PENERAPAN COLLABORATIVE LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA
SMP
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
OLEH
INDAH TRIHANDAYANI 1201616
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
2
LEMBAR PERSETUJUAN TESIS
PENERAPAN COLLABORATIVE LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KOMUNIKASI MATEMATIS
SISWA SMP
Oleh:
INDAH TRIHANDAYANI 1201616
Disetujui oleh: Pembimbing I,
Prof. Dr. H. Tatang Herman, M.Ed. Pembimbing II,
Dr. Stanley Dewanto, M.Pd.
Mengetahui:
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
3
PENERAPAN COLLABORATIVE
LEARNING UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN
KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP
Oleh
Indah Trihandayani
S.Pd UPI Bandung, 2011
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Matematika
Sekolah Pascasarjana UPI
© Indah Trihandayani 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR GAMBAR ... Error! Bookmark not defined.
E. Definisi Operasional ... Error! Bookmark not defined.
BAB II LANDASAN TEORI ... Error! Bookmark not defined.
A. Kemampuan Berpikir ... Error! Bookmark not defined.
B. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... Error! Bookmark not
defined.
C. Kemampuan Komunikasi Matematis ... Error! Bookmark not
defined.
D. Collaborative Learning ... Error! Bookmark not defined.
E. Sikap ... Error! Bookmark not defined.
F. Penelitian yang Relevan ... Error! Bookmark not defined.
G. Hipotesis ... Error! Bookmark not defined.
BAB III METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined.
A. Metode dan Desain Penelitian .... Error! Bookmark not defined.
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
C. Instrumen Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
1. Tes ... Error! Bookmark not defined.
2. Angket ... Error! Bookmark not defined.
3. Pedoman Observasi ... Error! Bookmark not defined.
D. Prosedur Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
E. Analisis Data ... Error! Bookmark not defined.
1. Analisis Data Kuantitatif ... Error! Bookmark not defined.
2. Analisis Data Kualitatif ... Error! Bookmark not defined.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Error! Bookmark not
defined.
A. Data Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... Error! Bookmark
not defined.
2. Kemampuan Komunikasi Matematis Error! Bookmark not
defined.
3. Korelasi ... Error! Bookmark not defined.
4. Data Angket ... Error! Bookmark not defined.
5. Data Hasil Observasi ... Error! Bookmark not defined.
B. Pembahasan ... Error! Bookmark not defined.
1. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis . Error!
Bookmark not defined.
2. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis ... Error!
Bookmark not defined.
3. Hubungan antara Kemampuan Berpikir Kritis dengan
Komunikasi Matematis ... Error! Bookmark not defined.
4. Sikap Siswa terhadap Collaborative Learning ... Error!
Bookmark not defined.
5. Keterbatasan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... Error! Bookmark not
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
A. Kesimpulan ... Error! Bookmark not defined.
B. Implikasi ... Error! Bookmark not defined.
C. Rekomendasi ... Error! Bookmark not defined.
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Trihandayani, I. (2014). “Penerapan Collaborative Learning untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa SMP”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis dan komunikasi matematis siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) melalui Collaborative Learning. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol non-ekivalen menggunakan teknik Purposive Sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP N 4 Lembang yang tersebar pada 8 kelas, dan yang menjadi sampel penelitian adalah sebanyak dua kelas. Kedua kelas tersebut diklasifikasikan menjadi dua kelompok pembelajaran, yaitu kelompok Collaborative Learning dan pembelajaran konvensional. Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan berpikir kritis dan komunikasi matematis, skala sikap, dan pedoman observasi. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji-t, Mann-Whitney dan Rank-Spearman. Analisis kualitatif dilakukan dengan menelaah hasil dari data skala sikap dan pedoman observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Collaborative Learning lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; (2) peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Collaborative Learning lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; (3) hubungan antara kemampuan berpikir kritis dengan komunikasi matematis dikategorikan tidak signifikan; (4) secara umum, siswa menunjukkan sikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan Collaborative Learning.
Kata Kunci: Collaborative Learning, Kemampuan Berpikir Kritis Matematis,
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Trihandayani, I. (2014). "Implementation of Collaborative Learning to Enhance Critical Thinking and Communication Junior Mathematical Students".
This study aims to determine the increase in critical thinking mathematically and mathematical communication thinking skills of Junior High School (SMP) student through Collaborative Learning. This research is a quasi experimental design with non-equivalent control group using purposive sampling technique. The population in this study were all eighth grade students of SMP N 4 Lembang scattered on the 8th grade, and the sample was as much as two classes. Both classes are classified into two groups of learning, namely the Collaborative Learning and conventional learning. The instrument used is a test of critical and communication mathematically thinking skills, attitude scales, and observation. The data analysis was done quantitatively and qualitatively. Quantitative analysis was performed using t-test, Mann-Whitney and Spearman Rank. Qualitative analysis was performed by examining the results of the attitude scale and observation data. The results showed that: (1) an increase in critical thinking skills students acquire Collaborative learning is better than students who received conventional learning; (2) improvement of communication skills that students acquire Collaborative learning is better than students who received conventional learning; (3) the relationship between critical thinking skills with mathematical communication is not considered significant; (4) in general, students showed a positive attitude towards learning mathematics with Collaborative Learning.
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan salah satu pelajaran yang diajarkan di setiap jenjang
pendidikan di sekolah baik itu SD, SMP, maupun SMA. Bahkan di perguruan
tinggi sekalipun, matematika tetap diajarkan. Hal ini menunjukkan bahwa
matematika sangat berguna, bahkan salah satu artikel dari National University of
Singapore menunjukkan bahwa matematika merupakan satu-satunya subjek yang
semua siswa di seluruh dunia belajar lebih dari 10 tahun.
Pentingnya matematika juga diungkapkan oleh Ruseffendi (2006:94) bahwa
matematika itu penting sebagai alat bantu, sebagai ilmu, sebagai pembimbing pola
berpikir, maupun sebagai pembentuk sikap. Selain itu matematika lebih dari
hanya suatu alat untuk: membantu berpikir, menanamkan pola-pola,
menyelesaikan masalah, atau menggambarkan konklusi. Artinya pembelajaran
matematika tidak cukup hanya dengan mengajarkan materinya saja.
Wahyudin (2008) menyatakan bahwa dari generasi ke generasi, teknik
pembelajaran matematika merupakan suatu proses dua langkah: (1) Guru
menggunakan contoh-contoh untuk menunjukkan bagaimana menyelesaikan suatu
contoh atau persoalan tertentu; (2) Para siswa secara rutin meniru prosedur yang
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Proses pembelajaran di kelas harus lebih dari sekedar proses dua langkah di
atas. Banyak hal yang perlu diperhatikan ketika proses pembelajaran berlangsung,
di antaranya adalah prinsip-prinsip dalam pembelajaran yang disarankan oleh
Swan (2005) yaitu sebagai berikut:
1. Build on knowledge learners bring to sessions.
Maksudnya di sini adalah bahwa pengajaran yang efektif tidak
memperlakukan siswa sebagai “asbak kosong”, namun sebagai orang-orang yang
aktif berpikir dengan berbagai keterampilan dan konsep.
2. Memaparkan dan mendiskusikan kesalahpahaman umum.
Pada sesi ini ketika siswa diberi tantangan untuk berpikir, ketika banyak
jawaban yang muncul, terjadilah sebuah konflik. Konflik inilah yang perlu
diselesaikan dengan diskusi, yang menyebabkan pembelajaran lebih permanen
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional yang berusaha menghindari
peserta didik berbuat kesalahan.
3. Mengembangkan pertanyaan yang efektif.
Mengajukan pertanyaan terbuka dan memberi waktu pada siswa untuk
berpikir ketika diberikan pertanyaan.
4. Menggunakan kelompok kecil untuk bekerja sama.
Banyak siswa yang berpikir belajar matematika merupakan kegiatan pribadi.
Tugas seorang guru disini adalah membuat siswa nyaman dengan kondisi di kelas
dan membuat siswanya berpartisipasi, hal ini biasanya lebih mudah dilakukan
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5. Menekankan metode daripada jawaban.
Kebanyakan siswa lebih fokus pada bagaimana cara memperoleh jawaban
yang benar, bukan pada metode. Oleh karena itu kita yang harus berusaha
meningkatkan kekuatan mereka untuk menjelaskan dan menggunakan ide
matematika. Karena dengan menggunakan ide matematika akan membantu
mereka untuk menyelesaikan tugas dengan berbagai macam metode.
6. Menggunakan tugas-tugas kolaboratif yang kaya.
Tugas yang kaya di sini maksudnya adalah tugas-tugas yang tidak hanya
prosedural, melibatkan peserta didik untuk pengujian, penjelasan, pembuktian,
merefleksikan, serta mendorong diskusi dan komunikasi, juga orisinalitas dan
penemuan. Tugas yang kaya juga memungkinkan peserta didik menemukan
sesuatu yang menantang.
7. Membuat hubungan (koneksi) antara topik matematika.
Hal ini dimaksudkan untuk bagaimana ketika muncul hal-hal seperti misalnya
pembagian, pecahan serta perbandingan dapat tetap terhubung dengan pikiran
siswa.
8. Menggunakan teknologi dengan cara yang tepat.
Banyak teknologi yang berkembang kini, yang menawarkan kita kesempatan
untuk menyajikan konsep-konsep matematika secara menarik.
Hal-hal yang telah dipaparkan di atas merupakan cambuk bagi seorang tenaga
pendidik untuk memperbaharui proses pembelajaran. Bagaimana caranya agar
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
memaksimalkan media yang ada untuk proses pembelajaran tersebut, di sini
bukan berarti media adalah komputer atau software saja, namun lebih pada
penggunaan kertas-berwarna, karton, pensil warna, dan lain-lain yang dapat
digunakan siswa untuk membuat poster, menggambar, dan menyajikan masalah.
Pembelajaran seperti apakah yang dapat menampung semua prinsip-prinsip
pembelajaran di atas? Karena keberhasilan suatu program matematika ditentukan
oleh guru (Wahyudin, 2008). Penggunaan model pembelajaran memang baik
untuk menunjang proses pembelajaran, namun seorang guru harus fleksibel dalam
menggunakannya, artinya semua harus sesuai dengan kondisi siswa pada saat
berlangsungnya pembelajaran dan topik yang akan dibicarakan.
Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah adalah untuk belajar
berkomunikasi secara matematis, empat tujuan lainnya yaitu belajar untuk melihat
nilai penting matematika, menjadi percaya terhadap kemampuan mereka sendiri
dalam mengerjakan (melakukan matematika), menjadi problem solver matematis,
dan belajar bernalar secara matematis (Wahyudin, 2008). Komunikasi termasuk
dalam salah satu dari lima standar proses yang telah ditetapkan NCTM, yaitu:
problem solving, reasoning and proof, communication, connections, dan
representations (NCTM, 2008).
Komunikasi matematis, selain merupakan salah satu tujuan pembelajaran
matematika, juga merupakan salah satu hal penting dalam proses pembelajaran
matematika. Seperti yang dikutip dari B. Vertes dalam NCTM (2008) “Teaching
is more effective when it develops mathematical language through communicative
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
setiap kali kita mengkomunikasikan gagasan-gagasan matematika, kita harus
menyajikan gagasan tersebut dengan suatu cara tertentu. Ini merupakan hal yang
sangat penting, sebab bila tidak demikian, komunikasi tersebut tidak akan
berlangsung efektif (Herdian, 2010).
Komunikasi matematis yang berlangsung pada saat proses pembelajaran,
berupa komunikasi lisan dan komunikasi tertulis. Salah satu bentuk komunikasi
lisan adalah siswa diminta untuk bertanya dan atau membenarkan jawaban teman
sekelas. Dengan berkomunikasi seperti itu, siswa secara alami mengatur dan
memperkuat pemikiran mereka tentang matematika (Pugalee, 2001).
Selain kemampuan komunikasi matematis, kemampuan siswa untuk berpikir
kritis juga penting. Seperti yang diungkapkan Mulyana (2008), bahwa beberapa
keterampilan berpikir yang dapat meningkatkan kecerdasan memproses adalah
keterampilan berpikir kritis, keterampilan berpikir kreatif, keterampilan
mengorganisasi otak, dan keterampilan analisis.
Kemampuan berpikir kritis juga menjadi salah satu kompetensi masa depan
yang merupakan tantangan dari pengembangan kurikulum saat ini. Berikut ini
kompetensi masa depan yang dijabarkan dalam pengembangan Kurikulum 2013
oleh Kemendikbud: (a) kemampuan berkomunikasi; (b) kemampuan berpikir
jernih dan kritis; (c) kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu
permasalahan; (d) kemampuan menjadi warga negara yang bertanggung jawab;
(e) kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang
berbeda; (f) kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal; (g) memiliki
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya; (j) memiliki rasa tanggungjawab
terhadap lingkungan (Kemendikbud, 2013:8).
Johnson (Sari, 2013) menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis
memungkinkan siswa untuk mempelajari masalah secara sistematis, menghadapi
berbagai tantangan dengan cara terorganisasi, merumuskan pertanyaan inovatif,
dan merancang permasalahan yang dipandang relatif baru. Selain itu Brookhart
(2010) mengungkapkan bahwa salah satu ciri seseorang yang berpendidikan
adalah berpikir kritis, sehingga penting sekali bagi seorang siswa untuk mengasah
kemampuan berpikir kritisnya.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam berpikir
kritis matematis masih rendah. Salah satunya dapat dilihat dari hasil hasil
penelitian TIMSS 2011, Indonesia mendapatkan peringkat 38 dari 63 negara.
TIMSS (Trends in Mathematics and Science Study) merupakan studi internasional
yang dilakukan oleh IEA (International Association for the Evaluation of
Educational Achievement) setiap empat tahunan. TIMSS ini dilaksanakan untuk
melihat pencapaian siswa kelas IV dan kelas VIII dalam mata pelajaran
matematika dan sains.
Terdapat tiga aspek kognitif yang diujikan TIMSS dalam bidang matematika
yaitu knowing, applying, dan reasoning. Aspek knowing berkaitan dengan fakta,
konsep, dan prosedur yang harus diketahui siswa. Applying memiliki fokus pada
kemampuan siswa untuk menerapkan pengetahuan dan pemahaman konsep untuk
memecahkan masalah-masalah atau menjawab pertanyaan-pertanyaan. Reasoning
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang rumit, dan masalah yang multi langkah (Mullis, Martin, dan Arora, 2011a).
Salah satu soal yang menurut penulis membutuhkan kemampuan berpikir kritis
matematis adalah soal berikut:
Gambar 1.1
Soal Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Sumber: TIMSS 2011 International Results in Mathematics
Dari soal di atas siswa diharuskan menghitung proporsi data dari tabel,
kemudian membuatnya dalam bentuk diagram lingkaran. Rata rata internasional
47% siswa menjawab soal tersebut dengan benar, namun siswa Indonesia yang
mampu menjawab soal di atas hanya 28%. Hal ini menunjukkan rata-rata
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Selain soal di atas, soal lain yang membutuhkan kemampuan siswa dalam
berpikir kritis dan komunikasi matematis adalah soal berikut:
Gambar 1.2
Soal Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis
Sumber: TIMSS 2011 International Results in Mathematics
Soal di atas merupakan soal jenis advanced yang diberikan TIMSS pada
siswa kelas VIII. Siswa diminta untuk menghitung berapa banyak buku yang
dapat dimasukkan ke dalam boks dengan suatu ukuran tertentu. Permasalahan ini
membutuhkan pemikiran yang lebih tinggi dari sekedar pemahaman, siswa
diharuskan untuk memahami gambar, menentukan konsep apa yang harus
digunakan, kemudian membuat generalisasi. Dari soal di atas hanya 11% siswa
Indonesia yang dapat menjawab soal tersebut, dengan perolehan rata-rata
internasional sebesar 25%.
Kedua situasi di atas telah memberikan gambaran bahwa masih rendahnya
kemampuan siswa Indonesia dalam kemampuan berpikir kritis dan komunikasi
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kritis dan komunikasi matematis harus ditingkatkan. Hal ini didukung pula oleh
kerangka Kurikulum 2013 yang mengharuskan bahwa proses pembelajaran tidak
hanya cukup untuk meningkatkan pengetahuan saja, namun harus dilengkapi
berpikir kreatif, kritis, berkarakter kuat (bertanggung jawab, sosial, toleran,
produktif, dan adaptif) di samping itu didukung dengan kemampuan informasi
dan komunikasi (Kemendikbud, 2013).
Guru perlu mengupayakan agar pembelajaran matematika dapat menyentuh
kemampuan berpikir kritis matematis serta berpikir tingkat tinggi siswa. Sumarmo
(Sari, 2013:10) menyarankan bahwa pembelajaran matematika untuk mendorong
kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilakukan melalui belajar dalam
kelompok kecil, menyajikan tugas non-rutin dan tugas yang menuntut strategi
kognitif dan metakognitif peserta didik serta menerapkan pendekatan scaffolding.
Salah satu pembelajaran yang dikira sesuai adalah Collaborative Learning.
Collaborative Learning dalam Kurikulum 2013 juga disebut sebagai salah
satu inovasi dalam pembelajaran, yang mengharuskan siswa membiasakan diri
untuk bekerja dalam jejaringan melalui Collaborative Learning (Kemendikbud,
2013). Barkley, Cross, dan Major (2012) menyatakan bahwa tujuan dari
Collaborative Learning adalah untuk membangun pribadi yang otonom, pandai
mengartikulasikan pikiran, dan mampu berpikir kritis dan rasional.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mauladaniyati (2012) yang menerapkan
Collaborative Learning dengan strategi tertentu pada siswa SMP, menunjukkan
bahwa kemampuan menulis matematis siswa lebih baik daripada siswa yang
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Learning, aktivitas siswa di kelas pada saat pembelajaran berlangsung meningkat.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengetahui sejauh mana Collaborative
Learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan komunikasi
matematis pada tingkat SMP, sehingga judul pada penelitian ini adalah
“Penerapan Collaborative Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa SMP”.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apakah Collaborative Learning dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan komunikasi matematis siswa. Selanjutnya rumusan
masalah tersebut dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran Collaborative Learning lebih baik daripada siswa
yang memperoleh pembelajaran secara konvensional?
2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran Collaborative Learning lebih baik daripada siswa
yang memperoleh pembelajaran secara konvensional?
3. Apakah terdapat hubungan antara peningkatan kemampuan berpikir kritis
matematis dan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
mendapat pembelajaran Collaborative Learning?
4. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui:
1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran Collaborative Learning lebih baik daripada siswa
yang memperoleh pembelajaran secara konvensional;
2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran Collaborative Learning lebih baik daripada siswa
yang memperoleh pembelajaran secara konvensional;
3. Adakah hubungan antara peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis
dan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan
pembelajaran Collaborative Learning.
4. Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan Collaborative
Learning.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia
pendidikan, adapun manfaat tersebut adalah sebagai berkut:
1. Bagi guru
Sebagai salah satu alternatif pembelajaran matematika yang dapat
dikembangkan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mengkolaborasikan pembelajaran ini dengan pembelajaran lain sehingga
memberikan pengaruh yang lebih baik bagi peningkatan kemampuan siswa.
2. Bagi siswa
Memberikan sebuah pengalaman baru sehingga diharapkan dapat mendorong
siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran serta dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan komunikasi matematis.
3. Bagi peneliti
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam
pembelajaran matematika dengan Collaborative Learning.
E. Definisi Operasional
1. Collaborative Learning
Collaborative Learning merupakan pembelajaran yang dilakukan oleh dua
orang atau lebih yang bekerja sama untuk memecahkan suatu masalah. Peran
guru dalam Collaborative Learning yaitu ikut bekerja sama (berkolaborasi)
dengan siswa untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam Collaborative
Learning siswa dapat menggunakan semua perangkat pembelajaran yang
dapat mendukung pembelajaran, mulai dari media seperti alat tulis, pensil
gambar, karton, hingga penggunaan teknologi seperti kalkulator, laptop,
handphone, maupun tablet. Oleh karena itu yang ditekankan pada
Collaboratif Learning adalah terjadinya kolaborasi antara guru, siswa, dan
media pembelajaran.
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kemampuan siswa dalam menentukan suatu konsep atau aturan yang
digunakan dalam suatu masalah yang diberikan, mengidentifikasi relevansi
dalam menerapkan suatu aturan, serta membuat sebuah generalisasi dari suatu
situasi.
3. Kemampuan komunikasi matematis
Kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan siswa dalam
mengekspresikan dan melukiskan ide matematika ke dalam bentuk gambar,
diagram, tabel atau model matematika lain, kemampuan siswa dalam
menyatakan suatu situasi, gambar, atau benda nyata ke dalam ide matematika,
serta memberikan penjelasan dari suatu situasi atau gambar kedalam bentuk
tulisan.
4. Pembelajaran konvensional
Pembelajaran yang dilakukan oleh guru pada umumnya, yaitu guru
menjelaskan dengan metode ceramah, memberi contoh, memberi soal yang
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
A. Metode dan Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuasi
eksperimen. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pembelajaran
Collaborative Learning terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa.
Perlakuan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol diatur sedemikian rupa
sehingga terjadi hubungan sebab akibat. Disain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah disain kelompok kontrol non-ekivalen, dengan dua kelas,
yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen. Kelas eksperimen adalah kelas yang
memperoleh pembelajaran Collaborative Learning, sedangkan kelas kontrol
adalah kelas yang yang memperoleh pembelajaran konvensional. Kedua kelas
tersebut diberi pretes dan postes untuk mengetahui peningkatan kemampuan
berpikir kritis matematis. Adapun desain dalam penelitian ini digambarkan
sebagai berikut:
Keterangan:
O : pretes dan postes
--- : subjek tidak dikelompokkan secara acak
X : pembelajaran matematika dengan Collaborative Learning
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 4 Lembang. Populasi dari penelitian
ini adalah seluruh siswa kelas VIII sekolah tersebut, dengan sampel yang terdiri
dari dua kelas, yakni satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Teknik yang
digunakan dalam memilih sampel adalah purposive sampling atau sampel dipilih
dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2002: 61).
C. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap mengenai hal-hal yang
akan dikaji dalam penelitian ini, maka dibuatlah seperangkat instrumen. Adapun
instrumen yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Tes
Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan berpikir
kritis dan komunikasi matematis yang terdiri dari pretes dan postes, soal pretes
merupakan soal yang ekivalen dengan soal postes. Pretes dilaksanakan pada awal
pembelajaran untuk mengetahui kemampuan awal siswa, sedangkan postes
dilaksanakan pada akhir pembelajaran untuk melihat kemampuan siswa setelah
diberikan perlakuan pada kelas eksperimen. Tes ini berupa soal uraian yang
bertujuan untuk melihat proses berpikir pada siswa. Instrumen tes berpikir kritis
matematis dikembangkan dari bahan ajar. Dalam penyusunannya, diawali dengan
penyusunan kisi-kisi soal kemudian dilanjutkan dengan menyusun soal dan
alternatif kunci jawaban dari masing-masing soal. Adapun kriteria pemberian skor
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Rubrics yang dibuat oleh Cai, Lane dan Jacabesin (Nuringsih, 2013:31) sebagai
berikut.
Tabel 3.1
Kriteria Penskoran Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Skor Respon Siswa
4 Jawaban lengkap dan melakukan perhitungan dengan benar
3 Jawaban hampir lengkap, penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, namun terdapat sedikit kesalahan
2 Jawaban kurang lengkap (sebagian petunjuk diikuti), namun mengandng perhitungan yang salah
1 Jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang salah 0 Tidak ada jawaban atau salah menginterpretasikan
Pedoman penskoran kemampuan komunikasi matematis dirumuskan dan
disusun berdasarkan indikator kemampuan komunikasi matematis yang digunakan
dlaam penelitian ini. Adapun kriteria penskoran kemampuan komunikasi
matematis disajikan dalam Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2
Kriteria Penskoran Kemampuan Komunikasi Matematis
Skor Respon Siswa
4 Penjelasan secara sistematis lengkap, jelas, dan benar
3
Penjelasan secara matematis hampir lengkap, melukis gambar, penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, namun terdapat sedikit kesalahan.
2
Penjelasan secara matematis masuk akal, namun hanya sebagian yang benar, melukis gambar namun kurang lengkap, dan membuat model matematika dengan benar namun salah dalam mendapatkan solusi.
1 Hanya sedikit dari penjelasan, gambar, atau model matematika yang benar.
0 Tidak ada jawaban atau salah menginterpretasikan
Untuk memperoleh instrumen tes yang baik, tes tersebut diujicobakan
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pembeda, dan tingkat kesukaran butir soal. Tes ini diujikan pada kelas di luar
sampel penelitian yang telah mempelajari materi yang akan dikaji.
a. Validitas butir soal
Suatu alat evaluasi disebut valid (absah atau sahih) apabila alat tersebut
mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi (Suherman dan
Sukjaya,1990:135). Untuk mencari koefisien validitas tes uraian, digunakan
rumus korelasi produk-moment memakai angka kasar (raw score) (Suherman dan
Sukjaya, 1990: 154), yaitu:
: Nilai hasil tes yang akan dicari koefisien validitasnya : Banyak subjek
Klasifikasi koefisien korelasi yang digunakan adalah sebagai berikut
(menurut Guilford dalam Suherman dan Sukjaya, 2003:112):
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
20
Dari hasil pengolahan data uji instrumen dengan Anates diperoleh validitas
butir soal sebagai berikut.
Tabel 3.4
Hasil Uji Validitas Setiap Butir Soal
Butir Soal Koefisien Signifikansi Interpretasi 1 0,742 Sangat signifikan Tinggi 2 0,781 Sangat Signifikan Tinggi 3 0,786 Sangat Signifikan Tinggi 4 0,833 Sangat signifikan Tinggi 5 0,771 Sangat Signifikan Tinggi
6 0,690 Signifikan Sedang
7 0,798 Signifikan Tinggi
Dari Tabel 3.4 di atas diketahui bahwa enam soal mempunyai validitas tinggi
dan satu soal mempunyai validitas sedang. Artinya setiap butir soal yang dalam
uji coba instrumen tes mampu mengevaluasi kemampuan yang dievaluasi. Hasil
perhitungan validitas selengkapnya disajikan dalam Lampiran B.
b. Reliabilitas
Reliabilitas suatu alat ukur atau alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu alat
yang memberikan hasil yang tetap sama (konsistensi, ajeg) (Suherman dan
Sukjaya, 2003:131). Untuk mengetahui reliabilitas soal perlu dicari terlebih
dahulu koefisien reliabilitasnya dengan rumus sebagai berikut.
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Dengan :
N : Banyak butir soal (item)
: Jumlah varians skor setiap item : Varians skor total
(Suherman dan Sukjaya, 2003:148)
Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi, dapat
digunakan tolak ukur yang dibuat oleh Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990:
Dari hasil perhitungan menggunakan Anates, diperoleh nilai koefisien
reliabilitas sehingga berdasarkan klasifikasi derajat pada Tabel 3.5, derajat
reliabilitas instrumen ini termasuk kategori tinggi. Hasil perhitungan koefisien
reliabilitas selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran B.
c. Daya pembeda
Daya Pembeda dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan
butir soal tersebut untuk membedakan antara peserta didik yang mengetahui
jawabannya dengan peserta didik yang tidak dapat menjawab soal tersebut
(Suherman dan Sukjaya, 2003:159). Dengan kata lain daya pembeda suatu soal
merupakan kemampuan soal untuk membedakan antara siswa yang
berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Untuk mengetahui daya pembeda setiap butir soal, digunakan rumus berikut.
Dengan :
DP : daya pembeda butir soal
: Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar
: Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar
: Jumlah siswa kelompok atas
Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang digunakan (Suherman dan
Sukjaya, 2003:161) adalah :
Dari hasil perhitungan dengan Anates diperoleh nilai untuk daya pembeda
sebagai berikut.
Tabel 3.7
Hasil Perhitungan Daya Pembeda Setiap Butir Soal Butir Soal Nilai DP Interpretasi
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Dari hasil Tabel 3.7 di atas diperoleh satu soal mempunyai daya pembeda
sangat baik, lima soal mempunyai daya pembeda baik, dan satu soal mempunyai
daya pembeda cukup. Artinya instrumen yang diujicobakan mempunyai daya
pembeda yang baik sehingga mampu membedakan siswa berkemampuan tinggi
dengan siswa yang berkemampuan rendah. Hasil perhitungan daya pembeda
selengkapnya disajikan dalam Lampiran B.
d. Indeks kesukaran
Indeks kesukaran menyatakan derajat kesukaran sebuah soal. Suatu soal
dikatakan memiliki indeks kesukaran yang baik jika soal tersebut tidak terlalu
mudah dan tidak terlalu sukar. Indeks kesukaran juga dapat digunakan untuk
mengurutkan butir soal dari yang paling mudah menuju yang paling sukar. Untuk
menentukan indeks kesukaran (IK) soal tipe uraian, digunakan rumus sebagai
berikut:
Dengan
IK : Indeks kesukaran
: Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar
: Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar
: Jumlah siswa kelompok atas
Kriteria yang digunakan dalam menginterpretasikan indeks kesukaran adalah
sebagai berikut (Suherman dan Sukjaya, 2003:170):
Tabel 3.8
Interpetasi Indeks Kesukaran IK Interpretasi Soal
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Sukar
Sedang
Mudah
Terlalu mudah
Berikut ini disajikan hasil dari perhitungan indeks kesukaran dengan Anates
pada Tabel 3.9 di bawah ini.
Tabel 3.9
Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Setiap Butir Soal Butir Soal Nilai Interpretasi
1 0,688 Sedang
dua buah soal sukar dan 5 buah soal sedang. Hasil perhitungan indeks kesukaran
selengkapnya disajikan dalam Lampiran B.
Berdasarkan hasil analisis uji instrumen dengan melihat validitas, daya
pembeda, indeks kesukaran setiap butir soal, dan reliabilitas, dapat disimpulkan
bahwa instrumen tersebut layak digunakan dalam penelitian ini.
2. Angket
Angket merupakan suatu daftar pertanyaan atau pernyataan yang harus
dilengkapi oleh responden. Dalam penelitian ini angket yang digunakan berupa
angket tertutup, dan angket tersebut berisi pernyataan-pernyataan tentang
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dan mengenai soal-soal berpikir kritis dan komunikasi matematis. Angket yang
akan digunakan adalah angket skala Likert, siswa diminta untuk mengisi lembar
angket dengan cara memberikan tanda cek ( ) pada kolom: SS (Sangat Setuju), S
(Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat tidak Setuju).
Dalam pengisian angket ini, penulis menelaah skor rata-rata sikap siswa per
item serta persentase sikap positif dan negatif siswa terhadap pelajaran
matematika, pembelajaran matematika dengan Collaborative Learning, serta
terhadap soal-soal berpikir kritis dan komunikasi matematis. Pengisian angket
dilakukan setelah berakhirnya pembelajaran dengan Collaborative Learning di
kelas eksperimen. Penulis berharap melalui angket ini, dapat diketahui bagaimana
sikap siswa terhadap Collaborative Learning.
3. Pedoman Observasi
Selama proses pembelajaran, dilakukan observasi terhadap aktivitas siswa
dan guru. Observasi ini dilakukan menggunakan pedoman observasi berupa daftar
isian yang diisi oleh observer selama proses pembelajaran berlangsung. Observasi
ini dilaksanakan di kelas eksperimen yang bertujuan untuk melihat apakah proses
pembelajaran yang berlangsung telah sesuai dengan Collaborative Learning.
Pedoman observasi dalam penelitian ini terdiri dari pedoman observasi guru
dan pedoman observasi siswa. Pedoman observasi guru digunakan untuk melihat
sejauh mana kesesuaian pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
observasi siswa digunakan untuk melihat aktivitas yang dilaksanakan oleh siswa
selama proses pembelajaran berlangsung.
D. Prosedur Penelitian
Penelitian ini secara umum akan dilaksanakan melalui empat tahap, adapun
tahapan-tahan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
a. Mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang akan diteliti.
b. Melakukan studi literatur yang berkaitan dengan permasalahan.
c. Menyusun proposal penelitian dan melakukan seminar.
d. Melakukan observasi ke lokasi penelitian.
e. Memilih materi yang akan digunakan dalam penelitian.
f. Membuat bahan ajar penelitian.
g. Judgement bahan ajar dan instrumen penelitian oleh dosen pembimbing.
h. Mengajukan permohonan izin pada pihak-pihak yang terkait.
i. Melakukan uji coba instrumen penelitian.
j. Memilih kelas eksperimen dan kelas kontrol.
2. Tahap pelaksanaan
a. Memberikan pretes kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
b. Melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan yang berbeda pada
kedua kelas. Pada kelas eksperimen diberikan pembelajaran dengan
Collaborative Learning, sedangkan pada kelas kontrol diberikan
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
c. Melaksanakan observasi pada kelas eksperimen.
d. Memberikan postes kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
3. Tahap analisis data
a. Mengumpulkan seluruh data yang diperoleh dari hasil penelitian, baik
kuantitatif maupun kualitatif.
b. Mengolah dan menganalisis hasil data yang diperoleh yang bertujuan
untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini.
4. Tahap Pembuatan Kesimpulan
Pada tahap ini peneliti membuat kesimpulan hasil penelitian berdasarkan
hipotesis yang telah dirumuskan.
E. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian dianalisis untuk
menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis penelitian. Data yang telah
terkumpul dari hasil penelitian yaitu pretes, postes, angket, dan pedoman
observasi. Data tersebut dikelompokan menjadi data kuantitatif dan data kualitatif.
Data kuantitatif meliputi data pretes dan postes, sedangkan kualitatif meliputi
angket dan pedoman observasi. Teknik analisis dapat pun dikelompokkan menjadi
dua, yakni analisis data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif dianalisis
menggunakan uji statistik yang kemudian hasilnya diinterpretasikan berdasarkan
rumusan masalah. Data kualitatif dianalisis dengan cara mendeskripsikan temuan
di lapangan dengan tujuan mengkonfirmasi, mendukung, atau membantah temuan
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1. Analisis Data Kuantitatif
Sebelum dilakukan analisis data terlebih dahulu dilakukan penskoran hasil
pretes dan postes. Setelah penskoran dilakukan, untuk melihat pencapaian
kemampuan siswa yang harus dianalisis adalah skor postes siswa. Hal tersebut
dapat dilakukan jika rata-rata pretes antara kedua kelas tidak berbeda secara
signifikan. Apabila rata-rata skor pretes antara kedua kelas berbeda secara
signifikan, maka hasil pencapaian siswa tidak dapat dianalisis. Aspek lain yang
dapat dianalisis adalah peningkatan kemampuan. Untuk melihat kualitas
peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis dilakukan dengan menghitung
nilai dari gain ternormalisasi. Gain ternormalisasi dihitung dengan rumus sebagai
berikut (Hake, 1999):
Dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.10
Kriteria Interpretasi Gain Ternormalisasi Nilai Interpretasi
Tinggi
Sedang
Rendah
Selanjutnya, dilakukan uji normalitas pada data pretes dan gain
ternormalisasi. Jika data tidak berdistribusi normal, maka dilakukan uji
non-parametrik dengan uji Whitney. Uji Whitney dipilih karena uji
Mann-Whitney adalah uji non-parametrik yang cukup kuat sebagai pengganti uji-t
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Setelah uji homogenitas terpenuhi, dilakukan uji perbedaan dua rata-rata. Analisis
data dilakukan dengan bantuan program Microsoft Office Excel 2013 dan software
SPSS 18.0 for Windows. Langkah-langkah dalam uji statistik yang dilakukan
dalam penelitian ini dituangkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Bagan Alur Uji Statistik
Selanjutnya untuk melihat adanya hubungan antara peningkatan kemampuan
berpikir kritis dan komunikasi matematis pada kelas eksperimen digunakan uji
korelasi. Untuk melihat korelasi pada kedua kemampuan tersebut, digunakan data
yang berasal dari skor postes kelas eksperimen. Uji statistik yang digunakan
adalah rumus Korelasi Pearson untuk data yang berdistribusi normal (Ruseffendi
dalam Gumilar, 2013) sebagai berikut:
∑ ∑ ∑
√ ∑ ∑ √ ∑ ∑
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
r : koefisien korelasi pearson N : banyak pasangan nilai-nilai
∑ : jumlah perkalian nilai-nilai dan
∑ : jumlah nilai-nilai
∑ : jumlah nilai-nilai
∑ : jumlah kuadrat nilai-nilai
∑ : jumlah kuadrat nilai-nilai
Sementara untuk data yang tidak berdistribusi normal digunakan uji
non-parametrik Korelasi Spearman dengan rumus:
∑
Sementara itu, untuk melihat signifikansinya digunakan uji-t dengan rumus
berikut (Gumilar, 2013):
√
Keterangan:
: koefisien korelasi Spearman : selisih peringkat
: banyaknya sampel
: banyak pasangan nilai-nilai
Klasifikasi koefisien korelasi yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.11
Klasifikasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
Sangat Rendah
Rendah
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kuat
Sangat Kuat
2. Analisis Data Kualitatif
Data kualitatif yang diperoleh dari data angket dan hasil observasi. Data
hasil dari pengisian angket dianalisis untuk mengetahui sikap siswa terhadap
pembelajaran matematika dengan Collaborative Learning untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan komunikasi matematis siswa. Data angket yang
diperoleh dipersentasekan dengan menggunakan rumus skala Likert sebagai
berikut:
Kemudian terakhir dilakukan penafsiran atau interpretasi data dengan
menggunakan kategori persentase sebagai berikut:
Tabel 3.12
Interpretasi Persentase Angket Persentase Jawaban (%) Interpretasi
p = 0 Tidak seorang pun
0 < p < 25 Sebagian kecil 25 ≤ p < 50 Hampir setengahnya
p = 50 Setengahnya
50 < p < 75 Sebagian besar 75 ≤ p < 100 Hampir seluruhnya
p = 100 Seluruhnya
Data hasil observasi diperoleh dari pedoman observasi yang diisi oleh
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
secara deskriptif untuk mengetahui aktivitas siswa dan guru selama pembelajaran
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran Collaborative Learning lebih baik daripada siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional. Kualitas peningkatan kemampuan
berpikir kritis matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika
dengan pendekatan Collaborative Learning maupun pembelajaran
konvensional berada pada kategori sedang.
2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran Collaborative Learning lebih baik daripada siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional. Kualitas peningkatan kemampuan
berpikir komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran
matematika dengan pendekatan Collaborative Learning adalah tinggi
sedangkan siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan
pembelajaran konvensional adalah sedang.
3. Tidak ada hubungan antara kemampuan berpikir kritis dengan komunikasi
matematis.
4. Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan Collaborative
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
B. Implikasi
Implikasi dari kesimpulan ini adalah:
1. Implementasi Collaborative Learning dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis dan komunikasi matematis siswa.
2. Secara umum kemampuan berpikir kritis siwa yang memperoleh
Collaborative Learning termasuk memang lebih baik dibandingkan dengan
siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Akan tetapi
peningkatannya masih berada dalam kategori sedang. Hal ini dikarenakan
kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sulit untuk dikuasai
dengan baik oleh siswa. Kemampuan berpikir kritis paling tidak meliputi
beberapa kemampuan lain, yakni kemampuan pemahaman matematis,
penalaran matematis, koneksi matematis, dan representasi matematis.
3. Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan Collaborative
Learning adalah positif. Hal ini mengindikasikan siswa senang, bersemangat,
dan antusias mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan
Collaborative Learning. Hal ini juga muncul dalam observasi yang telah
dilakukan, siswa cenderung senang dan bersemangat dalam mengikuti alur
Collaborative Learning sampai selesainya pembelajaran.
C. Rekomendasi
Beberapa rekomendasi yang dapat dikemukakan antara lain:
1. Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis, guru dapat
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Learning memberikan kebebasan bagi siswa untuk mengkomunikasikan
gagasannya dan memberikan ruang kerja sama antar siswa maupun antara
guru dengan siswa. Walaupun berdasarkan temuan penelitian, kualitas
peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh
Collaborative Learning berada pada kategori sedang. Agar peningkatannya
lebih optimal disarankan Collaborative Learning diimplementasikan pada
kelas kecil. Sehingga guru dapat menangani masalah dalam setiap kelompok
dengan porsi perhatian yang relatif sama.
2. Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis, guru dapat
menggunakan Collaborative Learning di kelas. Kualitas peningkatan yang
diperoleh siswa yang mendapatkan Collaborative Learning termasuk ke
dalam kategori tinggi, sehingga Collaborative Learning dapat secara optimal
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. (2007). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya (ed. 2). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Barkley, E. E., Cross, K. P., & Major, C. H. (2012). Collaborative Learning Techniques: Teknik-Teknik Pembelajaran Kolaboratif. Bandung: Nusa Media.
Brookhart, S. M. (2010). How To Assess Higher-Order Thinking Skills in Your Classroom. Alexandria, Virginia USA: ASCD.
Dillenbourg, P. (1999). “What Do You Mean By Collaborative Learning?”.
Collaborative Learning: Cognitive And Computational Approaches. (pp.1-19). Oxford: Elsevier.
Elbers, E. (2000). Collaborative Learning and The Construction of Common Knowledge. Conference for Sosiocultural Research, 16-20 Agustus, Campinas, Sao Paolo, Brasil.
Ennis, R. H. (1993). Critical Thinking Assessment. Theory Into Practice, Volume 32, No. 3.
Gardenia, N. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa SMK melalui Pembelajaran Konstruktivisme Model Needham. Tesis SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Gokhale, A. A. (1995). Collaborative Learning Enchances Critical Thinking. Journal of Technology Education. [Online]. Tersedia: Scholar. lib.vt.edu /ejournals/JTE/v7n1/gokhale.jte-v7n1.html
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Hake, R. R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf [13 Janu-ari 2013]
Hanif, M. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Collaborative Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA Kelas X. Skripsi UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Hayati, R. F. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMA Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Bidak Bantuan Individual dalam Kelompok. Tesis SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Haylock, D. (1997). Recognizing Mathematical Creativity in School Children. International Reviews on Mathematical Education, 29(3), 68–74.
Herdian. (2010). Kemampuan Komunikasi Matematika. [Online]. Tersedia: http:// herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-komunikasi-matematis/.
Indiana University Southeast. (2005). Critical thinking Handouts. [Online]. Tersedia:http://www.ius.edu/ilte/pdf/critical_thinking_handout_fall_02.pdf
Juanda, R. Y. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Mood-Understand-Recall-Digest-Expand-Review untuk Meningkatkan Kemamp-uan Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Tesis SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Kemendikbud. (2013). Pengembangan Kurikulum 2013. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kunaifi, A. (2012). Berpikir Kritis. [Online]. Tersedia: http://edukasi. Kompa siana.com/2012/06/07/berpikir-kritis-469055.html.
Maman, U. (2012). Apa Itu Berpikir?. [Online]. Tersedia: http://waetuo.word press. com/2012/03/10/apa-itu-berfikir/.
Matlin, M, W. (1994). Cognition 3rd Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Mauladaniyati, R. (2012). Pembelajaran Kolaboratif Melalui Strategi Writing From
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kemampuan Menulis Matematis Siswa SMP. Tesis SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Mullis, I. V. S., Martin, M. O., Foy, P., & Arora, A. (2011a). TIMSS 2011 International Result in Mathematics. Lynch School of Education, Boston College: International Study Center.
Mullis, I. V. S., Martin, M. O., Foy, P., & Arora, A. (2011a). (2011b). TIMSS 2011 Assessment Framework. Lynch School of Education, Boston College: International Study Center. Mathematics. [Online]. Tersedia: http://www.nctm.org/uploadedfiles/math _standards/ 12752_ exec_pssm.pdf.
NCTM. (2008). Mathematics Matters Final Report. [Online]. Tersedia: https://www.ncetm.org.uk/public/files/309231/Mathematics+Matters+Final+R eport.pdf.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Nuringsih, A. (2013). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Berpikir Kritis Maematis Siswa SMP melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Teams-Assisted Individualization. Tesis SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Ruseffendi, E. T. (1993). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Ruseffendi, E. T. (1994). Dasar–Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: CV IKIP Semarang Press.
Ruseffendi, E. T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Sari, R. M. M. (2013). Pengaruh Pendekatan Creative Problem Solving (CPS), Poblem Solving (PS), dan Direct Instruction (DI), terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP. Tesis SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Smith, B. L., & MacGregor, J. T. (1992). What is Collaborative Learning?. [Online]. Tersedia di: http://learningcommons.evergreen. edu/pdf/collab. pdf.
Snyder, L. G., & Snyder, M. J. (2008). Teaching Critical Thinking and Problem Solving Skill. The Delta Phi Epsilon Journal. Volume L, No. 2, Spring/ Summer.
Srinivas, H. (2010). Collaborative Learning. The Global Development Research Center. (n.d). Diakses pada tanggal 1 November 2012 dari: http://www.gdrc.org/kmgmt/c-learn/what-is-Collaborative Learning.html.
Sudjana, M. A. (2002). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Suryadi, D. (2011a). Landasan Teoritik Pembelajaran Berpikir Matematik. [Online]. Tersedia: http://didi-suryadi.staf.upi.edu/files/2011/06/Bab-2-Lan-dasan-Teo-ritik-Pembelajaran-Berpikir-Matematik.pdf.
Suryadi, D. (2011b). Strategi Pengembangan Kemampuan Berpikir Matematik. [online] tersedia: http://didi-suryadi.staf.upi.edu/files/2011/06/Bab-3-Stra-tegi-Pengembangan-Kemampuan-Berpikir-Matematik.pdf.
Sugiyono. (2002). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Indah Trihandayani, 2014
Penerapan Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sumarmo, U. (2006). Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika pada Siswa Sekolah Menengah. [Online]. Tersedia: http://iissipit.files.word press.com/2012/01/mklh-ketbaca-mat-nov-06-new.pdf.
Suriasumantri, J, S. (2007). Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Swan, M. (2005). Improving Learning in Mathematics: Challenges and Strategies. Sheffield: Teaching and Learning Division, Department for Education and Skills Standards Unit.
Swan, M. (2009). Collaborative Learning in Mathematics. [Online]. Tersedia di: https://intranet.ebc.edu.mx/contenido/faculty/archivos/aprendizaje_cola borati vo_130212.pdf.
The Critical Thinking Consortium. (2013). Elementary Math. [Online]. Tersedia: http://tc2.ca/uploads/PDFs/TIpsForTeachers/CT_elementary_math.pdf.
Terenzini, P. T., Cabrera, A. F., Colbeck, C. L., Parente, J. M., & Bjorklund, S. A., (2011). “Collaborative Learning vs. Lecture/Discussion: Students’ Reported Learning Gains”. Journal of Engineering Education.
Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran. Jakarta: CV. IPA Abong.