• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA (GEOMETRI) SISWA KELAS X DI SMK NEGERI 3 YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA (GEOMETRI) SISWA KELAS X DI SMK NEGERI 3 YOGYAKARTA."

Copied!
263
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan formal yang sedang banyak diminati masyarakat, yaitu pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Berdasarkan pada Data Rekapitulasi Nasional SMK Tahun 2015/2016, jumlah SMK di seluruh Indonesia mencapai 12.799 sekolah dengan siswa sebanyak 3.574.649 orang (dapo.diken.kemendikbud.go.id). Masyarakat menaruh kepercayaan besar terhadap pendidikan SMK yang dapat meningkatkan masa depan dan taraf hidup mereka disebabkan lulusan SMK jauh lebih siap diterjunkan dalam dunia kerja. Seperti yang telah tertera pada Permendiknas nomor 22 Tahun 2006 bahwa pendidikan kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan siswa untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan program kejuruannya. Pendidikan SMK tidak hanya meningkatkan potensi kognitif siswa saja melainkan juga menyiapkan siswa menjadi manusia produktif yang memiliki jiwa kewirausahaan dan siap terjun di dunia kerja.

(2)

2 bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan siswa terkait lingkungan dalam bidang sosial, budaya, dan seni; mata pelajaran produktif merupakan program kulikuler yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan siswa sesuai dengan minat, bakat dan atau kemampuan dalam bidang keahlian, program keahlian, dan paket keahlian; dan mata pelajaran adaptif merupakan program kulikuler yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Salah satu mata pelajaran adaptif, yaitu matematika.

(3)

3 Bobango (1993: 148) berpendapat bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah agar siswa memperoleh rasa percaya diri pada kemampuan matematika yang dimilikinya, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat berkomunikasi secara matematik, dan dapat bernalar secara matematika. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Suydam (1985: 481) yang menyatakan bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi spasial mengenai dunia nyata, menanamkan pengetahuan yang dibutuhkan untuk matematika lanjut, dan mengajarkan cara membaca dan menginterpretasikan argumen matematika.

(4)

4 siswa SMU masih mengalami kesulitan dalam melihat gambar bangun ruang. Selain itu, berdasarkan pengalaman, pengamatan dan penelitian oleh Madja di perguruan tinggi, ditemukan bahwa kemampuan mahasiswa dalam melihat ruang dimensi tiga masih rendah. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Budiarto (2000: 440) bahwa dari berbagai penelitian, masih ditemukan mahasiswa yang menganggap gambar bangun ruang sebagai bangun datar, mahasiswa masih sulit menentukan garis bersilangan dan garis berpotongan, serta belum mampu menggunakan perolehan geometri SMU untuk menyelesaikan permasalahan geometri ruang.

Di Indonesia daya serap siswa kelas XII yang melaksanakan ujian nasional tahun 2012, 2013, 2014, dan 2015 pada materi geometri cenderung menurun. Hal tersebut ditunjukkan oleh data daya serap nilai ujian nasional siswa SMA di seluruh Indonesia pada materi geometri yang disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Daya Serap Materi Geometri Tahun 2012, 2013, 2014, dan 2015 Tahun Daya Serap Materi Geometri

2012 63,77 2013 52,82 2014 54,61 2015 37,58

(5)

5 akhir sekolah untuk sub-materi jarak antara titik ke bidang hanya 25,8%, sedangkan untuk sub-materi sudut antar dua garis adalah 52,3%.

Untuk siswa kelas X Kendaraan Ringan 1 dan X Teknik Permesinan 2 di SMK Negeri 3 Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016 yang akan menerima materi geometri ternyata memiliki kemampuan dasar geometri yang cenderung rendah. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata nilai tes pengetahuan pra-syarat siswa dengan soal mengenai bentuk-bentuk bangun ruang, unsur-unsur pada bangun ruang, hubungan antar unsur, dan konsep segitiga yang hanya mencapai 55,26. Pada saat menyebutkan bentuk-bentuk bangun ruang banyak siswa yang belum dapat membedakan bangun limas dan prisma. Siswa belum memahami tentang perbedaan unsur-unsur pada bangun ruang, seperti diagonal ruang, bidang diagonal, dan diagonal bidang. Masih banyak siswa yang belum memahami hubungan antar unsur pada bangun ruang, seperti garis yang berpotongan, sejajar, tegak lurus, dan bersilangan. Siswa juga belum memahami prinsip pada segitiga siku-siku yang seharusnya sudah dipelajari di SMP yakni tentang teorema Pythagoras.

(6)

6 Pada materi geometri, KKM yang ditentukan oleh guru adalah 70. Selain itu, hasil tes diagnostik yang dilakukan oleh peneliti kepada siswa kelas X Kendaraan Ringan 1 dan X Teknik Permesinan 2 menunjukkan terdapat 33 siswa yang membuat kesalahan lebih dari 50% saat mengerjakan tes diagnostik. Berdasarkan dokumentasi hasil ulangan harian, ujian tengah semester, dan tes diagnostik, siswa banyak mengalami kesulitan menyelesaikan masalah geometri pada saat mereka diminta untuk menentukan jarak antara titik ke garis, jarak antara titik ke bidang, besar sudut antara garis dan bidang, serta besar sudut antara dua bidang. Hal tersebut dilihat dari persentase jawaban siswa untuk setiap butir soal.

Kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah geometri tersebut, menandakan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar. Kesulitan belajar siswa harus diketahui guru untuk kelancaran proses belajar dan mengajar selanjutnya, serta digunakan sebagai bahan pertimbangan guru untuk melakukan perbaikan mengajar atau remidial teaching. Kesulitan belajar siswa dapat dikaji melalui kesulitan-kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal-soal geometri. Kesulitan tersebut terkait dengan objek-objek langsung dalam matematika yaitu fakta, konsep, keterampilan matematika, dan prinsip. Seperti yang dijelaskan Cooney (1975: 203) bahwa konsep dan prinsip merupakan pengetahuan dasar matematika. Konsep dan prinsip ini harus dikuasai siswa agar siswa dapat menyelesaikan persoalan matematika dengan benar.

(7)

7 dan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar siswa pada materi geometri, sehingga hal tersebut dapat menjadi bahan refleksi guru untuk melakukan tindak lanjut terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:

banyak siswa kelas X di SMK Negeri 3 Yogyakarta tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada ulangan harian dan ujian tengah semester materi geometri.

C. Pembatasan Masalah

Melihat bahwa banyak siswa kelas X SMK Negeri 3 Yogyakarta tidak mencapai KKM pada ulangan harian dan ujian tengah semester materi geometri. Hal tersebut menandakan adanya gejala kesulitan belajar yang dialami oleh siswa. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, peneliti bermaksud menggali kesulitan belajar siswa sebagai penyebab tidak tercapainya KKM pada ulangan harian dan ujian tengah semester materi geometri.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, pemasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah kesulitan siswa kelas X di SMK Negeri 3 Yogyakarta dalam menyelesaikan masalah geometri?

(8)

8 E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diuraiakan, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan kesulitan siswa kelas X di SMK Negeri 3 Yogyakarta dalam menyelesaikan masalah geometri dan

2. Mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar matematika pada materi geometri siswa-siswa Kelas X SMK Negeri 3 Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka manfaat dari kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi praktisi pendidikan sekolah menengah kejuruan khususnya tentang kesulitan belajar matematika pada materi geometri.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru, penelitian ini dapat memberikan informasi terkait kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah geometri dan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar matematika pada materi geometri siswa-siswa kelas X SMK Negeri 3 Yogyakarta.

(9)
(10)

10 BAB II

KAJIAN TEORI BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori

Penelitian ini mengkaji masalah penyebab siswa kelas X di SMK Negeri 3

Yogyakarta tidak mencapai KKM pada ulangan harian dan ujian tengah semester

materi geometri. Untuk mendukung pembahasan masalah tersebut, diperlukan

teori-teori yang relevan. Beberapa teori yang relevan adalah kajian tentang

diagnosis kesulitan belajar matematika, kajian tentang pembelajaran matematika

SMK, dan materi geometri kelas X SMK. Deskripsi teori-teori tersebut adalah

sebagai berikut.

1. Kajian tentang Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika

Kajian tentang diagnosis kesulitan belajar matematika terdiri atas pemaparan

tentang pengertian diagnosis kesulitan belajar matematika, penyebab kesulitan

belajar siswa, prosedur diagnosis kesulitan belajar, tes diagnostik, dan strategi

penelitian studi kasus.

a. Pengertian Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika

Telah dijelaskan sebelumnya pada latar belakang bahwa hasil observasi,

wawancara dan dokumentasi menunjukkan adanya kesulitan belajar matematika

siswa kelas X SMK Negeri 3 Yogyakarta pada materi geometri. Hal tersebut

ditunjukkan dengan rendahnya nilai siswa pada ulangan harian dan ujian tengah

semester. Banyak siswa yang tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal

(KKM). Cooney (1975: 202-203) memberikan petunjuk bahwa untuk mengetahui

(11)

11 kesulitan siswa agar dapat ditentukan cara perbaikan yang tepat. Kegiatan

mendiagnosis kesulitan belajar dan pembelajaran remedial merupakan kegiatan

yang harus dilakukan guru bersama dengan siswa serta unsur lain jika

memungkinkan. Pemberian bantuan terhadap siswa berkesulitan belajar

didasarkan pada diagnosis yang cermat.

Pengertian diagnosis kesulitan belajar dapat diperoleh dari definisi diagnosis,

kesulitan belajar, dan diagnosis kesulitan belajar. Menurut Sugihartono, dkk

(2012: 149), diagnosis adalah penentuan jenis masalah atau kelaianan atau

ketidakmampuan dengan meneliti latar belakang penyebabnya atau dengan cara

menganalisis gejala-gejala yang tampak. Selanjutnya, Sugihartono (2012: 149)

menjelaskan kesulitan belajar adalah suatu gejala pada siswa yang ditandai

dengan prestasi belajar yang tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

yang telah ditetapkan sekolah. Berdasarkan definisi diagnosis dan kesulitan

belajar tersebut, Sugihartono dkk (2012: 150) mendefinisikan diagnosis kesulitan

belajar sebagai proses menentukan masalah atau ketidakmampuan siswa dalam

belajar dengan cara menelusuri latar belakang penyebabnya atau dengan cara

menganalisis gejala kesulitan dan hambatan belajar yang tampak dari diri siswa.

Tidak ada definisi khusus terkait diagnosis kesulitan belajar matematika.

Berdasarkan definisi diagnosis kesulitan belajar dapat disimpulkan bahwa

diagnosis kesulitan belajar matematika adalah upaya menemukan kelemahan atau

kesulitan belajar yang dialami oleh siswa pada mata pelajaran Matematika dan

(12)

12 b. Penyebab Kesulitan Belajar Siswa

Terdapat faktor-faktor yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar

sebagaimana disebutkan oleh Muhibbin Syah (2009: 184-185) dapat berupa faktor

intern dan faktor ekstern.

1) Faktor intern siswa

Faktor intern adalah hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam

diri siswa sendiri. Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kekurangmampuan

psiko-fisik siswa, yaitu:

a) yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas

intelektual/intelegensi siswa;

b) yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti sikap belajar, motivasi

belajar, kebiasaan belajar, konsentrasi belajar; dan

c) yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat

indera penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga).

2) Faktor ekstern siswa

Faktor ekstern adalah hal-hal atau keadaan-keadaan yang bersumber dari luar

diri siswa, yakni semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak

mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor lingkungan meliputi:

a) lingkungan keluarga, seperti ketidakharmonisan hubungan antara ayah dan

ibu, ekonomi keluarga yang rendah, pendidikan ayah dan ibu yang rendah,

dll;

b) lingkungan masyarakat, seperti wilayah perkampungan yang kumuh, teman

(13)

13 c) lingkungan sekolah, seperti kondisi gedung sekolah, kurikulum, guru kelas,

media pembelajaran, dll.

Penyebab kesulitan dalam penelitian ini hanya dilihat dari faktor intern

bagian ranah rasa (afektif).

c. Prosedur Diagnosis Kesulitan Belajar

Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas

langkah-langkah tertentu yang diorientasikan pada ditemukannya kesulitan belajar

jenis tertentu yang dialami siswa. Adapun prosedur diagnosis secara umum yang

akan digunakan dalam penelitian ini adalah prosedur oleh Cooney, Davis, dan

Henderson (1975:202-209). Prosedur ini terdiri atas mengidentifikasi siswa yang

mengalami kesulitan belajar, menentukan jenis dan sifat kesulitan belajar,

memperkirakan sebab-sebab kesulitan belajar, proses pemecahan kesulitan

belajar.

1) Mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar

Tujuan identifikasi adalah untuk menemukan siswa yang diperkirakan

mengalami kesulitan belajar. Langkah-langkah yang dilakukan adalah menandai

siswa dalam satu kelas yang mengalami kesulitan belajar. Cara yang ditempuh di

antaranya adalah:

a) meneliti nilai ulangan harian dan ujian tengah semester, kemudian

dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas atau dengan kriteria tingkat

penguasaan minimal kompetensi yang dituntut,

b) menganalisis hasil ulangan harian dan ujian tengah semester dengan melihat

(14)

14 c) melakukan observasi pada saat siswa dalam proses belajar dan mengajar.

2) Menentukan jenis dan sifat kesulitan belajar

Setelah ditemukan individu atau siswa yang diduga mengalami kesulitan

belajar, ditentukan jenis dan sifat kesulitan belajar. Dalam langkah ini secara

umum terdapat tiga persoalan pokok yang harus dikaji yaitu:

a) mendeteksi kesulitan belajar dalam bidang studi tertentu,

b) mendeteksi pada kawasan tujuan belajar dan bagian ruang lingkup bahan

pelajaran manakah kesulitan terjadi, dan

c) menganalisis catatan mengenai proses belajar.

Berkaitan dengan mata pelajaran Matematika, jenis kesulitan yang

kemungkinan sering dialami oleh siswa yakni kesulitan-kesulitan berkaitan

dengan konsep, prinsip, dan algoritma untuk setiap pokok bahasan dalam mata

pelajaran Matematika. Dalam hal ini, prosedur yang digunakan yaitu tes

diagnostik.

3) Memperkirakan sebab-sebab kesulitan belajar

Sebab-sebab kesulitan belajar seperti yang sudah diungkapkan sebelumnya

oleh Muhibbin Syah dapat meliputi faktor intern bagian ranah rasa (afektif).

Dalam hal ini, prosedur yang digunakan yaitu wawancara.

4) Proses Pemecahan Kesulitan Belajar

Langkah-langkah dalam proses pemecahan kesulitan belajar di antaranya

adalah:

a) memperkirakan kemungkinan bantuan,

(15)

15 c) tindak lanjut.

Tindak lanjut adalah kegiatan melakukan pengajaran remedial (remedial

teaching) yang paling tepat untuk membantu siswa yang berkesulitan belajar.

Terdapat beberapa langkah diagnosis yang tidak dilakukan oleh peneliti yakni

melakukan observasi pada saat siswa dalam proses belajar mengajar dan analisis

terhadap catatan mengenai proses belajar. Hal tersebut disebabkan oleh

keterbatasan pengamatan peneliti. Selain itu, karena keterbatasan waktu

penelitian, peneliti hanya melakukan diagnosis hingga pengambilan kesimpulan.

Untuk tindak lanjut kepada siswa yang memiliki kesulitan belajar diserahkan

kepada guru dan pihak sekolah.

Untuk mengetahui kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika

dapat dilakukan dengan melihat pengetahuan siswa pada konsep dan prinsip dari

suatu materi. Untuk diagnosisnya diuraikan sebagai berikut (Cooney, Davis, dan

Henderson, 1975 : 216-225).

1) Diagnosis Kesulitan Penggunaan Konsep

Kesulitan konsep dalam diri siswa dapat ditinjau dari pengetahuan siswa

tentang konsep-konsep. Pengetahuan siswa tentang konsep-konsep ditandai

dengan kemampuan siswa:

a) menandai, mengungkapkan dengan kata-kata dan mendefinisikan konsep,

b) mengidentifikasi contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep,

c) mengungkapkan model,

(16)

16 e) mengidentifikasi sifat-sifat konsep yang diberikan dan mengenali kondisi

yang ditentukan suatu konsep, serta

f) membandingkan dan menegaskan konsep-konsep.

2) Diagnosis Kesulitan Penggunaan Prinsip

Kesulitan dalam memahami prinsip dalam diri siswa dapat ditinjau dari

pengetahuan siswa tentang prinsip. Pengetahuan tentang prinsip-prinsip dilihat

dari kemampuan siswa:

a) mengenali kapan suatu prinsip diperlukan,

b) memberikan alasan pada langkah-langkah penggunaan prinsip,

c) menggunakan prinsip secara benar,

d) mengenali prinsip yang benar dan prinsip yang tidak benar,

e) menggeneralisasi prinsip baru dan memodifikasi suatu prinsip, dan

f) mengapresiasi peran prinsip-prinsip matematika.

d. Tes Diagnostik

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat prosedur yakni menentukan

jenis dan sifat kesulitan belajar dengan menggunakan prosedur tes diagnostik. Tes

diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan

siswa sehingga hasil tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan

tindak lanjut berupa perlakuan yang tepat dan sesuai dengan kelemahan yang

dimiliki siswa (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 1).

Ali Hamzah (2014: 57) menjelaskan tes diagnostik bertujuan untuk

mendiagnosis kesulitan belajar siswa untuk mengupayakan perbaikan yang tepat.

(17)

17 siswa pada mata pelajaran Matematika. Tes diagnostik memiliki dua fungsi utama

yaitu mengidentifikasi masalah atau kesulitan yang dialami siswa dan

merencanakan tindak lanjut berupa upaya-upaya pemecahan sesuai masalah atau

kesulitan yang telah teridentifikasi.

Tes diagnostik dirancang untuk mendeteksi kesulitan belajar siswa, sehingga

format dan respons yang dijaring harus didesain memiliki fungsi diagnostik,

dikembangkan berdasar analisis terhadap sumber-sumber kesalahan atau kesulitan

yang mungkin menjadi penyebab munculnya kesulitan belajar siswa. Soal tes

menggunakan bentuk supply response (bentuk isian singkat atau uraian), agar

mampu menangkap informasi secara lengkap. Menurut Ali Hamzah (2014:

40-41), soal isian merupakan soal dengan kalimat yang belum selesai atau tidak

lengkap. Soal ini sesuai untuk mengukur kemampuan siswa dalam hal

pengetahuan, pemahaman, dan penerapan konsep sederhana. Menurut Ali Hamzah

(2014: 42), soal uraian merupakan soal yang menuntut siswa untuk menguraikan

langkah-langkah menyelesaikan soal. Soal ini memberikan kesempatan pada

siswa untuk mengemukakan ide atau gagasan dengan kata-katanya sendiri. Soal

ini sesuai untuk mengukur penguasaan konsep dan prinsip dari suatu materi.

Sedangkan, tes diagnostik yang menggunakan bentuk selected response (misalnya

bentuk pilihan ganda) harus disertai penjelasan mengapa memilih jawaban

tersebut, sehingga dapat meminimalisir jawaban tebakan, dan dapat ditentukan

tipe kesalahan atau masalahnya. Tes diagnostik juga perlu disertai rancangan

tindak lanjut sesuai dengan kesulitan yang teridentifikasi (Departemen Pendidikan

(18)

18 Terdapat dua jenis tes diagnostik, yaitu tes diagnostik berdasarkan tes

formatif dan tes diagnostik berdasarkan analisis guru. Kedua tes diagnostik

tersebut memiliki struktur soal yang sama, namun yang membedakan adalah

proses pemberian tes tersebut kepada siswa. Tes diagnostik tipe pertama

digunakan dengan didahului tes formatif. Apabila dari hasil tes formatif diketahui

terdapat siswa yang belum tuntas, maka dilakukan tes untuk mendiagnosis

kemungkinan-kemungkinan sumber masalahnya. Tes diagnostik tipe kedua

dilakukan tanpa didahului dengan tes formatif. Dugaan atas

kemungkinan-kemungkinan sumber masalah muncul berdasarkan pengalaman guru. Keduanya

memiliki fungsi sama, dan bebas dipilih mana yang akan dilaksanakan sesuai

kondisi dan kebutuhannya (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 3).

Pada penelitian di SMK Negeri 3 Yogyakarta, peneliti menggunakan tes

diagnostik tipe pertama. Hal tersebut sejalan dengan prosedur yang diungkapkan

oleh Cooney, Davis, dan Henderson. Alasan lain adalah karena peneliti dan guru

sudah mendapatkan hasil tes formatif untuk membuat duagaan-dugaan kesulitan

belajar siswa pada materi geometri.

Langkah-langkah pengembangan tes diagnostik menurut Departemen

Pendidikan Nasional (2007: 5-7) adalah:

1) pembatasan bahan yang diteskan;

2) menentukan kemungkinan sumber masalah;

3) menentukan bentuk soal;

4) menentukan waktu yang disediakan;

(19)

19 6) menyusun instrumen; dan

7) melakukan validitas instrumen.

e. Strategi Penelitian Studi Kasus

Diagnosis kesulitan belajar siswa dilakukan melalui penelitian dengan

menggunakan strategi yang memberikan hasil optimal. Strategi penelitian yang

digunakan adalah studi kasus. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif.

Peneliti bermaksud menelusuri kesulitan dan penyebab kesulitan siswa dalam

menyelesaikan masalah geometri yang berkaitan dengan jarak dan sudut secara

mendalam dan menyeluruh. Menurut Le:y J. Moleong (2007: 6), penelitian

kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena yang

dialami subjek penelitian (perilaku, motivasi, tindakan, dll) secara mendalam

dengan cara dideskripsikan dengan kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks

khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Nana

Sudjana (2001: 200), juga menambahkan bahwa penelitian kualitatif dimulai

berdasarkan lingkungan alami (kondisi alamiah atau situasi sosial) bukan pada

teori yang disiapkan sebelumnya sehingga peneliti harus mengamati keseluruhan

peristiwa yang diteliti secara utuh untuk memperoleh fokus penelitian.

Studi kasus merupakan salah satu strategi penelitian kualitatif untuk

mengeksplorasi persepsi dan pengalaman guru dan siswa (Watson, 2016: 115).

Menurut Yin (2012: 13-15) studi kasus merupakan strategi penelitian untuk

memahami suatu kasus secara mendalam dengan pemberian pertanyaan

“bagaimana” dan “mengapa” melalui wawancara sehingga peneliti hanya

(20)

20 digunakan untuk memeriksa situasi baru atau kompleks secara terpadu,

mengungkapkan permasalahan yang ada secara sistematis, dan mengembangkan

solusi untuk situasi masalah tersebut (Ozguc, 2015: 806). Noeng Muhadjir (2000:

55) juga menambahkan bahwa studi kasus bertujuan untuk mencari kebenaran

ilmiah, sehingga pertimbangan penarikan kesimpulan didasarkan pada ketajaman

peneliti dalam melihat kecenderungan pola-pola yang sejenis. Berdasarkan uraian

tersebut, studi kasus yang dimaksud dalam penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan informasi yang lebih lengkap dan mendalam dari kasus yang

dipelajari dan tidak bertujuan untuk mendapatkan generalisasi.

Strategi penelitian studi kasus memiliki empat tipe desain, yaitu desain kasus

tunggal holistik, desain kasus tunggal terjalin, desain multikasus holistik, dan

desain multikasus terjalin (Yin, 2012: 46). Studi kasus holistik mengkaji peristiwa

sebagai unit-unit yang terpisah. Penelitian ini menggunakan desain kasus tunggal

holistik karena menekankan pada satu kasus yang perlu dikaji secara menyeluruh

sebagai satu kesatuan unit. Menurut Sri Yona (2006: 77), terdapat beberapa

langkah dalam mendesain studi kasus, yaitu menentukan masalah/kasus yang akan

dikaji, menentukan instrumen penelitian, menentukan teknik pengambilan sampel,

menentukan teknik pengumpulan data, menentukan teknik analisis data, dan

menyusun laporan.

Dalam penelitian ini, kasus yang dikaji adalah siswa kelas X di SMK Negeri

3 Yogyakarta yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah geometri

yang berkaitan dengan jarak dan sudut. Instrumen penelitian yang digunakan

(21)

21 9), pada penelitian kualitatif peneliti merupakan instrumen utama pengumpul data.

Peneliti bertindak sebagai human instrument yang terjun ke lapangan untuk

menentukan fokus penelitian, mengumpulkan data, menganalisis data, dan

membuat kesimpulan (Sugiyono, 2012: 306). Meskipun demikian, tetap

dikembangkan instrumen penelitian sederhana yang diharapkan dapat melengkapi

data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi

dan wawancara (Sugiyono, 2010: 307).

Nasution (2002: 56) menyatakan bahwa observasi adalah dasar dari seluruh

ilmu pengetahuan karena dengan observasi, data yang dihasilkan berupa fakta

sehingga para ilmuwan dapat bekerja menemukan pengetahuan. Sugiyono (2010:

310) menyatakan bahwa melalui observasi, peneleti akan belajar mengenai

perilaku dan makna perilaku. Terdapat beberapa jenis observasi, yaitu observasi

partisipatif, observasi terus terang atau tersamar, observasi tak berstruktrur. Dalam

menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah dengan

menggunakan lembar observasi untuk mengungkap tingkah laku yang akan terjadi

(Suharsimi Arikunto: 272). Namun, pada penelitian ini tidak dilakukan teknik

observasi disebabkan keterbatasan pengamatan oleh peneliti.

Sugiyono (2010: 317) mendefinisikan wawancara merupakan pertemuan dua

orang untuk mendapatkan informasi melalui tanya jawab, sehingga dapat

diperoleh makna. Sugiyono (2010: 317) menjelaskan, wawancara digunakan

sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi

pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti dan apabila

(22)

22 wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara semi

terstruktur (indepth interview). Teknik wawancara ini merupakan teknik

wawancara mendalam, pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan dengan

wawancara terstruktur, mulanya peneliti memberikan pertanyaan yang sudah

dibuat dalam pedoman wawancara, kemudian satu per satu pertanyaan tersebut

diperdalam guna mendapatkan keterangan lebih lanjut (Suharsimi Arikunto, 2013:

270). Tujuan wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara

lebih terbuka, pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya.

Wawancara jenis ini menghindari pertanyaan dengan jawaban-jawaban singkat ya

atau tidak, tetapi lebih menekankan pada pertanyaan mengapa atau bagaimana

(Tohirin, 2012: 63).

Selanjutnya, teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah purposive sampling, yakni teknik penentuan sampel/subjek penelitian

dengan pertimbangan tertentu yang ditetapkan oleh peneliti (Sugiyono, 2012:

126). Subjek penelitian yang dimaksud adalah narasumber/partisipan/informan

penelitian (Sugiyono, 2010: 298). Dalam studi kasus terdapat setting penelitian,

yakni keadaan alamiah atau situasi sosial subjek penelitian saat pengumpulan data

(Le:y J. Moleong, 2007: 8).

Menurut Sugiyono (2011: 268), untuk mendapatkan data yang valid dan

reliabel dalam penelitian kualitatif yang dicek adalah datanya. Untuk mengecek

kevalidan data, peneliti menggunakan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan

langkah-langkah uji kredibilitas (validitas internal), uji transferebilitas (validitas

(23)

23 1) Uji kredibilitas (validitas internal)

Uji kredibilitas dapat dilakukan dengan cara memperpanjang pengamatan,

meningkatkan ketekunan dalam penelitian, triangulasi data, diskusi teman sejawat,

analisis kasus negatif, dan member check. Terdapat beberapa jenis triangulasi data

yang dapat digunakan untuk menguji kredibilitas data, yaitu triangulasi sumber,

triangulasi teknik, dan triangulasi waktu (Sugiyono, 2010: 373-374).

a) Triangulasi sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara

mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Sebagai

contoh, untuk menguji kredibilitas data tentang perilaku siswa, maka

pengumpulan dan pengujian data yang telah diperoleh dapat dilakukan

kepada guru, teman siswa yang bersangkutan, dan orang tua siswa. Setelah

dilakukan analisis dan penarikan kesimpulan oleh peneliti, selanjutnya

kesimpulan tersebut dimintakan persetujuan kepada ketiga sumber data.

b) Triangulasi teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara

mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik pengumpulan data

yang berbeda. Misalnya, data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan

observasi, dokumentasi, atau kuesioner. Jika dengan tiga teknik pengujian

kredibilitas data tersebut menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti

melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau

yang lain untuk memastikan data mana yang dianggap benar atau mungkin

(24)

24 c) Triangulasi waktu

Pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan

pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik pengumpulan data

yang lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Jika hasilnya berbeda maka

pengumpulan data dilakukan secara berulang-ulang hingga memperoleh

kepastian datanya.

2) Uji transferabilitas (validitas eksternal)

Penelitian dikatakan memenuhi standar transferabilitas apabila pembaca

laporan penelitian memperoleh gambaran yang jelas dari suatu hasil penelitian

dan dapat menerapkannya, dengan kata lain hasil penelitian dapat

digeneralisasikan terhadap masalah lain.

3) Uji dependabilitas (reliabilitas)

Uji dependabilitas dapat dilakukan dengan cara mengaudit atau mengecek

kembali pelaksanaan penelitian yang dilakukan melalui kontrol dari dosen

pembimbing.

4) Uji konfirmabilitas (objektivitas)

Uji konfirmabilitas dapat dilakukan dengan cara mengaudit atau mengecek

kembali data hasil penelitian dengan proses penelitian yang dilakukan melalui

kontrol dari dosen pembimbing.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data

deskriptif kualitatif model Miles dan Huberman (Nasution, 2002: 128-130)

dengan tahapan yang terdiri dari reduksi data, penyajian data, dan penarikan

(25)

25 1) Reduksi data

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, sehingga perlu

dilakukan analisis data melalui reduksi. Pada tahap ini, peneliti merangkum,

memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dan

menentukan pola dari data yang diperoleh. Data yang telah direduksi ini dapat

memberikan gambaran yang jelas mengenai hal-hal yang menarik. Data ini dapat

digunakan untuk menentukan fokus penelitian.

2) Penyajian data

Pada langkah ini peneliti berusaha menyusun data yang relevan, sehingga

menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu dengan

cara menampilkan dan membuat hubungan antar variabel agar pembaca laporan

penelitian mengerti apa yang terjadi dan apa yang perlu ditindaklanjuti untuk

mencapai tujuan penelitian. Data hasil penelitian dapat ditampilkan dalam bentuk

narasi, transkrip hasil wawancara, tabel, atau gambaran lainnya yang dapat

mempermudah peneliti dalam menarik kesimpulan.

3) Penarikan kesimpulan dan verifikasi

Pengambilan kesimpulan ini berlangsung secara terus menerus setelah proses

pengumpulan data, reduksi data, dan penyajian data. Kesimpulan yang diambil

pada mulanya bersifat tentatif, kabur, diragukan, akan tetapi dengan

bertambahnya data, maka kesimpulan akan lebih bermakna. Oleh karena itu,

kesimpulan harus senantiasa diverifikasi. Verifikasi dapat dilakukan dengan

(26)

26 Ketiga teknik analisis tersebut saling berhubungan dan berlangsung terus

menerus selama penelitian dilakukan. Jadi, analisis adalah kegiatan yang bersifat

kontinu dari awal penelitian, berlangsungnya penelitian, hingga setelah penelitian.

2. Kajian tentang Pembelajaran Matematika di SMK

Kajian tentang pembelajaran matematika di SMK terdiri atas pemaparan

tentang pembelajaran matematika kelas X SMK Kurikulum 2013 dan karakteristik

siswa SMK.

a. Pembelajaran Matematika kelas X SMK Kurikulum 2013

Erman Suherman, dkk (2003: 8) mengemukakan pembelajaran adalah proses

komunikasi fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa, dalam

rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa

yang bersangkutan. Sejalan dengan hal tersebut, Pasal 1 butir 20 UU No.

20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, menyebutkan pembelajaran adalah proses

interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat lima komponen pembelajaran yaitu

interaksi, siswa, guru, sumber belajar, dan lingkungan belajar.

Pembelajaran di sekolah meliputi pembelajaran pada berbagai mata pelajaran.

Salah satu mata pelajaran yang diajarkan oleh guru di sekolah, yakni mata

pelajaran Matematika. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, matematika

adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antar bilangan, dan prosedur operasional

yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. Menurut

Hamzah B. Uno (2007: 129-130), matematika adalah suatu bidang ilmu yang

(27)

27 persoalan praktis. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, diperoleh pengertian

bahwa matematika adalah suatu bidang ilmu yang berperan sebagai alat berfikir,

berkomunikasi, dan menyelesaikan berbagai persoalan terkait bilangan.

Dilihat dari pemaparan pembelajaran dan definisi matematika di atas dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan proses interaksi antara

siswa, guru, dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar dalam rangka

mempelajari ilmu tentang bilangan, hubungan antar bilangan, dan prosedur

operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah terkait bilangan.

Menurut Ebbutt, S. and Straker, A. (1995: 8-10) pembelajaran matematika di

sekolah merupakan:

1) kegiatan penelusuran pola dan hubungan antar ide matematika;

2) kegiatan yang memerlukan kreativitas, imajinasi, intuisi, dan penemuan;

3) kegiatan yang tidak dapat terlepas dari menyelesaikan masalah (problem

solving); dan

4) kegiatan yang mengajarkan siswa memaknai matematika sebagai alat

komunikasi dalam menyampaikan informasi.

Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 178) mata pelajaran

Matematika di SMK bertujuan agar siswa memiliki kemampuan:

1) memahami dan mengaplikasikan konsep matematika dengan tepat dan efisien

dalam menyelesaikan masalah;

2) menggunakan penalaran pada pola, melakukan manipulasi matematika dalam

(28)

28 3) menyelesaikan masalah dan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,

tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah;

4) menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa

ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari Matematika, serta sikap

ulet dan percaya diri dalam menyelesaikan masalah; dan

5) menalar secara logis dan kritis serta mengembangkan aktivitas kreatif dalam

menyelesaikan masalah dan mengkomunikasikan ide.

Hal tersebut sejalan dengan Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006

tentang Standar Isi menyatakan bahwa tujuan pembelajaran matematika di SMK

adalah agar siswa SMK dapat memahami konsep matematika, menggunakan

penalaran, menyelesaikan masalah, mengomunikasikan gagasan, dan memiliki

sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Menyelesaikan

masalah yang dimaksud meliputi kemampuan merancang model matematika,

menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Kemampuan

menyelesaikan masalah tersebut diperlukan untuk mencapai tujuan Kurikulum

2013 yang dijelaskan di Permendikbud Nomor 60 Tahun 2013 yakni agar siswa

memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,

produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor

60 Tahun 2014 ayat 5 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah

Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan menjelaskan bahwa mata pelajaran

(29)

29 merupakan program kulikuler yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi

sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara. Program adaptif juga menitikberatkan pada pemberian

kesempatan kepada siswa untuk memahami dan menguasai konsep dan prinsip

dasar ilmu serta teknologi yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari atau

melandasi kompetensi kerja.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah

Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan, ruang lingkup mata pelajaran Matematika

di SMK sesuai dengan Kurikulum 2013 mencakup bilangan real, aljabar, geometri

dan transformasi, dasar-dasar trigonometri, limit fungsi aljabar, matriks,

kombinatorika, statistika dan peluang, turunan fungsi aljabar, program linier,

geometri ruang, bunga majemuk, angsuran, anuitas, pertumbuhan dan peluruhan,

matriks dan vektor, induksi Matematika, integral, serta logika. Mata pelajaran

Matematika di SMK memuat 58 kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Di

kelas X terdapat 23 kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa, termasuk

kemampuan mendeskripsikan konsep jarak dan sudut antar-titik, garis, dan bidang

melalui demonstrasi menggunakan alat peraga atau media lainnya. Kompetensi

dasar tersebut berkaitan dengan materi geometri yang digunakan dalam penelitian

ini. Melalui kompetensi dasar tersebut, dikembangkan indikator pencapaian

kompetensi siswa dengan memperhatikan kemampuan siswa dan kekhasan materi.

Uraian indikator pencapaian kompetensi siswa pada materi geometri disajikan

(30)

30 Salinan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 60 Tahun

2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah

Kejuruan juga menjelaskan pelaksanaan pembelajaran matematika di SMK

berlangsung selama 4 jam pelajaran. Di SMK Negeri 3 Yogyakarta pelaksanaan

kegiatan belajar mengajar mata pelajaran Matematika dilaksanakan 4 jam

sekaligus dalam satu hari per minggu. Pada saat peneliti melakukan wawancara

tentang pembelajaran matematika di SMK Negeri 3 Yogyakarta, guru

menjelaskan bahwa salah satu hambatan dalam pembelajaran matematika di SMK

Negeri 3 Yogyakarta dengan berbasis Kurikulum 2013 yaitu buku siswa atau

materi yang ada pada kurikulum dirasa masih tidak runtut dan banyak terjadi

kesalahan sehingga sulit dipahami oleh siswa.

Agar proses pembelajaran matematika berjalan dengan optimal, seorang guru

harus mengetahui karakteristik siswanya terlebih dahulu. Untuk selanjutnya akan

dipaparkan mengenai karakteristik siswa SMK.

b. Karakteristik Siswa SMK

Usia anak Indonesiasaat masuk Sekolah Menengah Atas atau Sekolah

Menegah Kejuruan maksimal berusia 21 tahun pada tahun ajaran baru. Hal

tersebut diatur dalam Peraturan Bersama antara Menteri Pendidikan Nasional dan

Menteri Agama nomor 04/VI/PB/2011 nomor MA/111/2011 tentang Penerimaan

Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak/Raudhatul Athfal/Bustanul Athfal

dan Sekolah/Madrasah. Hal itu menunjukkan bahwa rata-rata anak Indonesia

masuk Sekolah Menengah Kejuruan pada usia belasan atau masa remaja. Rita Eka

(31)

31 anak, periode masa remaja merupakan anak usia 15 tahun atau 16 tahun. Hurlock

yang dikutip oleh Rita Eka Izzaty, dkk (2008:124), menyatakan awal masa remaja

berlangsung kira-kira dari usia 13 tahun dan akhir masa remaja bermula dari usia

16 tahun atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum. Masa

remaja ditinjau dari rentang kehidupan manusia merupakan masa peralihan dari

masa kanak-kanak ke masa dewasa, sifat-sifat remaja sebagian sudah tidak

menunjukkan sifat-sifat masa kanak-kanaknya, tetapi juga belum menunjukkan

sifat-sifat sebagai orang dewasa.

Pada masa remaja terjadi proses terbentuknya identitas diri dan tujuan hidup

berupa pemantapan cita-cita. Pada masa remaja ini juga terjadi banyak

perkembangan baik secara fisik, psikoseksual, kognisi, emosi, sosial, dan moral

(Rita Eka Izzaty, dkk, 2008: 152-153). Dilihat dari perkembangan kognisi

menurut teori perkembangan oleh Piaget, remaja atau siswa di sekolah menengah

masuk dalam tahapan operasional formal yang memiliki ciri-ciri memiliki

kemampuan introspeksi yaitu kemampuan berpikir kritis tentang dirinya.

Kemampuan introspeksi sangat berpengaruh dalam proses belajar siswa karena

dengan kemampuan tersebut siswa dapat menyadari bagian-bagian yang sulit ia

pahami dalam belajar dan gaya belajar yang sesuai dengan dirinya. Kemampuan

lain yang dimiliki yaitu kemampuan berfikir logis sehingga siswa dapat

mempertimbangkan hal-hal penting dan mengambil kesimpulan, kemampuan

berpikir berdasarkan hipotesis sehingga siswa sudah dapat membuat

dugaan-dugaan, menggunakan simbol-simbol, dan berpikir yang tidak kaku (Rita Eka

(32)

32 Frederick H. Bell (1981: 100) juga menjelaskan menurut Piaget, siswa di

sekolah menengah berada pada masa operasional formal dengan usia 12 tahun

sampai dewasa. Pada usia tersebut seorang siswa akan mampu untuk berpikir

abstrak. Siswa telah mampu merumuskan teori, membuat dan menguji hipotesis.

Siswa juga telah mampu untuk mengambil kesimpulan dari sebuah pernyataan

atau berpikir secara deduktif dan induktif, dan telah mampu berargumentasi

menggunakan implikasi.

Pada tahap operasinal formal, siswa juga dapat mengoperasikan

argumen-argumen tanpa dikaitkan dengan benda-benda konkret. Siswa mampu bernalar

tanpa harus berhadapan dengan objek atau peristiwa langsung sehingga siswa

sekolah menengah kejuruan seharusnya sudah mampu mempelajari objek-objek

geometri yang bersifat abstrak. Misalnya, apabila siswa dihadapkan suatu

permasalahan tentang menentukan diagonal ruang suatu limas segitiga T.ABC

maka siswa akan menjawab bahwa limas T.ABC tidak mempunyai diagonal ruang

seperti kubus dan balok yang memiliki diagonal ruang. Untuk membuktikan

bahwa limas T.ABC tidak mempunyai diagonal ruang siswa mampu

mengungkapkan definisi diagonal ruang dan limas segitiga T.ABC. Dalam hal ini

siswa seharusnya dapat melakukannya tanpa menggunakan bantuan benda konkret

atau model dari limas segitiga T.ABC.

3. Tinjauan Materi Geometri Kelas X SMK Kurikulum 2013

Pemaparan mengenai materi geometri kelas X SMK Kurikulum 2013 terdiri

atas uraian materi geometri kelas X SMK Kurikulum 2013 dan objek-objek

(33)

33 a. Uraian Materi Geometri Kelas X SMK Kurikulum 2013

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah geometri kelas X

Kurikulum 2013. Pembelajaran geometri sangat penting karena mendukung

banyak materi antara lain vektor, kalkulus, dan mengembangkan kemampuan

menyelesaikan masalah (Sugiyono, dkk, 2014:118-119). Berdasarkan sudut

pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstrak pengalaman visual dan

spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran, dan pemetaan. Ditinjau dari sudut

pandang matematika, geometri memberikan kontribusi penting dalam strategi

penyelesaian masalah, misalnya membuat gambar, diagram, sistem koordinat,

vektor, dan transformasi yang digunakan dalam pendekatan penyelesaian masalah

(Kartono, 2010:25). Tujuan pembelajaran geometri adalah agar siswa memperoleh

rasa percaya diri mengenai kemampuan matematikanya, menjadi pemecah

masalah yang baik, dapat berkomunikasi dan bernalar secara matematika,

mengembangkan intuisi spasial, menanamkan pengetahuan untuk menunjang

materi yang lain, dan dapat membaca serta menginterpretasikan argumen-argumen

matematika (Kartono, 2010: 25).

Materi yang dipelajari oleh siswa kelas X Sekolah Menengah Kejuruan

meliputi menentukan kedudukan, jarak, dan besar sudut yang melibatkan titik,

garis, dan bidang dalam ruang dimensi tiga (Kemendikbud, 2014: 404-448)..

1) Kedudukan Titik

Definisi:

a) Jika suatu titik dilalui garis, maka dikatakan titik itu terletak pada garis

(34)

34 Gambar 1. Titik teletak pada garis

b) Jika suatu titik tidak dilalui garis, maka dikatakan titik tersebut berada di

luar garis.

Gambar 2. Titik terletak di luar garis

c) Jika suatu titik dilewati suatu bidang, maka dikatakan titik itu terletak

pada bidang.

d) Jika titik tidak dilewati suatu bidang, maka titik itu berada di luar bidang.

Gambar 3. Kedudukan titik terhadap bidang 2) Jarak antara Dua Titik

Jarak antara dua titik merupakan panjang ruas garis yang menghubungkan

kedua titik tersebut.

A

(35)

35 Gambar 4. Jarak antara dua titik sebagai panjang sisi miring segitiga siku-siku

Jika terdapat titik A, B, dan C adalah titik-titik sudut segitiga ABC dan

siku-siku di B, maka jarak antara titik A dan Cadalah:

= ( ) + ( )

3) Jarak Titik ke Garis

Jarak antara titik dan garis merupakan panjang ruas garis yang ditarik dari

titik tersebut tegak lurus terhadap garis itu.

Gambar 5. Kubus ABCD.EFGH

Jika dari titik A ditarik garis yang tegak lurus terhadap segmen garis CD maka

diperoleh titik D sebagai hasil proyeksinya (AD CD). Jadi, jarak titik A ke

segmen garis CD adalah panjang segmen garis yang dibentuk oleh titik A dengan

(36)

36 4) Jarak Titik ke Bidang

Gambar 6. Jarak titik ke bidang

Jarak antara titik dengan bidang merupakan panjang ruas garis yang tegak

lurus dan menghubungkan titik tersebut dengan bidang. Misalkan ACF adalah

suatu bidang datar dalam kubus ABCD.EFGH dan titik B merupakan sebuah titik

yang berada diluar bidang ACF. Jarak antara titik B terhadap bidang ACF

merupakan panjang garis tegak lurus dari titik B ke bidang ACF yaitu ruas garis

BP.

5) Jarak antara Dua Garis dan Dua Bidang

Gambar 7. Jarak antara dua garis sejajar

Garis AC dan EG dikatakan sejajar jika jarak antara kedua garis tersebut

selalu sama (konstan), dan jika kedua garis tidak berhimpit, maka kedua garis

tidak pernah berpotongan meskipun kedua garis diperpanjang. Jadi, jarak antara

A B

C D

H G

(37)

37 dua garis sejajar merupakan panjang ruas garis yang tegak lurus terhadap dua

garis tersebut yaitu garis AE dan CG.

Gambar 8. Balok PQRS.TUVW

Bidang PQRS sejajar dengan bidang TUVW dan jarak antara kedua bidang

tersebut adalah panjang rusuk yang menghubungkan kedua bidang yaitu rusuk PT,

SW, RV, dan QU. Jadi, jarak antara dua bidang sejajar merupakan panjang ruas

garis yang tegak lurus terhadap dua bidang tersebut.

6) Sudut antara Dua Garis dalam Ruang

Gambar 9. Sudut antara dua garis

Ruas garis AH dan AD berpotongan, sudut antara ruas garis AH dan AD

(38)

38 7) Sudut antara Garis dan Bidang

Gambar 10. Sudut antara garis dan bidang

Pada Gambar 10, sudut antara garis AG dan bidang ABCD adalah sudut lancip

yang dibentuk oleh ruas garis AG dan proyeksinya dengan bidang yaitu ruas

garis AC.

8) Sudut antara dua Bidang

Gambar 11. Sudut antara dua bidang

Pada Gambar 11, sudut antara bidang BDG dan ABCD dapat ditentukan oleh

garis GO pada bidang BDG dan garis OC pada bidang ABCD yang saling tegak

lurus pada garis potong bidang BDG dan ABCD.

Berdasarkan uraian materi pembelajaran geometri kelas X SMK, siswa harus

(39)

39 menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan materi tersebut. Berikut ini adalah

beberapa konsep yang harus dipahami siswa.

1) Konsep bangun ruang kubus dan balok (unsur-unsurmya).

2) Konsep segitiga siku-siku (sifat-sifat segitiga siku-siku).

3) Konsep segitiga sama sisi (sifat-sifat segitiga sama sisi).

4) Konsep titik terletak pada garis (jika suatu titik dilalui garis, maka dikatakan

titik terletak pada garis).

5) Konsep titik berada di luar garis (jika suatu titik tidak dilalui garis, maka

dikatakan titik tersebut berada di luar garis).

6) Konsep titik terletak pada bidang (jika suatu titik dilewati suatu bidang, maka

dikatakan titik itu terletak pada bidang).

7) Konsep titik berada di luar bidang (jika titik tidak dilewati suatu bidang, maka

titik itu berada di luar bidang).

8) Konsep proyeksi titik pada garis (misal terdapat titik A, jika dari titik A

ditarik garis AA1 (A1 terletak pada garis) yang tegak lurus dengan garis maka

A1 disebut proyeksi titik A pada garis tersebut).

9) Konsep proyeksi titik pada bidang (misal terdapat titik A, jika dari titik A

ditarik garis AA1 (A1 terletak pada bidang) yang tegak lurus dengan bidang,

maka A1 disebut proyeksi titik A pada bidang tersebut).

10) Konsep proyeksi garis pada bidang (untuk memproyeksikan sebuah ruas garis

AG cukup dengan memproyeksikan titik A dan G pada bidang ABCD,

kemudian menghubungkan A1 dan G1 dengan garis lurus untuk memperoleh

(40)

40 11) Konsep ketegaklurusan dua garis (dua buah garis dikatakan saling tegak

lurus, jika saling berpotongan membentuk sudut siku-siku).

12) Konsep ketegaklurusan antara garis dan bidang (sebuah garis dikatakan tegak

lurus bidang, jika garis tersebut tegak lurus pada semua garis pada bidang).

13) Konsep jarak antara dua titik (panjang ruas garis penghubung kedua titik

tersebut).

14) Konsep jarak antara titik ke garis (panjang ruas garis penghubung dari titik

dengan proyeksi titik pada garis).

15) Konsep jarak antara titik ke bidang (panjang ruas garis penghubung titik

dengan proyeksinya pada bidang).

16) Konsep jarak antara dua garis sejajar (panjang ruas garis penghubung salah

satu titik pada masing-masing garis yang tegak lurus terhadap kedua garis).

17) Konsep jarak antara dua bidang sejajar (panjang ruas garis penghubung salah

satu titik pada masing-masing bidang yang tegak lurus terhadap kedua

bidang).

18) Konsep sudut antara dua garis (dua ruas garis yang salah satu ujungnya

bertemu di satu titik).

19) Konsep sudut antara garis dan bidang (sudut lancip yang dibentuk oleh ruas

garis dan proyeksinya pada bidang).

20) Konsep sudut antara dua bidang (sudut yang terbentuk oleh dua garis pada

masing-masing bidang, setiap garis itu tegak lurus pada garis potong kedua

(41)

41 Selain konsep, siswa juga harus menguasai beberapa prinsip berikut ini.

1) Mengingat langkah penyelesaian yang diperlukan.

2) Menentukan proyeksi titik pada garis.

3) Menentukan proyeksi titik pada bidang.

4) Menentukan proyeksi garis pada bidang.

5) Menggunakan teorema Pythagoras.

6) Menyederhanakan bentuk akar

7) Mengoperasikan bentuk akar.

8) Menyelesaikan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan.

9) Merasionalkan bentuk akar.

10) Menggunakan prinsip kesebangunan

11) Menentukan panjang ruas garis tegak lurus yang menghubungkan antara

masing-masing titik pada dua garis yang sejajar.

12) Menentukan panjang ruas garis tegak lurus yang menghubungkan antara

masing-masing titik pada dua bidang yang sejajar.

13) Menentukan besar sudut yang dibentuk oleh dua garis yang salah satu

ujungnya bertemu di satu titik.

14) Menentukan besar sudut lancip yang dibentuk oleh ruas garis dan

proyeksinya pada bidang

15) Menentukan besar sudut yang terbentuk oleh dua garis pada masing-masing

bidang, setiap garis itu tegak lurus pada garis potong kedua bidang tersebut di

satu titik

(42)

42 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Krismanto (2008: 38),

terdapat masalah pada siswa kelas X yang sedang mempelajari materi geometri.

Masalah utama yang muncul dalam mempelajari sudut dalam ruang adalah siswa

tidak terampil menggambar bangun ruang dan kesulitan memahami konsep

bangun ruang. Tanpa gambar yang jelas dan benar menurut tata cara menggambar

bangun ruang, menentukan besar sudut dalam ruang tidaklah mudah. Apabila

gambar siswa sudah baik, pemahaman konsep bangun ruang khususnya berkaitan

dengan kedudukan antara dua garis merupakan sumber kesulitan. Terdapat juga

dua masalah utama dalam pembelajaran jarak yaitu menentukan/menggambar ruas

garis yang menunjukkan jarak dan menghitung jarak tersebut. Kadang-kadang

untuk menghitung jarak tidak selalu harus menggambar ruas garis yang

menunjukkan jarak tersebut, namun siswa tetap perlu menguasai cara melukis ruas

garis yang menunjukkan jarak antara titik, garis, dan bidang.

Ika Kurniasari (2013: 328) menemukan kesulitan mempelajari geometri

dengan mendefinisikan kesalahan siswa menyelesaikan soal geometri dalam tiga

jenis yaitu kesalahan abstraksi, kesalahan prosedural dan kesalahan konsep.

Kesalahan abstraksi meliputi ketidakmampuan siswa dalam mengabstraksikan

jarak antara garis ke bidang dan sudut antara garis dan bidang. Kesalahan

prosedural meliputi kesalahan pada perhitungan bentuk akar dan penggunaan

rumus Pythagoras. Kesalahan konsep meliputi kesalahan dalam memahami

konsep jarak, konsep sudut dan kesalahan dalam memahami segitiga siku-siku

(43)

43 b. Objek-Objek Geometri Kelas X SMK

Terdapat dua objek yang dapat diperoleh siswa setelah belajar matematika.

Menurut Gagne yang dikutip oleh Bell (1978:108), objek dalam matematika

tersebut meliputi objek langsung dan objek tak langsung. Objek langsung dalam

pelajaran matematika meliputi fakta, konsep, keterampilan (skill), dan prinsip,

sedangkan objek tak langsung dalam pelajaran matematika meliputi kemampuan

menyelidiki, kemampuan penemuan, kemampuan problem solving, transfer

belajar, kedisiplinan diri, dan apresiasi pada struktur matematika. Gagne

sebagaimana dikutip oleh Bell (1978: 108) juga menegaskan bahwa fakta, konsep,

keterampilan matematika, dan prinsip merupakan empat kategori yang tidak dapat

dipisahkan dalam matematika. Gagne yang dikutip oleh Bell (1978: 108-110),

menjabaran objek-objek matematika pada materi geometri kelas X adalah sebagai

berikut.

1) Fakta matematika adalah suatu kesepakatan dalam matematika yang ditandai

dengan simbol matematika. Fakta meliputi istilah (nama), notasi

(lambang/simbol). Contoh fakta dalam geometri kelas X di SMK antara lain:

titik sudut, apotema, segmen, segaris (collinear), diagonal bidang, diagonal

ruang, bidang diagonal, “⃖ ⃗” bermakana garis AB, “ ” bermakna ruas garis

, “∟” adalah simbol sudut siku-siku, “∠” adalah simbol sudut misal

∠( , bidang ) artinya besar sudut yang terbentuk oleh garis AH

dengan bidang ABCD, “ // ” bermakna sejajar, “⊥” bermakna tegak lurus, dan

“Δ” yang bermakna segitiga. Fakta dipelajari melalui berbagai teknik

(44)

44 kontes. Siswa dianggap telah belajar fakta ketika mereka dapat menyatakan

fakta dan menggunakan dengan tepat dalam sejumlah situasi yang berbeda.

2) Keterampilan matematika adalah kemampuan siswa dalam mengoperasikan

dan menggunakan prosedur penyelesaian masalah matematika secara cepat

dan tepat. Keterampilan dalam menyelesaikan masalah matematika harus

menggunakan serangkaian aturan yang disusun menjadi langkah-langkah

penyelesaian masalah yang disebut dengan algoritma. Di antara contoh

keterampilan pada materi geometri kelas X di SMK adalah keterampilan

menentukan kedudukan titik pada garis dan bidang, menghitung jarak antara

dua titik, menghitung antara jarak titik ke garis, menghitung jarak antara titik

ke bidang, menghitung jarak antara garis ke bidang, menghitung jarak antara

dua garis dan dua bidang yang sejajar, menghitung besar sudut antara dua

garis, menghitung besar sudut antara garis dan bidang, serta menghitung jarak

antara dua bidang. Keterampilan dapat dipelajari melalui demonstrasi dan

berbagai jenis latihan dan praktik seperti lembar kerja, bekerja di papan tulis,

kegiatan kelompok dan permainan. Siswa diketahui telah menguasai

keterampilan ketika mereka dapat menyelesaikan berbagai jenis masalah yang

membutuhkan keterampilan tersebut dalam berbagai situasi.

3) Suatu konsep dalam matematika adalah ide abstrak yang memungkinkan

orang mengklasifikasikan objek atau peristiwa dan untuk menentukan apakah

objek dan peristiwa tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari ide

abstrak. Bangun ruang, proyeksi, ketegaklurusan, segitiga siku-siku, segitiga

(45)

45 bidang, jarak antara garis ke bidang, jarak antara dua titik dan dua bidang

yang sejajar, sudut antara dua garis, sudut antara garis dan bidang, serta sudut

antara dua bidang merupakan contoh konsep dalam geometri kelas X di

SMK. Konsep dapat dipelajari melalui pemahaman terhadap definisi atau

dengan pengamatan terhadap benda secara langsung. Siswa belajar untuk

mengklasifikasikan benda ke dalam himpunan bangun ruang kubus, balok,

limas, prisma dengan observasi langsung dan eksperimen, namun beberapa

siswa dapat mengklasifikasikan benda termasuk dalam himpunan bangun

ruang kubus, balok, limas, maupun prisma dengan pemahaman tentang

definisi keeempat bangun ruang tersebut. Konsep juga dapat dipelajari

dengan mendengar, melihat, diskusi, atau berpikir dan membandingkan

contoh-contoh dan bukan contoh. Siswa diketahui telah belajar suatu konsep

ketika mereka mampu memisahkan contoh dan non-contoh dari suatu konsep.

4) Prinsip adalah objek matematika yang paling kompleks. Prinsip adalah urutan

beberapa konsep yang memiliki hubungan. Pernyataan “kuadrat sisi miring

dari segitiga siku-siku sama dengan jumlah kuadrat kedua sisi yang lain”

merupakan contoh prinsip dalam geometri kelas X yang digunakan dalam

menentukan jarak. Masing-masing prinsip melibatkan beberapa konsep dan

hubungan antar konsep. Untuk memahami prinsip tentang teorema

Pythagoras, siswa harus mengetahui konsep segitiga siku-siku, konsep

bilangan berpangkat, dan konsep bentuk akar. Prinsip dapat dipelajari melalui

proses penyelidikan ilmiah, pelajaran penemuan terbimbing, diskusi

(46)

46 Seorang siswa diketahui telah belajar prinsip ketika dia dapat

mengidentifikasi konsep termasuk dalam prinsip, menempatkan konsep

dalam kaitan yang benar satu sama lain, dan menerapkan prinsip untuk situasi

tertentu.

Konsep dan prinsip merupakan pengetahuan dasar matematika (Cooney,

1975: 203). Konsep dan prinsip harus dikuasai siswa agar ia dapat menyelesaikan

persoalan Matematika dengan benar.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Murdanu (2004) bertujuan untuk mengetahui

kesulitan siswa-siswa SLTP dalam menyelesaikan persoalan geometri dan untuk

mengetahui penyebab serta menunjukkan tindakan alternatif untuk mengatasi

kesulitan tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesulitan yang dialami

siswa meliputi: kesulitan menginterpretasikan informasi dalam soal, kesulitan

berbahasa, kesulitan pemahaman konsep dan prinsip dalam geometri, dan

kesulitan teknis. Faktor penyebab kesulitan yang menonjol dari diri siswa, yaitu

siswa tidak mengingat dan tidak memahami konsep dan prinsip geometri yang

telah dipelajari. Tindakan alternatif yang dianjurkan untuk mengatasi kesulitan

tersebut, yaitu pembenahan pembelajaran teknik penyelesaian soal geometri,

pembenahan materi ajar, dan pemberian variasi persoalan geometri.

Penelitian yang dilakukan oleh Siti Nurjana (2015) menunjukkan bahwa

kesulitan belajar matematika materi jarak, waktu, dan kecepatan di kelas 5A SD N

Pujokusuman 1 Yogyakarta masuk dalam kategori sangat tinggi. Kesulitan

(47)

47 Matematika materi jarak, waktu, dan kecepatan. Faktor-faktor yang menyebabkan

kesulitan belajar Matematika materi jarak, waktu, dan kecepatan meliputi faktor

yang menyebabkan kesalahan dalam mengerjakan soal tes, faktor intern dan faktor

ekstern. Rekomendasi pemecahan masalah kesulitan belajar materi jarak, waktu,

dan kecepatan adalah perlunya pengajaran khusus sebagai pengayaan

(enrichment) dan penyembuhan (remedial), menggunakan metode mengajar yang

inovatif dan kreatif, dan menciptakan conditioning (reinforcement, rewards,

encouragement), serta drill.

Penelitian lain dilakukan oleh Erlina Sari Candraningrum (2010)

menunjukkan bahwa 9 siswa yang berasal dari kelas XA dan XB MAN

Yogyakarta I tahun pelajaran 2009/2010 mengalami kesulitan berkaitan dengan

konsep kedudukan dua garis bersilangan, konsep kedudukan dua garis

berpotongan, konsep jarak dua titik dengan kondisi jarak titik ke garis, jarak titik

ke bidang, jarak dua bidang bersilangan, dan jarak dua bidang sejajar. Selain itu,

siswa juga mengalami kesulitan berkaitan dengan konsep sudut dengan kondisi

sudut antara garis menembus bidang dan sudut antara dua bidang yang

berpotongan. Siswa juga mengalami kesulitan berkaitan dengan prinsip jarak dari

titik ke garis, prinsip jarak dari titik ke bidang, prinsip jarak dua garis bersilangan,

dan prinsip jarak dua bidang sejajar, prinsip sudut antara garis menembus bidang,

prinsip sudut antara dua bidang berpotongan, prinsip perhitungan jarak dari titik

ke garis, prinsip perhitungan jarak dari titik ke bidang, prinsip perhitungan jarak

dua garis bersilangan, prinsip perhitungan sudut antara garis menembus bidang

(48)

48 Dari hasil penelitian-penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa kesulitan

siswa dalam mempelajari matematika berkaitan erat dengan pemahaman konsep

dan prinsip serta dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab kesulitan, baik faktor

intern maupun ekstern. Oleh karena itu, penelitian ini lebih difokuskan untuk

mengetahui kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah geometri yang

berkaitan dengan konsep dan prinsip pada materi geometri serta faktor-faktor

yang menyebabkan kesulitan belajar siswa.

C. Kerangka Berfikir

Hasil observasi yang dilakukan peneliti di SMK Negeri 3 Yogyakarta

menunjukkan bahwa guru-guru matematika banyak yang mengeluhkan siswa

kelas XII yang akan mengikuti ujian nasional rata-rata tidak dapat menyelesaikan

soal terkait dengan bangun ruang. Selain itu, untuk siswa kelas X yang akan

menerima pelajaran geometri ternyata memiliki kemampuan dasar geometri yang

sangat rendah. Hal ini ditunjukkan oleh nilai tes pengetahuan pra-syarat siswa

yang cenderung rendah dan banyak terjadi kesalahan dalam menjawab soal

berkaitan dengan bentuk-bentuk bangun ruang, unsur-unsur pada bangun ruang,

hubungan antar unsur, dan konsep segitiga. Pada saat menyebutkan bentuk-bentuk

bangun ruang banyak siswa yang belum dapat membedakan bangun limas dan

prisma dengan benar. Siswa belum memahami tentang perbedaan unsur-unsur

pada bangun ruang seperti diagonal ruang, bidang diagonal, dan diagonal bidang,

Masih banyak siswa yang belum paham hubungan antar unsur pada bangun ruang

seperti garis yang berpotongan, sejajar, tegak lurus, dan bersilangan. Siswa juga

(49)

49 dipelajari di SMP. Siswa yang memiliki nilai tes pengetahuan pra-syarat di atas

KKM hanya 17 siswa dari 60 siswa. Pada materi geometri, KKM yang ditentuka

oleh guru adalah 70.

Hasil pengamatan di kelas X Kendaraan Ringan 1 dan X Teknik Permesinan

2 SMK Negeri 3 Yogyakarta selama proses pembelajaran geometri, wawancara

dengan guru mata pelajaran Matematika di kelas tersebut dan dokumentasi nilai

ulangan harian mata pelajaran Matematika materi geometri menunjukkan terdapat

46 siswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah geometri,

ditunjukkan dengan nilai siswa di bawah KKM. Bukti lain ditunjukkan dari hasil

ujian tengah semester yang kurang baik pada materi geometri tercatat 33 siswa

memiliki nilai di bawah KKM. Selain itu, hasil tes diagnostik menunjukkan

terdapat 33 siswa yang membuat kesalahan lebih dari 50% saat mengerjakan tes

diagnostik.

Berdasarkan hal tersebut perlu diketahui kesulitan siswa dan penyebabnya

dalam menyelesaikan masalah geometri. Untuk mengetahui kesulitan siswa dan

penyebabnya dalam menjawab soal serta mengetahui faktor penyebab kesulitan

siswa dapat menggunakan kegiatan diagnosis kesulitan belajar. Diagnosis

kesulitan belajar adalah proses menentukan jenis kelemahan atau kesulitan belajar

siswa dengan meneliti dan menganalisis latar belakang atau faktor penyebab serta

gejala permasalahan yang tampak dalam belajar untuk mengambil kesimpulan

serta mencari alternatif penyelesaiannya.

Prosedur diagnosis secara umum yang akan digunakan dalam penelitian ini

Gambar

Gambar 1. Titik teletak pada garis
Gambar 5. Kubus ABCD.EFGH
Gambar 7. Jarak antara dua garis sejajar
Gambar 8. Balok PQRS.TUVW
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesulitan belajar yang dialami kelas V SD N Sosrowijayan Kota Yogyakarta, mengetahui jenis bidang studi yang

Menurut Erlina Sari (2010), siswa mengalami kesulitan berkaitan dengan prinsip jarak dari titik ke garis, prinsip jarak dari titik ke bidang, prinsip jarak dua

Hasil dari penelitian menunjukan bahwa 1 kesalahan yang dialami siswa terletak pada mengoperasikan pecahan bentuk aljabar, kurangnya pemahaman siswa terkait dengan materi

Dari jawaban siswa berdasarkan tes diagnostik I, tes lisan dan tes diagnostik II, peneliti berpendapat bahwa siswa C mengalami kesulitan dalam mempelajari kedudukan titik, garis,

Bidang ABCD dan bidang EFGH merupakan bidang yang sejajar. Jarak antara bidang ABCD dan bidang EFGH ditentukan oleh panjang garis AE/ BF/ CG/ DH, sebab AE tegak lurus

Rusuk – Rusuk adalah ruas garis yang dibentuk oleh perpotongan dua bidang sisi yang bertemu. Rusuk pada bangun ruang dapat berupa garis lurus atau garis. lengkung. Rusuk terletak

mencari jarak antara dua titik dalam ruang dimensi tiga siswa dapat menggunakan aksioma bahwa antara dua titik hanya dapat dibentuk satu garis lurus dan untuk

Untuk menyelesaikan masalah di atas, terlebih dahulu kita buat garis dari titik C yang tegak lurus dengan garis AB. Misalkan titik potong dengan garis AB adalah E,