• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Ubi Jalar di Kecamatan Ampek Angkek, Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Ubi Jalar di Kecamatan Ampek Angkek, Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI

UBI JALAR DI KECAMATAN AMPEK ANGKEK,

KABUPATEN AGAM PROVINSI SUMATERA BARAT

Angelia Leovita

1

, Ratna Winandi Asmarantaka

2

,

dan Heny KS Daryanto

2

1)Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana IPB

2)Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

e-mail : 1)angelialeovita41@gmail.com

ABSTRACT

Production of commodity determined by effectiveness allocation of input. The level of input allocation will give impact to production and then farm income. This study was aimed to analyze the income of sweet potato farm, to identify factors those are effect the production of sweet potato, to analyze technical efficiency and factors of technical inefficiency of sweet potato’s farm. The data was gather from 40 sweet potato farmers in Ampek Angkek district regency of Agam West Sumatra. The result showed that the income of sweet potato farmers were IDR 24,659,314.18 with R/C ratio 1.8. The R/C ratio indicated that sweet potato farm was still feasible and profitable to be cultivate. Factors that effect the production of sweet potato were seeds, organic fertilizer, labor in the family, and labor outside the family. The average of technical efficiency rate was 0.85, which means that productivity of sweet potato farm achieved 85 percent from the maximum level. Meanwhile, the inefficiency can be reduce by membership of farm group, age, and land tenure.

Keywords: Income, technical efficiency, stochastic frontier

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Penduduk Indonesia terus bertambah setiap tahun dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49 persen per tahun (BPS 2013). Besarnya jumlah penduduk terkait langsung dengan penyediaan pangan. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk maka kebutuhan pangan semakin meningkat.

Konsumsi utama pangan masyarakat Indonesia adalah beras. Menurut Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2013), beras merupakan kebutuhan pangan pokok bagi lebih dari 90 persen penduduk Indonesia. Konsumsi beras per kapita cenderung menurun yakni dari 107,71 kg/kapita/tahun pada tahun 2002 menjadi 97,65 kg/ kapita/tahun pada tahun 2012 dan produksi beras dalam negeri dari tahun ke tahun terus meningkat, walaupun mempunyai kecen-derungan laju pertumbuhannya melandai (BPS 2013). Disisi lain dengan pertumbuhan penduduk Indonesia bertambah banyak

melaju dengan cepat, dengan kenyataan ini maka konsumsi beras domestik akan terus mengalami peningkatan meskipun per kapitanya menunjukkan penurunan.

Alternatif solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah program diversifi-kasi pangan. Penganekaragaman konsumsi pangan merupakan upaya untuk memantap-kan atau membudayamemantap-kan pola konsumsi pangan yang beranekaragam, bergizi seim-bang, serta aman dalam jumlah dan kom-posisi yang cukup guna memenuhi kebutuh-an gizi untuk mendukung hidup sehat, aktif dan produktif. Penganekaragaman konsumsi pangan akan memberi dorongan dan insentif pada penyediaan produk pangan pokok yang lebih beragam dan aman untuk dikonsumsi, termasuk produk pangan yang berbasis sumber daya lokal yang pada giliranya akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, mengurangi ketergantungan pada pangan impor dan mendorong berkembangnya diversifikasi produksi pangan lokal baik secara vertikal maupun horizontal dan

(2)

industri hulu-hilir pendukungnya (Badan Ketahanan Pangan 2013).

Ubi jalar merupakan salah satu jenis pangan yang berpotensi untuk dijadikan pangan alternatif selain beras. Menurut Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (2013), Ubi jalar dan aneka umbi merupakan komoditi sumber karbohidrat yang penting di Indonesia setelah padi, jagung dan ubi kayu. Ubi jalar dan aneka umbi selain berperan untuk memenuhi kebutuhan pokok karbohidrat juga dapat dijadikan sebagai sumber utama substitusi beras atau sebagai tanaman diversifikasi pangan. Ubi jalar mempunyai kelebihan dibandingkan dengan aneka umbi lainnya, selain mengandung betakaroten dan antosianin yang dapat mencegah kanker juga kaya akan vitamin A dan C yang sangat baik untuk kesehatan. Di samping itu komoditi tersebut merupakan tanaman dengan daya adaptasi yang luas, mudah disimpan dan mempunyai rasa enak. Hal ini dapat membuka lapangan pekerjaan baru dalam bidang pengolahan hasil yang dapat meningkatkan pendapatan petani beserta keluarganya.

Produksi ubi jalar dari tahun 2009–2012 cenderung mengalami peningkatan. Pening-katan produksi ubi jalar dari tahun 2011 ke tahun 2012 merupakan peningkatan yang paling tinggi yaitu sekitar 287.427 ton. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa produksi ubi jalar Indonesia sebagian kecil diekspor, sehingga ketersediaan ubi jalar di Indonesia merupa-kan produksi ubi jalar dikurangi dengan jumlah yang di ekspor dan ditambah dengan jumlah yang diimpor. Kebutuhan ubi jalar cenderung meningkat dari tahun 2009 – 2012, disebabkan karena penggunaan ubi jalar yang luas, terutama oleh industri pengolahan. Saat ini sudah banyak aneka jenis produk

makan-an ymakan-ang berbahmakan-an baku ubi jalar sehingga kebutuhan ubi jalar semakin meningkat.

Di Indonesia terdapat sepuluh provinsi penghasil ubi jalar utama. Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi penghasil ubi jalar yang menempati urutan ke lima diantara sepuluh provinsi lainnya. Pada Tabel 2 dapat dilihat produksi dan luas panen ubi jalar di Sumatera Barat lebih kecil dibandingkan dengan provinsi Jawa Barat, Papua, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Meskipun berada pada urutan ke lima dalam produksi, tetapi produktivitas ubi jalar di Sumatera Barat mencapai 29,68 ton per hektar. Luas panen ubi jalar di Sumatera Barat lebih kecil di bandingkan dengan provinsi NTT, Bali dan Sulawesi Selatan, namun dengan produktivitas yang tinggi produksi ubi jalar di Sumatera Barat lebih tinggi dibandingkan dengan NTT, Bali dan Sulawesi Selatan yang mempunyai luas panen lebih luas. Meskipun Sumatera Barat merupakan provinsi dengan produktivitas tertinggi, namun produktivitas pada daerah sentra ubi jalar di Sumatera Barat masih rendah.

Sebagaimana diamanatkan dalam Per-aturan Presiden No. 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, bahwa upaya penganekaragaman konsumsi pangan harus berbasis sumber pangan setempat atau khas daerah, artinya, bahwa pengurangan konsumsi beras tidak dapat digantikan dengan konsumsi gandum/ terigu yang hampir seluruhnya impor. Sementara konsumsi umbi-umbian bukan hanya sebagai pangan pilihan pengganti padi-padian namun juga sebagai pangan berpati yang banyak mengandung serat dan dibutuhkan tubuh (Badan Ketahanan Pangan 2013).

Tabel 1. Ketersediaan dan Kebutuhan Ubi Jalar Nasional 2009-2012

Tahun Produksi (Ton) Impor (Ton) Ekspor (Ton) Ketersediaan (Ton) Kebutuhan (Ton)

2009 2.057.913 50 7.185 2.050.778 2.051.000 2010 2.051.046 33 7.083 2.043.996 2.044.000 2011 2.196.033 22 6.916 2.189.139 2.189.000 2012 2.483.460 24 9.649 2.473.835 2.428.824

(3)

Tabel 2. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar di Sepuluh Provinsi Penghasil Utama Tahun 2013

Provinsi Luas Panen (Ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha)

Jawa Barat 26.635 485.023,35 18,21 Papua 30.980 405.528,20 13,09 Jawa Timur 19.139 393.115,06 20,54 Jawa Tengah 10.011 183.701,85 18,35 Sumatera Barat Sumatera Utara 4.530 9.101 134.450,40 116.674,82 29,68 12,82 NTT 9.992 78.936,80 7,90 Sulawesi Selatan 4.809 70.740,39 14,71 Bali 5.119 60.711,34 11,87 Sulawesi Utara 4.059 39.778,20 9,80

Sumber : Badan Pusat Statistik 2014

Ubi jalar di Sumatera Barat merupakan tanaman lokal yang saat ini produksinya meningkat. Produksi ubi jalar secara umum mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2009-2013. Peningkatan produksi ubi jalar tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 26.826 ton atau 34,62 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Produksi ubi jalar menurun pada tahun 2011 sebesar 6.182 ton atau 5,9 persen dibandingkan dengan tahun 2010, pada tahun 2012 dan tahun 2013 produksi ubi jalar meningkat. Peningkatan produksi ubi jalar terjadi karena berkem-bangnya penerapan teknologi produksi, perbaikan dalam budidaya dan manajemen usahatani yang semakin baik. Selain itu harga jual ubi jalar yang baik. Berdasarkan data tahun 2013 harga ubi jalar yang diterima petani berkisar antara Rp 1600 – Rp 3200 (UPT

BP4K2P, 2014). Kecamatan Ampek Angkek merupakan wilayah sentra produksi ubi jalar di Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan data, produktivitas ubi jalar pada daerah sentra Kabupaten Agam masih rendah. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa produktivitas ubi jalar di Kabupaten Agam sebesar 27,84 ton/ha. Rendahnya produk-tivitas disebabkan petani belum efisien dalam mengalokasikan input-input produksi yang akhirnya akan mempengaruhi produksi serta pendapatan petani. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) menganalisis pendapatan usahatani ubi jalar, 2) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengatuhi produksi ubi jalar, 3) menganalisis efisiensi teknis dan 4) meng-identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani ubi jalar.

Tabel 3. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Komoditi Ubi Jalar di Sumatera Barat Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012

Kabupaten/Kota Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/ha)

KABUPATEN Kep. Mentawai 135 2.550 18,88 Pesisir Selatan 108 2.068 19,14 Solok 938 27.041 28,82 Sijunjung 9 168 18,66 Tanah Datar 1.131 38.316 33,87 Padang Pariaman 15 286 19,06 Agam 1.226 34.136 27,84 50 Kota 282 8649 30,67 Pasaman 77 1.520 19,74 Solok Selatan 155 2.852 18,40 Dharmasraya 20 532 26,60 Pasaman Barat 126 3.304 26,22

(4)

Tabel 3. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Komoditi Ubi Jalar di Sumatera Barat Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012 (lanjutan)

Kabupaten/Kota Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/ha)

KOTA Padang 23 456 19,82 Solok 20 377 18,85 Sawahlunto - - Padang Panjang 44 845 19,20 Bukittinggi 49 1.691 34,51 Payakumbuh 5 90 18,00 Pariaman - - -

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat 2013

TINJAUAN TEORITIS

PRODUKSI DAN FUNGSI PRODUKSI

Produksi adalah proses mengkom-binasikan dan mengkoordinasikan material dan kekuatan (input dan sumberdaya) untuk menghasilkan barang atau jasa (Beattie dan Taylor 1985). Fungsi produksi merupakan jumlah maksimum output yang diperoleh dari beberapa input yang diberikan (Aigner 1976). Fungsi produksi memberikan output yang maksimum yang diperoleh dari se-jumlah input tertentu. (Beattie dan Taylor 1985). Fungsi produksi yang sering digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Bentuk umum persamaan fungsi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut:

Y = β … . . ...(1)

KONSEP EFISIENSI

Menurut Lau dan Yotopaulus (1971) konsep efisiensi pada dasarnya mencakup tiga pengertian, yaitu efisiensi teknis, efisiensi alokatif (harga) serta efisiensi ekonomi. Efisiensi teknis mencerminkan kemampuan petani untuk memperoleh output maksimal dari sejumlah input tertentu. Efisiensi alokatif mencerminkan kemampuan petani untuk menggunakan input dengan dosis/syarat yang optimal pada masing-masing tingkat harga input dan teknologi yang dimiliki sehingga produksi dan pendapatan yang diperoleh maksimal. Efisiensi ekonomi pada dasarnya terdiri dari dua komponen, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi alokatif atau efisiensi harga.

Efisiensi teknis merujuk pada hubungan input dan output, bagaimana petani memilih kombinasi input yang digunakan melalui kemampuan manajerial petani, mempenga-ruhi tercapainya efisiensi teknis. Kemampuan manajerial petani merupakan karakteristik sosial ekonomi petani. Faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi inefisiensi teknis antara lain: umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, jumlah anggota keluarga, partisipasi petani dalam kelompok tani, jenis varietas, dan status kepemilikan lahan.

FUNGSI PRODUKSI FRONTIER

Fungsi produksi frontier merupakan jumlah output maksimum yang mungkin dicapai dari penggunaan input dalam suatu proses produksi. Fungsi produksi frontier diturunkan dengan menghubungkan titik-titik output maksimum untuk setiap tingkat penggunaan input. Jadi fungsi tersebut mewakili kombinasi input-output secara teknis paling efisien. Model stochastic frontier merupakan perluasan dari model asli deterministic untuk mengukur efek-efek yang tak terduga (stochastic effect) di dalam batas produksi. Fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar dan menangkap inefisiensi teknis petani.

PENDAPATAN USAHATANI

Analisis pendapatan usahatani dilaku-kan untuk menghitung besarnya penerimaan petani dalam usahatani dan kemudian

(5)

di-kurangi dengan biaya yang dikeluarkan. Penerimaan usahatani merupakan perkalian antara produksi dengan harga jual, biaya usahatani adalah semua biaya yang dikeluar-kan yang digunadikeluar-kan dalam suatu usahatani dan pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya atau pengeluaran (Soekartawi 1995).

Analisis pendapatan usahatani dapat digunakan untuk melihat keuntungan dari suatu usaha, sehingga dapat dinilai tingkat kelayakan usaha tersebut. Kriteria analisis pendapatan berprinsipkan bahwa efisiensi suatu usaha dipengaruhi oleh nilai input yang digunakan dalam output yang dihasilkan dalam proses produksi.

Salah satu ukuran efisiensi pendapatan adalah penerimaan (R) untuk setiap biaya (C) yang dikeluarkan (rasio R/C). Rasio ini menunjukkan pendapatan penerimaan yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluar-kan untuk memproduksi. Semakin besar nilai R/C ratio menunjukkan semakin besar juga penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Kegiatan usahatani dikatakan layak jika nilai R/C rasio menunjukkan angka lebih dari satu, artinya setiap penambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biayanya. Sebaliknya jika nilai R/C rasio lebih kecil dari satu menunjukkan bahwa tambahan biaya setiap rupiahnya menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil sehingga kegiatan usahatani dikatakan tidak menguntungkan. Jika nilai R/C rasio sama dengan satu artinya usahatani memperoleh keuntungan normal.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Ampek Angkek, Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertim-bangan bahwa wilayah tersebut merupakan salah satu sentra produksi ubi jalar. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2014.

Jumlah petani contoh dalam penelitian ini sebanyak 40 orang. Petani contoh berasal dari 2 desa yang merupakan nagari/desa yang memiliki produksi ubi jalar terbesar di Kecamatan Ampek Angkek. Pengambilan petani contoh dilakukan dengan teknik snowballsampling. Sehingga penentuan petani contoh berdasarkan informasi petani contoh sebelumnya.

Jenis data yang digunakan adalah cross section. Sumber data berupa data sekunder dan data primer. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan petani. Data sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi yang berhubungan dengan penelitian baik di tingkat pusat maupun daerah.

Analisis data yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian terdiri dari 1) analisis pendapatan dan R/C ratio, 2) Analisis fungsi produksi stochastic frontier, 3) analisis efisiensi teknis dan 4) analisis inefisiensi teknis.

ANALISIS PENDAPATAN DAN R/C RATIO

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan biaya yang dikeluar-kan. Biaya dalam usahatani terdiri dari biaya tunai dan biaya tidak tunai (biaya di-perhitungkan). Tingkat penerimaan total usahatani dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi 1995):

TR = Py x Y...(3)

Tingkat pendapatan total usahatani dapat dinyatakan dalam persamaan:

Itunai = TR – TCtunai...(4) Itotal = TR – (TCtunai + BD)...(5) Keterangan: TR = Penerimaan usahatani (Rp), Py = Harga ouput (Rp), Y = Jumlah ouput (Kg), Ituni = Pendapatan tunai (Rp),

Itotal = Pendapatan total (Rp),

TCtunai = Total biaya tunai (Rp),

(6)

Analisis R/C rasio digunakan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan yang dihasilkan dari setiap rupiah yang kita keluarkan pada suatu usahatani. Jika R/C > 1, maka usahatani layak untuk dilaksanakan dan sebaliknya jika rasio R/C<1, berarti usahatani tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Perhitungan R/C dapat dirumuskan sebagai berikut :

= = ...(6) = = ...(7)

ANALISIS FUNGSI PRODUKSI

STOCHASTICFRONTIER

Faktor-faktor yang mempengaruhi pro-duksi ubi jalar dan efisiensi teknis dianalisis dengan analisis fungsi produksi stochastic frontier. Pendekatan stochastic frontier dapat diperoleh dua kondisi sekaligus yakni faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi dan inefisiensi petani. Pendekatan dilakukan dengan software Frontier Version 4.1. Dengan model empiris fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas yang digunakan dalam penelitian ini dirumuskan pada persamaan berikut (Aigner et al.1997):

LnY=β0+β1lnX1+β2lnX2+β3lnX3+β4lnX4+β5ln5+

vi– ui...(8)

dimana :

Y = produksi ubi jalar (kg), X1 = jumlah bibit (buah),

X2 = jumlah pupuk organik (kg),

X3 = jumlah pupuk anorganik (kg),

X4 = jumlah TKDK (HKP),

X5 = jumlah TKLK (HKP),

− = error term (efek inefisiensi teknis dalam model)

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Coelli 1996):

= exp / i= 1,2,3,..,n...(9)

Dimana TEi adalah efisiensi teknis petani ke-i, − |∈ adalah nilai harapan (mean) dari ui dengan syarat ∈, jadi 0 ≤ TEi≤ 1. Nilai

efisiensi teknis petani dikategorikan cukup efisien jika bernilai > 0.7.

ANALISIS EFEK INEFISIENSI TEKNIS

Metode inefisiensi teknis yang diguna-kan dalam penelitian ini mengacu pada model efek inefisiensi teknis yang dikembangkan oleh Battese dan Coelli (1996). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

ui = α0 + α1Z1 + α2Z2 + α3Z3 + α4Z4 + α5Z5 + α6Z6

+ α7Z7...(10)

dimana:

ui = efek inefisiensi teknis, ∝ = konstanta,

= umur petani (tahun), = tingkat pendidikan (tahun), = pengalaman petani (tahun), = jumlah anggota keluarga(orang),

= dummy partisipasi kelompok (1 = memiliki kelompok i; dan 0 = tidak memiliki kelompok,

= dummy kepemilikan lahan (1 = milik sendiri dan 0=lahan sewa), =dummy jenis varietas (1=varietas unggul dan 0=varietas lokal)

Nilai koefisien yang diharapkan ∝ > 0,

∝ , ∝ , ∝ , ∝ , ∝ , ∝ < 0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DAN R/C RATIO

Pendapatan usahatani merupakan peng-hasilan yang diterima oleh petani dari kegiatan usahataninya. Pedapatan petani usahatani ubi jalar adalah merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya-biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani dalam usahatani ubi jalar. Pendapatan usahatani ubi jalar per ha di kecamatan Ampek Angkek dapat dilihat pada Tabel 4.

(7)

Tabel 4. Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar per hektar dalam Satu Musim Tanam di Kecamatan Ampek Angkek tahun 2014

Uraian

Nilai Jumlah

rata-rata Harga rata-rata (Rp) Nilai Rata-Rata (Rp)

A. Penerimaan 20.828,121 2.568,00 53.486.625,00 B1. Biaya Tunai Bibit 67.320,832 104,00 7.001.366,32 Pupuk Organik 9.312,501 435,00 4.050.937,50 Pupuk Urea 91,671 2.300,00 210.841,00 Pupuk Phonska 116,671 2.700,00 315.009,00 Pupuk NPK 20,831 9.000,00 187.470,00

Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) 191,673 67.250,00 12.889.807,50

Pajak Lahan 916.667,67 916.667,67

B2. Biaya Tidak Tunai

Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) 45,833 67.250,00 3.082.067,50

Penyusutan Peralatan 127.312,50 127.312,50

Sewa Lahan 45.833,33 45.833,33

Total Biaya Tunai (B1) 25.572.097,49

Total Biaya Tidak Tunai (B2) 3.255.213,33

Total Biaya (B1+B2) 28.827.310,82

Pendapatan atas Biaya Tunai (A-B1) 27.914.527,51

Pendapatan atas Total Biaya (A- B1+B2) 24.659.314,18

R/C Biaya Tunai 2,1

R/C Biaya Total 1,8

Keterangan : 1satuan dalam kilogram, 2satuan dalam bibit dan 3satuan dalam HKP

Komponen biaya input terbesar yang dikeluarkan oleh petani adalah biaya tenaga kerja luar keluarga yaitu sebesar 45,00 persen dari total biaya. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga lebih banyak digunakan karena tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga tidak mencukupi atau tidak tersedia. Ketidakketersediaan tersebut disebabkan karena anggota keluarga ada yang bersekolah dan bekerja. Pada usahatani ubi jalar penggunaan tenaga kerja besar. Hal ini disebabkan usahatani ubi jalar banyak menggunakan tenaga kerja manusia (intensive labor) terutama dalam persiapan lahan, penanaman dan panen. Beberapa penelitian sebelumnya seperti Situmorang (2013) dan Nursan (2015) menemukan bahwa komponen biaya tenaga kerja merupakan biaya terbesar pada usahatani jagung.

Penggunaan biaya input terbesar lainnya adalah biaya bibit ubi jalar sebesar 24,43 persen dari biaya total. Hal ini dikarenakan biaya bibit rata-rata tergolog mahal yaitu Rp 104 per bibit dan penggunaan bibit yang diluar anjuran atau yang seharusnya.

Penggunaan bibit ubi jalar dalam satu hektar mencapai 66.797.83 bibit. Dalam anjurannya dalam satu hektar efektif ditanami 80% dengan jarak tanam 75cm x 30cm dan keperluan bibit sekitar 33.555 bibit. Namun pada lokasi penelitian rata-rata petani umumnya menggunakan jarak tanam kurang dari yang seharusnya, sehingga kutuhan akan bibit tinggi dan mengakibatkan biaya untuk bibit juga besar. Berdasarkan hasil analisis R/C ratio usahatani ubi jalar di kecamatan Ampek Angkek memiliki nilai R/C ratio besar dari satu sehingga dapat dikatakan bahwa usahatani ubi jalar layak untuk dilakukan. Nilai R/C atas biaya total adalah sebesar 1,8. Artinya setiap Rp 1.000 yang dikeluarkan oleh petani dalam kegiatan produksi maka akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 1.800.

ANALISIS FUNGSI PRODUKSI

STOCHASTIC FRONTIER USAHATANI UBI JALAR

Fungsi produksi stochasticfrontier usaha-tani ubi jalar dianalisis dengan menggunakan metode MLE dengan frontier 4.1. Hasil

(8)

pendugaan model produksi frontier ubi jalar di kecamatan Ampek Angkek adalah sebagai berikut:

Y = 1.75 . . . ...(11) Tabel 5 menunjukkan hasil pendugaan model produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier usahatani ubi jalar menggunakan metode MLE di kecamatan Ampek Angkek. Variabel-variabel yang berpengaruh nyata pada α=1% terhadap produksi batas (frontier) ubi jalar adalah variabel jumlah bibit ubi jalar (X1), jumlah pupuk organik (X2), jumlah

tenaga kerja dalam keluarga (X4) dan jumlah

tenaga kerja luar keluarga (X5). Sedangkan

jumlah pupuk anorganik (X3) berpengaruh

nyata pada α=10%. Nilai gamma (γ) pada Tabel 3 adalah sebesar 0,98. artinya bahwa sebesar 98 persen dari variasi hasil diantara petani disebabkan oleh perbedaan efisiensi teknis sementara sisanya 2 persen disebabkan oleh efek-efek stochastic diluar model, seperti pengaruh cuaca atau iklim, serangan hama penyakit dan bencana alam. Hasil pendugaan Generalized Likelihood Ratio (LR) dari model produksi ubi jalar stochastic frontier petani sampel adalah 12,42. Nilai tersebut lebih besar dari tabel Kodde dan Palm sebesar 10,37 yang nyata pada α=5%. Hal ini menunjukkan secara kuat menolak hipotesis bahwa tidak ada efek inefisiensi. Menunjukkan bahwa fungsi produksi usahatani ubi jalar dapat menerangkan keberadaan efisiensi dan

inefisiensi teknis petani di dalam proses produksi ubi jalar, atau dengan kata lain aktivitas usahatani ubi jalar dipengaruhi oleh efisiesnsi teknis.

Variabel jumlah bibit ubi jalar (X1)

berpengaruh nyata pada taraf 1 persen dan memiliki nilai koefisien atau elastisitas sebesar 0,17. Artinya bahwa jika penggunaan input jumlah bibit ubi jalar dinaikaan sebesar 1 persen dengan jumlah input lain tetap, maka akan meningkatkan produksi ubi jalar sebesar 1,7 persen. Jumlah bibit berpengaruh nyata dan positif terhadap produksi hal ini sejala dengan penelitian Situmorang (2013); Kurniawan (2008) dan Nursan (2015). Pening-katan produksi kecil, hal ini disebabkan rata-rata penggunaan bibit per hektar oleh petani sebenarnya sudah berlebih, sehingga jika ditambah hanya meningkatkan produksi dengan nilai relatif kecil.

Variabel pupuk organik (X2)

ber-pengaruh nyata pada taraf 1 persen dan memiliki nilai koefisien atau nilai elastisitas paling besar yaitu sebesar 0,38. Artinya setiap penambahan input pupuk organik sebesar 1 persen dengan jumlah input lain tetap, maka akan meningkatkan produksi sebesar 3,8 persen. Peningkatan produksi ubi jalar yang tinggi dengan adanya penambahan input pupuk organik hal ini disebabkan karena jumlah penggunaannya masih sedikit. Rata-rata penggunaan pupuk organik per hektar pada lokasi penelitian adalah sebesar 9.240,31 kilogram.

Tabel 5. Hasil Dugaan Model Produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier Usahatani Ubi

Jalar Menggunakan Metode MLE di Kecamatan Ampek Angkek

Variabel Koefisien t-ratio

Konstanta 1,75 3,54

Jumlah bibit ubi jalar (X1) 0,17 4,04a

Jumlah pupuk organik (X2) 0,38 3,36a

Jumlah pupuk anorganik (X3) 0,13 1,71b

Jumlah tenaga kerja dalam keluarga (X4) 0,16 2,85a

Jumlah tenaga kerja luar keluarga (X5)

Gamma (γ)

0,37 0,98

2,85a

0,52

Log-likehood function MLE 36,14

LR test of the one = sided error 12,42

a berpengaruh nyata pada α 0.01 b berpengaruh nyata pada α 0.10

(9)

Menurut anjuran penyuluh penggunaan pupuk organik berkisar antara 15 sampai dengan 20 ton per hektar. Pupuk kandang memiliki peranan penting untuk meningkat-kan kesuburan tanah yang ameningkat-kan mem-pengaruhi pertumbuhan ubi jalar. Untuk itu, dalam meningkatkan produksi ubi jalar salah satu alternatifnya adalah dengan menambah penggunaan pupuk organik mengingat jum-lah penggunaanya yang dibawah anjuran dan pentingnya peranan pupuk organik untuk kesuburan tanah.

Variabel pupuk anorganik (X3)

ber-pengaruh nyata pada taraf 10 persen dan memiliki nilai koefisien atau elastisitas terkecil yaitu sebesar 0,13. Hal ini berarti bahwa dengan menaikkan jumlah pupuk anorganik sebesar 10 persen dengan jumlah input lainnya tetap, maka akan meningkatkan produksi ubi jalar sebesar 1,3 persen. Nilai elastisitas yang kecil mengindikasikan bahwa penggunaan pupuk anorganik pada lokasi penelitian sudah sesuai dengan anjuran. Penggunaan pupuk anorganik disini adalah pupuk Urea, pupuk Phonska dan pupuk NPK. Penggunaan pupuk per hektar untuk masing-masing jenis pupuk adalah 91.68 kilogram, 116.07 kilogram dan 20.15 kilogram.

Pada lokasi penelitian seluruh petani responden menggunakan pupuk Urea dan pupuk Phonska. Namun hanya beberapa petani yang hanya menggunkan pupuk NPK. Hal ini disebabkan karena, petani tersebut tidak melakukan rotasi tanaman seperti petani lainnya. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari penyuluh setempat, jika lahan digunakan secara terus menerus untuk bertanam ubi jalar maka hasil yang didapatkan buahnya realtif lebih kecil. Untuk itu perlu tambahan pupuk untuk mem-perbaiki pertumbuhan tanaman ubi jalar. Hal ini sejalan dengan penelitian Haryani (2009) bahwa pupuk anorganik bertanda positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi. Artinya bahwa jumlah pupuk anorganik yang digunakan petani masih rasional jika petani mempunyai keinginan untuk menambah rata-rata penggunaan input, namun dalam

proporsi yang kecil sesuai dengan nilai elastisitasnya yang juga kecil.

Variabel tenaga kerja dalam keluarga (X4)

berpengaruh nyata pada taraf 1 persen dan memiliki nilai koefisien atau elastisitas sebesar 0,16. Artinya bahwa peningkatan input tenaga kerja dalam keluarga sebesar 1 persen dengan input lainnya tetap maka akan meningkatkan produksi ubi jalar sebesar 1,6 persen. Rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam keluarga per hektar pada lokasi penelitian adalah 46.05 HKP. Berdasarkan nilai elastisitasnya yang kecil, maka hal ini mengindikasikan jika penggunaan input tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani ubi jalar di lokasi penelitian sudah cukup. Penambahan tenaga kerja dalam keluarga mengakibatkan peningkatan produksi ubi jalar relatif kecil.

Variabel tenaga kerja luar keluarga (X5)

berpengaruh nyata pada taraf 1 persen dan memiliki nilai koefisien atau nilai elastisitas sebesar 0,37. Ini artinya bahwa setiap penambahan input tenaga kerja luar keluarga sebesar 1 persen, makan akan meningkatkan produksi ubi jalar sebesar 3,7 persen. Usahatani ubi jalar memang sarat dengan tenaga kerja, terutama untuk kegiatan persiapan lahan, penanaman dan saat panen. Sehingga membutuhkan banyak tenaga kerja. Dengan nilai elastisitas tersebut, maka jika tenaga kerja luar keluarga di tambah maka akan meningkatkan produksi ubi jalar yang tinggi dibandingkan dengan penambahan input lain seperti input bibit, pupuk anorganik dan tenaga kerja dalam keluarga.

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

Rata-rata nilai efisiensi teknis petani responden adalah 0,85, dengan nilai efisiensi teknis maksimum 0,98 dan nilai efisiensi teknis minimum 0,59. Sebaran nilai efisiensi teknis usahatani ubi jalar dikecamatan Ampek Angkek lebih kecil dari 0,7 adalah sebesar 7,5 persen. Sedangkan nilai efisiensi teknis lebih dari 0,7 sebesar 92,5 persen.

(10)

Tabel 6. Sebaran Nilai Efisiensi Teknis Usahatani Ubi Jalar di Kecamatan Ampek Angkek

Sebaran Efisiensi Teknis Jumlah (orang) Persen (%)

<0,50 0 0,00 0,50 – 0,59 1 2,50 0,60 – 0,69 2 5,00 0,70 – 0,79 7 17,50 0,80 – 0,89 16 40,00 0,90 – 0,99 14 35,00 Jumlah 40 100,00 Rata-rata 0,85 Maksimum 0,98 Minimum 0,59

Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani responden didaerah penelitian sudah efisien secara teknis. Artinya bahwa petani sudah mampu mengalokasikan sejumlah input-input dalam usahataninya untuk mencapai output yang maksimal. Nilai rata-rata efisiensi teknis petani responden sebesar 0,85 persen, menunjukkan secara rata-rata petani responden masih mempunyai peluang untuk memperoleh hasil potensial yang maksimum seperti yang diperoleh petani efisien secara teknis. Jika petani mencapai efisiensi rata-rata dan ingin menca-pai efisiensi maksimum maka peluang untuk meningkatkan produksi adalah sebesar 14 persen (1-0,85/0,98). Perhitungan yang sama jika petani yang tidak efisien ingin mencapai efisiensi maksimum, maka peluang peningka-tan produksi sebesar 40 persen (1-0,59/0,98).

Berdasarkan nilai rata-rata efisiensi teknis, maka usahatani ubi jalar di kecamatan Ampek Angkek sudah efisien. Usahatani dikatakan efisien jika nilainya mecapai 0,7. Hal ini sependapat dengan hasil penelitian

Kusnadi et al. (2011) bahwa batas efisien usahatani adalah 0,7. Beberapa faktor penye-babnya antara lain petani responden mem-punyai keterampilan teknis yaang berkaitan dengan pengelolaan input yang tepat dan keterampilan teknis lainnya. Namun demikian produksi masih dapat ditingkatkan sampai mencapai produksi maksimum.

SUMBER-SUMBER INEFISIENSI TEKNIS

Variabel yang berpengaruh nyata dalam menjelaskan sumber-sumber inefisiensi teknis pada usahatani ubi jalar pada taraf α=1 persen adalah variabel dummy anggota kelompok tani (Z5). Variabel umur ((Z1) dan kepemilikan

lahan (Z6) berpengaruh nyata pada taraf α

=20 persen. Variabel yang tidak berpengaruh nyata dalam menjelaskan sumber-sumber inefisiensi teknis pada usahatani ubi jalar adalah varietas tingkat pendidikan (Z2),

pengalaman berusahatani (Z3), jumlah

tang-gungan (Z4) dan dummy jenis varietas (Z7)

dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inefisiensi Teknis Fungsi Produksi Stochastic

Frontier di Kecamatan Ampek Angkek

Variabel Parameter dugaan t-ratio

Konstanta -0,260 -0,586

Umur (Z1) 0,010 1,414b

Tingkat pendidikan (Z2) -0,007 -0,453

Pengalaman berusahatani (Z3) -0,009 -1,220

Jumlah tanggungan (Z4) 0,026 0,703

Dummy anggota kelompok tani (Z5) -0,150 -1,663b

Dummy kepemilikan lahan (Z6) 0,140 1,523b

Dummy jenis varietas (Z7) -0,022 0,217

a berpengaruh nyata pada α 0,10

(11)

Variabel umur berpengaruh positif dan nyata terhadap inefisiensi teknis. Semakin tinggi umur petani maka inefisiensi teknis akan semakin meningkat, artinya bahwa semakin tinggi umur maka usahatani semakin tidak efisien. Hal ini disebabkan oleh semakin tinggi umur petani maka kemampuan kerjanya semakin menurun dan berdampak negatif terhadap efisiensi teknis. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nahraeni (2012), Nurhapsa (2013), Kusnadi et al. (2011), Idiong (2007), Okaye (2008) dan Ohajianya et al. (2014) yang menemukan bahwa umur berpengaruh positif terhadap inefisiensi. Namun berbeda dengan penelitian Kilmanun (2012), Situmorang (2013) dan Adhiana (2005) yang menemukan umur berpengaruh negatif terhadap inefisiensi.

Anggota kelompok tani memiliki koefisien negatif dan berpengaruh nyata. Petani yang ikut dalam anggota kelompok tani dapat mengelola usahataninya lebih efisien. Artinya semakin intensif keterlibatan petani dalam keanggotaan kelompok tani akan menurunkan inefisiensi teknis. Petani yang tergabung dalam kelompok tani akan memiliki akses yang lebih baik dalam infor-masi, seperti informasi teknologi, informasi harga dan program pemerintah. Sehingga keanggotaan petani dalam kelompok tani berdampak menurunkan inefisiensi. Menurut Haryani (2009), petani yang tergabung dan aktif dalam kelompok tani akan dapat (1) meningkatkan pengetahuan melalui pen-didikan non formal, (2) Meningkatkan kemampuan manajerial, (3) meningkatkan aksesibilitas terhadap teknologi dan inovasi baru dan (4) meningkatkan aksesibilitas terhadap bantuan kredit dan bantuan lainnya karena disalurkan melalui kelompok tani. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nahraeni (2012) Ohajianya et al.(2004) dan Okaye et al.(2008).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa status kepemilikan lahan memiliki koefisien positif terhadap inefisiensi dan berpengaruh nyata. Tanda ini tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini memberikan pengertian bahwa petani dengan status lahan milik

sendiri kurang efisien dibandingkan dengan petani penyewa atau non pemilik. Penelitian ini sejalan dengan penemuan Nahraeni (2012) namun berbeda dengan beberapa penelitian seperti Haryani (2009) dan Kusnadi et al. (2011) yang menemukan bahwa status kepemilikan lahan berhubungan negatif terhadap inefisiensi. Artinya bahwa petani yang memiliki lahan sendiri dapat menurunkan inefisiensi.

Hasil temuan di lapangan dengan tanda koefisien yang diharapkan bertentangan. Hal ini dapat dijelaskan karena petani yang non pemilik lebih berusaha memanfaatkan dan menggunakan semua input produksi secara efisien untuk mendapatkan produksi dan pendapatan yang tinggi. Karena petani non pemilik mempunyai tanggung jawab kepada yang menyewakan lahan untuk membayar sewa lahannya.

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

Simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Nilai R/C ratio sebesar 1.8 menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar layak untuk diusahakan.

2. Variabel-variabel yang mempengaruhi produksi ubi jalar pada taraf α=1 persen adalah variabel jumlah bibit, jumlah pupuk organik, jumlah tenaga kerja dalam keluarga dan jumlah tenaga luar keluarga. Sedangkan jumlah pupuk anorganik berpengaruh pada taraf α=10 persen. 3. Tingkat pencapaian efisiensi teknis (TE)

usahatani ubi jalar tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar di lokasi penelitian sudah efisien dengan efisiensi teknis rata-rata 0.85

4. Variabel yang berpengaruh nyata dalam pencapaian efisiensi teknis adalah keanggotaan dalam kelompok tani nyata pada taraf α=10 persen. Variabel umur dan status kepemilikan lahan masing-masing nyata pada taraf α=20 persen.

(12)

SARAN

Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. Masih terdapat peluang untuk mening-katkan efisiensi teknis petani. Hal yang dapat dilakukan yaitu pada petani sasaran dengan nilai TE yang rendah, dengan melalui peningkatan pelatihan dan mengiring petani untuk aktif dalam anggota kelompok tani.

2. Diperlukan adanya kebijakan yang mendorong lembaga penyuluh sebagai tempat untuk berbagi informasi dan mendistribusikan kepada petani.

DAFTAR PUSTAKA

Adhiana. 2005. Analisis Efisiensi Ekonomi Usaha Tani Lidah Buaya (Aloe Vera) di

Kabupaten Bogor:Pendekatan Stochastic Production Frontier. [Tesis].

Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Aigner, D.J, C.A.K. Lovell dan P. Schmidt. 1977. Formulation and Estimation of Stochastic Frontier Production Function Model, Journal of Econometrics vol. 6. No 1. 21-37.

Badan Ketahanan Pangan. 2013. Roadmap Diversifikasi Pangan 2011 - 2015. Jakarta (ID): Badan Ketahanan Pangan. Bettie, B.R and C.R. Taylor. 1985. The

Economics of Production. New York (US): John Wiley and Sons.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Indonesia. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

Coelli, T.J. 1996. A Guide to Frontier Version 4.1: A Computer Program fo Stochastic Frontier Production and Cost Function Estimation. Centre for Efficiency and Productivity Analysis (CEPA) Working Papers. Armidale (AU): Department of Econometrics. University of New England.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2012. Data Ketersediaan dan Kebutuhan Ubi Jalar Indonesia Tahun 2009-2012. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2013. Pedoman Teknis Pengelolaan Produksi Ubi Jalar dan Aneka Umbi. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.. Haryani, D. 2009. Analisis Efisiensi Usahatani

Padi Sawah Pada Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu di Kabupaten Serang, Provinsi Banten [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Idiong, I.C. 2007. Estimation of Farm Level

Technical Efficiency in Smallscale Swamp Rice Production in Cross River State of Nigeria: A Stochastic frontier Approach, World Journal of Agricultural Sciences vol. 3.No. 5. 653-658.

Kilmanun, J.C. 2012. Analisis Efisiensi Teknis Dan Pendapatan Usahatani Padi di Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat [Tesis]. Bogor (ID); Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kurniawan, A.Y. 2008. Analisis Efisiensi

Ekonomi dan Daya Saing Usahatani Jagung pada Lahan Kering di Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. [Tesis]. Bogor (ID): Program Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Kusnadi, N ,N. Tinaprilla, S.H. Susilowati, dan A. Purwoto. 2011. Analisis Efisiensi Usahatani Padi Di Beberapa Sentra Produksi Padi Indonesia, Jurnal Agro Ekonomi vol. 29. No. 1. 25-48.

Lau LJ, Yotopoulos PA. 1971. A Test for Relatif Efficiency and Application to Indian Agriculture. Pittsburgh (US): The American Economic Review, 61 (1): 94-109.

Nahraeni. 2012. Efisiensi dan Nilai Keberlanjutan Usahatani Sayuran Dataran Tinggi di Provinsi Jawa Barat [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

(13)

Nurhapsa. 2013. Analisis Efisiensi Teknis dan Perilaku Petani Serta Pengaruhnya Terhadap Penerapan Varietas Unggul Pada Usahatani Kentang di Kabupaten Enkerang Provinsi Sulawesi Selatan [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nursan, M. Efisiensi dan Daya Saing

Usahatani Jagung Pada Lahan Kering dan Sawah di Kabupaten Sumbawa [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ohajianya, D.O, J.O. Otitolaiye, O.J. Saliu, S.J.

Ibitoye, U.C. Ibekwe, F.C. Anaeto, O.S. Ukwuteno and S.I. Audu. 2014. Technical Efficiency of Sweet Potato Farmers in Okene Lokal Government Area of Kogi State Nigeria, Asian Journal of Agricultural Extension, Economics dan Sociology vol. 3. No. 2. 108-117.

Okaye, B.C, C.E. Onyenweak and A.E. Agwu. 2008. Technical Efficienct of Small-Holder Cocoyam Farmers in Anambra State Nigeria:Implications for Agricultural Extension Policy, Journal of Agricultural Extension vol. 12. No. 1. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.

2013. Buletin Konsumsi Pangan No.2 Volume 4. Jakarta (ID):Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.

Situmorang, H. 2013. Tingkat Efisiensi Ekonomi dan Daya Saing Usahatani Jagung di Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara. [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Pr.

Unit Penilaian Teknis Balai Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan Kehutanan dan Ketahanan Pangan. 2014. Harga Ubi jalar ditingkat Produsen dan Konsumen. Unit Penilaian Teknis Balai Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan Kehutanan dan Ketahanan Pangan, Kecamatan Ampek Angkek.

(14)

Gambar

Tabel 1. Ketersediaan dan Kebutuhan Ubi Jalar Nasional 2009-2012
Tabel 3.  Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Komoditi Ubi Jalar di Sumatera Barat  Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012
Tabel 3.  Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Komoditi Ubi Jalar di Sumatera Barat  Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012 (lanjutan)
Tabel 4.  Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar per hektar dalam Satu Musim Tanam di  Kecamatan Ampek Angkek tahun 2014
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sinkronisasi adalah suatu pengendalian estrus yang dilakukan pada sekelompok ternak betina sehat dengan memanipulasi mekanisme hormonal, sehingga keserentakan estrus dan ovulasi

Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui apa saja upaya yang dilakukan oleh PSAA Al Khairiyah dalam memberikan pembinaan kepribadian dan kemandirian bagi

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah volume Kredit Pemilikan Rumah yang disalurkan oleh Bank Persero dalam periode bulanan dalam kurun waktu 5 tahun, yaitu pada

Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas, perlu dikaji secara mendalam bagaimana deskripsi faktor penyebab peserta didik tidak menguasai kompetensi dasar matematika SMP

Adapun judul Tugas Akhir ini adalah “APLIKASI SENSOR ULTRASONIK DAN RTC DENGAN MENGGUNAKAN MIKROKONTROLER ATMEGA8535 SEBAGAI ALAT BANTU TUNA NETRA”. Terimakasih penulis

Kecepatan arus hasil model dan pengukuran memiliki selisih nilai arus minimum yang sama, baik untuk kondisi pasang maupun surut (0,03 m/detik), namun model menunjukkan arus

untuk menyelesaikan soal, sehingga menuliskan berbegai jenis pecahan. 1) Nilai pembilang dijumlahkan dan nilai penyebut juga dijumlahkan. 2) Nilai penyebut dijumlahkan

Desa Prangat Baru juga memiliki beberapa lahan yang ditujukan untuk.. keperluan khusus, di antaranya adalah lahan pekarangan seluas delapan puluh