• Tidak ada hasil yang ditemukan

Latar Belakang - Monitoring dan Evaluasi Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia 2008-2014 untuk Orangutan Sumatera (Pongo abelii)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Latar Belakang - Monitoring dan Evaluasi Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia 2008-2014 untuk Orangutan Sumatera (Pongo abelii)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

10

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Orangutan Sumatera (Pongoabelii) dan orangutan Kalimantan

(Pongopygmaeus) adalah dua jenis satwa parimata yang menjadi bagian penting

dari kekayaan keanekaragaman hayati kita, dan merupakan satu-satunya kera

besar yang hidup di Asia, sementara tiga kerabatnya yaitu gorila, chimpanze, dan

bonobo hidup di benua Afrika. Orangutan dianggap sebagai suatu

flagshipspecies’ yang menjadi suatu simbol untuk meningkatkan kesadaran

konservasi serta menggalang partisipasi semua pihak dalam aksi konservasi.

Orangutan juga merupakah ‘umbrella species’elestarian orangutan di habitatnya

juga menjamin kelestarian hutan dan kelestarian makhluk hidup lainnya. Dari sisi

ilmu pengetahuan, orangutan juga sangat menarik, karena mereka menghadirkan

suatu cabang dari evolusi kera besar yang berbeda dengan garis turunan kera besar

yang terdapat di Afrika (Caldecott dan Miles, 2005).

Orangutan sumatera (Pongo abelii) merupakan kera besar endemik Pulau

Sumatera yang terancam punah karena hutan yang menjadi habitatnya telah rusak

dan hilang oleh penebangan liar, konversi lahan dan kebakaran. Selain itu

penurunan populasi tersebut juga disebabkan oleh tingginya perburuan orangutan.

Kondisi ini menyebabkan orangutan berada di ambang kepunahan, serta menjadi

langka dan akhirnya dilindungi. Di tingkat nasional orangutan dilindungi

keberadaannya oleh UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam

Hayati dan Ekosistemnya, serta Peraturan Pemerintah (PP) No.7 Tahun 1999

(2)

11

orangutan adalah satwa yang termasuk dalam kategori genting

(endangeredspecies) IUCN (International Union for Conservation of Nature and

NaturalResources) dan tidak dapat diperdagangkan karena berada dalam daftar

Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Spesies).

Keadaan orangutan yang terancam punah tersebut tidak dapat dibiarkan. Oleh

karena itu perlu adanya tindakan untuk pelestarian orangutan yaitu konservasi

(Meijaard et al., 2001).

Dalam peraturan perundangan Indonesia, orangutan termasuk dalam status

jenis satwa yang dilindungi. Pada IUCN Red List Edisi tahun 2002 orangutan

dikategorikan Critically Endangered, artinya sudah sangat terancam kepunahan.

Diketahui bahwa jumlah populasi orangutan liar telah menurun secara

terus-menerus dalam beberapa dekade terakhir akibat hilangnya hutan dataran rendah,

namun pada beberapa tahun terakhir ini kecepatan penurunan populasi orangutan

terus meningkat.Menyikapi hal tersebut, maka disusunlah suatu dokumen yang

dapat menjadi panduan dalam penyelamatan orangutan sumatera sekaligus

sebagai acuan bagi para pihak yang bekerja untuk konservasi orangutan.

Penetapan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia

2007 – 2017 berguna sebagai kesatuan kerangka kerja konservasi yang

memadukan penanganan prioritas, terpadu, dan melibatkan semua pihak dan para

pemangku kepentingan.

Setelah lebih dari setengah periode berjalan, strategi dan rencana aksi yang

telah direcanakan dan yang dilaksanakan tidak begitu berefek positif terhadap

usaha-usaha konservasi orangutan. Buktinya dari tahun ke tahun, beberapa

(3)

12

orangutan terus saja terjadi, khususnya untuk orangutan sumatera. Oleh karena itu

strategi dan rencana aksi ini perlu dipantau dan dievaluasi untuk melihat sudah

sejauh mana pelaksanaan implementasinya serta tingkat keberhasilan dari

program-program tersebut sebagaimana tercantum dalam dokumen Strategi dan

Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia 2007 – 2017

Tujuan

1. Mengevaluasi pelaksanaan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi

(SRAK) Orangutan Indonesia 2008 – 2014 untuk orangutan sumatera.

2. Menganalisis faktor-faktor pendukung dan penghambat yang

berpengaruh terhadap program-program Strategi dan Rencana Aksi

Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia 2008 – 2014 untuk

Orangutan sumatera (Pongo abelii)

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam peningkatan

kualitas aksi dan implementasi program-program Strategi dan Rencana Aksi

Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia, khususnya untuk konservasi orangutan

sumatera, yaitu berdasarkan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi

pelaksanaan program, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

keberhasilan program, serta mengetahui tindakan yang dapat memberikan

(4)

13

TINJAUAN PUSTAKA

Ekologi Orangutan

Orangutan adalah kera besar, oleh karena itu memiliki ciri-ciri khas dasar

yang sama dengan saudara-saudara mereka dari Afrika. Pada saat ini, orangutan,

kera besar satu-satunya yang masih ada di Asia, hanya dapat ditemukan di

pedalaman hutan-hutan Kalimantan dan Sumatera. Menurut anggapan beberapa

ahli taksonom, ada satu spesies dengan dua sub-spesies orangutan, satu pada tiap

pulau atau dua spesies, yaitu spesies Sumatera (Pongo abelii) dan spesies

Kalimantan (Pongo pygmaeus). Ironisnya nama “Orangutan” jarang sekali disebut

oleh penduduk di sekitar habitat alami orangutan. Di Sumatera digunakan julukan

“Mawas”. Di Kalimantan, berbagai nama digunakan, termasuk “Maias” atau

“Kahiyu” (Rijksen dan Meijaard, 1999 dalam Schaik, 2006).

Nama orangutan berasal dari bahasa Melayu, yaitu “orang” dan “hutan”,

yang dapat diartikan sebagai orang yang berasal dari hutan. Selain itu juga dalam

berbagai bahasa Orangutan dikenal juga dengan nama Mawas (Sumatera Utara)

dan Maweh (Aceh). Orangutan merupakan hanya ditemui di Asia Tenggara atau

tepatnya di Indonesia dan Malaysia. Sedangkan jenis kera besar lainnya, yaitu

gorila (Pan gorilla), simpanse (Pan troglodytes), dan bonobo (Pan paniscus)

berada di benua Afrika (Galdikas, 1978).

(5)

14

Menurut Jones et al., (2004), primata diklasifikasikan berdasarkan tiga

tingkatan taksonomi yaitu :

1. Secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang

disahkan secara terang-terangan.

2. Secara ilmiah populasi yang tidak memiliki nama yang terdapat di

daerah tersebut dengan bukti terpercaya yang taksonominya dikenali

secara terpisah kemungkinan benar.

3. Secara ilmiah nama spesies dan subspesies yang dikenali belum pasti

dan memerlukan investigasi lebih lanjut.

Berdasarkan tingkatan tersebut, orangutan Sumatera diklasifikasikan

menjadi:

Kelas : Mammalia

Bangsa : Primata

Anak bangsa : Anthropoidea

Famili : Hominoidea

Subfamili : Pongidae

Genus : Pongo

Jenis : Pongo abelii.

Orangutan sumatera (Pongo abelii) memiliki penampilan rambut yang

lebih terang jika dibandingkan dengan orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus),

warna rambut coklat kekuningan, tebal atau panjang (Supriatna dan Edy, 2000),

dan jika dilihat dari mikroskop berambut membulat, mempunyai kolom pigmen

gelap yang halus dan sering patah di bagian tengahnya, biasanya jelas di dekat

(6)

15

Pada bagian wajah orangutan sumatera (Pongo abelii) terkadang memiliki rambut

putih, rambut orangutan sumatera lebih lembut dan lemas dibandingkan dengan

rambut orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) yang kasar dan jarang-jarang

(Galdikas, 1978).

Anak orangutan yang baru lahir memiliki kulit wajah dan tubuh yang

berwarna pucat dengan rambut coklat yang sangat muda dan setelah dewasa

warnanya akan berubah sesuai dengan perkembangan umurnya. Ukuran tubuh

orangutan jantan 2 kali lebih besar daripada betina (Supriatna dan Edy, 2000).

Berat badan betina orangutan sumatera (Pongo abelii) maupun orangutan

kalimantan (Pongo pygmaeus) rata-rata 37 kg, sedangkan untuk berat badan

jantan orangutan sumatera (Pongo abelii) rata-rata 66 kg dan orangutan

kalimantan (Pongo pygmaeus) rata-rata 73 kg (Galdikas, 1978). Menurut

Supriatna dan Edy (2000), pada jantan mempunyai kantung suara yang berfungsi

mengeluarkan seruan panjang (longcall). Seruan panjang ialah suara orangutan

yang dikeluarkan dan dapat terdengar dari jarak-jarak jauh yang berfungsi untuk

merangsang perilaku seks pada betina yang artinya seruan panjang memiliki

peranan penting dalam reproduksi dan untuk seruan panjang orangutan

kalimantan. (Pongo pygmaeus) terdengar hingga sejauh lebih dari 2 Km serta

terdengar memukau dan menakutkan (Galdikas, 1978).

Ancaman Kelestarian Orangutan

Pertemuan yang diselenggarakan di Berastagi dan Pontianak telah

mengidentifikasi berbagai ancaman yang berpotensi meningkatkan risiko

(7)

16

ancaman yang teridentifikasi oleh para pihak yang hadir di pertemuan Berastagi

dan Pontianak dapat dilihat pada table berikut.

Tabel 1. Analisis keterancaman orangutan sumatera

No. Ancaman Tingkat

Ancaman

Dampak Utama Kemungkinan

Pengelolaan 1. Tekanan populasi penduduk Sedang Degradasi

sumberdaya,

- Membuat insentif untuk pindah keluar - Mengurangi perambahan 2. Perubahan Landuse – tata

guna lahan

Tinggi Degradasi dan

kerusakan 3. Kebakaran hutan Tinggi Degradasi habitat,

kematian orangutan

4. Pertambangan Sedang Perubahan dan

degradasi habitat

- Mendorong adanya aturan yang melarang pertambangan pada kawasan yang menjadi habitat orangutan

5. Penegakan aturan yang lemah Sedang Penebangan hutan dan perburuan tinggi 6. Penebangan hutan Tinggi Habitat orangutan

berkurang, perubahan

(8)

17

Pembukaan kawasan hutan merupakan ancaman terbesar terhadap

lingkungan karena mempengaruhi fungsi ekosistem yang mendukung kehidupan

di dalamnya. Hutan Indonesia telah banyak berkurang akibat konversi menjadi

lahan pertanian, perkebunan, permukiman, kebakaran hutan serta praktek

pengusahaan hutan yang tidak berkelanjutan. Pengembangan otonomi daerah dan

penerapan desentralisasi pengelolaan hutan pada tahun 1998 juga dipandang oleh

banyak pihak sebagai penyebab peningkatan laju deforestasi di Indonesia

(Dephut, 2009).

Pembukaan kawasan hutan merupakan ancaman terbesar terhadap

lingkungan karena mempengaruhi fungsi ekosistem yang mendukung kehidupan

di dalamnya. Pengembangan otonomi daerah dan penerapan desentralisasi

pengelolaan hutan pada 1998 juga dipandang oleh banyak pihak sebagai penyebab

Pembukaan peningkatan laju deforestasi di Indonesia. Pembangunan perkebunan

dan izin usaha pemanfaatan kayu yang dikeluarkan pemerintah daerah turut

berdampak terhadap upaya konservasi orangutan.

Pembangunan perkebunan dan izin usaha pemanfaatan kayu yang

dikeluarkan pemerintah daerah turut berdampak terhadap upaya konservasi

orangutan. Semenjak desentralisasi diimplementasikan sepenuhnya pada tahun

2001, sebagian tanggung jawab pengelolaan kawasan hutan diserahkan kepada

pemerintah daerah. Pemberian izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) 100 hektar

yang terjadi pada tahun 2001-2002 dengan pola tebang habis menyebabkan

pengelolaan hutan semakin sulit. Sementara itu perencanaan tata guna lahan

seringkali tidak mempertimbangkan prinsip-prinsip ekologi dan konservasi

(9)

18

Gambar 1. Peta tingkat keterancaman habitat oragutan sumatera (Pongoabelii)

Status Konservasi

Orangutan (Pongo abelii) merupakan kera besar endemik Pulau Sumatera

yang terancam punah karena hutan yang menjadi habitatnya telah rusak dan hilang

oleh penebangan liar, konversi lahan dan kebakaran. Selain itu penurunan

populasi tersebut juga disebabkan oleh tingginya perburuan orangutan. Kondisi ini

menyebabkan orangutan berada diambang kepunahan, serta menjadi langka dan

(10)

19

UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan

Ekosistemnya, serta Peraturan Pemerintah (PP) No.7 Tahun 1999 tentang

Pengawetan Flora dan Fauna Indonesia. Di tingkat internasional orangutan adalah

satwa yang termasuk dalam kategori genting (Endangered Species) IUCN

(International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) dan

tidak dapat diperdagangkan karena berada dalam daftar Appendix I CITES

(Convention on International Trade in Endangered Spesies). Keadaan orangutan

yang terancam punah tersebut tidak dapat dibiarkan. Oleh karena itu, perlu adanya

tindakan untuk pelestarian orangutan berupa kegiatan konservasi (Meijaard et al.,

2001).

Monitoring

Monitoring merupakan proses pengumpulan informasi ( data dan fakta )

dan pengambilan keputusan – keputusan yang diambil dalam pelaksanaan

program dengan maksud untuk menghindari terjadinya keadaan – keadaan kritis

yang akan mengganggu pelaksanaan program sehingga program tersebut tetap

dapat dilaksanakan seperti yang direncanakan demi tercapainya tujuan yang telah

ditetapkan ( Mardikanto, 1993 ).

Dalam kaitannya dengan program, monitoring diartikan sebagai suatu

proses untuk menentukan relevansi, efisiensi, efektifitas dan dampak kegiatan –

kegiatan program yang sedang berjalan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai

secara sistematik dan objektif. Monitoring meliputi kegiatan mengamati/meninjau

kembali/mempelajari/ kegiatan mengawasi yang dilakukan secara terus – menerus

(11)

20

memastikan bahwa pengadaan/penggunaan input, jadwal kerja, hasil yang

ditargetkan dan tindakan – tindakan lainnya yang diperlukan berjalan sesuai

dengan rencana yang telah ditetapkan ( Sinar Tani, 2001 ).

Dengan melaksanakan monitoring, berarti ingin diketahui secara tepat dan

pasti mengenai pengamatan atas bukti dan fakta tentang proses dan pencapaian

tujuan yang diharapkan dan penemuan hambatan – hambatan maupun factor

pendorong mencapai keberhasilan ( Ginting, 2000 ).

Evaluasi

Evaluasi adalah teknik penilaian kualitas program yang dilakukan secara

berkala melalui metode yang tepat. Pada hakekatnya, evaluasi diyakini sangat

berperan dalam upaya peningkatan kualitas operasional suatu program dan

berkontribusi penting dalam memandu pembuat kebijakan diseluruh strata

organisasi. Dengan menyusun, mendesain evaluasi yang baik dan menganalisi

hasilnya dengan tajam, kegiatan evaluasi dapat member gambaran tentang

bagaimana kualitas operasional program, layanan, kekuatan dan kelemahan yang

ada, efektifitas biaya dan arah produktif potensial masa depan. Dengan

menyediakan informasi yang relevan untuk pembuat kebijakan, evaluasi dapat

membantu menata seperangkat prioritas, mengarahkan alokasi sumber dana,

memfasilitasi modifikasi, penajaman struktur program dan aktifitas sertamemberi

sinyal akan kebijakan penataan ulang personil dan sumber daya yang dimiliki. Di

samping itu, evaluasi dapat dimanfaatkan untuk menilai meningkatkan kualitas

(12)

21

Masalah utama dalam evaluasi adalah bahwa agen penyuluhan sering

melihatnya sebagai sebuah ancaman, terutama jika mereka kurang percaya diri

atau tidak yakin akan penilaian atasannya terhadap tugas mereka. Ini dapat

menjadi masalah terutama pada budaya dimana kritik dapat menyebabkan

kehilangan muka dan tidak bias dilihat sebagai cara yang positif untuk membantu

agar penyuluh memperbaiki tugasnya. Oleh karena itu, penting bagi agen

penyuluhan untuk tidak ragu – ragu terhadap penilaian tugasnya, dan berbicara

penuh dengan keyakinan untuk diperolehnya masukan yang baik ( Van den Bad

dan Hawkins, 1999 ).

Beberapa evaluasi dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan metode

ilmu – ilmu sosial, tetapi sebagian besar dilakukan oleh agen penyuluhan.Untuk

itu perlu dikembangkan metodologi yang lebih sedehana, sesuai dan kurang

menyita waktu. Evaluasi sebagai pemberi informasi digunakan agen penyuluhan

sebagai dasar pengambilan keputusan walaupun biasanya keputusan juga

didasarkan pada bayangan yang ditunjukkan oleh banyak sumber informasi, dan

tidak dari satu sumber saja. Evaluasi dapat melengkapi basis informasi sehingga

menyebabkan terjadinya perubahan bertahap dalam rencana ( van den ban &

Hawkins, 1999 ).

Tujuan dari evaluasi adalah untuk menentukan relevansi, efisiensi,

efektifitas dan dampak dari kegiatan dengan pandangan untuk menyempurnakan

kegiatan yang sedang berjalan, membantu perencanaan, penyususnan program dan

pengambilan keputusan dimasa depan. Dan monitoring dilaksanakan agar proyek

dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien dengan menyediakan umpan

(13)

22

mengambil tindakan yang korektif tepat pada waktunya jika terjadi masalah dan

hambatan (Sinar Tani, 2001 ).

Gambaran Umum SRAK OU 2007-2017

Berawal dari kondisi orangutan yang sangat memprihatinkan, telah

mendorong para peneliti, pelaku konservasi, pemerintah, dan pemangku

kepentingan lainnya untuk mencari solusi terbaik yang dapat menjamin

keberadaan primata itu di tengah upaya negara menyejahterakan masyarakatnya.

Serangkaian pertemuan untuk menyusun strategi konservasi berdasarkan kondisi

terkini orangutan telah diadakan, dimulai dari Lokakarya Pengkajian Populasi dan

Habitat (Population Habitat and Viability Analysis) di Jakarta pada 2004,

kemudian dilanjutkan dengan pertemuan multipihak di Berastagi, Sumatera Utara,

pada September 2005, dan di Pontianak, Kalimantan Barat pada Oktober 2005,

serta di Samarinda pada Juni 2006. Ketiga pertemuan terakhir menyertakan pula

pemerintah daerah di seluruh daerah sebaran orangutan, kalangan industri

perkayuan, perkebunan kelapa sawit, dan utusan masyarakat, selain peneliti dan

pelaku konservasi. Dialog yang dilakukan antara berbagai pihak dengan latar

belakang kepentingan yang berbeda di ke-tiga pertemuan itu telah menghasilkan

serangkaian rekomendasi yang mencerminkan keinginan baik semua pihak untuk

melestarikan orangutan (Forina, 2013.)

Sebagai kelanjutan, pemerintah melalui Direktorat Jendral Perlindungan

Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA) bekerjasama dengan Asosiasi

(14)

23

Conservation Services Program (OCSP)- USAID, telah mensintesis semua butir

rekomendasi dari pertemuan Berastagi dan Pontianakdan Samarinda melalui

pembahasan diskusi kelompok terfokus (FGD) di Jakarta 6 Novermber 2007,

FGD di Bogor 30-31 Oktober 2007, FGD Jakarta 8 November 2007, Lokakarya di

Jakarta 15-16 November dan Finalisasi di Bogor 20-21November 2007 ke dalam

suatu Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Nasional Orangutan. Penyusunan

strategi dan rencana aksi ini melibatkan kembali berbagai pihak yang berperan

serta menghasilkanseluruh butir rekomendasi yang ada. Dengan demikian, proses

yang terjadi juga dapat dipandang sebagai upaya mengevaluasi pencapaian target

konservasi sejak rekomendasi aksi dicanangkan, selain sebagai upaya

memperbarui informasi sebaran dan populasi orangutan. Seluruh rangkaian proses

ini diharapkan menghasilkan sebuah acuan yang dapat diterima dan dijalankan

semua pihak, sehingga dalam sepuluh tahun yang akan datang kondisi orangutan

dan hutan dataran rendah yang menjadi habitatnya akan menjadi lebih baik dari

saat ini (Forina, 2013)

Visi SRAK OU 2007-2017

Terjaminnya keberlanjutan populasi orangutan dan habitatnya melalui

kemitraan para pihak.

Maksud SRAK OU 2007-2017

Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Nasional Orangutan disusun

sebagai upaya merumuskan kesepakatan para pihak ke dalam serangkaian

rekomendasi aksi yang diharapkan dapat menjamin keberlanjutan populasi

orangutan di dalam proses pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat.

(15)

24

Tujuan disusunnya Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan

adalah sebagai acuan bagi para pihak untuk menentukan prioritas kegiatan

konservasi insitu dan eksitu, serta merancang program pembangunan yang tidak

mengancam keberlanjutan populasi orangutan, sehingga kondisi orangutan di

alam menjadi lebih baik dalam sepuluh tahun mendatang. Sasaran yang ingin

dicapai sampai tahun 2017 adalah :

1. Populasi dan habitat alam orangutan sumatera dan kalimantan dapat

dipertahankan atau dalam kondisi stabil.

2. Rehabilitasi dan reintroduksi orangutan ke habitat alamnya dapat

diselesaikan pada 2015.

3. Dukungan publik terhadap konservasi orangutan sumatera dan

kalimantan pada habitat alamnya meningkat

4. Pemerintah daerah dan pihak industri kehutanan serta perkebunan

menerapkan tata kelola yang menjamin keberlanjutan populasi orangutan

dan sumberdaya alam.

5. Pemahaman dan penghargaan semua pihak terhadap keberadaan

orangutan di alam meningkat

Wilayah Kerja SRAK OUS

Saat ini hampir semua orangutan sumatera hanya ditemukan di Provinsi

Sumatera Utara dan Provinsi Aceh, dengan Danau Toba sebagai batas paling

selatan sebarannya. Hanya 2 populasi yang relatif kecil berada di sebelah barat

daya danau, yaitu Sarulla Timur dan hutan-hutan di Batang Toru Barat. Populasi

(16)

25

Leuser Timur (1.052 individu), serta Rawa Singkil (1.500 individu). Data ukuran

populasi orangutan di berbagai blok habitat di Sumatera beserta sebarannya

selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2 di bawah (sumber: Wich, dkk draft).

Tabel 2. Habitat dan populasi orangutan sumatera (2004)

No. Unit Habitat Perkiraan

Jumlah Orangutan

Blok Habitat Hutan

Primer 4. Leuser Barat 2508 Kluet Highland (Aceh Barat Daya)

G. Leuser Barat Rawa Kluet

G. Leuser / Demiri Timur Mamas-Bengkung

Kapi dan Hulu Lesten Lawe Sigala-gala

8. Trumon-Singkil 1500 Rawa Trumon-Singkil 725 725 9. Rawa Singkil Timur 160 Rawa Singkil Timur 80 80 10. Batang Toru Barat 400 Batang Toru Barat 600 600

11. Sarulla Timur 150 Sarulla Timur 375 375

Total 6667 14452 7031

Dari data yang disajikan pada tabel di atas dapatlah diketahui bahwa

populasi orangutan terbesar terdapat di wilayah habitat Leuser Barat dengan

perkiraan jumlah individu orangutan sebanyak 2508 individu, dan untuk wilayah

habitat dengan jumlah individu orangutan terkecil terdapat di Seulawah dengan

(17)

26

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Medan dan sekitarnya, yaitu meliputi;

Medan kota, Medan Maimun, Medan Denai, Medan Amplas, dan Medan Area.

Dengan pertimbangan bahwa semua pemangku kepentinganterkait

pelaksanaanStrategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia

2007 – 2017 untuk orangutan sumatera berada di kawasan kota Medan. Waktu

pelaksanaan penelitian Juli-September 2014.

Alat dan Bahan Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis untuk menulis,

kamera digital utuk dokumentasi, perangkat komputer untuk mengolah data.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar monitoring dan

evaluasi indikator kesuksesan Rencana Aksi Nasional Konservasi Orangutan

Indonesia 2007-2017

(18)

27

Metode pengambilan sampel adalah secara purposive. Dimana yang akan

menjadi sample penelitian adalah pihak-pihak terkait pelaksanaan program SRAK

2007-2017.

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data

primer adalah data yang langsung diperoleh dari orang yang ada di lapangan. Data

primer dalam penelitian ini diperoleh melalui kuisioner dan wawancara kepada

respondenuntukmengetahui bagaimana pelaksanaan program-program Strategi

dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia 2007 – 2017

berjalan, serta capaian dari program-program yang telah dilaksanakan.

Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi :

a. Karakteristik responden yang digunakan untuk validitas dan reliabilitas

sumber data, berupa : umur, suku, agama, pendidikan.

b. Evaluasi pencapaian program sesuai dengan indikator yang ditetapkan

dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK)

Orangutan Indonesia 2007 – 2017.

c. Faktor-faktor pendukung dan penghambatpelaksanaan programyang

diketahui dari para pemangku kepentingan.

Analisis Data

Analisis Medan Kekuatan(Force Field Analysis)

Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode analisis medan

kekuatan (force field analysis), yaitu metode untuk menganalisis kekuatan/ faktor

yang mempengaruhi suatu perubahan (misal : implementasi kebijakan),

(19)

28

terhadap faktor-faktor kekuatan tersebut (Lewin, 1951). Adapun tahapan yang

dilakukan dalam melakukan analisis medan keuatan adalah sebagai berikut,

1. Tentukan program yang akan dianalisis

2. Menetukan bidang perubahan yang akan dibahas. Bidang perubahan ini

dapat ditulis sebagai sasaran kebijakan yang diinginkan atau tujuan.

3. Semua kekuatan yang mendukung adanya perubahan kemudian ditulis

dalam kolom di sebelah kiri (mendorong perubahan ke depan),

4. Sementara semua kekuatan penentang munculnya perubahan ditulis dalam

kolom di sebelah kanan (penghambat perubahan).

5. Kekuatan pendorong dan penghambat ini kemudian diberi skor sesuai

dengan ‘magnitude’ masing2, mulaidari skor satu (lemah) hingga skor

lima (kuat). Skor yang diperoleh bisa jadi tidak seimbang

dimasing-masing sisi.

6. Menetapkan tindakan yang dapat dilakukan menghadapi

kekuatan-kekuatan tersebut. Dampak paling signifikan akan dipeoleh dengan cara

meningkatkan kekuatan pendukung yang lemah sementara mengurangi

kekuatan penghambat yang kuat.

7. Dalam upaya mempengaruhi kebijakan sasaran utamanya adalah

menemukan cara untuk mengurangi kekuatan-kekuatan penghambat

sekaligus mencari peluang untuk mendapat keuntungan dari

(20)

29

Gambar 1. Analisis Medan Kekuatan (Force Field Analysisis)

Skala Likert

Untuk keperluan analisis ini, pengolahan data yang diperoleh dilakukan

dengan cara memberikan bobot penilaian dari setiap program yang dilaksanakan

menggunakan skala Likert. Menurut Sugiyono (2004; 84), skala Likert dapat

digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau

sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala Likert, maka variabel

yang akan diukur dijabarkan menjadi sub variabel. Kemudian sub variabel

dijabarkan menjadi komponen-komponen yang dapat terukur.

Komponen-komponen yang terukur ini kemudian dijadikan sebagai titik tolak untuk

menyusun item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan yang

kemudian dijawab oleh responden atau oleh peneliti berdasarkan kondisi

responden. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert

mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Untuk keperluan

analisis secara kuantitatif, maka jawaban yang diperoleh dari kuesioner akan

diberikan bobot penilaian berdasarkan skala Likert seperti terlihat pada tabel 3

dibawah ini, yaitu :

Tabel 3.Pembobotan Skala Likert

PencapaianProgram Bobot

(21)

30

Baik 4

Cukup 3

Buruk 2

Sangat Buruk 1

Data yang telah terkumpul kemudian diproses dan dianalisis secara

kualitatif. Analisis data secara kulitatif yaitu dengan cara mendeskripsikan

impelementasi program selama tahun 2008-2014 yang kemudian disajikan dalam

bentuk tabel.

Batasan Penelitian

Untuk menghindari kesalahan pengertian dan definisi yang berbeda – beda

dalam mengartikan hasil penelitian ini, maka perlu didefinisikan beberapa hal

yang berkaitan dengan isi laporan guna memberikan batasan – batasan terhadap

setiap variable yang diteliti.

1. Monitoring adalah kegiatan untuk memastikan dan mengendalikan

keserasian pelaksanaan program dengan perencanaan yang telah

ditetapkan.

2. Evaluasi adalah teknik penilaian kualitas program yang dilakukan

secara berkala melalui metode yang tepat.

3. Evaluasi kinerja lembaga-lembaga terkait adalah evaluasi yang

dilakukan untuk melihat apakah lembaga-lembaga yang terkait dengan

(22)

31

2007 – 2017 untuk orangutan sumatera (Pongoabelii) melaksanakan

fungsinya sesuai dengan kondisi dan porsinya.

Batasan Operasional

Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman dalam penelitian

ini, maka dibuat batasan operasional sebagai berikut.

1. Daerah penelitian adalah kota Medan.

2. Dalam penelitian ini yang dimonitoring dan dievaluasi adalah

pelaksanaan program-program serta indikator keberhasilan yang

terdapat pada dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK)

Orangutan Indonesia 2007 – 2017.

3. Sampel dalam penelitian ini adalah kepala para pemangku kepentingan

yang tercantum dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi

(SRAK) Orangutan Indonesia 2007 – 2017.

Gambar

Tabel 1. Analisis keterancaman orangutan sumatera
Gambar 1. Peta tingkat keterancaman habitat oragutan sumatera (Pongoabelii)
Tabel 2. Habitat dan populasi orangutan sumatera (2004)

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 2.1 Kemampuan Tunarungu dalam Memahami Percakapan ...12. Tabel 3.1 Partisipan sebagai

Pada saat curah hujan rendah, konsentrasi polutan di atmosfer mengalami akumulasi, sehingga konsentrasi amonia terlarut yang berlebih di atmosfer lebih banyak dalam air hujan,

Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Terbimbing Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Keterampilan Numerik Siswa Kelas V di MI Islamiyyah.. Tanggulangin

Jika tali yang panjangnya l , dibentangkan dan diberi beban lewat katrol serta ujung A digetarkan terus menerus, maka pada tali akan terbentuk gelombang transversal yang stasioner

Kepastian hukum bukan hanya berupa Pasal-Pasal dalam undang-undang, melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan Hakim antara putusan yang satu dengan putusan Hakim yang

[r]

Kontribusi Power Lengan, Power Tungkai Dan Fleksibilitas Panggul Terhadap Kecepatan Panjat Tebing Kategori Speed .... Metode Dan Desain

4) Bagian administrasi memberikan kwitansi pembayaran rangkap kedua kepada pelanggan dan kwitansi rangkap kesatu kebagian keuangan sebagai bahan untuk mencatat data pemasukan ke