• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMAMPUAN PEMAHAMAN, BERPIKIR KRITIS, DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN THINK-PAIR-SQUARE-SHARE DENGAN PENDEKATAN INDUKTIF-DEDUKTIF.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEMAMPUAN PEMAHAMAN, BERPIKIR KRITIS, DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN THINK-PAIR-SQUARE-SHARE DENGAN PENDEKATAN INDUKTIF-DEDUKTIF."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

halaman

A.Latar Belakang Masalah...

B. Rumusan Masalah...

C. Tujuan Penelitian...

D.Manfaat Penelitian...

E. Definisi Operasional...

F. Hipotesis...

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A.Pemahaman Matematis...

B.Berpikir Kritis...

C.Strategi Pembelajaran Think-Pair-Square-Share...

D.Pendekatan Induktif-Deduktif...

(2)

BAB III METODE PENELITIAN

A.Disain Penelitian...

B. Subyek Penelitian...

C. Variabel Penelitian...

D.Instrumen Penelitian...

1. Tes tertulis...

a. Uji Validitas Soal...

b. Uji Reliabilitas Soal...

c. Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Soal...

2. Skala Disposisi Matematis...

3. Skala Pendapat Siswa...

4. Bahan Ajar...

E. Teknik Analisis Data...

F. Prosedur Penelitian...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian...

1. Deskripsi Kemampuan Pemahaman, Berpikir Kritis dan

Disposisi Matematis Siswa...

2. Hasil Pretes...

3. Hasil Postes...

4. Gain Kemampuan Pemahaman dan Berpikir Kritis

(3)

6. Asosiasi antara Kemampuan Matematis dan Disposisi

Matematis...

a. Asosiasi antara Kemampuan Pemahaman dengan

Kemampuan Berpikir Kritis Matematis...

b.Asosiasi antara Kemampuan Pemahaman dengan

Disposisi Matematis...

c. Asosiasi antara Kemampuan Berpikir Kritis dengan

Disposisi Matematis...

7. Pengujian Hipotesis...

8. Hasil Skala Pendapat Siswa... .

9. Analisis Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa...

10.Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa...

B. Pembahasan...

BAB V KESIMPULAN

A.Kesimpulan...

B.Saran...

DAFTAR PUSTAKA...

LAMPIRAN-LAMPIRAN

64

64

65

65

66

76

77

79

81

88

89

(4)

halaman

Tabel 3.1 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Pemahaman

Matematis Menggunakan Holistic Scoring Rubric...

Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Respon Siswa pada Kemampuan

Berpikir Kritis Matematis...

Tabel 3.3 Penggolongan Indeks Validitas...

Tabel 3.4 Penggolongan Indeks Reliabilitas...

Tabel 3.5 Klasifikasi Daya Pembeda...

Tabel 3.6 Klasifikasi Tingkat Kesukaran...

Tabel 3.7 Karakteristik Tes Kemampuan Pemahaman Matematis...

Tabel 3.8 Karakteristik Tes kemampuan Berpikir Kritis Matematis...

Tabel 3.9 Klasifikasi Gain...

Tabel 3.10 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi...

Tabel 4.1 Kemampuan Pemahaman, Berpikir Kritis, dan Disposisi

Matematis Siswa pada Pembelajaran TPSS Induktif-Deduktif

dan Pembelajaran Biasa...

Tabel 4.2 Hasil Pretes Kemampuan Pemahaman Matematis...

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Pretes Kemampuan Pemahaman

Matematis...

Tabel 4.4 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Pretes Kemampuan

Pemahaman Matematis...

Tabel 4.5 Hasil Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis...

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Pretes Kemampuan Berpikir Kritis

Matematis...

Tabel 4.7 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Pretes Kemampuan

Berpikir Kritis Matematis...

Tabel 4.8 Hasil Postes Kemampuan Pemahaman Matematis...

(5)

Matematis...

Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Postes Kemampuan Berpikir Kritis

Matematis...

Tabel 4.12 Rekapitulasi Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemahaman

Matematis...

Tabel 4.13 Rekapitulasi Gain Ternormalisasi Kemampuan Berpikir Kritis

Matematis...

Tabel 4.14 Hasil Uji Normalitas Gain Kemampuan Pemahaman

Matematis...

Tabel 4.15 Hasil Uji Normalitas Gain Kemampuan Berpikir Kritis

Matematis...

Tabel 4.16 Uji Homogenitas Varians Data Gain Kemampuan Berpikir Kritis

Matematis...

Tabel 4.17 Rata-rata Skor Skala Disposisi Matematis...

Tabel 4.18 Skor Skala Disposisi Matematis...

Tabel 4.19 Hasil Uji Normalitas Skor Skala Disposisi Matematis...

Tabel 4.20 Uji Homogenitas Varians Data Disposisi Matematis...

Tabel 4.21 Asosiasi Kemampuan Pemahaman dengan Berpikir Kritis...

Tabel 4.22 Asosiasi Kemampuan Pemahaman dengan Disposisi

Matematis...

Tabel 4.23 Asosiasi Kemampuan Berpikir Kritis dengan Disposisi

Matematis...

Tabel 4.24 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Gain Kemampuan Pemahaman

Matematis...

Tabel 4.25 Hasil Uji t Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis...

Tabel 4.26 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Postes Kemampuan Pemahaman

Matematis...

Tabel 4.27 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Postes Kemampuan Berpikir

Kritis Matematis...

(6)

dengan Berpikir Kritis...

Tabel 4.30 Hasil Uji Koefisien Kontingensi Kemampuan Pemahaman

dengan Disposisi Matematis...

Tabel 4.31 Hasil Uji Koefisien Kontingensi Kemampuan Berpikir

Kritis dengan Disposisi Matematis...

Tabel 4.32 Rata-rata Skor Skala Pendapat Siswa...

Tabel 4.33 Sebaran Siswa Memperoleh Skor Ideal Tes Pemahaman

Matematis...

Tabel 4.34 Sebaran Siswa Memperoleh Skor Ideal Tes Berpikir

Kritis Matematis... 74

75

76

77

78

(7)

halaman

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian ...

Gambat 4.1 Contoh Jawaban Siswa Soal Pemahaman...

Gambar 4.2 Contoh Jawaban Siswa Soal Berpikir Kritis Kelas

Eksperimen...

Gambar 4.3 Contoh Jawaban Siswa Soal Berpikir Kritis Kelas

Kontrol... 49

78

78

80

80

(8)

halaman

LAMPIRAN A... ...

1. Rencana Pembelajaran

2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Kelas Eksperimen

3. Bahan Ajar Kelas Kontrol

LAMPIRAN B...

1. Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Matematis

2. Soal Tes Kemampuan Matematis

3. Jawaban Soal Tes Kemampuan Matematis

LAMPIRAN C...

1. Hasil Uji Coba Tes Kemampuan PemahamanMatematis

2. Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

LAMPIRAN D...

1. Skor Hasil Pretes

2. Skor Hasi Postes

3. Skor Gain

LAMPIRAN E...

1. Sebaran Skor Skala Disposisi Matematis

2. Sebarab Skor Skala Pendapat

LAMPIRAN F...

1. Kisi-Kisi Skala Disposisi Matematis

2. Kisi-Kisi Skala Pendapat

3. Pedoman Wawancara

LAMPIRAN G Aktifitas Siswa Kelas Eksperimen...

LAMPIRAN H Surat Keterangan Melakukan Penelitian...

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan matematika sebagai bagian dari sistem pendidikan merupakan

salah satu wahana dalam menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang

berkualitas. Pendidikan matematika diharapkan dapat mengembangkan potensi

yang dimiliki siswa sehingga mampu menghadapi segala tantangan yang dihadapi

dalam hidupnya. Salah satu harapan yang ingin dicapai dalam pembelajaran

matematika di sekolah menengah adalah dimilikinya kemampuan berpikir

matematis, khususnya berpikir matematis tingkat tinggi. Kemampuan ini sangat

diperlukan siswa untuk menyelesaikan permasalahan yang ditemui dalam

kehidupan sehari-hari.

Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik

mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan

berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan

bekerjasama. Tujuan pendidikan matematika adalah agar peserta didik memiliki

kemampuan: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar

konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien,

dan tepat dalam pemecahan masalah, 2) menggunakan penalaran pada pola dan

sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun

bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, 3) memecahkan

masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model

(10)

4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

untuk memperjelas keadaan atau masalah, 5) memiliki sikap menghargai

kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian,

dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam

pemecahan masalah (KTSP, 2006)

Kemampuan matematis yang ingin dikembangkan dalam penelitian ini

adalah kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis. Meskipun sudah

secara jelas tercantum dalam tujuan pendidikan matematika tentang pentingnya

siswa memiliki kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis, namun

pada kenyataannya kemampuan siswa masih jauh dari yang diharapkan. Untuk

mengukur kemampuan pemahaman, pada pelaksanaan ujian nasional tahun 2012

pemerintah menetapkan nilai minimal lulus mata pelajaran matematika adalah

4,00 sedangkan nilai rata-rata kelulusan adalah 5,50. Nilai batas lulus tersebut

mengindikasikan bahwa pemerintah dan masyarakat pada umumnya beranggapan

masih rendahnya kemampuan siswa dalam memahami matematika. Soal-soal

dalam ujian nasional sebagian besar adalah soal-soal rutin. Jika siswa sudah

mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang rutin, maka sudah dapat

diduga bagaimana kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal kemampuan

berpikir kritis yang merupakan soal-soal tidak rutin.

Menurut Cotton (1991) meskipun banyak orang percaya bahwa kita lahir

dengan atau tanpa kemampuan berpikir kritis, riset telah memperlihatkan bahwa

kemampuan berpikir tersebut dapat diajarkan dan dapat dipelajari. O’daffer dan

(11)

menunjukkan hasil yang memuaskan dalam akademik yang menuntut kemampuan

berpikir kritis. Dalam NCTM (2000) disebutkan bahwa pemahaman matematis

merupakan aspek yang sangat penting dalam prinsip pembelajaran matematika.

Siswa dalam belajar matematika harus disertai dengan pemahaman. Hal ini

merupakan visi dari belajar matematika.

Sumarmo (2000) mengatakan agar pembelajaran dapat memaksimalkan

proses dan hasil belajar matematika, guru perlu mendorong siswa untuk terlibat

secara aktif dalam diskusi, bertanya serta menjawab pertanyaan, berpikir secara

kritis, menjelaskan setiap jawaban yang diberikan, serta mengajukan alasan untuk

setiap jawaban yang diajukan. Lebih jauh Sumarmo (2006) mengemukakan

bahwa pembelajaran matematika hendaknya mengutamakan perkembangan daya

matematis siswa meliputi: kemampuan menggali konsep matematika, menyusun

konjektur dan nalar secara logis, menyelesaikan soal tidak rutin, menyelesaikan

masalah, berkomunikasi secara matematika dan mengaitkan ide matematika

dengan kegiatan intelektual lainnya. Kemampuan siswa menggali konsep sendiri

akan sangat berpengaruh terhadap pemahaman siswa mengenai matematika,

karena akan membekas lama dalam ingatannya dibandingkan dengan jika

konsep-konsep itu diberikan langsung oleh guru.

Miller (Albania, 2010) mengatakan bahwa kecenderungan siswa

menghindari atau tidak mau mencoba soal-soal tidak rutin bisa jadi disebabkan

karena pemahaman siswa yang kurang baik mengenai suatu konsep. Kurang

baiknya pemahaman ini diakibatkan rendahnya tingkat refleksi atau evaluasi dari

(12)

Polya (Sumarmo, 1987) mengemukakan empat tingkat pemahaman suatu

hukum atau konsep, yaitu pemahaman mekanikal, pemahaman induktif,

pemahaman rasional, dan pemahaman intuitif. Seseorang bisa dikatakan

mempunyai pemahaman mekanikal suatu konsep, jika ia dapat mengingat dan

menerapkan konsep itu secara benar. Kemudian seseorang dikatakan telah

memiliki pemahaman induktif suatu konsep, jika ia telah mencobakan konsep itu

berlaku dalam kasus yang sederhana dan yakin bahwa konsep itu berlaku dalam

kasus serupa. Seseorang dikatakan telah memiliki pemahaman rasional suatu

konsep, jika ia dapat membuktikannya. Selanjutnya seseorang dikatakan telah

memiliki pemahaman intuitif suatu konsep, jika ia telah yakin akan kebenaran

konsep tersebut tanpa ragu-ragu.

Skemp (Sumarmo, 2002) membedakan dua jenis pemahaman, yaitu

pemahaman instrumental dan pemahaman relasional. Pemahaman instrumental

sejumlah konsep diartikan sebagai pemahaman atas konsep yang saling terpisah

dan hanya hafal rumus serta menerapkannya dalam perhitungan tanpa mengetahui

alasan-alasan dan penjelasannya. Sedangkan pada pemahaman relasional termuat

suatu skema atau struktur pengetahuan yang kompleks dan saling berelasi atau

berhubungan yang dapat digunakan pada penyelesaian masalah yang lebih luas

dan kompleks.

Pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap konsep matematika menurut

NCTM (1989) dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam: (1) Mendefinisikan

konsep secara verbal dan tulisan; (2) Mengidentifikasi dan membuat contoh dan

(13)

merepresentasikan suatu konsep; (4) Mengubah suatu bentuk representasi ke

bentuk lainnya; (5) Mengenal berbagai makna dan interpretasi konsep; (6)

Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat yang menentukan

suatu konsep; (7) Membandingkan dan membedakan konsep-konsep.

Ennis dan Millman (Hassoubah, 2007) menunjukkan bahwa seseorang

telah berpikir kritis, jika telah menunjukkan keahlian dalam memberikan beberapa

keahlian, yaitu: 1) apakah suatu pernyataan mengikuti suatu premis, 2) apakah

sesuatu itu sebagai asumsi, 3) apakah sebuah pernyataan hasil dari pengamatan itu

dapat dipercaya, 4) apakah seorang pengusaha yang bersumpah itu dapat

dipercaya, 5) apakah generalisasi yang sederhana dapat dipertanggungjawabkan,

6) apakah sebuah hipotesis dapat dijamin kebenarannya, 7) apakah sebuah

argumentasi bergantung kepada sesuatu yang tidak jelas, 8) apakah sebuah

pernyataan terlalu kabur atau terlalu jelas, dan 9) apakah sebuah alasan itu

relevan.

Menurut Beyer (Hassoubah, 2007), keterampilan berpikir kritis adalah

keterampilan untuk: 1) menentukan kredibilitas suatu sumber, 2) membedakan

antara yang relevan dari yang tidak relevan, 3) membedakan fakta dari penilaian,

4) mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi yang tidak terucapkan, 5)

mengidentifikasi bias yang ada, 6) mengidentifikasi sudut pandang, dan 7)

mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung pengakuan.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman dan

berpikir kritis matematis siswa dapat meningkat melalui penggunaan model

(14)

(2010) dengan pembelajaran Kuantum, Prabawati (2011) dengan teknik SQ3R

menunjukkan adanya peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa lebih

baik dibandingkan dengan pembelajaran biasa. Penelitian Rohaeti (2008) melalui

pendekatan eksplorasi, Hasratuddin (2010) melalui pendekatan matematika

realistik, Ismaimuza (2010) melalui pembelajaran berbasis masalah, menunjukkan

adanya peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa dibandingkan

dengan pembelajaran biasa.

Salah satu hal yang mempengaruhi rendahnya kemampuan matematis

siswa adalah pendekatan yang digunakan guru dalam kegiatan belajar mengajar.

Meskipun dewasa ini banyak guru yang sudah mulai menerapkan metode

pembelajaran inovatif, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar guru

masih terbiasa dengan model pembelajaran langsung yang berpusat pada guru.

Pembelajaran biasa yang didominasi oleh guru kurang mengakomodasi

pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa, dan siswa cenderung

belajar secara pasif.

Dalam penelitian ini penulis ingin mencoba menggunakan model

pembelajaran induktif-deduktif. Model pembelajaran induktif-deduktif adalah

model pembelajaran yang memadukan model pembelajaran induktif dengan

model pembelajaran deduktif. Model pembelajaran induktif dimulai dengan

contoh-contoh untuk memahami suatu konsep, model pembelajaran deduktif

dimulai dari kaidah konsep (concept rule) kemudian menunjukkan contoh-contoh

pembuktian dari konsep. Model pembelajaran induktif-deduktif diawali dengan

(15)

kemudian menginterpretasi, menggeneralisasi dan akhirnya mengambil

kesimpulan. Kemudian secara deduktif siswa dapat memberikan contoh dari

generalisasi. Dari karakteristik tersebut, penulis menduga bahwa model

pembelajaran induktif-deduktif dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan

berpikir kritis matematis siswa.

Selain menentukan model pembelajaran, kemampuan guru dalam

mengelola kelas juga penting untuk diperhatikan. Menurut Arends (2008)

manajemen kelas dan pengajaran saling terkait erat. Manajemen kelas bukanlah

tujuan, tetapi hanyalah salah satu bagian dari peran kepemimpinan guru secara

keseluruhan. Untuk lebih memaksimalkan pencapaian tujuan dari penelitian ini,

dalam pengelolaan kelasnya, penulis akan menggunakan strategi pembelajaran

kooperatif tipe Think-Pair-Square-Share. Teknik think-pair-square-share

merupakan gabungan dari Think-Pair-Share dan Think-Pair-Square. Menurut

Millis (1998) struktur think-pair-square memberikan kesempatan pada siswa

untuk mendiskusikan ide-ide mereka dan menyediakan sarana bagi mereka untuk

melihat cara lain dalam memecahkan masalah. Jika satu pasangan siswa tidak

mampu memecahkan masalah, pasangan siswa lainnya sering dapat menjelaskan

jawaban dan metode mereka. Akhirnya, jika masalah yang diberikan tidak

memiliki jawaban benar, dua pasang siswa dapat menggabungkan hasil kerja

mereka dan menghasilkan jawaban yang lebih komprehensif.

Pembelajaran yang menggabungkan strategi think-pair-square-share

dengan pendekatan Induktif-Deduktif diharapkan dapat meningkatkan

(16)

kemampuan matematis siswa, hal penting yang diperhatikan adalah hasil belajar

yang dicapai siswa. Dengan pembelajaran yang digunakan diharapkan pencapaian

kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis siswa menjadi lebih baik.

Disamping mengembangkan kemampuan matematis siswa, kita juga perlu

melihat bagaimana disposisi matematis siswa. Disposisi matematis berarti

kecenderungan untuk berpikir dan bertindak dengan cara yang positif.

Kecenderungan ini tercermin oleh ketertarikan siswa dan kepercayaan diri dalam

mengerjakan matematika, kemauan alternatif untuk mengeksplorasi dan

ketekunan dalam memecahkan masalah matematika, dan kemauan untuk

merefleksikan pemikiran mereka sendiri, ketika mereka belajar matematika

(NCTM, 1989).

Disposisi matematik menurut Sumarmo (2010) adalah keinginan,

kesadaran, kecenderungan dan dedikasi yang kuat pada diri siswa atau mahasiswa

untuk berpikir dan berbuat secara matematik. Polking (Sumarmo, 2010)

mengemukakan bahwa disposisi matematik menunjukkan (1) rasa percaya diri

dalam menggunakan matematika, memecahkan masalah, memberi alasan dan

mengkomunikasikan gagasan, (2) fleksibilitas dalam menyelidiki gagasan

matematik dan berusaha mencari metoda alternatif dalam memecahkan masalah;

(3) tekun mengerjakan tugas matematik; (4) minat, rasa ingin tahu (curiosity), dan

dayatemu dalam melakukan tugas matematik; (5) cenderung memonitor,

merepleksikan performance dan penalaran mereka sendiri; (6) menilai aplikasi

(17)

(7) apresiasi (appreciation) peran matematika dalam kultur dan nilai, matematika

sebagai alat dan sebagai bahasa.

Apakah ada kaitan antara kemampuan matematis dan disposisi matematis?

Apakah siswa yang memiliki disposisi matematis tinggi juga memiliki

kemampuan matematis yang tinggi? Menurut Maxwell (Mahmudi, 2010),

disposisi dan kemampuan adalah dua hal yang berbeda. Seorang siswa mungkin

saja menunjukkan disposisi tinggi, tetapi tidak memiliki cukup pengetahuan atau

kemampuan terkait substansi materi. Meski demikian, dapat dipahami apabila dua

siswa yang memiliki potensi kemampuan yang sama, tetapi memiliki disposisi

yang berbeda, diyakini akan memiliki kemampuan yang berbeda. Siswa yang

memiliki disposisi tinggi akan lebih gigih, tekun, dan berminat untuk memahami

dan memiliki rasa ingin tahu. Dengan demikian disposisi matematis menunjang

pengembangan kemampuan berpikir kritis matematis siswa.

Berdasarkan uraian di atas, penulis mengajukan sebuah penelitian dengan

judul “Kemampuan Pemahaman, Berpikir Kritis, dan Disposisi Matematis Siswa

SMA melalui Strategi Pembelajaran Think-Pair-Square-Share dengan

Pendekatan Induktif-Deduktif ”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini dijabarkan dalam beberapa pertanyaan berikut:

1. Apakah peningkatan dan pencapaian kemampuan pemahaman matematis

(18)

pendekatan induktif-deduktif lebih baik dibandingkan dengan kemampuan

pemahaman siswa yang mendapat pembelajaran biasa?

2. Apakah peningkatan dan pencapaian kemampuan berpikir kritis matematis

siswa yang mendapat strategi pembelajaran think-pair-square-share dengan

pendekatan induktif-deduktif lebih baik dibandingkan dengan siswa yang

mendapat pembelajaran biasa?

3. Apakah disposisi matematis siswa yang mendapat strategi pembelajaran

think-pair-square-share dan pendekatan induktif-deduktif lebih baik

dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran biasa?

4. Apakah terdapat asosiasi antara kemampuan pemahaman dan berpikir kritis

matematis, antara kemampuan pemahaman dan disposisi matematis, dan

antara kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis?

5. Bagaimana pendapat siswa mengenai pembelajaran menggunakan strategi

think-pair-square-share dengan pendekatan induktif-deduktif?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk memperoleh gambaran tentang perbedaan mengenai peningkatan dan

pencapaian kemampuan pemahaman matematis siswa yang mendapat strategi

pembelajaran think-pair-square-share dengan pendekatan induktif-deduktif

dengan siswa yang mendapat pembelajaran biasa.

2. Untuk memperoleh gambaran tentang perbedaan mengenai peningkatan dan

(19)

strategi pembelajaran think-pair-square-share dengan pendekatan

induktif-deduktif dengan siswa yang mendapat pembelajaran biasa.

3. Untuk memperoleh gambaran tentang perbedaan mengenai disposisi

matematis siswa yang mendapat strategi pembelajaran

think-pair-square-share dengan pendekatan induktif-deduktif dengan siswa yang mendapat

pembelajaran biasa.

4. Untuk memperoleh gambaran tentang asosiasi antara kemampuan

pemahaman dan berpikir kritis matematis, antara kemampuan pemahaman

dan disposisi matematis, dan antara kemampuan berpikir kritis dan disposisi

matematis.

5. Untuk mengetahui pendapat siswa mengenai pembelajaran menggunakan

strategi think-pair-square-share dan pendekatan induktif-deduktif.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua

pihak, diantaranya:

1. Bagi siswa: Pengalaman belajar melalui strategi pembelajaran

think-pair-square-share dengan pendekatan induktif-deduktif dapat merangsang

siswa untuk bisa belajar lebih aktif, lebih bermakna, sehingga dapat

meningkatkan kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis serta

(20)

2. Bagi guru: Hasil penelitian ini dapat menjadi strategi pembelajaran

alternatif yang dapat diaplikasikan dalam upaya meningkatkan

kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis siswa.

3. Semua pihak yang berkepentingan untuk dapat dijadikan bahan rujukan

dalam penelitian selanjutnya.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap

istilah-istilah yang digunakan pada rumusan masalah penelitian ini, perlu dikemukakan

definisi operasional sebagai berikut:

1. Kemampuan pemahaman matematis adalah kemampuan menyajikan konsep

dalam berbagai macam bentuk representasi matematika, mengaitkan suatu

konsep/rumus dengan konsep/rumus lainnya secara benar dan menyadari

proses yang dilakukannya, dan menerapkan konsep dalam menyelesaikan

masalah.

2. Kemampuan berpikir kritis matematis meliputi kemampuan mengevaluasi

bukti yang ditawarkan., kemampuan mengklarifikasi data, kemampuan

mendeteksi adanya bias, kemampuan mengidentifikasi data dalam pemecahan

masalah, dan kemampuan membuat deduksi.

3. Strategi pembelajaran think-pair-square-share adalah rangkaian pembelajaran

yang terdiri dari:

a. Think: Berpikir dan membuat catatan tentang hal-hal yang berkenaan

(21)

b. Pair: Siswa berpasangan dengan salah seorang teman dalam kelompoknya

untuk mendiskusikan kemungkinan jawaban atau hal-hal yang telah ditulis

dalam catatan pada tahap think.

c. Square: Pasangan siswa bergabung dengan pasangan lain membentuk

kelompok empat untuk mendiskusikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan

dan menetapkan jawaban akhir kelompok.

d. Share: Masing-masing kelompok mengemukakan pendapat dalam diskusi

kelas, siswa atau kelompok lain diberi kesempatan untuk menanggapi.

4. Pendekatan induktif-deduktif adalah proses penyajian konsep atau prinsip

matematik yang diawali dengan pemberian contoh-contoh

menemukan/mengkonstruksi konsep, menelaah konsep, mengkonstruksi dan

membuktikan konjektur, dan memberikan contoh-contoh lain sesuai dengan

konsep dan prinsip yang telah ditemukan.

5. Disposisi matematis adalah kecenderungan memiliki rasa percaya diri,

fleksibel, tekun mengerjakan tugas matematika, minat, rasa ingin tahu ,

memonitor diri sendiri, mengaplikasikan matematika ke situasi lain,

mengapresiasi peran matematika dalam kultur dan nilai, matematika sebagai

alat dan bahasa.

F. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang mendapat

(22)

induktif-deduktif lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapat

pembelajaran biasa.

2. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapat

strategi pembelajaran think-pair-square-share dengan pendekatan

induktif-deduktif lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapat

pembelajaran biasa

3. Pencapaian kemampuan pemahaman matematis siswa yang mendapat

strategi pembelajaran think-pair-square-share dengan pendekatan

induktif-deduktif lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapat

pembelajaran biasa.

4. Pencapaian kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapat

strategi pembelajaran think-pair-square-share dengan pendekatan

induktif-deduktif lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapat

pembelajaran biasa.

5. Disposisi matematis siswa yang mendapat strategi pembelajaran

think-pair-square-share dengan pendekatan induktif-deduktif lebih baik

dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran biasa.

6. Terdapat asosiasi antara:

a. Kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis.

b. Kemampuan pemahaman dan disposisi matematis.

(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Disain Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan studi eksperimen dengan disain

penelitian berbentuk Pre-test Post-test Control Group Design, yaitu disain

kelompok kontrol pretes dan postes yang melibatkan dua kelompok. Dua

kelompok tersebut yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Untuk

memperoleh data pada kedua kelompok tersebut diberikan pretes dan postes.

Pretes diberikan bertujuan untuk melihat kesetaraan kemampuan awal kedua

kelompok, sedangkan postes diberikan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana

pengaruh model pembelajaran yang diberikan terhadap peningkatan kemampuan

pemahaman dan berpikir kritis matematis siswa, untuk kemudian menjadi patokan

apakah terdapat perbedaan yang signifikan diantara kedua kelompok tersebut.

Disain kelompok kontrol pretes-postes digambarkan sebagai berikut:

O X O

O O

Keterangan:

O = tes awal, tes akhir pada kelompok eksperimen dan kontrol

X = perlakuan pembelajaran dengan strategi pembelajaran

(24)

B. Subyek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di satu SMA Negeri di Cimahi. Pemilihan

sekolah ini didasari oleh beberapa pertimbangan, diantaranya yaitu karena sekolah

ini termasuk kategori kemampuan sedang, sehingga memungkinkan untuk terus

ditingkatkan kemampuan pemahaman dan berpikir kritisnya. Populasi penelitian

ini adalah siswa kelas XI IPA. Alasan dipilihnya siswa kelas XI IPA adalah

karena siswa program IPA dituntut untuk lebih memiliki kemampuan pemahaman

dan berpikir kritis matematis, sebagai bekal mereka dalam melanjutkan studinya

di jenjang yang lebih tinggi.

Sampel pada penelitian ini terdiri dari dua kelompok siswa kelas XI IPA

yang berasal dari dua kelas yang dipilih secara purposif. Pengambilan sampel

secara purposif yang dimaksud adalah pengambilan kelompok yang didasarkan

kepada pertimbangan peneliti mengenai kondisi kelas yang memungkinkan untuk

melaksanakan penelitian ini.

C. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel

terikat. Variabel bebasnya adalah pembelajaran matematika menggunakan strategi

think-pair-square-share dengan pendekatan induktif-deduktif dan pembelajaran

biasa. Variabel terikatnya adalah kemampuan pemahaman matematis,

(25)

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk tes dan non

tes. Instrumen tes adalah berupa tes tertulis pretes dan postes, sedangkan

instrumen non tes terdiri dari skala disposisi matematis, skala pendapat siswa,

pedoman wawancara dengan siswa dan bahan ajar.

1. Tes tertulis

Tes kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis siswa yang

digunakan berbentuk uraian, dengan maksud untuk melihat proses pengerjaan

yang dilakukan siswa agar dapat diketahui sejauhmana siswa mempunyai

pemahaman dan mampu berpikir kritis matematis.

Dalam penyusunan tes tertulis, diawali dengan penyusunan kisi-kisi yang

mencakup kompetensi dasar, indikator, aspek yang diukur beserta skor

penilaiannya. Adapun pemberian skor untuk soal-soal pemahaman matematis,

penulis menggunakan pedoman pemberian skor kemampuan pemahaman

matematis menggunakan Holistic Scoring Rubrics yang diadaptasi dan

disesuaikan dari Cai, Lane, dan Jakabcsin (1996), Ansari (2003), dan Wihatma

(2004) dalam Lestari (2009), yang ditampilkan dalam tabel berikut ini.

Tabel 3.1

Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Pemahaman Matematis Menggunakan Holistic Scoring Rubrics

SKOR KRITERIA

4 Menunjukkan kemampuan pemahaman:

a. Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika secara lengkap. b. Penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, dan melakukan

(26)

3 Menunjukkan kemampuan pemahaman:

a. Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika hampir lengkap. b. Penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, namun mengandung

sedikit kesalahan dalam perhitungan.

2 Menunjukkan kemampuan pemahaman:

a. Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika kurang lengkap. b. Penggunaan algoritma, namun mengandung perhitungan yang salah.

1 Menunjukkan kemampuan pemahaman:

a. Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika sangat terbatas. b. Jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang salah.

0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada tidak menunjukkan pemahaman konsep dan prinsip terhadap soal matematika.

Untuk memperoleh data kemampuan berpikir kritis matematis, dilakukan

penskoran terhadap jawaban siswa untuk tiap butir soal. Kriteria penskoran

menggunakan skor rubrik yang dimodifikasi dari Facione (1994), Mulyana

(2008), dan Runisah (2008), yang disajikan pada tabel berikut:

Tabel 3.2

Pedoman Penskoran Respon Siswa pada Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Aspek yang diukur

Respon Siswa terhadap Soal atau Masalah Skor

Mengevaluasi bukti yang ditawarkan.

Tidak menjawab apapun atau menjawab tidak sesuai dengan permasalahan

0

Merumuskan hal-hal yang diketahui dengan benar 1

Memberikan langkah-langkah pembuktian sebagian hampir benar tetapi tidak memberikan evaluasi terhadap bukti yang ditawarkan

2

Memberikan langkah-langkah pembuktian sebagian sudah benar dan memberikan evaluasi terhadap bukti yang ditawarkan hampir benar

3

Memberikan langkah-langkah pembuktian seluruhnya hampir benar dan memberikan evaluasi terhadap bukti yang ditawarkan dengan benar

4

Memberikan langkah-langkah pembuktian seluruhnya sudah benar dan memberikan evaluasi terhadap bukti yang ditawarkan dengan benar

5

Tidak menjawab apapun atau menjawab tidak sesuai dengan permasalahan

0

Merumuskan hal-hal yang diketahui dengan benar 1

(27)

Mengklarifikasi data

tidak mengklarifikasi data

Memberikan data pendukung sebagian sudah benar dan

mengklarifikasi data hampir benar 3

Memberikan data pendukung seluruhnya sudah benar

dan mengklarifikasi data hampir benar 4 Memberikan dara pendukung seluruhnya sudah benar

dan mengklarifikasi data sudah benar 5

Mendeteksi adanya bias

Tidak menjawab apapun atau menjawab tidak sesuai dengan permasalahan

0

Merumuskan hal-hal yang diketahui dengan benar 1

Hampir sebagian penjelasan adanya bias telah

dilaksanakan dengan benar 2

Sebagian penjelasan adanya bias telah dilaksanakan

dengan benar 3

Hampir seluruh penjelasan adanya bias telah

dilaksanakan dengan benar 4

Seluruh penjelasan adanya bias telah dilaksanakan

dengan benar 5

Mengidentifikasi data dalam pemecahan masalah

Tidak menjawab apapun atau menjawab tidak sesuai

dengan permasalahan 0

Hanya mengidentifikasi data (diketahui, ditanyakan,

kecukupan unsur) tetapi benar. 1

Mengidentifikasi data (diketahui, ditanyakan, kecukupan unsur) secara benar tetapi terdapat kesalahan pada model matematika yang dibuatnya dan penyelesaiannya salah; atau memberikan jawaban benar tetapi tidak disertai penjelasan

2

Mengidentifikasi data (diketahui, ditanyakan, kecukupan unsur) secara benar tetapi terdapat kesalahan pada model matematika yang dibuatnya sehingga penyelesaian dan hasilnya salah; atau memberikan jawaban benar tetapi penjelasannya salah

3

Mengidentifikasi data (diketahui, ditanyakan, kecukupan unsur) dan membuat model matematika secara benar, tetapi terdapat kesalahan dalam proses perhitungan sehingga hasilnya salah; atau memberikan jawaban benar tetapi terdapat kekeliruan dalam memberikan alasan

4

Mengidentifikasi data (diketahui, ditanyakan, kecukupan unsur) secara benar, membuat model matematika dan menyelesaikannya secara benar; atau memberikan jawaban dan penjelasan kedua-duanya benar.

5

Tidak menjawab apapun atau menjawab tidak sesuai

dengan permasalahan 0

Hanya melengkapi data pendukung tetapi lengkap dan

benar 1

Melengkapi data pendukung secara lengkap dan benar,

(28)

Membuat deduksi tanpa memberikan alasan

Melengkapi data pendukung dan membuat deduksi secara lengkap dan benar, tetapi tidak memberikan alasan pembuktiannya, atau memberikan alasan yang salah.

3

Melengkapi data pendukung serta membuat deduksi secara lengkap dan benar disertai alasan pembuktian yang benar tetapi tidak lengkap.

4

Melengkapi data pendukung serta membuat deduksi secara lengkap dan benar, disertai alasan pembuktian yang lengkap dan benar.

5

Suatu instrumen yang akan digunakan haruslah memenuhi persyaratan

instrumen yang baik. Ruseffendi (1994) mengemukakan bahwa dalam penelitian,

instrumen harus memenuhi persyaratan sebagai instrumen yang baik. Dua dari

persyaratan yang penting itu adalah validitas dan reliabilitasnya harus tinggi.

Sebuah tes dikatakan valid jika dapat mengukur apa yang hendak diukur. Sebelum

diujicobakan, instrumen akan diperlihatkan kepada beberapa teman sejawat dan

dosen pembimbing untuk dimintai pertimbangannya. Uji coba instrumen

dilaksanakan pada tanggal 20 dan 24 Maret 2012 kepada siswa kelas XII IPA

karena mereka sudah pernah mempelajari materinya. Hasil uji coba instrumen

kemudian dianalisis validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda

soalnya.

a. Uji Validitas Soal

Untuk menghitung validitas soal, digunakan korelasi product moment,

dengan rumus sebagai berikut:

(29)

Keterangan:

rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y

X = skor tiap soal

Y = skor total

N = banyaknya siswa

Adapun kriteria validitasnya menurut Guilford (Suherman dan Sukjaya,

1990) dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3

Penggolongan Indeks Validitas

Indeks Validitas Interpretasi

0,80 rxy 1, 00 Sangat Baik

0, 60 rxy 0,80 Baik

0, 40 rxy 0, 60 Sedang

0, 20 rxy 0, 40 Rendah

0, 00 rxy 0, 20 Sangat Rendah

0, 00

xy

r  Tidak Valid

Sedangkan untuk pengujian signifikansi koefisien korelasi digunakan uji-t

dengan rumus:

2

2 1

n t r

r

 

 (Sudjana, 1989)

(30)

b. Uji Reliabilitas Soal

Karena soal yang digunakan dalam tes kemampuan pemahaman dan

berpikir kritis matematis ini bentuknya uraian, maka rumus yang digunakan

adalah Cronbach Alpha:

Kriteria reliabilitas menurut Guilford (Suherman, 2003) dapat dilihat pada

Tabel 3.4.

Tabel 3.4

Penggolongan Indeks Reliabilitas

Indeks Reliabilitas Interpretasi

(31)

c. Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Soal

Menentukan kemampuan soal yang dapat membedakan antara siswa yang

pandai dengan siswa yang kurang, dilakukan uji daya pembeda (DP) soal.

Sedangkan tingkat kesukaran (TK) adalah keberadaan suatu butir soal apakah

dipandang sukar, sedang, atau mudah. Menghitung daya pembeda (DP) dan

tingkat kesukaran (TK) soal menggunakan rumus sebagai berikut:

SA - SB DP =

IA

SA + SB TK =

IA + IB

Keterangan:

SA = Jumlah skor kelompok atas

SB = Jumlah skor kelompok bawah

IA = Jumlah skor ideal kelompok atas

IB = Jumlah skor ideal kelompok bawah

dengan klasifikasi sebagai berikut:

Tabel 3.5

Klasifikasi Daya Pembeda

DP  0,00 Sangat jelek

0,00 < DP  0,20 Jelek

0,20 < DP  0,40 Cukup

0,40 < DP  0,70 Baik

0,70 < DP  1,00 Sangat baik

(32)

Tabel 3.6

validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal tes kemampuan

pemahaman dan berpikir kritis matematis disajikan pada Tabel 3.7 dan Tabel 3.8

berikut:

Tabel 3.7

Karakteristik Tes Kemampuan Pemahaman Matematis

No

Soal

Validitas Reliabilitas DP TK

Nilai

valid maka soal tersebut tidak digunakan dalam penelitian, atas saran dari dosen

(33)

soalnya sama dengan indikator soal nomor 5 tersebut. Pada uji reliabilitas, daya

pembeda, dan tingkat kesukaran, soal nomor 5 tidak diikutsertakan.

Tabel 3.8

Karakteristik Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

No

Soal

Validitas Reliabilitas DP TK

Nilai

2. Skala Disposisi Matematis

Instrumen skala disposisi matematis yang digunakan berpedoman pada

skala Likert. Penggunaan skala ini bertujuan untuk mengetahui disposisi siswa

terhadap pembelajaran matematika. Instrumen skala disposisi ini diberikan

kepada siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah mereka

melakukan tes akhir.

Dalam penelitian ini disusun skala disposisi matematis yang terdiri dari 6

indikator yaitu (1) Rasa percaya diri dalam menggunakan matematika,

memecahkan masalah, memberi alasan dan mengomunikasikan gagasan terdiri

dari 6 item, (2) Fleksibel dalam menyelidiki gagasan matematika dalam berusaha

mencari metoda alternatif dalam memecahkan masalah terdiri dari 6 item, (3)

(34)

dari 10 item, (4) Memonitor diri sendiri terdiri dari 5 item, (5) Mengaplikasikan

matematika ke situasi lain dalam matematika dan masalah sehari-hari terdiri dari 4

item, dan (6) Mengapresiasi peran matematika dalam kultur dan nilai, matematika

sebagai alat dan bahasa terdiri dari 4 item. Derajat penilaian terhadap suatu

pernyataan terbagi ke dalam 5 kategori, yaitu: sangat sering (SS), sering (S),

kadang-kadang (Kd), jarang (Jr), dan jarang sekali (Js). Dalam menganalisis hasil

skala disposisi, skala kualitatif tersebut ditransfer ke dalam skala kuantitatif.

Pemberian nilainya dibedakan antara pernyataan yang bersifat positif dengan

pernyataan yang bersifat negatif. Untuk pernyataan yang bersifat positif,

pemberian skornya adalah SS diberi skor 5, S diberi skor 4, Kd diberi skor 3, Jr

diberi skor 2, dan Js diberi skor 1. Sedangkan untuk pernyataan negatif,

pemberian skornya adalah SS diberi skor 1, S diberi skor 2, Kd diberi skor 3, Jr

diberi skor 4, dan Js diberi skor 5. Secara keseluruhan, jumlah item skala disposisi

matematis adalah 35 item, dengan demikian skor maksimum ideal atau SMI

adalah 175. Skor disposisi matematis dari kedua kelas sampel yang diperoleh,

selanjutnya dianalisis untuk diuji perbedaan rata-ratanya.

3. Skala Pendapat Siswa

Skala pendapat siswa yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pendapat siswa tentang pembelajaran matematika dengan

menggunakan strategi think-pair-square-share, pendapat siswa terhadap

pendekatan pembelajaran Induktif-Deduktif, pendapat siswa terhadap penyajian

(35)

Derajat penilaian terhadap suatu pernyataan terbagi ke dalam 4 kategori,

yaitu: sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju

(STS). Dalam menganalisis hasil skala disposisi, skala kualitatif tersebut

ditransfer ke dalam skala kuantitatif. Pemberian nilainya dibedakan antara

pernyataan yang bersifat positif dengan pernyataan yang bersifat negatif. Untuk

pernyataan yang bersifat positif, pemberian skornya adalah SS diberi skor 4, S

diberi skor 3, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1. Sedangkan untuk

pernyataan negatif, pemberian skornya adalah SS diberi skor 1, S diberi skor 2,

TS diberi skor 3, STS diberi skor 4.

Analisis skala sikap siswa dilakukan dengan cara mencari rerata skor dari

setiap jawaban yang diberikan siswa dan mencari rerata skor setiap item

pernyataan sikap siswa. Rerata skor dari setiap jawaban yang diberikan siswa dan

rerata skor setiap item pernyataan tersebut kemudian dibandingkan dengan skor

netralnya. Bila rerata skor siswa lebih kecil dari skor netral, artinya siswa

mempunyai sikap yang negatif. Sebaliknya bila rerata skor yang diberikan siswa

lebih besar dari skor netral, artinya siswa mempunyai sikap yang positif.

4. Bahan Ajar

Bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kerja siswa

(LKS) yang memuat langkah-langkah pembelajaran model induktif-deduktif, dan

menyajikan permasalahan matematika yang berkaitan dengan kemampuan siswa

yang ingin ditingkatkan, yaitu kemampuan pemahaman dan berpikir kritis

(36)

E.Teknik Analisis Data

Tahap-tahap analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan sistem

penskoran yang digunakan.

b. Menghitung statistik deskriptif skor pretes, postes, gain ternormalisasi, dan

disposisi matematis, meliputi skor terendah, skor tertinggi, rata-rata, dan

simpangan baku.

c. Peningkatan kompetensi yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran

dihitung dengan rumus gain, yaitu:

gain = skor postes - skor pretes

skor max - skor pretes (Meltzer, 2002)

Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan

klasifikasi sebagai berikut:

Tabel 3.9

Klasifikasi Gain

Besarnya gain (g) Interpretasi

g > 0,7 Tinggi

0,3 ≤ g ≤ 0,7 Sedang

g < 0,3 Rendah

( Hake, 1999)

(37)

ini untuk mengetahui sebaran data, dan terkait persyaratan untuk

menggunakan uji t.

e. Menguji homogenitas varians data skor pretes, postes, gain , dan disposisi

matematis.

f. Apabila data tersebut normal dan homogen, uji hipotesis dilakukan dengan uji

t, tetapi jika data tersebut normal tetapi tidak homogen dilanjutkan dengan uji

t’, dan jika data tidak normal maka uji hipotesis menggunakan uji non

parametrik. Uji non parametrik yang digunakan adalah uji Mann Whitney.

g. Untuk mengetahui ada atau tidak ada asosiasi antara disposisi dan kemampuan

matematis digunakan uji Koefisien Kontingensi. Adapun pedoman untuk

memberikan interpretasi koefisien korelasi digunakan pedoman menurut

Sugiyono (2008) sebagai berikut:

Tabel 3.10

Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199

0,20 – 0,399

0,40 – 0,599

0,60 – 0,799

0,80 – 1,000

Sangat Rendah

Rendah

Sedang

Kuat

(38)

F. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut:

Studi Pendahuluan:

Identifikasi Masalah, Rumusan Masalah, Studi Literatur

Pengembangan dan Validasi

Bahan Ajar, pembelajaran, Instrumen Penelitian, uji coba

Pemilihan Responden Penelitian

Pretes

Kelas Kontrol Kelas Eksperimen

(Pembelajaran Biasa) (Strategi think-pair-square-share dan Pendekatan Induktif-Deduktif )

Pengumpulan Data Pengumpulan Data

(Postes, Skala Disposisi) (Postes, Skala Disposisi, Skala Pendapat)

Analisis Data

Kesimpulan

(39)

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian yang telah

dikemukakan sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan dan pencapaian kemampuan pemahaman matematis siswa yang

mendapat pembelajaran menggunakan strategi think-pair-square-share dan

pendekatan induktif-deduktif lebih baik dibandingkan dengan siswa yang

mendapat pembelajaran biasa. Peningkatan dan pencapaian kemampuan

pemahaman matematis yang diperoleh itu berada pada kategori sedang.

2. Peningkatan dan pencapaian kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang

mendapat pembelajaran menggunakan strategi think-pair-square-share dan

pendekatan induktif-deduktif lebih baik dibandingkan dengan siswa yang

mendapat pembelajaran biasa. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa

berada pada kategori sedang, sedangkan pencapaiannya masih berada pada

kategori rendah.

3. Tidak terdapat perbedaan disposisi matematis siswa yang mendapatkan

pembelajaran dengan menggunakan strategi think-pair-square-share dan

pendekatan induktif-deduktif dengan siswa yang mendapat pembelajaran

biasa. Disposisi matematis kedua kelompok siswa tersebut berada pada

(40)

4. Terdapat asosiasi yang rendah antara kemampuan pemahaman dan berpikir

kritis matematis. Terdapat asosiasi yang sedang antara kemampuan

pemahaman dan disposisi matematis. Terdapat asosiasi yang rendah antara

kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis. Asosiasi yang tidak

begitu kuat tersebut tergambar pada klasifikasi tinggi pada salah satu

kemampuan tidak menjamin klasifikasi tinggi pada kemampuan matematis

lainnya, tetapi menyebar pada semua klasifikasi.

5. Pendapat siswa cukup positif terhadap pembelajaran menggunakan strategi

think-pair-square-share dan pendekatan induktif-deduktif.

B. Saran

Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan dalam penelitian ini, penulis

menyarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Strategi think-pair-square-share dan pendekatan induktif-deduktif agar

digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran matematika. Pendekatan

induktif-deduktif digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman

dan berpikir kritis. Penelitian ini dilaksanakan di sekolah berkategori sedang,

hasil yang dicapai belum memuaskan, untuk itu perlu terus dikembangkan

penelitian-penelitian yang dapat meningkatkan kemampuan matematis siswa.

Penelitian serupa dapat dilaksanakan di sekolah dengan kategori rendah dan

tinggi. Pada sekolah dengan kategori rendah, disarankan agar penyajian bahan

(41)

dengan kategori tinggi, disarankan agar meningkatkan kualitas soal yang

diberikan.

2. Dari hasil skala pendapat siswa mengenai penggunaan LKS, rata-rata siswa

bersikap netral, hal ini mungkin disebabkan karena pemberian LKS yang

terlalu sering sehingga siswa merasa jenuh. Untuk mengatasi hal tersebut

penulis menyarankan agar pembelajaran menggunakan LKS harus diselingi

oleh pertemuan diskusi antara guru dan siswa membahas hal-hal yang belum

dipahami oleh siswa. Sebaliknya untuk para guru penulis menyarankan agar

dalam pembelajaran sewaktu-waktu menggunakan LKS, sehingga siswa

menjadi terbiasa.

3. Berdasarkan hasil pencapaian siswa pada tes berpikir kritis yang masih

rendah dan pendapat siswa tentang soal-soal berpikir kritis yang bersifat

netral, penulis menyarankan agar guru membiasakan melatih siswa

mengerjakan soal-soal berpikir kritis.

4. Temuan di lapangan menunjukkan sikap siswa cukup positif terhadap

pembelajaran dengan strategi TPSS dan pendekatan Induktif-Deduktif, untuk

itu penulis menyarankan agar para guru membiasakan menerapkan

(42)

Albania, I.N. (2010). Menulis Matematika Menggunakan Sistem Aljabar

Komputer dengan Setting Kooperatif untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional dan Pemahaman Matematis. Tesis pada PPS UPI. Bandung:

tidak diterbitkan.

Amri. (2009). Peningkatan Kemampuan Representasi Matematik Siswa SMP

melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Induktif-Deduktif. Tesis pada

PPS UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Arends, R.I. (2007). Learning to Teach. Diterjemahkan oleh Soetjipto (2008).

Belajar untuk Mengajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Aunurrahman. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Cotton, K. (1991). Teaching Thinking Skills, [Online]. Tersedia:

http://www.nwrel.org/scpd/sirs/6 cu11.html [18 Januari 2012].

Dahlan, J.A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman

Matematik Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama melalui Pendekatan Open-Ended. Disertasi pada PPS UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Dewanto, S.P. (2003). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi

melalui Pembelajaran dengan Menggunakan Pendekatan Induktif-Deduktif. Tesis pada PPS UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Drive, R. & Leach, J. (1993). A Constructivist View of Learning Children’s

Conceptions and Nature of Science. In What Research Says to the Science Teacher. Washington: National Science Teachers Association.

Ennis, R. H. 1985. “Goals for a Critical Thinking Curriculum”. Costa, A. L. (ed).

1988. Developing Minds: A Resource Book For Teaching Thinking. Virginia: ASCD.

Grinham, G. (2009). Think-Pair-Square-Share. [online]. Tersedia:

http://www.slideshare.net/greg4758/think-pair-square-share [14 Pebruari

2012].

Hake, R.R (1999). Analyzing Change/ Gain Scores. [Online]. Tersedia :

http://www.physics.indiana.edu/~sdi/Analyzingchange-Gain.pdf. (20

Januari 2012)

(43)

Matematika. Jakarta. Depdikbud.

_______________ (2003). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran

Matematika. JICA. Universitas Negeri Malang.

Ismaimuza, D. (2010). Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa

SMP melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik Kognitif. Disertasi pada PPS UPI: tidak diterbitkan.

Johnson, E.B. (2002). Contextual Teaching & Learning (What it is and why it’s

here to stay), Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikan dan Bermakna (terjemahan). California: Corwin Press, Inc.

Joyce, B. and Weil, M. dan Calhoun, E. (2000).Models of Teaching. [Eighth Edition].Sydney:Pearson.

Klausmeier, H.J.(1980).Learning and Teaching Concepts:A Strategy for Testing Applications of Theory. San Francisco: Academic Press.

Lang,H.R & Evans,D.N, (2006), Model, Strategies, and Methods; For Effective

Teaching, Amerika: Pearson.

Lestari, P. (2009). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis

Siswa SMK melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual. Tesis pada

PPS UPI: tidak diterbitkan.

Mahmudi, A. (2010). Pengaruh Pembelajaran dengan Strategi MHM Berbasis

Masalah terhadap Kemampuan Berpikir kreatif, Kemampuan Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematis, serta Persepsi terhadap Kreativitas.

Disertasi pada PPS UPI: tidak diterbitkan.

Millis, BJ, and Cottell, PG, Jr (1998). Cooperative learning for higher education

faculty.[Online].Tersedia:http://www.wcer.wisc.edu/archive/cl1/cl/doi ngcl/thinksq.htm [ 11 Pebruari 2012].

Mulyana, E. (2009). Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Knisley terhadap Peningkatan Pemahaman dan Disposisi Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas Program Ilmu Pengetahuan Alam. Disertasi pada PPS UPI: tidak diterbitkan.

(44)

Reston, VA : NCTM.

NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA : NCTM.

Noer, S.H. (2010). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif, dan

Reflektif (K2R) Matematis Siswa SMP melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Disertasi pada PPS UPI: tidak diterbitkan.

Rohaeti, E.E. (2008). Pembelajaran dengan Pendekatan Eksplorasi untuk

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama. Disertasi pada PPS UPI: tidak

diterbitkan.

Runisah. (2008). Penggunaan SC3R dalam Pembelajaran Matematika untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMA. Tesis

pada PPS UPI: tidak diterbitkan.

Ruseffendi, E.T. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa

Khususnya dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru.

Bandung: Tidak diterbitkan.

_____________(1994). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non

Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang.

Rusmini. (2008). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi

Matematis siswa SMP melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Program Cabri Geometri II. Tesis. UPI Bandung: Tidak

diterbitkan.

Sabilulungan, A. (2008). Pembelajaran Kooperatif dengan Teknik

Think-Pair-Square (TPS) untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Tesis. UPI Bandung: Tidak

diterbitkan.

Sagal,S. (2006), Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.

Setiadi, Y. (2010). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi

Matematis Siswa SMP melalui Pembelajaran Kooperatif dengan Teknik Think-Pair-Square. Tesis. UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sudjana. (1989). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,

(45)

Bandung: JICA FPMIPA UPI.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA FPMIPA UPI.

Suherman, E dan Sukjaya, Y (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan

Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijaya Kusumah.

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa

SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Pembelajaran. Disertasi pada PPS UPI. Bandung: tidak

diterbitkan.

___________(2000). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika untuk

Meningkatkan Kemampuan Intelektual Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Dasar. Laporan Hibah Bersaing Tahap I, Tahap II, dan Tahap III: tidak

diterbitkan.

___________(2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan

Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah disajikan pada Seminar

Nasional FPMIPA UPI: tidak diterbitkan.

___________(2006). Berpikir Matematika Tingkat Tinggi: Apa, mengapa, dan

bagaimana dikembangkan pada siswa sekolah menengah dan mahasiswa calon guru. Makalah pada seminar Pendidikan Matematika di Jurusan

Matematika FMIPA UNPAD.

___________(2010). Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan

Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. [Online]. Tersedia:

http://www.docstoc.com/docs/62326333/Pembelajaran-Matematika.

[5 Maret 2012].

Sundayana, R. (2010). Statistika Penelitian Pendidikan. Garut: STKIP Garut Press.

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta

Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Tata. (2009). Meningkatkan Kemampuan Berpikir kritis Siswa Melalui

Pembelajaran Metakognitif Berorientasi Teori Van Hiele. Tesis pada

(46)

Siswa dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Disertasi pada PPS IKIP

Bandung. Bandung: tidak diterbitkan.

Gambar

Tabel 4.31  Hasil Uji Koefisien Kontingensi Kemampuan Berpikir
Gambar 4.2  Contoh Jawaban Siswa Soal Berpikir Kritis Kelas
Tabel 3.1
Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Respon Siswa pada Kemampuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

The low level of knowledge of the mother can affect exclusive breastfeeding, both for working mothers and housewives. Most mothers are busy working reasoned,

Faktor Dominan Anak Menjadi Anak Jalanan di Kota Medan.. Medan:

reaksi untuk menghasilkan membran dengan water uptake yang cukup dan permeabilitas metanol yang tidak terlalu tinggi merupakan hal yang penting untuk.

Langkah-langkah apa saja yang telah dilakukan dalam rangka menangani, mencegah, dan mengurangi anak yang menjadi anak jalanan di Kelurahan Sei Mati. Jelaskan

Demikian Pengumuman Penyedia ini dibuat untuk dapat dipergunakan.

• Cth: Alamat pelajar dalam Fail Pelajar ditukar tanpa kemaskini Alamat dalam Fail Yuran - rujukan fail yang berbeza menghasilkan maklumat yang berbeza.. Kawalan Data Yang

Laksamana

Pejabat Pengadaan Kegiatan Peningkatan Pengawasan Suaka Perikanan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat Tahun Anggaran 2014, telah melaksanakan Proses Evaluasi Penawaran