• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu fungsi pemerintah dalam menciptakan kestabilan ekonomi, sosial politik, hukum,

pertahanan dan keamanan; 2) fungsi alokasi, yaitu fungsi pemerintah sebagai penyedia barang publik, seperti pembangunan jalan raya, gedung sekolah,

penyediaan fasilitas penerangan dan telepon; 3) fungsi distribusi, yaitu fungsi pemerintah dalam pemerataan atau distribusi pendapatan masyarakat. Untuk

menjalankan fungsi pemerintah tersebut, tentu saja pemerintah membutuhkan

dana yang sangat besar yang bersumber dari penghasilan negara (Public Revenue). (Syafri Nurmantu, 2003).

Pajak merupakan salah satu sumber penghasilan negara. Safri Nurmantu

(2003) menyebutkan sumber penghasilan suatu negara antara lain kekayaan alam,

laba perusahaan negara, royalty, retribusi, bea, cukai, denda dan pajak. Pajak

dipungut oleh negara dari rakyat berdasarkan dengan perundang-undangan yang

berlaku.

Secara ekonomi, pajak dapat dikatakan sebagai pemindahan sumber daya

yang ada di sektor rumah tangga dan perusahaan (dunia usaha) ke sektor

pemerintah melalui mekanisme pemungutan tanpa wajib memberikan balas jasa

langsung (Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, 2004). Pemungutan pajak

suatu negara dalam ekonomi makro dapat dilihat melalui diagram aliran berputar

(2)

Dari diagram tersebut dijelaskan bahwa rumah tangga memperoleh

pendapatan dari pemerintah dan perusahaan, selanjutnya dari pendapatan tersebut

ada yang dipergunakan untuk membayar pajak kepada pemerintah. Begitu juga

dengan perusahaan yang menerima pendapatan dari aktifitas ekonominya yang

berasal dari pasar dalam negeri (pemerintah dan rumah tangga) maupun luar

negeri akan mengeluarkan pajak yang dibayarkan kepada pemerintah.

Gambar 1.1. Diagram Siklus Aliran Berputar (Circular Flow Diagram)

Sejak tahun 2000, struktur pendapatan negara dalam APBN terdiri dari

Penerimaan Dalam Negeri dan Hibah. Penerimaan Dalam Negeri sendiri terdiri

dua, yaitu Penerimaan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Struktur pendapatan negara dalam APBN secara rinci dapat kita lihat pada tabel

(3)

Tabel 1.1. Struktur pendapatan negara pada APBN

A. Pendapatan Negara dan Hibah

I. Penerimaan Dalam Negeri 1. Penerimaan Perpajakan a. Pajak Dalam Negeri

b. Pajak Perdagangan Internasional

i. Bea Masuk

ii. Pajak Ekspor 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak a. Penerimaan SDA

Penerimaan negara dari sektor perpajakan merupakan sumber utama

pendapatan negara dalam APBN. Keberadaannya ini menyebabkan sektor

perpajakan merupakan tumpuan utama dalam upaya memandirikan pembiayaan

belanja dalam APBN. Oleh karena itu, pertumbuhan positif dari sektor ini sangat

diharapkan dalam upaya negara mensejahterakan rakyatnya. Besarnya peranan

penerimaan pajak tersebut dapat dilihat melalui grafik perkembangan pendapatan

(4)

Gambar 1.2. Perkembangan Pendapatan dan Hibah Tahun 2001-2010

Dilihat dari komposisinya, penerimaan perpajakan merupakan penerimaan

terbesar dibandingkan dengan penerimaan BNPB dan hibah. Dari kurun waktu

2001 sampai dengan 2008 kontribusi rata-rata penerimaan perpajakan sebesar

20.81 persen, sedangkan PNPB sebesar 18.69 persen dan hibah sebesar 73.42

persen. Dari grafik tersebut juga dapat dilihat bahwa peran penerimaan pajak

terhadap pembiayaan anggaran pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini

meningkat cukup signifikan. Pada tahun 2001 penerimaan pajak mencapai Rp

185,5 triliun, tahun 2006 naik menjadi Rp 409,2 triliun, hingga pada tahun 2010

penerimaan pajak memberikan kontribusi sebesar Rp 742,7 triliun atau mengalami

pertumbuhan rata-rata 17,09 persen per tahun. Kontribusi penerimaan sektor

perpajakan yang semakin meningkat tersebut menunjukan bahwa pemerintah tetap

konsisten untuk mewujudkan kemandirian. Secara umum, faktor-faktor yang

(5)

pelaksanaan kebijakan perpajakan yang baik dan meningkatnya harga komoditi

pangan dan komoditi strategis (APBN dan Nota Keuangan 2001-2010).

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu jenis pajak yang ada

di Indonesia. Pajak yang bersifat tidak langsung ini dikenakan terhadap konsumsi

pada setiap tingkatan produksi atau distribusi. Meskipun pengenaan PPN

dilakukan terhadap nilai tambah yang terjadi dalam setiap tingkatan produksi

dan/atau distribusi barang atau jasa, namun beban atas pajak ini secara tidak

langsung ditanggung oleh konsumen akhir. (Untung Sukardji, 2006).

Sebelum PPN diberlakukan tahun 1984, di Indonesia diberlakukan

Undang-undang Pajak Penjualan (PPn) Tahun 1951 yang merupakan warisan

kolonial Belanda. Namun keberadaan Pajak Penjualan (PPn) ini dirasakan masih

memiliki beberapa kekurangan maka dilakukanlah reformasi perpajakan (tax reform) pada tahun 1984 dengan dikeluarkannya Undang-undang PPN yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang

dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (Wibowo, 2000). Adapun

beberapa kekurangan Pajak Penjualan (PPn) tersebut antara lain :

1. Mekanisme Pajak Penjualan (PPn) dalam pelaksanaannya menimbulkan

dampak pengenaan pajak berganda. Keadaan ini mendorong Wajib Pajak

untuk menghindar dari pengenaan pajak bahkan menyelundupkan pajak;

2. Sebagai akibat dari pengenaan pajak berganda, maka Pajak Penjualan

menjadi tidak netral baik terhadap perdagangan dalam negeri maupun

perdagangan internasional, karena tidak dapat dihitung dengan pasti baik

jumlah beban pajak yang dipikul oleh konsumen maupun beban pajak yang

(6)

3. Undang-undang Pajak Penjualan Tahun 1951 mengandung dualisme sistem

pemungutan pajak yaitu pengusaha tertentu diterapkan self assesssment system sedangkan untuk kelompok pengusaha lainnya digunakan official assessment system. Keadaan ini akan sulit dalam pengawasan pelaksanaannya;

4. Variasi tarif yang cukup banyak menimbulkan kesulitan dalam

pelaksanaannya sehingga cukup besar pengaruhnya pada tingkat kepatuhan

Wajib Pajak.

Undang-Undang PPN ini dalam perjalanannya mengalami beberapa

perubahan. Perubahan pertama adalah dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun

1994, perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994,

perubahan ketiga dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 dan terakhir

adalah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Semua

perubahan-perubahan yang dilakukan oleh pemerintah pada Undang-undang Perpajakan

memiliki arah dan tujuan sebagai berikut (Mardiasmo, 2006) :

1. Menuju kemandirian bangsa dalam pembiayaan negara dan pembiayaan

pembangunan yang sumber utamanya berasal dari penerimaan pajak;

2. Lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat dalam

berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan sesuai dengan

kemampuannya;

3. Menciptakan iklim perekonomian yang menunjang peningkatan penanaman

modal, mendorong ekspor, mendorong terciptanya lebih banyak lapangan

kerja baru, menunjang pengembangan usaha nasional terutama usaha kecil

(7)

4. Mengendalikan pola konsumsi yang tidak produktif pada masyarakat;

5. Pelaksanaan pemungutan pajak yang mudah dan sederhana sehingga dapat

mendorong kepatuhan Wajib Pajak; dan

6. Menunjang terciptanya aparat perpajakan yang makin mampu dan makin

bersih, peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak termasuk penyederhanaan

dan kemudahan prosedur dalam pemenuhan kewajiban perpajakan,

peningkatan pengawasan atas pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan

tersebut, termasuk peningkatan penegakan ketentuan hukum yang berlaku.

Didalam penerapan Undang-undang PPN, sebagaimana sektor perpajakan

secara umum yang memiliki fungsi regulatoir maka pemerintah terus melakukan perubahan kebijakan atau mengeluarkan kebijakan-kebijakan baru yang

dipandang perlu diterapkan dalam pemungutan PPN. Ketentuan-ketentuan tentang

objek dan subjek PPN, Pengusaha Kena Pajak, Dasar Pengenaan Pajak, tata cara

pemungutan dan pelaporan dan lainnya selalu disesuaikan dengan perkembangan

sosial ekonomi dan politik yang terjadi serta ketentuan yang berlaku.

Bebarapa kebijakan PPN yang dijadikan dasar hukum PPN antara lain

dikemukakan sebagai berikut (Untung Sukardji, 2009) :

1. Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan jasa

yang tidak dikenakan pajak.

2. Peraturan Pemerintah Nomo 146 Tahun 2000 jo Peraturan Pemerintah Nomor

38 Tahun 2003 tentang Impor dan atau Penyerahan Kena Pajak Tertentu dan

atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan

(8)

3. Peraturan Pemerintah No.12 Tahun 2001 jis Peraturan Pemerintah Nomor 43

tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2003 tentang

Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai Yang Dibebaskan Atas Impor dan/atau

Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2003 tentang Perlakukan PPN dan

PPnBM di Kawasan Berikat Industri Pulau Batam, sebagaimana telah diubah

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2005.

Penerimaan perpajakan dari PPN selalu mengalami perkembangan yang

signifikan semenjak diperkenalkan. Perkembangan penerimaan PPN di Indonesia

dalam kurun waktu tahun 2001-2010 dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 1.3. Perkembangan penerimaan PPN di Indonesia tahun 2001-2010

Grafik di atas menunjukkan bahwa penerimaan PPN di Indonesia dari

tahun 2001 sampai dengan 2010 mengalami peningkatan. Penerimaan PPN tahun

2001 sebesar Rp. 55.957,0 milyar terus mengalami peningkatan hingga sebesar

Rp. 269.502,0 milyar pada tahun 2010. Pertumbuhan rata-rata yang dicapai dalam

kurun waktu tersebut sebesar 19,31 persen. Pertumbuhan yang paling tinggi

(9)

PPN periode 2001 sampai dengan 2010 ini tidak terlepas dengan baiknya

pertumbuhan ekonomi Indonesia pasca kriris. Setelah terjadinya krisis moneter

tahun 1997, pemulihan ekonomi mulai mengalami kemajuan pada tahun 2000.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2000-2007 kembali naik yaitu sebesar

3,83 sampai 6,35 persen dengan rata-rata pertumbuhan pada perode tersebut

sekitar 5,04 persen. Pada tahuan 2008 perekonomian dunia diguncangkan dengan

adanya krisis global, namun adanya krisis global ini ternyata tidak terlalu

berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi

Indonesia tidak mengalami penurunan yang cuku berarti seperti saat periode krisis

ekonomi, pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 6,01 persen,

turun 0,33 persen dibandingkan pertumbuhan pada tahun 2007. Dampak krisis

global tersebut justru baru dirasakan pada tahun 2009, namun pada tahun 2010

kondisi perekonomian Indonesia kembali menunjukkan kondisi yang baik dengan

pertumbuhan ekonomi sebesar 6,01 persen (Eka Nurdiyanto, 2012).

Sebagai pajak atas konsumsi, PPN sangat bergantung terhadap kondisi

perekonomian secara umum. Dalam perekonomian yang berlangsung baik dan

stabil, PPN secara normal dapat berkembang positif. Sebaliknya dalam

perekonomian yang dilanda krisis, penerimaan PPN dapat saja berkembang

negatif. Indikator-indikator ekonomi makro seperti Produk Domestik Bruto

(PDB), ekspor, inflasi, suku bunga dan tingkat konsumsi serta penyaluran kredit

investasi dan kredit konsumsi sangat mungkin memiliki pengaruh terhadap

(10)

PDB dapat diartikan sebagi agregat dari pendapatan atau imbal jasa yang

diperoleh penduduk suatu negara tertentu atas faktor-faktor produksi yang mereka

miliki yang berasal dari negara tersebut. Dari definisi ini dapat diketahui bahwa

PDB merupakan gambaran umum perekonomian suatu negara tertentu. PDB

negara Indonesia selalu mengalami pertumbuhan setiap tahunnya. Di Tahun 2001

jumlah PDB Indonesia sebesar Rp. 1.646.322,00 milyar dan di tahun 2010

meningkat menjadi sebesar Rp. 6.422.900,00 milyar. Pertumbuhan PDB tentunya

mengarah kepada pertumbuhan pendapatan masyarakat seiring dengan

berkembangnya perekonomian. Tumbuhnya pendapatan masyarakat selalu dapat

dikaitkan dengan pertumbuhan tingkat konsumsi (Nurhayati dan Rachman, 2003).

Dengan demikian, adanya pertumbuhan PDB dimungkinkan mempengaruhi

penerimaan PPN yang merupakan pajak atas konsumsi.

Inflasi merupakan kenaikan tingkat harga agregat dalam sebuah

perekonomian, dengan adanya inflasi berarti terjadi kenaikan harga secara umum

di pasar. Rata-rata tingkat inflasi yang terjadi di Indonesia per tahun dalam kurun

waktu tahun 2001 sampai dengan tahun 2010 sebesar 8,12 persen, dimana tingkat

inflasi tertinggi terjadi pada tahun 2005 sebesar 17,11 persen (Badan Pusat Statistik). Dengan adanya tingkat inflasi yang diharapkan maka secara umum harga-harga komoditas yang secara umum merupakan barang kena pajak dan

berbagai kegiatan jasa yang merupakan jasa kena pajak juga akan mengalami

kenaikan. Hal ini akan mengakibatkan tingkat permintaan agregat dari

perdagangan akan mengalami penurunan. Masyarakat akan lebih memilih

menghemat dan mengurangi pengeluaran konsumsi. Bila

(11)

perdagangan komoditi akan menurun atau lesu sehingga penerimaan PPN

diperkirakan juga akan menurun (Saepudin, 2008). Namun yang terjadi ternyata

tingkat konsumsi dari tahun 2001 hingga tahun 2010 terus mengalami kenaikan

dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 15,7 persen (Bank Indonesia).

Fluktuasi tingkat bunga memiliki hubungan yang erat dengan perilaku

investasi dan konsumsi masyarakat. Kegiatan investasi masyarakat besar kecilnya

dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tingkat bunga dalam hubungan yang negatif,

dalam arti bahwa rendahnya tingkat bunga akan mengakibatkan meningkatnya

kegiatan investasi masyarakat (Mochamad Faza Rifai, 2007). Masyarakat akan

memanfaatkan rendahnya tingkat bunga untuk menambah investasi usaha mereka

yang tercermin dari realisasi kredit investasi. Dengan meningkatnya investasi

akan semakin mendorong peningkatan produksi barang dan jasa untuk dikonsumsi

masyarakat. Dari tahun 2001 hingga tahun 2010, realiasi kredit investasi yang

telah disalurkan oleh bank umum selalu mengalami kenaikan dengan

pertumbuhan rata-rata sebesar 19,2 persen, dari nilai realiasi sebesar Rp. 73.466,0

milyar pada tahun 2001 meningkat menjadi sebesar Rp. 347.627,0 milyar pada

tahun 2010 (Bank Indonesia).

Begitu juga dengan kegiatan konsumsi masyarakat yang besar kecilnya

juga dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tingkat bunga dalam hubungan yang

negatif (Muhammad Yusuf, 2009). Masyarakat akan memanfaatkan rendahnya

tingkat bunga untuk menambah kredit konsumsi yang dipergunakan dalam

membeli barang dan jasa. Kredit konsumsi merupakan alternatif yang banyak

digunakan oleh masyarakat untuk dapat memiliki barang atau menikmati jasa

(12)

mencerminkan banyaknya barang atau jasa yang dibeli masyarakat. Dan keadaan

seperti ini memungkinkan memberi pengaruh pada penerimaan PPN itu sendiri.

Untuk realisasi kredit konsumsi yang telah disalurkan oleh bank umum

menunjukkaan angka yang lebih besar dibandingkan dengan kredit investasi.

Realisasi kredit konsumsi pada tahun 2001 sebesar Rp. 58.435,00 milyar

meningkat menjadi Rp. 550.921,0 milyar pada tahun 2010 dengan rata-rata

pertumbuhan sebesar 28,71 persen (Bank Indonesia).

Selain berfungsi sebagai sumber dana bagi pemerintah (budgetair), pajak

juga memiliki fungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan

kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi (regulerend). Salah

satu kebijakan yang dilakukan pemerintah adalah menetapkan tarif PPN atas

ekspor BKP sebesar 0% (Untung Sukardji, 2006). Tujuan pemerintah melakukan

hal tersebut adalah untuk mendorong pertumbuhan ekspor di dalam negeri.

Penetapan tarif PPN 0% bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN, tetapi

Pajak Masukan yang telah dibayar oleh ekportir dari pembelian BKP yang

diekpsor tersebut dapat dikreditkan.

Pemberlakuan peraturan ini tentu saja tidak merugikan pengusaha atau

eksportir. Karena walaupun tidak memungut PPN atas kegiatan ekspor BKP

yang dilakukan dikarenakan tarif 0%, namun semua Pajak Masukan atas

pembelian BKP atau bahan baku BKP yang dipungut pihak lain dapat

dikreditkan dan seterusnya dapat direstitusi (diminta kembali) oleh pengusaha

atau ekportir yang bersangkutan. Tetapi hal ini bisa berdampak pada penerimaan

negara dikarenakan potensi penerimaan PPN dari transaksi penjualan BKP untuk

(13)

BKP dapat menyebabkan semakin banyak potensi PPN yang hilang. Secara

umum realiasi ekspor menunjukkan kenaikan dari tahun 2001 sebesar 642.594,0

milyar menjadi sebesar Rp. 1.580.817,8 milyar pada tahun 2010, hanya pada

tahun 2002 dan 2009 saja realiasi ekspor mengalami penurunan dibanding tahun

tahun sebelumnya (Badan Pusat Statistik).

Dalam meningkatkan penerimaan pajak. Pemerintah dalam hal ini

Direktorat Jenderal Pajak terus melakukan kegiatan ekstensifikasi. Salah satu

upaya ekstensifikasi tersebut adalah meningkatkan jumlah Pengusaha Kena Pajak.

Dengan bertambahnya jumlah Pengusaha Kena Pajak maka akan meningkatkan

penerimaan pajak. Namun saat ini ini masih banyak Wajib Pajak yang menurut

ketentuan undang-undang perpajakan sudah wajib terdaftar/dikukuhkan sebagai

Pengusaha Kena Pajak namun belum mau mendaftar diri secara sukarela. Sampai

dengan tahun 2010, jumlah Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai

Pengusaha Kena Pajak baru berjumlah 728.488 PKP. Selain itu juga, untuk dapat

meningkatkan penerimaan pajak maka pihak fiskus juga harus berupaya untuk

bisa meningkatkan tingkat kepatuhan masyarakat Pengusaha Kena Pajak yang

telah terdaftar dalam membayar pajak. Dari jumlah Pengusaha Kena Pajak yang

ada sebanyak 46 persen saja yang melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT),

sedangkan sebanyak 54 persen tidak melaporkan SPT (Direktorat Jenderal Pajak).

Dengan semakin besarnya peranan pajak sebagai sumber pendapatan

negara yang paling besar menjadikan pentingnya kajian-kajian terhadap berbagai

faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Khususnya terhadap penerimaan PPN

yang secara umum dapat dipengaruhi oleh indikator-indikator ekonomi makro

(14)

pajak setiap tahunnya dapat tercapai. Sebagaimana kita tahu bahwa target

penerimaan pajak semakin besar dari tahun ke tahun, sehingga pemerintah dalam

hal ini Direktorat Jenderal Pajak harus terus berupaya mencari solusi dan

terobosan baru dalam meningkatkan penerimaan pajak.

Atas dasar itulah, maka penulis tertarik untuk membahas masalah ini

menjadi sebuah penelitian yang diberi judul "Analisis Faktor-faktor Yang

Mempengaruhi Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka ada rumusan

masalah yang dapat diambil sebagai kajian dalam penelitian yang akan dilakukan.

Hal ini untuk mempermudah dalam penulisan tesis ini. Selain itu, rumusan ini

diperlukan sebagai cara untuk mengambil keputusan pada akhir penulisan tesis,

antara lain :

1. Apakah jumlah Pengusaha Kena Pajak berpengaruh terhadap

penerimaan PPN di Indonesia?

2. Apakah Produk Domestik Bruto berpengaruh terhadap penerimaan

PPN di Indonesia?

3. Apakah ekspor berpengaruh terhadap penerimaan PPN di Indonesia?

4. Apakah inflasi berpengaruh terhadap penerimaan PPN di Indonesia?

5. Apakah tingkat suku bunga berpengaruh terhadap penerimaan PPN di

Indonesia?

6. Apakah pengeluaran konsumsi berpengaruh terhadap penerimaan PPN

(15)

7. Apakah kredit investasi berpengaruh terhadap penerimaan PPN di

Indonesia?

8. Apakah kredit konsumsi berpengaruh terhadap penerimaan PPN di

Indonesia?

9. Apakah inflasi berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi di

Indonesia?

10. Apakah tingkat suku bunga berpengaruh terhadap kredit investasi di

Indonesia?

11. Apakah tingkat suku bunga berpengaruh terhadap kredit konsumsi di

Indonesia?

12. Bagaimana pengaruh inflasi secara langsung, tidak langsung, dan

pengaruh total terhadap penerimaan PPN melalui pengeluaran

konsumsi?

13. Bagaimana pengaruh tingkat suku bunga secara langsung, tidak

langsung, dan pengaruh total terhadap penerimaan PPN melalui kredit

investasi?

14. Bagaimana pengaruh tingkat suku bunga secara pengaruh secara

langsung, tidak langsung, dan pengaruh total terhadap penerimaan

(16)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan penelitian ini

adalah :

1. Untuk menganalisis pengaruh jumlah Pengusaha Kena Pajak terhadap

penerimaan PPN di Indonesia.

2. Untuk menganalisis pengaruh Produk Domestik Bruto terhadap

penerimaan PPN di Indonesia.

3. Untuk menganalisis pengaruh ekspor terhadap penerimaan PPN di

Indonesia.

4. Untuk menganalisis pengaruh inflasi terhadap penerimaan PPN di

Indonesia.

5. Untuk menganalisis pengaruh tingkat suku bunga terhadap

penerimaan PPN di Indonesia.

6. Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran konsumsi berpengaruh

terhadap penerimaan PPN di Indonesia?

7. Untuk menganalisis pengaruh kredit investasi berpengaruh terhadap

penerimaan PPN di Indonesia?

8. Untuk menganalisis pengaruh kredit konsumsi berpengaruh terhadap

penerimaan PPN di Indonesia?

9. Untuk menganalisis pengaruh inflasi berpengaruh terhadap

pengeluaran konsumsi di Indonesia?

10. Untuk menganalisis pengaruh tingkat suku bunga berpengaruh

(17)

11. Untuk menganalisis pengaruh tingkat suku bunga berpengaruh

terhadap kredit konsumsi di Indonesia?

12. Untuk menganalisis pengaruh inflasi secara langsung, tidak langsung,

dan total pengaruh terhadap penerimaan PPN melalui pengeluaran

konsumsi?

13. Untuk mengetahui pengaruh tingkat suku bunga secara langsung,

tidak langsung, dan total pengaruh terhadap penerimaan PPN melalui

kredit investasi?

14. Untuk mengetahui pengaruh tingkat suku bunga secara langsung,

tidak langsung, dan total pengaruh terhadap penerimaan PPN melalui

kredit konsumsi?

1.4.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam hal ini Direktorat

Jenderal Pajak mengenai pengaruh jumlah Pengusaha Kena Pajak,

Produk Domestik Bruto, ekspor, inflasi, tingkat suku bunga,

pengeluaran konsumsi, kredit investasi dan kredit konsumsi terhadap

penerimaan PPN di Indonesia.

2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam hal ini Direktorat

Jenderal Pajak mengenai pengaruh inflasi terhadap penerimaan PPN

di Indonesia melalui pengeluaran konsumsi.

3. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam hal ini Direktorat

(18)

penerimaan PPN di Indonesia melalui kredit investasi dan kredit

konsumsi.

4. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam hal ini Direktorat

Jenderal Pajak dalam meningkatkan penerimaan PPN sebagai sumber

Gambar

Gambar 1.1. Diagram Siklus Aliran Berputar (Circular Flow Diagram)
Tabel 1.1. Struktur pendapatan negara pada APBN
Gambar 1.2. Perkembangan Pendapatan dan Hibah Tahun 2001-2010
Gambar 1.3. Perkembangan penerimaan PPN di Indonesia tahun 2001-2010

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan : Terdapat hubungan yang signifikan pergaulan teman sebaya dengan perilaku minuman keras pada remaja di Dusun Padan Keji Muntilan Magelang Jawa

Apabila harga transaksi dalam suatu pasar yang tidak aktif berbeda dengan nilai wajar instrumen sejenis pada transaksi pasar terkini yang dapat diobservasi atau

Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan

Setiap siswa dapat mengikuti proses belajar-mengajar di dalam kelas secara baik bila mahasiswa tersebut mempunyai motivasi belajar yan tinggi.Motivasi untuk belajar merupakan

Pengawasan merupakan suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan tujuan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan

Berpikir kritis dalam keperawatan adalah suatu cara bagaimana perawat menggunakan informasi sebagai pertimbangan, membuat kesimpulan, dan membentuk gambaran

Entitas Anak dapat memulihkan biaya operasional tersebut sebesar 65% per tahun dari produksi minyak mentah yang tidak digunakan untuk operasional.. This account is an operating

Kebudayaan fisik itu membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang semakin menjauhkan manusia dari lingkungan aslinya sehingga mempengaruhi pula pola-pola