learning (CTL) dan pembelajaran kooperatif.

Sejalan dengan penjelasan diatas, Trianto (2009: 8) menyatakan bahwa

apabila kita ingin meningkatkan prestasi, tentunya tidak akan terlepas dari

upaya peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah. Berlakunya

Kurikulum 2004 Berbasis Kompetensi yang telah direvisi melalui

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), menuntut perubahan

paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran. Salah satu paradigma

pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih

menjadi berpusat pada siswa (student centered) dan pendekatan yang

(23)

Nurdin dalam Rusman (2010: 189) menjelaskan “CTL atau

pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu

guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia

nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan

yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai

anggota keluarga dan masyarakat. Pendekatan kontekstual menyediakan 7

komponen pembelajaran dalam kelas yang membuat siswa aktif yakni

kontruktivisme, bertanya, inquiry, masyarakat belajar, pemodelan,

refleksi, dan penilaian sebenarnya”.

Lebih lanjut lagi Hanafiah dan Suhana (2009), menjelaskan

bahwa penggunaan teknik bertanya dalam pendekatan kontekstual

bertujuan meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam

pemecahan masalah. Selanjutnya pendekatan kontekstual mendorong

peserta didik untuk belajar menemukan dan mengkontruksi sendiri

pengetahuan dan keterampilan baru sehingga pembelajaran akan lebih

bermakna. Hal ini yang disebut dengan kontrukstivisme. Dengan

demikian, tujuh komponen yang ada dalam pendekatan kontekstual akan

membantu siswa aktif menemukan sendiri konsep yang akan dipelajarinya,

belajar untuk aktif bekerjasama dalam proses pembelajaran, terlebih lagi

dapat mengaitkan konsep pengetahuannya dengan konteks kehidupan

sehari-hari.

Melihat penjabaran pendekatan kontekstual tersebut, maka

(24)

dan prestasi belajar PKn. Pemilihan pendekatan ini, didasarkan pada

pandangan belajar menurut pendekatan kontekstual yang diungkapkan

oleh Hanafiah dan Suhana. Hanafiah dan Suhana (2009: 67-68)

menjelaskan bahwa, proses belajar menurut pendekatan kontekstual adalah

tidak hanya menghafal, akan tetapi mengalami dan harus mengkonstruksi

pengetahuan. Selain itu, belajar yang efektif harus berpusat pada peserta

didik (student centered), sehingga peserta didik memahami bagaimana

penggunakaan pengetahuan dan keterampilan barunya. Hal ini juga

diperkuat oleh hasil penelitian sebelumnya. Wahyuni (2012) dalam

penelitiannya menyatakan, “Pendekatan kontekstual dipilih untuk

meningkatkan prestasi belajar, karena belajar akan lebih menyenangkan

jika lingkungan belajar diciptakan secara alami, dan belajar akan lebih

bermakna jika siswa mengalami sendiri apa yang dipelajarinya bukan

mengetahui”. Pernyataan ini seiring dengan pernyataan Elaine B Johnson

dalam Rusman (2010: 187) yang mengatakan, “Pembelajaran kontekstual

adalah sebuah sistem yang merangsang otak, untuk menyusun pola-pola

yang mewujudkan makna. Pembelajaran kontekstual cocok dengan otak

yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis,

dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa”. Jadi, pendekatan

kontekstual adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa

kemampuan dirinya, sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus

(25)

Untuk itu, peneliti akan melakukan penelitian tindakan kelas

untuk menjawab masalah ini dengan judul “PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR PKn SISWA KELAS IV SDN KARANGWUNI 1 MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL”.

1.2Pembatasan Masalah

Penelitian ini hanya dibatasi pada keaktifan dan prestasi belajar

Pendidikan Kewarganegaraan materi Organisasi pemerintah tingkat pusat

pada siswa kelas IV SD N Karangwuni 1 semester 2 tahun pelajaran

2012/2013.

1.3 Perumusan Masalah :

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan dalam latar

belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1.3.1 Bagaimana upaya peningkatan keaktifan dan prestasi belajar PKn

pada siswa kelas IV SD N Karangwuni 1 semester genap tahun

pelajaran 2012/2013 melalui penerapan pendekatan kontekstual?

1.3.2 Apakah penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan

keaktifan belajar PKn pada siswa kelas IV SD N Karangwuni 1

semester genap tahun pelajaran 2012/2013?

1.3.3 Apakah penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan

prestasi belajar PKn pada siswa kelas IV SD N Karangwuni 1

(26)

1.4 Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

pendekatan kontekstual dalam melakukan proses belajar mengajar PKn

materi organisasi pemerintahan tingkat pusat.

1.5Batasan Istilah

Batasan pengertian perlu dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan

pemahaman dalam penafsiran. Adapun pengertian-pengertian yang perlu

dibatasi adalah sebagai berikut :

1.5.1 Keaktifan berasal dari kata aktif yang berarti giat atau sibuk.

Keaktifan disini dibatasi dengan kegiatan aktif dalam pembelajaran

yang meliputi aktif bertanya, aktif berdiskusi, aktif mencatat

hal-hal penting, dan aktif mencari sumber-sumber belajar untuk

mengutarakan pendapat. (Dimyati&Mudjiono, 2006)

1.5.2 Prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai siswa dalam

materi yang terkait. Dalam penelitian ini, prestasi belajar siswa

dinyatakan dengan nilai yang diperoleh siswa dalam uji kompetensi

(kognitif, afektif dan psikomotor). (Purwanto, 2008)

1.5.3 CTL yang sama halnya disebut pendekatan kontekstual adalah

konsep belajar yang berusaha untuk membuat siswa aktif dalam

memompa kemampuan dirinya, sebab siswa berusaha mempelajari

konsep, sekaligus menerapkan dan mengaitkannya dengan dunia

(27)

1.5.4 PKn adalah mata pelajaran yang diajarkan di SD/MI/SDLB, untuk

mengarahkan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam sekolah,

masyarakat dan keluarga. PKn juga mengarahkan siswa menjadi

warga negara yang baik, demokratis, menghargai perbedaan, dan

kritis dalam menanggapi isu kewarganegaraan. (Wiharyanto, 2007)

1.6Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1.6.1 Mengetahui bagaimana upaya peningkatan keaktifan dan prestasi

belajar siswa kelas IV SD N Karangwuni 1 pada siswa kelas IV SD

N Karangwuni 1 semester genap tahun pelajaran 2012/2013 pada

mata pelajaran PKn melalui penerapan Pendekatan Kontekstual.

1.6.2 Mengetahui apakah penerapan pendekatan kontekstual dapat

meningkatkan keaktifan siswa kelas IV SD N Karangwuni 1 pada

mata pelajaran PKn pada siswa kelas IV SD N Karangwuni 1

semester genap tahun pelajaran 2012/2013?

1.6.3 Mengetahui apakah penerapan pendekatan kontekstual dapat

meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV SD N Karangwuni 1

pada mata pelajaran PKn pada siswa kelas IV SD N Karangwuni 1

(28)

1.7 Manfaat Penelitian

1.7.1 Bagi Peneliti:

Peneliti mendapatkan pengetahuan tentang penelitian sehingga

pengetahuan ini dapat diterapkan dalam penelitian selanjutnya.

1.7.2 Bagi Guru:

Penelitian ini bermanfaat bagi guru untuk menguasai penerapan

pendekatan kontekstual dan mampu menerapkan pendekatan

kontekstual dalam proses pembelajaran.

1.7.3 Bagi Siswa:

Penelitian ini dapat berguna sebagai masukan bagi siswa kelas IV

SD N Karangwuni 1 untuk membantu meningkatkan keaktifan dan

prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan.

1.7.4 Bagi Sekolah:

Penelitian ini dapat berguna sebagai masukan bagi sekolah, untuk

memberikan gambaran nyata mengenai pemanfaatan lingkungan

(29)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada kajian pustaka ini ada empat hal yang akan dibahas. Kempat hal

tersebut adalah kajian teori, hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan,

kerangka berpikir dan hipotesis tindakan. Kajian teori berisi tentang belajar,

keaktifan siswa, prestasi belajar, Pendidikan Kewarganegaraan, dan pendekatan

kontekstual. Penelitian yang relevan berisi tiga penelitian yang pernah dilakukan

oleh peneliti terdahulu dengan menggunakan perlakuan atau treatment yang sama

dengan yang akan digunakan oleh peneliti dan sudah terbukti berhasil dalam

penelitiannya. Pada kerangka berpikir berisi mengenai alur penelitian yang

dilakukan oleh peneliti. Sedangkan pada hipotesis tindakan diuraikan tentang

dugaan sementara dari peneliti mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian

ini.

2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar

2.1.1.1 Pengertian Belajar

Menurut Skinner dalam Dimyati dan Mudjiono (2006: 7), “Belajar

adalah perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih

baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun”.

Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:7 ),

(30)

sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar.”

Seiring dengan penjelasan Dimyati dan Mudjiono, Menurut Trianto

(2009: 16) menyatakan bahwa :

Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Manusia banyak belajar sejak lahir dan bahkan ada yang berpendapat sebelum lahir. Bahwa antara belajar dan pekembangan sangat erat kaitannya.”

Sejalan dengan pengertian para ahli diatas, Slameto (2010) ;

Suhana dan Hanafiah (2009:2) menjelaskan “Belajar ialah suatu proses

usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Jadi,

belajar merupakan proses yang dilakukan seseorang dimana seseorang

itu mengalami sebuah perubahan yang berarti sebagai hasil dari proses

tersebut.

Sesuai pengertian dari belajar, Gora dan Sunarto (2010)

menjelaskan ciri-ciri dari belajar, yakni kegiatan yang dilakukan

bertujuan untuk mengadakan perubahan kompetensi baru yang

sebelumnya tidak dimilikinya. Selanjutnya kompetensi yang dimiliki

sebagai hasil belajar adalah relatif lama. Dalam belajar usaha dan

perilaku belajar. Usaha yang dilakukan dengan cara berinteraksi

(31)

Melihat pengertian tentang belajar oleh para ahli, peneliti

menyimpulkan pengertian dari belajar. Belajar adalah proses yang

dialami oleh seseorang sebagai hasil interaksi atau pengalamannya

dengan lingkungan. Lingkungan yang dimaksudkan adalah lingkungan

alam, hewan, tumbuhan, manusia, dan media atau sumber-sumber

belajar. Hasil interaksi seseorang ini membawa sebuah perubahan

dalam diri sesorang tersebut. Perubahan ini biasanya bersifat relatif

lama.

2.1.1.2 Teori Belajar

Banyak aliran teori yang mendasari atau menjelaskan bagaimana

anak belajar. Suyono dan Hariyanto (2011) menjelaskan tentang teori

belajar yang berpengaruh pada pembelajaran adalah teori aliran

kontruktivisme. Banyak ahli yang telah berkecimpung dalam aliran

kontruktivisme ini, dan boleh dikatakan aliran atau pandangan ini

banyak mewarnai pandangan tentang pembelajaran. Kontruktivisme

adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi prinsip bahwa

dengan merefleksikan pengalaman, kita membangun, mengkonstruksi

pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat kita hidup.

Menurut Suparno dalam Trianto (2010:75), teori kontruktivisme

menekankan pada prinsip bahwa pengetahuan dibangun oleh siswa

secara aktif dan guru sebagai fasilitator. Lebih lanjut Suhana dan

Hanafiah (2011) menjelaskan bahwa aliran konstruktivisme

(32)

peserta didik dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, melalui

partisipasi aktif secara inovatif dalam proses pembelajaran. Aliran ini

banyak diikuti oleh para tokoh pendidikan. Piaget dan Vygotsky

merupakan tokoh aliran kontruktivisme.

Suyono dan Hariyanto (2011) menjelaskan bahwa teori Piaget

berlandaskan gagasan bahwa perkembangan anak bermakna ketika anak

mampu membangun struktur kognitifnya atau peta mentalnya yang

diistilahkan “schema/skema” (jamak = skemata), atau konsep jejaring

untuk memahami dan menanggapi pengalaman fisik dalam lingkungan

di sekelilingnya. Selanjutnya Hadisubroto dalam Trianto (2010: 72)

menjelasakan bahwa dalam teori piaget, anak membangun sendiri

skemata-skemata dari pengalaman sendiri dengan lingkungannya. Di

sini peran guru adalah sebagai fasilitator dan bukan sebagai pemberi

informasi. Guru perlu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi para

siswanya.

Sejalan dengan teori piaget, Suyono dan Hariyanto (2011)

menjelaskan bahwa teori lain yang mengusung tentang aliran

kontruktivisme adalalah vygotsky. Vygotsky lebih suka menyatakan

teori pembelajarannya sebagai pembelajaran kognisi sosial.

Pembelajaran kognisi sosial meyakini bahwa kebudayaan merupakan

penentu utama bagi pengembangan individu. Kebudayaan disini adalah

lingkungan yang berupa keluarga, sekolah atau lingkungan sekitar

(33)

perkembangan (zone of development) dan scaffolding.

Zona perkembangan maksudnya adalah ada perbedaan antara apa

yang dapat dilakukan anak sendiri dengan apa yang dapat dilakukan

oleh siswa dengan bantuan guru ataupun orang tua dan teman

sebayanya. Bantuan yang diberikan oleh guru, orang tua ataupun teman

sebayanya ini yang disebut dengan scaffolding. Scaffolding akan

dihentikan jika anak sudah mampu mengkonstruksi pemahamannya

sendiri setelah diberikan bantuan. Bantuan disini adalah hanya sebatas

sebagai stimulus untuk mendorong siswa mengkonstruksi

pengetahuannya sendiri.

Dengan demikian, peneliti berusaha untuk melihat teori belajar

kontruktivisme yang berpengaruh pada proses pembelajaran anak. Teori

belajar aliran kontrutivisme lebih menekankan pada penguasaan suatu

konsep atau skemata melalui proses interaksi dengan lingkungan di

sekitarnya. Anak belajar dengan bantuan guru, sehingga anak lah yang

menjadi pusat pembelajaran dan guru sebagai pembimbing. Peran guru

yang sebagai pembimbing, akan memberikan kesempatan lebih banyak

lagi kepada anak untuk membangun sendiri suatu konsep-konsep materi

pembelajaran.

2.1.2 Keaktifan Belajar

2.1.2.1 Pengertian Keaktifan dalam Proses Pembelajaran

Kata Aktif dalam dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(34)

Sedangkan keaktifan diartikan sebagai kegiatan, kesibukan, aktivitas.

Namun, berbeda dengan pengertian itu, Hermawan (2007: 83)

menyatakan, “Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar tidak lain adalah

untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Mereka aktif

membangun pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang

mereka hadapi dalam kegiatan pembelajaran”. Dengan demikian,

kegiatan aktif siswa dalam proses pembelajaran dapat disebut dengan

belajar aktif. Sejalan dengan penjelasana diatas, belajar aktif menurut

Martinis Yamin (2007: 82), “Suatu usaha manusia untuk membangun

pengetahuan dalam dirinya. Dalam proses pembelajaran terjadi

perubahan dan peningkatan mutu kemampuan, pengetahuan, dan

keterampilan siswa, baik dalam ranah kognitif, psikomotorik, dan

afektif”.

Yamin (2007: 82) kembali menjelaskan bahwa, belajar aktif

merupakan perkembangan dari teori Dewey Learning by Doing.

Dewey menyatakan bahwa siswa perlu terlibat dan berpartisipasi

secara spontan. Keinginan siswa akan hal-hal yang belum diketahuinya

mendorong keterlibatan siswa secara aktif dalam suatu proses

pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, guru hendaknya menjadi

faisilitator yang membantu memudahkan siswa dalam pembelajaran

dan sebagai narasumber serta pengelola yang mampu merancang

pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Dengan demikian, siswa

(35)

dibimbing, diajar, dilatih menjelajah, mencari, mempertanyakan

sesuatu, dan menyelidiki jawaban atas suatu pertanyaan. Selain itu,

siswa dibimbing untuk memiliki keterampilan agar dapat menerapkan

dan memanfaatkan pengetahuan yang pernah diterimanya pada hal-hal

atau masalah baru yang diterimanya.

Sedangkan menurut Siregar dan Nara (2010: 97), “Belajar aktif

merupakan perkembangan dari teori belajar yang menyatakan, bahwa

belajar yang efektif itu adalah dengan mengerjakan, bukan

menghafalkan. Aktif dimaksudkan dalam proses pembelajaran yakni,

guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif

bertanya, mempertanyakan dan mengemukakan pendapat”. Seperti

pendapat Siregar dan Nara, Dimyati dan Mudjiono, (2006: 45)

menyatakan:

Dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu beraneka ragam bentuknya. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita amati sampai kegiatan psikis yang susah diamati. Kegiatan fisik berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Contoh kegiatan psikis misalnya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan, dan kegiatan psikis yang lain”.

Menurut Siregar dan Nara (2010: 96-97), pembelajaran

mengaktifkan siswa dapat dicapai apabila: belajar dengan

mengerjakan-siswa aktif, terlibat, berpartisipasi, bekerja; Interaksi

(36)

menemukan, memecahkan masalah; siswa pusat pembelajaran, bukan

guru; fokus pada proses pembelajaran.

Melihat pengertian keaktifan dari para ahli, peneliti menyimpulkan

bahwa keaktifan merupakan aktivitas atau kegiatan atau kesibukan.

Keaktifan juga muncul karena adanya proses belajar aktif. Belajar aktif

adalah belajar bukan hanya dengan menghafal tetapi melakukan

sendiri. Siswa aktif bertanya, berdiskusi dan mengerjakan sesuatu.

Belajar aktif dapat tercipta jika siswa diberikan kesempatan

menemukan sendiri konsep yang dipelajarinya. Siswa sebagai pusat

pembelajaran dan guru berperan sebagai fasilitator.

2.1.2.2 Indikator Keaktifan

Dimyati dan Mudjiono, (2006: 45) memberikan contoh

indikator yang mencerminkan keaktifan dalam proses pembelajaran

diantaranya: mencatat atau sekedar mendengarkan pemberitahuan;

memperhatikan hal-hal yang dijelaskan guru; mencatat tugas yang

diberikan dan mengerjakan tugas rumah; berdiskusi dalam kelompok;

melibatkan diri dalam proses tanya jawab; dan terlibat dalam

menyimpulkan pembelajaran. Sedangkan menurut Sudjana (2009: 61),

keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar dapat dilihat

yakni: turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya; terlibat dalam

pemecahan masalah; bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak

memahami persoalan yang dihadapinya; berusaha mencari berbagai

(37)

dalam memecahkan masalah atau soal; menilai kemampuan dirinya

dan hasil-hasil yang diperoleh, melatih diri dalam memecahkan

masalah, serta menggunakan kesempatan menggunakan atau

menerapkan apa yang telah diperolahnya dalam menyelesaikan tugas

atau persoalan yang dihadapinya.

Melihat penjelasan indikator keaktifan tersebut, maka peneliti

menyimpulkan beberapa indikator keaktifan dari dua ahli diatas

menjadi empat indikator. Peneliti menyimpulkan indikator keaktifan

menjadi empat indikator karena beberapa indikator yang diuraikan dua

ahli diatas sudah termasuk didalamnya. Ke empat indikator tersebut

adalah:

1) Mencatat hal-hal yang penting dalam proses pembelajaran terlihat dari beberapa indikator yakni, mencatat dan mendengarkan penjelasan guru, memperhatikan hal-hal yang

dijelaskan guru, mencatat tugas dan mengerjakan tugas rumah,

terlibat dalam menyimpulkan pembelajaran.

2) Melakukan tanya jawab dengan guru dan siswa lain dalam proses pembelajaran, terlihat dari beberapa indikator yakni melibatkan diri dalam proses tanya jawab dan bertanya pada guru

dan siswa saat tidak memahami persoalan

(38)

berdiskusi dalam kelompok dan melatih diri dalam memecahkan

masalah

4) Terlibat dalam mencari sumber dan menyatakan pendapatnya untuk memecahkan masalah yang yang dihadapinya, terlihat dari beberapa indikator yakni mencari berbagai informasi yang

diperlukan untuk memecahkan masalah, dan menggunakan

kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah

diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang

dihadapinya.

Keempat indikator ini telah mewakili indikator-indikator lain yang

dijabarkan oleh dua ahli. Peneliti akan menggunakan empat indikator

ini untuk mengetahui keaktifan siswa dalam proses pembelajaran di

kelas. Peneliti hanya akan mengamati proses mencatat hal-hal penting,

proses tanya jawab, proses diskusi, dan proses mencari

sumber-sumber belajar.

2.1.2.3 Pengaruh Keaktifan terhadap Prestasi Belajar siswa

Keaktifan siswa sangat berpengaruh pada prestasi belajar siswa.

Menurut Zaini,dkk (2008: xiv),

“Belajar aktif itu sangat diperlukan oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika peserta didik pasif, atau hanya menerima dari pengajar, ada kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan. Oleh sebab itu diperlukan perangkat tertentu untuk dapat mengikat informasi yang baru saja diterima. Belajar aktif adalah salah satu cara untuk mengikat informasi yang baru kemudian menyimpannya

(39)

Pernyataan diatas sejalan dengan ungkapan seorang filosof

kenamaan dari Cina, Konfius dalam Zaini (2008: xv), “Apa yang saya

dengar, saya lupa. Apa yang saya lihat, saya ingat. Apa yang saya

lakukan, saya pahami”.

Melihat penjelasan dari zaini dan konfius di atas, peneliti

menyimpulkan bagaimana pengaruh keaktifan terhadap prestasi

belajar siswa. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran di kelas

akan membuat proses pembelajaran tersebut lebih bermakna bagi

siswa. Siswa melakukan pembelajaran secara aktif dan belajar dengan

melakukan akan membuat siswa ingat lebih lama materi yang telah

dipelajari. Pasalnya ketika ada informasi yang baru, otak manusia

tidak hanya sekedar menerima dan menyimpan tetapi juga akan

memprosesnya sehingga dapat dicerna atau dipahami kemudian

disimpan. Jika peserta diajak untuk aktif dalam proses pembelajaran,

maka otak mereka akan jauh lebih berproses dengan baik sehingga

proses belajarnya juga akan lebih baik. Proses pembelajaran yang baik

diharapkan akan meningkatkan prestasi belajar siswa.

2.1.3 Prestasi Belajar Siswa

2.1.3.1 Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar terdiri dari dua kata, yaitu prestasi dan belajar.

Menurut Poerwadaminta dalam Aslikan (2012), prestasi diartikan

sebagai usaha yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan

(40)

definisi yang berbeda – beda, antara lain : Slameto (2010) mengatakan

bahwa, “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang

untuk memperoleh tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya”. Jadi prestasi belajar adalah usaha yang dicapai dari

proses belajar. Sedangkan, pengertian prestasi belajar sendiri menurut

Syaiful Bahri Djamarah dalam aslikan (2012) adalah hasil yang

diperoleh berupa kesan – kesan yang mengakibatkan perubahan dalam

diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar dan diwujudkan

dalam bentuk nilai atau angka.

Menurut Mulyono dalam Wahyuni (2011) menyatakan,

”Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan dari

pelajaran-pelajaran yang diterima atau kemampuan menguasai pelajaran-pelajaran yang

diberikan oleh guru, yang selalu dikaitkan dengan tes hasil belajar / tes

prestasi.” Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 3), hasil

belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak

mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses

evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan

berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Sejalan dengan Dimyati

dan Mudjiono, Winkel dalam Purwanto (2008: 45) menjelaskan hasil

belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam

sikap dan tingkah lakunya. Aspek perubahan mengacu pada tujuan

(41)

mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor.

Berdasarkan penjelasan prestasi belajar dari para ahli, peneliti

menyimpulkan pengertian dari prestasi belajar. Yang dimaksud dengan

prestasi belajar adalah, penguasaan dan perubahan tingkah laku dalam

diri individu sebagai hasil dari aktivitas belajar dengan lingkungan

sekitar. Perubahan ini mencakup 3 aspek seperti yang diungkapkan

Bloom, Simpson dan Harrorw, yakni aspek kognitif, afektif, dan

psikomotor. Penilaian prestasi belajar ini biasanya diwujudkan dalam

bentuk nilai atau angka.

2.1.3.2 Faktor – faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa

Menurut Suhana dan Hanafiah (2009), menjelaskan bahwa ada

faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar. Faktor-faktor

tersebut antara lain: Peserta didik dengan latar belakangnya yang

mencakup tingkat kecerdasan, bakat, minat, kedisiplinan dan tanggung

jawab. Kedua, pengajar yang profesional yang memiliki kompetensi

pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi profesional, dan kualifikasi

pendidikan yang memadai. Ketiga, atsmosfir pembelajaran partisipatif

dan interaktif yang dimanifestasikan dengan adanya komunikasi timbal

balik dan multi arah secara aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan

menyenangkan. Keempat, sarana dan prasarana yang menunjang proses

pembelajaran sehingga peserta didik merasa betah dan bergairah untuk

belajar. Kelima, kurikulum sebagai kerangka dasar atau arahan yang

(42)

lingkungan agama, sosial dan budaya yang mendukung. Ketujuh,

atmosfir kepemimpinan pembelajaran yang sehat, dan yang terakhir

adalah pembiayaan yang memadai yang datangnya dari pihak

pemerintah, orang tua maupun stakeholder lain.

Sejalan dengan pengertian diatas, Slameto (2003: 54-72)

menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat

digolongkan menjadi dua, yaitu: Faktor internal dan Faktor eksternal.

Faktor internal yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang

belajar, seperti jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), psikologis

(inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan)

dan faktor kelelahan. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor dari luar

individ seperti faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antara

anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga,

pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan), faktor sekolah

(metode mengajar guru, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi

siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah,

standar belajar diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas

rumah), dan faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass

media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).

Dengan melihat beberapa penjelasan faktor-faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar siswa menurut dua ahli diatas, maka

peneliti menyimpulkan beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi

(43)

yakni berkaitan dengan diri individu siswa diantaranya: kesehatan

jasmani, kelelahan, kedisiplinan, kecerdasan dan psikologis. Sedangkan

faktor eksternal yakni berkaitan dengan kondisi di luar diri individu

siswa. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah keluarga, suasana

rumah dan sekolah, serta pengajar atau guru yang terlibat dalam proses

belajar siswa.

2.1.4 Pendekatan Kontekstual

2.1.4.1 Pengertian Pendekatan Kontekstual

Pendekatan kontekstual menurut Yudhawati dan Haryanto

(2011: 51), pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang

membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi

dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan

mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu,

hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses

pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja

dan mengalami, bukan menstransfer pengetahuan dari guru ke siswa.

Sedangkan menurut Johnson (2007: 19) Pendekatan kontekstual adalah “..an educational process that aims to help students see

(44)

Sejalan dengan Johson tetapi dengan menyebutkan istilah yang

berbeda, Rusman (2010: 190) manyatakan bahwa “Pembelajaran

kontekstual sebagai suatu model pembelajaran yang memberikan

fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengolah, dan

menemukan pengalaman belajar yang lebih konkret (terkait dengan

kehidupan nyata) melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba,

melakukan dan mengalami sendiri”. Dengan demikian, pembelajaran

tidak sekedar dilihat dari sisi produk, akan tetapi yang terpenting

adalah proses. Melalui model pembelajaran kontekstual, mengajar

bukan transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa dengan

menghapal sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari

kehidupan nyata, akan tetapi lebih ditekankan pada upaya

memfasilitasi siswa untuk mencari kemampuan bisa hidup (life skill)

dari apa yang dipelajarinya. Blanchard dalam Trianto (2009: 105) juga

menjelaskan pengertian tentang pembelajaran kontekstual.

Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam

hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya. Jadi, jelaslah

bahwa pemanfaatan pembelajaran kontekstual akan menciptakan ruang

kelas yang didalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya

pengamat yang pasif dan bertanggungjawab terhadap belajarnya.

Melihat pengertian pedekatan kontekstual dari parah ahli, Suyono

dan Hariyanto (2011) menjelaskan bahwa istilah-istilah yang berkaitan

(45)

pembelajaran atau model sering dipertukarkan atau dimaknai sama. Hal

ini juga berlaku pada pembelajaarn kontekstual, ada beberapa ahli yang

menyebutkan bahwa kontekstual merupakan model pembelajaran dan

ada pula yang menyebutkan sebagai sebuah pendekatan. Dalam

penelitian ini, peneliti mengambil istilah pendekatan kontekstual.

Peneliti menyimpulkan pengertian pendekatan kontekstual setelah

melihat pengertian-pengertian dari para ahli. Pendekatan kontekstual

adalah pendekatan yang berusaha untuk membuat siswa aktif dalam

memompa kemampuan dirinya, sebab siswa berusaha mempelajari

konsep, sekaligus menerapkan dan mengaitkannya dengan dunia nyata.

Dalam pendekatan kontekstual, siswa diajak untuk belajar lebih nyata

karena mengaitkan konsep pembelajaran dengan kondisi nyata siswa

atau yang berkaitan dengan kehidupan siswa baik dalam lingkungan

keluarga, masyarakat dan sekolah.

2.1.4.2 Dasar Teori Pendekatan Kontekstual

Menurut Johnson dalam Sugiyanto (2010:15) terdapat tiga prinsip

dalam sistem pembelajaran kontekstual yakni, yang pertama adalah

mencerminkan prinsip kesaling bergantungan (kesaling-tergantungan

mewujudkan diri, misalnya ketika para siswa bergabung untuk

memcahkan masalah dan ketika para guru mengadakan pertemuan

dengan rekannya). Prinsip kedua yakni pendekatan kontekstual

mencerminkan diferensiasi. Diferensiasi menjadi nyata ketika

(46)

menghormati keunikan masing-masing, untuk menghormati

perbedaan-perbedaan, untuk menjadi kreatif, untuk bekerjasama, untuk

menghasilkan gagasan dan hasil baru yang berbeda, dan untuk

menyadari bahwa keragaman adalah tanda kemantapan dan kekuatan.

Prinsip ketiga, pendekatan kontekstual mencerminkan

pengorganisasian diri. Pengorganisasian diri terlihat ketika para siswa

mencari dan menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri yang

berbeda, mendapat manfaat dari umpan balik yang diberikan oleh

penilaian autentik, mengulas usaha-usaha mereka dalam tuntunan

tujuan yang jelas dan standar yang tinggi, dan berperan serta dalam

kegiatan-kegiatan yang berpusat pada siswa yang membuat hati

mereka bernyanyi.

Jadi, terdapat 3 prinsip yang merupakan dasar dari pendekatan

kontekstual. Prinsip yang pertama adalah kesalingbergantungan,

maksudnya adalah dalam pendekatan kontekstual siswa saling

membutuhkan dan bekerjasama. Prinsip kedua adalah prinsip

diferensiasi, maksudnya adalah siswa mampu saling menghargai

perbedaan yang ada. Untuk prinsip yang ketiga adalah prinsip

pengorganisasian diri. Prinsip ketiga ini mendorong siswa untuk

mampu menguasai konsep sebagai hasil belajarnya.

2.1.4.3 Komponen Pendekatan Kontekstual

Menurut Sanjaya dalam Sugiyanto (2010: 17) pendekatan

(47)

(Construktivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry),

masyarakat Belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling),

refleksi (Reflection), dan penilaian yang otentik (Authentic Assesment).

Konstruktivisme adalah proses membangun dan menyusun pengetahuan

baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Bertanya

maksudnya dalam pembelajaran kontekstual guru tidak menyampaikan

informasi begitu saja tetapi mengajak siswa untuk bertanya dan siswa

dapat menemukan jawabannya sendiri. Menemukan (Inquiry) adalah

proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui

proses berpikir secara sistematis seperti merumuskan masalah,

mengajukan hipotesa, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan

membuat kesimpulan. Masyarakat Belajar maksudnya adalah

pengetahuan dan pengalaman banyak dibentuk oleh komunikasi dengan

orang lain.

Dalam pendekatan Kontekstual hasil belajar dapat diperoleh

dari hasil diskusi dengan orang lain, teman, antar kelompok, dan

sumber lain. Pemodelan adalah proses pembelajaran dengan

memperagakan suatu contoh yang dapat ditiru oleh siswa. Pemodelan

ini dapat berupa orang atau benda atau gambar. Refleksi adalah proses

pengendapan pengalaman yang telah dipelajarinya dengan cara

mengurutkan dan mengevaluasi kembali kejadian atau peristiwa

pembelajaran telah dilaluinya untuk mendapatkan pemahaman yang

(48)

Penilaian yang otentik adalah proses yang dilakukan guru untuk

mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang

dilakukan siswa dengan menggunakan beragam cara penilaian untuk

mengetahui kemampuan siswa yang senyatanya. Sehingga dalam

melakukan proses kegiatan mengajar guru hendaknya berpedoman pada

prinsip-prinsip tersebut. Setiap langkah pembelajaran mengandung

prinsip-prinsip pendekatan Kontekstual agar tercapai tujuan

pembelajaran dengan baik.

2.1.4.4 Langkah-langkah Menciptakan Pendekatan Kontekstual

Rusman (2010: 192) menjelaskan beberapa langkah-langkah

pembelajaran kontekstual diantaranya : mengembangkan pemikiran

siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna, apakah dengan

cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri

pengetahuan serta keterampilan baru yang dimilkinya. Selanjutnya

melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang

diajarkan, kemudian mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui

memunculkan pertanyaan-pertanyaan, menciptakan masyarakat belajar,

seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab, dan lain

sebagainya. Pembelajaran kontekstual juga menghadirkan model

sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan

media yang sebenarnya, membiasakan anak untuk melakukan refleksi

(49)

terakhir adalah melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai

kemampuan yang sebenarnya kepada siswa.

2.1.5 Pendidikan Kewarganegaraan

2.1.5.1 Pengertian Pendidikan Kewarganegaraaan (PKn)

Menurut Utami (2010: 66), “Pendidikan Kewarganegaraan

(PKn) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di tingkat

SD/MI/SDLB. Mata pelajaran ini merupakan mata pelajaran yang

memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan

mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga

negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang

diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Sejalan dengan penjelasan

Utami, Konsep kewarganegaraan berdasarkan Depdiknas dalam

Kusuma Aryani (2010: 39) merupakan materi yang memfokuskan pada

pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa,

usia, dan suku bangsa, untuk menjadi warga negara Indonesia yang

cerdas, terampil, dan berkarakter, sesuai dengan yang diamanatkan oleh

Pancasila dan UUD 1945.

Menurut penjelasan di atas, PKn adalah mata pelajaran wajib

yang di ajarkan di SD/MI/SDLB yang bertujuan untuk mengarahkan

siswa menjadi warga negara yang baik, demokratis, menghargai

perbedaan, dan kritis dalam menanggapi isu kewarganegaraan. Untuk

(50)

dengan memberikan pembelajaran PKn yang bermakna bagi siswa.

Pembelajaran PKn yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa.

2.1.5.2 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

Menurut Kardiyat Wiharyanto (2007: 5), secara umum tujuan

PKn adalah membawa peserta didik untuk menjadi ilmuwan dan

professional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air,

demokratis dan berkeadaban; dan menjadi warganegara yang memiliki

daya saing; berdisiplin; berpartisipasi aktif dalam membangun

kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai Pancasila. Sedangkan

tujuan khusus PKn adalah mengantar peserta didik memiliki wawasan

kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola

sikap, dan perilaku untuk cinta tanah air Indonesia, menumbuh

kembangkan wawasan kebangsaan, kesadaran berbangsa dan bernegara

pada diri peserta didik, sehingga terbentuk daya tangkal sebagai

ketahanan nasional. Selain itu, peserta didik dapat menerapkan

nilai-nilai luhur Pancasila dalam menciptakan ketahanan nasional dan

mampu menuangkan pemikiran berdasarkan nilai-nilai Pancasila dalam

menganalisa permasalahan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara.

Sedangkan tujuan pembelajaran mata pelajaran PKn, menurut

Mulyasa (2007) adalah untuk menjadikan siswa : mampu berpikir

secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi persoalan hidup

(51)

dalam segala bidang kegiatan secara aktif dan bertanggung jawab,

sehingga bisa bertindak secara cerdas dalam semua kegiatan. Terakhir

siswa mampu berkembang secara positif dan demokratis, sehingga

mampu hidup bersam dengan bangsa lain di dunia dan mampu

berinteraksi, serta mampu memanfaatkan teknologi informasi dan

komunikasi dengan baik.

Menurut penjelasan para ahli tentang tujuan dari pendidikan

kewarganegaraan dan tujuan mata pelajaran PKn. Tujuan dari

pendidikan kewarganegaraan adalah untuk menyiapkan siswa menjadi

warga negara yang baik, cinta tanah air dan mau menerapkan nilai-nilai

pancasiala. Sedangkan, tujuan mata pelajaran PKn adalah mendorong

siswa untuk berpartisipasi aktif dalam segala bidang. Agar tujuan ini

dapat tercipta, maka siswa perlu diajak untuk berpartisipasi aktif dalam

proses pembelajaran di kelas, kemudian dikaitkan dengan kehidupan

sehari-hari mereka.

2.1.5.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pkn

Standar Kompetensi (SK) yang diteliti oleh peneliti yakni SK 3.

Mengenal sistem pemerintahan tingkat pusat. Sedangkan Kompetensi

Dasar (KD) yang diteliti oleh peneliti yakni KD 3.2 Menyebutkan

organisasi pemerintahan tingkat pusat, seperti Presiden, Wakil Presiden

dan para Menteri. Organisasi pemerintahan tingkat pusat ini sebenarnya

(52)

televisi, gambar-gambar, dan bahkan poster-poster pembelajaran di

sekolah.

2.1.5.4 Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar

Ruang lingkup materi PKn menurut Depdiknas dalam Kusuma

A (2010: 53-54) yakni, „Persatuan Bangsa; Peraturan, norma & hukum;

Hak asasi manusia; Kebutuhan hidup warga negara; Konstitusi Negara;

Kekuasaan dan Politik; Masyarakat demokratis; Nilai-nilai Pancasila;

dan Globalisasi‟. Materi pelajaran PKn yang banyak, luas dan komplek

inilah yang menjadi tantangan guru dalam mengelolanya. Guru

hendaknya mengemas materi PKn yang banyak agar tetap dapat

disampaikan oleh guru dengan menarik dan mudah dipahami oleh guru.

Pembelajaran PKn di sekolah dasar biasanya masih relatif tradisional.

Guru menyampaikan materi dengan ceramah dan tanya jawab. Metode

ini seolah-olah membuat pembelajaran PKn terkesan hafalan.

2.1.5.5 Pembelajaran PKn melalui Penerapan Pendekatan Kontekstual

Pembelajaran PKn melalui penerapan pendekatan kontekstual

adalah menyampaikan informasi tentang kehidupan kewarganegaraan

dan kebangsaan dengan menggunakan cara yang kontekstual dengan

lingkungan tempat tinggal siswa. Pembelajaran ini dilakukan dengan

tujuan memberikan pengalaman yang nyata bagi siswa, sehingga

informasi yang diperoleh dapat diingat lebih lama oleh siswa. Dalam

pembelajaran PKn dengan menggunakan pendekatan kontekstual, guru

(53)

contoh kehidupan nyata siswa. Dalam pendekatan kontekstual terdapat

tujuh komponen pembelajaran. Tujuh komponen tersebut diterapkan

dalam pembelajaran PKN sehingga siswa aktif menemukan sendiri,

aktif bertanya dan berdiskusi.

Penggunaan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran PKn

bertujuan membuat siswa lebih memahami materi pembelajaran PKn

dan mengenal pengaruhnya yang terjadi di lingkungan tempat tinggal

mereka masing-masing ataupun di luar daerahnya sendiri.

2.2 Penelitian terdahulu yang relevan

2.2.1 Penelitian Tri Wahyuni (2011), yang berjudul Peningkatan Prestasi Belajar

PKN siswa kelas IV SD Kanisius Kadirojo dengan pendekatan

kontekstual, menyimpulkan bahwa penggunaan pendekatan kontekstual

dapat meningatkan prestasi belajar siswa. Hal ini terbukti dari Kondisi

awal dari 44 siswa kelas IV adalah 39 % yang lolos KKM dan yang 61 %

tidak lolos KKM. Setelah dilaksanakan siklus I nilai rata-rata siswa

sebesar 76 dengan prosentase siswa yang lulus KKm sebesar 68 %. Pada

siklus kedua, nilai rata-rata kelas sebesar 84 dengan prosentase siswa yang

lolos KKM sebesar 86 %, terjadi peningkatan dari siklus pertama ke siklus

kedua sebesar 22%.

2.2.2 Penelitian yang dilakukan oleh Elisabeth E Sinaga (2011) yang berjudul :

Meningkatkan keterlibatan dan prestasi belajar IPS melalui pendekatan

kontekstual pada siswa kelas IV SD Kanisius Sengkan Yogyakarta.

Gambar

Gambar 2 Desain PTK menurut Kemmis Mc. Taggart (2006)
Tabel 1: Instrumen pengumpulan data
Tabel 2: Kisi – kisi lembar observasi keaktifan siswa
Tabel 4: Kisi – kisi soal untuk soal objektif siklus II
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pejabat Pengadaan Kegiatan Pameran Potensi/Promosi pada Dinas Perikanan Tahun Anggaran 2014, telah melaksanakan Proses Evaluasi Kualifikasi dan Penawaran dalam

Kajian efek sinergistik anti jamur ekstrak biji pinang (Areca cathechu, L.) dan daun sirih merah (Piper betle L.) dapat digunakan untuk pencegahan kandidiasis vulvovaginal

penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: : “UPAYA REHABILITASI SOSIAL BAGI PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DALAM PERSFEKTIF HUKUM ISLAM (Studi kasus

Dalam upaya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sekitar delapan juta jiwa, maka pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan telah menetapkan target untuk tahun 2009,

Hasil percobaan konfirmasi kuat tekan batu bata memberikan hasil yang lebih baik dari hasil percobaan awal yang dapat dilihat pada tabel 4.18, sehingga kombinasi faktor dan taraf

Harus jelas sehingga dapat dipahami bahwa metode yang di pilih dapat memecahkan masalah yang ada, sarananya ada, peneliti memahami dan mempunyai kemapuan untuk itu dan dana

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT MENGGUNAKAN PETA KONSEP.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu