• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Riset dan Manajemen Satwa Liar 20

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Jurnal Riset dan Manajemen Satwa Liar 20"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH KEANEKARAGAMAN VEGETASI, JUMLAH STRATUM

DAN KEPADATAN SEMAK TERHADAP KEANEKARAGAMAN

JENIS BURUNG DI HUTAN PENDIDIKAN WANAGAMA I

Oleh:

Diani Santi Nuswantari

Intisari

Hutan Pendidikan Wanagama I merupakan hutan sekunder yangmempunyai struktur vegetasi beragam dan memiliki kondisi ekosistem yang baik. Keadaan seperti ini membuat Hutan Pendidikan Wanagama I menjadi tempat tinggal barbagai satwa salah satunya adalah burung. Struktur vegetasi seperti keanekaragaman vegetasi, jumlah stratum dan kepadatan semak pada umumnya mempunyai peran penting dalam distribusi dan kelimpahan jenis burung sehingga dapat mempengaruhi keanekaragaman jenis burung di Hutan Pendidikan Wanagama I. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh keanekaragaman vegetasi, jumlah stratum dan kepadatan semak terhadap keanekaragaman jenis burung di Hutan Pendidikan Wanagama I. Metode yang digunakan untuk mengambil data keanekaragaman jenis burung digunakan metode point count, keanekaragaman vegetasi dengan metode nested sampling, jumlah stratum dengan plotless sampling, dan kepadatan semak dengan plot

protocol sampling. Analisis keanekaragam jenis burung dan vegetasi menggunakan perhitungan indeks diversitas Shannon-Wiener. Sedangkan analisis regresi menggunakan program R statistik digunakan untuk menguji pengaruh keanekaragaman vegetasi, jumlah stratum, dan kepadatan semak terhadap keanekaragaman jenis burung. Keanekaragaman jenis burung di Hutan Pendidikan Wanagama tergolong sedang dengan nilai indeks diversitas sebesar 2,9295. Persamaan regresi yang diperoleh adalah Y=0,10944+0,29341x1+0,19945x2 dengan X1 adalah keanekaragaman sapihan dan X2 adalah kepadatan semak. Berdasarkan hasil analisis Keanekaragaman sapihan dan kepadatan semak mempunyai pengaruh yang signifikat terhadap keanekaragaman jenis burung di Hutan Pendidikan Wanagama I.

Kata kunci: Burung, Pengaruh, Keanekaragaman, Vegetasi, Startum, Semak, Hutan Wanagama I

PENDAHULUAN

Pada mulanya Hutan Pendidikan

Wnaagama I merupakan kawasan karst yang

cukup kritis sehingga hanya jenis-jenis

tertentu yang mampu beradaptasi di

kawasan tersebut. Kegiatan rehabilitasi lahan

yang dilakukan oleh Fakultas Kehutanan

UGM telah mampu membuat Hutan

Pendidikan Wanagama I sebagai hutan

sekunder yang memiliki beraneka ragam

jenis dan struktur vegetasi di dalamnya.

Keadaan ini tentu saja dapat memacu

bermacam-macam fauna untuk dapat hidup

di Hutan Pendidikan Wnagama I karena

kondisi ekosistemnya yang cukup baik.

Salah satu satwa yang dapat ditemukan di

Hutan Pendidikan Wanagama I adalah

(2)

2

yang ada maka burung-burung dapat mencari

makan baik berupa biji, serangga, ataupun

buah yang lebih bervariasi. Struktur vegetasi

dan konfigurasi habitat pada umumnya lebih

mempunyai peran penting dalam distribusi

dan kelimpahan jenis burung dibandingkan

dengan komposisi tanaman (Setyadi 1999).

Burung merupakan satwa liar yang

memiliki kemampuan hidup di hampir semua

tipe habitat sehingga burung mempunyai

mobilitas yang tinggi dan mampu

beradaptasi terhadap berbagai tipe habitat

yang luas (Welty 1982). Pada daerah yang

keanekaragaman jenis tumbuhannya tinggi

akan memiliki keanekaragaman jenis hewan

yang tinggi pula. (Ewusie, 1990). Struktur

vegetasi dan ketersediaan pakan pada habitat

merupakan faktor utama yang

mempengaruhi keanekaragaman jenis di

suatu habitat (Tortosa, 2000).

Keanekaragaman burung pada suatu tempat

berkolerasi dengan kondisi tempat yang

menjadi habitatnya. Tinggi, struktur, dan

kepadatan vegetasi sering berpengaruh pada

burung dalam menyediakan tempat

bertengger atau pelindungan dan membatasi

luas pandangan dan kemempuan untuk

berlari, terbang menangkap mangsa

(Sutherland dan Green, 2004). Dengan

keanekaragaman jenis dan struktur yang

bervariasi di Hutan Pendidikan Wanagama I

maka akan membua semakin beragam jenis

burung yang mampu hidup dan beradaptasi

di Hutan Pendidikan Wanagama I.

Kondisi stratifikasi tajuk di Hutan

Pendidikan Wanagama I cukup bervariasi.

Djuwantoko (2000) menyatakan bahwa pada

hutan yang mempunyai stratifikasi yang

kompleks akan mempunyai pengaruh yang

besar terhadap keanekaragaman jenis burung

jika dibandingkan dengan stratifikasi yang

sederhana.. Sehingga semakin

beranekaragam tajuk pada suatu habitat akan

semakin beragam pula jenis burung yang ada

di dalam habitat tersebut (MacArthur, 1961).

Selain itu kepadatan semak juga dapat

mempengaruhi keanekaragaman burung di

suatu tempat. Hal ini dikarenakan terdapat

beberapa jenis burung ada yang habitatnya

berada di semak dan di lantai hutan. Menurut

McKinnon dkk., (2010), terdapat jenis

burung dari suku Sylviidae dan Cuculidae

yang cenderung lebih menyukai habitat

hutan sekunder terbuka, menghuni padang

alang-alang, semak rendah, aktif di lantai

hutan dan puncak pohon untuk mencari

makan di tanah atau terbang jarak pendek

mengepak-ngepak di atas vegetasi.

Struktur vegetasi yang dapat

mempengaruhi keanekaragaman jenis burung

inilah yang melatarbelakangi pembuatan

penelitian ini untuk mengetahui bagaimana

pengaruh keanekaragaman vegetasi, jumlah

stratum, dan kepadatan semak terhadap

keanakeragaman jenis burung di Hutan

Pendidikan Wanagama I. Sehingga dengan

diketahui pengaruhnya maka dapat

(3)

3

pengelolaan burung di Hutan Pendidikan

Wnagama I.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan pada tanggal

22 November 2014 pukul 07.00-17.00 WIB

di Hutan Pendidikan Wanagama I, Gunung

Kidul, Yogyakarta. Bahan dan alat yang

digunakan yaitu jenis – jenis burung di Wanagama 1, binokuler, buku identifikasi

burung, peta Hutan Pendidikan Wanagama

I, protaktor, stopwatch, kamera, roll meter,

tallysheet, dan tongkat sepanjang 1 m. Data

yang diambil adalah keanekaragaman

vegetasi, jumlah stratum, dan kepadatan

semak sebagai variabel x dan

keanekaragaman jenis burung sebagai

variabel y.

Data keanekaragaman burung

diambil dengan teknik point count yang

mempunyai radius pengamatan sebesar 50

m, dan jarak tiap titik pengamatan adalah

200 m. Pengamatan burung dilakukan

selama 10 menit di setiap titik. Kemudian

burung yang melintas, terlihat atau terdengar

suaranya di radius 50 m di catat jumlah dan

jenisnya. Adapun asumsi-asumsi yang

dipakai sebagai landasan dalam metode ini

adalah (Bibby et al., 1992):

1. Burung tidak bergerak mendekati dan

menjauhi pengamat.

2. Burung dapat terdeteksi sepenuhnya

oleh pengamat.

3. Burung tidak melakukan pergerakan

selama penghitungan.

4. Perilaku burung terpisah satu dengan

lainnya.

5. Estimasi pengukuran jarak tepat.

6. Tidak ada kesalahan dalam

identifikasi.

7. Kegagalan dari asumsi diatas tidak

berkaitan dengan habitat atau unsur

rancangan penelitian.

(4)

4

Keanekaragaman jenis burung

dianalisis menggunakan Indeks Diversitas

Shannon-Wiener. Analisis dilakukan

menggunakan program excel ―biological statistic‖.

H : Index Shannon-Wiener

ni : Jumlah individu spesies i

N : Jumlah total Individu

Keanekaragaman vegetasi diambil

dengan metode nested sampling. Sampling

dibuat dengan cara membuat plot persegi

berukuran 1x1 m untuk perhitungan jumlah

dan jenis rumput, 2x2 m untuk perhitungan

jumlah dan jenis semai, 5x5 m untuk

perhitungan jumlah dan jenis sapihan, 10x10

m untuk jumlah dan jenis tiang, dan 20x20 m

untuk jumlah dan jenis pohon.

Keanekaragaman vegetasi dianalisis

menggunakan Indeks Diversitas

Shannon-Wiener dengan rumus:

H : Index Shannon-Wiener

ni : Jumlah individu spesies i

N : Jumlah total Individu

Gambar 3. Plot Nested Sampling

Data jumlah stratum diperoleh

menggunakan metode plotless sampling

dengan lingkaran dengan diameter 22,6 m

yang dibagi menjadi empat kuadran. Pada

masing-masing kuadran dilakukan pendataan

hanya satu pohon yang terdekat dengan pusat

titik kuadran pada tiap kriteria yang ada

(kriteria S —H)

Gambar 4. Desain plotless sampling

Pohon-pohon tersebut kemudian diukur

ketingian dan TBBC (tinggi batang bebas

cabang) untuk kemudian dikelompokkan

jenis stratumnya dan hitung jumlah stratum

yang terdapat pada tiap plot. Jenis startum

dikelompokan berdasarkan pembagian

stratum hutan menurut Indriyanto (2010),

(5)

5

a. Stratum A, lapisan tajuk yang

tingginya lebih dari 30 meter.

b. Stratum B,lapisan tajuk yang

tingginya antara 20-30 meter.

c. Stratum C, lapisan tajuk yang

tingginya antara 4-20 meter.

d. Stratum D, lapisan tajuk yang

tingginya 1-4 meter.

e. Stratum E, lapisan tajuk yang

tingginya 0-1 meter.

Untuk mengetahui kepadatan semak

maka digunakan plot berbentuk lingkaran

dengan jari-jari 11,3 m. Pengambilan data

dilakukan dengan merentangkan tongkat

dengan panjang 1 m sepanjang 22,6 m dari

arah utara ke selatan atau sebaliknya dan

arah timur ke barat atau sebaliknya. Dengan

tinggi tongkat dari permukaan tanah 1,5 m.

Data yang diambil yaitu jenis dan jumlah

semak yang terkena tongkat yang

direntangkan. Diameter tumbuhan yang

dicatat yaitu kurang dari sama dengan 3 cm.

Gambar 5. Desain Protocol Sampling

Shurb Density

Kepadatan semak dihitung dengan rumus :

Untuk mengetahui pengaruh

keanekaragaman vegetasi, jumlah stratum,

dan kepadatan semak terhadap

keanekaragaman jenis burung digunakan

software R-Statistic dengan metode analisis

linier model untuk data normal, dan

generalized linier model untuk data tidak

normal atau di transformasi.

DATA DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Hasil Pengamatan Burung

No Jenis

Jumlah Individu 1 Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides) 17 2 Bubud besar (Centropus sinensis) 3 3 Burung Hantu (Ketupa ketupu) 1 4 Cabe Jawa (Dicaeum trochileum) 7 5 Cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris) 14 6 Cekakak Sungai (Todirhanphus chloris) 11

(6)

6

7 Cinenen Kelabu (Orthotomus ruficeps) 12 8 Cipoh Kacat (Aegithina tiphia) 4 9 Cucak Kutilang (Pycnonotus aurigaster) 48 10 Elang Ular Bido (Spilornis cheela) 18

11 Kadalan kembang (Phaenicophaeus

javanicus) 3

12 Kehicap Ranting (Hypthymis azurea) 2 13 Kepudang Dada Merah (Oriolus cruentus) 1 14 Kerak Kerbau (Acridotheres javanicus) 1 15 Kipasan Ekor Merah (Rhipidura phoenicura) 3 16 Kirik-kirik Laut (Merops philippnus) 1 17 Layang-layang Batu (Hirundo tahticia) 7 18 Madu Belukar (Anthreptes singalensis) 2 19 Madu Sriganti (Nectarinia jugularis) 7 20 Meninting Besar (Enicurus leschenaultia) 1 21 Pelanduk Semak (Malacocinla sepiaria) 5 22 Perenjak Gunung 2

23 Perenjak Jawa 5

24 Sepah kecil 9

25 Sri Gunting Hitam (Pericrocotus

cinnamomeus) 2

26 Tekukur (Dicrurus macrocercus) 5

27 Walet Gunung 15

28 Walet Linchi (Spilopelia chinensis) 9 29 Wiwik Kelabu (Collocalia volcanorum) 9 30 Wiwik Lurik (Collacolia linchi) 1 31 Wiwik Uncuing (Cacomantis merulinus) 2

Jumlah 227

Di Hutan Pendidikan Wanagama I

ditemukan total jumlah burung sebanyak 227

ekor dengan total jumlah jenis sebanyak 31.

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan,

nilai indeks diversitas burung di Hutan

Pendidikan Wanagama I yang diperoleh

ialah 2,9295. Menurut Magurran (1988) bila

nilai indeks diversitas Shannon kurang dari

1,5 berarti nilai indeks keanekaragamannya

rendah, sedangkan nilai antara 1,5-3,5

menunjukkan nilai sedang dan >3,5

menunjukkan nilai tinggi. Berdasarkan

kriteria diatas dapat dikatakan Indek

diversitas burung di Wanagama tergolong

sedang. Keadaan Vegetasi di Hutan

Pendidikan Wanagama I yang rapat dan

cenderung baik sebagai habitat burung

seharusnya sangat memungkinkan untuk

mendapatkan nilai keanekaragaman burung

(7)

7

diperoleh masih dalam kategori sedang dapat

disebabkan karena keterbatasan peneliti

dalam pengambilan data juga karena

kerapatan vegetasi Hutan Pendidikan

Wanagama I yang bervariasi, sehingga pada

lokasi dengan kerapatan vegetasi yang

tinggi, keanekaragaman burung sulit

teridetifikasi dengan benar karena

keterbatasan pandangan peneliti yang banyak

tertutup tajuk vegetasi yang rapat.

Dari hasil yang diperoleh, ditemukan

berbagai macam jenis burung di Hutan

Pendidikan Wanagama I. Hal ini disebabkan

karena beragamnya karakter pada setiap

habitat di Wanagama, dari yang memiliki

kerapatan tinggi sampai rendah. Sebagian

jenis burung menggunakan berbagai tipe

hatiat sebagai sumber makan, tempat

reproduksi dan berlindung secara fisiologis.

Masing – masing petak di Wanagama memiliki keragaman jenis yang berbeda, hal

tersebut disebabkan oleh kondisi Wanagama

1 sebagai hutan sekunder yang memiliki

berbagai tipe habitat.

Tabel 2. Nilai Keanekaragaman Vegetasi di

Hutan Pendidikan Wanagama I

No. Jenis

Nilai keanekaragaman vegetasi baik

keanekaragaman rumput, semai, sapihan,

tiang dan pohon menunjukan nilai

keanekaragaman rendah karena berdada

dibawah nilai 1,5. Hal ini dapat disebabkan

walaupun banyak vegatasi dapat ditemukan,

tetapi di Hutan Pendidikan Wanagama I ada

beberapa jenis yang lebih sering ditemukan

dibanding jenis lainnya, contohnya adalah

pohon Jati, Mahoni, Akasia, dan beberapa

pohon Legum. Hal ini juga berkaitan dengan

penggunaan laha di Hutan Pendidikan

Wanagama I yang digunakan sebagai lahan

agroforestri dan untuk kepentingan

penelitian, sehingga terdapat jenis-jenis

tertentu yang sengaja ditanam sesuai dengan

kebutuhan penggunaan lahan.

Berdasarkan hasil analisis regresi

linear menggunakan program R-statistic,

indeks diversitas sapihan dan kepadatan

semak berpengaruh signifikan terhadap

keanekaragaman burung di Hutan

Pendidikan Wanagama 1. Sedangkan pada

jumlah startum pengaruhnya tidak signifikan.

Hasil analisis menunjukan adanya korelasi

positif dari keanekaragaman sapihan dan

kepadatan semak terhadap keanekaragaman

burung. Hal ini berarti bahwa semakin besar

keanekaragaman sapih atau kepadatan semak

maka akan semakin besar nilai

keanekaragaman burungnya.

Keanekaragaman sapihan

(8)

8

burung karena sifat burung yang suka

beraktivitas di daerah dengan tajuk terbuka.

Habitat yang mempunyai kanopi yang relatif

terbuka akan digunakan oleh banyak jenis

burung untuk melakukan aktivitasnya,

dibandingkan dengan habitat yang rapat dan

tertutup (Orians, 1969). Tajuk sapihan yang

belum terlalu rapat membuat susunan kanopi

di hutan menjadi lebih terbuka. Tinggi

sapihan merupakan ideal bagi aktivitas

burung karena tidak terlalu tinggi sehingga

burung tidak terlalu panas akibat sinar

matahari dan juga tidak terlalu dekat ke

permukaan tanah sehingga sulit dijangkau

oleh predatornya. Selain itu, kondisi hutan

dengan sapihan yang beraneka ragam juga

dapat menunjang pasokan pakan yang

bermacam-macam bagi burung.

Begipula dengan pengaruh positif

kepadatan semak terhadap keanekaragaman

Burung. Hal ini dikarenan semak-semak

dapat menyediakan pasokan pakan burung

khususnya burung pemakan serangga sebab

semakin padat semak, makin banyak

serangga yang ada di dalamnya, sehingga

makin banyak jenis burung yang tertarik

untuk mencari makan. Selain itu, semak

dapat menyediakan ranting-ranting kecil

untuk keperluan burung bersarang, sehingga

burung tertari untuk mengambil ranting kecil

disekitar semak.

Sedangakan jumlah statum tidak

berpengaruh signifikan dikarenakan

burung-burung yang diamati biasanya mendominasi

pada stratum tertentu dan tidak tersebar

merata pada semua tingkatan startum. Hali

ini diperkuat dengan hasil penelitian

Wisnubudi (2009) yang menyatakan bahwa

Sebagian besar individu jenis burung

menggunakan stratum V (pohon dibawah

tajuk dengan ketinggian 4,5—15 m) sebagai tempat melakukan aktivitasnya.

Gambar 6. Analisis Regresi Pengaruh Keanekaragaman Vegetasi, Jumlah Stratum dan

(9)

9

Berdasarkan analisis yang dilakukan, maka

didapatkan persamaan regresi sebagai

berikut: Y= 0,10944+0,29341x1+0,19945x2

dengan x1 = keanekaragaman sapihan dan x2

= kepadatan semak.

Gambar 7. Coplot Pengaruh keanekaragaman

sapihan terhadap keanekaragaman burung

Dari penggambaran grafik coplot

pengaruh keanekaragaman sapihan terhadap

keanekaragaman burung, keanekaragaman

jenis burung sensitif terhadap

keanekaragaman sapihan pada nilai indeks

keanekaragaman 0 — 0,58. Sedangkan dari penggambaran grafik coplot pengaruh

kepadatan semak terhadap keanekaragaman

burung, keanekaragaman jenis burung

sensitif pada nilai 0,6—0 ,9 .

Gambar 8. Coplot Pengaruh kepadatan

semak dan keanekaragaman burung

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dapat

disimpulkan bahwa keanekaragaman jenis

burung di Hutan Pendidikan Wanagama I

tergolong sedang yaitu memiliki indeks

diversitas 2,9295. Sedangkan variabel yang

signifikan memengaruhi keanekaragaman

burung di Hutan Pendidikan Wanagama I

adalah keanekaragaman sapihan dan

kepadatan semak.

SARAN

Penggunaan rumus selain

Shanon-wiener untuk mendapatkan indeks

keanekaragaman mungkin bisa

dikembangkan lagi untuk pengembangan

hasil keanekaragaman jenis. Selanjutnya,

dengan melihat kondisi Wanagama 1 yang

(10)

10

sedang, tapi masih perlu dilakukan perbaikan

habitat agar keanekargaman semakin

meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Bibby, C.J., Burgess, N.D., and Hill, D.A.

1992. Bird Census Techniques,

Brithis Trust for Ornithology and The

Royal Society for The Protection of

Bird. Academy Press Ltd.

Londondalam Sya’bani, B. 2000. Keanekaragaman Jenis Burung di

Sepanjang Sungai Oyo di Wanagama

I.

Djuwantoko.2000. Prespektif Ekosistem

Konservasi Satwa Liar di Hutan

Produksi dalamKaryadi. 2001.

Distribusi dan Kelimpahan Relatif

Jenis Burung Serta Pemanfaatan

Strata Tajuk di Hutan Musim Taman

Nasional Baluran Jawa Timur.

Laporan Penelitian Fakultas

Kehutanan Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta.

Ewusie, J. Y. 1990. Pengantar Ekologi

Tropis.ITB Press . Bandung

Indriyanto. 2010. Ekologi Hutan. Bumi

Aksara. Jakarta.

MacArthur, R.W. & J.W. Mac Arthur. 1961.

On bird species diversity. Ecology.

42:594-598.

MacKinnon, J., K. Phillipps., B. Van Balen.

2010. Burung-burung di Sumatera,

Jawa, Bali dan Kalimantan. Penerbit

Burung Indonesia. Bogor.

Maguran, A.E.. 1998. Ecologycal Diversity

and It’s Measurement. Princeton, NJ : Prinsenton University Pres.

Orians, G. H. 1969. The Number of Birds

Species in Some Tropical Forest.

Saunders College Pub. Japan.

Setyadi, T. 1999. Peranan Struktur Vegetasi

Terhadap Populasi Burung di Hutan

Wanagama I Kabupaten Gunung

Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta.

Skripsi Fakultas Kehutanan

Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta

Sutherland, W.J. & Green R.E. 2004. Bird

Ecology and Conservation: a

Handbook of Technique chapt. 11

Habitat Assessment. 11: p 258-259.

Oxford University Press. New York.

Tortosa, F.S. 2000. Habitat Selection by

Flocking Wintering Common Cranes

(Grus grus) at Los Pedroches Valley.

Spain. Etologia 8: 21-24.

Welty, J. C. 1982. The Life of Bird. Saunders

College Publishing. Philadelphia.

Wisnubudi, G. 2009. Penggunaan Strata

Vegetasi oleh Burung Kawasan

Wisata Taman Nasional Gunung

Halimun-Salak. VIS VITALIS, Vol.

Gambar

Gambar 3. Plot Nested Sampling
Gambar 5. Desain Protocol Sampling
Gambar 6. Analisis Regresi Pengaruh Keanekaragaman Vegetasi, Jumlah Stratum dan
Gambar 8. Coplot Pengaruh kepadatan

Referensi

Dokumen terkait

a) Baris kredit ( byline ) berisi, judul artikel, nama, alamat email, abstrak dan keyword. Berisi tentang argumen argumen mengapa penelitian itu penting

Globalisasi ekonomi, perdagangan bebas dunia, masyarakat ekonomi ASEAN (MEA), program tol laut, perubahan perilaku konsumen, menyebabkan penting bagi PT.PELINDO IV

Ditinjau dari perspektif manajerial, temuan penelitian ini dapat membantu para brand manager produk kopi instan sachet untuk memperhatikan peran penting dari kemasan baik

Struktur aktiva (Assets tangibility) merupakan perimbangan antara aset tetap dengan total aset yang dimiliki perusahaan. Pada umumnya kreditur akan lebih memilih

Dengan tidak mengecilkan peran sambungan untuk komponen-komponen struktur yang lainnya, SBK memiliki fungsi yang sangat penting, karena meka- nisme respons struktur

Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi struktur komunitas ikan karang, terutama parameter keanekaragaman, komposisi jenis, kepadatan individual dan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran karakteristik perusahaan dan struktur kepemilikan sebagai determinan struktur modal, kinerja keuangan, serta nilai