commit to user
PELAKSANAAN PENGAWASAN IZIN USAHA PERKEBUNAN
DI PROVINSI JAWA TENGAH
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
Amelia Intiastuti
NIM. E0007073
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PELAKSANAAN PENGAWASAN IZIN USAHA PERKEBUNAN
DI PROVINSI JAWA TENGAH
Oleh :
Amelia Intiastuti
NIM. E0007073
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 2011
Dosen Pembimbing
Lego Karjoko, S.H., M.H.
commit to user
PERNYATAAN
Nama : Amelia Intiastuti
NIM : E0007073
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (Skripsi) berjudul:
PELAKSANAAN PENGAWASAN IZIN USAHA PERKEBUNAN DI
PROVINSI JAWA TENGAH adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang
bukan karya saya dalam penulisan hukum (Skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan
saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa
pencabutan penulisan hukum (Skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan
hukum (Skripsi) ini.
commit to user
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Christ gives me the streghth to face anything”
(Philippians 4:13)
“Jangan membatasi pandanganmu dengan keadaan, karena iman adalah sesuatu
yang sanggup menembus keadaan”
(Penulis)
“Apa yang kita lihat, itu yang akan kita dapatkan”
(Penulis)
Penulisan Hukum ini kupersembahkan bagi:
1. My Lord, My Saviour, Jesus Christ.
2. Bapaku Tri Joko Inti Budi Santosa, S.ST., M.T.,
Mamaku Titiek Herlina, S.Th., Adikku Upimas Dwi
Kristiari, dan segenap keluargaku tercinta.
3. Almamater tercinta di Fakultas Hukum Universitas
commit to user
ABSTRAK
Amelia Intiastuti, E 0007073.2011. PELAKSANAAN PENGAWASAN IZIN
USAHA PERKEBUNAN DI PROVINSI JAWA TENGAH. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pelaksanaan pengawasan izin usaha perkebunan di Provinsi Jawa Tengah yang berada dibawah pengelolaan dinas teknis terkait yaitu Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah dalam rangka pengolahan perkebuan yang berdaya guna, khususnya dikaitkan dengan: pemberian izin usaha perkebunan, mekanisme pengawasan usaha perkebunan, dan tindakan hukum yang diambil oleh Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah terhadap perusahaan perkebunan yang tidak sehat.
Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif bersifat preskriptif,
menemukan hukum in concreto mengenai pelaksanaan pengawasan usaha
perkebunan di Provinsi Jawa Tengah. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup data primer, data sekunder, dan data tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan. Beberapa data kemudian dimintakan penjelasan dan konfirmasi dari Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah. Teknik analisis data yang digunakan dengan metode silogisme dan interpretasi dengan menggunakan pola berpikir deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan sebagai berikut: Kesatu, pemberian izin usaha perkebunan di Provinsi Jawa Tengah sudah sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UU No. 18 Tahun 2004, Permentan No. 26/Permentan/OT.140/2/2007, Perda Jawa Tengah No. 2 Tahun 2005, dan Peraturan Kepala Dinas Perkebunan No. 5 Tahun 2006. Kedua, mekanisme pengawasan izin usaha perkebunan belum sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UU No. 18 Tahun 2004 dan Permentan No. 07/Permentan/OT.140/2/2009. Ketiga, mengenai tindakan hukum yang diambil oleh Dinas Perkebunan terhadap perusahaan perkebunan yang tidak sehat telah sesuai dengan ketentuan pemberian sanksi yang terdapat dalam Permentan No. 07/Permentan/OT.140/2/2007.
commit to user
ABSTRACT
This research’s purpose is to describe the implementation of business lisence control in Central Java by Agriculture Department of Central Java in order to make processing on usefull agriculture, especially it is related to the agricultural business lisensing, the mechanism of agricultural business controlling, and the law action taken by Agricultural Department of Central Java to unhealth agricultural business.
This research uses normative approach which has prescriptive characteristic, find the law in concreto about the implementation of agricultural business control in Central Java. The data’s type used is secondary data. The secondary data sources used consist of primary data, secondary data, and tersiery data. Collecting data teqnique used is literature study. Then, some of the data, explained and confirmed by Agricultural Department of Central Java. Analysing data teqnique used is silogisme method and interpretation with using deductive think design.
According to the research result and discussion, it is resulted the conclusion that: First, agricultural business lisensing in Central Java has been suitable with
the determination of UU No. 18 Tahun 2004, Permentan No.
26/Permentan/OT.140/2/2006, Perda Jawa Tengah No. 2 Tahun 2005, and Peraturan Kepala Dinas Perkebunan No. 5 Tahun 2006. Second, the mechanism of agricultural business lisensing control has been not suitable with the determination of UU No. 18 Tahun 2004 and Permentan No. 07/Permentan/OT.140/2/2009. Third, law action taken by Agricultural Department to unhealth agricultural businessman has been suitable with the determination to give punishment on Permentan No. 07/Permentan/OT.140/2/2009.
commit to user
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus yang telah
memberikan kasih dan penyertaan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan hukum (Skripsi) yang berjudul: “PELAKSANAAN
PENGAWASAN IZIN USAHA PEKEBUNAN DI PROVINSI JAWA
TENGAH”.
Penulisan ini disusun untuk mengetahui dan memahami secara lebih dalam
mengenai pelaksanaan pengawasan izin usaha perkebunan khususnya di wilayah
Provinsi Jawa Tengah yang pengawasannya berada di bawah Dinas Perkebunan
Provinsi Jawa Tengah.
Penulisan hukum ini dalam pembuatannya melibatkan banyak pihak yang
telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan penulisan dari
awal hingga akhir sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan memperoleh
gelar sarjana dalam ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Untuk itu penulis megucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Wasis Sugandha, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademis yang
telah memberikan dorongan kepada penulis dari awal masa perkuliahan
sampai dengan berakhirnya masa studi penulis.
4. Bapak Lego Karjoko, S.H., M.H., selaku Pembimbing yang telah dengan
teliti dan sabar memberikan bimbingan kepada penulis dari awal hingga
akhir proses penulisan hukum ini.
5. Segenap dosen dan karyawan Fakultas Hukum UNS. Terimakasih telah
memberikan ilmu dan membimbing Penulis selama menempuh pendidikan
commit to user
6. Ir. Tegoeh Wynarno Haroeno, M.M., selaku Kepala Dinas Perkebunan
Provinsi Jawa Tengah yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas
kepada penulis dalam pencarian data.
7. Ir. Soesiati Rahayu, M.M., selaku kepala Seksi Pembinaan Usaha pada
Bidang Usaha Perkebunan (BUP) Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah
selaku narasumber yang telah membantu penulis dalam mencari data.
8. Bapak Sri Riyanto, S.Sos pada bagian umum dan kepegawaian Dinas
Perkebunan Provinsi Jawa Tengah yang telah membantu penulis dalam
pengurusan izin pencarian data.
9. Saudaraku Kartika, Lili, Nares, Ayu, Amal, Intan, Feby, Yuni, Yosi, John
Gurning, Bannu, Pepeb, Jackline, Yacobs, Merry, Tias, Tiwi, Windha, Lita,
Devi yang senantiasa membuat penulis terdorong untuk segera
menyelesaikan penulisan hukum ini [bersyukur memiliki kalian].
10. Keluarga besar PMK Fakultas Hukum, special for Putri, Anna, Shenni,
Mitha, Maya, Dika, Elfas, Richard, Surya Daffa, John Tambunan, Advent,
Ottik, Sheni, David Hutapea, Lizy, Zefanya, Yoseph, Vera, Ijul, Ira,
Sheryto, Yosua, Nico, Ardhi, dan seluruh saudaraku di PMK FH [bersyukur
memiliki kalian].
11. Keluarga besar Voca Justitia Fakultas Hukum UNS, pu’ank, manno, prita,
prima, vika, niken, bayu, yosi, lanang, attoy, kiki, faradina, fery, gunawan,
zefanya, rio, mighdad terimakasih untuk semangatnya dan telah
mengajariku bernada dengan jiwa.
12. Special for Bayu Wicaksono, Thanks for [always] love and support me
[bersyukur memilikimu].
13. Segenap keluarga besar Mulyanto Wignyoparyanto dan Padmohartono,
terimakasih eyang, pa’puh, bu’puh, tante, om, kakak, adik untuk doa dan
dukungannya.
14. Orang-orang yang suka pakai baju putih-hitam dan keluar dari ruang Ujian
Skripsi. Kalian membuatku ‘iri’..hehe...,tapi berkat kalian aku menjadi
commit to user
15. Teman-teman angkatan 2007 Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta, terimakasih untuk 4 tahun ke belakang, tetap semangat untuk
menjadi Sarjana Hukum yang profesional dan bermoral..!! Fiva
Justitia..kami bangga ada disini..!!!
16. Untuk seluruh pihak yang tidak dapat disebut satu persatu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan yang
telah diberikan.
Seperti pepatah yang mengatakan bahwa tak ada gading yang tak retak,
penulis menyadari pula bahwa penyusunan penulisan hukum ini jauh dari
sempurna, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca
sangat diharapkan.
Akhirnya, semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Surakarta, 2011
commit to user
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR RAGAAN ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
1. Tujuan Obyektif ... 5
2. Tujuan Subyektif ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
1. Manfaat Teoritis ... 6
2. Manfaat Praktis ... 6
E. Metode Penelitian ... 6
1. Jenis Penelitian ... 7
2. Sifat Penelitian ... 7
3. Pendekatan Penelitian ... 8
4. Jenis Data dan Sumber Data ... 8
5. Teknik Pengumpulan Data ... 10
commit to user
F. Sistematika Penulisan Hukum ... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14
A. Kerangka Teori ... 14
1. Tinjauan umum tentang Hak Menguasai Negara ... 14
a. Pengertian Hak Meguasasi Negara ... 14
b. Dasar-Dasar Pikiran yang Melatarbelakangi Hak Menguasai Negara ... 17
2. Tinjauan umum tentang Perkebunan ... 21
a. Pengertian dan Pengaturan Perkebunan ... 21
b. Asas, Tujuan, Fungsi, dan Perencanaan Perkebunan ... 24
c. Karakteristik Perkebunan Indonesia ... 27
d. Kewajiban Perusahaan Perkebunan ... 31
3. Tinjauan umum tentang Perizinan ... 33
a. Pengertian Perizinan ... 33
b. Unsur-unsur Perizinan ... 35
c. Fungsi dan Tujuan Perizinan ... 36
d. Bentuk dan Isi Izin ... 37
4. Tinjauan umum tentang Penegakan Hukum dalam Hukum Administrasi Negara ... 38
B. Kerangka Pemikiran ... 43
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47
A. Tugas, Pokok, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah ... 47
B. Pemberian Izin Usaha Perkebunan di Provinsi Jawa Tengah ... 55
C. Mekanisme Pengawasan Usaha Perkebunan di Provinsi Jawa Tengah ... 70
commit to user
BAB IV PENUTUP ... 94
A. Kesimpulan ... 94
B. Saran ... 95
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Daftar Perkebunan yang Telah Memiliki IUP ... 66
Tabel 2. Perbandingan Kelas Kebun Tahun 2006 dan 2009 ... 79
Tabel 3. Daftar Klasifikasi Kelas Kebun Tahun 2009 ... 79
Tabel 4. Daftar Perusahaan Perkebunan yang tergolong kelas IV dan
kelas V ... 86
Tabel 5. Pembinaan Perkebunan Besar yang Menjadi Kewenangan
commit to user
DAFTAR RAGAAN
Ragaan 1. Kerangka Pemikiran ... 43
Ragaan 2. Alur Tahapan Tata Cara Permohonan Perizinan ... 58
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Rekomendasi Survey/Riset Nomor : 070/0873/2011
Lampiran 2. Bagan Susunan Organisasi Dinas Perkebunan Provinsi Jawa
Tengah
Lampiran 3. Format surat pengajuan IUP
Lampiran 4. Sertifikat IUP atas nama PTPN IX (Kebun Getas)
Lampiran 5. Sertifikat IUP atas nama PT. Pawana Indonesia (Kebun Susukan)
Lampiran 6. Format permohonan konversi/diversifikasi
Lampiran 7. Sertifikat IUP untuk konversi/diversifikasi atas nama PT. Rumpun
Sari Medini (Kebun Kaligintung)
Lampiran 8. Format permohonan registrasi IUP
Lampiran 9. Format tanda bukti pembayaran retribusi
Lampiran 10. Piagam Penghargaan bagi perkebunan yang naik kelas
Lampiran 11. Peringatan bagi kebun yang mengalami penurunan kelas
Lampiran 12. Format laporan kegiatan usaha perkebunan
Lampiran 13. Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 525.3/2/2010 tentang
Penetapan Kelas Kebun Berdasarkan Hasil Penilaian Usaha
Perkebunan Tahun 2009
Lampiran 14. Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah Nomor 875.1/03322
tertanggal 7 Februari 2011 tentang Penyerahan Kewenangan
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara konstitusional, pengaturan tanah di Indonesia tercantum dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi : ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 terdapat dua kata yang menentukan, yaitu perkataan ”dikuasai” dan ”dipergunakan”. Perkataan ”dikuasai” sebagai dasar wewenang negara. Negara adalah badan hukum publik yang dapat mempunyai hak dan kewajiban seperti manusia biasa. Perkataan ”dipergunakan” mengandung suatu perintah kepada negara untuk mempergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Perintah sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 berisi keadaan berbuat, berkehendak agar sesuai dengan tujuannya (Winahyu Erwiningsih, 2009:3).
Dasar pemikiran dan landasan politik agraria nasional yang dianut dalam
pasal tersebut di atas memberikan pengertian bahwa negara tidak perlu bertindak
sebagai pemilik seperti yang telah dicantumkan di atas, negara cukup bertindak
sebagai penguasa untuk memimpin dan mengatur kekayaan nasional untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari ketentuan pasal tersebut dapat
disimpulkan bahwa kekuasaan yang diberikan kepada negara memberikan
kewajiban kepada negara untuk mengatur pemilikan dan menentukan
kegunaannya, sehingga semua tanah di seluruh wilyah negara dapat dimanfaatkan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Eddy Ruchiyat, 1999:1).
Tanah merupakan faktor utama pendukung kehidupan dan kesejahteraan
masyarakat. Setiap orang menilai bahwa penguasaan tanah menjadi sangat penting
untuk meningkatkan kesejahteraan atau sekedar untuk mempertahankan eksistensi
kemanusiaannya karena dari mengolah tanah manusia dapat bertahan hidup.
Menguasai sebidang tanah berarti menguasai terhadap segala hal yang diperlukan
dalam hidup. Sebagai contoh, penguasaan terhadap tanah akan menguasai juga
sumber daya atas air, tanaman, sumber makanan, tempat tinggal, udara, beserta
commit to user
dihasilkan oleh tanah dapat memenuhi kebutuhan primer, sekunder, bahkan tersier
umat manusia. Oleh karenanya penguasaan tanah adalah bagian sangat penting
bagi keberlangsungan hidup manusia.
Penguasaan tanah bagi kehidupan manusia sebagaimana yang telah diatur
dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, tidak hanya dipergunakan
untuk tempat tinggal saja, melainkan dapat juga dimanfaatkan untuk usaha
bercocok tanam atau pertanian. Di negara agraris, Indonesia misalnya, sebagian
besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani atau pekebun.
Kurang lebih 60% dari jumlah penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian.
Oleh karena mayoritas dari penduduk di negara ini bekerja pada sektor pertanian,
maka kemajuan sektor pertanian berpengaruh pada bangkitnya industri yang
berhubungan dengan stabilitas ekonomi dan pada akhirnya bermanfaat bagi
pengurangan kemiskinan di Indonesia
(http://www.anneahira.com/pertanian-perkebunan.htm).
Berkaca dari fakta diatas, perkembangan industri yang berdampak pada
pengurangan kemiskinan di Indonesia tidak terlepas dari adanya sektor pertanian
khususnya subsektor perkebunan. Sebagai salah satu subsektor yang penting
dalam sektor pertanian, subsektor perkebunan mempunyai peran yang signifikan
dalam perekonomian Indonesia terutama dalam hal penyediaan lapangan
pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Peran ini relatif konsisten baik ketika
Indonesia mengalami krisis maupun pada keadaan ekonomi yang stabil. Selain itu,
subsektor perkebunan juga sangat strategis dalam penyediaan pangan, misalnya:
minyak goreng, minyak sawit, gula, dan kebutuhan pokok lainnya. Dengan kata
lain, subsektor perkebunan merupakan salah satu pilar stabilitas ekonomi dan
politik Indonesia (http://www.anneahira.com/industri-perkebunan).
Dewasa ini, perkebunan merupakan salah satu pondasi bagi Indonesia untuk
menghadapi tantangan krisis globalisasi dan kompetitifnya pasar dunia. Di
samping itu, perkebunan juga merupakan suatu langkah pembangunan ekonomi
nasional sekaligus alternatif untuk mengurangi efek menipisnya Sumber Daya
Alam (SDA) sehingga dapat dikelola bertahun-tahun demi memenuhi kebutuhan
commit to user
harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menghasilkan kuantitas bahan
baku berkualitas bagi sektor industri. Keunggulan kompetitif ini akan
menciptakan daya saing produk yang tinggi bagi komoditi perkebunan karena
keunggulan tenaga kerja, ketersediaan lahan yang luas, modal yang cukup, serta
didukung dengan adanya regulasi dari pemerintah. Keunggulan pada subsektor ini
membuat pemerintah baik tingkat pusat sampai daerah membuat suatu kebijakan
yang dapat memaksimalkan usaha perkebunan. “Di sini, sekali lagi terbukti bahwa
perkebunan mempunyai posisi tawar yang kuat atau bahkan mempunyai
kekuasaan yang cukup besar dalam mengendalikan arah politik suatu negara,
terutama bagi negara-negara yang masih bercorak agraris seperti Indonesia”
(Syaiful Bahari, 2004:43).
Sadar bahwa susbsektor perkebunan memiliki kedudukan yang penting
dalam perekonomian nasional melalui kontribusi dalam pendapatan nasional,
penyediaan lapangan kerja, penerimaan ekspor, dan penerimaan pajak, membuat
para pemilik modal besar (investor) berlomba-lomba menanamkan modalnya di
bidang usaha perkebunan ini. Oleh karena itu keberadaan usaha perkebunan perlu
mendapat perlindungan hukum dari pemerintah agar pelaksanaan usaha
perkebunan dapat dilaksanakan guna meningkatkan kesejahteraan bagi pelaku
usaha, masyarakat, dan pemerintah. Perlindungan hukum tersebut kemudian
diwujudkan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang
Perkebunan sebagai payung hukum (umbrella act) bidang usaha perkebunan di
Indonesia.
Lingkup perkebunan yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2004 tentang Perkebunan tersebar di berbagai wilayah provinsi di Indonesia,
termasuk didalamnya perkebunan yang berada di wilayah Provinsi Jawa Tengah.
Perkebunan di Provinsi Jawa Tengah berada di bawah pengawasan Dinas
Perkebunan Provinsi Jawa Tengah. Sama halnya pada lingkup nasional, Dinas
Perkebunan Provinsi Jawa Tengah memiliki peranan yang strategis dalam rangka
melakukan pengawasan pada pelaksanaan izin usaha perkebunan guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan secara tidak langsung turut
commit to user
Perkebunan di wilayah Provinsi Jawa Tengah dilaksanakan oleh pelaku
usaha perkebunan yang berupa pekebun dan/atau perusahaan perkebunan yang
mengelola usaha perkebunan dengan dasar Hak Guna Usaha bagi pelaku usaha
perkebunan yang berupa perusahaan perkebunan. Perusahaan perkebunan adalah
pelaku usaha perkebunan warga negara Indonesia atau badan hukum yang
didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia yang
mengelola usaha perkebunan dengan skala tertentu.
Pemberian izin usaha merupakan salah satu langkah untuk menetapkan
aturan main dan merupakan proses seleksi bagi para pelaku usaha perkebunan
khususnya di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan pengawasan yang efektif
dari pihak Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah sangat berpengaruh terhadap
pengusahaan perkebunan yang berdaya guna bagi seluruh lapisan masyarakat di
Provinsi Jawa Tengah pada khususnya dan peningkatan pendapatan nasional pada
umumnya. Sehingga kedua hal tersebut merupakan dua sisi mata uang yang saling
membutuhkan dan saling memiliki hubungan yang tidak bisa dipisahkan begitu
saja dalam rangka mewujudkan keteraturan dalam pengusahaan perkebunan di
Provinsi Jawa Tengah khususnya (Supriadi, 2010:567).
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk membahas
lebih lanjut dalam penulisan hukum (skripsi) dengan judul: ”Pelaksanaan
Pengawasan Izin Usaha Perkebunan di Provinsi Jawa Tengah”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam suatu penelitian sangat diperlukan untuk
mempermudah dan membatasi permasalahan yang akan diteliti agar penelitian
dapat dilakukan secara sistematis dan terarah, sehingga dapat mencapai tujuan dan
sasaran yang jelas serta memperoleh jawaban sesuai dengan yang diharapkan.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, rumusan masalah
yang akan dikaji oleh penulis dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah pemberian izin usaha perkebunan di Provinsi Jawa Tengah sudah
commit to user
2. Apakah mekanisme pengawasan usaha perkebunan di Provinsi Jawa Tengah
sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan?
3. Apakah tindakan hukum yang diambil oleh Dinas Perkebunan Provinsi Jawa
Tengah terhadap perusahaan perkebunan yang tidak sehat sudah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan hukum ini, adalah sebagai berikut.
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui kesesuaian pemberian izin usaha perkebunan di
Provinsi Jawa Tengah terhadap peraturan perundang-undangan.
b. Untuk mengetahui kesesuaian mekanisme pengawasan usaha
perkebunan di Provinsi Jawa Tengah terhadap peraturan
perundang-undangan.
c. Untuk mengetahui kesesuaian tindakan hukum yang diambil oleh
Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah terhadap perusahaan
perkebunan yang tidak sehat terhadap peraturan perundang-undangan.
2. Tujuan Subyektif
a. Mengetahui pelaksanaan pemberian izin, pengawasan, serta tindakan
Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah terhadap perusahaan
perkebunan yang tidak sehat dalam rangka mencapai tujuan
penyelenggaraan perkebunan khususnya di wilayah Provinsi Jawa
Tengah.
b. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar Strata
1 (S1) dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
c. Untuk meningkatkan dan mendalami berbagai teori yang telah
diperoleh selama di bangku perkuliahan dan pengetahuan terhadap
commit to user
D. Manfaat Penelitian
Penelitian hukum ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang
terkait yaitu penulis, pembaca, dan pihak-pihak yang terkait dengan topik utama
penulisan hukum ini. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum
ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang
ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Administrasi Negara terkait
dengan Hukum Agraria pada khususnya;
b. Memperkaya literatur dan referensi kepustakaan Hukum Administrasi
Negara tentang prosedur pemberian izin, mekanisme pengawasan,
serta tindakan hukum yang diambil oleh Dinas Perkebunan Provinsi
Jawa Tengah terhadap perusahaan perkebunan yang tidak sehat;
c. Hasil dari penulisan hukum ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap
penelitian-penelitian sejenis pada tahap selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan gambaran atau wacana bagi penulis untuk
mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir ilmiah,
sekaligus untuk melatih penulis dalam mengkaji dan menganalisa
permasalahan hukum yang ada dengan menggunakan metode ilmiah
sebagai penunjang ilmu pengetahuan hukum yang penulis peroleh
selama perkuliahan; dan
b. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait langsung
dengan penulisan hukum ini.
E. Metode Penelitian
Metode merupakan suatu penyelidikan yang berlangsung menurut suatu
rencana tertentu dengan tujuan untuk membatasi secara tegas bahasa yang dipakai
oleh ilmu tertentu, dalam hal ini pastinya ilmu hukum (Johny Ibrahim, 2006:294).
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,
commit to user
yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi,
teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2008:35).
Untuk mendapatkan data dan penelitian yang bulat dan utuh dalam rangka
memberikan gambaran dan uraian mengenai pelaksanaan pengawasan izin usaha
perkebunan di Provinsi Jawa Tengah, maka harus menggunakan metode
penelitian yang sesuai. Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini penulis
menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Ilmu hukum adalah suatu ilmu yang mempelajari mengenai kaidah
atau norma yang ada dalam masyarakat, oleh karena itu jenis penelitian
yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian yuridis
normatif, yaitu suatu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan
kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.
Seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam
peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan
sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan perilaku manusia yang
dianggap pantas (Amiruddin, S.H., dan Zainal Asikin, S.H., 2004:118).
Karena penelitian ini jenis penelitian hukum normatif, maka dilakukan
dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri
dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
Bahan-bahan hukum tersebut kemudian disusun secara sistematis dan dikaji
untuk kemudian ditarik kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah
yang akan diteliti dalam penulisan hukum ini.
2. Sifat Penelitian
Penelitian hukum ini bersifat preskriptif dan terapan, hal tersebut
sesuai dengan karakteristik ilmu hukum. Sebagai ilmu yang bersifat
preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan,
validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum.
ketentuan-commit to user
ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter
Mahmud Marzuki, 2008:22).
Berpegang pada karakteristik ilmu hukum sebagai ilmu terapan,
preskripsi yang diberikan dalam penelitian hukum harus dapat dan mungkin
untuk diterapkan. Dengan demikian, preskripsi yang diberikan bukan
merupakan sesuatu yang telah diterapkan atau yang sudah ada. Oleh karena
itulah, yang dihasilkan oleh penelitian hukum sekalipun bukan asas hukum
yang baru atau teori yang baru, paling tidak argumentasi yang baru.
Bertolak dari argumentasi itulah diberikan preskripsi, sehingga preskripsi
tersebut bukan merupakan suatu fantasi atau angan-angan kosong (Peter
Mahmud Marzuki, 2008:206).
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan (approach) yang digunakan dalam suatu penelitian
normatif akan memungkinkan seorang peneliti untuk memanfaatkan
hasil-hasil. Menurut Peter Mahmud Marzuki, di dalam penelitian hukum terdapat
beberapa pendekatan. Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam
penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach),
pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical
approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2008:93).
Oleh karena jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian
yuridis normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
perundang-undangan (statute approach). Suatu penelitian normatif harus menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena yang akan diteliti
adalah aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu
penelitian (Johny Ibrahim, 2006:302).
4. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu data
sekunder. Data sekunder sebagai sumber-sumber hukum yang penulis
commit to user
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang terdiri atas
peraturan perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarki
Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang (UU)/Peraturan
Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan Pemerintah (PP),
Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Daerah (Perda). (Johny
Ibrahim, 2005:295-296).
Baham hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini, antara
lain:
1) Peraturan Dasar yang digunakan, yaitu Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2) Peraturan Perundang-Undangan yang digunakan, yaitu
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria; Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang
Perkebunan; Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996
tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai
atas Tanah; Peraturan Menteri Pertanian Nomor
26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha
Perkebunan; Peraturan Menteri Pertanian Nomor
07/Permentan/OT.140/2/2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha
Perkebunan; Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 2
Tahun 2005 tentang Perizinan Usaha Perkebunan; Peraturan
Gubernur Jawa Tengah Nomor 97 Tahun 2005 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang
Perizinan Usaha Perkebunan; Peraturan Gubernur Provinsi Jawa
Tengah Nomor 78 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas
Pokok, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Perkebunan Provinsi Jawa
Tengah; Peraturan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa
Tengah Nomor 5 Tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Perizinan
Usaha Perkebunan; Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Tengah
commit to user
Berdasarkan Hasil Penilaian Usaha Perkebunan Tahun 2009;
dan Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah Nomor 875.1/03322
tentang Penyerahan Kewenangan Pembinaan Perkebunan Besar
kepada Kabupaten/Kota.
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang bukan
merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki,
2008:14). Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini yaitu
buku-buku teks (textbooks) yang ditulis oleh para ahli hukum yang berpengaruh (de herseende leer), jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium
mutakhir, artikel media massa dan internet, serta bahan lain yang
berhubungan dengan pokok bahasan dalam penelitian ini.
c. Bahan hukum tersier.
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberi petunjuk
atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, yaitu Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI).
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh data yang
diperlukan dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang mendukung
dan berkaitan dengan pemaparan penelitian hukum ini adalah studi
kepustakaan. Studi kepustakaan merupakan suatu teknik pengumpulan data
dengan cara mengumpulkan data yang relevan dengan pokok bahasan
penelitian, melalui membaca, mempelajari, mengkaji, dan menganalisis
bahan-bahan dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, makalah,
serta artikel media massa dan internet. Beberapa data yang diperoleh
kemudian dimintakan klarifikasi kepada Soesiati Rahayu selaku Kepala
Seksi Pembinaan Usaha pada Bidang Usaha Perkebunan (BUP) Dinas
commit to user
6. Teknik Analisis Data
Pengolahan dan analisis data pada dasarnya tergantung pada jenis
datanya, bagi penelitian hukum normatif yang hanya mengenal data
sekunder saja, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tersier, maka dalam mengolah dan menganalisis
bahan hukum tersebut tidak bisa melepaskan diri dari berbagai penafsiran
yang dikenal dalam ilmu hukum. Penafsiran memiliki karakter hermeneutik.
Hermeneutik atau penafsiran diartikan sebagai proses mengubah sesuatu
atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti (Amiruddin, H. Zainal Asikin,
2006:163).
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
metode silogisme dan intepretasi dengan menggunakan pola berpikir
deduktif. Pola berpikir deduktif yaitu berpangkal dari prinsip-prinsip dasar,
kemudian peneliti tersebut menghadirkan objek yang hendak diteliti.
Sedangkan metode silogisme yang menggunakan pendekatan deduktif
menurut yang diajarkan Aristoteles yaitu berpangkal dari pengajuan premis
mayor. Kemudian diajukan premis minor, dari kedua premis ini kemudian
ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki,
2008:46).
Metode interpretasi yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Interpretasi berdasarkan kata undang-undang.
Interpretasi ini meninjau dari makna kata-kata yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan. Interpretasi ini akan dapat dilakukan
terhadap kata-kata dalam undang-undang yang singkat, padat, tajam,
dan terjamin keakuratan mengenai apa yang dimaksud oleh
undang-undang tersebut dan tidak mengandung kata yang bermakna ganda.
b. Interpretasi sistematis.
Interpretasi yang menilik keterkaitan antara undang-undang yang satu
dengan peraturan perundang-undangan yang lain yang memiliki
commit to user
lain. Landasan pemikiran interpretasi sistematis adalah
undang-undang merupakan suatu kesatuan dan tidak satupun ketentuan dalam
undang-undang merupakan aturan yang berdiri sendiri (Peter Mahmud
Marzuki, 2008:112).
F. Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika penulisan hukum adalah uraian logis sistematis susunan bab dan
subbab untuk menjawab uraian terhadap pembahasan permasalahan yang
dikemukakan (isu hukum/legal issues) selaras dengan tema sentral yang
direfleksikan dalam suatu judul penelitian dan rumusan permasalahannya (Johny
Ibrahim, 2006:297).
Sistematika penulisan dalam penelitian hukum ini disajikan untuk
memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum
sebagai karya ilmiah yang disesuaikan dengan kaidah-kaidah baku penuisan suatu
karya ilmiah. Penulisan hukum ini terdiri dari 4 bab, yaitu Pendahuluan, Tinjauan
Pustaka, Pembahasan, dan Penutup.
Bab I merupakan bab pendahuluan yang menyajikan latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan
sistematika penulisan hukum.
Bab II merupakan bab tinjauan pustaka yang didalamnya memberikan
penjelasan secara teoritik (landasan teori) yang bersumber dari literatur hukum
yang digunakan oleh penulis dan doktrin ilmu hukum yang dianut secara universal
mengenai persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti oleh
penulis. Bab tinjauan pustaka terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu: bagian pertama
kerangka teori yang berisikan tinjauan umum mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan pelaksanaan pengawasan izin usaha pekebunan yang terdiri dari tinjauan
umum mengenai Hak Menguasai Negara, Perkebunan, Perizinan, serta
Perlindungan Hukum dalam Hukum Administrasi Negara dan bagian kedua
kerangka pemikiran yang berisikan gambar alur berpikir dari penulis berupa
commit to user
Uraian mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang merupakan titik
temu dari suatu kaidah perundang-undangan yang berlaku dan keadaan atau
realitas yang terjadi disuatu wilayah dan/atau permasalahan tertentu dituangkan
dalam Bab III yang menguraikan bahwa prosedur pemberian izin usaha
perkebunan di wilayah Provinsi Jawa Tengah sudah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang terdapat dalam UU Nomor 18 Tahun 2004;
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007; Peraturan
Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 2 Tahun 2005; dan Peraturan Kepala Dinas
Perkebunan Nomor 5 Tahun 2006. Pada pelaksanaan mekanisme pengawasan izin
usaha perkebunan di provinsi Jawa Tengah belum terdapat kesesuaian dengan
peraturan terkait, yaitu Peraturan Menteri Pertanian Nomor
07/Permentan/OT.140/2/2009 serta tindakan hukum Dinas Perkebunan terhadap
perusahaan perkebunan yang sudah mencerminkan kesesuaian dengan ketentuan
yang ada dalam beberapa peraturan perundangan yang mengatur mengenai sanksi
bagi perusahaan perkebunan yang tidak sehat.
Bab IV merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian
dan pembahasan serta memberikan saran-saran sebagai evaluasi terutama terhadap
temuan-temuan selama penelitian yang menurut penulis memerlukan perbaikan.
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan umum tentang Hak Menguasai Negara
a. Pengertian Hak Menguasai Negara
Sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945, pemerintah mengupayakan agar
pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia meliputi yang
terkandung di bumi, air, dan bahan galian dipergunakan sebesar-besarnya
untuk kesejahteraan bangsa Indonesia. “Salah satu konsep dasar yang
dikemukakan Moh. Hatta adalah pada dasarnya tanah adalah milik rakyat
Indonesia dan negara merupakan penjelmaan dari rakyat yang
mempunyai hak untuk mengatur penggunaannya agar dapat mengejar
kemakmuran rakyat” (Subadi, 2010:68). Untuk mencapai tujuan tersebut,
maka negara memiliki hak menguasai tanah melalui fungsi negara untuk
mengatur dan mengurus (regelen en besturen) yang diwujudkan dengan
diberikannya Hak Menguasai Negara (HMN).
Hak Menguasai Negara terjadi pada saat bangsa Indonesia sebagai
kumpulan manusia secara alamiah terbentuk. Menurut Charles Sebayang,
“Hak Menguasai Negara tercipta pada saat ada pelimpahan tugas
kewenangan dari bangsa Indonesia kepada negara yang dilakukan oleh
wakil bangsa indonesia dalam menyusun UUD 1945 yang tertuang dalam
Pasal 33 ayat (3) yang mengandung tujuan negara”
(http://hannarenata.blogspot.com/2011/05/hak-menguasai-dari-negara.html).
Hak Menguasai Negara merupakan sebutan hak yang diberikan
oleh UUPA kepada lembaga hukum dan hubungan hukum konkrit antara
negara dan tanah Indonesia yang dirinci isi dan tujuannya dalam Pasal 2
commit to user
tersebut merupakan pelimpahan tugas bangsa untuk mengatur dan
memimpin penguasaan dan penggunaan tanah bersama
(http://charlessebayang.blogspot.com/2009/03/hak-menguasai-dari-negara.html).
Dengan demikian, Pasal 2 UUPA memberikan sekaligus suatu
tafsiran resmi interprestasi otentik mengenai arti perkataan dikuasai yang
dipergunakan dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Sebelum UUPA ada
sementara orang yang menafsirkan dikuasai itu sebagai dimiliki, tetapi
UUPA dengan tegas menyatakan, bahwa perkataan tersebut bukan berarti
dimiliki. Bahkan pengertian domein negara dihapuskan oleh UUPA, sehingga asas domein tidak dikenal dalam hukum agraria yang baru (Eddy Ruchiyat, 1999:10).
Pembatasan wewenang negara atas tanah yang diperinci dalam
ketentuan Pasal 2 ayat (2) UUPA 1960 (LNRI-1960-104, TLN-2043),
yaitu:
1) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa; 2) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa; dan
3) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa (Boedi Harsono, 2003:238).
Pelaksanaan dari Hak Menguasai Negara tersebut sebagian
kewenangananya dapat juga diberikan dengan penugasan kepada daerah
dalam rangka medebeweind dan kepada pejabat-pejabat pusat yang berada di daerah dalam rangka dekonsentrasi sehingga Hak Menguasai Negara harus dilihat dalam konteks hak dan kewajiban negara sebagai
pemilik (domein) yang bersifat publiekrechtelijk, bukan sebagai eigenaar
yang bersifat privaatrechtelijk. Makna dari pemahaman tersebut adalah negara memiliki kewenangan sebagai pengatur, perencana, pelaksana,
dan sekaligus sebagai pengawas pengelolaan, penggunaan, dan
pemanfaatan sumber daya alam nasional tanpa harus berstatus sebagai
commit to user
Pembatasan wewenang yang dimiliki negara atas tanah selain
bersifat publik seperti yang tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA juga
terdapat wewenang Hak Menguasi Negara yang bersifat perdata yang
tercermin dalam Pasal 4 UUPA. Berdasarkan wewenang dalam Pasal 4
UUPA, pemerintah diharuskan membuat suatu rencana umum mengenai
persediaan, peruntukan, dan penggunaan, bumi, air, dan ruang angkasa
serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya, untuk
keperluan-keperluan yang bersifat:
1) Politis (tanah dimanfaatkan untuk keperluan atau bangunan
pemerintah termasuk bangunan pertahanan);
2) Ekonomis (tanah dimanfaatkan untuk keperluan perkembangan
produksi pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, industri,
pertambangan, transmigrasi, dan lain-lain); dan
3) Sosial (tanah dimanfaatkan unuk keperluan beribadat, pusat-pusat
permukiman, keperluan sosial, kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan
lain-lain).
Cara-cara negara dalam melaksanakan hak yang dimilikinya demi
menjamin kepentingan-kepentingan yang dituntut oleh masyarakat harus
dilaksanakan melalui cara-cara pengambilan keputusan yang adil dan
beradab atas dasar musyawarah bersama berlandaskan hikmah
kebijaksanaan sebagai landasan keputusan.
Setiap orang dalam suatu komunitas (bangsa) memiliki hak tertentu
sebagai dasar dari kepentingannya. Sebaliknya, setiap orang juga
memiliki kepentingan yang menjadi dasar dari haknya. Setiap orang
harus menjalankan secara seimbang dengan kewajiban untuk memenuhi
keperluan hidup masyarakat secara luas, sehingga sikap adil dan beradab
merupakan konsekuensi yang perlu ditampakkan dalam pengambilan
keputusan terkait dengan pelaksanaan wewenang dan hak yang dimiliki
oleh negara.
commit to user
atau objek tertentu. Subjek Hak Menguasai Negara menurut Pasal 33 ayat (3) adalah negara. Negara dalam melaksanakan fungsinya
mendelegasikan melalui lembaga negara, yaitu
eksekutif/pemerintah. Artinya, pemerintah mempunyai kekuasaan untuk melakukan perencanaan, merumuskan aturan, melaksanakan langkah-langkah dan tindakan atas pengelolaan, pemanfaatan, dan mengambil hasil dari sumber daya alam yang terdapat dalam wilayah hukum Indonesia. Kekuasaan yang dipegang pemerintah melekat di dalamnya aspek kewenangan dan tanggung jawab, baik
untuk melaksanakan, maupun untuk memberikan
pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewenangan yang telah dijalankan. Sebagai subjek dari hak menguasai negara, maka pemerintah berlandaskan pada kewenangan yang dimiliknya mempunyai fungsi dasar sebagai berikut:
1) Berkuasa, berwenang, dan bertanggung jawab atas
pengelolaan, pemanfaatan, dan mengambil hasil dari sumber daya alam; dan
2) Melakukan upaya paksa secara hukum, mulai dari teguran, peringatan, sampai dengan penghentian atas kegiatan usaha yang melanggar aturan dan mengabaikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Mencermati uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa subjek Hak Menguasai Negara adalah Negara Republik Indonesia yang dilaksanakan oleh pemerintah sebagai lembaga negara yang dijamin oleh konstitusi negara, yaitu Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Artinya, kalau ada pihak lain atau pihak ketiga yang melakukan kegiatan usaha pengolahan sumber daya alam nasional hanyalah atas seizin dari pemerintah, dengan kekuasaan pengendalian, pengaturan, dan pemanfaatan berada di tangan pemerintah (http://www.indolawcenter.com/index.php?option=com_content&v
iew=article&id=1518%3Asubjek-hak-menguasai-negara&catid=174%3&Itemid=237).
b. Dasar-Dasar Pemikiran yang Melatarbelakangi Hak Menguasai
Negara atas Tanah
1) Eksistensi Manusia Indonesia
Sejak lahir manusia adalah pribadi yang tersusun atas jasmani
dan rohani dengan akal budi dan kehendak. Unsur manusia tersebut
berpotensi untuk terus berkembang agar mencapai eksistensinya.
Atas dasar itu manusia Indonesia memandang adanya hak kodrati
untuk mengembangkan potensi yang dinamakan sebagai hak asasi
commit to user
Untuk mencapai eksistensinya, manusia Indonesia memandang
bahwa tidak mungkin mampu mencukupi kebutuhannya tanpa
bantuan dari manusia yang lain dalam masyarakat. Hal ini
mempunyai konsekuensi adanya hidup saling membantu antara
manusia dan masyarakat. Dalam konteks kehidupan bernegara, maka
manusia Indonesia juga memerlukan peran negara untuk
mempertahankan eksistensinya.
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa manusia
secara kodrati adalah makhluk individu dan sosial. Dasar eksistensi
manusia sebagai makhluk sosial adalah sifat dan hakekat manusia
sebagai makhluk berketuhanan (Winahyu Erwiningsih, 2009:109).
2) Hubungan Manusia dengan Tanah
Setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia haruslah
menciptakan hak dan kewajiban secara seimbang. Keseimbangan
hak dan kewajiban berarti bahwa hak tidak diperlakukan melampaui
kewajiban dan sebaliknya kewajiban tidak diperlakukan melampaui
hak. Perilaku yang mencerminkan keseimbangan antara hak dan
kewajiban adalah perilaku yang mencerminkan pula sifat adil dan
beradab sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Manusia yang adil dan
beradab merupakan suatu keyakinan dan moral sebagai pedoman
kenyataan hidup yang terwujud dalam hubungan manusia dengan
masyarakat dan negara secara keseluruhan.
commit to user
perseorangan, keluarga, dan masyarakat. Kumpulan kepemilikan tersebut disebut sebagai milik bangsa (Winahyu Erwiningsih, 2009:110).
3) Hakekat Negara
Istilah negara mengandung makna suatu alat (agency) dari
masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur
hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dalam menertibkan
gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. “Hakekat negara adalah suatu
penggambaran tentang sifat dari negara. Negara sebagai wadah dari
suatu bangsa untuk mencapai suatu tujuan atau cita-cita bangsanya.
Tujuan negara merupakan kepentingan utama dari tatanan suatu
negara” (Soehino, 1998:146).
Sebagai organisasi yang memiliki wilayah, negara dapat
memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan
kekuasaan lainnya dan dapat menetapkan tujuan-tujuan dari
kehidupan bersama. Tujuan Negara Indonesia yang tercantum dalam
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 memberikan suatu kewenangan bagi
negara untuk mengatur arah pemerintahan dalam usahanya untuk
mewujudkan tujuan tersebut. Hak untuk mengatur yang dimiliki oleh
negara atau kekuasaan yang dijalankan oleh negara memperlihatkan
adanya tugas khusus yang dimiliki oleh negara. Tugas negara antara
lain:
1) Melaksanakan fungsi mengatur;
2) Melaksanakan fungsi penyelesaian sengketa antar masyarakat;
3) Melaksanakan fungsi pengembangan kehidupan khususnya di
bidang perekonomian; dan
4) Melaksanakan fungsi pengadaan fasilitas umum untuk
commit to user
4) Hubungan Negara dengan Tanah
Banyak terjadi perbedaan pandangan mengenai hubungan
negara dengan tanah terutama berkaitan dengan status penguasaan
tanah oleh negara. Pendapat pertama memandang bahwa negara
dapat memiliki tanah dengan alasan bahwa negara dipandang sama
dengan subjek perdata sehingga negara dapat mempunyai hubungan
hak milik, hanya saja tanah-tanah milik negara tersebut
dipergunakan bagi kepentingan umum. Alasan yang dikemukakan
adalah bahwa ada hubungan khusus antara negara dengan tanah yang
masuk untuk kategori kepentingan umum.
Pendapat kedua, menyatakan bahwa negara bukan pemilik tanah
karena yang menjadi pemilik tanah adalah manusia yang mempunyai
kedudukan istimewa. Eksistensi manusia senantiasa disertai dengan
hak-hak yang secara alami melekat padanya, termasuk untuk hak
memiliki.
Tanah dapat dimiliki oleh negara dengan alasan-alasan sebagai berikut:
1) Penggunaan langsung oleh negara;
2) Statusnya sebagai res publicae yag dipergunakan warga; dan
3) Penggunaannya oleh warga tetapi memberi manfaat bagi kekayaan warga sehingga harus dikuasai dn dimiliki oleh negara, walaupun sebagai quasi proprium (sifat dari pemilikan itu adalah tidak mutlak) (Winahyu Erwiningsih, 2009:114).
Pada awalnya manusia secara alami memiliki tanah untuk
kebutuhan hidupnya. Namun demikian lama kelamaan timbul
ketidaksamaan pemilikan yang disebabkan adanya perbedaan
kemampuan dalam berusaha dan kekuatan. Hal tersebut
menyebabkan perpecahan yang dapat berupa perampasan
tanah-tanah oleh golongan yang kuat terhadap yang lemah. Untuk
mencegah hal tersebut, negara memiliki wewenang untuk
menguasai, mengatur, dan mengusahakan untuk kemakmuran rakyat
commit to user
masyarakat. Dalam hal ini, negara hanya bertindak untuk mengatur
tanpa harus memiliki tanah tersebut, karena pada hakekatnya segala
tanah dan kekayaan yang terkandung didalamnya adalah hak bangsa.
2. Tinjauan umum tentang Perkebunan
a. Pengertian dan Pengaturan Perkebunan
Sesuai dengan rumusan yang terdapat dalam Pasal 1
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, perkebunan adalah
segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah
dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah
dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, pemodalan, serta manajemen untuk
mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan
masyarakat.
Usaha perkebunan merupakan subsektor yang berdimensi luas,
sebab usaha perkebunan juga mencakup usaha budidaya yang terkait
dengan tanaman dan usaha industri pengolahan hasil perkebunan. Selain
itu, usaha perkebunan merupakan usaha yang berdimensi ekonomi sangat
luas karena selain dapat mempekerjakan tenaga kerja yang begitu banyak
sekaligus sebagai penyumbang besar bagi Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Sehingga dalam perkembangannya saat ini usaha perkebunan di
Indonesia sangat ditentukan oleh faktor politik yang dijalankan oleh
pemerintah melalui pengaturan usaha perkebunan.
Pengaturan penyelenggaraan usaha perkebunan di Indonesia
dituangkan dalam beberapa ketentuan peraturan, antara lain:
1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.
Merupakan payung hukum (umbrella act) bagi penyelenggaraan
usaha perkebunan di Indonesia. Undang-undang ini diterbitkan
dengan pertimbangan bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat secara berkeadilan seperti yang termaktub
commit to user
potensi besar dalam pembangunan perekonomian nasional perlu
diselenggarakan secara terencana, terbuka, terpadu, profesional,
dan bertanggung jawab. Dalam UU ini diatur mengenai beberapa
hal, yaitu: penyelenggaraan perkebunan; perencanaan perkebunan;
penggunaan tanah untuk usaha perkebunan; pemberdayaan dan
pengolahan usaha perkebunan; pengelolaan dan pemasaran hasil
perkebunan; penelitian dan pengembangan perkebunan;
pengembangan sumber daya manusia perkebunan; pembiayaan
usaha perkebunan; pembinaan dan pengawasan usaha perkebunan;
penyidikan; serta ketentuan pidana.
2) Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007
tentang Pedoman Perizinan Usaha Pekebunan.
Permentan ini diterbitkan sebagai bentuk peraturan pelaksanaan
dari Pasal 10 ayat (1), Pasal 17 ayat (3) dan ayat (7), Pasal 22 ayat
(3) UU Nomor 18 Tahun 2004. Permentan ini dimaksudkan sebagai
pedoman dalam memberikan pelayanan perizinan dan untuk
melakukan usaha perkebunan. Ruang lingkup Permentan ini
meliputi: jenis dan perizinan usaha perkebunan; syarat dan tata cara
permohonan izin usaha perkebunan; kemitraan; perubahan luas
lahan, jenis tanaman, dan/atau perubahan kapasitas pengolahan,
serta diversifikasi usaha pembinaan dan pengawasan; dan sanksi
administratif.
3) Peraturan Menteri Pertanian Nomor 07/Permentan/OT.140/2/2009
tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan.
Permentan ini diterbitkan sebagai bentuk peraturan pelaksanaan
dari Pasal 44 ayat (2) UU Nomor 18 Tahun 2004 yang mengatur
mengenai pembinaan dan pengawasan usaha perkebunan.
Permentan ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam pelaksanaan
penilaian usaha perkebunan yang ruang lingkupnya meliputi:
commit to user
usaha perkebunan; pengawaan penilaian usaha perkebunan; dan
sanksi administrasi.
Selain diatur dalam beberapa ketentuan tingkat pusat,
masing-masing wilayah di Indonesia memiliki aturan pelaksanaan di tingkat
provinsi guna mengatur penyelenggaraan usaha perkebunan di
wilayahnya masing-masing, tidak terkecuali dengan Provinsi Jawa
Tengah. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menerbitkan beberapa
peraturan terkait dengan pelaksanaan usaha perkebunan di wilayah
Provinsi Jawa Tengah yang tertuang dalam:
1) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 2 Tahun 2005
tentang Perizinan Usaha Perkebunan.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menerbitkan Perda ini dalam
rangka penertiban, pengendalian, pemanfaatan, dan pengawaan
terhadap sumber daya alam untuk usaha perkebunan khususnya di
wilayah Provinsi Jawa Tengah yang dimanfaatkan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat. Ruang lingkup Perda ini
mencakup: usaha perkebunan; perizinan; retribusi; uang
perangsang; pembagian hal retribusi; ketentuan penyidikan;
ketentaun pidana; pemberdayaan masyarakat; serta pembinaan,
pengawasan, dan pengendalian.
2) Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 97 Tahun 2005 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Nomor 2 Tahun 2005 tentang Perizinan Usaha Perkebunan.
Peraturan gubernur (Pergub) ini diundangkan sebagai bentuk aturan
pelaksanaan dari Perda Nomor 2 Tahun 2005 agar dapat
dilaksanakan secara berdayaguna dan berhasil guna.
3) Peraturan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah Nomor
5 Tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Perizinan Usaha
Perkebunan.
Peraturan kepala dinas ini diterbitkan guna melaksanakan Peraturan
commit to user
ketentuan konkrit mengenai petunjuk teknis pelaksanaan ketentuan
tentang perizinan usaha perkebunan sebagaimana telah diatur
dalam Perda dan Pergub.
b. Asas, Tujuan, Fungsi, dan Perencanaan Perkebunan
Pembangunan perkebunan berpijak pada landasan atau asas yang
mendasar dari penyelenggaraan perkebunan yang berintikan pada asas
manfaat dan asas keterpaduan. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam
Pasal 2 UU Nomor 18 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa perkebunan
diseleggarakan berdasarkan atas asas:
1) manfaat dan berkelanjutan, bahwa dalam penyelenggaraan
perkebunan harus dapat meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat dengan mengupayakan kelestarian fungsi
lingkungan hidup dan memperhatikan kondisi sosial budaya;
2) keterpaduan, bahwa dalam penyelenggaraan perkebunan harus
dilakukan dengan memadukan subsistem produksi, pengolahan,
dan pemasaran hasil perkebunan;
3) kebersamaan, bahwa dalam penyelenggaraan perkebunan
menerapkan kemitraan secara terbuka, sehingga terjalin keterkaitan
dan saling ketergantungan secara sinergis antar pelaku usaha
perkebunan;
4) keterbukaan, bahwa dalam penyelenggaraan perkebunan dilakukan
dengan memperhatikan aspirasi masyarakat dan didukung dengan
pelayanan informasi yang dapat diakses oleh masyarakat; dan
5) keadilan, bahwa dalam penyelenggaraan perkebunan harus
memberikan peluang dan kesempatan yang sama secara
proporsional kepada semua warga negara sesuai dengan
kemampuannya serta harus memperhatikan kepentingan nasional,
commit to user
Tujuan yang paling penting dari penyelenggaraan perkebunan
diatur dalam Pasal 3 UU Nomor 18 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa
perkebunan diselenggarakan dengan tujuan:
1) meningkatkan pendapatan masyarakat;
2) meningkatkan penerimaan negara;
3) meningkatkan penerimaan devisa negara:
4) menyediakan lapangan kerja;
5) meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing;
6) memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam
negeri; dan
7) mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam secara
berkelanjutan.
Selain tujuan tersebut, penyelenggaraan perkebunan memiliki
peranan dan fungsi yang sangat penting karena berkaitan dengan fungsi
ekonomi, ekologi, dan sosial budaya. Hal tersebut sesuai dengan
ketentuan yang terdapat dalam Pasal 4 UU Nomor 18 Tahun 2004 yang
menyatakan bahwa perkebunan mempunyai fungsi:
1) ekonomi, yaitu peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional;
2) ekologi, yaitu peningkatan konversi tanah dan air, penyerap
karbon, penyedia oksigen, dan penyangga kawasan lindung; dan
3) sosial budaya, yaitu sebagai perekat dan pemersatu bangsa (melalui
penerapan kemitraan usaha perkebunan serta kesamaan budaya
agraris yang mampu menciptakan kondisi saling ketergantungan
dan keterkaitan secara sinergis antar pelaku usaha maupun antar
wilayah).
Sejalan dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 4 tersebut,
perkebunan merupakan komoditas utama dalam rangka peningkatan
pendapatan masyarakat dan peningkatan pemasukan devisa negara. Oleh
commit to user
dalam kaitannya dengan pembangunan perkebunan di masa yang akan
datang.
Pasal 6 UU Nomor 18 Tahun 2004 menyatakan bahwa perencanaan
perkebunan dimaksudkan untuk memberikan arah, pedoman, dan alat
pengendali pencapaian tujuan penyelenggaraan perkebunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3. Perencanaan perkebunan merupakan suatu
tindakan perencanaan makro baik di tingkat nasional, provinsi, maupun
kabupaten/kota dan bukan merupakan perencanaan usaha/perancangan
mikro yang dilakukan oleh pelaku usaha perkebunan. Perencanaan
perkebunan tersebut dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah provinsi,
dan pemerintah kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan
masyarakat.
“Sementara itu, perencanaan perkebunan merupakan perencanaan
yang dilakukan dengan pendekatan yang multi kompleks karena
didalamnya melibatkan segala yang berkaitan dengan pembangunan
perkebunan tersebut, misalnya rencana yang dikaitkan dengan
pendekatan tata ruang dan sebagainya” (Supriadi, 2010:548).
Pasal 7 UU Nomor 18 Tahun 2004 menyatakan bahwa perencanaan
perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan
berdasarkan:
1) rencana pembangunan nasional;
2) rencana tata ruang wilayah;
3) kesesuaian tanah dan iklim serta ketersediaan tanah untuk usaha
perkebunan;
4) kinerja pembangunan perkebunan;
5) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
6) sosial budaya;
7) lingkungan hidup;
8) kepentingan masyarakat:
commit to user
10) aspirasi daerah dengan tetap menjunjung tinggi keutuhan bangsa
dan negara.
Perencanaan perkebunan tersebut mencakup:
1) wilayah, mencakup: ketersediaan hamparan lahan yang menurut
agroklimat sesuai untuk usaha perkebunan, perlindungan wilayah
geografis bagi komoditas perkebunan, spesifik lokasi, dan kawasan
pengembangan industri masyarakat perkebunan;
2) tanaman perkebunan, mencakup: pemilihan tanaman yang
disesuaikan dengan kontur tanah, wilayah tanam, serta nilai jual
dalam jangka panjang;
3) sumber daya manusia, mencakup: pelaku usaha perkebunan, tenaga
kerja, serta aparat pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota yang
terkait di bidang perkebunan;
4) kelembagaan, mencakup: kelembagaan pelaku usaha perkebunan
dan kelembagaan layanan pemerintah, provinsi, dan
kabupaten/kota;
5) keterkaitan dan keterpaduan hulu-hilir, merupakan seluruh kegiatan
perencanaan yang dilakukan dengan memperhatikan pendekatan
sistem dan usaha agribisnis untuk membangun sinergi; dan
6) sarana prasaran; dan
7) pembiayaan.
Dengan demikian maka pelaksanaan perencanaan perkebunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 harus terukur, dapat
dilaksanakan, realistis, dan bermanfaat serta dilakukan secara partisipatif,
terpadu, terbuka, dan akuntabel.
c. Karakteristik Perkebunan Indonesia
Perkebunan besar di Indonesia yang berperan sebagai roda
penggerak subsektor ekonomi merupakan produk yang lahir dari sistem
ekonomi politik dunia yang masih bertahan hingga saat ini. Perkebunan
commit to user
muncul dari sistem ekonomi kapitalis global yang bersifat eksploitatif
dan dipenuhi dengan kekerasan yang pada dasarnya menjadi bagian dari
inheren dari sistem perkebunan itu sendiri yang digerakkan oleh modal
besar, teknologi modern, dan pasar ekspor. Perkebunan merupakan alas
bagi pertumbuhan kapitalisme industri yang mulai tumbuh dan
berkembang pada awal abad ke-18.
Sejarah budidaya perkebunan tidak terlepas dari peran para penjajah, terutama Belanda yang telah meletakkan dasar bagi berkembangnya perusahaan perkebunan di Indonesia. Seperti di negara berkembang lainnya, sistem perkebunan di Indonesia juga diperkenalkan lewat kolonialisme Barat, dalam hal ini kolonialisme Belanda (Mubyarto, dkk, 1992:15).
Ketika undang-undang agraria (Agrarische Wet) dikeluarkan pada
tanggal 9 April 1870 oleh Menteri Jajahan De Wall sebagai pengganti
undang-undang agraria yang lama, maka eksistensi perkebunan semakin
menguat dan kekuatannya semakin meluas. Undang-undang tersebut
memberikan legalitas dan jaminan yang lebih luas kepada kepentingan
modal besar swasta untuk menanamkan modalnya di subsektor
perkebunan dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk
mendapatkan tanah dengan jaminan dan perlindungan akan
perkembangannya. Peristiwa itulah yang membuat awal terjadinya
liberalisasi sistem agraria khususnya pada subsektor perkebunan di
Indonesia yang membuat perkebunan besar menjadi penguasa tunggal
atas sebagian besar tanah di Indonesia (Syaiful Bahari, 2004:41).
Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
merupakan sebuah anugerah bagi seluruh rakyat Indonesia. Salah satu
hasil kekayaan alam yang diharapkan mampu memberikan kontribusi
bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dan peningkatan pendapatan asli
daerah adalah pembangunan dan pengembangan perkebunan.