10
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Orangutan Sumatera (Pongoabelii) dan orangutan Kalimantan
(Pongopygmaeus) adalah dua jenis satwa parimata yang menjadi bagian penting
dari kekayaan keanekaragaman hayati kita, dan merupakan satu-satunya kera
besar yang hidup di Asia, sementara tiga kerabatnya yaitu gorila, chimpanze, dan
bonobo hidup di benua Afrika. Orangutan dianggap sebagai suatu
‘flagshipspecies’ yang menjadi suatu simbol untuk meningkatkan kesadaran
konservasi serta menggalang partisipasi semua pihak dalam aksi konservasi.
Orangutan juga merupakah ‘umbrella species’elestarian orangutan di habitatnya
juga menjamin kelestarian hutan dan kelestarian makhluk hidup lainnya. Dari sisi
ilmu pengetahuan, orangutan juga sangat menarik, karena mereka menghadirkan
suatu cabang dari evolusi kera besar yang berbeda dengan garis turunan kera besar
yang terdapat di Afrika (Caldecott dan Miles, 2005).
Orangutan sumatera (Pongo abelii) merupakan kera besar endemik Pulau
Sumatera yang terancam punah karena hutan yang menjadi habitatnya telah rusak
dan hilang oleh penebangan liar, konversi lahan dan kebakaran. Selain itu
penurunan populasi tersebut juga disebabkan oleh tingginya perburuan orangutan.
Kondisi ini menyebabkan orangutan berada di ambang kepunahan, serta menjadi
langka dan akhirnya dilindungi. Di tingkat nasional orangutan dilindungi
keberadaannya oleh UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya, serta Peraturan Pemerintah (PP) No.7 Tahun 1999
11
orangutan adalah satwa yang termasuk dalam kategori genting
(endangeredspecies) IUCN (International Union for Conservation of Nature and
NaturalResources) dan tidak dapat diperdagangkan karena berada dalam daftar
Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Spesies).
Keadaan orangutan yang terancam punah tersebut tidak dapat dibiarkan. Oleh
karena itu perlu adanya tindakan untuk pelestarian orangutan yaitu konservasi
(Meijaard et al., 2001).
Dalam peraturan perundangan Indonesia, orangutan termasuk dalam status
jenis satwa yang dilindungi. Pada IUCN Red List Edisi tahun 2002 orangutan
dikategorikan Critically Endangered, artinya sudah sangat terancam kepunahan.
Diketahui bahwa jumlah populasi orangutan liar telah menurun secara
terus-menerus dalam beberapa dekade terakhir akibat hilangnya hutan dataran rendah,
namun pada beberapa tahun terakhir ini kecepatan penurunan populasi orangutan
terus meningkat.Menyikapi hal tersebut, maka disusunlah suatu dokumen yang
dapat menjadi panduan dalam penyelamatan orangutan sumatera sekaligus
sebagai acuan bagi para pihak yang bekerja untuk konservasi orangutan.
Penetapan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia
2007 – 2017 berguna sebagai kesatuan kerangka kerja konservasi yang
memadukan penanganan prioritas, terpadu, dan melibatkan semua pihak dan para
pemangku kepentingan.
Setelah lebih dari setengah periode berjalan, strategi dan rencana aksi yang
telah direcanakan dan yang dilaksanakan tidak begitu berefek positif terhadap
usaha-usaha konservasi orangutan. Buktinya dari tahun ke tahun, beberapa
12
orangutan terus saja terjadi, khususnya untuk orangutan sumatera. Oleh karena itu
strategi dan rencana aksi ini perlu dipantau dan dievaluasi untuk melihat sudah
sejauh mana pelaksanaan implementasinya serta tingkat keberhasilan dari
program-program tersebut sebagaimana tercantum dalam dokumen Strategi dan
Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia 2007 – 2017
Tujuan
1. Mengevaluasi pelaksanaan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi
(SRAK) Orangutan Indonesia 2008 – 2014 untuk orangutan sumatera.
2. Menganalisis faktor-faktor pendukung dan penghambat yang
berpengaruh terhadap program-program Strategi dan Rencana Aksi
Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia 2008 – 2014 untuk
Orangutan sumatera (Pongo abelii)
Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam peningkatan
kualitas aksi dan implementasi program-program Strategi dan Rencana Aksi
Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia, khususnya untuk konservasi orangutan
sumatera, yaitu berdasarkan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan program, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
keberhasilan program, serta mengetahui tindakan yang dapat memberikan
13
TINJAUAN PUSTAKA
Ekologi Orangutan
Orangutan adalah kera besar, oleh karena itu memiliki ciri-ciri khas dasar
yang sama dengan saudara-saudara mereka dari Afrika. Pada saat ini, orangutan,
kera besar satu-satunya yang masih ada di Asia, hanya dapat ditemukan di
pedalaman hutan-hutan Kalimantan dan Sumatera. Menurut anggapan beberapa
ahli taksonom, ada satu spesies dengan dua sub-spesies orangutan, satu pada tiap
pulau atau dua spesies, yaitu spesies Sumatera (Pongo abelii) dan spesies
Kalimantan (Pongo pygmaeus). Ironisnya nama “Orangutan” jarang sekali disebut
oleh penduduk di sekitar habitat alami orangutan. Di Sumatera digunakan julukan
“Mawas”. Di Kalimantan, berbagai nama digunakan, termasuk “Maias” atau
“Kahiyu” (Rijksen dan Meijaard, 1999 dalam Schaik, 2006).
Nama orangutan berasal dari bahasa Melayu, yaitu “orang” dan “hutan”,
yang dapat diartikan sebagai orang yang berasal dari hutan. Selain itu juga dalam
berbagai bahasa Orangutan dikenal juga dengan nama Mawas (Sumatera Utara)
dan Maweh (Aceh). Orangutan merupakan hanya ditemui di Asia Tenggara atau
tepatnya di Indonesia dan Malaysia. Sedangkan jenis kera besar lainnya, yaitu
gorila (Pan gorilla), simpanse (Pan troglodytes), dan bonobo (Pan paniscus)
berada di benua Afrika (Galdikas, 1978).
14
Menurut Jones et al., (2004), primata diklasifikasikan berdasarkan tiga
tingkatan taksonomi yaitu :
1. Secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang
disahkan secara terang-terangan.
2. Secara ilmiah populasi yang tidak memiliki nama yang terdapat di
daerah tersebut dengan bukti terpercaya yang taksonominya dikenali
secara terpisah kemungkinan benar.
3. Secara ilmiah nama spesies dan subspesies yang dikenali belum pasti
dan memerlukan investigasi lebih lanjut.
Berdasarkan tingkatan tersebut, orangutan Sumatera diklasifikasikan
menjadi:
Kelas : Mammalia
Bangsa : Primata
Anak bangsa : Anthropoidea
Famili : Hominoidea
Subfamili : Pongidae
Genus : Pongo
Jenis : Pongo abelii.
Orangutan sumatera (Pongo abelii) memiliki penampilan rambut yang
lebih terang jika dibandingkan dengan orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus),
warna rambut coklat kekuningan, tebal atau panjang (Supriatna dan Edy, 2000),
dan jika dilihat dari mikroskop berambut membulat, mempunyai kolom pigmen
gelap yang halus dan sering patah di bagian tengahnya, biasanya jelas di dekat
15
Pada bagian wajah orangutan sumatera (Pongo abelii) terkadang memiliki rambut
putih, rambut orangutan sumatera lebih lembut dan lemas dibandingkan dengan
rambut orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) yang kasar dan jarang-jarang
(Galdikas, 1978).
Anak orangutan yang baru lahir memiliki kulit wajah dan tubuh yang
berwarna pucat dengan rambut coklat yang sangat muda dan setelah dewasa
warnanya akan berubah sesuai dengan perkembangan umurnya. Ukuran tubuh
orangutan jantan 2 kali lebih besar daripada betina (Supriatna dan Edy, 2000).
Berat badan betina orangutan sumatera (Pongo abelii) maupun orangutan
kalimantan (Pongo pygmaeus) rata-rata 37 kg, sedangkan untuk berat badan
jantan orangutan sumatera (Pongo abelii) rata-rata 66 kg dan orangutan
kalimantan (Pongo pygmaeus) rata-rata 73 kg (Galdikas, 1978). Menurut
Supriatna dan Edy (2000), pada jantan mempunyai kantung suara yang berfungsi
mengeluarkan seruan panjang (longcall). Seruan panjang ialah suara orangutan
yang dikeluarkan dan dapat terdengar dari jarak-jarak jauh yang berfungsi untuk
merangsang perilaku seks pada betina yang artinya seruan panjang memiliki
peranan penting dalam reproduksi dan untuk seruan panjang orangutan
kalimantan. (Pongo pygmaeus) terdengar hingga sejauh lebih dari 2 Km serta
terdengar memukau dan menakutkan (Galdikas, 1978).
Ancaman Kelestarian Orangutan
Pertemuan yang diselenggarakan di Berastagi dan Pontianak telah
mengidentifikasi berbagai ancaman yang berpotensi meningkatkan risiko
16
ancaman yang teridentifikasi oleh para pihak yang hadir di pertemuan Berastagi
dan Pontianak dapat dilihat pada table berikut.
Tabel 1. Analisis keterancaman orangutan sumatera
No. Ancaman Tingkat
Ancaman
Dampak Utama Kemungkinan
Pengelolaan 1. Tekanan populasi penduduk Sedang Degradasi
sumberdaya,
- Membuat insentif untuk pindah keluar - Mengurangi perambahan 2. Perubahan Landuse – tata
guna lahan
Tinggi Degradasi dan
kerusakan 3. Kebakaran hutan Tinggi Degradasi habitat,
kematian orangutan
4. Pertambangan Sedang Perubahan dan
degradasi habitat
- Mendorong adanya aturan yang melarang pertambangan pada kawasan yang menjadi habitat orangutan
5. Penegakan aturan yang lemah Sedang Penebangan hutan dan perburuan tinggi 6. Penebangan hutan Tinggi Habitat orangutan
berkurang, perubahan
17
Pembukaan kawasan hutan merupakan ancaman terbesar terhadap
lingkungan karena mempengaruhi fungsi ekosistem yang mendukung kehidupan
di dalamnya. Hutan Indonesia telah banyak berkurang akibat konversi menjadi
lahan pertanian, perkebunan, permukiman, kebakaran hutan serta praktek
pengusahaan hutan yang tidak berkelanjutan. Pengembangan otonomi daerah dan
penerapan desentralisasi pengelolaan hutan pada tahun 1998 juga dipandang oleh
banyak pihak sebagai penyebab peningkatan laju deforestasi di Indonesia
(Dephut, 2009).
Pembukaan kawasan hutan merupakan ancaman terbesar terhadap
lingkungan karena mempengaruhi fungsi ekosistem yang mendukung kehidupan
di dalamnya. Pengembangan otonomi daerah dan penerapan desentralisasi
pengelolaan hutan pada 1998 juga dipandang oleh banyak pihak sebagai penyebab
Pembukaan peningkatan laju deforestasi di Indonesia. Pembangunan perkebunan
dan izin usaha pemanfaatan kayu yang dikeluarkan pemerintah daerah turut
berdampak terhadap upaya konservasi orangutan.
Pembangunan perkebunan dan izin usaha pemanfaatan kayu yang
dikeluarkan pemerintah daerah turut berdampak terhadap upaya konservasi
orangutan. Semenjak desentralisasi diimplementasikan sepenuhnya pada tahun
2001, sebagian tanggung jawab pengelolaan kawasan hutan diserahkan kepada
pemerintah daerah. Pemberian izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) 100 hektar
yang terjadi pada tahun 2001-2002 dengan pola tebang habis menyebabkan
pengelolaan hutan semakin sulit. Sementara itu perencanaan tata guna lahan
seringkali tidak mempertimbangkan prinsip-prinsip ekologi dan konservasi
18
Gambar 1. Peta tingkat keterancaman habitat oragutan sumatera (Pongoabelii)
Status Konservasi
Orangutan (Pongo abelii) merupakan kera besar endemik Pulau Sumatera
yang terancam punah karena hutan yang menjadi habitatnya telah rusak dan hilang
oleh penebangan liar, konversi lahan dan kebakaran. Selain itu penurunan
populasi tersebut juga disebabkan oleh tingginya perburuan orangutan. Kondisi ini
menyebabkan orangutan berada diambang kepunahan, serta menjadi langka dan
19
UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, serta Peraturan Pemerintah (PP) No.7 Tahun 1999 tentang
Pengawetan Flora dan Fauna Indonesia. Di tingkat internasional orangutan adalah
satwa yang termasuk dalam kategori genting (Endangered Species) IUCN
(International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) dan
tidak dapat diperdagangkan karena berada dalam daftar Appendix I CITES
(Convention on International Trade in Endangered Spesies). Keadaan orangutan
yang terancam punah tersebut tidak dapat dibiarkan. Oleh karena itu, perlu adanya
tindakan untuk pelestarian orangutan berupa kegiatan konservasi (Meijaard et al.,
2001).
Monitoring
Monitoring merupakan proses pengumpulan informasi ( data dan fakta )
dan pengambilan keputusan – keputusan yang diambil dalam pelaksanaan
program dengan maksud untuk menghindari terjadinya keadaan – keadaan kritis
yang akan mengganggu pelaksanaan program sehingga program tersebut tetap
dapat dilaksanakan seperti yang direncanakan demi tercapainya tujuan yang telah
ditetapkan ( Mardikanto, 1993 ).
Dalam kaitannya dengan program, monitoring diartikan sebagai suatu
proses untuk menentukan relevansi, efisiensi, efektifitas dan dampak kegiatan –
kegiatan program yang sedang berjalan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai
secara sistematik dan objektif. Monitoring meliputi kegiatan mengamati/meninjau
kembali/mempelajari/ kegiatan mengawasi yang dilakukan secara terus – menerus
20
memastikan bahwa pengadaan/penggunaan input, jadwal kerja, hasil yang
ditargetkan dan tindakan – tindakan lainnya yang diperlukan berjalan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan ( Sinar Tani, 2001 ).
Dengan melaksanakan monitoring, berarti ingin diketahui secara tepat dan
pasti mengenai pengamatan atas bukti dan fakta tentang proses dan pencapaian
tujuan yang diharapkan dan penemuan hambatan – hambatan maupun factor
pendorong mencapai keberhasilan ( Ginting, 2000 ).
Evaluasi
Evaluasi adalah teknik penilaian kualitas program yang dilakukan secara
berkala melalui metode yang tepat. Pada hakekatnya, evaluasi diyakini sangat
berperan dalam upaya peningkatan kualitas operasional suatu program dan
berkontribusi penting dalam memandu pembuat kebijakan diseluruh strata
organisasi. Dengan menyusun, mendesain evaluasi yang baik dan menganalisi
hasilnya dengan tajam, kegiatan evaluasi dapat member gambaran tentang
bagaimana kualitas operasional program, layanan, kekuatan dan kelemahan yang
ada, efektifitas biaya dan arah produktif potensial masa depan. Dengan
menyediakan informasi yang relevan untuk pembuat kebijakan, evaluasi dapat
membantu menata seperangkat prioritas, mengarahkan alokasi sumber dana,
memfasilitasi modifikasi, penajaman struktur program dan aktifitas sertamemberi
sinyal akan kebijakan penataan ulang personil dan sumber daya yang dimiliki. Di
samping itu, evaluasi dapat dimanfaatkan untuk menilai meningkatkan kualitas
21
Masalah utama dalam evaluasi adalah bahwa agen penyuluhan sering
melihatnya sebagai sebuah ancaman, terutama jika mereka kurang percaya diri
atau tidak yakin akan penilaian atasannya terhadap tugas mereka. Ini dapat
menjadi masalah terutama pada budaya dimana kritik dapat menyebabkan
kehilangan muka dan tidak bias dilihat sebagai cara yang positif untuk membantu
agar penyuluh memperbaiki tugasnya. Oleh karena itu, penting bagi agen
penyuluhan untuk tidak ragu – ragu terhadap penilaian tugasnya, dan berbicara
penuh dengan keyakinan untuk diperolehnya masukan yang baik ( Van den Bad
dan Hawkins, 1999 ).
Beberapa evaluasi dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan metode
ilmu – ilmu sosial, tetapi sebagian besar dilakukan oleh agen penyuluhan.Untuk
itu perlu dikembangkan metodologi yang lebih sedehana, sesuai dan kurang
menyita waktu. Evaluasi sebagai pemberi informasi digunakan agen penyuluhan
sebagai dasar pengambilan keputusan walaupun biasanya keputusan juga
didasarkan pada bayangan yang ditunjukkan oleh banyak sumber informasi, dan
tidak dari satu sumber saja. Evaluasi dapat melengkapi basis informasi sehingga
menyebabkan terjadinya perubahan bertahap dalam rencana ( van den ban &
Hawkins, 1999 ).
Tujuan dari evaluasi adalah untuk menentukan relevansi, efisiensi,
efektifitas dan dampak dari kegiatan dengan pandangan untuk menyempurnakan
kegiatan yang sedang berjalan, membantu perencanaan, penyususnan program dan
pengambilan keputusan dimasa depan. Dan monitoring dilaksanakan agar proyek
dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien dengan menyediakan umpan
22
mengambil tindakan yang korektif tepat pada waktunya jika terjadi masalah dan
hambatan (Sinar Tani, 2001 ).
Gambaran Umum SRAK OU 2007-2017
Berawal dari kondisi orangutan yang sangat memprihatinkan, telah
mendorong para peneliti, pelaku konservasi, pemerintah, dan pemangku
kepentingan lainnya untuk mencari solusi terbaik yang dapat menjamin
keberadaan primata itu di tengah upaya negara menyejahterakan masyarakatnya.
Serangkaian pertemuan untuk menyusun strategi konservasi berdasarkan kondisi
terkini orangutan telah diadakan, dimulai dari Lokakarya Pengkajian Populasi dan
Habitat (Population Habitat and Viability Analysis) di Jakarta pada 2004,
kemudian dilanjutkan dengan pertemuan multipihak di Berastagi, Sumatera Utara,
pada September 2005, dan di Pontianak, Kalimantan Barat pada Oktober 2005,
serta di Samarinda pada Juni 2006. Ketiga pertemuan terakhir menyertakan pula
pemerintah daerah di seluruh daerah sebaran orangutan, kalangan industri
perkayuan, perkebunan kelapa sawit, dan utusan masyarakat, selain peneliti dan
pelaku konservasi. Dialog yang dilakukan antara berbagai pihak dengan latar
belakang kepentingan yang berbeda di ke-tiga pertemuan itu telah menghasilkan
serangkaian rekomendasi yang mencerminkan keinginan baik semua pihak untuk
melestarikan orangutan (Forina, 2013.)
Sebagai kelanjutan, pemerintah melalui Direktorat Jendral Perlindungan
Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA) bekerjasama dengan Asosiasi
23
Conservation Services Program (OCSP)- USAID, telah mensintesis semua butir
rekomendasi dari pertemuan Berastagi dan Pontianakdan Samarinda melalui
pembahasan diskusi kelompok terfokus (FGD) di Jakarta 6 Novermber 2007,
FGD di Bogor 30-31 Oktober 2007, FGD Jakarta 8 November 2007, Lokakarya di
Jakarta 15-16 November dan Finalisasi di Bogor 20-21November 2007 ke dalam
suatu Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Nasional Orangutan. Penyusunan
strategi dan rencana aksi ini melibatkan kembali berbagai pihak yang berperan
serta menghasilkanseluruh butir rekomendasi yang ada. Dengan demikian, proses
yang terjadi juga dapat dipandang sebagai upaya mengevaluasi pencapaian target
konservasi sejak rekomendasi aksi dicanangkan, selain sebagai upaya
memperbarui informasi sebaran dan populasi orangutan. Seluruh rangkaian proses
ini diharapkan menghasilkan sebuah acuan yang dapat diterima dan dijalankan
semua pihak, sehingga dalam sepuluh tahun yang akan datang kondisi orangutan
dan hutan dataran rendah yang menjadi habitatnya akan menjadi lebih baik dari
saat ini (Forina, 2013)
Visi SRAK OU 2007-2017
Terjaminnya keberlanjutan populasi orangutan dan habitatnya melalui
kemitraan para pihak.
Maksud SRAK OU 2007-2017
Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Nasional Orangutan disusun
sebagai upaya merumuskan kesepakatan para pihak ke dalam serangkaian
rekomendasi aksi yang diharapkan dapat menjamin keberlanjutan populasi
orangutan di dalam proses pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat.
24
Tujuan disusunnya Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan
adalah sebagai acuan bagi para pihak untuk menentukan prioritas kegiatan
konservasi insitu dan eksitu, serta merancang program pembangunan yang tidak
mengancam keberlanjutan populasi orangutan, sehingga kondisi orangutan di
alam menjadi lebih baik dalam sepuluh tahun mendatang. Sasaran yang ingin
dicapai sampai tahun 2017 adalah :
1. Populasi dan habitat alam orangutan sumatera dan kalimantan dapat
dipertahankan atau dalam kondisi stabil.
2. Rehabilitasi dan reintroduksi orangutan ke habitat alamnya dapat
diselesaikan pada 2015.
3. Dukungan publik terhadap konservasi orangutan sumatera dan
kalimantan pada habitat alamnya meningkat
4. Pemerintah daerah dan pihak industri kehutanan serta perkebunan
menerapkan tata kelola yang menjamin keberlanjutan populasi orangutan
dan sumberdaya alam.
5. Pemahaman dan penghargaan semua pihak terhadap keberadaan
orangutan di alam meningkat
Wilayah Kerja SRAK OUS
Saat ini hampir semua orangutan sumatera hanya ditemukan di Provinsi
Sumatera Utara dan Provinsi Aceh, dengan Danau Toba sebagai batas paling
selatan sebarannya. Hanya 2 populasi yang relatif kecil berada di sebelah barat
daya danau, yaitu Sarulla Timur dan hutan-hutan di Batang Toru Barat. Populasi
25
Leuser Timur (1.052 individu), serta Rawa Singkil (1.500 individu). Data ukuran
populasi orangutan di berbagai blok habitat di Sumatera beserta sebarannya
selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2 di bawah (sumber: Wich, dkk draft).
Tabel 2. Habitat dan populasi orangutan sumatera (2004)
No. Unit Habitat Perkiraan
Jumlah Orangutan
Blok Habitat Hutan
Primer 4. Leuser Barat 2508 Kluet Highland (Aceh Barat Daya)
G. Leuser Barat Rawa Kluet
G. Leuser / Demiri Timur Mamas-Bengkung
Kapi dan Hulu Lesten Lawe Sigala-gala
8. Trumon-Singkil 1500 Rawa Trumon-Singkil 725 725 9. Rawa Singkil Timur 160 Rawa Singkil Timur 80 80 10. Batang Toru Barat 400 Batang Toru Barat 600 600
11. Sarulla Timur 150 Sarulla Timur 375 375
Total 6667 14452 7031
Dari data yang disajikan pada tabel di atas dapatlah diketahui bahwa
populasi orangutan terbesar terdapat di wilayah habitat Leuser Barat dengan
perkiraan jumlah individu orangutan sebanyak 2508 individu, dan untuk wilayah
habitat dengan jumlah individu orangutan terkecil terdapat di Seulawah dengan
26
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kota Medan dan sekitarnya, yaitu meliputi;
Medan kota, Medan Maimun, Medan Denai, Medan Amplas, dan Medan Area.
Dengan pertimbangan bahwa semua pemangku kepentinganterkait
pelaksanaanStrategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia
2007 – 2017 untuk orangutan sumatera berada di kawasan kota Medan. Waktu
pelaksanaan penelitian Juli-September 2014.
Alat dan Bahan Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis untuk menulis,
kamera digital utuk dokumentasi, perangkat komputer untuk mengolah data.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar monitoring dan
evaluasi indikator kesuksesan Rencana Aksi Nasional Konservasi Orangutan
Indonesia 2007-2017
27
Metode pengambilan sampel adalah secara purposive. Dimana yang akan
menjadi sample penelitian adalah pihak-pihak terkait pelaksanaan program SRAK
2007-2017.
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang langsung diperoleh dari orang yang ada di lapangan. Data
primer dalam penelitian ini diperoleh melalui kuisioner dan wawancara kepada
respondenuntukmengetahui bagaimana pelaksanaan program-program Strategi
dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia 2007 – 2017
berjalan, serta capaian dari program-program yang telah dilaksanakan.
Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi :
a. Karakteristik responden yang digunakan untuk validitas dan reliabilitas
sumber data, berupa : umur, suku, agama, pendidikan.
b. Evaluasi pencapaian program sesuai dengan indikator yang ditetapkan
dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK)
Orangutan Indonesia 2007 – 2017.
c. Faktor-faktor pendukung dan penghambatpelaksanaan programyang
diketahui dari para pemangku kepentingan.
Analisis Data
Analisis Medan Kekuatan(Force Field Analysis)
Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode analisis medan
kekuatan (force field analysis), yaitu metode untuk menganalisis kekuatan/ faktor
yang mempengaruhi suatu perubahan (misal : implementasi kebijakan),
28
terhadap faktor-faktor kekuatan tersebut (Lewin, 1951). Adapun tahapan yang
dilakukan dalam melakukan analisis medan keuatan adalah sebagai berikut,
1. Tentukan program yang akan dianalisis
2. Menetukan bidang perubahan yang akan dibahas. Bidang perubahan ini
dapat ditulis sebagai sasaran kebijakan yang diinginkan atau tujuan.
3. Semua kekuatan yang mendukung adanya perubahan kemudian ditulis
dalam kolom di sebelah kiri (mendorong perubahan ke depan),
4. Sementara semua kekuatan penentang munculnya perubahan ditulis dalam
kolom di sebelah kanan (penghambat perubahan).
5. Kekuatan pendorong dan penghambat ini kemudian diberi skor sesuai
dengan ‘magnitude’ masing2, mulaidari skor satu (lemah) hingga skor
lima (kuat). Skor yang diperoleh bisa jadi tidak seimbang
dimasing-masing sisi.
6. Menetapkan tindakan yang dapat dilakukan menghadapi
kekuatan-kekuatan tersebut. Dampak paling signifikan akan dipeoleh dengan cara
meningkatkan kekuatan pendukung yang lemah sementara mengurangi
kekuatan penghambat yang kuat.
7. Dalam upaya mempengaruhi kebijakan sasaran utamanya adalah
menemukan cara untuk mengurangi kekuatan-kekuatan penghambat
sekaligus mencari peluang untuk mendapat keuntungan dari
29
Gambar 1. Analisis Medan Kekuatan (Force Field Analysisis)
Skala Likert
Untuk keperluan analisis ini, pengolahan data yang diperoleh dilakukan
dengan cara memberikan bobot penilaian dari setiap program yang dilaksanakan
menggunakan skala Likert. Menurut Sugiyono (2004; 84), skala Likert dapat
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala Likert, maka variabel
yang akan diukur dijabarkan menjadi sub variabel. Kemudian sub variabel
dijabarkan menjadi komponen-komponen yang dapat terukur.
Komponen-komponen yang terukur ini kemudian dijadikan sebagai titik tolak untuk
menyusun item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan yang
kemudian dijawab oleh responden atau oleh peneliti berdasarkan kondisi
responden. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert
mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Untuk keperluan
analisis secara kuantitatif, maka jawaban yang diperoleh dari kuesioner akan
diberikan bobot penilaian berdasarkan skala Likert seperti terlihat pada tabel 3
dibawah ini, yaitu :
Tabel 3.Pembobotan Skala Likert
PencapaianProgram Bobot
30
Baik 4
Cukup 3
Buruk 2
Sangat Buruk 1
Data yang telah terkumpul kemudian diproses dan dianalisis secara
kualitatif. Analisis data secara kulitatif yaitu dengan cara mendeskripsikan
impelementasi program selama tahun 2008-2014 yang kemudian disajikan dalam
bentuk tabel.
Batasan Penelitian
Untuk menghindari kesalahan pengertian dan definisi yang berbeda – beda
dalam mengartikan hasil penelitian ini, maka perlu didefinisikan beberapa hal
yang berkaitan dengan isi laporan guna memberikan batasan – batasan terhadap
setiap variable yang diteliti.
1. Monitoring adalah kegiatan untuk memastikan dan mengendalikan
keserasian pelaksanaan program dengan perencanaan yang telah
ditetapkan.
2. Evaluasi adalah teknik penilaian kualitas program yang dilakukan
secara berkala melalui metode yang tepat.
3. Evaluasi kinerja lembaga-lembaga terkait adalah evaluasi yang
dilakukan untuk melihat apakah lembaga-lembaga yang terkait dengan
31
2007 – 2017 untuk orangutan sumatera (Pongoabelii) melaksanakan
fungsinya sesuai dengan kondisi dan porsinya.
Batasan Operasional
Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman dalam penelitian
ini, maka dibuat batasan operasional sebagai berikut.
1. Daerah penelitian adalah kota Medan.
2. Dalam penelitian ini yang dimonitoring dan dievaluasi adalah
pelaksanaan program-program serta indikator keberhasilan yang
terdapat pada dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK)
Orangutan Indonesia 2007 – 2017.
3. Sampel dalam penelitian ini adalah kepala para pemangku kepentingan
yang tercantum dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi
(SRAK) Orangutan Indonesia 2007 – 2017.