DAFTAR ISI
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitain ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 10
1. Secara Teoritis ... 10
2. Secara Praktis ... 10
E. Struktur Organisasi Skripsi ... 11
BAB IIKAJIAN PUSTAKA ... 13
A. Teori dan Konsep Persepsi ... 13
1. Pengertian Persepsi ... 13
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 16
3. Proses Persepsi ... 17
B. Eksistensi Multikultural di Indonesia ... 23
1. Konsep Multikulturalisme ... 23
2. Agama, Budaya dan Multikultural ... 31
3. Indonesia Sebagai Negara Multikultur ... 47
4. Bhineka Tunggal Ika sebagai Ciri Multikultural Indonesia .... 59
C. Fenomena Radikalisme di Indonesia ... 67
1. Agama dan Radikalisme ... 32
2. Keterkaitan Radikalisme Atas Nama Agama dengan Terorisme 79 3. Munculnya Radikalisme Atas Nama Agama di Indonesia ... 90
4. Faktor-Faktor Radikalisme Atas Nama Agama di Indonesia . 109 D. Faham Radikalisme Atas Nama Agama dan Eksistensi Multikulturalisme dalam Perhatian PKn ... 121
1. Perhatian PKn terhadap Faham Radikalisme Atas Nama Agama 121 2. Perhatian PKn terhadap Eksistensi Multikultural ... 135
E. Penelitian Terdahulu ... 154
BAB IIIMETODE PENELITIAN... 158
1. Kuesioner Persepsi Mahasiswa tentang Multikulturalisme (Variabel X) ... 173
2. Kuesioner Persepsi Mahasiswa tentang Radikalisme Atas Nama Agama(Variabel Y) ... 174
G. Operasionalisasi Variabel ... 174
H. Proses Pengembangan Instrumen ... 178
1. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ... 178
a. Uji Validitas ... 179
2. Tahap Penyusunan Instrumen ... 194
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 194
H. Analisis Data ... 195
1. Reduksi Data (Data Reduction) ... 196
2. Penyajian Data (Data Display) ... 196
3. Kesimpulan (Verifikasi) ... 197
BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 199
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 199
B. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 200
a. Asal daerah mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia 202 b. Agama yang dianut mahasiswa Universitas Pendidikan
Indonesia ... 204
c. Sikap toleransi mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia ... 206
2. Persepsi Mahasiswa tentang Multikulturalisme ... 208
3. Persepsi Mahasiswa tentang Radikalisme Atas Nama Agama 231 C. Pengujian Data ... 252
1. Pengujian Validitas Data ... 253
2. Pengujian Reliabilitas Data ... 256
3. Pengujian Normalitas Data ... 259
4. Pengujian Hipotesis Penelitian ... 261
a. Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung memiliki persepsi yang positif tentang multikulturalisme ... 261
b. Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung memiliki persepsi yang negatif tentang radikalisme dalam beragama ... 263
c. Terdapat pengaruh yang signifikan antara persepsi mahasiswatentang multikulturslisme terhadap persepsi mahasiswa tentang Radikalisme Atas Nama Agama ... 265
5. Koefisien Determinasi ... 269
D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 271
1. Kondisi Multikultural di Kampus Universitas Pendidikan Indonesia ... 271
a. Asal daerah mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia 272 b. Agama yang dianut mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia ... 279
c. Sikap toleransi mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia 282 2. Persepsi Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia tentang Multikulturalisme ... 286
a. Kesadaran Budaya ... 287
b. Sub Nilai Multikultural ... 290
c. Wawasan Multikultural ... 294
3. Persepsi Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia tentang Radikalisme Atas Nama Agama ... 299
a. Absolutisme ... 300
b. Eksklusivisme ... 302
c. Fanatisme... 304
d. Ekstrimisme ... 307
e. Agresivisme ... 310
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN ... 320
A. Kesimpulan ... 320
B. Saran ... 321
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1. Profil Singkat Lima Organisasi Islam Garis Keras di Indonesia ... 101
Tabel 2.2. Data Peristiwa Pemboman di Indonesia 1999-2009 ... 102
Tabel 2.3. Daftar pemboman dan peledakan berkaitan dengan JI sejak 1999 . 104 Tabel 2.4. Faktor-Faktor Penyebab Lahirnya Radikalisme Atas Nama Agama pada Muslim ... 114
Tabel 2.5. Nilai-nilai Inti, Perdamaian, Hak-hak asasi manusia, Demokrasi dan Pembangunan Berkelanjutan, dan Nilai-nilai terkait yang Mendukungnya ... 134
Tabel 3.1. Skala Likert ... 160
Tabel 3.2. Istrumen Penelitian Bentuk Checklist ... 165
Tabel 3.3. Responden wawancara ... 165
Tabel 3.4. Variabel dan Indikator Penelitian ... 166
Tabel 3.5. Jumlah mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Angkatan 2009, 2010 dan 2011 Tahun Akademik 2011/ 2012 ... 177
Tabel 3.6. Penghitungan jumlah sampel berdasarkan fakultas ... 180
Tabel 3.7. Populasi dan sampel penelitian dengan rumus Isaac dan Michael . 181 Tabel 3.8. Responden wawancara ... 184
Tabel 3.9. Tabel Analisis Soal Untuk Perhitungan Validitas... 190
Tabel 3.10. Validitas Instrumen Kuesioner ... 191
Tabel 3.11. Reliabilitas Instrumen Kuesioner ... 192
Tabel 4.1. Jumlah Mahasiswa UPI yang Dinyatakan Masih Aktif ... 201
Tabel 4.2. Persentase Asal Daerah Mahasiswa UPI Angkatan 2009, 2010 dan 2011 ... 203
Tabel 4.3. Persentase Agama yang Dianut Mahasiswa UPI Angkatan 2009, 2010 dan 2011 ... 205
Tabel 4.4. Bobot Jawaban Responden ... 208
warisanbudaya, mengembangkan kebudayaan nasional”. ... 210 Tabel 4.7. Indikator Kesadaran Budaya “Merawat dan mengembangkan unsur
warisan budaya, mengembangkan kebudayaan nasional”. ... 211 Tabel 4.8. Indikator Kesadaran Budaya “Merawat dan mengembangkan unsur
warisan budaya, mengembangkan kebudayaan nasional”. ... 212 Tabel 4.9. Indikator Kesadaran Budaya “Merawat dan mengembangkan unsur
warisan budaya, mengembangkan kebudayaan nasional”. ... 213 Tabel 4.10. Indikator Kesadaran Budaya “Merawat dan mengembangkan unsur
warisan budaya, mengembangkan kebudayaan nasional”. ... 214 Tabel 4.11. Indikator Kesadaran Budaya “Merawat dan mengembangkan unsur
warisan budaya, mengembangkan kebudayaan nasional”. ... 215 Tabel 4.12. Indikator Sub Nilai Multikulturalisme “Menegaskan identitas
kultural”... 217 Tabel 4.13. Indikator Sub Nilai Multikulturalisme “Mempelajari dan menilai
warisan budaya” ... 218 Tabel 4.14. Indikator Sub Nilai Multikulturalisme “Menghormati dan memahami kebudayaan selain kebudayaannya” ... 219 Tabel 4.15. Indikator Sub Nilai Multikulturalisme “Menghormati dan memahami kebudayaan selain kebudayaannya” ... 220 Tabel 4.16. Indikator Sub Nilai Multikulturalisme “Menilai dan merasa senang
dengan perbedaan” ... 221 Tabel 4.17. Indikator Sub Nilai Multikulturalisme “Memandang perbedaan dalam masyarakat sebagai kebaikan yang positif untuk dihargai dan
dipelihara” ... 222
Tabel 4.18. Indikator Wawasan Multikultural “Mengakui perbedaan” ... 223 Tabel 4.19. Indikator Wawasan Multikultural “Mengakui perbedaan” ... 224
Tabel 4.20. Indikator Wawasan Multikultural “Memberi tempat terhadap
saling curiga” ... 227 Tabel 4.23. Indikator Wawasan Multikultural “Memberi tempat terhadap
keragaman keyakinan, tradisi, adat, budaya” ... 228 Tabel 4.24. Indikator Wawasan Multikultural “Memberi tempat terhadap
keragaman keyakinan, tradisi, adat, budaya” ... 229 Tabel 4.25. Indikator Wawasan Multikultural “Kerjasama sosial dan tolong
menolong secara tulus sebagai perwujudan rasa kemanusiaan” ... 230 Tabel 4.26. Indikator Absolutisme “Pemahaman yang dangkal terhadap hakikat ajaran agama, pengetahuan yang setengah-setengah sehingga
mengalami kerancuan konsep” ... 232 Tabel 4.27. Indikator Absolutisme “Pemahaman yang dangkal terhadap hakikat ajaran agama, pengetahuan yang setengah-setengah sehingga
mengalami kerancuan konsep” ... 233 Tabel 4.28. Indikator Absolutisme “Memahami ajaran agama secara tekstual
tanpa memahami kandungan dan maknanya” ... 234 Tabel 4.29. Indikator Eksklusivisme “Antipati dan memiliki subjektivitas tinggi” 235 Tabel 4.30. Indikator Eksklusivisme “Kepribadian tertutup, tidak membuka
dialog” ... 236 Tabel 4.31. Indikator Eksklusivisme “Kepribadian tertutup, tidak membuka
dialog” ... 237 Tabel 4.32. Indikator Fanatisme “Fanatik organisasi, mengklaim yang paling
benar dan yang lain salah” ... 238 Tabel 4.33. Indikator Fanatisme “Fanatik kepada keimanan sendiri dengan tidak didukung oleh rasa toleran dan hati yang lapang” ... 239
Tabel 4.34. Indikator Fanatisme “Fanatisme terhadap suatu pendapat tanpa
mengakui adanya pendapat lain dan merasa benar sendiri”... 241
Tabel 4.35. Indikator Ekstrimisme “Sikap keras yang tidak pada tempatnya” 242 Tabel 4.36. Indikator Ekstrimisme “Mengafirkan orang lain” ... 243 Tabel 4.37. Indikator Ekstrimisme “Buruk sangka kepada orang lain” ... 244 Tabel 4.38. Indikator Ekstrimisme “Menguatkan kemungkinan yang buruk
Tabel 4.39. Indikator Agresivisme “Menggunakan kekerasan untuk mencapai
tujuan” ... 246
Tabel 4.40. Indikator Agresivisme “Menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan” ... 247
Tabel 4.41. Indikator Agresivisme “Menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan” ... 248
Tabel 4.42. Indikator Agresivisme “Melakukan perubahan secara cepat dan menyeluruh tanpa kompromi” ... 249
Tabel 4.43. Indikator Agresivisme “Menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan” ... 250
Tabel 4.44. Indikator Agresivisme “Menggunakan kekerasan dalam mengajarka keyakinan atau pemahaman”... 251
Tabel 4.45. Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Variabel X ... 253
Tabel 4.46. Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Variabel Y ... 255
Tabel 4.47. Reliabilitas Statistik ... 256
Tabel 4.48. Rekapitulasi Hasil Uji Reliabilitas Variabel X ... 257
Tabel 4.49. Reliabilitas Statistik ... 258
Tabel 4.50. Rekapitulasi Hasil Uji Reliabilitas Variabel Y ... 258
Tabel 4.51. Uji Normalitas ... 259
Tabel 4.52. Pengujian Hipotesisi Persepsi Mahasiswa Tentang Multikulturalisme ... 262
Tabel 4.53. Pengujian Hipotesisi Persepsi Mahasiswa Tentang Radikalisme Atas Nama Agama ... 263
Tabel 4.54. Korelasi Variabel X dengan Y ... 265
Tabel 4.55. Matriks Variabel X dengan Y ... 266
Tabel 4.56. Uji Koefisien Regresi Secara Simultan ... 267
Tabel 4.57. Koefisien Model ... 268
Tabel 4.58. Koefisien Korelasi Pada Koefisien Determinasi ... 270
Tabel 4.59. Uji Signifikansi ... 270
Tabel 4.60. Koefisien Determinasi... 270
Tabel 4. 62. Koefisien Determinasi Kesadaran Budaya terhadap
radikalisme atas nama agama. ... 271 Tabel 4.63. Model Summary ... 272 Tabel 4. 64. Koefisien Determinasi Subnilaimultikultural terhadap
radikalisme atas nama agama ... 272 Tabel 4.65. Model Summary ... 273
Tabel 4. 66. Koefisien Determinasi Wawasanmultikultural terhadap
radikalisme atas nama agama ... 273 Tabel 4.67. Ujiregresipadaindikatorkesadaranbudaya, sub nilai
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Skema Proses Persepsi De Vito ... 19
Gambar 2.2. Skema Proses Stimulus Respon ... 20
Gambar 2.3. Variabel Psikologis di antara Rangsangan dan Tanggapan ... 22
Gambar 2. 4. Keempat komponen dari Religi... 32
Gambar 2. 5. Kerangka Kebudayaan ... 42
Gambar 2. 6. Skema Kerangka Umum Penyebab Terjadinya Kekerasan ... 94
Gambar 2.7. Peranan Pendidikan dalam Tumbuh Kembangnya Modal Kultural 141 Gambar 2.8. Diagram Struktur Keilmuan Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. ... 153
Gambar 3. 1.Sampel Representatif... 162
Gambar 3. 2. Kerangka Berpikir Penelitian ... 167
Gambar 3. 3. Kerangka titik tolak pemikiran penelitia ... 173
Gambar 3. 4. Pola Hubungan Sederhana Antara Variabel ... 176
Gambar 3. 5. Hubungan Variabel Independen-dependen ... 176
Gambar 3. 6.Gambar uji dua pihak ... 186
Gambar 4.1. Diagram Normal Residu... 260
Gambar 4.2. PersentaseAsal Daerah Mahasiswa UPI Angkatan 2009, 2010 dan 2011 ... 272
Gambar 4.3. Persentase Agama yang Dianut Mahasiswa UPIAngkatan 2009, 2010, dan2011 ... 279
Gambar 4.4. Keterkaitan antara keberagaman, toleransi, sikap menerima, dan hubungan harmonis dalam membentuk multikultural... 285
Gambar 4.5. Persentasi Persepsi Mahasiswa Tentang Kesadaran Budaya ... 290
Gambar 4.6. Persentasi Persepsi Mahasiswa Tentang Sub Nilai Multikultural 293 Gambar 4.7. Persentasi Persepsi Mahasiswa Tentang Wawasan Multikultural 297 Gambar 4.8. Persentasi Persepsi Mahasiswa Tentang Multikulturalisme ... 298
Gambar 4. 9. Persepsi Mahasiswa yang Negatif Terhadap Absolutisme ... 302
Gambar 4. 10. Persepsi Mahasiswa yang Negatif Terhadap Eksklusivisme ... 304
Gambar 4. 12. Persepsi Mahasiswa yang Negatif Terhadap Ekstrimisme ... 310 Gambar 4. 13. Persepsi Mahasiswa yang Negatif Terhadap Agresivisme ... 314 Gambar 4. 14. Persentasi Persepsi Mahasiswa Tentang Radikalisme Atas
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN I Surat-surat Penelitian
LAMPIRAN II Kisi-kisi dan Instrumen Penelitian
LAMPIRAN III Hasil Uji Coba Penelitian
LAMPIRAN IV Hasil Pengolahan Data Penelitian
LAMPIRAN V Hasil Wawancara Penelitian
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Negara Indonesia adalah salah satu negara multikultur terbesar di dunia. Kenyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosiokultural maupun geografis yang
begitu kompleks, beragam, dan luas. “Indonesia terdiri atas sejumlah besar kelompok-kelompok etnis, budaya, agama, dan lain-lain yang masing-masing plural (jamak) dan sekaligus juga heterogen “aneka ragam” (Kusumohamidjojo, 2000:45)”. Sebagai negara yang plural dan heterogen, Indonesia memiliki potensi kekayaan multi etnis, multi kultur, dan multi agama yang kesemuanya merupakan
potensi untuk membangun negara multikultur yang besar “multikultural
nation-state”.Berdasarkan data sensus Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape, Institute of Southeast Asian Studies (http://id.wikipedia.org):
Terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia, Proporsi populasi jumlah suku bangsa di Indonesia menurut sensus Tahun 2000 sebagai berikut: Suku Jawa (41,7%), Sunda (15,4%), Tionghoa-Indo (3,7%), Melayu (3,4%), Madura (3,3%), Batak (3,0%), Minangkabau (2,7%), Betawi (2,5%), Bugis (2,5%), Arab-Indo (2,4%), Banten (2,1%), Banjar (1,7%), Bali (1,5%), Sasak (1,3%), Makassar (1.0%), Cirebon (0,9%), dan banyak suku-suku terpencil, terutama di Kalimantan dan Papua dengan populasi kecil yang hanya beranggotakan ratusan orang.
Hasil sensus diatas menggambarkan kekayaan multietnik dan multikultur yang terdapat di Indonesia. Selain itu, multiagama juga menambah khazanah
tersendiri bagi Indonesia sebagai negara yang besar. “Pada tahun 2010, dari
240.271.522 penduduk Indonesia, terdiri dari kira-kira 85,1% pemeluk Islam, 9,2% Protestan, 3,5% Katolik, 1,8% Hindu, dan 0,4% Buddha (http://id.wikipedia.org)”. Pemerintah Indonesia secara resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu.
Pluralitas dan heterogenitas yang tercermin dari uraian tersebut diikat dalam prinsip persatuan dan kesatuan bangsa yang kita kenal dengan semboyan
“Bhineka Tunggal Ika” yang mengandung makna meskipun Indonesia
berbhinneka, tetapi terintegrasi dalam kesatuan. Kemajemukan yang terintegrasi dalam kesatuan merupakan keunikan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Bersatu dalam perbedaan harus disadari oleh setiap orang sebagai suatu kekuatan dan
kerukunan beragama, berbangsa dan bernegara. Akan tetapi, kemajemukan terkadang membawa berbagai persoalan dan potensi konflik yang berujung pada perpecahan. Pada dasarnya, bukan hal yang mudah mempersatukan suatu keragaman tanpa didukung oleh kesadaran masyarakat multikultural.
Keragaman masyarakat multikultural sebagai kekayaan bangsa di sisi lain sangat rawan memicu konflik dan perpecahan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nasikun(2007: 33) bahwa:
Kemajemukan masyarakat Indonesia paling tidak dapat dilihat dari dua cirinya yang unik, pertama secara horizontal, ia ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan suku bangsa, agama, adat, serta perbedaan kedaerahan, dan kedua secara vertikal ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam.
Analisis di atas membuktikan secara defacto maupun dejure bahwa secara vertikal maupun horizontal, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang paling majemuk di dunia, selain Amerika Serikat dan India. Dalam pandangan Geertz (Hardiman, 2002: 4) mengemukakan bahwa:
Indonesia ini sedemikian kompleksnya, sehingga sulit melukiskan anatominya secara persis. Negeri ini bukan hanya multietnis (Jawa, Batak, Bugis, Aceh, Flores, Bali, dan seterusnya), melainkan juga menjadi arena pengaruh multimental (India, Cina, Belanda, Portugis, Hindhuisme, Buddhisme, Konfusianisme, Islam, Kristen, Kapitalis, dan seterusnya).
Namun, menurut Wakil Ketua MPR RI Lukman Hakim Syaifudin yang disampaikan dalam Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan pada Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan UPI mengemukakan bahwa “Perbedaan jangan dipandang dengan suatu kacamata yang memisahkan, tetapi seharusnya perbedaan dipandang
bangsa kita bukan hanya berupa sumber daya alam yang melimpah, tetapi juga warisan kekayaan berupa keanekaragaman budaya dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
Negara yang memiliki keunikan multientis dan multimental seperti Indonesia dihadapkan pada suatu dilematis tersendiri yang di satu sisi membawa Indonesia menjadi bangsa yang besar sebagai multicultural nation-state, tetapi di
sisi lain menjadi ancaman tersendiri, seperti bara dalam sekam yang mudah tersulut dan memanas. Kondisi ini merupaka suatu kewajaran sejauh perbedaan-perbedaan disadari dan dihayati keberadaannya sebagai sesuatu yang harus disikapi dengan toleransi. Namun, ketika perbedaan-perbedaan tersebut mengemuka dan menjadi sebuah ancaman untuk kerukunan hidup, perbedaan tersebut menjadi masalah yang harus diselesaikan.
Masyarakat Indonesia yang multikultur, multietnis, dan multiagama, memiliki potensi yang besar untuk terjadinya konflik antarkelompok, etnis, agama, dan suku bangsa. Hal ini mulai dikhawatirkan terjadi karena munculnya beberapa indikasi ke arah yang dikhawatirkan. Salah satu indikasinya yaitu mulai tumbuh suburnya berbagai organisasi kemasyarakatan, profesi, agama, dan organisasi lainnya yang berjuang dan bertindak atas nama kepentingan kelompoknya atau kepentingan lainnya yang dikhawatirkan memicu munculnya berbagai konflik sosial yang bernuansa SARA (suku, agama, ras dan antar golongan).
Tumbuh suburnya berbagai organisasi kemasyarakatan, profesi, dan agama, bahkan munculnya berbagai organisasi radikal yang mengatasnamakan agama tertentu, serta munculnya berbagai aliran keagamaan merupakan indikasi
nyata potensi konflik bernuansa SARA. Agama yang pada dasarnya merupakan pedoman hidup bagi manusia yang terdiri atas nilai-nilai kebaikan tidak luput
dijadikan suatu legitimasi oleh pemeluk agamanya menjadi salah satu faktor pemicu konflik. Kahmad (2009: 151) mengemukakan bahwa:
Munculnya konflik yang berlatar belakang agama pada dasarnya bukan dipicu oleh ajaran agamanya, tetapi dipicu oleh umat beragama yang menjadikan agama sebagai legitimasi paling ampuh bagi manusia untuk melakukan suatu perbuatan, termasuk perbuatan-perbuatan yang memicu konflik. Burhani (2001: 22) mengatakan bahwa “ekstrimisme dan radikalisme banyak menjalar dan agama merupakan medan yang paling subur untuk tumbuhnya tindakan-tindakan itu.
Tidak ada satu kelompok agama pun yang imun atau kebal terhadap masalah ini”. Munculnya konflik baru sebagai manifestasi lahirnya berbagai organisasi radikal dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktornya dipengaruhi oleh paradigma bahwa kelompok lain, golongan lain, atau agama lain adalah salah dan hanya kelompoknya yang benar. Organisasi radikal ini menjadi ancaman bagi tatanan masyarakat yang sudah ada serta kepentingan dari kelompok lainnya. Hal ini menggambarkan semakin berkembang sikap etnosentrisme, yang menganggap hanya kelompok dan golongannya saja yang paling baik, benar, dan sempurna, sedangkan kelompok yang lainnya jelek dan salah, serta berbagai kekurangan lainnya.
Dewasa ini Indonesia sebagai multicultural nation-statedihadapkan pada persoalan yang mendera dan menggoncang kebhinekaan bangsa yaitu praktek kekerasan yang mengatasnamakan agama, dari fundamentalisme, radikalisme, hingga terorisme yang akhir-akhir ini semakin marak di tanah air. Salah satu konflik komunal yang terjadi yaitu konflik di Maluku pada tahun 1999, menurut ICG (2002a), van Klinken (2001) dan Thalib (2001) (dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2010:140) mengemukakan bahwa:
Kasus Maluku yang dilatarbelakangi kekerasan atas nama agama muncul dari masalah pribadi yang sepele yang akhirnya berkembang menjadi kekerasan agama yang menimbulkan korban ribuat orang. Kasus ini merupakan salah satu kasus kekerasan agama terbesar yang terjadi di Indonesia. Masalah sekecil apapun yang dilatarbelakangi intoleransi perbedaan-perbedaan ras, suku, maupun agama berpotensi menjadi konflik besar yang memakan ribuan korban jiwa. Selain kasus
Maluku, kekerasan atas nama agama juga terjadi di Poso Sulawesi tengah yang bermula pada tahun 1998 hingga menjatuhkan ratusan korban jiwa. Kasus lain yang terjadi akibat intoleransi adalah munculnya terorisme yang melakukan pemboman di beberapa wilayah Indonesia.
Menurut ICG (2001, 2002c) dan Tempo (14 Januari 2001, 25 Februari 2001) (dalam Jurnal Ilmu Sosial Ilmu Politik 2010:136) memaparkan bahwa: “Serangkaian bom meledak dalam waktu yang nyaris bersamaan di dalam atau di sekitar 38 gereja Katolik dan Protestan di 11 kota di Sumatra, Jawa dan Nusa Tenggara Barat (NTB)”. Jauh sebelum kasus-kasus kekerasan di atas terjadi, gerakan-gerakan radikal di Indonesia sudah terjadi sejak 1970an dan 1980an yang berakar pada gerakan DI/TII yang bergerak di beberapa wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra (Aceh), Kalimantan, dan Sulawesi Selatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh SETARA Institut yang disusun oleh Ismail Hasani (2010)mengemukakan bahwa: “Jawa Barat merupakan daerah yangmenjadi basis perjuangan untuk merebut kekuasaan dan mendirikan Negara Islam melalui Gerakan Darul Islam. Basis utamanya adalah Garut, Tasikmalaya, Cianjur, dan Ciamis”.
Terorisme dan radikalisme khususnya radikalisme agama merupakan
ancaman tidak hanya bagi multikultur tetapi juga menjadi ancaman bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ironisnya kasus-kasus kekerasan atas nama
terjadi terutama di lingkungan kampus. Kasus ini menjadi kecemasan bagi kampus sebagai lingkungan yang kental dengan dunia pendidikan dan dakwah kampus.
Kampus merupakan ranah publik dengan mahasiswa dan alumni terkait kealmamaterannya menjadi sasaran berbagai pengaruh serta infiltrasi paham, wacana, dan gerakan radikalisme agama dari luar. Menurut
Azra(http://cetak.kompas.com) “Rekrutmen Sel Radikal di Kampus” menyatakan bahwa:
Dari masa ke masa di lingkungan kampus hampir selalu ada kelompok radikal dan ekstrem, baik kanan maupun kiri.Beragam penelitian dan pengakuan mereka yang keluar dari sel-sel radikal dan ekstrem mengisyaratkan, mahasiswa perguruan tinggi umum lebih rentan terhadap rekrutmen daripada mahasiswa perguruan tinggi agama Islam. Gejala ini berkaitan dengan kenyataan bahwa cara pandang mahasiswa perguruan tinggi umum, khususnya bidang sains dan teknologi, cenderung hitam-putih. Mahasiswa perguruan tinggi agama Islam yang mendapat keragaman perspektif tentang Islam cenderung lebih terbuka dan bernuansa.
Menanggapi hal tersebut, menjadi suatu kehawatiran bagi dunia kampus dalam menghadapi masalah radikalisme agama yang terjadi pada mahasiswa. Mahasiswa yang dianggap sebagai kaum intelektual justru banyak terjaring oleh kelompok NII sebagai organisasi gerakan radikal. Menurut Ketua Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) KH Athian Ali M (http://www.antaranews.com):
Dari empat kampus ITB, Unpad, Polban dan UPI, Kampus ITB sudah sejak dulu digoyang NII. Mahasiswa ITB menjadi yang terbanyak direkrut sebagai anggota NII oleh aktivitis NII gadungan, data mahasiswa di Kota Bandung yang direkrut NII Gadungan didasarkan pada data yang dimiliki FUUI pada 2002-2003, jumlah mahasiswa ITB yang direkrut oleh NII Gadungan mencapai 200 orang.
Banyaknya mahasiswa yang terlibat dalam kasus radikalisme agama tidak terlepas dari faktor internal dan eksternal pada mahasiswa. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh penyusun melalui tanya jawab dengan berbagai kalangan mahasiswa baik kalangan mahasiswa aktifis, mahasiswa rohis, maupun mahasiswa non aktifis didapat beberapa kesimpulan. Kesimpulan yang didapat pada studi pendahuluan yaitu pada dasarnya mahasiswa rawan dimasuki berbegai
ideologi radikal karena secara internal dipengaruhi oleh psikologis. Faktor psikologis tersebut diantaranya jiwa muda mahasiswa yang memiliki daya kritis tinggi, hasrat ingit tahu yang tinggi serta masih labilnya emosi yang sulit terkontrol.
Selain faktor internal tersebut diatas, faktor eksternal sedikit banyak membawa pengaruh yaitu berupa kondisi kultural dunia kampus yang terbuka dan mudah dimasuki berbagai ideologi, termasuk ideologi radikal. Hal ini dikarenakan kampus dan segala kegiatannya cenderung sulit dikontrol mengingat dunia kampus memberikan kebebasan bagi setiap organisasi ektra maupun intra kampus untuk melakukan berbagai kegiatan di kampus. Selain itu, gerakan penanaman ideologi radikal melalui cuci otak pada mahasiswa ini dilakukan dengan sembunyi-sembunyi atau tertutup dengan menggunakan modus dakwah.
Berdasarkan permasalahan yang dipaparkan diatas, penyusun merasa ironis dengan fakta yang ada. Oleh karena itu, dirasakan perlu adanya penelitian yang mengkaji dan menganalisis masalah tersebut secara ilmiah dan logis yang diharapkan dapat memberikan soludi terkait kasusu radikalisme agama di dunia kampus. Untuk itu, maka perlu kiranya mencari suatu bentuk upaya pencegahan terhadap radikalisme agama di kampus yang digali dari mahasiswa sebagai objek
kasus ini. Menurut Azra dalam (http://cetak.kompas.com) “Rekrutmen Sel
Radikal di Kampus” menyatakan bahwa:
mengandung penguatan paham kebangsaan-keindonesiaan dalam berbagai aspeknya.Agama semestinya tak hanya mengulangi ajaran teologis-normatif agama, tetapi juga penguatan perspektif keagamaan-kebangsaan dan diorientasikan untuk penguatan sikap intelektual tentang keragaman agama sekaligus toleransi intraagama dan antaragama serta antara umat beragama dan negara.
Berdasarkan pemaparan Azra diatas, maka pendidikan kewarganegaraan memiliki peranan penting dalam upaya deradikalisasi di dunia kampus. Melalui pendidikan kewargaenaraan dengan pendekatan multikultural, toleransi bisa ditanamkan dalam proses belajar mengajar didunia kampus. Penanaman nilai-nilai multikultur dalam pendidikan kewarganegaraan akan memberikan pemahaman kebangsaan- keagamaan yang kuat pada mahasiswa. Pedidikan kewarganegaraan tidak hanya mengembangkan kecerdasan intelektual tetepi juga kecerdasan sosial karena dalam pendidikan kewarganegaraan terkandung kompetensi
kewarganegaraan yang terdiri dari civic knowledge, civic skill, civic disposition. Kompetensi kewarganegaraan menurut Branson (Budimansyah dan Suryadi, 2008:33) terdiri atas tiga komponen penting yaitu:
1) Civic knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), berkaitan dengan kandungan atau apa yang seharusnya diketahui oleh warga negara; 2) Civic skill (kecakapan kewarganegaraan), adalah kecakapan intelektual dan partisipatoris warga negara yang relevan; dan 3) Civic disposition (watak kewarganegaraan).
Kompetensi kewarganegaraan tersebut merupakan kompetensi yang semestinya dimiliki warganegara/ masyarakat multikultur sebagai upaya pengembangan wawasan multikultural. Menurut Tim Departemen Agama RI (PKUB: 2003) menyatakan bahwa:
Berangkat dari pemaparan di atas, penulis tertarik untuk mengadakan suatu penelitian mengenai persepsi mahasiswa tentang multikulturalisme pengaruhnya terhadap Radikalisme Atas Nama Agama. Mengingat mahasiswa menjadi salah satu sasaran dari tindakan makar radikalisme ini, maka penulis merasa tertarik untuk mencari tahu bagaimana persepsi mahasiswa tentang multikulturalisme pengaruhnya terhadap persepsi mahasiswa tentang Radikalisme Atas Nama
Agama. Dengan demikian, penulis mencoba mencari jawabannya melalui suatu penelitian berjudul “PERSEPSI MAHASISWA TENTANG MULTIKULTURALISME PENGARUHNYA TERHADAP RADIKALISME
ATAS NAMA AGAMA (Studi Deskriptif dalam Konteks Pendidikan
Kewarganegaraan di Universitas Pendidikan Indonesia)”.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah penelitian ini dirumuskan yaitu bagaimana persepsi mahasiswa tentang multikulturalisme pengaruhnya terhadap radikalisme atas nama agama? Berdasarkan masalah penelitian diatas, dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi keberagaman mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia
Bandung?
2. Bagaimana persepsi mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung tentang multikulturalisme?
3. Bagaimana persepsi mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung tentang radikalisme atas nama agama?
4. Bagaimana pengaruh antara persepsi mahasiswa tentang multikulturslisme terhadap persepsi mahasiswa tentang radikalisme atas nama agama?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kondisi keberagaman mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.
2. Mengetahui persepsi mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung tentang multikulturalisme.
3. Mengetahui persepsi mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung tentang radikalisme atas nama agama.
4. mengetahui pengaruh antara persepsi mahasiswa tentang multikulturslisme terhadap persepsi mahasiswa tentang radikalisme atas nama agama.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini berkaitan dengan upaya untuk memperoleh informasi dan data mengenai persepsi mahasiswa tentang multikulturalisme pengaruhnya terhadap radikalisme atas nama agama. sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara empiris (praktis). Adapun manfaat penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Secara Teoretis
Melalui penelitian ini, diharapkan dapat menghasilkan temuan-temuan baru yang akan berguna bagi perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), serta menambah wawasan dan pengetahuan, khususnya tentang multikulturalisme dan radikalisme atas nama agama dengan menganalisis, mengkaji, dan mengungkapkan informasi argumentatif dan teoritikpersepsi mahasiswa tentang multikulturalisme pengaruhnya terhadap pencegahan radikalisme atas nama agama.
2. Secara Praktis
a. Bagi Mahasiswa
1) Meningkatkan wawasan dan pemahaman multikultural sebagai upayapencegaran radikalisme atas nama agama.
3) Meningkatkan rasa nasionalisme dan pemahaman empat pilarkebangsaan (UUD NRI 1945, Pancasila, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika) sebagai wujud warga negara yang baik.
b. Bagi Dosen
1) Mengembangkan inovasi dalam mata kuliah pendidikan kewarganegaraan dengan pendekatan multikultural untuk menanamkan toleransi dalam
keberagaman sebagai upaya deradikalisasi pada mahasiswa melalui proses belajar mengajar.
2) Meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang keberagaman berbangsa dan beragama untuk menumbuhkan sikap kerukunan dan toleransi dalam kehidupan sehari-hari.
3) Meningkatkan rasa nasionalisme dan penanaman empat pilar kebangsaan (UUD NRI 1945, Pancasila, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika) untuk mencegah masuknya radikalisme agama pada mahasiswa.
c. Bagi Perguruan Tinggi
1) Sebagai motivasi untuk lebih mengembangkan pengetahuan tentang multikultural mahasiswa dalam rangka menamkan sikap toleransi dan Bhineka Tunggal Ika.
2) Sebagai bahan pertimbangan bagi peningkatan kualitas pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dengan pendekatan multikultural dalam proses pembelajaran di kampus.
3) Sebagai upaya mengembangkan multikultural dalam mencegah radikalisme atas nama agama di kampus.
4) sebagai bahan pertimbangan dalam pengambil kebijakan khususnya yang
terkait dengan upaya pencegahan radikalisme atas nama agama di kampus.
E. Struktur Organisasi Skripsi
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional dan anggapan dasar. Pada bab dua yang merupakan kajian pustaka dipaparkan tentang teori dan konsep persepsi, eksistensi multikulturalisme di Indonesia, fenomena radikalisme di Indonesia, paham radikalisme atas nama agama dan eksistensi multikulturalisme dalam perhatian PKn, penelitian terdahulu serta hipotesis. Pada bab tiga dipaparkan mengenai pendekatan dan metode penelitian, teknik
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini adalah Universitas Pendidikan Indonesia Bumi
Siliwangi, Bandung. Kampus utama Universitas Pendidikan Indonesia terletak di Jalan Setiabudi 229 Bandung dengan luas 615.766 m2 ( kurang lebih 61 hektar), kini sedang diperluas ke arah barat hingga mencapai 75 hektar. Di kampus utama, Universitas Pendidikan Indonesia memiliki 7 (tujuh) fakultas dan satu Sekolah Pascasarjana (SPs).
Ketujuh fakultas tersebut adalah: (1) Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), (2) Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS), (3) Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS), (4) Fakultas Pendidikan Matematika dan IPA (FPMIPA), (5) Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (FPTK), (6) Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK), serta (7), Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis (FPEB).
2. Populasi Penelitian
Keseluruhan dari objek penelitian bisa dikatakan sebagai suatu populasi
penelitian. “Populasi berasal dari kata bahasa Inggris population yang berarti jumlah penduduk. Dalam metode penelitian, kata populasi amat populer digunakan untuk menyebutkan serumpun atau sekelompok objek yang menjadi
sasaran penelitian” (Bungin, 2010: 99).
Populasi sebagai sasaran suatu penelitian memeliki peran yang sangat penting dalam penelitian, maka dari itu peneliti harus jeli dalam menentukan keakuratan populasi. Populasi (Sugiyono, 2011:80) adalah “wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”.
penelitian dalam hal ini adalah manusia yaitu mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia. “Populasi memiliki parameter yakni bisa terukur yang menunjukkan
ciri dari populasi itu” (Zuriah, 2009: 16).
Berdasarkan kategori populasi, populasi dalam penelitian ini merupakan populasi teoretis (theoritical population) yaitu sejumlah populasi yang batas-batasnya ditentukan secara kualitatif (Zuriah, 2009: 117). Berdasarkan pada
kategori populasi teoretis, populasi dalam penelitian ini ditentukan batas-batasnya yaitu mahasiswa (semestar 3, 5, dan 7) angkatan 2009, 2010, dan 2011 di Universitas Pendidikan Indonesia yang masih aktif dan sedang menempuh jenjang Sarjana (S1) di semua fakultas di Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.
Sifat populasi dalam penelitian ini adalah “populasi yang bersifat
heterogen yaitu populasi yang unsur-unsurnya memiliki sifat dan keadaan yang bervariasi sehingga perlu ditetapkan batas-batasnya baik secara kualitatif maupun
secara kuantitatif” (Zuriah, 2009: 117). Gambaran mahasiswa Universitas
Pendidikan Indonesia yang heterogen terlihat dari berbagai fakultas, latar belakang mahasiswa, prestasi akademik mahasiswa dan ciri-ciri lain dari mahasiwa yang heterogen satu sama lainnya.
Pertimbangan memilih Universitas Pendidikan Indonesia Bandung karena mahasiswa UPI terdiri atas sejumlah besar kelompok-kelompok etnis, budaya, agama, dan lain-lain yang masing-masing plural (jamak) dan sekaligus juga heterogen (aneka ragam). Selain pertimbangan tersebut, peneliti mengambil populasi pada mahasiswa semestar 3, 5 dan 7 (angkatan 2009, 2010, dan 2011) dikarenakan berbagai pertimbangan sebagai berikut:
1. Untuk mahasiswa Semestar 3, 5, dan 7 (angkatan 2009, 2010, dan 2011)
diasumsikan telah mengontrak mata kuliah dasar umum yang bermuatan pendidikan nilai, moral dan pendidikan akhlak
mahasiswa telah diperkenalkan dan diberi pemahaman terhadap etika, moral, akhlak (hablumminalloh-hablumminannas), dan pemahaman kebangsaan keindonesiaan (Bhenaka Tunggal Ika).
2. Untuk mahasiswa angkatan 2009, 2010, dan 2011 diasumsikan telah mendapatkan pengalaman organisasi baik tingkat jurusan maupun tingkat universitas, yang memberi keterampilan (skill) organisasi dan pengalaman
organisasi yang bisa menjadi indikator pemahaman mahasiswa tentang bagaimana berorganisasi dan berinteraksi dengan mahasiswa lain dari berbagai latar belakang jurusan, fakultas, daerah, suku, ras, budaya, dan agama yang berbeda.
3. Untuk mahasiswa angkatan 2009, 2010, dan 2011 diasumsikan telah mengenal iklim kampus baik secara akademik maupun non akademik, sehingga dapat menjadi indikator pemahaman mahasiswa tentang iklim dunia kampus baik secara akademik maupun nonakademik.
Berdasarkan data yang diperoleh dari BAAK Universitas Pendidikan Indonesia, dapat dijelaskan bahwa jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1
Jumlah mahasiswa Universitas Pendidikan IndonesiaAngkatan 2009, 2010 dan 2011 Tahun Akademik 2011/ 2012
No Fakultas Jumlah
Mahasiswa
1. Fakultas Ilmu Pendidikan 2836
2. Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial 2246
3. Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni 3340
4. Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
2545
5. Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan 1873 6. Fakultas Pendidikan Olah Raga dan Kesehatan 1598 7. Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis 1486
Jumlah 15924
Alasan peneliti memilih mahasiswa Universitas Pendidikan Indoneisa Bandung sebagai populasi penelitian dikarenaka berdasarkan pertimbangan tempat place, Universitas Indonesia memiliki gambaran keberagaman. Hal ini terlihat dari gambaran mahasiswa yang berasal dari berbagai latar belakang budaya dan daerah yang plural. Selain itu, mahasiswa Universitas Pendidikan Indoneisa terdiri dari berbagai keilmuan dan agama yang berbeda.
Di samping faktor tersebut, kampus pada dasarnya sangat rawan dimasuki ideologi dan paham-paham radikal, termasuk tindakan makar atas nama agama. Universitas Pendidikan Indonesia juga tidak terlepas dari kerawanan munculnya radikalisme atas nama agama.
3. Sampel Penelitian
Pengambilan sempel dalam penelitian dilakukan agar memudahkan
peneliti dalam mengambil sebagian dari populasi yang ada dengan tetap mempertahankan keakuratan data yang diperoleh dari populasi yang ada.
Koentjaraningrat (1977: 88) berpandangan bahwa “sudah jelas bahwa dalam suatu
penelitian dalam lapangan apa pun saja, tak mungkin seorang peneliti dapat
meneliti dan mengobservasi seluruh jumlah total dari subyek yang ditelitinya.”
Pengambilan sampel dalam penelitian merupakan hal yang penting, peneliti harus menyesuaikan pengambilan sempel dengan keadaan populasi dan jenis penelitian.
Sugiyono (2011: 81) mengemukakan bahwa “sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Pengambilan
Sampel
Populasi
Gambar 3.1 Sampel Representatif Sumber: Bungin (2010: 102)
Nasution (2003: 86) berpandangan bahwa “bila populasi terlampau besar
kita ambil sejumlah sempel yang representatif. Sempel yang representatif adalah
sempel yang mewakili keseluruhan populasi.” Sampling yang representatif adalah
sempel yang memberikan keterwakilan dari sifat, karakteristik dan keadaan
populasi secara keseluruhan. “Metodologi sampling yang representatif pada
dasarnya menyangkut masalah sampling dimanakah ciri-ciri yang terdapat pada sempel yang terbatas itu benar-benar menggambarkan keadaan sebenarnya dalam
keseluruhan dari populasi” (Koentjaraningrat, 1977: 89).
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan “random sampling (memilih sampel secara acak) dimana pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu”(Sugiyono, 2011:82). Pengambilan sampel secara acak pada random sempling bukan berarti tanpa pertimbangan dan bisa diambil tanpa ketentuan. Nasution (2003: 87) berpandangan bahwa:
Random sampling memberikan hak yang sama kepada setiap subjek untuk memperoleh kesempatan dipilih menjadi sampel (Suharsimi, 2012:177). Dengan teknik ramdom sampling maka diharapkan peneliti bisa mendapatkan data yang akurat yang diperoleh dari mahasiswa secara acak.
Sesuai dengan keadaan populasi yang berjenjang terdiri dari beberapa angkatan belajar yang tersebar di beberapa fakultas dan jurusan/ prodi, maka
Random sempling yang digunakan dalam penelitian ini adalah proporsional stratified random samplingyang merupakan pengambilan sampel jika populasinya memiliki susunan bertingkat atau berlapis-lapis. Sebagaimana dikemukakan
Sugiyono (2011:82) bahwa “teknik ini (proporsional stratified random sampling)
digunakan bila populasi mempunyai anggota/ unsur yang tidak homogen
“heterogen”dan berstrata secara proporsional”.
Ukuran sampel dalam penelitian diambil berdasarkan kaidah penentuan jumlah sampel berdasarkan teori yang dikembangkan Slovin.Berdasarkan teori yang dikembangkan teori Slovin, untuk tingkat kesalahan 1%, 5%, 10%, dengan rumusan untuk menghitung ukuran sampel dari populasi yang diketahui jumlahnya adalah sebagai berikut (Nazir, 2005: 311):
�
=
N1+Ne2
Keterangan:
S = Ukuran sampel N = Ukuran populasi
e (Bound of Error) = 0,1 (tingkat kesalahan10 %)/ kelonggaran ketelitian
�
=
N
1 + Ne
2�
=
15924
1 +
15924
(10%)
2�
=
15924
1 + (15924 x 0,1 x 0,1)
�
=
15924
1 + (159,24)
�
=
15924
160,24
�
= 99, 38 = 100
Pengambilan sampel dalam penelitian ini merujuk pada rumus yang dikembangkan Slovin dengan mengambil tingkat kesalahan 10%, yang melakukan
perhitungan ukuran sampel didasarkan atas kesalahan 10%. Jadi sampel yang diperoleh mempunyai kepercayaan 90% terhadap populasi. Berdasarkan penghitungan menggunakan rumus Slovin, maka dari jumlah populasi 15924 orang didapat sampel 100 orang. Karena populasi berstrata, maka sampelnya juga harus berstrata. Sugiyono (2011: 89-90) berpandangan bahwa “karena populasi berstrata, maka sampelnya juga berstrata”.Jadi jumlah sampel berdasarkan jumlah mahasiswa setiap fakultas dapat dianalisis berdasarkan rumus bagai berikut:
ni =
Ni
N
.
�
Keterangan:ni : Jumlah sampel untuk setiap fakultas n : Jumlah sampel seluruhnya (100%)
Ni : Jumlah populasi setiap fakultas N : Jumlah populasi seluruhnya
Tabel 3.2
Penghitungan jumlah sampel berdasarkan fakultas
No Fakultas Ni : N x 100% Jumlah
1 FIP 2836 : 15924 x 100 17,8 dibukatkan 18 2 FPIPS 2246 : 15924 x 100 14,1 dibukatkan 14 3 FPBS 3340 : 15924 x 100 20,9 dibukatkan 21 4 FPMIPA 2545 : 15924 x 100 15,9 dibukatkan 16 5 FPTK 1873 : 15924 x 100 11,7 dibukatkan 12 6 FPOK 1598 : 15924 x 100 10 dibukatkan 10 7 FPEB 1486 : 15924 x 100 9,3 dibukatkan 9 Sumber: Modifikasi Sugiyono (2011: 90)
Berdasarkan hasil penghitungan diatas, maka populasi dan sampel dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 3.3
Populasi dan sampel penelitian dengan rumus Isaac dan Michael
No Fakultas Jumlah
Populasi
Jumlah Sampel
1. Fakultas Ilmu Pendidikan 2836 18
2. Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial 2246 14 3. Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni 3340 21 4. Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam 2545 16
5. Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan 1873 12 6. Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan 1598 10 7. Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis 1486 9
Jumlah 15924 100
Tabel 3.4 Responden wawancara
No Responden
1. Ketua Tutorial Universitas Pendidikan Indonesia 2012 2. Presiden Mahasiswa BEM REMA UPI 2012
3. Ketua UKM Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) 2012
Responden wawancara diatas diambil dengan pertimbangan berdasarkan tujuan penelitian dan metode penelitian deskriptif yang digunakan. Peneliti berharap dengan data yang didapat dari berbagai reponden wawancara diatas, akan menghasilkan data yang kuat dan lengkap. Baik data dari kuesiones maupun data wawancara, keduanya diharapkan bisa saling memperkuat dan melengkapi
data penelitian, sehingga hasil penelitian lebih sistematis, akurat, kredible, logis, dan ilmiah sehingga mendukung terhadap metode penelitian deskriptif yang mendeskripsikan dan menggali data secara mendalam dengan pendekatan kuantitatif yang bukan berarti pengumpulan datanya berupa angket saja tetapi dapat juga didukung oleh teknik wawancara jika diperlukan.
B. Desain Penelitian
Penelitian yang baik harus menggunakan metode penelitian yang sesuai dan menunjang terhadap tujuan dan kegunaan penelitian serta didukung oleh dsain penelitian yang baik.Dsain penelitian merupakan peta gambaran alur penelitian yang dilakukan oleh peneliti.Dsain dalam penelitian ini merujuk pada kehawatiran peneliti netang kasus radikalisme atas nama agama yang masuk ke dunia kampus pada pertengahan tahun 2009. Hal tersebut memberikan ketertarikan bagi peneliti untuk mencari tahu bagaimana persepsi mahasiswa tentang multikulturalisme pengaruhnya terhadap persepsi mahasiswa tentang radikalisme atas nama agama.
Dengan metode dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti mengharapkan dapat megetahui persepsi mahasiwa tentang multikulturalisme dan persepsi mahasiswa tentang radikalisme atas nama agama
mahasiswa tentang radikalisme atas nama agama. Berikut merupakan desain penelitian yang melandasi penelitian ini, yaitu:
Gambar 3.2
Kerangka Berpikir Penelitian
C. Metode Penelitian
Metodologi sebagaimana dikemukakan oleh Moleong (2007:237) adalah “suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian”.Dari pengertian tersebut, menegaskan bahwa metodologi adalah suatu pendekatan umum, untuk mengkaji dan mencari jawaban atas permasalahan dalam penelitian.Sementara itu, Sugiono (2011: 2) berpandangan bahwa metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan”.
2009: 26).Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif „Description Research‟. Suharsimi Arikunto (2010: 3) memaparkan bahwa:
Istilah deskriptif berasal dari bahasa Inggristo describe yang berarti memaparkan atau menggambarkan suatu hal misalnya keadaan, kondisi, situasi, peristiwa, kegiatan dan lain-lain. Dengan demikian yang disebut dengan penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi atau hal-hal lain yang sudah disebutkan, yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian.
Metode penelitian deskriptif adalah suatu cara untuk memperolah pengetahuan atau memecahkan permasalahan yang dihadapi. “Penelitian deskriftip adalah penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi atau hal-hal lain yang sudah disebutkan, yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian” (Arikunto, 2010: 3). Metode deskriptif diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat.Sejalan dengan pendapat tersebut, Nurul Zuriah (2009: 47)berpandangan bahwa “penelitian deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.”Dengan menggunakan metode penelitian desktiptif, peneliti menganalisis suatu fakta, kajian, atau gejala dengan sistematis dan akurat sehingga data yang dikumpulkan selama penelitian menjadi data yang lengkap dan ilmiah.
Alasan peneliti menggunakan metode deskriptif dalam penelitian ini adalah agar memudahkan peneliti dalam menganalisis, mengkaji, dan mengungkapkan informasi argumentatif dan teoritik terkaitpersepsi mahasiswa
tentang multikulturalisme pengaruhnya terhadap radikalisme atas nama agamasecara lebih mendalam. Dengan pengkajian secara mendalam melalui
metode deskriptif maka diharapkan akan ditemukan pemecahan permasalahan dan solusi-solusi permasalahan ketika penelitian di lapangan. Penelitian deskriptif yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif korelasi
terhadap persepsi mahasiswa tentang radikalisme. Sejalan dengan hal tersebut, Arikunto (2010: 4) berpandangan bahwa:
Penelitian korelasi „penelitian korelasional‟ adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih, tanpa melakukan perubahan, tambahan, atau manipulasi terhadap data yang memang sudah ada.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dalam menganalisis fakta, gejala dan kasus berupa angka-angka dan analisis berupa statistik. Sugiyono
(2011: 7) memaparkan bahwa “metode kuantitatif merupakan metode ilmiah/
scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu kongkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional dan sistematis...data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik.” Pendekatan kuantitatif (Sugiyono, 2011:7)berpandangan merupakan:
Suatu pendekatan penelitian yang telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah, yaitu konkrit/empiris, objektif, terukur, rasional, dan sistematis serta secara primer menggunakan paradigma postpositivist dalam mengembangkan ilmu pengetahuan (seperti pemikiran tentang sebab akibat, reduksi kepada variabel, hipotesis dan pertanyaan spesifik, menggunakan pengukuran, dan observasi serta pengujian teori), menggunakan strategi penelitian, seperti eksperimen dan survei yang memerlukan data statistik.
Secara metodologis, penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif
sebagai pendekatan utama berdasarkan hakikat penelitian kuantitatif, sebagaimana dikemukakan oleh Sugiono (2008:14) yang berpandangan bahwa “metode yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, dengan teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, dengan pengumpulan data menggunakan instrument penelitian.”
Penggunaan rancangan korelasional menurut Davis (Emriz, 2009: 47)
didasarkan pada asumsi bahwa “realitas lebih baik dideskripsikan sebagai suatu jaringan timbal balik dan penginteraksian dari pada hubungan kausal. Sesuatu memengaruhi- dipengaruhi oleh- sesuatu yang lain. Jaringan hubungan ini tidak
linear...”.
fakta dan data yang terukur, rasional, dan objektif. “Penelitian kuantitatif banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya” (Arikunto, 2010: 27). Sehingga, penelitian ini didukung oleh data yang akurat dan terukur, Burhan Bungin (2005: 36) mengemukakan bahwa:
Penelitian kuantitatif dengan fomat deskriptif bertujuan untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, serta berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan apa yang terjadi. Kemudian mengangkat kepermukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun variabel tersebut.
Peneliti berharap fakta dan data yang didapat memiliki kekuatan konseptual yang didapat melalui pendekatan kuantitatif untuk memperluas perolehan data. Sehinggadiharapkan dapat diperoleh data yang akurat, terukur dan sistematissehingga diperoleh data yang lengkap dan akurat.
D. Definisi Operasional
Kerangka pemikiran bertujuan agar tidak terjadi salah pengertian dan
untuk memperoleh kesatuan arti dan pengertian dari judul penelitian ini, perlu kiranya diberikan penjelasan mengenai istilah yang digunakan dalam judul
penelitian tersebut.
1. Persepsi
Persepsi adalah pengamatan tentang objek-objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimulus indrawi (sensory stimuli) Desiderato (Muchtar, 2007:13).
2. Multikultural
Secara etimologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak) dan kultur (budaya), KBBI bermakna “bersifat keberagaman budaya”. Secara hakiki, dalam kata ini terkandung “pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik” (Mahfud, 2005: 75). Menurut Azra (Zubaedi, 2012: 54) mengatakan bahwa:
Multikulturalisme adalah gerakan sosio-intelektual yang mempromosikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip perbedaan serta menekankan pentingnya penghargaan pada setiap kelompok yang mempunyai kultur berbeda. Orientasinya adalah kehendak untuk membawa masyarakat dalam suasana rukun, damai, egaliter, toleran, saling menghargai, saling menghormati, tanpa ada konflik dan kekerasan dan tanpa menghilangkan kompleksitas perbedaan yang ada.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa multikultural adalah suatu
keberagaman budaya yang unik yang didalamnya terkandung pengakuan akan martabat manusia.
3. Radikalisme Atas Nama Agama
Banyak pengamat dan ahli yang mengkaji radikalisme atas nama agama yang memberikan definisi beragam tentang radikalisme atas nama agama. Amirsyah (2012: 50) mengemukakan bahwa:
Radikalisme atas nama agama adalah paham yang lebih merujuk pada fenomena pemahaman keagamaan yang keliru, karena melahirkan aksi kekerasan oleh satu kelompok tertentu dengan seolah-olah membawa legitimasi agama di dalamnya.
Qardhawi (2009: 40) berpandangan bahwa “Indikasi radikalisme yang pertama adalah fanatisme terhadap suatu pendapat tanpa mengakui adanya pendapat lain, fanatik terhadap pemahamannya sendiri tanpa memberikan tempat
E. Anggapan Dasar
Menurut Surakhmad (Arikunto, 2010:104) menyatakan bahwa anggapan dasar adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik. Berdasarkan pendapat tersebut, anggapan dasar dalam penelitian ini dapat dirumuskan, sebagai berikut:
1. Persepsi merupakan proses pengamatan seseorang yang berasal dari komponen
kognisi. Melalui komponen kognisi ini akan timbul ide kemudian konsep mengenai apa yang dilihat berdasarkan norma yang dimiliki pribadi seseorang akan terjadi keyakinan (beliefe) terhadap objek tersebut (Mari‟at, 1982:24). 2. Tingkah laku seseorang merupakan fungsi dari cara dia memandang. Oleh
karena itu, untuk mengubah tingkah laku seseorang, harus dimulai dari mengubah persepsinya (Sobur, 2003:447).
3. Pengembangan wawasan multikultural pada setiap unsur dan lapisan masyarakat hasilnya kelak diharapkan terwujudnya masyarakat tidak saja mengakui perbedaan, tetapi mampu hidup saling menghargai, menghormati secara tulus, komunikatif, dan terbuka, tidak saling curiga, memberi tempat terhadap keragaman keyakinan, tradisi, adat, maupun budaya dan paling utama adalah berkembangnya kerjasama sosial dan tolong menolong secara tulus sebagai perwujudan rasa kemanusiaan yang dalam dari ajaran agama masing-masing, Tim Departemen Agama RI (PKUB:2003).
4. Dari masa ke masa di lingkungan kampus hampir selalu ada kelompok radikal dan ekstrem, baik kanan maupun kiri. Mahasiswa perguruan tinggi umum lebih rentan terhadap rekrutmen daripada mahasiswa perguruan tinggi agama Islam, Azyumardi Azra (http://cetak.kompas.com).
5. Ideologi radikal dan teroristik harus dihadapi dengan kontraideologi dan perspektif keagamaan keIndonesiaan yang utuh. Yang mendesak dilakukan
adalah revitalisasi mata kuliah yang bersifat ”ideologis”: Pancasila, Pendidikan
Kewargaan, dan Agama, Azyumardi Azra (http://cetak.kompas.com).
Gambar 3.3
Kerangka titik tolak pemikiran penelitia
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian digunakan peneliti untuk mendapatkan data dan informasi dari responden penelitian. Instrumen penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah kuesioner kepada mahasiswa angkatan 2009, 2010, dan 2011 dari
semua fakultas di Universitas Pendidikan Indonesia, Bumi Siliwangi. Adapun instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel persepsi mahasiswa tentang multikulturalisme dan variabel persepsi mahasiswa tentang radikalisme atas nama agama adalah sebagai berikut:
1. Kuesioner Persepsi Mahasiswa tentang Multikulturalisme (Variabel X):
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk pernyataan yang
menggunakan skala Likert dengan empat alternatif pilihan jawaban (Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju, Sangat Tidak Setuju) dengan 21 butir pernyataan. Kuesioner ini berlandaskan atas tiga komponan utama multikultralisme yang diambil dari teori beberapa ahli tentang multikulturalisma.
Kuesioner yang berbentuk pernyataan dengan skala Likert terdiri atas pernyataan favorabledan un-favorable(pernyataan positif dan pernyataan negatif). Penyusunan instrumen kuesioner berdasarkan atas variabel penelitian yang diuraikan menjadi indikator penelitian yang terdiri atas 3 indikator yaitu kesadaran budaya yang dikemukakan oleh Edi Sedyawati(2007: 330), sub nilai elemen-elemen multikulturalisme yang dikemukakan oleh Blum (Komalasari dan
Syaifullah, 2009: 144), dan wawasan multikultural yang dikemukakan oleh Tim Departemen Agama Republik Indonesia. Instrumen dibuat oleh peneliti dan dikonsultasikan kepada pembimbing I dan pembimbing II yang kemudian diuji cobakan terlebih dahulu sebelum digunakan dalam penelitian.
2. Kuesioner Persepsi Mahasiswa Tentang Radikalisme Atas Nama Agama
(Variabel Y):
Kuesioner untuk variabel ini sama dengan kuesioner variabel X yaitu berbentuk pernyataan yang menggunakan skala Likert dengan empat alternatif pilihan jawaban (Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju, Sangat Tidak Setuju) dengan 19 butir pernyataan. Kuesioner ini berlandaskan atas lima gerakan radikalis yang menjadi dasar tumbuhnya radikalisme atas nama agama menurut Armahedi Mahzar (Ghazali, 2011: 111) yaitu absolutisme, eksklusivisme, fanatisme, ekstrimisme dan agresivisme. Kuesioner terdiri atas pernyataan favorabledan un-favorable(pernyataan positif dan pernyataan negatif). Penyusunan instrumen kuesioner berdasarkan atas variabel penelitian yang diuraikan menjadi indikator penelitian.
G. Operasionalisasi Variabel
dipilih oleh peneliti sebagai gejala bervariasi yang diteliti. Burhan Bungin (2010: 59) mengemukakan bahwa:
Kata variabel berasal dari bahasa Inggris variable yang berarti faktor tak tetap atau berubah-ubah. Namun bahasa Indonesia telah terbiasa menggunakan kata variabel ini dengaan pengertian yang lebih tepat disebut bervariasi. Dengan demikian variabel adalah fenomena yang bervariasi dalam bentuk, kualitas, kuantitas, mutu standar dan sebagainya.
Sejalan dengan pendapat tersebut, S. Margono (Zuriah, 2009:144)
berpandangan bahwa “variabel merupakan konsep yang mempunyai variasi nilai,
dapat juga diartikan sebagai pengelompokan yang logis dari dua atribut atau
lebih.” Variabel sebagai suatu konsep penelitian sangat berperan penting dalam
menganalisis keterkaitan dengan konsep lain yang akan diuji dalam penelitian. Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dengan uji korelasional yang mencoba menganalisis hubungan antara variabel dalam penelitian. Sugiyono (2011:39) berpandangan bahwa terdapat dua jenis variabel yaitu:
Variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat disebut variabel bebas atau independent variable. Sedangkan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas disebut variabel terikat atau dependent variable.
r
Gambar 3.4
Pola Hubungan Sederhana Antara Variabel Sumber: Sugiyono (2011:42)
Pola hubungan antar variabel dalam penelitian ini akan mencari tahu apakah persepsi mahasiwa tentang multikulturalisme dapat mempengaruhi persepsi mahasiawa tentang radikalisme atas nama agama. Berdasarkan variabel dalam penelitian ini, maka dapat digambarkan contoh hubungan variabel independen-dependensebagai berikut:
Gambar 3.5
Hubungan Variabel Independen-dependen Sumber: Sugiyono (2011:39)
Berdasarkan hubungan antar variabel tersebut, antar variabel memiliki sifat hubungan simetris, yang bersandar pada pendapat yang dikemukakan oleh Burhan Bungin (2010: 68-69) memaparkan bahwa ada empat kelompok hubungan simetris dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kedua variabel merupakan indikator sebuah konsep yang sama. 2. Kedua variabel merupakan akibat dari faktor yang sama.
3. Kedua variabel berkaitan secara fungsional.
4. Kedua variabel mempunyai hubungan yang kebetulan semata.
Maka berdasarkan kelompok hubungan simetris tersebut, variabel dalam penelitian ini memiliki hubungan simetris bahwa kedua variabel jika dianalisis
X Y
Persepsi mahasiswa tentang multikulturalisme (Variabel Independen)
Persepsi mahasiswa tentang radikalisme atas nama agama
berdasarkan indikator berkaitan secara fungsionel berdasarkan indikator–indikator yang terdapat pada kedua variabel.
Kedua variabel dalam penelitian merupakan panduan untuk merumuskan instrumen penelitian yang dapat penelitian ini, peneliti menggunakan teknik angket atau kuesioner untuk menguraikan variabel-variabel penelitian kedalam instrumen penelitian. Berdasarkan variabel independen-dependen tersebut,
indikator yang menggambarkan dari variabel independen-dependen dapat dilihat pada tabel, sebagai berikut:
Tabel 3.5
Variabel dan Indikator Penelitian
VARIABEL INDIKATOR SUB INDIKATOR
Persepsi
1. Pengetahuan berbagai kebudayaan yang mempunyai jati diri beserta keunggulannya. 2. Pengetahuan berbagai riwayat perkembangan budaya.
3. Merawat dan mengembangkan unsur warisan budaya, mengembangkan kebudayaan
nasional. Sub Nilai
Multikulturalis me
1. Menegaskan identitas kultural.
2. Mempelajari dan menilai warisan budaya. 3. Menghormati dan memahami kebudayaan selain kebudayaannya.
4. Menilai dan merasa senang dengan perbedaan.
5. Memandang perbedaan dalam masyarakat sebagai kebaikan yang positif untuk dihargai dan dipelihara.
Wawasan Multikultural
1. Mengakui perbedaan.
2. Komunikatif, terbuka, dan tidak saling curiga. 3. Memberi tempat terhadap keragaman
keyakinan, tradisi, adat, budaya.
4. Kerjasama sosial dan tolong menolong secara tulus sebagai perwujudan rasa kemanusiaan. Absolutisme
(Armahedi
1. Pemahaman yang dangkal terhadap hakikat ajaran agama, pengetahuan yang setengah- setengah sehingga mengalami kerancuan konsep.
Persepsi
2. Kepribadian tertutup, tidak membuka dialog. Fanatisme 1. Fanatisme terhadap suatu pendapat tanpa
mengakui adanya pendapat lain dan merasa benar sendiri.
2. Fanatik organisasi, mengklaim yang paling benar dan yang lain salah.
3. Fanatik kepada keimanan sendiri dengan tidak didukung oleh rasa toleran dan hati yang lapang.
Ekstrimisme 1. Sikap keras yang tidak pada tempatnya 2. Buruk sangka kepada orang lain. 3. Mengafirkan orang lain.
4. Terburu-buru berprasangka buruk dan menuduh.
5. Menguatkan kemungkinan yang buruk dari pada yang baik.
Agresivisme 1. Menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan.
2. Melakukan perubahan secara cepat dan menyeluruh tanpa kompromi.
3. Menggunakan kekerasan dalam mengajarka keyakinan atau pemahaman.
H. Proses Pengembangan Instrumen
1. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian
Uji coba instrumen penelitian dilakukan untuk mengetahui akurasi instrumen terhadap responden untuk menghindari kegagalan total dalam pengumpulan data. Uji coba instrumen dilakukan untuk mempersiapkan
instrumen penelitian agar terhindar dari beberapa kelemahan berupa penggunaan bahasa, indikator dan pengukurannya.
Uji coba instrumen dilakukan sama seperti pelaksanaan penelitian yang
dinyatakan layak dipakai. Uji coba instrumen dilakukan secara sistematis dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Uji Validitas
Uji validitas bertujuan untuk mengetahui apakah suatu tes valid atau tidak,suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Suharsimi (2010: 211) mengemukakan bahwa:
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah.
Untuk membuktikan hal ini, dapat diketahui dari tingkat validitas yang tinggi setelah dihitung berdasarkan hasil uji coba. Uji validitas dalam penelitian ini adalah uji validitas isi. Nasution (2003: 75) berpandangan bahwa dengan
“validitas isi dimaksud bahwa isi atau bahan yang diuji atau dites relevan dengan
kemampuan, pengetahuan, pelajaran, pengalaman atau latar belakang orang yang
diuji.” Rumus yang dapat digunakan untuk menghitung validitas (Arikunto, 2010:
213) adalah sebagai berikut:
1. Rumus korelasi product moment dengan simpangan:
r
xy =
Keterangan:
Rxy: Koefisien korelasi antara variable x dan y
∑xy: Jumlah perkalian antara x dan y
x2 : Kuadrat dari x y2: Kuadrat dari y 2. Rumus korelasi product moment dengan angka kasar:
r
xy=
� −( ) ( )
� 2− ( )2 � 2−( )2