EPILOGUE
“
Cerita yang Tidak Pernah Berakhir
”
Terdapat banyak masalah
–
masalah yang sering terjadi pada kawasan muka
sungai di kota Medan, beberapa diantaranya yaitu : sungai sering dijadikan sebagai
tempat pembuangan dari berbagai limbah perumahan, kurangnya kepatuhan hukum yang
mengikat pada daerah tersebut hingga terdapat banyak perumahan yang melanggar garis
sempadan sungai. Menurut orang - orang yang tinggal di sekitar kawasan muka sungai,
mereka merasa bahwa tinggal di samping sungai merupakan tuntutan hidup dari
masyarakat sekitar dikarenakan tekanan akan kebutuhan ekonomi yang tinggi di kota
Medan dan masyarakat di sekitar kawasan sungai juga tidak mengetahui peraturan
–
peraturan yang berlaku pada kawasan muka sungai sehingga masyarakat di kawasan
sungai sering tidak menganggap bahwa sungai tersebut merupakan bagian dari
lingkungan mereka sendiri. Menurut pemikiran dari penulis setelah melakukan survey,
penulis merasa bahwa hal ini terjadi karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah
terhadap kawasan muka sungai dan pentingnya peran sungai itu sendiri pada masa
dulunya sebagai jalur transportasi yang mengembangkan kota Medan.
Dan untuk menanggapi masalah
–
masalah yang sering terjadi di kota Medan,
kelompok Perancangan Arsitektur 6 Jurusan Arsitektur USU merasa harus turut
memberikan kontribusi untuk membantu menyelesaikan masalah
–
masalah mengenai
kawasan muka sungai Deli ini. Dosen koordinator Perancangan Arsitektur USU
kemudian membagi kasus ini dalam 5 kelompok, dimana masing
–
masing kelompok
akan menanggapi daerah yang berbeda namun dengan kasus yang hampir sama, yaitu
Riverfront. Riverfront (kawasan tepi sungai) merupakan suatu kawasan atau daerah yang
terletak di pinggiran sungai, dan biasanya pada kota
–
kota yang terkemuka
riverfront
taraf hidup manusia dan menjadi sebuah
trademark ataupun
icon dari kota tersebut.
Dalam kasus proyek Perancangan Arsitektur 6, telah dibahas mengenai daerah dari
sebuah kawasan tepi sungai (Riverfront) yang terlantar, dimana pada masa kini akan
dirancang serta dapat diaktifkan kembali menjadi salah satu generator aktivitas di sekitar
wilayah tersebut dan ditambah dengan perancangan bangunan komersil yang memiliki
fungsi campuran (mixed used) dengan tema dari kelompok penulis yaitu urban lifestyle.
Kasus yang akan diangkat oleh penulis yaitu revitalisasi kawasan muka Sungai Deli yang
terletak di Jl. Guru Patimpus dan Jl. Tembakau Deli. Dalam kasusu ini, peran dari penulis
untuk mengartikan kalimat dari
Riverfront Architecture
sangatlah penting dalam
menjadikan kawasan tepian sungai yang kumuh dan tidak tertata menjadi sebuah area
publik yang membuat masyarakat di kawasan muka Sungai Deli menganggap bahwa
sungai tersebut merupakan bagian dari lingkungan mereka sendiri, sehingga tidak akan
ada beban ataupun masalah dalam menjaga dan melestraikan kawasan muka sungai
tersebut. Diharapkan pada kemudian hari, masyarakat pada daerah tersebut juga dapat
turut memberikan kontribusi terhadap kawasan dan bangunan yang akan dirancang.
Sungai Deli sendiri merupakan sungai yang sangat penting dalam pembentukan kota
Medan dimana semua ini bermula dari letak kampung Medan Putri yang berlokasi di
pertemuan Sungai Deli dan Babura, hingga terbentuknya cikal bakal kota Medan yang
tidak luput dari Sungai Deli sebagai jalur transportasi air pada masa itu dan peran dari
sungai Deli yang mendatangkan beberapa suksesor kota Medan seperti Jacobus Nienhuys,
Van Der Falk, dan Elliot. Dengan sungai Deli yang pada masa dulunya berperan sebagai
jalur transportasi air membuat kota Medan menjadi maju dan berkembang hingga
pesatnya pertumbuhan ekonomi ini dapat dilihat pada gaya arsitektur bangunan yang
berada di kawasan tersebut. Dengan melakukan analisa khusus terhadap gaya arsitektur
pendekatan terhadap arsitektur kontekstual, dimana penulis berusaha untuk dapat
menjembatani atau mengharmonisasikan hubungan bangunan yang berada pada kawasan
di sekitar site agar tidak terciptanya unsur kontras. Bangunan yang dimaksud yaitu
bangunan Podomoro Deli Grand City dan bangunan bersejarah yaitu Deli Maatschappij
yang didirikan oleh Jacobus Nienhuys. Dengan adanya bangunan Deli Maatschappij yang
pada masa dulunya adalah sebuah perkampungan kecil yang bernama Kampoeng Medan
Putri yang dapat maju dan berkembang menjadi kota Medan dikarenakan kantor tersebut
berpindah dari Labuhan Deli ke Jl. Tembakau Deli. Hal ini secara tidak langsung juga
memindahkan ibukota yang pada masa dulunya berada di Labuhan Deli menjadi
Kampoeng Medan Putri. Pesatnya pertumbuhan ekonomi yang diakibatkan oleh Jacobus
Nienhuys pernah mengakibatkan kota Medan dijuluki sebagai Het Dollar land (tanah
uang) yang kemudian memunculkan gaya arsitektur yang mewakili puncak ekonomi
tersebut yaitu gaya arsitektur Art Deco. Art Deco sendiri memiliki pengertian yaitu gaya
arsitektur yang terkenal pada era 30
–
an dimana pada masa tersebut orang ingin
melupakan kejadian
–
kejadian akibat dari perang dunia pertama sehingga memunculkan
gaya arsitektur yang bersifat modern dengan mengadopsi unsur
–
unsur modern seperti,
zigzag, kubisme, streamline modern, dan pengulangan terhadap pola
–
pola yang sama.
Dengan pendekatan terhadap gaya arsitektur Art Deco membuat penulis memiliki
konsep perancangan untuk merancang sebuah area terbuka publik yang luas dan hijau
dengan konsep
Art Deco
yang dipadukan dengan tema kelompok dari penulis yaitu
Urban Lifestyle, dimana
lifestyle kota Medan saat ini sangat terkenal dengan wisata
kulinernya, sehingga harapan penulis adalah membuat sebuah generator aktivitas yang
mendekatkan manusia dengan Sungai Deli serta menghubungkan bangunan Podomoro
dengan Deli Maatschaappij yang pada masa ini dikenal sebagai PTP IX agar dapat
Dikarenakan kurangnya area terbuka publik di kota Medan, penulis berupaya untuk
menjadikan kawasan tersebut menjadi salah satu paru
–
paru kota di kota Medan. Ide
–
ide dari penulis kemudian dituangkan dalam rancangan desain digambar dan kemudian
diasistensikan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Dengan mendengarkan masukan
–
masukan dari berbagai kalangan membuat desain penulis ini mendekati kesempurnaan.
Fungsi bangunan yang akan dirancang oleh penulis adalah bangunan hotel dan mall,
dengan hotel yang ditujukan untuk bisnis dikarenakan lokasi yang dirancang ini kurang
memiliki hotel yang memadai sehingga harapan dari penulis adalah mengisi kekurangan
dari hotel yang ada pada kawasan di sekitar site.
Setelah penulis menuangkan konsep perancanganya dalam gambar, penulis
kemudian harus mengalami dua kali sistem pengujian yang biasa disebut sebagai preview
guna mengetahui kekurangan dan kelebihan dalam desain yang dirancang oleh penulis.
Pada preview 1, focus permasalahan lebih ditujukan pada perancangan skematik sehingga
masukan
–
masukan yang diberikan dari penguji memberikan ide
–
ide dan inovasi baru
untuk penulis dalam menyempurnakan desainnya. Masukan dari penguji seperti
kurangnya kedetailan terhadap gaya arsitektur
Art Deco
pada bangunan yang dirancang
penulis membuat penulis harus melakukan upaya untuk menegaskan konsep
perancanganya untuk ditunjukkan lagi pada
preview berikutnya. Beranjak dari masukan
tersebut setelah
preview 1, penulis kemudian memfokuskan desainnya dalam konsep
perancangan gaya arsitektur
Art Deco, diikuti dengan sistem konstruksi dan sistem
struktur pada bangunan. Setelah semua selesai diperhitungkan dan dirancang, penulis
akan kembali mengalami pengujian atau
preview 2 dengan jeda dari
preview 1 sekitar
satu hingga dua bulan. Masukan dari penguji
–
penguji kali ini lebih mengenai tampak
dari bangunan dan tapak pada bagian bangunan seperti kurangnya efisiensi atau fungsi
penulis, sebagai daerah yang komersil. Kemudian, ketegasan terhadap tema dari Art Deco
sendiri kurang terlihat pada maket bangunan yang dikarenakan maket bangunan yang
dirancang penulis ini memiliki budget yang terbatas yaitu dibawah seratus ribu rupiah
sesuai dengan peraturan yang diberikan oleh dosen koordinator Perancangan Arsitektur 6
sehingga harapan dari penulis kedepannya yaitu memperbaiki maket studi menjadi lebih
terlihat suasana
Art Deco-nya dan memperjelas detail dari tampak bangunan tersebut.
Terdapat pula masukan positif dari penguji yaitu gaya arsitektur
Art Deco dengan
ketegasan akan garis vertical dan pengulangan terhadap beberapa pola serta unsur zig zag
sudah terlihat dan diterapkan pada bangunan serta atap dari menara pada bangunan yang
dirancang merupakan perwujudan menyerupai kepala kapal yang sangat populer pada
bangunan Art Deco sehingga hal
–
hal tersebut memiliki nilai plus tersendiri oleh penulis
terhadap proyek yang dirancangnya.
Akhir kata, penulis berharap dengan dibangunnya atau direalisasikannya proyek
beserta dengan generator aktivitas promenade yang telah diterapkan oleh negara
–
negara
tetangga juga dapat turut diterapkan pada kota Medan dikarenakan menurut penulis
apabila tidak sekarang dimulai kapan lagi kawasan muka sungai di kota Medan akan
dimanfaatkan sebagai bagian dari masyarakat dan kalau bukan ide dan masukan
–
masukan dari pembimbing, penguji, dan penulis untuk memulai merancang hal tersebut,
siapa lagi yang akan memulai merancang konsep ini agar masyarakat yang berada
dikawasan muka Sungai Deli ini dapat menjaga dan melestarikan kawasan muka Sungai
Deli menjadi bagian dari lingkungan mereka sendiri dan menyadari pentingnya peran dari
Sungai Deli sendiri sebagai jalur transportasi yang pada masa dulunya membuat
perkampungan kecil bernama Kampung Medan Putri ini dapat berubah menjadi kota
Penulis juga memohon maaf sebesar
–
besarnya bila ada kesalahan atau
kekeliruan dan sangat berterima kasih kepada dosen pembimbing, arsitek profesional dan
penguji yang telah sabar dalam membagikan pengalaman
–
pengalaman dan pengetahuan
yang sangat berarti untuk penulis dalam menyempurnakan proyek yang dirancang oleh
penulis. Perancangan Arsitektur 6 yang telah selesai bukan merupakan akhir dari
perancangan, melainkan awal dari babak baru bagi penulis dalam mempelajari dunia
arsitektur yang lebih luas, dimana dunia tersebut tidak pernah akan ada kata akhirnya
LAMPIRAN
Aspek
–
aspek yang berpengaruh pada konteks Sungai Deli menurut pandangan
penulis, hingga gaya arsitektur Art Deco.
TAHUN
KEGIATAN
SEJARAH
FOTO
1 -07- 1509 Berdirinya kota Medan Pada mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah Guru Patimpus merga Sembiring Pelawi, lokasinya terletak di Tanah Deli, maka sejak zaman penjajahan orang selalu merangkaikan Medan dengan Deli (Medan–Deli). Setelah zaman kemerdekaan lama kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur lenyap sehingga akhirnya kurang popular. Dahulu orang menamakan Tanah Deli mulai dari Sungai Ular (Deli Serdang) sampai ke Sungai Wampu di Langkat sedangkan Kesultanan Deli yang berkuasa pada waktu itu wilayah kekuasaannya tidak mencakup daerah di antara kedua sungai tersebut. Secara keseluruhan jenis tanah di wilayah Deli terdiri dari tanah liat, tanah pasir, tanah campuran, tanah hitam, tanah coklat dan tanah merah. Hal ini merupakan penelitian dari Van Hissink tahun 1900 yang dilanjutkan oleh penelitian Vriens tahun 1910 bahwa di samping jenis tanah seperti tadi ada lagi ditemui jenis tanah liat yang spesifik. Tanah liat inilah pada waktu penjajahan Belanda ditempat yang bernama Bakaran Batu (sekarang Medan Tenggara atau Menteng) orang membakar batu bata yang berkwalitas tinggi dan salah satu pabrik batu bata pada zaman itu adalah Deli Klei. Mengenai curah hujan di Tanah Deli digolongkan dua macam yakni : Maksima Utama dan Maksima Tambahan. Maksima Utama terjadi pada bulan-bulan Oktober s/d bulan Desember sedang Maksima Tambahan antara bulan Januari s/d September. Secara rinci curah hujan di Medan rata-rata 2000 pertahun dengan intensitas rata-rata 4,4 mm/jam. Menurut Volker pada tahun 1860 Medan masih merupakan hutan rimba dan di sana sini terutama dimuara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman penduduk yang berasal dari Karo dan semenanjung Malaya. Pada tahun 1863 orang-orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang sempat menjadi primadona Tanah Deli. Sejak itu perekonomian terus berkembang sehingga Medan menjadi Kota pusat pemerintahan dan perekonomian di Sumatera Utara. Pada awal perkembangannya merupakan sebuah kampung kecil bernama "Medan Putri". Perkembangan Kampung "Medan Putri" tidak terlepas dari posisinya yang strategis karena terletak di pertemuan sungai Deli dan sungai Babura, tidak jauh dari jalan Putri Hijau sekarang. Kedua sungai tersebut pada zaman dahulu merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai, sehingga dengan demikian Kampung "Medan Putri" yang merupakan cikal bakal Kota Medan, cepat berkembang menjadi pelabuhan transit yang sangat penting.
Peta Kota Medan
Pemandangan Kota Medan Pada tahun 1920 –an
Sungai Deli dan Sungai Babura
Tanpa adanya sungai Deli dan sungai Babura mungkin kota Medan tidak akan terbentuk, karena sejarah kota Medan terbentuk sangat erat kaitanya dengan sungai Deli dan Sungai Babura, dimulai dari kampung kecil bernama Medan Putri yang terletak sangat strategis di jalur pertemuan Sungai Babura dan Sungai Deli. Karena itu, Kampung Medan Putri merupakan cikal bakal Kota Medan yang berkembang sebagai jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai dan menjadi pelabuhan transit yang penting. Seiring waktu, semakin banyak orang yagn berdatangan dan berdomisili di kampung ini. Peninggalan dari Kampung Medan Putri yang terkait dengan sejarah berdirinya Kota Medan ini masih bias disaksikan di Wisma Benteng di mana terletak pertemuan antara Sunga Deli dan Sungai Babura. Menurut sejarah Sungai Deli juga berperan dalam peradaban kota Medan di mulai dari datangnya kapal Nienhuys, Elliot, Van Der Falk yang merupakan pedagang tembakau asal Belanda yang berjasa melambungkan Tanah Deli di Eropa sebagai penghasil bungkus cerutu terbaik. Tahun
1865 Nienhuys mendirikan perusahaan Deli Mij tepat di Kampung Medan dan membangun kantor di pinggir Sungai Deli. Kantor Deli Mij memicu perkembangan Medan sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan terbesar di Indonesia bagian barat. Tanah Deli juga sempat disebut sebagai “ Het Dollar Land “ alias tanah uang. Jalur perdagangan sungai (riverine) merupakan entrance ke pusat perdagangan seperti Kota Cina dan Kota Rentang melalui sungai Deli, sungai Wampu dan sungai Sunggal yang bermuara ke Belawan (Belawan ertuary). Tentang hal ini, Anderson (1823) telah mengingatkan pentingnya jalur-jalur Sungai besar dan bermuara langsung ke Belawan. Lagipula, temuan bongkahan perahu yang ditemukan di kedua lokasi (Kota Rentang dan Kota Cina) menjadi bukti nyata bahwa kedua area ini menjadi bandar niaga yang padat dan sibuk. Hanya saja proses sedimentasi yang berlangsung ratusan tahun ini telah mengakibatkan kedua daerah ini seakan menjauh dari laut.
Labuhan Deli dulunya merupakan cikal bakal lahirnya Pelabuhan Belawan. Labuhan Deli dulunya merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Deli yang kesohor di kawasan Sumatera Timur. Bandar Labuhan Deli terletak di tepi Sungai Deli. Di sebelah Utara mengalir Sungai Belawan. Konon kawasan Labuhan Deli berdiri di abad ke VII Masehi. Hal ini ditandai dengan penemuan arkeologi berupa uang logam di Labuhan Deli yang bertarikh 800 Masehi. Ternyata sejak abad ke-VII Masehi, kawasan Labuhan Deli merupakan pusat perdagangan para pedagang dari Cina dan India. Malah pada jaman purba, Labuhan Deli yang terletak di Pantai timur Sumatera sudah dihuni manusia. Fakta sejarah menyebutkan mereka datang dari Cina dan India. Sejak lama kedua bangsa ini telah melakukan hubungan dagang. Pada awalnya hubungan dagang antara Cina dan India dilakukan dengan jalan darat yang dikenal dengan “Jalan Sumatera” atau “Silk Road”. Karena pertimbangan aspek keamanan perhubungan perdagangan dilakukan lewat laut. Akibat perubahan ini Selat Malaka semakin ramai. Hal ini berdampak pada kian sibuknya pelabuhan-pelabuhan di sepanjang pantai Timur Sumatera. Ketika itu Labuhan Deli sudah merupakan pelabuhan besar dan menjadi pusat perdagangan. Pernah ditemukan patung Buddha Siwa, dan uang syiling zaman Tang dan Song.
Sungai Deli dari jembatan kantor Walikota Medan
1869 Deli Maatschappij ( Deli Maskapai )
The Deli Perusahaan ini didirikan pada 1869 oleh Jacob Nienhuys dan Peter Wilhelm Janssen tembakau perusahaan yang berkembang dengan konsesi untuk Kesultanan Deli di Sumatera , Hindia Belanda . Dalam Perusahaan Deli adalah 50 % diikuti oleh Trading Company Belanda .Pada abad kesembilan belas Perusahaan Deli dioperasikan 120.000 hektar . Kegiatan masyarakat membentuk dorongan yang kuat untuk pertumbuhan kota Medan . Bekas markas Masyarakat Deli di Medan hari ini adalah istana Gubernur Sumatera Utara. Setelah Perang Dunia Kedua , Indonesia merdeka . Pada tahun 1958 , operasi tembakau dinasionalisasi oleh negara . Karena pengetahuan tentang tembakau adalah Perusahaan Deli pada tahun 1959 dengan perusahaan homogen Tobacco Leaf ( HTL ) .
Pada tahun 1986 , Perusahaan Deli diakuisisi oleh Universal Leaf Tobacco Company ( ULTC ) . Perusahaan ini dibagi menjadi kegiatan yang terkait dengan tembakau ( ULTC ) dan perusahaan perdagangan untuk produk lain , Deli Universal ( DU ) dipanggil . Sejak 1 September 2006, Deli Universal diprivatisasi melalui manajemen dan kegiatan dilanjutkan dengan nama Deli Company . The Deli Perusahaan berkantor pusat di Rotterdam Wijnhaven . Hal ini terletak di tabaksveem dikonversi mantan Deli Company . Kegiatan tembakau tetap di luar pembelian dan sekarang terjadi di bawah nama Deli - HTL . Dari awal
Jacobus Nienhuys ( 1836-1928 )
sampai akuisisi pada tahun 1986 adalah Perusahaan Deli sebagai kepala dana yang terdaftar di bursa saham Amsterdam
Medan tidak mengalami perkembangan pesat hingga tahun 1860-an, ketika penguasa-penguasa Belanda mulai membebaskan tanah untuk perkebunan tembakau. Jacob Nienhuys, Van der Falk, dan Elliot, pedagang tembakau asal Belanda memelopori pembukaan kebun tembakau di Tanah Deli. Nienhuys yang sebelumnya berbisnis tembakau di Jawa, pindah ke Deli diajak seorang Arab Surabaya bernama Said Abdullah Bilsagih, Saudara Ipar Sultan Deli, Mahmud Perkasa Alam Deli. Nienhuys pertama kali berkebun tembakau di tanah milik Sultan Deli seluas 4.000 Bahu di Tanjung Spassi, dekat Labuhan. Maret 1864, Nienhuys mengirim contoh tembakau hasil kebunnya ke Rotterdam, Belanda untuk diuji kualitasnya. Ternyata, daun tembakau itu dianggap berkualitas tinggi untuk bahan cerutu. Melambunglah nama Deli di Eropa sebagai penghasil bungkus cerutu terbaik.
Pesatnya perkembangan Kampung "Medan Putri", juga tidak terlepas dari perkebunan tembakau yang sangat terkenal dengan tembakau Delinya, yang merupakan tembakau terbaik untuk pembungkus cerutu. Perjanjian tembakau ditanda tangani Belanda dengan Sultan Deli pada tahun 1865. Selang dua tahun, Nienhuys bersama Jannsen, P.W. Clemen, dan Cremer mendirikan perusahaan De Deli Maatschappij yang disingkat Deli Mij di Labuhan. Pada tahun 1869, Nienhuys memindahkan kantor pusat Deli Mij dari Labuhan ke Kampung Medan. Kantor baru itu dibangun di pinggir sungai Deli, tepatnya di kantor PTPN II (eks PTPN IX) sekarang. Dengan perpindahan kantor tersebut, Medan dengan cepat menjadi pusat aktivitas pemerintahan dan perdagangan, sekaligus menjadi daerah yang paling mendominasi perkembangan di Indonesia bagian barat. Pesatnya perkembangan perekonomian mengubah Deli menjadi pusat perdagangan yang mahsyur dengan julukan het dollar land alias tanah uang. Kemudian pada tahun 1866, Jannsen, P.W. Clemen, Cremer dan Nienhuys mendirikan Deli Maatschappij di Labuhan. Kemudian melakukan ekspansi perkebunan baru di daerah Martubung, Sunggal( 1869 ), Sungai Beras dan Klumpang (1875), sehingga jumlahnya mencapai 22 perusahaan perkebunan pada tahun 1874. Mengingat kegiatan perdagangan tembakau yang sudah sangat luas dan berkembang, Nienhuys memindahkan kantor perusahaannya dari Labuhan ke Kampung "Medan Putri". Dengan demikian "Kampung Medan Putri" menjadi semakin ramai dan selanjutnya berkembang dengan nama yang lebih dikenal sebagai "Kota Medan". Perkembangan Medan Putri menjadi pusat perdagangan telah mendorongnya menjadi pusat pemerintahan. Tahun 1879, Ibukota Asisten Residen Deli dipindahkan dari Labuhan ke Medan, 1 Maret 1887, ibukota Residen Sumatera Timur dipindahkan pula dari Bengkalis ke Medan, Istana Kesultanan Deli yang semula berada di Kampung Bahari (Labuhan) juga pindah dengan selesainya pembangunan Istana Maimoon pada tanggal 18 Mei 1891, dan dengan demikian Ibukota Deli telah resmi pindah ke Medan. Pada tahun 1915 Residensi Sumatera Timur ditingkatkan kedudukannya menjadi Gubernemen. Pada tahun 1918 Kota Medan resmi menjadi Gemeente (Kota Praja) dengan Walikota Baron Daniel Mackay. Berdasarkan "Acte van Schenking" (Akte Hibah) Nomor 97 Notaris J.M. de-Hondt Junior, tanggal 30 Nopember 1918, Sultan Deli menyerahkan tanah kota Medan kepada Gemeente Medan, sehingga resmi menjadi wilayah di bawah kekuasaan langsung Hindia Belanda. Pada masa awal Kotapraja ini, Medan masih terdiri dari 4 kampung, yaitu Kampung Kesawan, Kampung Sungai Rengas, Kampung Petisah Hulu dan Kampung Petisah Hilir.
1958 Kantor PTP IX Setelah berdirinya Perusahaan Deli pada tahun 1870 , di tempat ini , dekat desa Medan Putri , kantor pertama dari Perusahaan Deli yang dibangun atas dasar Sultan Deli. The Deli Company menjadi perusahaan perkebunan besar di wilayah tersebut . Pada tahun 1910 ia digantikan oleh mantan gedung kantor pusat di British gaya klasik kolonial minim , dirancang oleh D. Berendse . Dari kantor ini telah aktif bekerja untuk membangun kota Medan . Tanah di mana Esplanade dibangun dimiliki oleh Perusahaan Deli dan perusahaan diprakarsai dan didanai banyak fasilitas kota ( kereta api , air, telepon , listrik, jalan , perawatan kesehatan ) . Selama Perang Dunia II , Jepang menggunakan sebagai seperempat markas militer . Setelah perang difungsikan lagi sebagai markas bagi Perusahaan Deli sampai perusahaan dinasionalisasi pada tahun 1958 dan berganti nama menjadi perusahaan perkebunan PTPN IX . Pada tahun 2004 bangunan
Lapangan Merdeka memiliki nilai sejarah sebagai lokasi rapat umum rakyat ketika proklamasi, sosialisasi sumpah pemuda, dan penyatuan ikrar menolak PKI. Jejak di lapangan Merdeka, tempat pahlawan Nasional, Muhammad Hasan, Mantan Gubernur Sumatera ketika membacakan proklamasi Kemerdekaan untuk pertama kali, tanda warga Sumatera juga ikut merasakan kemerdekaan 16 oktober 1945. Lapangan yang pada zaman penjajahan Belanda disebut sebagai Waterlooplein, dan pada masa penjajahan Jepang disebut Fukuraido, setelah dibacakanya proklamasi baru berubah nama menjadi Lapangan Merdeka. Lapangan ini awalnya dibangun terkait dengan niat Belanda untuk mengembangkan infrastruktur tanah jajahan. Belanda lalu menetapkan distrik Esplanade sebagai pusatnya. Disekitarnya, Belanda kemudian membangun stasiu Kereta Api, Hotel De Boer ( saat ini bernama Dharma Deli ), Kantor Pos perhubungan daerah ( saat ini menjadi bank Indonesia ), dan balaikota ( Old City Hall ). Esplanade kerap dipakai sebagai lokasi hiburan Belanda seperti pasar malam serta Liga sepakbola. Ketika Belanda kemudian memenangkan peperangan di Aceh Tamiang, didirikanlah monument Tamiand di Esplanade. Namun kemudian, bangunan tersebut lalu dihancurkan oleh PKI pada tahun 1950, oleh sebab kebencian terhadap penjajah Belanda. Pada zaman penjajahan Belanda, lapangan ini disebut Waterlooplein. Sementara pada zaman penjajahan Jepang, lapangan ini disebut Fukuraido. Sejak Indonesia merdeka, tempat tersebut kemudian dinamai Lapangan Merdeka.Lapangan ini mempunyai kepadatan bangunan bersejarah sangat tinggi, didukung pohon-pohon raksasa yang menghiasi alaun-alun, sebelas bangunan tua yang masih utuh seperti saat didirikan. Seperti halnya pagar Lapangan Merdeka, bentuk trotoar dan lampu jalanan dengan suasana sekitar yang masih bergaya bangunan tempo dulu, seperti halnya gedung kantor pos, gedung balaikota, Gedung PT London Sumatra, Gedung Wali Kota Medan, Hotel Darma Deli, Menara Air Tirtanadi (yang merupakan ikon kota Medan) dan Titi Gantung, sebuah jembatan di atas relkereta api, serta kawasan Kesawan, yang juga memililiki bangunan dan rumah-rumah toko tua.
Lapangan Merdeka dulunya
Disebut sebagai Waterlooplein semasa jajahan Belanda dan pada masa jajahan
jepang bernama Fukuraido
12-02-1916 Sejarah Gedung AMPI Medan ( Ex. Depnaker ) (Waren
Houis )
Medan’s Warenhuis sempat digunakan sebagai tempat Kantor Departemen Tenaga Kerja Tk. I Sumut, sebelum akhirnya seperti sekarang sebagai tempat organisasi kepemudaan AMPI. Gedung ini dulunya merupakan tempat department store/ swalayan yang sagat elit di kalangan Belanda yang ada di Medan. Perkebunan di Deli ini sendiri tidak hanya dimainkan perannya oleh pengusaha individu, tapi juga perusahaan besar. Kita dapat melihat betapa luas jangkauan perusahaan dari berbagai Negara, hal inilah yang mencerminkan karakter internasional dari kota Medan sejak masa kolonial. Firma dari Negara Jerman, Huttenbach & Co. adalah perusahaan perdagangan asing pertama yang ada di Medan dan yang tertua di Pantai Timur Sumatera, didirikan tahun 1875. Perusahaan ini memiliki perkebunan dan aktif dalam produk
berskala luas seperti asuransi, tekstil, makanan dan minuman. Atas jasa perusahaan ini dalam pesatnya perkembangan Sumatera Timur maka ada nama jalan di Medan yang diberikan kepadanya sebagai bentuk penghormatan, yaitu Huttenvachstraat. Perusahaan ini jugalah yang mengoperasikan toko Medan’s Warenhuis ( Schadee 1918 – 1919 II : 250, Wright & Breakspear 1909 : 573, Feldwick & Morton – Cameron 1917 : 1185, 1187, 1192 ). Gedung Medan’s Warenhuis ini dirancang oleh arsitek G. Bos, kemudian pada tanggal 16 Februari 1919 diadakan acara perletakan batu pertama oleh Walikota Medan Daniel Baron Mackay, dan selesai setahun kemudiannya. Dengan struktur konstruksi berlantai cor beton, kolom system bearing wall dan atap berangka kayu, bangunan ini menggunakan bahan bermaterial variatif. Lantainya dicor beton da nada yang menggunakan kayu, dinding berbahan bata, dan atapnya dipasang genteng. Dengan gaya rancangan yang dipengaruhi gaya Renaissace. Kejayaan Medan’s Warenhuis pada masa itu memang telah menjadi suatu fakta yang telah membuktikan pesatnya perekonomian kota Medan yang telah dirancang sebagaimana oleh kolonial Belanda unutk menjadikannya sebagai Parijs Van Sumatra.Dalam waktu yang seingkat ini pula, Medan Dalam waktu yang sesingkat ini pula, Medan telah dikarakteristikkan oleh suatu atmosfir internasional dengan perusahaan Amerika, Belanda, Cbina, Inggris, Perancis, Belgia, dan Jerman.
Bergaya Art Deco
Gedung AMPI memiliki motto Wel beter niet duurder (Lebih Bagus tapi tidak mahal )
Sejarah terbentuk Jalan Kesawan Medan
Sejarahwan, Drs H Muhammad Tok Wan Haria yang lebih dikenal dengan nama Muhammad TWH mengatakan, nama “Kesawan” sudah berumur sangat tua. Nama itu diambil dari karo dari akar kata
“kesawahen” yang artinya adalah. Kesawahen juga berarti halaman atau lapangan besar untuk tempat pertemuan, menyabung ayam, lomba lari, rapat dan berburu. Menurut Luckman, “kesawahen” bermakna ke sawah. Lalu artikulasi masyarakat pun berubah-ubah hingga akhirnya menjadi Kesawan.Menurut versi Luckman, Kesawan dibuka pada zaman cicitnya Guru Patimpus bernama “Masannah” yang merupakan Datuk pertama Kesawan. Bersama adiknya, Ahmad, mereka membuka kawasan Jalan Jendral A Yani atau yang dulunya lebih dikenal dengan sebutan Kampung Kesawan. Sementara menurut versi TWH, kawasan yang sekarang bernama Jalan Jendral A Yani ini dulunya adalah sebuah tempat persinggahan para pedagang yang datang untuk berdagang hingga menyabung ayam. “Semua kegiatan dilakukan di sana. Berdagang, menyabung ayam, dan lain-lainnya, ya, di lakukan di kesawahen itu,” katanya kepada beberapa waktu lalu. Menurut dia, nama daerah datar ini diartikan sebagai tempat yang lengang, sunyi, sekaligus “rawan” bagi para puak suku Karo. Pada masa dulu kala, orang-orang Karo yang membawa hasil hutannya untuk dijual ke Penang (Malaysia, red) harus melewati dataran Sungai Deli. Sementara di dataran ini, tepatnya di sekitar belakang Balai Kota, menurut TWH, sempat dikenal tempat beroperasinya para perampok. Saat mereka akan menukar hasil hutannya dengan garam di daerah tepi Sungai itu, mereka pun harus melalui daerah itu.“Dulu sungai itu sangat besar hingga dapat dilalui dengan kapal. Kalau Kesawan hanya merupakan tempat titik pertemuan perdagangan dari tanah Karo melalui sungai. Di belakang balai kota itulah banyak terjadi perampokan karena saking lengang dan sepinya. Setelah kota Medan mulai mengalami perkembangan, barulah kawasan itu ramai,” jelasnya. Tempat ini merupakan sentral penduduk yang berasal dari Serdang yang akan menuju ke Sunggal atau dari Percut ke Hamparan Perak, bahkan yang dari Labuhan ke Deli Tua. Kampung kesawahen inilah yang kini kemudian menjadi kesawan. Menurut legenda, kawasan ini sudah ada di zaman Putri Hijau. Kalau menurut versi Luckman Sinar, oleh De Deli Maatschappij yang didirikan oleh J Nienhuys, Kesawan ini
Rumah Tjoeng Afie
Suasana Kota Kesawan Tempoe Dulu
dimasukkan ke dalam konsesi Perkebunan Mabar Deli Tua. Setelah tahun 1874, Kantor Besar De Deli Maatschappij pindah ke daerah Medan Putri, yaitu tempat pertemuannya dua sungai yakni Sungai Deli dan Sungai Babura. “Kesawan itu masuk ke dalam wilayah perkebunan. Kemudian berkembanglah tempat itu. Maka banyaklah pertokoan-pertokoan yang dibuat oleh orang-orang Cina disitu,” terang Luckman. Meskipun dulunya para etnik Tionghoa ini adalah kuli kontrak, namun mereka memutuskan untuk memperpanjang kontraknya sebagai pekerja kasar di perkebunan. Mereka juga meminta setapak tanah kepada De Deli Maatschappij untuk membuka kios atau warung. Oleh De Deli Maatschappij, sepetak tanah ini pun mereka berikan dengan pertimbangan, sepanjang masa konsesinya maka hal itu tak menjadi persoalan.
25-07-1886 PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI)
Pembangunan jaringan Kereta Api di tanah Deli merupakan inisiatif J. T. Cremer yakni manajer perusahaan Deli (Deli Matschappij) yang menganjurkan agar jaringan Kereta Api di Deli sesegera mungkin dapat dibangun dan direalisasikan mengingat pesatnya perkembangan perusahaan perkebunan Deli. Beliau juga telah menganjurkan pembukaan jalan yang menghubungkan antara Medan-Berastagi dengan fasilitas hotel seperti hotel grand Berastagi dan Bukit Kubu sekarang sebagai tempat peristirahatan pengusaha perkebunan. Pembangunan jaringan Kereta Api ini dimungkinkan oleh pemberlakuan UU Agraria Tahun 1870 dimana penguasa kolonial Belanda dimungkinkan untuk menyewa tanah dalam waktu lama yang tidak saja diprioritaskan bagi perkebunan. Disamping itu, berkembangnya Belawan sebagai kapal ekspor hasil perkebunan ke Eropa telah pula mendorong laju percepatan pembangunan jaringan Kereta Api yang menghubungkan daerah-daerah perkebunan di Sumatra Timur. Kecuali itu, jalur transportasi sungai dinilai cukup lambat dalam proses angkutan hasil produksi perkebunan menuju Belawan. Berdasarkan surat Keputusan Gubernur Jenderal Belanda maka pada tanggal 23 Januari 1883, permohonan konsesi dari pemerintah Belanda untuk pembangunan jaringan kereta api yang menghubungkan Belawan-Medan-Delitua-Timbang Langkat (Binjai) direalisasikan. Pada bulan Juni 1883, izin konsesi tersebut dipindah tangankan pengerjaannya dari Deli Matschappij kepada Deli Spoorweg Matschappij (DSM). Pada tahun itu pula, presiden komisaris DSM, Peter Wilhem Janssen merealisasikan pembangunan rel kereta api pertama sekali di Sumatra Timur yang menghubungkan Medan-Labuhan yang diresmikan penggunaanya pada tanggal 25 Juli 1886.
Bangunan Stasiun Kereta Api yang bergaya Art Deco