• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PERATURAN KAPOLRI NO. 8 TAHUN 2011 DALAM PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DI KABUPATEN TABANAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PELAKSANAAN PERATURAN KAPOLRI NO. 8 TAHUN 2011 DALAM PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DI KABUPATEN TABANAN."

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN PERATURAN KAPOLRI NO. 8

TAHUN 2011 DALAM PENGAMANAN

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA

DI KABUPATEN TABANAN

I Made Pidia Aquariesta NIM : 1016051049

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

SKRIPSI

PELAKSANAAN PERATURAN KAPOLRI NO. 8

TAHUN 2011 DALAM PENGAMANAN

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA

DI KABUPATEN TABANAN

I Made Pidia Aquariesta NIM : 1016051049

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

(3)

PELAKSANAAN PERATURAN KAPOLRI NO. 8 TAHUN 2011

DALAM PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DI

KABUPATEN TABANANAN

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

I MADE PIDIA AQUARIESTA NIM. 1016051049

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

(4)

Lembar Persetujuan Pembimbing

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL

PEMBIMBING I

I Gst. Nyoman Agung, SH.,M.Hum NIP. 19501231 197903 1 020

PEMBIMBING II

(5)

SKRIPSI INI TELAH DIUJI PADA TANGGAL 4 MARET 2016

Panitia Penguji Skripsi

Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana Nomor: 0177/UN14.4E/IV/PP/2016 Tanggal 17 Februari 2016

I Gusti Nyoman Agung, SH.,M.Hum (………)

NIP. 19501231 197903 1 020

Ketua : I Nyoman Mudana, SH.,MH. (………)

NIP. 19561231 198601 1 001

Anggota : I Ketut Markeling, SH.,MH. (………)

NIP.19541231 198403 1 007

I Nyoman Darmadha, SH.,MH. (……….)

NIP. 19541231 198103 1 003

A.A Ketut Sukranatha, SH.,MH. (……….)

(6)

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Shang Hyang Widhi Wasa, karena atas rahmat-Nyalah penulisan tugas akhir yang berjudul, “Pelaksanaan Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2011 Dalam Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia Di Kabupaten Tabanan”, dapat terlaksanakan dengan baik dan lancar. Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat guna mencapai gelar sarjana hukum (S-1) di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan tugas akhir ini dapat terselesaikan berkat dorongan, bimbingan, arahan dan bantuan semua pihak. Untuk ini, ucapan terimakasih penulis haturkan kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH., MH., Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana;

2. Bapak I Ketut Sudiarta, SH., MH., Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Udayana;

3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, SH., MH., Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Udayana;

(7)

5. Bapak A.A. Ngurah Oka Parwata, SH., M.Si., Ketua Program Ekstensi Fakultas Hukum Universitas Udayana;

6. Bapak Dr, I Wayan Wiryawan, SH., MH., Ketua Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana;

7. Bapak I Gst. Nyoman Agung, SH., M.Hum., Dosen Pembimbing Akademik yang selalu mengarahkan penulis dalam perjalanan studi dari awal sampai akhir studi di Fakultas Hukum Universitas Udayana;

8. Bapak I Gst. Nyoman Agung, SH., M.Hum., Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan banyak waktu untuk mengarahkan dan membimbing penulis dalam meyusun tugas akhir ini;

9. Bapak I Nyoman Mudana, SH., MH., Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan banyak waktu untuk mengarahkan dan membimbing penulis dalam meyusun tugas akhir ini;

10.Bapak dan Ibu Dosen di Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah membimbing dan mendidik penulis selama menjalani studi di Fakultas Hukum Universitas Udayana;

11.Bapak dan Ibu Pegawai Administrasi, Tata Usaha dan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah membantu penulis selama menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Udayana; 12.Bapak IPDA I Nengah Widia, SH., Kepala Unit II Hardabanktah Polres

(8)

13. Bapak IPDA I Ketut Nata Kepala Sub. Bagian Binmas Polres Tabanan yang telah memberikan informasi sehingga tugas akhir penulis dapat terselesaikan dengan baik;

14.Bapak Brigadir I Made Doddy Wirawan, anggota Bagian Unit II Hardabanktah Polres Tabanan yang telah memberikan informasi sehingga tugas akhir penulis dapat terselesaikan dengan baik;

15.Keluarga besar terutama orang tua penulis I Ketut Nata dan Maria Magdalena Nissi, SPd., Kakak Penulis I Wayan Priyanan Suhandinata yang penuh kesabaran dan kasih sayang serta mendukung tanpa henti baik secara materiil maupun immaterial demi menyelesaikan studi ini;

16.Sahabat – sahabat terbaik penulis yaitu Anom Basudewa, Surya Atmaja, Eri Abadi Putra, Agus Toni, Seluruh Anggota Generasi Muda Tabanan dan Kakak Dayu Ita yang telah memberikan motivasi, nasehat dan bantuan selama penulis menyelesaikan tugas akhir ini;

17.Rekan – rekan angkatan 2010 Fakultas Hukum Universitas Udayana serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

(9)

Akhir kata penulis mengharapkan semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi dunia pendidikan serta dapat dijadikan bahan kajian yang berarti.

Denpasar,

Penulis

(10)

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Karya Ilmiah / Penulisan Hukum / Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila Karya Ilmiah / Penulisan / Skripsi ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dan / atau sanksi hokum yang berlaku.

Demikian surat pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga

Denpasar,

Yang menyatakan,

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN ...i

HALAMAN SAMPUL DALAM ...ii

HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ...iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iv

HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ...v

KATA PENGANTAR ...vi

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... x

DAFTAR ISI ...xi

ABSTRAC ...xiv

ABSTRAK ...xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 8

1.4 Orisinalitas Penelitian ... 8

1.5 Tujuan Penelitian ... 10

1.5.1 Tujuan Umum ... 10

1.5.2 Tujuan Khusus ... 10

1.6 Manfaat Penelitian ... 11

(12)

1.6.2 Manfaat Praktis ... 11

1.8.5 Teknik Pengumpulan Data ... 23

1.8.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian ... 23

1.8.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 24

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAN KEPOLISIAN

(13)

3.1 Pengertian dan Dasar Hukum Polri……… 3.2 Tugas, Fungsi dan Wewenang Polri... 3.3 Visi Dan Misi Polri...

45 47 49

BAB III KEWENANGAN KEPOLISIAN RESOR TABANAN DALAM MENGAMANKAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA

3.1 Prosedur Eksekusi Kredit Macet Dengan Jaminan Fidusia... 3.2 Kewenangan Mengamankan Eksekusi Jaminan Fidusia

Berdasarkan Perkapolri No. 8 Tahun 2011 di Kabupaten Tabanan...

51

55

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN DALAM MENGAMANKAN

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DI KABUPATEN

TABANAN

(14)

ABSTRACT

Execution object fiduciary sometimes encounter problems in implementation in the field. It then becomes the cause of the establishment of police regulation Number 8 2011 which regulates the execution of fiduciary safeguard with the help of the police. The problem faced are: What is the authority of Tabanan police in providing securtiy in the execution of fiduciary Tabanan? And what are the barriers faced by Tabanan Police in carrying out is role as a safety execution fiduciary in Tabanan? The research method used is empirical juridical by conducting field research in Tabanan.

Result of research conducted, it can be seen that the police authority in implementing security Tabanan fiduciary execution in Tabanan based on article 20 police regulation Number 8 of 2011 Barriers faced by Tabanan Police in carrying out its role as a safety execution fiduciary in Tabanan based on the result of research in the field is if the debtor does not have at home or the collateral is the object of the execution can not exist because it has been sold to another party or taken away by relatives of debituror 8 of 2011

(15)

ABSTRAK

Eksekusi obyek jaminan fidusia terkadang menemui kendala dalam pelaksanannnya di lapangan. Hal ini kemudian menjadi penyebab dibentuknya Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahnun 2011 yang mengatur tentang pengamanan eksekusi jaminan fidusia dengan bantuan dari pihak kepolisian. Adapun permasalahan yang di hadapi yaitu: Bagaimanakah kewenangan Kepolisian Resor Tabanan dalam memberikan pengamanan eksekusi jaminan fidusia di Kabupaten Tabanan? Dan apakah hambatan yang di hadapi oleh Kepolisian Resor Tabanan dalam menjalankan perannya sebagai pengaman eksekusi jaminan fidusia di Kabupaten Tabanan? Metode penelitian yang dipergunakan yaitu penelitian yuridis empiris dengan melakukan penelitian lapangan di Kabupaten Tabanan.

Hasil dari penelitian yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa Kewenangan Kepolisian Resor Tabanan dalam melaksanakan pengamanaan eksekusi jaminan fidusia di Kabupaten Tabanan berdasarkan pasal 20 Peraturan Kepala Polisi Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011. Hambatan yang dihadapi oleh Kepolisian Resor Tabanan dalam menjalankan perannya sebagai pengaman eksekusi jaminan fidusia di Kabupaten Tabanan berdasrkan hasil penelitian di lapangan yaitu apabila debitur tidak ada di rumah atau barang jaminan yang menjadi objek tersebut tidak ada bisa karena sudah dijual kepihak lain atau dibawa pergi oleh kerabat dan debitur.

(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang – undang Dasar 1945. Seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan yang sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang diperoleh melalui kegiatan pinjam – meminjam kredit. Agar transaksi pinjam meminjam ini dapat berlangsung dengan baik, maka dalam praktek dikenal adanya jamininan/agunan dari pihak yang berhutang kepada pihak yang berpiutang. Hal ini dilakukan untuk menjamin agar hutang tersebut akan dibayar sesuai dengan perjanjian dan jika yang berhutang ingkar janji maka benda yang dijadikan jaminan dapat dijual oleh pihak yang berpiutang untuk menggantikan hutang yang tidak dibayar tersebut.1

Suatu Perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Dengan demikian mengikat para pihak secara hukum, untuk mendapatkan hak atau melaksanakan kewajiban yang ditentukan dalam perjanjian itu.2 Pada prakteknya, pemberian atas suatu

1

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 2001, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok – pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty Offset Yogyakarta, Yogyakarta. h. 44

2

Artadi I Ketut dan I Dewa Nyoman Rai Asmara, 2010, Hukum Perjanjian ke Dalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Bali. h. 28

(17)

utang, untuk mendapatkan jaminan atas pengembalian utang tersebut maka dikenal lembaga jaminan. Salah satunya yaitu jaminan fidusia.

Dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889, selanjutnya disebut UUJF)

menyatakan bahwa :“Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas

dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.” Berdasarkan ketentuan yang termuat dalam Pasal ini dapat diketahui bahwa fidusia adalah pengalihan hak yang didasarkan atas kepercayaan dari pihak debitor pada pihak kreditor untuk jaminan atas suatu utang, yang mana penguasaan atas kepemilikan benda tersebut masih berada pada tangan debitor.

Pengertian jaminan fidusia sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 UUJF adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia,sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.

(18)

di luar wilayah Negera Republik Indonesia wajib untuk didaftarkan. Pendaftarannya pada kantor Pendaftaran Fidusia yang terletak di Indonesia. Kewajiban ini tetap berlaku meskipun kebendaan yang dibebani dengan jaminan fidusia berada di luar wilayah Negera Republik Indonesia.

Pemberian kredit dengan jaminan fidusia dengan berdasarkan kepercayaan, karena benda yang dijadikan jaminan tersebut tetap berada di tangan atau di bawah penguasaan pemilik benda, yaitu pihak yang berhutang debitor. Kontruksi fidusia adalah penyerahan hak milik atas barang – barang bergerak kepunyaan debitor melunasi hutangnya maka kreditor harus mengembalikan hak milik atas barang – barang itu kepada kreditor.3 Lembaga jaminan fidusia memungkinkan kepada para pemberi fidusia untuk menguasai benda yang dijaminkan, untuk melakukan kegiatan usaha yang dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan jaminan fidusia. Dalam hal ini yang “diserahkan hanyalah hak kepemilikan dari

benda tersebut secara yuridis” atau yang dikenal dengan istilah consititutum

possesorium. Pada awalnya, benda yang menjadi objek fidusia hanya terbatas pada kekayaan benda bergerak yang berwujud dalam bentuk benda – benda dalam persedian (inventory), benda dagangan, piutang, peralatan mesin dan kendaraan bermotor.4

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa Undang – undang Jaminan Fidusia secara tegas menyatakan Jaminan Fidusia adalah agunan atas kebendaan

3

Oey Hoey TIong, 1984. Fidusia Sebagai Jaminan Unsur – unsur Peringkatan, Jakarta, Ghalia Indonesia. h. 12

4

(19)

atau jaminan kebendaan (Zakelijke Zekerheid, Security Right In Rem) yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia, yaitu hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya (droit deprefeence).5 Hak ini tidak hapus karena adanya kepailitian dan atau likuidasi pemberi fidusia, apabila terhadap benda yang sama terdapat lebih dari 1 (satu) perjanjian jaminan fidusia, maka hak yang didahulukan tersebut diberikan kepada pihak yang terlebih dahulu mendaftarkannya ke Kantor Pendaftaran Fidusia.

Pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia. Sebagaimana diatur dalam Pasal 30 UUJF yang menyatakan bahwa : “Pemberi Fidusia wajib menyerahkan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam rangka

pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia.” Apabila pemberi fidusia tidak

menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan, penerima fidusia berhak mengambil benda yang menjadi objek jaminan fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang. (diatur dalam Penjelasan Pasal 30 UUJF). Peraturan mengenai jaminan fidusia tidak mengatur lebih lanjut dengan jelas siapa pihak yang berwenang untuk dimintai bantuan dalam eksekusi jaminan fidusia. Namun dalam kenyataannya tidak jarang pihak yang memberikan kredit meminta bantuan pada aparatur kepolisian untuk membantu pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia.

5

(20)

Kepolisian Republik Indonesia adalah alat negara yang bertugas dan berperan untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, adalah yang paling berwenang didalam memberikan bantuan pengamanan pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia. Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan hukum mengikat yang sama dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Atas dasar itu dibentuklah Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia. Lembaga kepolisian adalah organ pemerintah yang ditetapkan sebagai suatu lembaga dan diberikan kewenangan menjalankan fungsinya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya Pasal 5 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa:

Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

(21)

keselamatan dan keamanan para Pihak (Pemberi dan Penerima Fidusia) serta masyarakat secara umum dari tindakan, perbuatan dan hal-hal yang merugikan harta benda dan keselamatan.

Menurut ketentuan yang tercantum dalam Pasal 20 PERKAPOLRI No.8 Tahun 2011, dapat diketahui bahwa dalam hal termohon eksekusi merasa telah membayar atau melunasi kewajibannya kepada Petugas lain yang ditunjuk oleh pemohon eksekusi, yang mengakibatkan timbulnya perselisihan pada saat atau sedang dilaksanakan eksekusi, maka personel Polri yang melaksanakan pengamanan dengan mengadakan pendekatan persuasif antara pemohon dan termohon melalui musyawarah, menanyakan dengan sopan dan humanis kepada termohon, untuk menunjukan dokumen pendukung atau bukti pembayaran atau pelunasan, mengamankan lingkungan sekitar eksekusi untuk mencegah meningkatnya eskalasi keamanan dan apabila termohon mempunyai bukti pembayaran atau pelunasan yang sah, maka personel Polri melakukan beberapa hal diantaranya:

1. Menunda atau menghentikan pelaksanaan eksekusi;

2. Membawa dan menyerahkan petugas yang ditugaskan oleh pemohon kepada penyidik Polri untuk penanganan lebih lanjut; dan

3. Membawa pihak termohon dan pemohon eksekusi ke kantor kepolisian terdekat untuk penanganan lebih lanjut.

(22)

kewenangannya, yaitu memasuki ruang lingkup Hukum Perdata. Keberadaan polisi sebagai pelindung masyarakat, dalam kaitannya dengan pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia, maka diharapkan peran serta polisi agar proses eksekusi tersebut tidak berjalan ricuh, dan tidak dengan kekerasan, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut di lapangan terutama di wilayah Resor Kabupaten Tabanan mengenai penerapan dari Perka Polri No. 8 Tahun 2011. Berdasarkan paparan yang telah diuraikan di atas, maka menarik untuk diteliti lebih lanjut dalam skripsi ini mengenai penerapan dari Perka Kapolri No. 8 Tahun 2011 dalam pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia di Kabupaten Tabanan dengan mengangkat judul : Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia Di Kabupaten Tabanan Berdasarkan Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2011.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas serta dengan memperhatikan judul yang diajukan, maka dapat ditarik beberapa permasalahan pokok dan mendapat pembahasan lebih lanjut yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimanakah kewenangan Kepolisian Resor Tabanan dalam memberikan pengamanan eksekusi jaminan fidusia di Kabupaten Tabanan?

(23)

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Di dalam suatu karya tulis maka perlu kiranya ditetapkan secara tegas tentang isi pokok yang akan dibahas agar tidak jauh menyimpang dari pokok permasalahan yang ada, maka focus pembahasan akan menitik beratkan pada hal

– hal sebagai berikut :

Dalam hal permasalahan yang pertama akan membahas mengenai Kewenangan Kepolisian Resor Tabanan dalam pemberian keamanan terhadap eksekusi jaminan fidusia di Kabupaten Tabanan, Sedangkan dalam permasalahan yang kedua yaitu meliputi tentang hambatan Kepolisian Resor Tabanan dalam menjalankan perannya sebagai pengaman eksekusi jaminan fidusia di Kabupaten Tabanan.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Penelitian Terhadap eksekusi jaminan fidusia dengan diberlakukannya Perkapolri Nomor 8 Tahun 2011 sangat menarik, karena sangat sering terjadi pelaksanaan eksekusi . Penelusuran kepustakaan yang dilakukan, ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan penyelesaian kredit macet yaitu :

(24)

1. Bagaimana peranan polisi dalam pelaksanaan pengamanan eksekusi objek jamiann fidusia di Polres Malang menurut Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia ? 2. Apa saja hambatan yang dihadapi oleh Polres Malang Kota dalam

menjalankan perannya sebagai pengaman eksekusi jaminan fidusia?? b. Skripsi dari Vileza Aldyan, NIM. 0807101092, alumni Program Studi Ilmu

Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Jember, Tahun 2012 dengan judul skripsi “Eksekusi Jaminan Fidusia Akibat Kredit Macet (Kajian Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia”. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian skripsi tersebut yakni :

1. Apakah yang menjadi prinsip-prinsip jaminan fidusia menurut Undang-Undang Jaminan Fidusia?

2. Bagaimanakah pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia menurut Undang-Undang Jaminan Fidusia?

3. Bagaimanakah kesesuaian Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 dengan hukum acara perdata?

(25)

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut : 1.5.1 Tujuan umum

1. Untuk melaksanakan Tri Dharma Pengurusan Tinggi Khususnya dalam bidang penelitian atau analisis suatu permasalahan hukum. 2. Untuk perkembangan ilmu pengetahuan hukum.

3. Untuk pengembangan diri pribadi khususnya didalam kehidupan bermasyarakat.

4. Untuk mengembangkan serta memperdalam pengertian dan penghayatan terhadap ilmu hukum.

5. Untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi jenjang strata 1 (satu) di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

1.5.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2011 Tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia yang dilaksanakan oleh Kepolisian Resor Tabanan.

(26)

1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat teoritis

Adapun manfaat teoritis yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini yaitu sebagai berikut :

a. Memperdalam pengetahuan dan wawasan ilmu pengetahuan pada umumnya dan pelaksanaan pengamanan eksekusi jaminan fidusia yang di lakukan oleh pihak Kepolisian Resor Tabanan di Kabupaten Tabanan.

b. Memperdalam pengetahuan dalam cara berfikir dan bekerja sehingga tidak hanya mengenal teori tetapi sekaligus juga mengenal praktek di lapangan.

1.6.2 Manfaat praktis

Adapun manfaat praktis yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini yaitu sebagai berikut:

(27)

1.7 Landasan Teoritis

Teori dapat diartikan sebagai serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara

merumuskan hubungan antar konsep”6

adapun yang menjadi fungsi dari teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.

Landasan Teoritis atau Kerangka Teori adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum/teori khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, aturan hukum, norma-norma dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian. Untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini, maka teori yang dipergunakan dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Teori Penegakan Hukum Dalam Masyarakat

Dalam kaitannya dengan permasalahan yang diangkat kedalam skripsi ini, penulis menggunakan teori yang relevan untuk membedah permasalahan tersebut dengan menggunakan teori yang berkaitan dengan penegakan hukum. Satjipto Rahardjo, menggambarkan kembali pendapat dari Robert B Seidman tentang analisa bekerjanya hukum di dalam masyarakat, dengan model analisa yang digambarkannya dalam bagan berikut ini :

6

(28)

Teori Penegakan Hukum oleh : Satjipto Rahardjo

Dari bagan di atas dapat diuraikan dalil-dalil sebagai berikut :

a. Setiap peraturan hukum memberitahu tentang seorang pemegang peranan (role occupant) itu diharapkan bertindak.

b. Bagaimana seorang pemegang peran itu akan bertindak sebagai suatu respons terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan hukum yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas kekuatan sosial, politik, dan lain-lainnya mengenai dirinya

c. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai respons terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan hukum yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks,

Faktor Sosial Personal

Lembaga Pembuat Aturan

Pemegang Peranan

Lembaga Penerapan Aturan

Faktor Sosial Personal

(29)

kekuata-kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemerang peranan.

d. Bagaimana pembuat Undang-undang itu akan bertindak merupakan fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik, ideologis, dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang peranan serta birokrasi. 7

Bekerjanya hukum dalam perspektif sosial tidak pada ruang hampa. Hubungan antara hukum dengan variabel-variabel lain dalam masyarakat. Disamping hukum berfungsi sebagai alat untuk pengendalian sosial (as a tool of social control), bekerjanya hukum dalam masyarakat melibatkan beberapa unsur atas aspek yang saling memiliki keterkaitan sebagai suatu sistem. Beberapa aspek tersebut yaitu :

a. Lembaga Pembuat Hukum (Law Making Instituion)

b. Lembaga Penerap Sanksi.

c. Pemegang Peran (Role occupant)

d. Kekuatan Sosiental Personal (Sociental Personal Force).

e. Budaya Hukum

7

(30)

f. Unsur-Unsur Umpan Balik (Feed Back) dari proses bekerjanya hukum yang sedang berjalan. 8

Ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi penegakan hukum di Indonesia, antara lain :

a. Faktor Undang-undang itu sendiri.

Hal ini dapat disebabkan oleh tidak diikutinya asas-asas berlakunya Undang-undang, belum adanya peraturan pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk menerapkan undang-undang, atau ketidakjelasan arti kata dalam Undang-undang yang biasanya menimbulakan multi tafsir. b. Faktor penegak hukum yakni pihak yang secara langsung dan tidak

langsung berkecimpung dibidang penegakan hukum.

Biasanya para penegak hukum mengalami keterbatasan untuk menempatkan diri, kurang aspiratif, sulit membuat proyeksi untuk memikirkan masa depan, atau kurang inovatif.

c. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

Tanpa adanya sarana dan fasilitas, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas ini antara lain mencangkup sumber daya manusia manusia yang berpotensi, trampil, dan berpendidikan, serta peralatan dan faktor yang memadai.

8

(31)

d. Faktor masyarakat yaitu lingkungan dimana hukum itu berlaku dan diterapkan.

Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan untuk mencapai kedamaian didalam masyarakat, oleh karna itu masyarakat sedikit banyak dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut. Biasanya yang selulu menjadi masalah dalam penegakan hukum dalam masyarakat adalah masyarakat tidak mengetahui atau tidak menyadari apabila hak-hak mereka dilanggar, tidak mengetahui upaya hukum yang harus dititempuh, kurangnya pengetahuan sosial atau politik, kurangnya kemampuan finansial, serta masalah psikis.

e. Faktor kebudayaan

Kebudayaan pada dasarnya merupakan nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku. 9

Dalam kaitannya dengan skripsi ini maka penegakan hukum terkait dengan pelaksanaan dari Perkapolri No. 8 Tahun 2011 dalam kaitannya dengan melakukan pengamanan terhadap eksekusi objek jaminan fidusia yang ada di Kabupaten Tabanan. Dalam hal ini Polisi memiliki peran untuk membantu melakukan pengamanan terhadap eksekusi yang dilakukan oleh pihak kreditur baik itu bank maupun lembaga pembiayaan lainnya.

9

(32)

b. Teori Kewenangan (Theorie Van Bevoegdhaid)

Keabsahan tindakan pemerintahan diukur berdasarkan wewenang yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perihal kewenangan dapat dilihat dari Konstitusi Negara yang memberikan legitimasi kepada Badan Publik dan Lembaga Negara dalam menjalankan fungsinya.Wewenang adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan dan perbuatan hukum.10

Pengertian kewenangan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sama dengan wewenang, yaitu hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Hassan Shadhily menerjemahkan wewenang (authority) sebagai hak atau kekuasaan memberikan perintah atau bertindak untuk mempengaruhi tindakan orang lain, agar sesuatu dilakukan sesuai dengan yang diinginkan.11

Setiap tindakan pemerintahan dan/atau pejabat umum harus bertumpu pada kewenangan yang sah. Kewenangan itu diperoleh melalui 3 sumber antara lain: 1. Atribusi: wewenang yang diberikan atau ditetapkan untuk jabatan tertentu.

Dengan demikian wewenang atribusi merupakan wewenang yang melekat pada suatu jabatan.

2. Pelimpahan ada dua macam antara lain;

a. Delegasi: wewenang yang bersumber dari pelimpahan suatu organ pemerintahan kepada organ lain dengan dasar peraturan perundang-undangan

10

SF. Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, h. 154.

11

(33)

b. Mandat: wewenang yang bersumber dari proses atau prosedur pelimpahan dari pejabat atau badan yang lebih tinggi kepada pejabat yang lebih rendah (atasan bawahan). 12

Dalam kaitannya dengan wewenang sesuai dengan konteks penelitian ini, standar wewenang yang dimaksud adalah kewenangan dari pihak kepolisian untuk melakukan pengamanan terhadap eksekusi objek jaminan fidusia yaitu sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2011.

c. Teori Efektivitas Hukum

Efektivitas peraturan perundang-undangan didukung dengan adanya faktor - faktor yang mempengaruhi hukum. Efektivitas suatu peraturan menurut Lawrence Meir Friedman, dalam sistem hukum ada 3 (tiga) hal yang mempengaruhi efektivitas hukum, yakni :

 Subtansi hukum, sistem substansial yang menentukan bisa

atau tidaknya hukum itu dilaksanakan.

 Struktur atau pranata hukum, sistem struktural yang yang

menentukan hukum itu bisa atau tidaknya dilaksanakan dengan baik. Menurut Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana menentukan struktur hukum adalah kepolisian, pengadilan, kejaksaan, dan badan pelaksana pidana (Lapas). Sebaik – baiknya peraturan perundang – undangan harus di tegakan, namun apabila

12

(34)

tidak ditegakan oleh struktur (Aparat) penegak hukum, maka hukum itu tidak berfungsi.

 Budaya hukum, sikap manusia terhadap hukum dan sistem

hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum yang berlaku.

1.8 Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara guna mencapai tujuan yang telah digariskan, oleh karena itu agar suatu karya tulis menjadi ilmiah, maka diperlukan suatu data yang bersifat obyektif. Untuk keperluan tersebut diperlukan metode – metode antara lain :

1.8.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah jenis penelitian hukum empiris, yaitu penelitian hukum yang objek kajiannya meliputi ketentuan dan mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, Undang-Undang atau kontrak) secara in action/in abstracto pada setiap peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat (in concreto).13 Penelitian hukum empiris dalam skripsi ini dilakukan dengan mengkaji Perka Kapolri No. 8 Tahun 2011 sebagai das sollen (teori) dengan kenyataan atau

(35)

penerapan dari aturan ini dilapangan, kesenjangan antara teori dan kenyataan di lapangan inilah yang menarik untuk diteliti lebih lanjut.

1.8.2 Jenis pendekatan

Pendekatan dalam penelitian hukum dimaksudkan adalah bahan untuk mengawali sebagai dasar sudut pandang dan kerangka berpikir seorang peneliti untuk melakukan analisis. Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan namun yang dipergunakan dalam skripsi ini yaitu :

1) Pendekatan perundang-undangan (statute approach) hal ini dimaksudkan bahwa peneliti menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar awal melakukan analisis.

2) Pendekatan kasus (case approach), pendekatan kasus dalam penelitian hukum bertujuan untuk mempelajari norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum.14

Dalam penulisan karya ilmiah ini menggunakan pendekatan perundang – undangan yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah peraturan perundang – undangan, serta pendekatan kasus yaitu pendekatan masalah yang didasarkan pada fakta – fakta yang terjadi dilapangan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas.

14

(36)

1.8.3 Sifat penelitian

Sifat penelitian dalam penulisan karya ilmiah ini bersifat deskriptif analitis. Penelitian yang bersifat deskriptif analitis bertujuan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya,15 maka dapat diambil data obyektif karena ingin menggambarkan kenyataan yang terjadi pada pengamanan pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia yang dilakukan oleh dinas kepolisian pada kasus yang terjadi di Kabupaten Tabanan.

1.8.4 Data dan sumber data

Dalam penelitian hukum empiris data dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu: 1. Data primer, yaitu data yang diperoleh terutama dari penelitian yang

dilakukan langsung didalam masyarakat.16 Sumber data primer yang diperoleh dari penelitian ini dengan melakukan penelitian yang berlokasi Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali, yaitu dengan melakukan penelitian pada Dinas Kepolisian Kabupaten Tabanan atas pelaksanaan pengamanan eksekusi objek jaminan fidusia yang terjadi di Kabupaten Tabanan. Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan informan dan responden yang ada pada lokasi penelitian tersebut. Informan, adalah orang atau individu yang memberikan informasi data yang dibutuhkan oleh peneliti sebatas yang diketahuinya. Informan diperlukan didalam penelitian empiris untuk mendapatkan data secara kualitatif. Responden, adalah seseorang atau individu yang akan

15 Soerjono Soekanto, 2000, Pengantar Penelitian Hukum, UI press, Jakarta, h. 10.

(37)

memberikan respons terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Responden ini merupakan orang atau individu yang terkait secara langsung dengan data yang dibutuhkan.17

2. Data Sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Library Research) dengan menggunakan bahan-bahan hukum sebagai berikut:

i. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari : (a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

(b) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia; (c) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia

(d) Peraturan Kepala Polisi Republik Indonesia No. 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia.18

ii. Bahan hukum sekunder, yang terdiri dari literatur-literatur, buku-buku, makalah, dan jurnal yang ditulis oleh para ahli dan dokumen-dokumen yang berkenaan dengan masalah yang dibahas.

iii. Sedangkan Bahan hukum tersier, yang terdiri dari kamus dan ensiklopedi.19

17

Ibid, h. 174

18

Ronny Hanitijo Soemitro, 2002, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 24.

19

(38)

1.8.5 Teknik pengumpulan data

Untuk memperoleh data guna menunjang tulisan ini, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara / interview dan teknik kepustakaan, teknik wawancara yakni suatu proses Tanya jawab lisan dalam rangka dua orang atau lebih berhadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka dan dapat mendengar dengan telinga sendiri suaranya sebagai alat informan yang langsung tentang beberapa data sosial baik yang terpendam maupun yang bermanfaat.20 Wawancara dalam penelitian skripsi ini dilakukan terhadap pihak Kepolisian Resor Kabupaten Tabanan sebagai informan sekaligus responden.Sedangkan teknik kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik tercetakmaupunelektroniklain.

1.8.6 Teknik penentuan sampel penelitian

Adapun lokasi Penelitian dalam penyusunan penelitian ini Dinas Kepolisian Resosr Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali. Terpilihnya lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian dikarenakan peneliti menemukan kasus mengenai pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia yang pengamanannya dilakukan oleh pihak kepolisian.

20

(39)

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudin ditarik kesimpulannya,21 sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti yang dianggap mewakili populasinya. Oleh karena populasi biasanya sangat besar dan luas, maka kerapkali tidak mungkin untuk meneliti seluruh populasi itu tetapi cukup diambil sebagian saja untuk diteliti sebagai sampel.22

Dalam Penelitian ini metode sampel yang digunakan adalah dengan cara menentukan sampel dimana peneliti telah menentukan atau menunjuk sendiri sampel dalam penelitiannya. Sesuai dengan judul dalam penulisan skripsi ini maka dalam penelitian ini sampel yang digunakan yaitu pegawai kepolisian resor Tabanan yang terlibat langsung dalam pengamanan proses eksekusi jamiann fidusia yang terjadi di wilayah hukum Kabupaten Tabanan.

1.8.7 Teknik pengolahan dan analisis data

Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data hasil pengumpulan data di lapangan sehingga siap pakai untuk dianalisa.23 Setelah data dikumpulkan kemudian data diolah secara kualitatif dengan melakukan studi perbandingan antara data lapangan dengan data kepustakaan sehingga akan diperoleh data yang bersifat saling menunjang antara teori dan praktik.

Dalam menganalisa data yang telah dikumpulkan tersebut, digunakan metode analisis deskriptif, yaitu menggambarkan dengan kata-kata atau kalimat

21

Soegiono, 2001, Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta, Bandung, h. 57

22

Ibid, h. 47

23

(40)

yang dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.24 Dalam metode analisis deskriptif, setelah data dianalisis kemudian disusun kembali secara sistematis sehingga mendapatkan kesimpulan tentang permasalahan hukum dalam penelitian ini.

(41)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAN KEPOLISIAN

1. JAMINAN FIDUSIA

1.1Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Fidusia

Rumusan atau definisi yang tegas tentang jaminan dalam Kitab Undang – Undang tidak ditemukan. Di berbagai literatur digunakan istilah “zekerheid

untuk jaminan dan “zekerheidsrecht” untuk hukum jaminan atau hak jaminan

tergantung pada bunyi atau maksud kalimat yang bersangkutan, sebab “recht” dalam bahasa Belanda dapat berarti hukum, hak atau keadilan, sedangkan hukum menurut Bahasa Inggris adalah law dan hak berarti right.1 Namun jika disimak, istilah hukum jaminan ternyata mempunyai makna yang lebih luas dan umum serta bersifat mengatur dibandingkan dengan hak jaminan seperti halnya hukum kebendaan yang mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dan mempunyai sifat mengatur dari pada hak kebendaan.

Fidusia dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan istilah “penyerahan

hak milik secara kepercayaan”. Dalam terminologi Belandanya sering disebut

dengan istilah lengkapnya berupa Fiduciare Eigendoms Overdracht (FEO), sedangkan dalam bahasa Inggrisnya secara lengkap sering disebut istilah Fiduciary Transfer of Ownership.2

Munir Fuady, 2000, Jaminan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 3

(42)

Jaminan fidusia di Indonesia telah digunakan sejak zaman penjajahan Belanda sebagai bentuk suatu jaminan yang lahir dari jurisprudensi. Fidusia berasal dari kata fiduciair atau fides yang berarti kepercayaan, yakni penyerahan hak milik atas benda secara kepercayaan sebagai jaminan (agunan) bagi pelunasan piutang kreditor. Penyerahan hak milik atas benda ini dimaksudkan hanya sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan diutamakan kepada penerima fidusia (kreditor) terhadap kreditor lainnya.3

Dasar hukum mengenai jaminan fidusia di Indonesia diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF). Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 UUJF memberikan pengertian fidusia yaitu :“Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya

dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.” Berdasarkan rumusan

Pasal di atas dapat diketahui bahwa fidusia memilki beberapa unsur yaitu : 1. Pengalihan hak kepemilikan suatu benda

2. Dilakukan atas dasar kepercayaan

3. Kebendaannya tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Berdasarkan ketiga unsur yang telah disebutkan di atas, maka dapat diketahui bahwa dalam fidusia telah terjadi penyerahan dan pemindahan dalam kepemilikan atas suatu benda yang dilakukan atas dasar fiduciair dengan syarat bahwa benda yang hak kepemilikannya tersebut diserahkan dan dipindahkan

3

(43)

kepada penerima fidusia, tetap dalam penguasaan pemilik benda (pemberi fidusia).

Pengertian mengenai jaminan fidusia diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 UUJF yang menyatakan bahwa :

Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.

Jaminan fidusia termasuk kategori sebagai jaminan preferen yaitu jaminan yang diberikan oleh debitor kepada satu kreditor serta kreditor tersebut diberikan hak prioritas berupa hak untuk didahulukan dalam pelunasan utang terhadap kreditor lainnya.

Jaminan fidusia merupakan perjanjian yang khusus diadakan antara debitor dengan kreditor untuk memperjanjikan hal-hal sebagai berikut:

1. Jaminan yang bersifat kebendaan, yaitu adanya benda tertentu yang dijadikan agunan.

2. Jaminan yang bersifat perorangan atau persoonlijk yaitu adanya orang tertentu yang sanggup membayar atau memenuhi prestasi debitor jika debitor cidera janji.4

Pada dasarnya Fidusia adalah suatu perjanjian accesoir antara debitur dan kreditur yang isinya pernyataan penyerahan hak milik secara kepercayaan atas

4

(44)

benda – benda bergerak milik debitur kepada kreditur namun benda-benda tersebut masih tetap dikuasai oleh debitur sebagai peminjam pakai dan bertujuan hanya untuk jaminan atas pembayaran kembali uang pinjaman. Untuk penyerahannya dilakukan dengan melanjutkan penguasaan atas benda – benda yang bersangkutan karena bennda-benda tersebut memang masih berada di tangan debitur.

Perjanjian jaminan fidusia adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perjanjian kredit telah ditentukan hal-hal yang disepakati oleh debitur dan kreditur, antara lain debitur memberikan jaminan fidusia. Kesepakatan tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak. Apabila debitur wanprestasi, kreditur dapat melaksanakan haknya sesuai dengan isi perjanjian. Pelaksanaan perjanjian tersebut adalah perwujudan asas dari asas kekuatan mengikat perjanjian jaminan fidusia.

1.2Ruang Lingkup, Objek dan Subyek Jaminan Fidusia

Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 2 UUJF memberikan batas ruang lingkup berlakunya jaminan fidusia yaitu berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia, yang dipertegas kembali oleh rumusan yang dimuat dalam Pasal 3 UUJF dengan tegas menyatakan bahwa UUJF tidak berlaku terhadap:

(45)

tanggungan berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dapat dijadikan objek jaminan fidusia.

b. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua puluh) M3 atau lebih.

c. Hipotek atas pesawat terbag, dan d. Gadai.

Objek jaminan adalah benda-benda yang dapat dijadikan sebagai jaminan utang dengan dibebani jaminan fidusia. Dengan lahirnya UUJF mengacu pada Pasal 1 angka 2 dan angka 4 serta Pasal 3 UUJF dapat di ketahui bahwa yang menjadi objek jaminan fidusia adalah benda apapun yang dapat dimiliki dan dialihkan hak kepemilikannya. Benda itu dapat berupa benda berwujud maupun tidak berwujud, terdaftar naupun tidak terdaftar, bergerak maupun tidak bergerak, dengan syarat bahwa benda tersebut tidak dibebani dengan hak tanggungan ataupun hipotek.5 Adapun benda-benda yang dapat dibebani jaminan fidusia yaitu:

1) Benda bergerak berwujud, contohnya:

a. Kendaraan bermotor seperti, mobil, sepeda motor, bus, truck dan lain-lain.

b. Mesin-mesin pabrik yang tidak melekat pada tanah atau bangunan pabrik.

c. Alat-alat inventaris kantor. d. Perhiasan

5

(46)

e. Persediaan barang atau inventory, stock barang, stok barang dagangan dengan daftar mutasi barang.

f. Kapal laut berukuran dibawah 20m³.

g. Perkakas rumah tangga seperti mebel, radio, televisi, almari es, mesin jahit.

h. Alat-alat pertanian seperti traktor pembajak sawah, mesin penyedot air dan lain-lain.

2) Benda bergerak tidak berwujud, contohnya: a. Wesel

b. Sertifikat deposito c. Konosemen

d. Deposito berjangka e. Saham

f. obligasi

g. Piutang yang diperoleh pada saat jaminan diberikan atau yang diperoleh kemudian.

3) Hasil dari benda yang menjadi objek jaminan baik benda bergerak berwujud atau benda bergerak tidak berwujud atau hasil dari benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan.

4) Klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi obyek jaminan fidusia diasuransikan.

(47)

atas negara (UU No. 16 Tahun 1985) dan bangunan rumah yang dibangun di atas tanah orang lain sesuai Pasal 15 UU No. 5 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.

6) Benda-benda termasuk piutang yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun piutang yang diperoleh kemudian hari.

Subyek Jaminan Fidusia adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan perjanjian/akta Jaminan Fidusia yaitu Pemberi Fidusia dan Penerima Fidusia. Pemberi Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. Pemberi fidusia bisa debitur sendiri atau pihak lain bukan debitur. Penerima Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan Jaminan Fidusia. Penerima fidusia adalah kreditur (pemberi pinjaman), bisa bank sebagai pemberi kredit atau orang perorangan atau badan hukum yang memberi pinjaman. Penerima fidusia memiliki hak untuk mendapatkan pelunasan utang yang diambil dari nilai obyek fidusia dengan cara menjual oleh kreditur sendiri atau melalui pelelangan umum.6

1.3Sifat Jaminan Fidusia

Berdasarkan pengertian mengenai fidusia dan jaminan fidusia sebagaimana yang telah disebutkan di atas, maka dapat diketahui yang menjadi sifat dari fidusia yaitu:

a. Perjanjian fidusia merupakan perjanjian obligatoir;

6

(48)

Perjanjian yang bersifat obligatoir dan melahirkan hak-hak yang bersifat persoonlijk, sesuai dengan sistem hukum Romawi fiducia cum creditoria menurut pengertiannya yang klasik, yaitu melahirkan hak eigendom bagi kreditor meskipun dengan pembatasan-pembatasan sebagaimana yang diperjanjikan antara para pihak. Perjanjian fidusia yang bersifat obligatoir juga berarti hak penerima fidusia merupakan hak milik yang sepenuhnya, meskipun hak tersebut dibatasi oleh hal-hal yang ditetapkan bersama dengan perjanjian dan hanya bersifat pribadi. Karena hak yang diperoleh penerima fidusia itu merupakan hak milik sepenuhnya, maka penerima fidusia bebas menentukan cara pemenuhan piutangnya, terhadap benda yang dijaminkan melalui fidusia.7

b. Jaminan fidusia bersifat Accessoir

Undang-undang Fidusia menyatakan bahwa pembebanan jaminan fidusia diperuntukkan sebagai agunan bagi pelunasan utang dari debitor sebagai pemberi fidusia, yang berarti bahwa perjanjian jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian pokoknya. Dalam ketentuan Pasal 4 UUJF menyatakan bahwa:Jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak

untuk memenuhi suatu prestasi.” Kata-kata “ikutan” dalam ketentuan Pasal

4 UUJF menunjukkan bahwa fidusia merupakan suatu perjanjian accessoir. Sebagai suatu perjanjian yang memiliki sifat accessoir atau

7

(49)

ikutan dari perjanjian pokoknya, maka perjanjian jaminan fidusia memiliki sifat sebagai berikut:

1. Ketergantungan terhadap perjanjian pokok;

2. Keabsahannya semata-mata ditentukan oleh sah tidaknya perjanjian pokok;

3. Sebagai perjanjian bersyarat, maka hanya dapat dilaksanakan jika ketentuan yang disyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak dipenuhi.8

Dalam praktek perbankan perjanjian fidusia diadakan sebagai tambahan jaminan pokok, manakala jaminan pokoknya dianggap kurang memenuhi. Adakalanya fidusia juga diadakan secara tersendiri, dalam arti tidak sebagai tambahan jaminan pokok, yaitu sebagaimana sering dipakai oleh para pegawai kecil, pedagang kecil, pengecer dan lain-lain sebagai jaminan kredit yang diminta oleh pihak bank, karena sifatnya yang accessori perjanjian pemberian jaminan fidusia merupakan perjanjian bersyarat, dengan syarat pembatalan sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 1253 jo Pasal 1265 KUHPerdata, dengan konsekuensi pemberian jaminan fidusia itu dengan sendirinya berakhir atau hapus apabila perjanjian pokoknya hapus, antara lain yang terjadi karena adanya pelunasan.9

c. Sifat Droit de Suite dari fidusia: fidusia sebagai hak kebendaan

8

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, opcit, h. 125

9

(50)

Sifat droit de suite dapat dilihat dari ketentuan Pasal 20 UUJF yang

menyatakan bahwa:“jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi

objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek jaminan

fidusia.”

Kemudian penjelasan Pasal 20 UUJF menyatakan bahwa:“ketentuan ini

mengakui prinsip “droit de suite” yang telah merupakan bagian dari

peraturan perundang-undangan Indonesia dalam kaitannya dengan hak mutlak atas kebendaan (in rem)”. Pemberian sifat hak kebendaan ini dimaksudkan untuk memberikan kedudukan yang kuat kepada pemegang hak kebendaan, hal ini didasari bahwa benda jaminan tetap menjadi milik pemberi jaminan dan pemberi jaminan pada asasnya selama penjaminan berlangsung tetap berwenang untuk mengambil tindakan pemilikan atas benda jaminan miliknya. Dengan adanya sifat droit pada jaminan fidusia, maka hak kreditor tetap mengikuti bendanya kepada siapapun dia berpindah, termasuk terhadap pihak ketiga pemberi jaminan.10

d. Sifat Droit de Preference, Fidusia Memberikan Kedudukan Diutamakan Sifat droit de preference memberikan kedudukan untuk diutamakan pada jaminan fidusia. Hal ini tercantum dalam Pasal 1 angka 2 UUJF dan lebih lanjut diatur dalam ketentuan Pasal 27 UUJF yang menyatakan bahwa:

(1) Penerima fidusia memiliki hak didahulukan terhadap kreditor lainnya;

10

(51)

(2) Hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah hak Penerima Fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

(3) Hak didahulukan dari penerima fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan/atau likuidasi pemberi fidusia.

Berdasarkan ketentuan Pasal ini dapat diketahui bahwa penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan atau diutamakan terhadap kreditor lainnya, yaitu hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi (penjualan) dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Penerima fidusia tergolong sebagai kreditor yang mempunyai kedudukan terkuat, seperti hal nya pemegang gadai dan hipotek serta hak tanggungan, yang pemenuhan atas piutangnya harus didahulukan terlebih dahulu dari kreditor lainnya yang diambil dari hasil eksekusi benda yang dijadikan objek jaminan fidusia.11

1.4Eksekusi

1.4.1 Pengertian dan dasar hukum eksekusi

Menurut pendapat Subekti dan Retno Wulan Sutantio menterjemahkan istilah executie (eksekusi) kedalam bahasa Indonesia dengan istilah “pelaksanaan

putusan”. Pembakuan istilah “pelaksanaan putusan” sebagai kata ganti eksekusi

dianggap sudah tepat, sebab jika bertitik tolak dari ketentuan bab kesepuluh bagian kelima HIR atau titel keempat bagian ke empat RBg, pengertian eksekusi

sama dengan tindakan “menjalankan putusan”. Menjalankan putusan pengadilan,

11

(52)

tidak lain dari pada melaksanakan isi putusan pengadilan, yakni melaksanakan

“secara paksa” putusan pengadilan dengan bantuan alat-alat negara apabila pihak

yang kalah tidak mau menjalankannya secara sukarela.12 Eksekusi atau pelaksanaan putusan mengandung arti bahwa pihak yang dikalahkan tidak mau mentaati putusan itu secara sukarela sehingga putusan itu harus dipaksakan kepadanya dengan bantuan kekuatan umum. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Retno Wulan Sutantio dan Iskandar Oerip Kartawinata yang menyatakan

bahwa “Eksekusi adalah tindakan paksaan oleh pengadilan terhadap pihak yang kalah dan tidak mau melaksanakan putusan secara sukarela.”13

Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh Pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara merupakan aturan dan tatacara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara. Oleh karena itu, eksekusi tiada lain daripada tindakan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata. Eksekusi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkadung dalam HIR atau RBG sebagai dasar hukum pelaksanaan eksekusi. Setiap orang yang ingin mengetahui pedoman aturan eksekusi harus merujuk ke dalam aturan perundang-undangan dalam HIR atau RBG.14

Pengertian eksekusi dalam arti yang lebih luas dikemukakan oleh

Mochammad Dja’is yang menyatakan bahwa : “Eksekusi adalah upaya kreditur

12

Etto Sunaryanto, Sugiwanto dan Jose Ari Lukito, 2006, Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara, Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara, Jakarta, h. 3-4

13

Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 2000, Hukum Acara Perdata dalam Teori Dan Praktek, Mandar Maju, Bandung, h. 130

14

M. Yahya Harahap, 2005, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata,

(53)

merealisasikan hak secara paksa karena debitor tidak mau secara sukarela mememuhi kewajibannya. Dengan demikian eksekusi merupakan bagian dari proses penyeleseian sengketa hukum. Menurut pandangan hukum eksekusi, objek eksekusi tidak hanya putusan hakim dan grosse akta.15

Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan di atas maka dapat diketahui bahwa eksekusi tidak hanya diartikan dalam arti sempit tetapi juga dalam arti luas. Eksekusi tidak hanya pelaksanaan terhadap suatu putusan yang telah berkekuatan hukum tetap kepada pihak yang kalah, yang tidak mau menjalankan isi putusan secara sukarela, tetapi eksekusi dapat dilaksanakan terhadap grosse surat hutang notariil dan benda jaminan eksekusi serta eksekusi terhadap perjanjian. Eksekusi dalam arti luas merupakan suatu upaya realisasi hak, bukan hanya merupakan pelaksanaan putusan pengadilan saja.

1.4.2 Asas umum eksekusi

Pada prinsipnya hanya putusan yang berkekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan putusannya. Dengan demikian, asas-asas atau aturan umum eksekusi adalah sebagai berikut:

a. Eksekusi dilaksanakan hanya terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang bersifat kondemnatoir (putusan yang bersifat menghukum pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi), karena putusan telah berkekuatan hukum tetap, di dalamnya mengandung hubungan hukum yang tetap dan pasti antara pihak yang

15 Mochammad Dja’is,

(54)

berperkara, karena hubungan hukum sudah tetap dan pasti (fixed and certain), maka mesti ditaati dan dipenuhi. Cara mentaati dan memenuhi hubungan hukum yang tetap dan pasti tersebut adalah dengan cara dijalankan secara sukarela atau dengan paksa melalui bantuan alat-alat negara.

b. Kewenangan menjalankan eksekusi hanya diberikan kepada Pengadilan Negeri.

c. Eksekusi dilaksanakan atas perintah dan dalam pengawasan Ketua Pengadilan Negeri.16

Dalam kasus-kasus tertentu, terdapat beberapa pengecualian atas asas-asas aturan umum eksekusi sebagaimana tersebut di atas. Undang-undang memperbolehkan eksekusi terhadap putusan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap atau eksekusi dapat dijalankan pengadilan terhadap bentuk produk tertentu diluar putusan. Adakalanya eksekusi bukan tindakan menjalankan putusan pengadilan, tetapi menjalankan pelaksanaan terhadap bentuk-bentuk produk yang dipersamakan oleh undang-undang sebagai putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Terhadap pengecualian yang dimaksud, eksekusi dapat dijalankan sesuai dengan aturan tata cara eksekusi atas putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Bentuk-bentuk pengecualian tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

16

(55)

a. Pelaksanaan putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu

Sebagaimana diatur dalam Pasal 180 ayat (1) HIR atau Pasal 191 ayat (1) RBg, hakim dapat menjatuhkan putusan yang memuat amar putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, yang lazim disebut “putusan dapat

dieksekusi serta merta”, sekalipun terhadap putusan itu dimintakan

banding atau kasasi.

b. Pelaksanaan putusan provisi

Sesuai dengan ketentuan Pasal 180 ayat (1) HIR atau Pasal 191 ayat (1) RBg pada kalimat terakhir mengenai “gugatan provisi” yakni tuntutan lebih dahulu yang bersifat sementara mendahului putusan pokok perkara. Apabila hakim mengabulkan gugatan atau tuntutan provisi, putusantersebut dapat dieksekusi sekalipun perkara pokoknya belum diputus.

c. Akta perdamaian

(56)

d. Eksekusi terhadap grosse akta

Pengecualian lain yang diatur dalam undang-undang adalah menjalankan eksekusi terhadap grosse akta baik grosse akta hipotik maupun grosse akta pengakuan hutang, sebagaimana diatur dalam Pasal 224 HIR atau Pasal 258 RBg. Eksekusi yang dijalankan adalah pemenuhan isi perjanjian yang dibuat para pihak dengan ketentuan perjanjian itu berbentuk grosse akta karena dalam bentuk grosse akta melekat titel eksekutorial, sehingga memiliki kekuatan eksekutorial.

e. Eksekusi terhadap hak tanggungan dan jaminan fidusia

Atas obyek yang telah dibebankan dengan Hak Tanggungan atau menjadi jaminan secara fidusia, pihak kreditur dapat langsung meminta dilakukan eksekusi melalui penjualan secara lelang karena diperjanjian klausul kuasa menjual.17

1.4.3 Bentuk-bentuk eksekusi

Menurut M. Yahya Harahap, dalam bukunya pada dasarnya ada dua bentuk eksekusi ditinjau dari segi sasaran yang hendak dicapai oleh hubungan hukum yang tercantum dalam putusan pengadilan. Adakalanya sasaran hubungan hukum yang hendak dipenuhi sesuai dengan amar atau diktum putusan, yaitu

melakukan suatu ”tindakan nyata” atau ”tindakan riil”, sehingga eksekusi semacan ini disebut ”eksekusi riil”. Adakalanya hubungan hukum yang mestinya

17

(57)

dipenuhi sesuai dengan amar putusan, melakukan ”pembayaran sejumlah uang”. Eksekusi semacam ini disebut eksekusi ”pembayaran uang”.18

Pendapat lain mengenai bentuk-bentuk eksekusi dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo yaitu:

a. Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar sejumlah uang (Pasal 196 HIR/208 Rbg). Prestasi yang diwajibkan adalah membayar sejumlah uang.

b. Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melaksanakan suatu perbuatan (Pasal 225 HIR/259 Rbg). Orang tidak dapat dipaksakan untuk memenuhi prestasi yang berupa perbuatan tetapi pihak yang dimenangkan dapat meminta pada hakim agar kepentingan yang akan diperolehnya dinilai dengan uang.

c. Eksekusi riil. Eksekusi riil tidak diatur dalam HIR tetapi diatur dalam Pasal 133 RV. Eksekusi riil merupakan pelaksanaan prestasi yang dibebankan pada debitor oleh putusan hakim secara langsung Eksekusi parate atau eksekusi langsung (Pasal 1155 KUHPerdata).19

2. Sejarah Dan Perkembangan Fidusia 1. Jaman Romawi

Ada dua bentuk jaminan fidusia, yaitu fidusia cum creditore dan fidusia cum amicco. Keduanya timbul dari perjanjian yang disebut pactum fiduciae yang

18

M. Yahya Harahap, op.cit, h. 23

19

(58)

kemudian diikuti dengan penyerahan hak atau in iure cessio. Dalam bentuk yang pertama, seorang debitur menyerahkan barang dalam dalam pemilikan kreditur, kreditur sebagai pemilik mempunyai kewajiban untuk mengembalikan pemilikan atas barang itu kepada debitur bila debitur telah memenuhi kewajibannya. Sedangkan fiducia cum amico terjadi bilamana seorang menyerahkan kewenangannya kepada pihak lain atau menyerahkan barang kepada lain untuk diurus. Dalam bentuk ini, berbeda dengan fiducia cum creditore kewenangan diserahkan kepada pihak pemberi atau dengan kata lain penerima menjalankan kewenangannya untuk kepentingan pihak lain.

2. Di Negara Belanda

Pada pertengahan abad ke-19 terjadi krisis pertanian yang melanda negara-negara Eropa, terjadi penghambatan pada perusahaan-perusahaan pertanian untuk memperoleh kredit. Pada waktu itu sebagai jaminan kredit menjadi agak kurang populer, kreditur menghendaki jaminan tambahan di samping jaminan tanah tadi. Kondisi ini menyulitkan perusahaan-perusahaan pertanian dengan

(59)

tersebut masih tetap berada dalam penguasaan penjual dengan kedudukan sebagai peminjam pakai.

Akhirnya di negeri Belanda mulai dihidupkan kembali bentuk pengalihan hak milik secara kepercayaan atas barang-barang bergerak, yang pernah dipraktekan di jaman Romawi, yaitu fiducia cum creditore. Setelah fidusia pada jaman Romawi sekian Iama berkembang dalam praktek bisnis, maka diakui lembaga jaminan tersebut dalam yurisprudensi, yang dikenal dengan nama Bierbrowerij Arrest dalam kasus seorang cape houder yang membutuhkan kredit dari pabrik bir, tetapi tidak mempunyai benda lain untuk diperanggunkan dari inventarisnya. Jika

inventarisnya diserahkan sebagai jaminan, maka dia tidak dapat bekerja lagi, kemudian sebagai jalan keluarnya pemillk cape menyerahkan hak milik atas barangnya dengan perjanjian bahwa penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan. 3. Di Indonesia

Di Indonesia pada tahun 1932 barulah terdapat petunjuk bahwa dalam sistem hukumnya mengikuti praktek di negeri Belanda. Yang dimaksud adalah keputusan Hooggerechtshof (HGH)

tanggal 18 Agustus 1932. Keputusan yang dimaksud adalalah keputusan perkara antara Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) sebagai penggugat melawan Pedro Clignett sebagai

tergugat. Dikenal dengan BPM-Clignett Arrest keadaan demikian lahirlah yurisprudensi yang pertama mengenai lembaga jaminan fidusia.11

(60)

Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, 1980, hal. 74.)

Pada perkembangan selanjutnya benda-benda yang tidak dapat diikat dengan hipotik atau gadai dapat diikat dengan fidusia, misalnya bangunan yang berdiri di atas tanah milik orang lain, dalam UU No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun dan UU No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman.

3. Kepolisian

3.1 Pengertian dan dasar hukum kepolisian

Lahir, tumbuh dan berkembangnya Polri atau Polisi Republik Indonesia tidak lepas dari sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Polri telah dihadapkan pada tugas-tugas yang unik dan kompleks. Selain itu menata keamanan dan ketertiban masyarakat di masa perang, Polri juga terlibat langsung dalam pertempuran melawan penjajah dan berbagai operasi militer bersama-sama satuan angkatan bersenjata yang lain. Kondisi seperti ini dilakukan oleh Polri karena Polri lahir sebagai satu-satunya satuan bersenjata yang relatif lebih lengkap.

Polisi berasal dari kata Yunani yaitu Politeia. Kata ini pada mulanya

dipergunakan untuk menyebut “orang yang menjadi warga Negara dari kota Athena”, kemudian seiring berjalannya waktu pengertian itu berkembang luas menjadi “kota” dan dipakai untuk menyebut “semua usaha kota” dalam konteks

bagian dari suatu pemerintahan.

Referensi

Dokumen terkait

38 Perlakuan akuntansi untuk investasi mengacu pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 13 mengenai Akuntansi untuk Investasi dan PSAK Nomor 15 mengenai Akuntansi

Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidak memerlukan pemeriksaan X-Ray pada pasien luka tusuk diatas umbilicus atau dicurigai dengan

(TKBK) Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Open Ended Pada Materi Segiempat di Kelas VIII SMP, (Jurnal Pendidikan Matematika, jurnal tidak diterbitkan), hal.1. 53 Mariska

Biasanya secara umum diri yang dipikirkan itu terdiri dari gambaran-gambaran diri ( self image ) baik itu potongan visual (seperti bentuk wajah dan tubuh yang

bahwa penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dilakukan dengan pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah

Buat riset singkat tentang web site mana yang bisa anda gunakan untuk melakukan komunikasi pemasaran online berikut ini sesuai dengan produk yang menjadi minat

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP) Jasa Konsultansi dan Jasa Lainnya pada Biro-Biro dan Pusat-Pusat di Sekretariat Jenderal Kecuali Pusat K3,

Hal tersebut menunjukkan bahwa konsumen yang telah menggunakan layanan Go-Jek melebihi 1 tahun memberikan tanggap yang sangat tinggi terhadap kualitas layanan