i
PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR PKN SISWA KELAS IV SDN KARANGWUNI 1 MELALUI PENERAPAN
PENDEKATAN KONTEKSTUAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Disusun oleh :
Yudith Christine Suroyo 091134092
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini ku persembahkan untuk :
Tuhan Yesus Kristus yang selalu mengalirkan kasihNya bagi saya, sehingga
saya mampu menyelesaikan skripsi ini.
Hidupku sebagai calon pendidik yang berkualitas
Kedua orang tuaku Bapak Martinus Suroyo dan Ibu Kaminah yang senantiasa
memberikan semangat dan dukungan kepada anaknya baik dukungan moral
maupun materiil serta do’a yang tak pernah putus demi kesuksesan hidupku
Adikku yang selalu membantuku dan sekaligus sebagai penyemat dalam
menjalani hidupku
Dosen-dosenku di Program Studi PGSD Universitas Sanata Dharma yang
senantiasa memberikan bimbingan dan mendidikku untuk menjadi seorang
pendidik yang berkualitas
Teman-temanku yang selalu memberikan semangat, dukungan kepadaku dan
sebagai tempat curahan hati dikala menghadapi rintangan
Almamaterku Universitas Sanata Dharma yang telah menuntun ku untuk
v MOTTO
Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan
mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. (Matius 7: 7)
Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu
seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. (Kolose 3: 23)
Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan
kepadaku. (Filipi 4: 13)
“Keraguan hanya dapat dihilangkan dengan tindakan.” (Johann
Wolfgang von Goethe (1749–1832), dramawan dan novelis Jerman”
“Jika pikiran saya bisa membayangkannya, hati saya bisa meyakininya, saya tahu saya akan mampu menggapainya.” (Jesse Jackson, politikus
viii ABSTRAK
PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR PKN SISWA KELAS IV SD NEGERI KARANGWUNI 1 MELALUI PENERAPAN
PENDEKATAN KONTEKSTUAL
Yudith Christine Suroyo Universitas Sanata Dharma
2013
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui peningkatkan keaktifan belajar PKn melalui penerapan pendekatan kontekstual pada siswa kelas IV SD Negeri Karangwuni 01 tahun pelajaran 2012/2013, dan (2) mengetahui peningkatan prestasi belajar PKn melalui penerapan pendekatan kontekstual pada siswa kelas IV SD Negeri Karangwuni 01 tahun pelajaran 2012/2013.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam 2 siklus dengan 4 kali pertemuan. Setiap siklus terdiri dari dua pertemuan. Setiap pertemuan dilakukan dalam waktu 2 x 35 menit. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan februari sampai dengan maret 2013. Adapun subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri Karangwuni dengan jumlah 18 siswa yang terdiri dari 10 siswa perempuan dan 8 siswa laki-laki. Objek penelitian ini adalah peningkatkan keaktifan dan prestasi belajar PKn melalui penerapan pendekatan kontekstual pada kompetensi dasar “Mengenal sistem pemerintahan tingkat pusat ”. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi keaktifan siswa, lembar wawancara dan tes prestasi belajar siswa dalam bentuk soal objektif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Penerapan pendekatan kontekstual pada mata pelajaran PKn dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas IV SD Negeri Karangwuni 01 tahun peljaran 2012/2013. Kondisi awal keaktifan siswa menunjukan bahwa persentase jumlah siswa aktif adalah 44%. Pada Siklus I persentase jumlah siswa aktif adalah 61%. Pada siklus II, persentase jumlah siswa aktif menjadi 66%. (2) Penerapan pendekatan kontekstual pada mata pelajaran PKn dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri Karangwuni 01 tahun pelajaran 2012/2013. Kondisi awal prestasi belajar siswa menunjukkan bahwa persentase jumlah siswa yang memenuhi KKM (66) 33%. Pada Siklus I persentase jumlah siswa yang memenuhi KKM (66) adalah 50%. Pada siklus II, persentase jumlah siswa yang memenuhi KKM (66)menjadi 67%. Nilai rata-rata siswa pada kondisi awal adalah 56,5. Pada siklus I, nilai rata-rata siswa adalah 64,8. Pada siklus II, nilai rata-rata siswa menjadi 72,4.
ix
ABSTRACT
INCREASING ACTIVENESS AND LEARNING ACHIEVEMENT OF CIVIC EDUCATION THROUGH THE APPLICATION OF CONTEXTUAL APPROACH
FOR GRADE 4 STUDENTS OF KARANGWUNI 1 ELEMENTARY SCHOOL ACADEMIC YEAR 2012/2013
Yudith Christine Suroyo Universitas Sanata Dharma
2013
This study aims to (1) determine the increase of activeness in learning through the application of contextual approach in grade 4 students of Karangwuni 01 Elementary School Academic year 2012/2013, and (2) to increase student achievement through the implementation of a contextual approach in in grade 4 students of Karangwuni 01 Elementary School Academic year 2012/2013.
This research is a classroom action research (CAR) conducted in 2 cycles with 4 meetings. Each cycle consisted of two meetings. Each meeting is made within 2 x 35 minutes. The research was conducted in February to March 2013. The subjects in this study were fourth grade students of Karangwuni elementary school with a total of 18 students consisting of 10 girls and 8 boys. The Object of this study is the increasing of activeness and achievement for cuvics through the application of contextual approach with the basisc of competency "Getting to know the government system of the central level". The instrument used in this study was the student activeness observation sheets, questionnaires and student achievement tests in the form of objective questions.
These results indicate that: (1) The application of a contextual approach to the subjects of Civics can improve students' activeness for grade 4 students of Karangwuni 1 Elementary School Academic year 2012/2013. Initial conditions of activity of students indicated that the average percentage of activeness students was 44% in the first cycle. The average percentage of student activity is 61% In the second cycle, the percentage of student activeness to 66% (2) Contextual approaches to civic education subjects can improve student achievement fourth grade elementary school lesson Karangwuni 1 years 2012/2013. Initial conditions of student achievement show that the percentage of students meet KKM (66) 33%. In the first cycle the percentage of students meet KKM (66) is 50%. In the second cycle, the percentage of students meet KKM (66) to 67%. Value of the average student in the initial conditions is 56,5. In the first cycle, the average student score was 64,8. In the second cycle, the average value being 72,4.
x
KATA PENGANTAR
Puji Tuhan, kami panjatkan kepada Tuhan Yesus yang Maha Kuasa, yang telah memberikan segala kasihNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul PeningkatanKeaktifan dan Prestasi Belajar PKn Siswa Kelas IV SD Karangwuni 01 Melalui Penerapan Pendekatan Kontekstual
ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dalam Progran Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari dan merasakan bahwa adanya bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma
2. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J. S.S., BST., M.A., selaku kepala program pendidikan PGSD Universitas Sanata Dharma
3. Drs. Y. B Adimassana, M.A dan Elisabaeth Desiana Mayasari, S.Psi, M.A selaku dosen pesmbimbing 1 dan II yang telah bersedia memberikan bimbingan, petunjuk dan arahan selama proses penelitian dan penulisan skripsi hingga selesai.
4. Tri Muryanti, S.Pd selaku Kepala SD Negeri Karangwuni 01 yang telah memberikan ijin tempat untuk melakukan penelitian
5. Anindita Rahardini, S.Pd selaku guru kelas IV SD Negeri Karangwuni 01 yang telah bersedia memberikan bantuan selama proses penelitian
6. Siswa siswi Kelas IV SD Negeri Karangwuni 01 selaku subjek penelitian yang telah bersedia untuk membantu saya dalam proses penelitian
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
xiii
2.1.3 Prestasi Belajar Siswa ... 23
2.1.4 Pendekatan Kontekstual ... 27
2.1.5 Pendidikan Kewarganegaraan ... 33
2.2 Penelitian terdahulu yang relevan ... 37
2.3 Kerangka Berpikir ... 40
2.4 Hipotesis Tindakan ... 42
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 43
3.2 Setting Penelitian ... ... 47
3.3 Rencana Penelitian ... 48
3.4 Pengumpulan data dan Instrumen Penelitian ... 50
3.5 Teknik Analisis Data ... 70
3.7 Jadwal Penelitian ... 74
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 75
4.2 Pembahasan ... ... 103
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN DAN KETERBATASAN 5.1 Kesimpulan ... 116
5.2 Saran ... ... 117
5.2 Keterbatasan ... ... 119
DAFTAR PUSTAKA ... 120
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Instrumen Pengumpulan Data ... 52
Tabel 2 Kisi-kisi Lembar Observasi Keaktifan Siswa ... 53
Tabel 3 Kisi-kisi Soal Objektif Siklus I ... 56
Tabel 4 Kisi-kisi Soal Objektif Siklus II ... 56
Tabel 5 Instrumen Penilaian Tes ... 57
Tabel 6 Lembar Observasi Keaktifan Siswa ... 57
Tabel 7 Lembar Wawancara ... 58
Tabel 8 Rubrik Penilaian Afektif Siklus I dan II ... 59
Tabel 9 Rubrik Penilaian Psikomotor Siklus I ... 59
Tabel 10 Rubrik Penilaian Psikomotor Siklus II... 59
Tabel 11 Kualifikasi Reliabilitas ... 61
Tabel 12 Hasil Validasi Silabus ... 61
Tabel 13 Hasil Perhitungan Penilaian RPP Siklus I ... 62
Tabel 14 Hasil Perhitungan Penilaian RPP Siklus II ... 64
Tabel 15 Hasil Validitas Soal Evaluasi Siklus I ... 67
Tabel 16 Hasil Perhitungan Reliabilitas Soal Evaluasi Siklus I ... 68
Tabel 17 Hasil Validitas Soal Evaluasi Siklus II ... 69
Tabel 18 Hasil Perhitungan Reliabilitas Soal Evaluasi Siklus II ... 70
Tabel 19 Indikator Keberhasilan ... 71
Tabel 20 Jadwal Penelitian... 74
Tabel 21 Hasil Perhitungan Skor Keaktifan Kondisi Awal ... 76
Tabel 22 Hasil Perhitungan Skor Keaktifan Siklus I ... 85
Tabel 23 Hasil Nilai Prestasi Belajar Siklus I ... 87
Tabel 24 Hasil Perhitungan Skor Keaktifan Siklus II ... 98
Tabel 25 Hasil Nilai Prestasi Belajar Siswa Siklus II ... 100
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Literatur Map Penelitian yang Relevan ... 39
Gambar 2. Desain PTK menurut Kemmis Mc.Taggart... 46
Gambar 3. Grafik Peningkatan Keaktifan Belajar Siswa ... 114
Gambar 3. Grafik Peningkatan Prestasi Belajar Siswa (KKM) ... 114
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Silabus ... 125
LAMPIRAN 2 RPP Siklus I Pertemuan I ... 133
LAMPIRAN 3 RPP Siklus I Pertemuan II ... 145
LAMPIRAN 4 RPP Siklus II Pertemuan I ... 152
LAMPIRAN 5 RPP Siklus II Pertemuan II ... 162
LAMPIRAN 6 Soal Evaluasi Siklus I ... 171
LAMPIRAN 7 Soal Evaluasi Siklus II ... 175
LAMPIRAN 8 Hasil Validitas Soal Evaluasi ... 179
LAMPIRAN 9 Instrumen Validasi Perangkat Pembelajaran ... 196
LAMPIRAN 10 Instrumen Pengumpulan Data Keaktifan ... 211
LAMPIRAN 11 Instrumen Pengumpulan Data Prestasi Belajar ... 219
LAMPIRAN 12 Contoh Hasil Pekerjaan Siswa ... 235
LAMPIRAN 13 Contoh Sumber Belajar ... 251
LAMPIRAN 14 Foto-foto Kegiatan Siklus I dan Siklus II... 259
LAMPIRAN 15 Surat Ijin Penelitian ... 262
BAB I
PENDAHULUAN
Bab pendahuluan ini memuat latar belakang masalah, pembatasan
masalah, perumusan masalah, pemecahan masalah, batasan pengertian,
tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.
1.1Latar Belakang Masalah
UU No 20/2003 Pasal 1 ayat 1 dalam Kusuma menyatakan
bahwa, “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara” (Kusuma, 2010: 10). Sejalan dengan hal itu, Hamzah (2011: 75)
menjelaskan suasana belajar dan proses pembelajaran dalam kelas.
Suasana yang semestinya tercipta dalam proses pembelajaran adalah siswa
yang belajar benar-benar berperan aktif dalam pembelajaran. Proses
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) juga bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan: berpartisipasi secara aktif dan
bertanggung jawab; berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam
menanggapi isu kewarganegaraan; dan bertindak secara cerdas dalam
kegiatan bermasyarakat dan bernegara. (Winataputra & Budimansyah,
Kusuma (2010: 47) menjelaskan bahwa untuk dapat mewujudkan
tujuan PKn tersebut, maka diperlukan suatu proses pembelajaran secara
langsung dalam kelas. Proses pembelajaran secara langsung dalam kelas,
seharusnya menciptakan suasana pembelajaran yang benar-benar
mengaktifkan siswa. Zaini, dkk (2008: xiv) juga menjelaskan, bahwa
belajar aktif sangat diperlukan oleh peserta didik, untuk mendapatkan hasil
belajar yang maksimal. Ketika peserta didik bertindak secara pasif dalam
proses pembelajaran, atau hanya menerima dari pengajar, ada
kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan.
Sedangkan dalam pembelajaran aktif, peserta didik diajak untuk turut serta
dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental tetapi juga
melibatkan fisik. Dengan cara ini, biasanya peserta didik akan merasakan
suasana yang lebih menyenangkan, sehingga hasil belajar dapat
dimaksimalkan. Winataputra dan Budimansyah (2012: 132) juga
menjelaskan bahwa penilaian hasil belajar dalam Pembelajaran PKn, tidak
hanya pada tahap kognitif saja tetapi juga pada dimensi lainnya seperti
afektif (mental) dan psikomotorik (fisik).
Menurut Hamzah (2011: 75), keberhasilan pencapaian
kompetensi satu mata pelajaran bergantung pada beberapa aspek. Salah
satu aspek yang mempengaruhi adalah bagaimana cara guru dalam
melaksanakan pembelajaran. Kecenderungan pembelajaran saat ini, masih
berpusat pada guru yaitu bercerita dan berceramah. Siswa kurang terlibat
terhadap materi pelajaran rendah. Selanjutnya Hamzah (2011: 75)
menjelaskan, tidak jarang ditemukan bahwa pembelajaran di sekolah
terkesan ibarat seperti seorang yang menuangkan air dari ceret ke gelas.
Ilustrasi tersebut mendeskripsikan terjadinya proses pembelajaran kita saat
ini. Senada dengan yang diungkapkan oleh Winataputra & Budimansyah
(2012: 132), implementasi PKn dalam kelas belum maksimal.
Implementasi pembelajaran PKn yang belum maksimal, terlihat dari
pengelolaan kelas yang belum mampu menciptakan suasana kondusif dan
produktif. Suasana yang kondusif dan produktif ini, diperlukan untuk
memberikan pengalaman belajar kepada siswa, melalui keterlibatannya
secara pro aktif dan interaktif. Keterlibatan secara pro aktif dan interaktif
yang diharapkan adalah baik dalam proses pembelajaran di kelas maupun
di luar kelas (intra dan ekstra kurikuler). Keterlibatan yang tidak pro aktif,
akan berakibat pada miskinnya pengalaman belajar untuk pengembangan
kehidupan dan perilaku siswa.
Implementasi pembelajaran PKn di atas, terjadi pada proses
pembelajaran di SD Negeri Karangwuni 1. Berdasarkan observasi peneliti
di SD N Karangwuni 1 pada tanggal 27 September 2012 dan 6 oktober
2012, proses pembelajaran PKn yang berlangsung belum terlihat kondisi
pembelajaran yang bermakna (meaningfull) dan mengaktifkan siswa.
Guru yang mengajar relatif aktif menjelaskan materi pelajaran PKn
dengan ceramah, sedangkan siswa duduk dibangkunya masing-masing dan
berlangsung, guru melakukan tanya jawab kepada siswa. Namun, hanya
beberapa siswa saja yang mau menjawab. Siswa yang lain diam dan
bermain dengan mainan yang dibawanya. Guru berusaha untuk membuat
siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, dengan melakukan tanya jawab
secara perseorangan kepada siswa, misalnya “Arif, siapa yang membantu tugas Pak Camat dalam urusan surat menyurat?”. Arif menjawab :
“sekretaris camat bu”. Usaha tersebut kurang membuahkan hasil yang
berarti, setelah siswa menjawab pertanyaan, mereka kembali asyik dengan
kegiatannya masing-masing sedangkan guru kembali melanjutkan
menjelaskan materi. Setelah guru selesai menjelaskan materi, siswa
diminta untuk mencatat hal-hal penting dari penjelasan guru. Selain itu,
guru juga meminta siswa untuk dengan teman dan mencari sumber materi
untuk menjawab persoalan atau pertanyaan dari guru. Namun, hasil dari
observasi peneliti selama dua pertemuan, rata-rata persentase keaktifan
siswa secara keseluruhan dalam kelas hanya 44%.
Hasil observasi di kelas IV ditindak lanjuti oleh peneliti dengan
wawancara bersama guru kelas IV (Anin, komunikasi pribadi, 20
September dan 8 Oktober 2012). Beliau mengatakan, siswa kurang aktif
dan kurang antusias untuk belajar PKn karena materinya sulit dipahami.
Selain itu, materi pelajaran PKn dianggap terlalu abstrak contohnya adalah
materi sistem pemerintahan. Beliau juga mengaku kesulitan menciptakan
suasana pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Hal ini terlihat dari
dievaluasi di pertemuan selanjutnya, dan ternyata mereka sudah tidak
mengingatnya kembali.
Peneliti juga mendapatkan sebuah dokumen nilai – nilai siswa
dalam Tes Kendali Mutu (TKM ) dua tahun lalu dan TKM II setahun yang
lalu pada materi sistem pemerintahan tingkat pusat. Dokumen tersebut,
menunjukkan prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran PKn rendah.
Hasil TKM PKn dua tahun lalu, 10 siswa dari jumlah 16 siswa atau 62,5%
tidak mencapai KKM, dengan nilai KKM 65. Pada TKM semester II
tahun lalu, siswa yang tidak mencapai KKM sebesar 60 % dari 20 siswa.
Dengan demikian setelah dicari rata-rata dari TKM dua tahun lalu, dan
TKM tahun lalu sebesar 61,25% siswa tidak mencapai KKM. Sedangkan
rata-rata nilai dua tahun dan setahun yang lalu hanya 56,5.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara guru, menunjukkan
bahwa proses pembelajaran PKn belum mencapai tujuan pembelajaran
PKn yang telah diungkapkan oleh Winataputra dan Budimansyah (2012:
75). Siswa hanya sebatas mengetahui materi pelajaran, kemudian lupa dan
tidak memanfaatkan materi PKn tersebut dalam kehidupan sehari-hari di
masyarakat. Selain itu, siswa juga kurang terlibat aktif dalam proses
pembelajaran di kelas. Kondisi kurang aktifnya siswa, terlihat dari proses
bertanya, berdiskusi, mencatat hal-hal penting, dan mencari
sumber-sumber belajar siswa rendah. Proses bertanya, berdiskusi, mencatat hal-hal
penting, dan mencari sumber-sumber belajar inilah yang merupakan
proses pembelajaran PKn di kelas IV masih rendah. Keaktifan belajar
siswa yang rendah, mengakibatkan prestasi belajar siswa menjadi rendah
juga. Hal seperti yang diungkapkan oleh Zaini, dkk (2008: xiv), ketika
peserta didik pasif, atau hanya menerima dari pengajar, ada kecenderungan
untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan.
Hamzah (2011: 311) menjelaskan, untuk mendapatkan hasil
proses pendidikan yang maksimal, tentunya diperlukan pemikiran yang
kreatif dan inovatif. Inovasi dalam pembelajaran sangat diperlukan untuk
meningkatkan prestasi kearah yang maksimal dan menghasilkan
siswa-siswa yang kreatif dan inovatif. Inovasi ini dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran,
dan metode pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang inovatif antara
lain contextual teaching and learning (CTL) dan pembelajaran kooperatif.
Sejalan dengan penjelasan diatas, Trianto (2009: 8) menyatakan bahwa
apabila kita ingin meningkatkan prestasi, tentunya tidak akan terlepas dari
upaya peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah. Berlakunya
Kurikulum 2004 Berbasis Kompetensi yang telah direvisi melalui
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), menuntut perubahan
paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran. Salah satu paradigma
pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih
menjadi berpusat pada siswa (student centered) dan pendekatan yang
Nurdin dalam Rusman (2010: 189) menjelaskan “CTL atau
pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat. Pendekatan kontekstual menyediakan 7
komponen pembelajaran dalam kelas yang membuat siswa aktif yakni
kontruktivisme, bertanya, inquiry, masyarakat belajar, pemodelan,
refleksi, dan penilaian sebenarnya”.
Lebih lanjut lagi Hanafiah dan Suhana (2009), menjelaskan
bahwa penggunaan teknik bertanya dalam pendekatan kontekstual
bertujuan meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam
pemecahan masalah. Selanjutnya pendekatan kontekstual mendorong
peserta didik untuk belajar menemukan dan mengkontruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan baru sehingga pembelajaran akan lebih
bermakna. Hal ini yang disebut dengan kontrukstivisme. Dengan
demikian, tujuh komponen yang ada dalam pendekatan kontekstual akan
membantu siswa aktif menemukan sendiri konsep yang akan dipelajarinya,
belajar untuk aktif bekerjasama dalam proses pembelajaran, terlebih lagi
dapat mengaitkan konsep pengetahuannya dengan konteks kehidupan
sehari-hari.
Melihat penjabaran pendekatan kontekstual tersebut, maka
dan prestasi belajar PKn. Pemilihan pendekatan ini, didasarkan pada
pandangan belajar menurut pendekatan kontekstual yang diungkapkan
oleh Hanafiah dan Suhana. Hanafiah dan Suhana (2009: 67-68)
menjelaskan bahwa, proses belajar menurut pendekatan kontekstual adalah
tidak hanya menghafal, akan tetapi mengalami dan harus mengkonstruksi
pengetahuan. Selain itu, belajar yang efektif harus berpusat pada peserta
didik (student centered), sehingga peserta didik memahami bagaimana
penggunakaan pengetahuan dan keterampilan barunya. Hal ini juga
diperkuat oleh hasil penelitian sebelumnya. Wahyuni (2012) dalam
penelitiannya menyatakan, “Pendekatan kontekstual dipilih untuk
meningkatkan prestasi belajar, karena belajar akan lebih menyenangkan
jika lingkungan belajar diciptakan secara alami, dan belajar akan lebih
bermakna jika siswa mengalami sendiri apa yang dipelajarinya bukan
mengetahui”. Pernyataan ini seiring dengan pernyataan Elaine B Johnson
dalam Rusman (2010: 187) yang mengatakan, “Pembelajaran kontekstual
adalah sebuah sistem yang merangsang otak, untuk menyusun pola-pola
yang mewujudkan makna. Pembelajaran kontekstual cocok dengan otak
yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis,
dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa”. Jadi, pendekatan
kontekstual adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa
kemampuan dirinya, sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus
Untuk itu, peneliti akan melakukan penelitian tindakan kelas
untuk menjawab masalah ini dengan judul “PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR PKn SISWA KELAS IV SDN KARANGWUNI 1 MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL”.
1.2Pembatasan Masalah
Penelitian ini hanya dibatasi pada keaktifan dan prestasi belajar
Pendidikan Kewarganegaraan materi Organisasi pemerintah tingkat pusat
pada siswa kelas IV SD N Karangwuni 1 semester 2 tahun pelajaran
2012/2013.
1.3 Perumusan Masalah :
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan dalam latar
belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1.3.1 Bagaimana upaya peningkatan keaktifan dan prestasi belajar PKn
pada siswa kelas IV SD N Karangwuni 1 semester genap tahun
pelajaran 2012/2013 melalui penerapan pendekatan kontekstual?
1.3.2 Apakah penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan
keaktifan belajar PKn pada siswa kelas IV SD N Karangwuni 1
semester genap tahun pelajaran 2012/2013?
1.3.3 Apakah penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan
prestasi belajar PKn pada siswa kelas IV SD N Karangwuni 1
1.4 Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
pendekatan kontekstual dalam melakukan proses belajar mengajar PKn
materi organisasi pemerintahan tingkat pusat.
1.5Batasan Istilah
Batasan pengertian perlu dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan
pemahaman dalam penafsiran. Adapun pengertian-pengertian yang perlu
dibatasi adalah sebagai berikut :
1.5.1 Keaktifan berasal dari kata aktif yang berarti giat atau sibuk.
Keaktifan disini dibatasi dengan kegiatan aktif dalam pembelajaran
yang meliputi aktif bertanya, aktif berdiskusi, aktif mencatat
hal-hal penting, dan aktif mencari sumber-sumber belajar untuk
mengutarakan pendapat. (Dimyati&Mudjiono, 2006)
1.5.2 Prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai siswa dalam
materi yang terkait. Dalam penelitian ini, prestasi belajar siswa
dinyatakan dengan nilai yang diperoleh siswa dalam uji kompetensi
(kognitif, afektif dan psikomotor). (Purwanto, 2008)
1.5.3 CTL yang sama halnya disebut pendekatan kontekstual adalah
konsep belajar yang berusaha untuk membuat siswa aktif dalam
memompa kemampuan dirinya, sebab siswa berusaha mempelajari
konsep, sekaligus menerapkan dan mengaitkannya dengan dunia
1.5.4 PKn adalah mata pelajaran yang diajarkan di SD/MI/SDLB, untuk
mengarahkan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam sekolah,
masyarakat dan keluarga. PKn juga mengarahkan siswa menjadi
warga negara yang baik, demokratis, menghargai perbedaan, dan
kritis dalam menanggapi isu kewarganegaraan. (Wiharyanto, 2007)
1.6Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1.6.1 Mengetahui bagaimana upaya peningkatan keaktifan dan prestasi
belajar siswa kelas IV SD N Karangwuni 1 pada siswa kelas IV SD
N Karangwuni 1 semester genap tahun pelajaran 2012/2013 pada
mata pelajaran PKn melalui penerapan Pendekatan Kontekstual.
1.6.2 Mengetahui apakah penerapan pendekatan kontekstual dapat
meningkatkan keaktifan siswa kelas IV SD N Karangwuni 1 pada
mata pelajaran PKn pada siswa kelas IV SD N Karangwuni 1
semester genap tahun pelajaran 2012/2013?
1.6.3 Mengetahui apakah penerapan pendekatan kontekstual dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV SD N Karangwuni 1
pada mata pelajaran PKn pada siswa kelas IV SD N Karangwuni 1
1.7 Manfaat Penelitian
1.7.1 Bagi Peneliti:
Peneliti mendapatkan pengetahuan tentang penelitian sehingga
pengetahuan ini dapat diterapkan dalam penelitian selanjutnya.
1.7.2 Bagi Guru:
Penelitian ini bermanfaat bagi guru untuk menguasai penerapan
pendekatan kontekstual dan mampu menerapkan pendekatan
kontekstual dalam proses pembelajaran.
1.7.3 Bagi Siswa:
Penelitian ini dapat berguna sebagai masukan bagi siswa kelas IV
SD N Karangwuni 1 untuk membantu meningkatkan keaktifan dan
prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan.
1.7.4 Bagi Sekolah:
Penelitian ini dapat berguna sebagai masukan bagi sekolah, untuk
memberikan gambaran nyata mengenai pemanfaatan lingkungan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada kajian pustaka ini ada empat hal yang akan dibahas. Kempat hal
tersebut adalah kajian teori, hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan,
kerangka berpikir dan hipotesis tindakan. Kajian teori berisi tentang belajar,
keaktifan siswa, prestasi belajar, Pendidikan Kewarganegaraan, dan pendekatan
kontekstual. Penelitian yang relevan berisi tiga penelitian yang pernah dilakukan
oleh peneliti terdahulu dengan menggunakan perlakuan atau treatment yang sama
dengan yang akan digunakan oleh peneliti dan sudah terbukti berhasil dalam
penelitiannya. Pada kerangka berpikir berisi mengenai alur penelitian yang
dilakukan oleh peneliti. Sedangkan pada hipotesis tindakan diuraikan tentang
dugaan sementara dari peneliti mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian
ini.
2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar
2.1.1.1 Pengertian Belajar
Menurut Skinner dalam Dimyati dan Mudjiono (2006: 7), “Belajar
adalah perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih
baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun”.
Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:7 ),
sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar.”
Seiring dengan penjelasan Dimyati dan Mudjiono, Menurut Trianto
(2009: 16) menyatakan bahwa :
“Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Manusia banyak belajar sejak lahir dan bahkan ada yang berpendapat sebelum lahir. Bahwa antara belajar dan pekembangan sangat erat kaitannya.”
Sejalan dengan pengertian para ahli diatas, Slameto (2010) ;
Suhana dan Hanafiah (2009:2) menjelaskan “Belajar ialah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Jadi,
belajar merupakan proses yang dilakukan seseorang dimana seseorang
itu mengalami sebuah perubahan yang berarti sebagai hasil dari proses
tersebut.
Sesuai pengertian dari belajar, Gora dan Sunarto (2010)
menjelaskan ciri-ciri dari belajar, yakni kegiatan yang dilakukan
bertujuan untuk mengadakan perubahan kompetensi baru yang
sebelumnya tidak dimilikinya. Selanjutnya kompetensi yang dimiliki
sebagai hasil belajar adalah relatif lama. Dalam belajar usaha dan
perilaku belajar. Usaha yang dilakukan dengan cara berinteraksi
Melihat pengertian tentang belajar oleh para ahli, peneliti
menyimpulkan pengertian dari belajar. Belajar adalah proses yang
dialami oleh seseorang sebagai hasil interaksi atau pengalamannya
dengan lingkungan. Lingkungan yang dimaksudkan adalah lingkungan
alam, hewan, tumbuhan, manusia, dan media atau sumber-sumber
belajar. Hasil interaksi seseorang ini membawa sebuah perubahan
dalam diri sesorang tersebut. Perubahan ini biasanya bersifat relatif
lama.
2.1.1.2 Teori Belajar
Banyak aliran teori yang mendasari atau menjelaskan bagaimana
anak belajar. Suyono dan Hariyanto (2011) menjelaskan tentang teori
belajar yang berpengaruh pada pembelajaran adalah teori aliran
kontruktivisme. Banyak ahli yang telah berkecimpung dalam aliran
kontruktivisme ini, dan boleh dikatakan aliran atau pandangan ini
banyak mewarnai pandangan tentang pembelajaran. Kontruktivisme
adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi prinsip bahwa
dengan merefleksikan pengalaman, kita membangun, mengkonstruksi
pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat kita hidup.
Menurut Suparno dalam Trianto (2010:75), teori kontruktivisme
menekankan pada prinsip bahwa pengetahuan dibangun oleh siswa
secara aktif dan guru sebagai fasilitator. Lebih lanjut Suhana dan
Hanafiah (2011) menjelaskan bahwa aliran konstruktivisme
peserta didik dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, melalui
partisipasi aktif secara inovatif dalam proses pembelajaran. Aliran ini
banyak diikuti oleh para tokoh pendidikan. Piaget dan Vygotsky
merupakan tokoh aliran kontruktivisme.
Suyono dan Hariyanto (2011) menjelaskan bahwa teori Piaget
berlandaskan gagasan bahwa perkembangan anak bermakna ketika anak
mampu membangun struktur kognitifnya atau peta mentalnya yang
diistilahkan “schema/skema” (jamak = skemata), atau konsep jejaring
untuk memahami dan menanggapi pengalaman fisik dalam lingkungan
di sekelilingnya. Selanjutnya Hadisubroto dalam Trianto (2010: 72)
menjelasakan bahwa dalam teori piaget, anak membangun sendiri
skemata-skemata dari pengalaman sendiri dengan lingkungannya. Di
sini peran guru adalah sebagai fasilitator dan bukan sebagai pemberi
informasi. Guru perlu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi para
siswanya.
Sejalan dengan teori piaget, Suyono dan Hariyanto (2011)
menjelaskan bahwa teori lain yang mengusung tentang aliran
kontruktivisme adalalah vygotsky. Vygotsky lebih suka menyatakan
teori pembelajarannya sebagai pembelajaran kognisi sosial.
Pembelajaran kognisi sosial meyakini bahwa kebudayaan merupakan
penentu utama bagi pengembangan individu. Kebudayaan disini adalah
lingkungan yang berupa keluarga, sekolah atau lingkungan sekitar
perkembangan (zone of development) dan scaffolding.
Zona perkembangan maksudnya adalah ada perbedaan antara apa
yang dapat dilakukan anak sendiri dengan apa yang dapat dilakukan
oleh siswa dengan bantuan guru ataupun orang tua dan teman
sebayanya. Bantuan yang diberikan oleh guru, orang tua ataupun teman
sebayanya ini yang disebut dengan scaffolding. Scaffolding akan
dihentikan jika anak sudah mampu mengkonstruksi pemahamannya
sendiri setelah diberikan bantuan. Bantuan disini adalah hanya sebatas
sebagai stimulus untuk mendorong siswa mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri.
Dengan demikian, peneliti berusaha untuk melihat teori belajar
kontruktivisme yang berpengaruh pada proses pembelajaran anak. Teori
belajar aliran kontrutivisme lebih menekankan pada penguasaan suatu
konsep atau skemata melalui proses interaksi dengan lingkungan di
sekitarnya. Anak belajar dengan bantuan guru, sehingga anak lah yang
menjadi pusat pembelajaran dan guru sebagai pembimbing. Peran guru
yang sebagai pembimbing, akan memberikan kesempatan lebih banyak
lagi kepada anak untuk membangun sendiri suatu konsep-konsep materi
pembelajaran.
2.1.2 Keaktifan Belajar
2.1.2.1 Pengertian Keaktifan dalam Proses Pembelajaran
Kata Aktif dalam dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
Sedangkan keaktifan diartikan sebagai kegiatan, kesibukan, aktivitas.
Namun, berbeda dengan pengertian itu, Hermawan (2007: 83)
menyatakan, “Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar tidak lain adalah
untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Mereka aktif
membangun pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang
mereka hadapi dalam kegiatan pembelajaran”. Dengan demikian,
kegiatan aktif siswa dalam proses pembelajaran dapat disebut dengan
belajar aktif. Sejalan dengan penjelasana diatas, belajar aktif menurut
Martinis Yamin (2007: 82), “Suatu usaha manusia untuk membangun
pengetahuan dalam dirinya. Dalam proses pembelajaran terjadi
perubahan dan peningkatan mutu kemampuan, pengetahuan, dan
keterampilan siswa, baik dalam ranah kognitif, psikomotorik, dan
afektif”.
Yamin (2007: 82) kembali menjelaskan bahwa, belajar aktif
merupakan perkembangan dari teori Dewey Learning by Doing.
Dewey menyatakan bahwa siswa perlu terlibat dan berpartisipasi
secara spontan. Keinginan siswa akan hal-hal yang belum diketahuinya
mendorong keterlibatan siswa secara aktif dalam suatu proses
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, guru hendaknya menjadi
faisilitator yang membantu memudahkan siswa dalam pembelajaran
dan sebagai narasumber serta pengelola yang mampu merancang
pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Dengan demikian, siswa
dibimbing, diajar, dilatih menjelajah, mencari, mempertanyakan
sesuatu, dan menyelidiki jawaban atas suatu pertanyaan. Selain itu,
siswa dibimbing untuk memiliki keterampilan agar dapat menerapkan
dan memanfaatkan pengetahuan yang pernah diterimanya pada hal-hal
atau masalah baru yang diterimanya.
Sedangkan menurut Siregar dan Nara (2010: 97), “Belajar aktif
merupakan perkembangan dari teori belajar yang menyatakan, bahwa
belajar yang efektif itu adalah dengan mengerjakan, bukan
menghafalkan. Aktif dimaksudkan dalam proses pembelajaran yakni,
guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif
bertanya, mempertanyakan dan mengemukakan pendapat”. Seperti
pendapat Siregar dan Nara, Dimyati dan Mudjiono, (2006: 45)
menyatakan:
“Dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu beraneka ragam bentuknya. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita amati sampai kegiatan psikis yang susah diamati. Kegiatan fisik berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Contoh kegiatan psikis misalnya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan, dan kegiatan psikis yang lain”.
Menurut Siregar dan Nara (2010: 96-97), pembelajaran
mengaktifkan siswa dapat dicapai apabila: belajar dengan
mengerjakan-siswa aktif, terlibat, berpartisipasi, bekerja; Interaksi
menemukan, memecahkan masalah; siswa pusat pembelajaran, bukan
guru; fokus pada proses pembelajaran.
Melihat pengertian keaktifan dari para ahli, peneliti menyimpulkan
bahwa keaktifan merupakan aktivitas atau kegiatan atau kesibukan.
Keaktifan juga muncul karena adanya proses belajar aktif. Belajar aktif
adalah belajar bukan hanya dengan menghafal tetapi melakukan
sendiri. Siswa aktif bertanya, berdiskusi dan mengerjakan sesuatu.
Belajar aktif dapat tercipta jika siswa diberikan kesempatan
menemukan sendiri konsep yang dipelajarinya. Siswa sebagai pusat
pembelajaran dan guru berperan sebagai fasilitator.
2.1.2.2 Indikator Keaktifan
Dimyati dan Mudjiono, (2006: 45) memberikan contoh
indikator yang mencerminkan keaktifan dalam proses pembelajaran
diantaranya: mencatat atau sekedar mendengarkan pemberitahuan;
memperhatikan hal-hal yang dijelaskan guru; mencatat tugas yang
diberikan dan mengerjakan tugas rumah; berdiskusi dalam kelompok;
melibatkan diri dalam proses tanya jawab; dan terlibat dalam
menyimpulkan pembelajaran. Sedangkan menurut Sudjana (2009: 61),
keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar dapat dilihat
yakni: turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya; terlibat dalam
pemecahan masalah; bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak
memahami persoalan yang dihadapinya; berusaha mencari berbagai
dalam memecahkan masalah atau soal; menilai kemampuan dirinya
dan hasil-hasil yang diperoleh, melatih diri dalam memecahkan
masalah, serta menggunakan kesempatan menggunakan atau
menerapkan apa yang telah diperolahnya dalam menyelesaikan tugas
atau persoalan yang dihadapinya.
Melihat penjelasan indikator keaktifan tersebut, maka peneliti
menyimpulkan beberapa indikator keaktifan dari dua ahli diatas
menjadi empat indikator. Peneliti menyimpulkan indikator keaktifan
menjadi empat indikator karena beberapa indikator yang diuraikan dua
ahli diatas sudah termasuk didalamnya. Ke empat indikator tersebut
adalah:
1) Mencatat hal-hal yang penting dalam proses pembelajaran terlihat dari beberapa indikator yakni, mencatat dan mendengarkan penjelasan guru, memperhatikan hal-hal yang
dijelaskan guru, mencatat tugas dan mengerjakan tugas rumah,
terlibat dalam menyimpulkan pembelajaran.
2) Melakukan tanya jawab dengan guru dan siswa lain dalam proses pembelajaran, terlihat dari beberapa indikator yakni melibatkan diri dalam proses tanya jawab dan bertanya pada guru
dan siswa saat tidak memahami persoalan
berdiskusi dalam kelompok dan melatih diri dalam memecahkan
masalah
4) Terlibat dalam mencari sumber dan menyatakan pendapatnya untuk memecahkan masalah yang yang dihadapinya, terlihat dari beberapa indikator yakni mencari berbagai informasi yang
diperlukan untuk memecahkan masalah, dan menggunakan
kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah
diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang
dihadapinya.
Keempat indikator ini telah mewakili indikator-indikator lain yang
dijabarkan oleh dua ahli. Peneliti akan menggunakan empat indikator
ini untuk mengetahui keaktifan siswa dalam proses pembelajaran di
kelas. Peneliti hanya akan mengamati proses mencatat hal-hal penting,
proses tanya jawab, proses diskusi, dan proses mencari
sumber-sumber belajar.
2.1.2.3 Pengaruh Keaktifan terhadap Prestasi Belajar siswa
Keaktifan siswa sangat berpengaruh pada prestasi belajar siswa.
Menurut Zaini,dkk (2008: xiv),
“Belajar aktif itu sangat diperlukan oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika peserta didik pasif, atau hanya menerima dari pengajar, ada kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan. Oleh sebab itu diperlukan perangkat tertentu untuk dapat mengikat informasi yang baru saja diterima. Belajar aktif adalah salah satu cara untuk mengikat informasi yang baru kemudian menyimpannya
Pernyataan diatas sejalan dengan ungkapan seorang filosof
kenamaan dari Cina, Konfius dalam Zaini (2008: xv), “Apa yang saya
dengar, saya lupa. Apa yang saya lihat, saya ingat. Apa yang saya
lakukan, saya pahami”.
Melihat penjelasan dari zaini dan konfius di atas, peneliti
menyimpulkan bagaimana pengaruh keaktifan terhadap prestasi
belajar siswa. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran di kelas
akan membuat proses pembelajaran tersebut lebih bermakna bagi
siswa. Siswa melakukan pembelajaran secara aktif dan belajar dengan
melakukan akan membuat siswa ingat lebih lama materi yang telah
dipelajari. Pasalnya ketika ada informasi yang baru, otak manusia
tidak hanya sekedar menerima dan menyimpan tetapi juga akan
memprosesnya sehingga dapat dicerna atau dipahami kemudian
disimpan. Jika peserta diajak untuk aktif dalam proses pembelajaran,
maka otak mereka akan jauh lebih berproses dengan baik sehingga
proses belajarnya juga akan lebih baik. Proses pembelajaran yang baik
diharapkan akan meningkatkan prestasi belajar siswa.
2.1.3 Prestasi Belajar Siswa
2.1.3.1 Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar terdiri dari dua kata, yaitu prestasi dan belajar.
Menurut Poerwadaminta dalam Aslikan (2012), prestasi diartikan
sebagai usaha yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan
definisi yang berbeda – beda, antara lain : Slameto (2010) mengatakan
bahwa, “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai
hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya”. Jadi prestasi belajar adalah usaha yang dicapai dari
proses belajar. Sedangkan, pengertian prestasi belajar sendiri menurut
Syaiful Bahri Djamarah dalam aslikan (2012) adalah hasil yang
diperoleh berupa kesan – kesan yang mengakibatkan perubahan dalam
diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar dan diwujudkan
dalam bentuk nilai atau angka.
Menurut Mulyono dalam Wahyuni (2011) menyatakan,
”Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan dari
pelajaran-pelajaran yang diterima atau kemampuan menguasai pelajaran-pelajaran yang
diberikan oleh guru, yang selalu dikaitkan dengan tes hasil belajar / tes
prestasi.” Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 3), hasil
belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak
mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses
evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan
berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Sejalan dengan Dimyati
dan Mudjiono, Winkel dalam Purwanto (2008: 45) menjelaskan hasil
belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam
sikap dan tingkah lakunya. Aspek perubahan mengacu pada tujuan
mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Berdasarkan penjelasan prestasi belajar dari para ahli, peneliti
menyimpulkan pengertian dari prestasi belajar. Yang dimaksud dengan
prestasi belajar adalah, penguasaan dan perubahan tingkah laku dalam
diri individu sebagai hasil dari aktivitas belajar dengan lingkungan
sekitar. Perubahan ini mencakup 3 aspek seperti yang diungkapkan
Bloom, Simpson dan Harrorw, yakni aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor. Penilaian prestasi belajar ini biasanya diwujudkan dalam
bentuk nilai atau angka.
2.1.3.2 Faktor – faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa
Menurut Suhana dan Hanafiah (2009), menjelaskan bahwa ada
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar. Faktor-faktor
tersebut antara lain: Peserta didik dengan latar belakangnya yang
mencakup tingkat kecerdasan, bakat, minat, kedisiplinan dan tanggung
jawab. Kedua, pengajar yang profesional yang memiliki kompetensi
pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi profesional, dan kualifikasi
pendidikan yang memadai. Ketiga, atsmosfir pembelajaran partisipatif
dan interaktif yang dimanifestasikan dengan adanya komunikasi timbal
balik dan multi arah secara aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan
menyenangkan. Keempat, sarana dan prasarana yang menunjang proses
pembelajaran sehingga peserta didik merasa betah dan bergairah untuk
belajar. Kelima, kurikulum sebagai kerangka dasar atau arahan yang
lingkungan agama, sosial dan budaya yang mendukung. Ketujuh,
atmosfir kepemimpinan pembelajaran yang sehat, dan yang terakhir
adalah pembiayaan yang memadai yang datangnya dari pihak
pemerintah, orang tua maupun stakeholder lain.
Sejalan dengan pengertian diatas, Slameto (2003: 54-72)
menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu: Faktor internal dan Faktor eksternal.
Faktor internal yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang
belajar, seperti jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), psikologis
(inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan)
dan faktor kelelahan. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor dari luar
individ seperti faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antara
anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga,
pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan), faktor sekolah
(metode mengajar guru, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi
siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah,
standar belajar diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas
rumah), dan faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass
media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).
Dengan melihat beberapa penjelasan faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar siswa menurut dua ahli diatas, maka
peneliti menyimpulkan beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi
yakni berkaitan dengan diri individu siswa diantaranya: kesehatan
jasmani, kelelahan, kedisiplinan, kecerdasan dan psikologis. Sedangkan
faktor eksternal yakni berkaitan dengan kondisi di luar diri individu
siswa. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah keluarga, suasana
rumah dan sekolah, serta pengajar atau guru yang terlibat dalam proses
belajar siswa.
2.1.4 Pendekatan Kontekstual
2.1.4.1 Pengertian Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual menurut Yudhawati dan Haryanto
(2011: 51), pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi
dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu,
hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses
pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja
dan mengalami, bukan menstransfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Sedangkan menurut Johnson (2007: 19) Pendekatan kontekstual adalah “..an educational process that aims to help students see
Sejalan dengan Johson tetapi dengan menyebutkan istilah yang
berbeda, Rusman (2010: 190) manyatakan bahwa “Pembelajaran
kontekstual sebagai suatu model pembelajaran yang memberikan
fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengolah, dan
menemukan pengalaman belajar yang lebih konkret (terkait dengan
kehidupan nyata) melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba,
melakukan dan mengalami sendiri”. Dengan demikian, pembelajaran
tidak sekedar dilihat dari sisi produk, akan tetapi yang terpenting
adalah proses. Melalui model pembelajaran kontekstual, mengajar
bukan transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa dengan
menghapal sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari
kehidupan nyata, akan tetapi lebih ditekankan pada upaya
memfasilitasi siswa untuk mencari kemampuan bisa hidup (life skill)
dari apa yang dipelajarinya. Blanchard dalam Trianto (2009: 105) juga
menjelaskan pengertian tentang pembelajaran kontekstual.
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam
hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya. Jadi, jelaslah
bahwa pemanfaatan pembelajaran kontekstual akan menciptakan ruang
kelas yang didalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya
pengamat yang pasif dan bertanggungjawab terhadap belajarnya.
Melihat pengertian pedekatan kontekstual dari parah ahli, Suyono
dan Hariyanto (2011) menjelaskan bahwa istilah-istilah yang berkaitan
pembelajaran atau model sering dipertukarkan atau dimaknai sama. Hal
ini juga berlaku pada pembelajaarn kontekstual, ada beberapa ahli yang
menyebutkan bahwa kontekstual merupakan model pembelajaran dan
ada pula yang menyebutkan sebagai sebuah pendekatan. Dalam
penelitian ini, peneliti mengambil istilah pendekatan kontekstual.
Peneliti menyimpulkan pengertian pendekatan kontekstual setelah
melihat pengertian-pengertian dari para ahli. Pendekatan kontekstual
adalah pendekatan yang berusaha untuk membuat siswa aktif dalam
memompa kemampuan dirinya, sebab siswa berusaha mempelajari
konsep, sekaligus menerapkan dan mengaitkannya dengan dunia nyata.
Dalam pendekatan kontekstual, siswa diajak untuk belajar lebih nyata
karena mengaitkan konsep pembelajaran dengan kondisi nyata siswa
atau yang berkaitan dengan kehidupan siswa baik dalam lingkungan
keluarga, masyarakat dan sekolah.
2.1.4.2 Dasar Teori Pendekatan Kontekstual
Menurut Johnson dalam Sugiyanto (2010:15) terdapat tiga prinsip
dalam sistem pembelajaran kontekstual yakni, yang pertama adalah
mencerminkan prinsip kesaling bergantungan (kesaling-tergantungan
mewujudkan diri, misalnya ketika para siswa bergabung untuk
memcahkan masalah dan ketika para guru mengadakan pertemuan
dengan rekannya). Prinsip kedua yakni pendekatan kontekstual
mencerminkan diferensiasi. Diferensiasi menjadi nyata ketika
menghormati keunikan masing-masing, untuk menghormati
perbedaan-perbedaan, untuk menjadi kreatif, untuk bekerjasama, untuk
menghasilkan gagasan dan hasil baru yang berbeda, dan untuk
menyadari bahwa keragaman adalah tanda kemantapan dan kekuatan.
Prinsip ketiga, pendekatan kontekstual mencerminkan
pengorganisasian diri. Pengorganisasian diri terlihat ketika para siswa
mencari dan menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri yang
berbeda, mendapat manfaat dari umpan balik yang diberikan oleh
penilaian autentik, mengulas usaha-usaha mereka dalam tuntunan
tujuan yang jelas dan standar yang tinggi, dan berperan serta dalam
kegiatan-kegiatan yang berpusat pada siswa yang membuat hati
mereka bernyanyi.
Jadi, terdapat 3 prinsip yang merupakan dasar dari pendekatan
kontekstual. Prinsip yang pertama adalah kesalingbergantungan,
maksudnya adalah dalam pendekatan kontekstual siswa saling
membutuhkan dan bekerjasama. Prinsip kedua adalah prinsip
diferensiasi, maksudnya adalah siswa mampu saling menghargai
perbedaan yang ada. Untuk prinsip yang ketiga adalah prinsip
pengorganisasian diri. Prinsip ketiga ini mendorong siswa untuk
mampu menguasai konsep sebagai hasil belajarnya.
2.1.4.3 Komponen Pendekatan Kontekstual
Menurut Sanjaya dalam Sugiyanto (2010: 17) pendekatan
(Construktivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry),
masyarakat Belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling),
refleksi (Reflection), dan penilaian yang otentik (Authentic Assesment).
Konstruktivisme adalah proses membangun dan menyusun pengetahuan
baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Bertanya
maksudnya dalam pembelajaran kontekstual guru tidak menyampaikan
informasi begitu saja tetapi mengajak siswa untuk bertanya dan siswa
dapat menemukan jawabannya sendiri. Menemukan (Inquiry) adalah
proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui
proses berpikir secara sistematis seperti merumuskan masalah,
mengajukan hipotesa, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan
membuat kesimpulan. Masyarakat Belajar maksudnya adalah
pengetahuan dan pengalaman banyak dibentuk oleh komunikasi dengan
orang lain.
Dalam pendekatan Kontekstual hasil belajar dapat diperoleh
dari hasil diskusi dengan orang lain, teman, antar kelompok, dan
sumber lain. Pemodelan adalah proses pembelajaran dengan
memperagakan suatu contoh yang dapat ditiru oleh siswa. Pemodelan
ini dapat berupa orang atau benda atau gambar. Refleksi adalah proses
pengendapan pengalaman yang telah dipelajarinya dengan cara
mengurutkan dan mengevaluasi kembali kejadian atau peristiwa
pembelajaran telah dilaluinya untuk mendapatkan pemahaman yang
Penilaian yang otentik adalah proses yang dilakukan guru untuk
mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang
dilakukan siswa dengan menggunakan beragam cara penilaian untuk
mengetahui kemampuan siswa yang senyatanya. Sehingga dalam
melakukan proses kegiatan mengajar guru hendaknya berpedoman pada
prinsip-prinsip tersebut. Setiap langkah pembelajaran mengandung
prinsip-prinsip pendekatan Kontekstual agar tercapai tujuan
pembelajaran dengan baik.
2.1.4.4 Langkah-langkah Menciptakan Pendekatan Kontekstual
Rusman (2010: 192) menjelaskan beberapa langkah-langkah
pembelajaran kontekstual diantaranya : mengembangkan pemikiran
siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna, apakah dengan
cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri
pengetahuan serta keterampilan baru yang dimilkinya. Selanjutnya
melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang
diajarkan, kemudian mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui
memunculkan pertanyaan-pertanyaan, menciptakan masyarakat belajar,
seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab, dan lain
sebagainya. Pembelajaran kontekstual juga menghadirkan model
sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan
media yang sebenarnya, membiasakan anak untuk melakukan refleksi
terakhir adalah melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai
kemampuan yang sebenarnya kepada siswa.
2.1.5 Pendidikan Kewarganegaraan
2.1.5.1 Pengertian Pendidikan Kewarganegaraaan (PKn)
Menurut Utami (2010: 66), “Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di tingkat
SD/MI/SDLB. Mata pelajaran ini merupakan mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan
mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga
negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang
diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Sejalan dengan penjelasan
Utami, Konsep kewarganegaraan berdasarkan Depdiknas dalam
Kusuma Aryani (2010: 39) merupakan materi yang memfokuskan pada
pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa,
usia, dan suku bangsa, untuk menjadi warga negara Indonesia yang
cerdas, terampil, dan berkarakter, sesuai dengan yang diamanatkan oleh
Pancasila dan UUD 1945.
Menurut penjelasan di atas, PKn adalah mata pelajaran wajib
yang di ajarkan di SD/MI/SDLB yang bertujuan untuk mengarahkan
siswa menjadi warga negara yang baik, demokratis, menghargai
perbedaan, dan kritis dalam menanggapi isu kewarganegaraan. Untuk
dengan memberikan pembelajaran PKn yang bermakna bagi siswa.
Pembelajaran PKn yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa.
2.1.5.2 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Kardiyat Wiharyanto (2007: 5), secara umum tujuan
PKn adalah membawa peserta didik untuk menjadi ilmuwan dan
professional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air,
demokratis dan berkeadaban; dan menjadi warganegara yang memiliki
daya saing; berdisiplin; berpartisipasi aktif dalam membangun
kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai Pancasila. Sedangkan
tujuan khusus PKn adalah mengantar peserta didik memiliki wawasan
kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola
sikap, dan perilaku untuk cinta tanah air Indonesia, menumbuh
kembangkan wawasan kebangsaan, kesadaran berbangsa dan bernegara
pada diri peserta didik, sehingga terbentuk daya tangkal sebagai
ketahanan nasional. Selain itu, peserta didik dapat menerapkan
nilai-nilai luhur Pancasila dalam menciptakan ketahanan nasional dan
mampu menuangkan pemikiran berdasarkan nilai-nilai Pancasila dalam
menganalisa permasalahan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Sedangkan tujuan pembelajaran mata pelajaran PKn, menurut
Mulyasa (2007) adalah untuk menjadikan siswa : mampu berpikir
secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi persoalan hidup
dalam segala bidang kegiatan secara aktif dan bertanggung jawab,
sehingga bisa bertindak secara cerdas dalam semua kegiatan. Terakhir
siswa mampu berkembang secara positif dan demokratis, sehingga
mampu hidup bersam dengan bangsa lain di dunia dan mampu
berinteraksi, serta mampu memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi dengan baik.
Menurut penjelasan para ahli tentang tujuan dari pendidikan
kewarganegaraan dan tujuan mata pelajaran PKn. Tujuan dari
pendidikan kewarganegaraan adalah untuk menyiapkan siswa menjadi
warga negara yang baik, cinta tanah air dan mau menerapkan nilai-nilai
pancasiala. Sedangkan, tujuan mata pelajaran PKn adalah mendorong
siswa untuk berpartisipasi aktif dalam segala bidang. Agar tujuan ini
dapat tercipta, maka siswa perlu diajak untuk berpartisipasi aktif dalam
proses pembelajaran di kelas, kemudian dikaitkan dengan kehidupan
sehari-hari mereka.
2.1.5.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pkn
Standar Kompetensi (SK) yang diteliti oleh peneliti yakni SK 3.
Mengenal sistem pemerintahan tingkat pusat. Sedangkan Kompetensi
Dasar (KD) yang diteliti oleh peneliti yakni KD 3.2 Menyebutkan
organisasi pemerintahan tingkat pusat, seperti Presiden, Wakil Presiden
dan para Menteri. Organisasi pemerintahan tingkat pusat ini sebenarnya
televisi, gambar-gambar, dan bahkan poster-poster pembelajaran di
sekolah.
2.1.5.4 Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar
Ruang lingkup materi PKn menurut Depdiknas dalam Kusuma
A (2010: 53-54) yakni, „Persatuan Bangsa; Peraturan, norma & hukum;
Hak asasi manusia; Kebutuhan hidup warga negara; Konstitusi Negara;
Kekuasaan dan Politik; Masyarakat demokratis; Nilai-nilai Pancasila;
dan Globalisasi‟. Materi pelajaran PKn yang banyak, luas dan komplek
inilah yang menjadi tantangan guru dalam mengelolanya. Guru
hendaknya mengemas materi PKn yang banyak agar tetap dapat
disampaikan oleh guru dengan menarik dan mudah dipahami oleh guru.
Pembelajaran PKn di sekolah dasar biasanya masih relatif tradisional.
Guru menyampaikan materi dengan ceramah dan tanya jawab. Metode
ini seolah-olah membuat pembelajaran PKn terkesan hafalan.
2.1.5.5 Pembelajaran PKn melalui Penerapan Pendekatan Kontekstual
Pembelajaran PKn melalui penerapan pendekatan kontekstual
adalah menyampaikan informasi tentang kehidupan kewarganegaraan
dan kebangsaan dengan menggunakan cara yang kontekstual dengan
lingkungan tempat tinggal siswa. Pembelajaran ini dilakukan dengan
tujuan memberikan pengalaman yang nyata bagi siswa, sehingga
informasi yang diperoleh dapat diingat lebih lama oleh siswa. Dalam
pembelajaran PKn dengan menggunakan pendekatan kontekstual, guru
contoh kehidupan nyata siswa. Dalam pendekatan kontekstual terdapat
tujuh komponen pembelajaran. Tujuh komponen tersebut diterapkan
dalam pembelajaran PKN sehingga siswa aktif menemukan sendiri,
aktif bertanya dan berdiskusi.
Penggunaan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran PKn
bertujuan membuat siswa lebih memahami materi pembelajaran PKn
dan mengenal pengaruhnya yang terjadi di lingkungan tempat tinggal
mereka masing-masing ataupun di luar daerahnya sendiri.
2.2 Penelitian terdahulu yang relevan
2.2.1 Penelitian Tri Wahyuni (2011), yang berjudul Peningkatan Prestasi Belajar
PKN siswa kelas IV SD Kanisius Kadirojo dengan pendekatan
kontekstual, menyimpulkan bahwa penggunaan pendekatan kontekstual
dapat meningatkan prestasi belajar siswa. Hal ini terbukti dari Kondisi
awal dari 44 siswa kelas IV adalah 39 % yang lolos KKM dan yang 61 %
tidak lolos KKM. Setelah dilaksanakan siklus I nilai rata-rata siswa
sebesar 76 dengan prosentase siswa yang lulus KKm sebesar 68 %. Pada
siklus kedua, nilai rata-rata kelas sebesar 84 dengan prosentase siswa yang
lolos KKM sebesar 86 %, terjadi peningkatan dari siklus pertama ke siklus
kedua sebesar 22%.
2.2.2 Penelitian yang dilakukan oleh Elisabeth E Sinaga (2011) yang berjudul :
Meningkatkan keterlibatan dan prestasi belajar IPS melalui pendekatan
kontekstual pada siswa kelas IV SD Kanisius Sengkan Yogyakarta.