A. Latar Belakang.
BABI
PENDAHULUAN
Masalah pendidikafi senantiasa menjadi topik perbincangan yang menarik
- di kalangan masyarakat luas, lebih lagi bagi insan pendidikan. Pendidikan
merupakaii sarana dan alat yang tepat dalam membentuk masyat"al<at dan bangsa
yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang berbudaya dan dap
masalali k:ehidupan yang dihadapinya, sebab hingga saat ini dunia ~ndidikan
dipandang sebagai sarana yang efektif dalam usaha melestarikan nilai-nilai hidup.
SaiaH satu pertdidikan yang dapat dilakukan adalah pendidikan di sekolan ·· utai
dari pendidikan dasar, pendidikan menengah hingga pendidikan tinggi Clengan
segala aspeknya kurikulum, metode, pendekatan, strategi dan model yang sesuai,
- fasilicas yang rnemadai
dartstiiiiber daya martusia yang profesional
adalahaspek
yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan yang direncanakan.
15aik melalui peningkatan kuantitaslkualitas, sarana, dan prasarana, kompetensi
pendidik melalui sertifikasi ~ dan dosen, penyempurnaan
mencari inovasi pembelajaran, meningkatkan anggaran pendidikan dan usaha
-kuaHtas manusia indonesia
minimal
hams dicapai adalah tumbuhnya kemampuanpengajaran yang mengutamakan matematika dan ilmu pengetahuan lainnya menjadi prasarat bagi proses pendidikan untuk membentuk manusia Indonesia yang mampu menghadapi dan mengantisipasi tantangan dimasa yang akan datang.
Dalam Kurikulum Tin~kat Satuan Pendidikan 2006 (Depdiknas 2006) dikemukakan bahw tujuan pembelajaran matematika adalah : (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat. dalam emecahan masalah; (2) menggnnakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pemyataan rnatematika; (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesailfan dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (
4)
mengkomunikaslkan gagasan dengan sirnbol, tabel, diagram atau media lain untuk mempetjelas keadaan atau masalah; (5) merniliki sikap menghargai matematika dalam kehidupan, yaitu rnerniliki rasa ingin tabu, perhatian, dan minat dalam mempelajarl matematika, serta sikaQ ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Hal yang sama juga tersirat di dalam National Council of Teacher of Mathematics ( NCTM, 2000) yang mana menurut Stiiti- ··· - ( dalam Satagih, 2007) tetdapat5
aspek ketetartipilart materna · - (doing math) yaitu: (1) belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication); (2) thematical reasoning); (3) belajar untuk mernecahkanDari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa komunikasi sangat berperan di dalam pembel~aran matematika. Dengan komunikasi siswa dapat menjelaskan atau menyampaikan ide-ide dan konsep-konsep matematika, disamping renegosiasi respon antar siswa akan dapat tetjadi dalam proses pembelajaran. Pada akhimya dapat membawa siswa pada pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep matematika yang telah dipel~ari .. Untuk itu pembelajaran matematika di sekolah hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi lingkungan siswa (contextual problem). Dengan mengajukan masalah-masalah yang kontekstual, siswa secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep-konsep matematika.
Dalam pembelajaran matematika, seringkali ditemukan proses berpikir dan cara siswa berbeda dengan strategi guru. Bila hal ini tetjadi dan guru memaksakan strateginya, maka akan menghambat alctivitas siswa untuk mengkonstruksikiil sendiri pengetahuan yang dimilikinya dalam belajar matematika. Sebagaimana
yan~ dikemukakan Suwarsono (dalam Suradi 2004 -: 12), kesulitan siswa d8.J.am mempelajari matematika tidak terlepas dari strategi . pengajaran yang selama ini digunakan di sekolah-sekolah Indonesia, yaitu strategi pengajaran klasikal engan
. .
-metode ceramah sebagai -metode utama, ini menandakan bahwa guru memalCSakan strateginya untuk melaksanakan proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat proses ~mecahan masalah untuk siswa Dominasi guru dan strategi pemlielajaran yang dikemukakan dalam bagian ini, seakan-akan telah menjadi budaya.
GUru
menganggap matematika sebagai suatu bahan siap jadi ;yang akan disuapkan kepada siswa, mereka tidak memandang matematika sebagai suatu proses. Hal iniMatematika sebagai Queen of Sciences mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun kenyataannya matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sulit dipahami siswa, sehingga tidak heran kalau banyak siswa yang tidak senang terhadap matematika yang kemungkinan disebabk:an sulitnya memahami mata pelajaran matematika.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi kesulitan belajar matematika tersebut, bahkan masih terns diupayakan.
antaranya dengan memperhatikan penyebab masalah
bersumber dari "diri siswa" maupun yang bersumber dari " luar diri iswa". Usaha- usaha yang sudah dilakukan telah memberikan dampak positifyanglidak sedikit dalarn pengajaran matematika, namun hasilnya belum optimai sesuai yang diharapkan, seperti yang dikemukakan Tiro ( dalam Suradi 2004 : 2) bahwa masih banyak anggapan yang kurang positif terhadap matematika, mulai dari siswa dan
guru di sekolah hingga pada orang tua siswa di rumah. Ada yang menga:nggap
b wa matematika sulit dipelajari, serta sukar untuk dipaharni, bahkan ada siswa yang merasa tegang kalau tiba waktunya belajar matematika. Orang tua siswa kadan - berkomentat babwa anakiiya stilit dimotivasi unttik belajar ··· atematika karena dianggapn~a matematika sebagai momok.
Uiituk
menUillbuhkemoangkan kemampuart
berflkitiogis, sistematis,
dartkritis.
Hal ini dapat diupayalain den~ menin~ pen~ konsep matematikadorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama berlangsungnya proses pembelajaran dan mencari sendiri dengan didasari pada pengetahuan yang telah dimilikinya (Sunil dan Hans, dalam Marzuki, 2006: 5)
Hasil penelitian Newman & Goldin (dalam Suradi 2004) menunjukkan bahwa siswa, khususnya yang berkemampuan rendah enggan untuk meminta bantuan bila mereka mendapatkan kesuiitan belajar matematika. Keengganan tersebut disebabkan karena mereka malu atau takut diejek. Jika mereka meminta bantuan maka permintaan bantuan tersebut ditujukan kepada gp.ru. Hal ini menunjUkkan bahwa tnteraksi siswa dengan siswa dalam pembelajaran matematika belum termanfaatkan. Kondisi seperti ini lebih memprihatinkan jika guru menghadapi kelas besar, maka mereka tidak sanggup memberikan l:lantuan
kepada setiap siswa yang membutuhkannya., sehingga guru dalam pembelajaran matematika cenderung lebih aktif sebagai pemberi pengetahuan kepada siswa secara klasikal, yang dilakukan dengan ceramah.
Demikian juga Sigalingging (2006, 2)
pembelajaran matematika di kelas, sangat didominasi oleh guru, murid men rima secara pasif saja, bahkan hanya berusaha menghafal rumus-rumus. Guru dalam
pem - lajaran matem.atika secara klasikal berusaha menjeiaskan mate··
komunikasi siswa masih terbatas pada jawaban verbal yang pendek atas berbagai pertanyaan yang diajukan oleh guru. Saragih (2007:6) berpendapat bahwa guru dapat mempercepat peningkatan komunikasi matematik siswa dengan cara memberikan tugas matematika dalam berbagai variasi. Komunikasi matematik akan berperan efektif: manaka.J.a guru mengkondisikan siswa agar mendengarkan secara aktif (listen actively) sebaik mereka mempercakapkannya. Oleh karena itu peru an pandan~an belajar dari guru men~ajar ke siswa belajar su<lah harus menjadi fokus utarna dalam setiap kegiatan pembelajaran matematika.
Menurut Bruner bahwa pengetahuan adalah suatu proses, bukan suatu prodtik. Proses tersebut dinilai dari pengalaman, sedangkan informasi dari pengalaman disaring, disusun dan disimpan dalam memori. Salah satu faktor yang penting untuk mencapai tujuan pendidikan adalah proses beiajar mengajar y g dilaksanakan. Untuk itu siswa harus diberi kesempatan seluas-luasnya
upMc
mengkonstruksikan sendiri pengetahuan yang harus dimiliki, sebagaimana yang dikemukakan Suradi (2004 : 5) bahwa pemberian kesempatan kepada siswa merupakan suatu sumber pembelajaran agar siswa berinteraksi dalam kelothpok belajar secara kooperatif. Sedangkan menurut Piaget, siswa harus secara aktif
berliiteraksi dengan lingktiiigan belajamya sehlngga dapat m.embanru mendapat
pemahaman yang lebih baik. Seiring dengan itu Vygotsky menyatakan
bahwa
interaksi sosi kelompolC kecil heterogen dapat membantu siswa me anfaatkanZPD-nxa
~Zona of Proximal Development) kepemahartiaii
yang lebin baik.umum dalam memudahkan interaksi siswa secara khusus. Pemecahan masalah secara kooperatif memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir verbal sehingga siswa secara aktif bekerja sarna saling membantu memecahkan permasalahan-permasalahan matematika yang dihadapi.
Penerapan pembelajaran kooperatif pada umUilUlY.a disebutkan siswa aktif selarna kegiatan pembelajaran, dan mayoritas siswa m nyatakan senang mengikuti pembelajaran matematika secara kooperatif. Pembelajaran kooperatif merniliki darnpak sitif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa melalui interaksi saling membantu antara siswa yang satu dengan siswa yang iainnya. Dalarn proses pembelajaran kooperatif, siswa kelompok atas
menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah (Arends, 1997).
diberikan bersifat dtkotomi, yaitu dengan penjelasan atau tanpa penjelasan. Penjelasan yang diberikan biasanya mendeskripsikan bagaimana menyelesaikan suatu masalah atau sebagian dari masalah. Hal ini merupakan suatu tindakan
elaborasi
kognitif dariproses pemecahan masalah,
sedangkanmemberi bantuan
tanpa penjelasan berarti tidak melakukan elaborasi bagaimana memperol hjawaban yang benar. Namun dalam hal ini belum dikemukakan bagaimana cara
siswa berliiteraksi dertgan siswa lairtrtya dalam mertyelesaikaii masalcih. eperti
bagaimana cara siswa memberikan bantuan, bagaimana usaha siswa yang mengalarni kes "tan untuk meminta bantuan kepada siswa lainnya Selain itu,
juga belwn dikemukakan bagaiiiilirta ·
·ternksisiswa betkeiiiampwm
tirtggi,pe.mbela)aran matematika secara kooperatif.
kelompok kooperatif belum "dinamis". Dalam arti aktivitas siswa di dalam kelompoknya belum menunjukkan suatu proses interaksi untuk mencapai keberhasilan bersama. Siswa di dalam setiap kelompok, masih lebih cenderung menyelesaikan masalah secara mandiri tanpa melalui jalan diskusi. Pada umumnya, siswa pintar memberikan bantuan dala
yang telah diselesaikan sendiri tanpa disertai penjelasan, siswa yang lainnya cenderung mengikuti (mencatat) penyelesaian soal tersebut tanpa dtpertaqyakan.
Bentuk aktivitas siswa di atas merupakan suatu gambaran awal interaksi siswa dilam kelompok kooperatif dan memerlukan pengkajian secara mendalam untuk dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran matematika. Untuk itu dalam penelitian ini akan dikaji bagaimana interaksi dan komunikasi siswa SMA dalam pembelajaran matematika secara kooperatlf dan hakekat terjadinya pola interaksi tersebut. Pentingnya interaksi siswa dalam pembelajaran matematika, karena kelas dapat dipandang sebagai suatu konteks sosial dalam memahami matematika dengan cara dikonstruksi dan diabstraksikan. Juga dikemukakan oleh Atwen, ( dalam Marzuki 2006) bahwa kelas matematika merupakan suatu tempat guru (ian
siswa membangun lingkungan sosial yang komtii1ika.si antat siswa maupun dengan gi.trti.
Penelitian ini dibatasi hanya pada pembelajaran kooperatiftipe jigsaw. Hal
Dengan demikian diharapkan dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
guru tidak mengalami kesulitan dalam pembelajaran dan dapat memfasilitasi
siswa, agar sating berinteraksi dengan siswa lainnya, dengan cara mengajukan masalah agar siswa terdorong untuk bertukar informasi dan berdiskusi. Selain itu basil yang diperoleh aari penelitian ini diharapkan apat dengan mudah diimplementasikan di sekolah.
Berdasarkan uraian di atas, fokus utama di dalam penelitian ini adalah "apakah ~ mbelajaran kooperatif tipe jigsaw, dalam pembelajaran matematika di SMA benar dapat memfasilitasi siswa berinteraksi
dan
bagaimana kemampuan komunikasi matematika siswa setelah pembelajaran berlangsung?". Un tersebut, maka dalam penelitian ini dipersiapkan materi pembelajaran {dalam luil ini pokok bahasan peluang) yang disusun dalam perangkat pembelajaran untuk dapat memfasilitasi interaksi siswa dan mengungkapkan komunikasi matematika siswa di dalam kelompok kooperatifnya.Penelitian ini dilaksanakan selama enam kali pettemuan ( setiap pettemuan 3 x 45 menit), menggunakan Lembar Ak:tivitas Siswa (LAS) yang dirancang khusus untuk memfasilitasi aktivitas siswa berinteraksi dan
komlifiil(asi
siswa
setelah
siswa
melaksanakart pembelajatan.
B. Identif"Ikasi Masalah
Pada umumnya pembelajaran matematika di Indonesia masih di ominasi
konsep-konsep matematika. Berdasarkan Jatar belakang masalah maka dapat
diidentifikasi masalah yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Dominasi guru dalam proses pembelajaran telah menjadi budaya
2. Guru menganggap matematika sebagai bahan siap jadi yang akan disuapkan
kepada siswa.
3. Strategi klasikal yang diterapkan guru menghambat aktivitas siswa untuk
riierigkoristriilcii seridiri pengetahllari yang diiriilikinya.
4. Siswa yang berkemampuan rendah enggan untuk meminta bantuan kepada
lliateriiatika beluni terrriarifaatkan.
verbal yang pendek .
6. Pada periibelajafan rriateriiatika, uniuniriya beluni teruiigkap bagaimana earn
siswa beraktivitas dengan siswa lainnya dalam menyelesaikan masalah.
C. Batasan Masalah
Didasari banyaknya masalah pada identifikasi di atas sehingga
pembatasan masalah, mengigat keterbatasan dana, waktu, dan
peJ1e iti maka penelitian ini terbatas pada masalah seba~ai berikut:
1. Intefaksi siswa antara siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, selama mereka: bekerja dalam kelompoknya bel urn diunglglpkan.
3. Kerruimpuan koniunikasi matematika siwa masih sebata.s jawaban verbal yang
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, masalah utama penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
l. Ba~aimana pola umum interaksi siswa di dalam kelompok kooperatif tipe jigsaw selama mere}(a menyelesaikan tugas-tugas matematika?.
2. Bagaimana aktivitas siswa dalarn menyelesaikan tugas - tugas di didalarn kooperatif tipe ji~saw?.
3. Bagaimana tingkat kemampuan komunikasi siswa (lalam kooperatif tipe jigsaw?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :
1. Menemukan pola umum interaksi siswa selama menyelesaikan tugas-tugas matematika di dalarn kelompok kooperatiftipe jigsaw.
2. Mendiskripsikan aktivitas siswa dalrun menyelesaikan tugas-tugas koo tipe jigsaw.
3. Mengkaji secara komprehensif tingkat kemampuan komunikasi matematika
siswa dalam pembelajaran koopenuif tipe jigsaw.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dih~kan dari hasil penelitian ini adhlah:.
I. dalarn
2. Bagi guru sebagai acuan dan menambah wawasan khususnya dalam menyusun strategi pembelajaran matematika.
3. Bagi siswa dapat meningkatkan hubungan sosial, komunikasi dan rasa saling bertanggung jawab terhadap diri sendiri maupun lingkungannya
4. Bagi peneliti sebagai landasan dan mef\iadi acuan untuk penelitian selanjutnya.
G. Definisi Operasiolial
Untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap istilah-istilah yang dipakai dalam penelitian ini, perlu diberikan Definisi Operasional sebagai berikut
l. Pembelajaran matematika secara kooperatif adalah pembelajaran matematika yang menekankan aict1v1tas belajar siswa secara bersama - sam_a dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 siswa.
2. Kelompok kooperatif adalah kelompok - kelompok siswa yang mempm1yai kemampuan akademik yang berbeda (kemampuan akademik tinggi, . kemampuan akadernik sedang, dan kemampuan akademik rendah), dan juga dipertimbangkanjenis kelamin siswa.
Pembelajaran kopetatif tipe jigsaw adalah pelaksanaan kooperatif yang menekankan pada tanggung jawab atas pengrul§ru!!Q. materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain
5. Interaksi siswa adalah aktivitas atau kegiatan siswa dengan siswa lainnya di dalam kelompok selama mereka ditugaskan menyelesaikan masalah matematika.
6. Aktivitas siswa adalah kegiatan yang dilakukan siswa tanpa berinteraksi sesama mereka di druam kelompok, antara lain menyelesaikan tugas secara mandiri, dam memperhatikan penjelasan guru atau ternan.
7. Siswa memberi bantuan adalah aktivitas siswa memberi
ungkapan kepada siswa lainnya yang berkaitan dengan materi pelajaran di dalarn menyeiesaikan masalah, baik secara lisan ataupun tertulis deng diminta ataupun tidak diminta.
8. Siswa merninta bantuan adalah aktivitas siswa meminta
petunjuk/saran kepada siswa lainnya yan~ berkaitan den~an materi pelajaran untuk menyelesaikan masalah baik secara lisan maupun tulisan.
9. Pola umum interaksi adalah kecenderungan dominan aktivitas siswa yang berkaitan dengan interaksi sswa yang tetjadi
.
-lainnya selama beketja di dalam kelompoknya.
i().
Kualitas interakst adaiah interaksi yang terjadl sesual dengan tujuanpembelaja:f!Ul yang dapat dimanfaatkan siswa berinterak'S· dalam menyelesaiakn tugas di dalam kelompok kooperatifuya
metJ.ggUDakan
matematika yang di~lajari yang diukur melalui
12. Tes kompetensi komunikasi siswa adalah tes uraian yang dapat mengukur kemampuan komunikasi siswa, yang terdiri dari 4 indikator yakni: (1) Merefleksikan benda- benda nyata, gambar, atau ide- ide matematika; (2) Membuat model situasi atau persoalan men~gunakan metode tertulis, konkrit, dan grafik; (3) Menggunakan keahlian membaca.; menulis, dan menelaah, untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide, simbol, istilah, serta infonnasi matematika; dan (4) Merespon suatu pemyataan/persoa an dalam bentuk argumen yang meyakinkan.
13. Siswa tierkemampuan tinggi adalah siswa yang terietak pada
25%
peringkat atas berdasarkan pretes dan berdasarkan pendapat guru matematika di kelasnya.14. Siswa berkemampuan sedang adaiah siswa yang terletak diantara siswa peringkat atas dan peringkat bawah.
15. Siswa berkemampuan rendah adalah siswa yang terletak 25% kelompok bawah berdasarkan skor pretes dan berdasarkan pendapat guru matematika kelasnya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.
Mengacu pada rumusan masalah dan hasil penelitian yang telah diuraikan pada BAB IV, maka beriicut ini akan disajikan beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut:
>
-1. Pola umum interaksi personal siswa dalam pembelajaran matematika kooperatif tipe jigsaw, dilakukan dalam bentuk berdiskusi atau tsemegosiasi dengan demikian aktivitas siswa SMA dalam belajar metematika secara kooperatif didominasi diskusi atau negosiasi. Diskusi pada umumnya terjadi pada saat akan memulai menyelesaikan soaJ.-soai pada LAS, sedangkan negosiasi pada umumnya tetjadi pada menit tetaldiir penyelesaian masing-masing soal untuk menentukan jawaban kelompok. Adapun pola interaksi personal siswa yang berkemampuan tlnggi, sedang, dan rendah adalah sebagai berikut .
a. Siswa yang berkemampuan tinggi
c.
sedang mempunyai pola interaksi dalam bentuk diskusi dan membantu disertai penjelasan.
Siswa yang berkemampuan tinggi dengan sis a berkemampuan rendab mempunya1 j,ota interaksi daiam bentuk
diSkusi dan
msedang
2. Aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika dengan kooperatif tipe jigsaw lebih separuh waktu digunakan untuk berinteraksi ( rata-rata berinteraksi 54% dan selain berinteraksi
46
%). Kedua jenis aktivitas dapat diuraikan sebagai berikut :a. Interaksi Siswa.
1) Interaksi siswa memberi bantuan dilakukan dengan cara yang berbeda antara siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah yaitu:
a). Siswa yang berkemampuan tinggi siswa berkemampuan
memberikan penjelasan tentang ide menyelesaikan soal, atau menjelaskan langkah-langkah penyelesaian yang telah dilakuRan, sebaliknya siswa yang berkemampuan sedang membantu siswa
-
z
yang berkemampuan tinggi, pada umumya dilakukan dengan cara menyampaikan ide -ide penyelesaian soal.?
m
penyelesaian soal atau memberikan jawaban pende rendah pada umumnya dilakukan dengan cara memberikan memberikan rumus ) tanpa diikuti penjelasan , sebaliknya siswa rendahtidaic
membantu siswa berkemampuanz
?
membantu kepada siswa berkemampuan sedang dengan memberikan jawaban pendek tanpa penjelasan.
2). Interaksi siswa dengan pola meminta bantuan dari siswa lain dilakukan dengan cara yang berbeda antara siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah yaitu:
a). Siswa yang berkemarnpuan tinggi meminta bantuan kepada siswa yang berkemampuan sedang. dengan cara meminta ide-ide penyelesaian soal, atau bertanya dalarn bentuk klariftkasi tentang apa yang telah ia lakukan, hal yang sama juga dilakukan siswa berkemampuan sedang
kepada siswa yang berkemampuan tinggi. b). Siswa yang berkemampuan rendah meminta
umumnya ditujukan kepada siswa yang berkemampuan sedang, dengan cara menanyakan langkah-langkah penyelesaian soal (mem1nta penjeiasan danlembar jawaban yang diberikan) 3). Interaksi siswa berdiskusi atau bemegosiasi.
dengan pola berdiskusi, pada umumnya dilakukan dengan cara
m
menyampaikan ide-ide untuk menyeiesaikan soai,dan hemegoisasi untuk menentukan jawaban kelompok (hila teJ.jadi perbedaan~ndapat). Namun kecenderungan da.lam suatu negoisasi jawaban
dari
siswa berkemampuan tinggi yang dominan dlpilih sebagaimengecek bahwa semua anggota kelompok sudah menyelesaikan
tugas.
4). Interaksi personal siswa di luar tugas. Interaksi personal siswa di
luar tugas tidak mempunyai suatu pola khusus antara siswa dengan
yang lainnya, tidak adanya pola tersebut diakibatkan karena jika
ada siswa berinteraksi di luar tugas maka cenderung semua
anggota kelompok terlibat. Namun demikian ad
bahwa interaksi di luar tugas lebih banyak dimulai oleh siswa yang
berkemampuan tinggi dangan siswa berkemampuan
sedang.Kecenderungan ini tetjadi pada saat
berkemampuan rendah ditunggu untuk menyelesaikan tugasn):a
b. Aktlvitas siswa seialn berinteraksi.
1 ). Aktivitas siswa menyelesaikan masalah secara mandiri prula
pembelajaran matematika dengan kooperatif tipe jigsaw lebili
banyak dilakukan, mempunyai kecenderungan semakin meningkat
pada pertemuan-pertemuan terakhir. Hal ini berarti semaltin
meningkatnya kepercayaan diri mereka untuk menyelesaikan
masaiah secara mandirl.
2). Akti ·tas siswa bertanya/ meminta penjelasan kepada guru tidak banyak dilakukan dan mempunyai kecenderungan semakin menurun,
hal
lni tetjadi karena masaiab: yang dfuadapi siswa ditanyakan3). Aktivitas siswa di luar tugas kelihatannya tidak mengganggu mereka dalam menyelesaikan tugas. Namun tampak adanya kecenderungan bahwa mereka melakukannya disaat menunggu ternan yang lain selesai melaksanakan tugas.
3. Siswa setelah pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw rata-rata 68,97 dengan standard deviasi ll ,50. Siswa sudah marnpu berkomunikasi matematika sebesar 85%, dan secara klasikal siswa telah mampu berkomunikasi matematika dengan baik. Hal mi menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatiftipe jigsa gat baik untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika siswa.
Berdasarkan Pengamatan Pengelolaan Pembelaran bahwa Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat dilaksanakan oleh guru dengan bai di
>
sekolah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan gurumelaksanakan pembelajaran sebesar 3,67 terrnasuk kategori cukup baik
dan
ketercapatan pelaksanaan pemhelajaran sebesar 91,75%.5.
berdasarkan angket adalah positif yaitu sudah mencapai 93,75 %.
1. Pada penelitian ini telah dikembangkart perangkat pembelaiaran Peluang yang peny;ajiannya berdasarakan prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif
>
dalam rancangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran khususnya dalam alokasi waktu yang digunakan. Penulis memandang akan lebih bermanfaat apabila guru memodifikasi dan meyesuaikan dengan kondisi sekolah masing-masing. Misalnya waktu yang disediakan, fasilitas yang memadai
kesulitan masalah yang disajikan Wltuk didiskusikan siswa. 2. Pola umum interaksi personal siswa yang diperoleh dari
dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan kualitas
dan taraf
mbelajaran matemetika secara kooperatif. Terutama pemanfaatan interaksi antara siswa untuk mendukung pencapaian basil belajar siswa. Seliingga disarankan kepada guru untuk menerapkan pembelajaran kMperatif sebagai salah satu variasi pembelajaran matematika Khususnya aktivitas pembelajaran yang berpusat kepada siswa sebagaimana yang dihara~kan
dalam KTSP 2006.
3. Informasi mengenai aktivitas stswa dalarn belajar koopemtif yang didominasi dalam bentuk diskusi atau negosiasi, menunjukkan pentingnya siswa dibekali keterampilan berdiskusi agar kualitas interaksi dapat
penyelesaian tugas.
4. Hasil penelitian
inl,
masih perlu dikaji ieb.lh jauh tentlmg ketersecara kooperatif, baik menggunakan kriteria yang digunakan dalam penelitian ini, maupun yang berbeda. Kajian- kajian lanjutan akan sangat bermanfaat dalam penerapan model pembelajaran kooperatif yang sesuai dengan budaya bangsa Indonesia.
5. Variabel - variaoel yang merupakan dampa.k pembelajaran kooperatif yang dikaji dalam penelitian ini masih sangat terbatas, analisis yang digunakan juga, masih sangat sedemana. yaitu analisis deskriptif yang hanya mendeskripsikan hasil belajar siswa melalui tes kompetensi k:omunikasi matematika siswa. Memungkinkan juga untuk menganalisis data perkembangan siswa untuk tiap pertemuan Sehingga memupg!tinkan
interaksi yang terjadi berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan
DAFTAR PUSTAKA
Arends, Richard I. 1997, Classroom Instruction and Management. New York : McGraw Hill Companies, Inc.
Arikunto, S. 2002, Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara
...
--Baroody, A. J . 1993 . Problem Solving Reasong And Helping Children Think Mathematically, New f!ublising Company
Depdiknas, 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 21J06. Jakarta Depdiknas.
Edi Susanto. 2006. Upaya Meningkatkan Kemampuan Kooperatif Teknik Jigsaw.[Online]. Tersedia: matematika, [09 Maret 2009]
Hamalik, 0. 2003. Proses Be/ajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara
Hasratuddin, 2002. Pengajaran Matematika dengan Pendekatan InteraKiif. ParadikMa Jurnal Pendidikan Matematika Vol 1 No. I Edis Juni 2008: PPs. UNIMED
Hudoyo, H. 1988. Mengajar Be/ajar Matematika. Jakarta : Depdikbud
Ibrahim, M, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA University
Pr~ss,
Jhonson, D.W., & Johnson, R.T. 1994. Learning Together and Jllone, Cooperative Teaching and Learning, Four Edition. Boston : Allyn and Bacon.
Kunandar, 2008. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan PeiididiKliii diiii SiikSes Daldm 8ertifikiiSi Giifii.Jakarta: P.T. ~a
GrafindoTersada
Cooperaiive Itearning di
Marzuki, A. 2006. Implementasi Pembe/ajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa, Tesis : PPs Universitas Pendidikan Indonesia.
Moleong, J. Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosda K
Nasution, S. 1982. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Be/ajar Mengajar. Edisi Pertama. Jak:a.rta: BinaAksara.
National Council of Teacher of Mathematics. 2000. Principles and Stan'daras For School Mathematics, USA : NCTM,
me.
Rakhmat;
H. 2001.
Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.Rasidin. M. 2004. Pendekatan Baru Strategi Be/ajar Mengajar da am Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Hasil Be/ajar
Makalah. Surabaya
Rusefendi, H.E.T. 2001. Dasar - dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya : Semarang : IKIP Semarang Press.
Saragih, S. 2007. Mengembangkan Kemampuan Berfikir Logis Dan KomuniliiiSi Mdtemdtikii Sis-Wd Sekoldh Menengdh Peftdmd Melalui Pendekiitaii Matematika Realistik Disertasi UPI Bandung. Tidak Diterbitkan
Sidiq, A.
2005.
Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran dan Proses Berfikir-terhadap Kemampuan Pemecahan Masa/ah dan Komunikasi Siswa.Tesis PPs Universitas Ne~eri Malan~. Tidak diterbitkan.
Sigalingging, R. 2006. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif dan Minat be/ajar
. atematika Siswa SMP Negeri Lubuk Pakam.
Tesis.PPs. - -- :ED
idak diterbitkan
Sinaga, B. 1999. Efektifitas Pembelajaran Berdasarkan Masalah
(Problem-Based lnsdtiiiCfioii) Piidii KeliiS I SMU Deiigiiri Biihiiri Kiijidri Eurigsi
Kuadrat.Tesi PBs IKlP Surabaya Tidak diterbitkan
Sitanggang, K. A, 2010. Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Logis dan Kemampuan Berkomunikasi Matematik Siswa SMP Melalui Pembelajaran Matematika Realistik. Tesis PPs UNIMED. Tidak diterbitkan,
Sitepu, J. W, 2009. Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Dan Proses Berpikir Tehadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SMP Kota Pematang Siantar. Tesis PPS. UNIMED. Tidak Diterbitkan Slamet. 2003. Be/ajar Dan Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi, Jakarta
Depdikbud
Sudijono, A. 2008. Pengantar Statistika Pendidikan. Jakarta. Rajawali Pers.
Sudjana, N. 1989. Dasar-dasar Proses Be/ajar Mengajar. Bandung. Sinar Baru Algensindo,
Suradi, 2004. lnteraksi Siswa SMP dalam Pembelajaran Kooperatif; Disertasi Ps. UNESSA. Tidak Diterbitkan
Tim PLPG, 2008. Buku Panduan Dalam Pendidikan dan Profesi Guru SMA PPYQn
2
UnivtJr#t(l$ NtJgeri Me@n ,tJNIMED
>
-
z
?
m
DAFTAR PUSTAKA
Arends, Richard I. 1997, Classroom Instruction and Management. New York : McGraw Hill Companies, Inc.
Arikunto, S. 2002, Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara
...
--Baroody, A. J . 1993 . Problem Solving Reasong And Helping Children Think Mathematically, New f!ublising Company
Depdiknas, 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 21J06. Jakarta Depdiknas.
Edi Susanto. 2006. Upaya Meningkatkan Kemampuan Kooperatif Teknik Jigsaw.[Online]. Tersedia: matematika, [09 Maret 2009]
Hamalik, 0. 2003. Proses Be/ajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara
Hasratuddin, 2002. Pengajaran Matematika dengan Pendekatan InteraKiif. ParadikMa Jurnal Pendidikan Matematika Vol 1 No. I Edis Juni 2008: PPs. UNIMED
Hudoyo, H. 1988. Mengajar Be/ajar Matematika. Jakarta : Depdikbud
Ibrahim, M, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA University
Pr~ss,
Jhonson, D.W., & Johnson, R.T. 1994. Learning Together and Jllone, Cooperative Teaching and Learning, Four Edition. Boston : Allyn and Bacon.
Kunandar, 2008. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan PeiididiKliii diiii SiikSes Daldm 8ertifikiiSi Giifii.Jakarta: P.T. ~a
GrafindoTersada
Cooperaiive Itearning di
Marzuki, A. 2006. Implementasi Pembe/ajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa, Tesis : PPs Universitas Pendidikan Indonesia.
Moleong, J. Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosda K
Nasution, S. 1982. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Be/ajar Mengajar. Edisi Pertama. Jak:a.rta: BinaAksara.
National Council of Teacher of Mathematics. 2000. Principles and Stan'daras For School Mathematics, USA : NCTM,
me.
Rakhmat;
H. 2001.
Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.Rasidin. M. 2004. Pendekatan Baru Strategi Be/ajar Mengajar da am Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Hasil Be/ajar
Makalah. Surabaya
Rusefendi, H.E.T. 2001. Dasar - dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya : Semarang : IKIP Semarang Press.
Saragih, S. 2007. Mengembangkan Kemampuan Berfikir Logis Dan KomuniliiiSi Mdtemdtikii Sis-Wd Sekoldh Menengdh Peftdmd Melalui Pendekiitaii Matematika Realistik Disertasi UPI Bandung. Tidak Diterbitkan
Sidiq, A.
2005.
Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran dan Proses Berfikir-terhadap Kemampuan Pemecahan Masa/ah dan Komunikasi Siswa.Tesis PPs Universitas Ne~eri Malan~. Tidak diterbitkan.
Sigalingging, R. 2006. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif dan Minat be/ajar
. atematika Siswa SMP Negeri Lubuk Pakam.
Tesis.PPs. - -- :ED
idak diterbitkan
Sinaga, B. 1999. Efektifitas Pembelajaran Berdasarkan Masalah
(Problem-Based lnsdtiiiCfioii) Piidii KeliiS I SMU Deiigiiri Biihiiri Kiijidri Eurigsi
Kuadrat.Tesi PBs IKlP Surabaya Tidak diterbitkan
Sitanggang, K. A, 2010. Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Logis dan Kemampuan Berkomunikasi Matematik Siswa SMP Melalui Pembelajaran Matematika Realistik. Tesis PPs UNIMED. Tidak diterbitkan,
Sitepu, J. W, 2009. Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Dan Proses Berpikir Tehadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SMP Kota Pematang Siantar. Tesis PPS. UNIMED. Tidak Diterbitkan Slamet. 2003. Be/ajar Dan Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi, Jakarta
Depdikbud
Sudijono, A. 2008. Pengantar Statistika Pendidikan. Jakarta. Rajawali Pers.
Sudjana, N. 1989. Dasar-dasar Proses Be/ajar Mengajar. Bandung. Sinar Baru Algensindo,
Suradi, 2004. lnteraksi Siswa SMP dalam Pembelajaran Kooperatif; Disertasi Ps. UNESSA. Tidak Diterbitkan
Tim PLPG, 2008. Buku Panduan Dalam Pendidikan dan Profesi Guru SMA PPYQn
2
UnivtJr#t(l$ NtJgeri Me@n ,tJNIMED
>
-
z
?
m