• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. penelitian yang relevan digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini, sebagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. penelitian yang relevan digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini, sebagai"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan, terdapat beberapa hasil penelitian yang relevan digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini, sebagai berikut:

Suiliantika (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Penggunaan dan Makna Kitto, Kanarazu dan Zettai dalam Anime Gundam Seed Destiny” menganalisis bagaimana penggunaan dan makna kitto, kanarazu dan zettai dalam film animasi Gundam Seed Destiny. Analisis makna kitto, kanarazu dan zettai dalam penelitian Suiliantika mengacu pada pendapat dari Naoko Chino (1992). Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa makna kitto, kanarazu dan zettai adalah menyatakan kondisi keputusan atau dugaan yang meyakinkan. Sedangkan dalam penggunaannya, kitto digunakan saat menyatakan keputusan atau dugaan yang diyakini akan terjadi. Dalam hal ini, keputusan atau dugaan tersebut tidak seratus persen diyakini oleh pembicara. Kanarazu digunakan apabila dugaan atau keputusan tersebut memang benar-benar akan terjadi atau sudah seharusnya terjadi. Zettai digunakan apabila dugaan atau keputusan tersebut harus benar-benar terjadi apapun konsekuensinya. Zettai juga digunakan untuk menyatakan penyangkalan.

Penelitian Suiliantika dan penelitian ini sama-sama meneliti tentang kanarazu, kitto dan zettai. Namun terdapat beberapa kekurangan sehingga

(2)

9

dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk dapat melengkapi penelitian tersebut. Selain menganalisis makna, penelitian ini menganalisis fungsi kanarazu, kitto dan zettai. Kemudian dalam analisis maknanya, Suiliantika menggunakan acuan pendapat dari Naoko Chino (1992) sedangkan dalam penelitian ini menggunakan teori makna kontekstual dari Pateda (2001). Manfaat dari pemilihan skripsi Suiliantika adalah sebagai perbandingan karena memiliki objek penelitian yang sama.

Nissa (2013) dalam jurnalnya yang berjudul “Analisis Fungsi Fukushi Mou dalam Komik Sanchoume no Yuuhi Karya Ryohei Saigan” menganalisis adverbia mou yang terdapat dalam komik Sanchoume no Yuuhi karya Ryohei Saigan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif diikuti oleh teknik studi pustaka. Analisis fungsi mou mengacu pada pendapat Hida (1994) dalam bukunya Gendai Fukushouhou Jiten. Berdasarkan hasil penelitian tersebut ditemukan lima fungsi mou dalam komik Sanchoume no Yuuhi karya Ryohei Saigan sebagai berikut :

1. Mou berfungsi menunjukkan keadaan sedang melampaui batas atau melintasi batas (masih)

2. Mou berfungsi menunjukkan keadaan yang bermaksud untuk mencapai suatu tujuan dan menunjukkan pertimbangan pembicara tentang dekatnya waktu yang akan dicapai yang menekankan pada kesan positif

3. Mou berfungsi menunjukkan keadaan sedang terjadi dengan menambahkan keterangan

(3)

10

4. Mou menunjukkan keadaan menyatakan tidak bisa mengatur perasaan yang meluap-luap

5. Mou berfungsi menunjukkan perasaan menegur atau mengata-ngatai dan mengecam atau mencela dan mengandung unsur negatif Penelitian Nissa dan penelitian ini sama-sama membahas tentang adverbia, sedangkan perbedaannya terletak pada objek adverbia yang diteliti. Selain itu penelitian Nissa hanya menganalisis fungsi dari mou, sedangkan penelitian ini menganalisis fungsi dan makna dari kanarazu, kitto dan zettai. Penelitian Nissa digunakan sebagai acuan dalam menganalisis menggunakan metode deskriptif.

Nasution (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Fungsi dan Makna Fukushi Chotto dalam Komik Klinik Dr. Kouto Karya Takatoshi Yamada Ditinjau dari Segi Semantik” menganalisis fungsi dan makna adverbia chotto dalam komik Klinik Dr. Kouto Volume 1 Karya Takatoshi Yamada. Dalam penelitian ini digunakan konsep adverbia chotto menurut Naoko Chino (1987), Sunagawa (1998) dan teori makna kontekstual menurut Chaer (2007). Metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan lima fungsi chotto dalam komik sebagai berikut:

1) Chotto digunakan untuk menyatakan derajat, batas dan tingkat 2) Chotto memperhalus derajat, batas, tingkat dan memperhalus aksen,

nada, irama, serta menerangkan perkataan dan ucapan 3) Chotto digunakan untuk menerangkan ungkapan penilaian 4) Chotto digunakan untuk menyatakan ungkapan penilaian 5) Chotto digunakan untuk menyatakan ungkapan panggilan

(4)

11

Kemudian makna chotto adalah ‘sebentar’, ‘agak’, ‘hei’, ‘maaf’, ‘sedikit’, ‘sayang’, ‘halo’ dan ‘tunggu’.

Penelitian Nasution dan penelitian ini menganalisis tentang adverbia, namun objek yang dianalisis berbeda. Selain itu, penelitian ini menganalisis tiga objek adverbia, sedangkan penelitian Nasution hanya menganalisis satu objek adverbia saja. Manfaat pemilihan skripsi Nasution sebagai kajian pustaka adalah sebagai acuan dalam menganalisis mengggunakan teori makna kontekstual.

Sari (2008) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Penggunaan Fukushi Amari dalam Kalimat Bahasa Jepang” menjelaskan bagaimana penggunaan dan makna yang terkandung dalam adverbia amari. Sari mengambil sampel data dari buku pelajaran bahasa Jepang, seperti: Minna no Nihongo, Nihongo Shoho, Practical Japanese Workbook 3, Nihongo Noryokushiken Nideru Bunpou, dan sebagainya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif milik Djadjasudarma (1993). Dalam analisisnya Sari menggunakan acuan pendapat dari Akimoto, dkk (1987) dan Emiko, dkk (1993). Dari hasil penelitian tersebut disebutkan bahwa amari termasuk dalam teido no fukushi atau adverbia yang memiliki makna memberikan batasan terhadap tingkat atau batasan. Amari memiliki fungsi sebagai kata keterangan yang menerangkan predikat adjektiva, verba dan adverbia lainnya. Amari dapat diikuti oleh bentuk negatif maupun positif. Dari segi makna, amari yang diikuti oleh bentuk negatif memiliki arti ‘tidak begitu’ dan memberikan tingkat yang tidak berlebihan. Amari yang diikuti oleh bentuk positif memiliki arti ‘sangat’ dan memberikan tingkat yang berlebihan. Kemudian bila ditambahkan partikel {ni mo} dapat memiliki arti terlalu, lebih

(5)

12

menerangkan makna yang sangat berlebihan. amari bila ditambahkan partikel {no} di depannya dan diikuti oleh kata benda memiliki makna ‘terlalu’ dan dapat memberikan keterangan pada kata benda dan menunjukkan batasan yang melekat pada kata yang termasuk kata benda. Bentuk {~no amari} memiliki arti ‘terlalu’ dan menyatakan hasil yang tidak baik atau negatif.

Penelitian Sari dan penelitian ini sama-sama meneliti tentang adverbia. Namun Sari hanya menganalisis adverbia amari dari segi fungsi saja, sedangkan penelitian ini menganalisis kanarazu, kitto dan zettai dari segi fungsi dan maknanya. Manfaat pemilihan skripsi Sari sebagai kajian pustaka adalah sebagai acuan dalam menganalisis fungsi adverbia.

2.2 Konsep

Dalam penelitian ini terdapat beberapa konsep yang digunakan untuk proses penelitian. Konsep-konsep tersebut dijelaskan sebagai berikut:

2.2.1 Kanarazu

Dalam buku The Handbook of Japanese Adjectives and Adverbs yang disusun oleh Kamiya (2002:207) dijelaskan bahwa kanarazu digunakan untuk mengekspresikan keyakinan kuat dari pembicara. Kanarazu lebih terkesan formal dari kitto. Kemudian Emiko, dkk (2002:28) mengungkapkan bahwa kanarazu dapat digunakan untuk menyatakan suatu kejadian yang berulang-ulang.

Contoh :

4) この 仕事 は 必ず 月末 まで

kono shigoto wa kanarazu getsumatsu made ini pekerjaan TOP pasti akhir bulan sampai

(6)

13

に 完成します

ni kansei shimasu

PAR selesai

‘Pekerjaan ini pasti akan selesai sampai akhir bulan.’

(THOJAAA: 208) 2.2.2 Kitto

Kitto digunakan ketika pembicara mengekspresikan kepercayaan milik diri sendiri atau keyakinan kuat dari pembicara (Kamiya, 2002:207). Kemudian Emiko, dkk (2002:86) menambahkan bahwa kitto memiliki tingkat kepastian yang tidak terlalu tinggi dan terdapat kesan pemikiran diri sendiri. Dalam penggunaannya, kitto sering diikuti {~yo}, {~deshou}, {~darou} dan sebagainya.

Contoh :

5) この 本 は きっと 役に立つ と思います。

kono hon wa kitto yaku ni tatsu to omoimasu ini buku TOP pasti berguna pikir

‘Saya pikir buku ini pasti akan berguna.’

(THOJAAA: 207) 2.2.3 Zettai

Dalam buku Fukushi (sho/chukyu) Practical Japanese Workbook yang disusun oleh Emiko, dkk (2002:28) dijelaskan bahwa zettai digunakan untuk mengatakan dengan kuat pemikiran yang dimiliki oleh diri sendiri. Contoh :

6) 絶対に 勝つ と 信じていました。

zettai ni katsu to shinjite imashita pasti menang PAR percaya

BTK LAM ‘Saya percaya mereka pasti menang.’

(7)

14

2.3 Kerangka Teori

Agar penelitian ini lebih terarah maka penelitian ini menggunakan teori yang relevan dengan objek yang diteliti.

2.3.1 Teori Sintaksis

Sintaksis adalah cabang linguistik yang menyangkut susunan kata-kata di dalam kalimat (Verhaar, 2010:11). Kalimat terdiri dari dua macam, yaitu klausa dan kalimat majemuk. Klausa terdiri atas satu verba atau frase verbal yang disertai satu atau lebih konstituen yang secara sintaksis berhubungan dengan verba tersebut. Kemudian kalimat majemuk terdiri dari dua klausa atau lebih, dan tersusun sedemikian rupa sehingga dapat bergabung secara sintaksis (Verhaar, 2010:162).

Menurut Verhaar (2010:162-163) salah satu cara untuk menganalisis klausa secara sintaksis adalah berdasarkan fungsi-fungsi dalam klausa. Analisis fungsi tersebut dipaparkan sebagai berikut:

7) Ayah membeli beras ketan untuk saya. 8) Ayah membelikan saya beras ketan. 9) Beras ketan dibeli ayah untuk saya. 10) Saya dibelikan beras ketan oleh ayah.

Menurut fungsinya, subjek pada klausa 7) dan 8) adalah ayah, pada 9) adalah beras ketan, dan pada 10) adalah saya. Predikatnya masing-masing adalah membeli, membelikan, dibeli dan dibelikan. Objeknya hanya ditemukan pada kalimat 7) dan 8) yaitu beras ketan. Kemudian frase untuk saya pada 7) dan 9) termasuk konstituen (unsur bahasa) berupa keterangan.

(8)

15

Predikat merupakan fungsi induk dalam klausa yang biasanya berupa verba. Verba berfungsi mengungkapkan suatu keadaan, kejadian, atau kegiatan yang di dalamnya biasanya terlibat peserta-peserta (orang atau benda). Peserta-peserta itu disebut argumen. Argumen secara fungsional ada dua jenis yaitu subjek dan objek. Subjek adalah apa yang berada dalam keadaan atau kejadian yang diartikan oleh verba. Objek adalah pihak yang mengalami tindakan. Selain argumen, dalam sebuah klausa juga terdapat periferal atau suatu tambahan dalam melengkapi informasi. Terdapat bermacam-macam periferal, salah satunya keterangan. Keterangan berfungsi melengkapi informasi seperti waktu atau tempat (Verhaar, 2010:165-166).

Penelitian ini menganalisis fungsi adverbia dalam bahasa Jepang, yaitu kanarazu, kitto dan zettai. Adverbia merupakan salah satu unsur yang mengisi periferal keterangan dalam sebuah klausa. Maka dari itu, dalam penelitian ini digunakan teori sintaksis Verhaar (2010) yang mengacu pada konsep adverbia (fukushi) menurut Takamizawa (1997). Takamizawa (1997:100) mengungkapkan bahwa adverbia (fukushi) merupakan kata yang dapat berdiri sendiri, tidak dapat berkonjugasi, serta memiliki fungsi untuk menerangkan verba, adjektiva dan adverbia. Takamizawa juga menambahkan bahwa kanarazu, kitto dan zettai termasuk dalam golongan chinjutsu fukushi atau adverbia yang menerangkan tentang hal-hal yang berkaitan dengan keputusan atau ketetapan.

2.3.2 Makna Kontekstual

Penelitian ini mengacu pada makna. Pateda (2001:97-131) membagi makna dalam 29 jenis yaitu makna afektif, makna denotatif, makna deskriptif,

(9)

16

makna ekstensi, makna emotif, makna gereflekter, makna gramatikal, makna ideasional, makna intensi, makna khusus, makna kiasan, makna kognitif, makna kolokasi, makna konotatif, makna konseptual, makna konstruksi, makna kontekstual, makna leksikal, makna lokusi, makna luas, makna piktorial, makna proposisional, makna pusat, makna referensial, makna sempit, makna stilistika, makna tekstual, makna tematis dan makna umum.

Dari sekian banyaknya jenis makna, penelitian ini hanya mengacu kepada makna kontekstual. Hal ini dikarenakan kanarazu, kitto dan zettai sama-sama memiliki makna yang mirip, namun memiliki perbedaan dalam konteks kalimatnya. Teori mengenai makna kontekstual yang digunakan mengacu pada pendapat milik Pateda (2001). Menurut Pateda (2001:116) makna kontekstual atau makna situasional adalah makna yang muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan konteks. Konteks yang dimaksudkan dalam hal ini, yaitu:

1. Konteks orangan yang berkaitan dengan jenis kelamin, kedudukan pembicara, usia pembicara atau pendengar, latar belakang sosial atau ekonomi pembicara atau pendengar. Konteks orangan memaksa pembicara untuk mencari kata-kata yang maknanya dipahami oleh lawan bicara sesuai dengan jenis kelamin, usia, latar belakang sosial ekonomi, latar belakang pendidikan. Misalnya sulit mengharapkan pemahaman tentang kata demokrasi bagi seseorang yang berpendidikan SD.

2. Konteks situasi, misalnya situasi aman, ribut. Konteks situasi memaksa pembicara mencari kata yang maknanya berkaitan dengan situasi.

(10)

17

Misalnya situasi kedukaan memaksa orang untuk mencari kata yang maknanya berkaitan dengan situasi tersebut.

3. Konteks tujuan, misalnya meminta, mengharapkan sesuatu. Misalnya tujuannya untuk meminta maka orang akan mencari kata-kata yang maknanya meminta.

4. Konteks formal atau tidaknya pembicaraan. Konteks formal atau tidaknya pembicaraan memaksa orang harus mencari kata yang bermakna sesuai dengan keformalan atau tidaknya pembicaraan. Misalnya dalam Bahasa Indonesia ada kata ditolak. Dalam situasi tidak formal, orang dapat berkata “Usulmu ditolak”, namun dalam situasi formal, orang terpaksa harus berkata “Usulmu harus dipertimbangkan” atau “Usulmu harus dipikirkan masak-masak”. Hal ini dikarenakan kata “ditolak” terkesan kasar, sehingga dapat menyinggung perasaan pembicara.

5. Konteks suasana hati pembicara atau pendengar, misalnya takut, gembira atau jengkel. Misalnya suasana hati yang jengkel akan memungkinkan kata-kata yang bermakna jengkel pula.

6. Konteks waktu, misalnya waktu malam, waktu akan bersantap dan sebagainya. Jika seseorang bertamu pada waktu seseorang akan beristirahat, maka orang yang diajak bicara akan merasa kesal. Perasaan kesal itu akan terlihat dari makna kata-kata yang digunakan oleh pembicara.

7. Konteks tempat misalnya di sekolah, di pasar. Konteks tempat akan turut mempengaruhi kata yang digunakan atau turut mempengaruhi makna kata

(11)

18

yang digunakan. Di tempat tersebut, orang akan mencari kata yang bermakna biasa-biasa, seperti makna yang berhubungan dengan informasi. 8. Konteks objek, maksudnya disini adalah apa yang menjadi fokus

pembicara. Misalnya fokus pembicaraan adalah soal ekonomi, maka orang akan mencari kata yang maknanya berkaitan dengan ekonomi.

9. Konteks alat kelengkapan bicara atau pendengar. Misalnya orang yang tidak normal alat bicaranya melafalkan suatu kata, namun kata tersebut tidak dapat dilafalkan dengan baik sehingga orang yang mendengarkan kata tersebut salah mengartikan maknanya.

10. Konteks kebahasaan, maksudnya disini adalah apakah memenuhi kaidah bahasa yang digunakan oleh kedua belah pihak. Konteks kebahasaan maksudnya hal-hal yang berhubungan dengan kaidah bahasa yang bersangkutan akan turut mempengaruhi maknanya. Dalam tulis menulis yang perlu diperhatikan tanda baca dan diksi, sedangkan dalam komunikasi lisan yang diperhatikan adalah unsur suprasegmental yaitu unsur yang mencakup tekanan suara, panjang-pendek, dan getaran suara yang menunjukkan emosi tertentu.

11. Konteks bahasa, yakni bahasa yang digunakan. Konteks kesamaan bahasa mempengaruhi makna secara keseluruhan. Dalam hal ini kedua pihak harus menguasai bahasa yang digunakan.

Referensi

Dokumen terkait

Kepentingan prevalensi DMT2 dengan identifikasi individu risiko tinggi pada riwayat keluarga DMT2, jumlah penderita DMT2 dengan latar belakang etnik dan genetik yang

(2) Melakukan analisa terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sumber hukum lain baik secara vertikal maupun secara horizontal, serta hubungan satu dengan lainnya

3.1 Memahami prosedur variasi pola gerak dasar lokomotor, non-lokomotor, dan manipulatif sesuai dengan konsep tubuh, ruang, usaha, dan keterhubungan dalam permainan

yang dinyatakan dalam Y.. Variabel bebas yaitu variabel yang mendahului atau mempengaruhi.. variabel terikat. Variabel bebas

atau “ hasil” pengembangan atau pemanfaatan atau mobilisasi pengatahuan, keterampilan( keterampilan teknologis) dan pengalaman untuk menciptakan atau memperbaiki

Dalam hal yang sama Lindsay dan Knight (2006) berpendapat bahwa percakapan adalah interaksi dengan orang lain dengan menggunakan semua unsur bahasa dan dilakukan untuk

Tujuan utama pembibitan adalah mempersiapkan bibit yang baik dan seragam, karena hal tersebut merupakan faktor penentu keberhasilan penanaman dilapangan dan untuk

Bak jenis yang kedua yang digunakan untuk budidaya secara hidroponik DFT adalah jenis bak cor beton yang dibuat di atas tanah yang pada permukaan bagian dalamnya