• Tidak ada hasil yang ditemukan

GANGGUAN KESEHATAN PADA WANITA USIA SUBUR AKIBAT PAJANAN PESTISIDA ORGANOFOSFAT DI KABUPATEN BANDUNG BARAT, JAWA BARAT Health Disorders Amongst Women of Childbearing Age Due to Exposure to Organophosphates in West Bandung District,West Java

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "GANGGUAN KESEHATAN PADA WANITA USIA SUBUR AKIBAT PAJANAN PESTISIDA ORGANOFOSFAT DI KABUPATEN BANDUNG BARAT, JAWA BARAT Health Disorders Amongst Women of Childbearing Age Due to Exposure to Organophosphates in West Bandung District,West Java"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

140

KABUPATEN BANDUNG BARAT, JAWA BARAT

Health Disorders Amongst Women of Childbearing Age

Due to Exposure to Organophosphates in West Bandung District,West Java

Dasuki1, Miko Hananto1, Asep Hermawan2, Elsa Elsi1 1

Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat 2

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan R.I.

Email: dasuki97@ymail.com

Diterima: 26 Februari 2016; Direvisi: 23 Januari 2016; Disetujui: 31 Januari 2017

ABSTRACT

Women of Childbearing Age (WCA) who live in agricultural area areat risk to pesticide poisoning with long-term negative impacts. This study objective is to describe organophosphate(OP) pesticide metabolites in urine of WCA exposed to pesticides. This study design was Type-1 Health Study which was conducted by the National Institute for Health Research and Development in 2014. Descriptive analysis was performed to obtain the percentages of WCA sufferers from OP contamination, and Chi-Square test was used to assess the effect. The percentage of WCA contaminated by OP pesticide metabolites was 52.9%, and 58.3% among the age group of15-25yearsold.The highest percentage (60,7%) was those who are farmers.

Fisher’s Exacttest shows that there was no statistically significant relation between health problems and OP pesticide contamination. Generally, pesticide metabolites were detected most at the young age of WCA.

Symptomsamong WCA include dizziness, fatigue, vomiting and shortness of breath.

Keywords:Organophosphate, pesticide metabolites, women ofchildbearing age, health disorders

ABSTRAK

Wanita usia subur (WUS) yang tinggal didaerah pertanian merupakan salah satu populasi yang berisiko untuk mengalami keracunan pestisida dengan dampak negatif jangka panjang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran metabolit pestisida organofosfat (OP) pada urine WUS yang mengalami gangguan kesehatan akibat pajanan pestisida. Penelitian dilakukan Badan Litbangkes pada tahun 2014 dengan desain Type-1 Health Study. Analisis dilakukan secara deskriptif untuk menggambarkan persentase WUS yang mengalami pajanan. Uji Chi-Square dilakukan untuk mengkaji dampak pajanan pada WUS. Secara deskriptif, persentase WUS yang terdeteksi metabolit pestisida OP adalah 52,9% dan yang paling banyak terdeteksi pada kelompok umur 15-25 tahun (58,3%) dengan pekerjaan petani/buruh tani (60,7%). Hasil uji Fisher’s Exact menunjukkan bahwadampak kesehatan tidak menunjukkan perbedaan signifikan dengan kontaminasi pestisida. Secara umum, WUS yang terdeteksi metabolit pestisida paling banyak pada usia muda dengan pekerjaan petani/buruh tani. Gejala paling sering muncul pada WUS yang terkontaminasi pestisida adalah pusing, mata berkunang, perasaan letih, muntah-muntah dan sesak.

Kata kunci: Organofosfat, metabolit pestisida, wanita usia subur, gangguan kesehatan

PENDAHULUAN

World Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahun terjadi 1-5 juta kasus keracunan pestisida pada pekerja di sektor pertanian dengan tingkat kematian mencapai 220.000 korban jiwa (Kishi et al., 1995). Sekitar 80% keracunan pestisida dilaporkan terjadi di negara berkembang

(2)

141

negara agraris penggunaan pestisida di

Indonesia cukup tinggi. Pada tahun 2006 tercatat 1.336 formulasi dan 402 bahan aktif pestisida telah didaftarkan untuk pengendalian hama di berbagai komoditi (IAERI/Indonesian Agricultural Environment Research Institute), 2009).Tidak hanya jumlahnya, frekuensi penyemprotan, jenis pestisida, dan dosis yang digunakan cukup tinggi. Para petani di daerah Brebes misalnya, menggunakan beberapa jenis pestisida sekaligus dalam setiap penyemprotan yang mereka lakukan, dengan dosis yang jauh di atas ketentuan yang tertulis dalam kemasan. Frekuensi penyemprotan juga sangat intensif yaitu sekitar 2-3 hari sekali (Suhartono and Dharminto, 2010)

Dampak penggunaan pestisida yang berlebihan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan mengakibatkan gangguan kesehatan pada masyarakat. Salah satu jenis pestisida yang paling banyak digunakan dalam kegiatan pertanian adalah pestisida golongan organofosfat (OP). Pestisida jenis ini tergolong sebagai endocrine disrupting chemicals (EDCs), yakni senyawa-senyawa kimia yang mengganggu sintesis, sekresi, transport, metabolisme, aksi pengikatan, dan eliminasi hormon-hormon yang berfungsi menjaga homeostasis, reproduksi, dan proses tumbuh-kembang (Diamanti-Kandarakis et al., 2009).

Pestisida OP menimbulkan efek pada serangga, mamalia, dan manusia melalui inhibisi asetilkolinesterase pada saraf. Setelah masuk ke dalam tubuh pestisida dapat mempengaruhi syaraf karena penurunan enzim kolinesterase, enzim ini merupakan enzim yang mempengaruhi kerja syaraf (Sartono, 2001, Djojosumarto, 2008). Inhibitor kolinesterase diabsorbsi secara cepat, setelah diabsorbsi sebagian besar diekresikan dalam urine, hampir seluruhnya berbentuk metabolit. Metabolit dan senyawa aslinya didalam darah dan jaringan tubuh terikat pada protein. Metabolisme senyawa OP melibatkan enzim-enzim hidrolitikdan oksidatif sehingga selang waktu antara absorbsi dan eksresi bervariasi (Quandt et al., 2006, Tim Penyusun FK UI, 2009). Menurut WHO paling tidak ditemukan 20.000 orang meninggalkarena keracunan pestisida dan

sekitar 5.000-10.000 orang mengalami dampak yang sangat berbahaya seperti kanker, cacat, mandul, dan hepatitis setiap tahunnya (Priyanto, 2009).

Salah satu masalah utama yang berkaitan dengan keracunan pestisida adalah bahwa gejala dan tanda keracunan umumnya tidak spesifik bahkan cenderung menyerupai gejala penyakit biasa seperti mual, pusing, dan lemah sehingga oleh masyarakat dianggap suatu penyakit yang tidak memerlukan terapi khusus. Gejala klinik baru akan timbul bila aktifitas kolinesterase berkurang 50% atau lebih rendah (WHO, 1986, Sartono, 2001).

Luas wilayah Kabupaten Bandung Barat yaitu 1.305,77 km², terletak antara 60º

41’ s/d 70º 19’ LS dan 107º 22’ s/d 108º 05’

BT. Rata-rata ketinggian 110 meter dan maksimum 2.2429 meter dari permukaan laut. Kemiringan wilayah yang bervariasi antara 0–8%, 8–15%, hingga diatas 45%. Penggunaan lahan untuk budidaya pertanian merupakan penggunaan lahan terbesar yaitu 66.500,294 hektar, sedangkan yang termasuk kawasan lindung seluas 50.150,928 ha, budidaya non pertanian seluas 12.159,151 hektar dan lainnya seluas 1.768,654 hektar (Pemda Kabupaten Bandung Barat, 2007).

Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat berada pada ketinggian 700 m diatas permukaan laut (dpl) dengan suhu lingkungan sekitar 18-22°C. Kegiatan hortikultural pada kawasan ini meliputi sayuran dan hijauan pakan ternak. Pestisida diterapkan secara intensif untuk kegiatan pertanian dan dapat menjadi sumber pencemaran pestisida pada produk pertanian, peternakan dan lingkungan (Pemkab Kabupaten Bandung Barat, 2013). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran metabolit pestisida organofosfat (OP) pada urine WUS yang mengalami gangguan kesehatan akibat paparan pestisida.

BAHAN DAN CARA

(3)

142

(ATSDR) (Division of Health Studies Agency for Toxic Substances and Disease Registry U.S, 1996). Penelitian dilakukan di Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat pada bulan Februari-November 2014. Populasi penelitian adalah semua rumah tangga (ruta) yang memiliki WUS di Kab. Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Sampel sebanyak 200 ruta di kawasan peruntukan pertanian, dan 200 kawasan bukan peruntukan pertanian.

Pengambilan sampel dilakukan secara bertingkat. Tahap pertama, penentuan kawasan peruntukan pertanian dan kawasan non peruntukan pertanian yang ditentukan secara purposif. Penentuan kawasan peruntukan pertanian dan kawasan non peruntukan pertanian dilakukan berdasarkan data rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) yang dikeluarkan Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (BAPPEDA)

Kabupaten Bandung Barat. Kawasan peruntukan pertanian ditetapkan di Kecamatan Lembang dan bukan kawasan peruntukan pertanian di Kecamatan Ngamprah (Bappeda Kabupaten Bandung Barat, 2013). Tahap kedua, adalah menentukan kluster (Rukun Tetangga-RT), sebanyak 10 kluster disetiap kawasan melalui teknik systematic random sampling (SRS). Tahap ketiga, menentukan ruta terpilih menggunakan systematic random sampling sebanyak 20 ruta tiap kluster (Ariawan, 1998). Kriteria inklusi ruta adalah mempunyai anggota rumah tangga (ART) wanita berumur 15-54 tahun dan sudah

tinggal di kawasan ini minimal 5 tahun. Jika dalam 1 ruta terdapat lebih dari satu wanita yang memenuhi kriteria inklusi maka dipilih yang tinggal paling lama, bersedia menjadi responden, dan diambil urinenya. Data gangguan kesehatan akibat keracunan pestisida dilakukan dengan wawancara, sedangkan data pajanan pestisida OP diukur dengan keberadaan metabolit pestisida pada urine yang dianalisis menggunakan metode Gas chromatography–mass spectrometryt andem GCMS/MS (De Alwis et al., 2008).

Metabolit pestisida OP yang dianalisis dalam penelitian ini ada 6 jenis, yaitu Dimethyl Phosphate (DMP), Dimethyl Thiophosphate (DMTP), Dimethyl Dithiophosphate (DMDTP), Diethyl Phosphate (DEP), Diethyl Thiophosphate (DETP), Diethyl Dithiophosphate (DEDTP). Definisi operasional terdeteksi apabila minimal salah satu jenis OP terdeteksi (≥Limit of Detection [LOD]). Hasil pengukuran metabolit pestisida OP menunjukkan bahwa sebanyak 211 orang responden (52,9%) terdeteksi metabolit pestisida OP dalam urinenya. Analisis deskriptif dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi karateristik responden, pajanan pestisida, dan uji Chi-Square untuk melihat adanya perbedaan proporsi pada WUS yang terdeteksi metabolit pestisida dan tidak.

HASIL

Tabel 1. Distribusi karakteristik responden menurut keberadaan metabolit pestisida OP pada urine di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, 2014

Karakteristik Responden

Metabolit Pestisida OP pada Urine

Jumlah Terdeteksi Tidak Terdeteksi

n % N %

Kelompok Umur

15 - 25 tahun 42 58,3 30 41,7 72

26 - 35 tahun 67 48,9 70 51,1 137

36 - 45 tahun 75 54,7 62 45,3 137

(4)

143

Lanjutan

Tabel 1. Distribusi karakteristik responden menurut …..

Tingkat Pendidikan

SD 101 52,9 90 47,1 191

SLTP 51 53,1 45 46,9 96

SLTA 51 56,0 40 44,0 91

Perguruan Tinggi 8 40,0 12 60,0 20

Status Pekerjaan Utama

Tidak bekerja/mengurus RT 139 51,5 131 48,5 270

PNS/TNI/POLRI 8 50,0 8 50,0 16

Petani/Buruh tani 17 60,7 11 39,3 28

Pegawai swasta/Buruh 42 57,5 31 42,5 84

Lainnya 5 45,5 6 54,5 11

Aktivitas Bidang Pertanian

Ya 29 51,8 27 48,2 56

Tidak 182 53,2 160 46,8 342

Tabel 2. Distribusi responden (WUS) menurut gejala keracunan pestisida dan metabolit pestisida OP pada urine di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, 2014

Gejala Keracunan Akibat Kontak dengan Pestisida

Metabolit Pestisida OP pada Urine

Jumlah Nilai P

OR (95%: CI) Terdeteksi Tidak

Terdeteksi

N % N %

Pusing

Ya 7 58,3 5 41,7 12 0,708 1,25

Tidak 204 52,8 182 47,2 386 (0,39-4,00)

Mual

Ya 4 80,0 1 20,0 5 0,376 3,59

Tidak 207 52,7 186 47,3 393 (0,39-32,44)

Mata Berkunang-kunang

Ya 2 66,7 1 33,3 3 0,999 1,78

Tidak 209 52,9 186 47,1 209 (0,16-19,79)

Perasaan Letih

Ya 3 75,0 1 25,0 4 0,626 2,68

Tidak 208 52,8 186 47,2 394 (0,28-26,01)

Muntah-muntah

Ya 2 66,7 1 33,3 3 0,999 1,78

Tidak 209 52,9 186 47,1 395 (0,16-19,79)

Kejang-kejang

Ya 0 0,0 1 100,0 1 0,470 -

Tidak 211 53,1 186 46,9 397

Diare

Ya 0 0,0 1 100,0 1 0,470 -

(5)

144

Lanjutan Tabel 2. Distribusi responden (WUS) menurut gejala keracunan pestisida … Gemetar

Ya 1 50,0 1 50,0 2 0,999 0,89

Tidak 210 53,0 186 47,0 396 (0,05-14,26)

Muka Pucat

Ya 1 50,0 1 50,0 2 0,999 0,89

Tidak 210 53,0 186 47,0 396 (0,05-14,26)

Sempoyongan

Ya 0 0,0 1 100,0 1 0,470 -

Tidak 211 53,1 186 46,9 397

Sesak nafas

Ya 2 66,7 1 33,3 3 0,999 1,78

Tidak 209 52,9 186 47,1 395 (0,16-19,79)

Gejala gabungan Ya (> 1 gejala)

5 83,3 1 16,7 6 0,155 6,67 (0,49-91,33) Ya (1 gejala)

3 42,9 4 57,1 7 0,173 4,49 (0,52-38,73)

Tidak 203 52,6 182 47,4 385 1

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa gejala yang paling banyak dirasakan oleh WUS adalah pusing (12 orang), mual (5 orang), perasaan letih (4 orang), muntah-muntah dan sesak nafas masing-masing (3 orang), sedangkan gejala yang lain hanya dialami oleh 2 atau 1 orang. Apabila gejala dikompositkan, maka ada sebanyak 6 orang yang mengalami lebih dari 1 gejala.

Hasil analisis Fisher’s Exact menunjukan bahwa hampir semua gejala toksisitas pestisida akut tidak menunjukan perbedaan proporsi secara bermakna. Dari 6 reponden yang mengalami gejala gabungan (lebih dari 1 gejala) akibat keracunan pestisida terdapat sebanyak 5 orang (83,3%) yang terdeteksi metabolit pestisida pada urinenya. Sebaliknya, dari 386 responden yang tidak mengalami gejala gabungan akibat keracunan pestisida ada sebanyak 203 orang (52,6%) yang terdeteksi metabolit

pestisida pada urinenya. Secara deskriptif terlihat responden yang terdeteksi metabolit pestisida pada urinenya lebih banyak pada responden yang mengalami gejala gabungan akibat keracunan pestisida dibandingkan dengan yang satu gejala maupun yang tidak ada gejala.

(6)

145

Tabel 3. Distribusi responden (WUS) menurut pengetahuan tentang pestisida dan metabolit pestisida

OP pada urine di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, 2014

Pengetahuan

Responden Total

Deteksi Metabolit Organofosfat

Terdeteksi Tidak

Terdeteksi Nilai P OR (95% I)

n % n %

Mengetahui pestisida termasuk bahan beracun dan berbahaya

Tidak 21 13 61,9 8 38,1 0,456 1,410

0,569 - 3,494

Ya 325 174 53,5 151 46,5

Total 346 187a 54,0 159b 46,0

Mengetahui penggunaan pestisida harus sesuai aturan

Tidak 20 9 45,0 11 55,0 0,444 0,703

0,284 - 1,741

Ya 329 177 53,8 152 46,2

Total 349 186c 53,3 163d 46,7

Mengetahui cara penyimpanan pestisida harus di tempat khusus

Tidak 24 13 54,2 11 45,8 0,993 1,004

0,437 - 2,305

Ya 331 179 54,1 152 45,9

Total 355 192e 54,1 163f 45,9

Mengetahui wadah bekas pestisida boleh digunakan kembali

Ya 98 48 49,0 50 51,0 0,234 0,753

0,473 - 1,201

Tidak 257 144 56,0 113 44,0

Total 355 192g 54,1 163h 45,9

Mengetahui pestisida berbahaya jika masuk ke dalam tubuh

Tidak 29 12 41,4 17 58,6 0,152 0,572

0,265 - 1,236

Ya 324 179 55,2 145 44,8

Total 353 191i 54,1 162j 45,9

Mengetahui jalur masuk (terpapar) pestisida/ insektisida ke dalam tubuh

Tidak Tahu 75 31 41,3 44 58,7 0,026 0,564

0,339 - 0,938

Tahu 324 180 55,6 144 44,4

Total 398 211 52,9 187 47,1

Mengetahui jenis bahaya apa saja yang dapat terjadi bila pestisida masuk ke dalam tubuh

Tidak 150 72 48,0 78 52,0 0,130 0,730

0,487 - 1,097

Ya 249 139 55,8 110 44,2

Total 398 211 52,9 187 47,1

Mengetahui gejala dan tanda dari keracunan pestisida

Tidak 104 54 51,9 50 48,1 0,820 0,949

0,607 - 1,485

Ya 295 157 53,2 137 46,8

Total 398 211 52,9 187 47,1

Keterangan: a danb : 24 dan 28 responden menjawab tidak tahu; c

dand :25 dan 24 responden menjawab tidak tahu; e

danf :19 dan 24 responden menjawab tidak tahu; g

danh :19 dan 24 responden menjawab tidak tahu; i

danj :20 dan 25 responden menjawab tidak tahu;

Pengetahuan responden mengenai pestisida diukur melalui pertanyaan mengenai: bahaya pestisida, aturan penggunaan pestisida, cara penyimpanan pestisida, jalur masuk pestisida/ insektisida ke dalam tubuh, jenis bahaya yang dapat terjadi bila pestisida masuk ke dalam tubuh, serta gejala dan tanda dari keracunan pestisida. Hubungan antara pengetahuan

(7)

146

pestisida lebih banyak dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan kurang dan

terdeteksi metabolit pestisida.

Tabel 4. Distribusi responden WUS menurut perilaku tentang pestisida dan metabolit pestisida OP pada urine di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, 2014

Perilaku Responden Total

Metabolit Organofosfat

Terdeteksi Tidak

terdeteksi Nilai P OR (95% CI)

N % N %

Memakai pestisida rumah tangga

Ya 177 90 50,8 87 49,2 0,468 0.863

0.581 - 1.283

Tidak 222 121 54,5 101 45,5

Total 398 211 52,9 187 47,1

Memakai pestisida pertanian

Ya 38 21 55,3 17 44,7 0,758 1.112

0.568 - 2.177

Tidak 361 190 52,6 171 47,4

Total 398 211 52,9 187 47,1

Memakai APD pada saat melakukan kegiatan pertanian

Tidak 23 12 52,2 11 47,8 0,919 1.052

0.397 - 2.786

Ya 55 28 50,9 27 49,1

Total 78 40a 51,3 38b 48,7

Selalu membaca aturan yang pakai saat menggunakan suatu jenis pestisida pertama kali

Tidak 62 34 54,8 28 45,2 0,125 2.064

0.816 - 5.219

Ya 27 10 37,0 17 63,0

Total 89 44c 49,4 45d 50,6

Selalu selalu mengikuti petunjuk pemakaian (dosis) pestisida

Tidak 60 33 55,0 27 45,0 0,101 2.292

0.845 - 6.214

Ya 23 8 34,8 15 65,2

Total 83 41e 49,4 42f 50,6

Melakukan pencampuran pestisida ketika melakukan penyemprotan

Ya 59 30 50,8 29 49,2 0,812 1.121

0.44 - 2.858

Tidak 25 12 48,0 13 52,0

Total 84 42g 50,0 42h 50,0

Melakukan pencampuran pestisida ketika melakukan penyemprotan

Ya 45 26 57,8 19 42,2 0,812 1.121

0.44 - 2.858

Tidak 185 95 51,4 90 48,6

Total 230 121i 52,6 109j 47,4

Menyimpan hasil pertanian yang di dalam rumah

Ya 25 11 44,0 14 56,0 0,440 1.296

0.671 - 2.503

Tidak 182 96 52,7 86 47,3

Total 207 107k 51,7 100l 48,3

Keterangan: a dan b :171 dan 149 responden tidak menjawab (missing); c

dan d :167 dan 142 responden tidak menjawab (missing); e

dan f :170 dan 145 responden tidak menjawab (missing); g

dan h :169 dan 145 responden tidak menjawab (missing); i

dan j :90 dan 78 responden tidak menjawab (missing); k

(8)

147

Perilaku responden diukur dengan

pertanyaan mengenai: pemakaian pestisida di rumah tangga, pemakaian pestisida di pertanian, pemakaian APD pada saat melakukan kegiatan pertanian, selalu membaca aturan yang pakai saat menggunakan suatu jenis pestisida pertama kali, selalu selalu mengikuti petunjuk pemakaian (dosis) pestisida, pencampuran pestisida ketika melakukan penyemprotan dan menyimpan hasil pertanian yang di dalam rumah. Pertanyaan ini diberikan pada responden (WUS) yang salah satu keluarganya melakukan aktivitas dibidang pertanian. Hubungan antara perilaku responden dalam penggunaan pestisida dengan terdeteksinya metabolit pestisida dianalisis menggunakan uji Chi-Square. Hasil uji menunjukan bahwa tidak ada perbedaan antara proporsi rumah tangga yang berperilaku kurang baik dengan terdeteksinya metabolit pestisida dalam urine WUS. Secara statistik, proporsi responden yang memiliki perilaku baik serta terdeteksi metabolit pestisida lebih banyak dibandingkan dengan responden yang berprilaku kurang baik dan terdeteksi metabolit pestisida.

PEMBAHASAN

Manifestasi klinis keracunan pestisida OP terjadi dimulai ketika pestisida masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi atau ingesti. OP akan berikatan dengan enzim dalam darah yang berfungsi mengatur aktivitas kolinesterase, yaitu kolinesterase di dalam sel darah merah dan kolinesterase dalam plasma. Apabila kolinesterase terikat maka enzim tidak dapat beraktivitas dengan baik, terutama meneruskan perintah ke otot-otot tertentu, sehingga otot-otot-otot-otot senantiasa bergerak tanpa dapat di kendalikan.Pada masyarakat yang terpapar dankeracunan pestisida akan timbul gerakan-gerakanotot tertentu, penglihatan kabur karena pupil atau iris mata menyempit, mata berair,keringat banyak, detak jantung cepat, mual, perasaan letih, muntah-muntah, kejang perut, sesak, otot susah digerakkan atau lumpuh, dan pingsan (Horvath, 1994, Sartono, 2001, Ascherio et al., 2006, Djojosumarto, 2008).

Jalur paparan pestisida OP terhadap responden antara lain melalui udara, di mana

tempat tinggal/jarak rumah WUS dengan lahan pertanian memiliki potensi untuk mendapatkan paparan pestisida OP lebih banyak. Kawahara et al. (2005) menyebutkan bahwa pestisida OP akan terdeteksi di udara pasca penggunaan di kawasan pertanian terdekat. Pemukiman yang paling dekat dengan daerah pertanian memiliki keterpaparan pestisida paling tinggi dibandingkan dengan pemukiman yang lebih jauh dari daerah pertanian. Hasil penelitian menunjukan bahwa persentase WUS yang bekerja berdekatan dengan sumber paparan, seperti ibu yang bekerja sebagai petani/buruh tani (60,7%), buruh (57,5%) dan ibu rumah tangga dengan aktifitas mengurus rumah tangga (51,5%), memiliki proporsi lebih tinggi untuk terdeteksi metabolit pestisida.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmojo, 2003). Pengetahuan akan mempengaruhi sikap seseorang untuk bertindak. Pengetahuan juga merupakan domain penting untuk terbentuknya perilaku seseorang. Responden yang pengetahuannya relatif tidak baik tentang pestisida mencerminkan adanya ketidakpedulian terhadap kesehatan, baik bagi dirinya ataupun lingkungannya (Notoatmojo, 2003).

(9)

148

pestisida. Penelitian ini menegaskan penelitian sebelumnya dimana jenis pekerjaan utama responden yang terdeteksi metabolit OP terbanyak adalah petani/buruh tani (60,7%).

Pestisida golongan OP, struktur kimia dan cara kerjanya berhubungan erat dengan gas syaraf (Lawrence, 2007). Berspektrum luas dan dampak bagi pengguna atau yang terkontaminasi (paparan) secara langsung masuk ke dalam tubuh akan mengalami gangguan kesehatan seperti pusing (Cohn et al., 2007). Dalam penelitian ini didapatkan responden yang mengalami gangguan kesehatan adalah dari 12 responden dengan gejala pusing, akibat keracunan pestisida sebanyak 7 orang (58,3%) yang terdeteksi metabolit pestisida pada urinenya. Secara komposit, ada sebanyak 6 orang yang mengalami lebih dari 1 gejala, ada 7 orang yang mengalami hanya 1 gejala keracunan. Responden yang mengalami lebih dari satu gejala gangguan kesehatan dan di dalam urinenya terdeteksi metabolit pertisida perlu diwaspadai dalam waktu jangka panjang. Karena inhibitor kolinesterase diabsorbsi secara cepat, setelah diabsorbsi sebagian besar diekresikan dalam urine, hampir seluruhnya berbentuk metabolit.

Faktor pengetahuan dan perilaku tetang pestisida merupakan faktor risiko untuk terpapar pestisida, dalam hal ini WUS akan berperilaku untuk mencegah supaya tidak terpapar pestisida jika mempunyai pengetahuan yang baik tentang pestisida. Faktor perilaku didukung oleh faktor psikososial termasuk di dalamnya sikap, nilai-nilai, keyakinan dan pengetahuan yang dimiliki WUS. Dalam hal ini perilaku dalam penggunaan alat pelindung diri (APD) antara lain masker dan sarung tangan, karena perilaku penggunaan APD tersebut merupakan upaya pencegahan paparan pestisida melalui kulit dan pernafasan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kelompok WUS yang terdeteksi metabolit pestisida OP paling banyak terdeteksi pada kelompok usia produktif (15-25 tahun) dengan tingkat pendidikan SLTA.

Berdasarkan pekerjaan utama, petani/buruh tani merupakan pekerjaan yang banyak terkena pajanan. Pusing, mata berkunang, perasaan letih, muntah-muntah dan sesak napas merupakan gejala yang lebih sering muncul pada WUS yang terdeteksi metabolit pestisida. Secara umum pengetahuan dan perilkau responden tentang pestisida tidak

berhubungan signifakan dengan

terdeteksinya metabolit pestisida pada WUS.

Saran

Perlu monitoring dan evaluasi dalam cara dan penggunaan pestisida sesuai ketentuan yang diizinkan pemerintah.Perlu penelitian lebih lanjut dengan desain case control untuk WUS yang terdeteksi metabolit pestisida OP, agar bisa membuktikan jalur pajanan mengetahui penyakit kronis yang mungkin terjadi paska paparan lama.

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat, yang telah memberikan ijin penelitian, kepada Bapak Max Joseph Herman MKes.Apt. yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan artikel ini serta semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ariawan, I. (1998) Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan. Jakarta: FKM-UI. Tidak dipublikasikan.

Ascherio, A., Chen, H., Weisskopf, M. G., O'Reilly, E., McCullough, M. L., Calle, E. E., Schwarzschild, M. A. & Thun, M. J. (2006) Pesticide exposure and risk for Parkinson's disease. Annals of neurology, 60(2): 197-203. Bappeda Kabupaten Bandung Barat (2013) RTRW

Kabupaten Bandung Barat 2013. Bandung. Cohn, B. A., Wolff, M. S., Cirillo, P. M. & Sholtz, R. I.

(2007) DDT and breast cancer in young women: new data on the significance of age at exposure. Environmental Health Perspectives, 1406-1414.

(10)

149

chromatography-mass spectrometry. Journal

of analytical toxicology, 32(9): 721-727. Diamanti-Kandarakis, E., Bourguignon, J.-P., Giudice,

L. C., Hauser, R., Prins, G. S., Soto, A. M., Zoeller, R. T. & Gore, A. C. (2009) Endocrine-disrupting chemicals: an Endocrine Society scientific statement. Endocrine reviews, 30(4): 293-342.

Division of Health Studies Agency for Toxic Substances and Disease Registry U.S (1996) Guidance for ATSDR Health Studies. Djojosumarto, P. (2008) Pestisida dan aplikasinya. PT.

Agromedia Pustaka. Jakarta, 340.

Horvath, E. P. (1994) Occupational Medicine3rd Ed., New York:Mosby The Bookmakers.

IAERI (Indonesian Agricultural Environment Research Institute) (2009) Identifikasi dan Penggambaran dan Penggunaan dan Tingkat Polusi Residu Agrokimia di Pusat Produksi Tanaman Pangan dan Sayuran di Jawa. 2009 ed.

Kawahara, J., Horikoshi, R., Yamaguchi, T., Kumagai, K. & Yanagisawa, Y. (2005) Air pollution and young children's inhalation exposure to organophosphorus pesticide in an agricultural community in Japan. Environment international, 31(8): 1123-1132.

Kishi, M., Hirschhorn, N., Djajadisastra, M., Satterlee, L. N., Strowman, S. & Dilts, R. (1995) Relationship of pesticide spraying to signs and symptoms in Indonesian farmers. Scandinavian journal of work, environment & health, 124-133.

Lawrence, D. (2007) Chinese develop taste for organic food: Higher cost no barrier to safer eating.

Bloomberg News, International Herald

Tribune.

Notoatmojo, S. (2003) Promosi KesehatanTeori dan Aplikasi, Jakarta:Rineka Cipta.

Peduto, V., D'uva, R. & Piga, M. (1995) [Carbamate and organophosphate poisoning]. Minerva anestesiologica, 62(1-2): 33-54.

Pemda Kabupaten Bandung Barat. (2007) Geografis KBB.

http://www.bandungbaratkab.go.id/content/g eografis-kbb. 2016.

Pemkab Kabupaten Bandung Barat (2013) Profil Daerah Kabupaten Bandung Barat 2013. Bandung.

Prijanto, T. B., Nurjazuli, N. & Sulistiyani, S. (2009) Analisis Faktor Risiko Keracunan Pestisida Organofosfat pada Keluarga Petani Hortikultura di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN INDONESIA, 8(2): 76-81.

Priyanto, S. H. (2009) Toksikologi Mekanisme, Terapi Antidotum, dan Penilaian Resiko. Yogyakarta: Leskonfi.

Quandt, S. A., Hernández-Valero, M. A., Grzywacz, J. G., Hovey, J. D., Gonzales, M. & Arcury, T. A. (2006) Workplace, household, and personal predictors of pesticide exposure for farmworkers. Environmental health perspectives, 943-952.

Sartono (2001) Racun dan Keracunan. Widya Medika. Jakarta.

Suhartono & Dharminto (2010) Keracunan Pestisida dan Hipotiroidisme pada Wanita Usia Subur di Daerah Pertanian. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 4(5): 217-222.

Tim Penyusun FK UI (2009) llmu Kedokteran Forensik Bagian Kedokteran Forensik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

WHO (1986) Organophosphat insecticides A general Introdaction Enviromental Health Criteria. , Geneve:WHO.

Yudhoyono, S. B. (2004) Pembangunan pertanian dan

perdesaan sebagai upaya mengatasi

Gambar

Tabel 2. Distribusi responden (WUS) menurut gejala keracunan pestisida dan metabolit pestisida OP pada urine di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, 2014
Tabel 3. Distribusi responden (WUS) menurut pengetahuan tentang pestisida dan metabolit pestisida OP pada urine di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, 2014
Tabel 4. Distribusi responden WUS menurut perilaku tentang pestisida dan metabolit pestisida OP pada urine di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, 2014

Referensi

Dokumen terkait

Konsep Teknis sebagai nama dalam lingkup Kementerian Agama mengacu pada lembaga penyelenggara dan Pembina Diklat, dalam hal ini Pusat Pendidikan dan Pelatihan

Penelitian ini menemukan bahwa konsep cyber notary yang telah diakomodir sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 15 ayat 3 UU 2/2014 adalah kewenangan dalam mencetak

Adanya faktor untuk menjual kembali produk kosmetik yang telah digunakan yaitu, masih banyaknya produk kosmetik yang dimiliki dan sudah jarang memakainya lagi, produk

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : MODEL PENDIDIKAN ISLAM DALAM EKSTRAKURIKULER ROHANI ISLAM UNTUK MEMBENTUK KADER MUBALIGH MUHAMMADIYAH DI SMK MUHAMMADIYAH

Analisis Data Kualitatif, Buku Sumber Tentang Metode Baru (terj.) Tjetjep Rohendi Rohidi.. Jakarta: UI

Hasil perhitungan panjang landasan pacu (runway) pada kondisi eksisting dimana setelah dicoba perhitungan menggunakan dua buah pesawat yaitu B 737 – 300 dan B 747 –

Kegiatan yang dilakukan para wisatawan untuk menjaga keanekaragaman jenis tumbuhan Sulawesi antara lain : menanam pohon, penelitian dan pembelajaran jenis tumbuhan dan hewan

Perkembangan dan pertumbuhan pada manusia dapat dibedakan menjadi dua tahap, yaitu tahap sebelum lahir an tahap sesudah lahir.. Tahap- tahap pertumbuhan dan perkembangan