• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PENGAWASAN IZIN USAHA PERKEBUNAN DI PROVINSI JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PELAKSANAAN PENGAWASAN IZIN USAHA PERKEBUNAN DI PROVINSI JAWA TENGAH"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PELAKSANAAN PENGAWASAN IZIN USAHA PERKEBUNAN

DI PROVINSI JAWA TENGAH

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1

dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh

Amelia Intiastuti

NIM. E0007073

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

PELAKSANAAN PENGAWASAN IZIN USAHA PERKEBUNAN

DI PROVINSI JAWA TENGAH

Oleh :

Amelia Intiastuti

NIM. E0007073

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 2011

Dosen Pembimbing

Lego Karjoko, S.H., M.H.

(3)
(4)

commit to user

PERNYATAAN

Nama : Amelia Intiastuti

NIM : E0007073

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (Skripsi) berjudul:

PELAKSANAAN PENGAWASAN IZIN USAHA PERKEBUNAN DI

PROVINSI JAWA TENGAH adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang

bukan karya saya dalam penulisan hukum (Skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan

saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa

pencabutan penulisan hukum (Skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan

hukum (Skripsi) ini.

(5)

commit to user

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Christ gives me the streghth to face anything”

(Philippians 4:13)

“Jangan membatasi pandanganmu dengan keadaan, karena iman adalah sesuatu

yang sanggup menembus keadaan”

(Penulis)

“Apa yang kita lihat, itu yang akan kita dapatkan”

(Penulis)

Penulisan Hukum ini kupersembahkan bagi:

1. My Lord, My Saviour, Jesus Christ.

2. Bapaku Tri Joko Inti Budi Santosa, S.ST., M.T.,

Mamaku Titiek Herlina, S.Th., Adikku Upimas Dwi

Kristiari, dan segenap keluargaku tercinta.

3. Almamater tercinta di Fakultas Hukum Universitas

(6)

commit to user

ABSTRAK

Amelia Intiastuti, E 0007073.2011. PELAKSANAAN PENGAWASAN IZIN

USAHA PERKEBUNAN DI PROVINSI JAWA TENGAH. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pelaksanaan pengawasan izin usaha perkebunan di Provinsi Jawa Tengah yang berada dibawah pengelolaan dinas teknis terkait yaitu Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah dalam rangka pengolahan perkebuan yang berdaya guna, khususnya dikaitkan dengan: pemberian izin usaha perkebunan, mekanisme pengawasan usaha perkebunan, dan tindakan hukum yang diambil oleh Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah terhadap perusahaan perkebunan yang tidak sehat.

Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif bersifat preskriptif,

menemukan hukum in concreto mengenai pelaksanaan pengawasan usaha

perkebunan di Provinsi Jawa Tengah. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup data primer, data sekunder, dan data tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan. Beberapa data kemudian dimintakan penjelasan dan konfirmasi dari Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah. Teknik analisis data yang digunakan dengan metode silogisme dan interpretasi dengan menggunakan pola berpikir deduktif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan sebagai berikut: Kesatu, pemberian izin usaha perkebunan di Provinsi Jawa Tengah sudah sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UU No. 18 Tahun 2004, Permentan No. 26/Permentan/OT.140/2/2007, Perda Jawa Tengah No. 2 Tahun 2005, dan Peraturan Kepala Dinas Perkebunan No. 5 Tahun 2006. Kedua, mekanisme pengawasan izin usaha perkebunan belum sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UU No. 18 Tahun 2004 dan Permentan No. 07/Permentan/OT.140/2/2009. Ketiga, mengenai tindakan hukum yang diambil oleh Dinas Perkebunan terhadap perusahaan perkebunan yang tidak sehat telah sesuai dengan ketentuan pemberian sanksi yang terdapat dalam Permentan No. 07/Permentan/OT.140/2/2007.

(7)

commit to user

ABSTRACT

This research’s purpose is to describe the implementation of business lisence control in Central Java by Agriculture Department of Central Java in order to make processing on usefull agriculture, especially it is related to the agricultural business lisensing, the mechanism of agricultural business controlling, and the law action taken by Agricultural Department of Central Java to unhealth agricultural business.

This research uses normative approach which has prescriptive characteristic, find the law in concreto about the implementation of agricultural business control in Central Java. The data’s type used is secondary data. The secondary data sources used consist of primary data, secondary data, and tersiery data. Collecting data teqnique used is literature study. Then, some of the data, explained and confirmed by Agricultural Department of Central Java. Analysing data teqnique used is silogisme method and interpretation with using deductive think design.

According to the research result and discussion, it is resulted the conclusion that: First, agricultural business lisensing in Central Java has been suitable with

the determination of UU No. 18 Tahun 2004, Permentan No.

26/Permentan/OT.140/2/2006, Perda Jawa Tengah No. 2 Tahun 2005, and Peraturan Kepala Dinas Perkebunan No. 5 Tahun 2006. Second, the mechanism of agricultural business lisensing control has been not suitable with the determination of UU No. 18 Tahun 2004 and Permentan No. 07/Permentan/OT.140/2/2009. Third, law action taken by Agricultural Department to unhealth agricultural businessman has been suitable with the determination to give punishment on Permentan No. 07/Permentan/OT.140/2/2009.

(8)

commit to user

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus yang telah

memberikan kasih dan penyertaan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan hukum (Skripsi) yang berjudul: “PELAKSANAAN

PENGAWASAN IZIN USAHA PEKEBUNAN DI PROVINSI JAWA

TENGAH”.

Penulisan ini disusun untuk mengetahui dan memahami secara lebih dalam

mengenai pelaksanaan pengawasan izin usaha perkebunan khususnya di wilayah

Provinsi Jawa Tengah yang pengawasannya berada di bawah Dinas Perkebunan

Provinsi Jawa Tengah.

Penulisan hukum ini dalam pembuatannya melibatkan banyak pihak yang

telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan penulisan dari

awal hingga akhir sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan memperoleh

gelar sarjana dalam ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta. Untuk itu penulis megucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

2. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Wasis Sugandha, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademis yang

telah memberikan dorongan kepada penulis dari awal masa perkuliahan

sampai dengan berakhirnya masa studi penulis.

4. Bapak Lego Karjoko, S.H., M.H., selaku Pembimbing yang telah dengan

teliti dan sabar memberikan bimbingan kepada penulis dari awal hingga

akhir proses penulisan hukum ini.

5. Segenap dosen dan karyawan Fakultas Hukum UNS. Terimakasih telah

memberikan ilmu dan membimbing Penulis selama menempuh pendidikan

(9)

commit to user

6. Ir. Tegoeh Wynarno Haroeno, M.M., selaku Kepala Dinas Perkebunan

Provinsi Jawa Tengah yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas

kepada penulis dalam pencarian data.

7. Ir. Soesiati Rahayu, M.M., selaku kepala Seksi Pembinaan Usaha pada

Bidang Usaha Perkebunan (BUP) Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah

selaku narasumber yang telah membantu penulis dalam mencari data.

8. Bapak Sri Riyanto, S.Sos pada bagian umum dan kepegawaian Dinas

Perkebunan Provinsi Jawa Tengah yang telah membantu penulis dalam

pengurusan izin pencarian data.

9. Saudaraku Kartika, Lili, Nares, Ayu, Amal, Intan, Feby, Yuni, Yosi, John

Gurning, Bannu, Pepeb, Jackline, Yacobs, Merry, Tias, Tiwi, Windha, Lita,

Devi yang senantiasa membuat penulis terdorong untuk segera

menyelesaikan penulisan hukum ini [bersyukur memiliki kalian].

10. Keluarga besar PMK Fakultas Hukum, special for Putri, Anna, Shenni,

Mitha, Maya, Dika, Elfas, Richard, Surya Daffa, John Tambunan, Advent,

Ottik, Sheni, David Hutapea, Lizy, Zefanya, Yoseph, Vera, Ijul, Ira,

Sheryto, Yosua, Nico, Ardhi, dan seluruh saudaraku di PMK FH [bersyukur

memiliki kalian].

11. Keluarga besar Voca Justitia Fakultas Hukum UNS, pu’ank, manno, prita,

prima, vika, niken, bayu, yosi, lanang, attoy, kiki, faradina, fery, gunawan,

zefanya, rio, mighdad terimakasih untuk semangatnya dan telah

mengajariku bernada dengan jiwa.

12. Special for Bayu Wicaksono, Thanks for [always] love and support me

[bersyukur memilikimu].

13. Segenap keluarga besar Mulyanto Wignyoparyanto dan Padmohartono,

terimakasih eyang, pa’puh, bu’puh, tante, om, kakak, adik untuk doa dan

dukungannya.

14. Orang-orang yang suka pakai baju putih-hitam dan keluar dari ruang Ujian

Skripsi. Kalian membuatku ‘iri’..hehe...,tapi berkat kalian aku menjadi

(10)

commit to user

15. Teman-teman angkatan 2007 Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta, terimakasih untuk 4 tahun ke belakang, tetap semangat untuk

menjadi Sarjana Hukum yang profesional dan bermoral..!! Fiva

Justitia..kami bangga ada disini..!!!

16. Untuk seluruh pihak yang tidak dapat disebut satu persatu, penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan yang

telah diberikan.

Seperti pepatah yang mengatakan bahwa tak ada gading yang tak retak,

penulis menyadari pula bahwa penyusunan penulisan hukum ini jauh dari

sempurna, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca

sangat diharapkan.

Akhirnya, semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi penulis

khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Surakarta, 2011

(11)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR RAGAAN ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

1. Tujuan Obyektif ... 5

2. Tujuan Subyektif ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

1. Manfaat Teoritis ... 6

2. Manfaat Praktis ... 6

E. Metode Penelitian ... 6

1. Jenis Penelitian ... 7

2. Sifat Penelitian ... 7

3. Pendekatan Penelitian ... 8

4. Jenis Data dan Sumber Data ... 8

5. Teknik Pengumpulan Data ... 10

(12)

commit to user

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

A. Kerangka Teori ... 14

1. Tinjauan umum tentang Hak Menguasai Negara ... 14

a. Pengertian Hak Meguasasi Negara ... 14

b. Dasar-Dasar Pikiran yang Melatarbelakangi Hak Menguasai Negara ... 17

2. Tinjauan umum tentang Perkebunan ... 21

a. Pengertian dan Pengaturan Perkebunan ... 21

b. Asas, Tujuan, Fungsi, dan Perencanaan Perkebunan ... 24

c. Karakteristik Perkebunan Indonesia ... 27

d. Kewajiban Perusahaan Perkebunan ... 31

3. Tinjauan umum tentang Perizinan ... 33

a. Pengertian Perizinan ... 33

b. Unsur-unsur Perizinan ... 35

c. Fungsi dan Tujuan Perizinan ... 36

d. Bentuk dan Isi Izin ... 37

4. Tinjauan umum tentang Penegakan Hukum dalam Hukum Administrasi Negara ... 38

B. Kerangka Pemikiran ... 43

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

A. Tugas, Pokok, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah ... 47

B. Pemberian Izin Usaha Perkebunan di Provinsi Jawa Tengah ... 55

C. Mekanisme Pengawasan Usaha Perkebunan di Provinsi Jawa Tengah ... 70

(13)

commit to user

BAB IV PENUTUP ... 94

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA

(14)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Daftar Perkebunan yang Telah Memiliki IUP ... 66

Tabel 2. Perbandingan Kelas Kebun Tahun 2006 dan 2009 ... 79

Tabel 3. Daftar Klasifikasi Kelas Kebun Tahun 2009 ... 79

Tabel 4. Daftar Perusahaan Perkebunan yang tergolong kelas IV dan

kelas V ... 86

Tabel 5. Pembinaan Perkebunan Besar yang Menjadi Kewenangan

(15)

commit to user

DAFTAR RAGAAN

Ragaan 1. Kerangka Pemikiran ... 43

Ragaan 2. Alur Tahapan Tata Cara Permohonan Perizinan ... 58

(16)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Rekomendasi Survey/Riset Nomor : 070/0873/2011

Lampiran 2. Bagan Susunan Organisasi Dinas Perkebunan Provinsi Jawa

Tengah

Lampiran 3. Format surat pengajuan IUP

Lampiran 4. Sertifikat IUP atas nama PTPN IX (Kebun Getas)

Lampiran 5. Sertifikat IUP atas nama PT. Pawana Indonesia (Kebun Susukan)

Lampiran 6. Format permohonan konversi/diversifikasi

Lampiran 7. Sertifikat IUP untuk konversi/diversifikasi atas nama PT. Rumpun

Sari Medini (Kebun Kaligintung)

Lampiran 8. Format permohonan registrasi IUP

Lampiran 9. Format tanda bukti pembayaran retribusi

Lampiran 10. Piagam Penghargaan bagi perkebunan yang naik kelas

Lampiran 11. Peringatan bagi kebun yang mengalami penurunan kelas

Lampiran 12. Format laporan kegiatan usaha perkebunan

Lampiran 13. Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 525.3/2/2010 tentang

Penetapan Kelas Kebun Berdasarkan Hasil Penilaian Usaha

Perkebunan Tahun 2009

Lampiran 14. Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah Nomor 875.1/03322

tertanggal 7 Februari 2011 tentang Penyerahan Kewenangan

(17)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara konstitusional, pengaturan tanah di Indonesia tercantum dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi : ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 terdapat dua kata yang menentukan, yaitu perkataan ”dikuasai” dan ”dipergunakan”. Perkataan ”dikuasai” sebagai dasar wewenang negara. Negara adalah badan hukum publik yang dapat mempunyai hak dan kewajiban seperti manusia biasa. Perkataan ”dipergunakan” mengandung suatu perintah kepada negara untuk mempergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Perintah sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 berisi keadaan berbuat, berkehendak agar sesuai dengan tujuannya (Winahyu Erwiningsih, 2009:3).

Dasar pemikiran dan landasan politik agraria nasional yang dianut dalam

pasal tersebut di atas memberikan pengertian bahwa negara tidak perlu bertindak

sebagai pemilik seperti yang telah dicantumkan di atas, negara cukup bertindak

sebagai penguasa untuk memimpin dan mengatur kekayaan nasional untuk

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari ketentuan pasal tersebut dapat

disimpulkan bahwa kekuasaan yang diberikan kepada negara memberikan

kewajiban kepada negara untuk mengatur pemilikan dan menentukan

kegunaannya, sehingga semua tanah di seluruh wilyah negara dapat dimanfaatkan

untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Eddy Ruchiyat, 1999:1).

Tanah merupakan faktor utama pendukung kehidupan dan kesejahteraan

masyarakat. Setiap orang menilai bahwa penguasaan tanah menjadi sangat penting

untuk meningkatkan kesejahteraan atau sekedar untuk mempertahankan eksistensi

kemanusiaannya karena dari mengolah tanah manusia dapat bertahan hidup.

Menguasai sebidang tanah berarti menguasai terhadap segala hal yang diperlukan

dalam hidup. Sebagai contoh, penguasaan terhadap tanah akan menguasai juga

sumber daya atas air, tanaman, sumber makanan, tempat tinggal, udara, beserta

(18)

commit to user

dihasilkan oleh tanah dapat memenuhi kebutuhan primer, sekunder, bahkan tersier

umat manusia. Oleh karenanya penguasaan tanah adalah bagian sangat penting

bagi keberlangsungan hidup manusia.

Penguasaan tanah bagi kehidupan manusia sebagaimana yang telah diatur

dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, tidak hanya dipergunakan

untuk tempat tinggal saja, melainkan dapat juga dimanfaatkan untuk usaha

bercocok tanam atau pertanian. Di negara agraris, Indonesia misalnya, sebagian

besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani atau pekebun.

Kurang lebih 60% dari jumlah penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian.

Oleh karena mayoritas dari penduduk di negara ini bekerja pada sektor pertanian,

maka kemajuan sektor pertanian berpengaruh pada bangkitnya industri yang

berhubungan dengan stabilitas ekonomi dan pada akhirnya bermanfaat bagi

pengurangan kemiskinan di Indonesia

(http://www.anneahira.com/pertanian-perkebunan.htm).

Berkaca dari fakta diatas, perkembangan industri yang berdampak pada

pengurangan kemiskinan di Indonesia tidak terlepas dari adanya sektor pertanian

khususnya subsektor perkebunan. Sebagai salah satu subsektor yang penting

dalam sektor pertanian, subsektor perkebunan mempunyai peran yang signifikan

dalam perekonomian Indonesia terutama dalam hal penyediaan lapangan

pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Peran ini relatif konsisten baik ketika

Indonesia mengalami krisis maupun pada keadaan ekonomi yang stabil. Selain itu,

subsektor perkebunan juga sangat strategis dalam penyediaan pangan, misalnya:

minyak goreng, minyak sawit, gula, dan kebutuhan pokok lainnya. Dengan kata

lain, subsektor perkebunan merupakan salah satu pilar stabilitas ekonomi dan

politik Indonesia (http://www.anneahira.com/industri-perkebunan).

Dewasa ini, perkebunan merupakan salah satu pondasi bagi Indonesia untuk

menghadapi tantangan krisis globalisasi dan kompetitifnya pasar dunia. Di

samping itu, perkebunan juga merupakan suatu langkah pembangunan ekonomi

nasional sekaligus alternatif untuk mengurangi efek menipisnya Sumber Daya

Alam (SDA) sehingga dapat dikelola bertahun-tahun demi memenuhi kebutuhan

(19)

commit to user

harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menghasilkan kuantitas bahan

baku berkualitas bagi sektor industri. Keunggulan kompetitif ini akan

menciptakan daya saing produk yang tinggi bagi komoditi perkebunan karena

keunggulan tenaga kerja, ketersediaan lahan yang luas, modal yang cukup, serta

didukung dengan adanya regulasi dari pemerintah. Keunggulan pada subsektor ini

membuat pemerintah baik tingkat pusat sampai daerah membuat suatu kebijakan

yang dapat memaksimalkan usaha perkebunan. “Di sini, sekali lagi terbukti bahwa

perkebunan mempunyai posisi tawar yang kuat atau bahkan mempunyai

kekuasaan yang cukup besar dalam mengendalikan arah politik suatu negara,

terutama bagi negara-negara yang masih bercorak agraris seperti Indonesia”

(Syaiful Bahari, 2004:43).

Sadar bahwa susbsektor perkebunan memiliki kedudukan yang penting

dalam perekonomian nasional melalui kontribusi dalam pendapatan nasional,

penyediaan lapangan kerja, penerimaan ekspor, dan penerimaan pajak, membuat

para pemilik modal besar (investor) berlomba-lomba menanamkan modalnya di

bidang usaha perkebunan ini. Oleh karena itu keberadaan usaha perkebunan perlu

mendapat perlindungan hukum dari pemerintah agar pelaksanaan usaha

perkebunan dapat dilaksanakan guna meningkatkan kesejahteraan bagi pelaku

usaha, masyarakat, dan pemerintah. Perlindungan hukum tersebut kemudian

diwujudkan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang

Perkebunan sebagai payung hukum (umbrella act) bidang usaha perkebunan di

Indonesia.

Lingkup perkebunan yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun

2004 tentang Perkebunan tersebar di berbagai wilayah provinsi di Indonesia,

termasuk didalamnya perkebunan yang berada di wilayah Provinsi Jawa Tengah.

Perkebunan di Provinsi Jawa Tengah berada di bawah pengawasan Dinas

Perkebunan Provinsi Jawa Tengah. Sama halnya pada lingkup nasional, Dinas

Perkebunan Provinsi Jawa Tengah memiliki peranan yang strategis dalam rangka

melakukan pengawasan pada pelaksanaan izin usaha perkebunan guna

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan secara tidak langsung turut

(20)

commit to user

Perkebunan di wilayah Provinsi Jawa Tengah dilaksanakan oleh pelaku

usaha perkebunan yang berupa pekebun dan/atau perusahaan perkebunan yang

mengelola usaha perkebunan dengan dasar Hak Guna Usaha bagi pelaku usaha

perkebunan yang berupa perusahaan perkebunan. Perusahaan perkebunan adalah

pelaku usaha perkebunan warga negara Indonesia atau badan hukum yang

didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia yang

mengelola usaha perkebunan dengan skala tertentu.

Pemberian izin usaha merupakan salah satu langkah untuk menetapkan

aturan main dan merupakan proses seleksi bagi para pelaku usaha perkebunan

khususnya di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan pengawasan yang efektif

dari pihak Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah sangat berpengaruh terhadap

pengusahaan perkebunan yang berdaya guna bagi seluruh lapisan masyarakat di

Provinsi Jawa Tengah pada khususnya dan peningkatan pendapatan nasional pada

umumnya. Sehingga kedua hal tersebut merupakan dua sisi mata uang yang saling

membutuhkan dan saling memiliki hubungan yang tidak bisa dipisahkan begitu

saja dalam rangka mewujudkan keteraturan dalam pengusahaan perkebunan di

Provinsi Jawa Tengah khususnya (Supriadi, 2010:567).

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk membahas

lebih lanjut dalam penulisan hukum (skripsi) dengan judul: ”Pelaksanaan

Pengawasan Izin Usaha Perkebunan di Provinsi Jawa Tengah”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam suatu penelitian sangat diperlukan untuk

mempermudah dan membatasi permasalahan yang akan diteliti agar penelitian

dapat dilakukan secara sistematis dan terarah, sehingga dapat mencapai tujuan dan

sasaran yang jelas serta memperoleh jawaban sesuai dengan yang diharapkan.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, rumusan masalah

yang akan dikaji oleh penulis dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah pemberian izin usaha perkebunan di Provinsi Jawa Tengah sudah

(21)

commit to user

2. Apakah mekanisme pengawasan usaha perkebunan di Provinsi Jawa Tengah

sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan?

3. Apakah tindakan hukum yang diambil oleh Dinas Perkebunan Provinsi Jawa

Tengah terhadap perusahaan perkebunan yang tidak sehat sudah sesuai

dengan peraturan perundang-undangan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan hukum ini, adalah sebagai berikut.

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui kesesuaian pemberian izin usaha perkebunan di

Provinsi Jawa Tengah terhadap peraturan perundang-undangan.

b. Untuk mengetahui kesesuaian mekanisme pengawasan usaha

perkebunan di Provinsi Jawa Tengah terhadap peraturan

perundang-undangan.

c. Untuk mengetahui kesesuaian tindakan hukum yang diambil oleh

Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah terhadap perusahaan

perkebunan yang tidak sehat terhadap peraturan perundang-undangan.

2. Tujuan Subyektif

a. Mengetahui pelaksanaan pemberian izin, pengawasan, serta tindakan

Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah terhadap perusahaan

perkebunan yang tidak sehat dalam rangka mencapai tujuan

penyelenggaraan perkebunan khususnya di wilayah Provinsi Jawa

Tengah.

b. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar Strata

1 (S1) dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

c. Untuk meningkatkan dan mendalami berbagai teori yang telah

diperoleh selama di bangku perkuliahan dan pengetahuan terhadap

(22)

commit to user

D. Manfaat Penelitian

Penelitian hukum ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang

terkait yaitu penulis, pembaca, dan pihak-pihak yang terkait dengan topik utama

penulisan hukum ini. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum

ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang

ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Administrasi Negara terkait

dengan Hukum Agraria pada khususnya;

b. Memperkaya literatur dan referensi kepustakaan Hukum Administrasi

Negara tentang prosedur pemberian izin, mekanisme pengawasan,

serta tindakan hukum yang diambil oleh Dinas Perkebunan Provinsi

Jawa Tengah terhadap perusahaan perkebunan yang tidak sehat;

c. Hasil dari penulisan hukum ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap

penelitian-penelitian sejenis pada tahap selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan gambaran atau wacana bagi penulis untuk

mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir ilmiah,

sekaligus untuk melatih penulis dalam mengkaji dan menganalisa

permasalahan hukum yang ada dengan menggunakan metode ilmiah

sebagai penunjang ilmu pengetahuan hukum yang penulis peroleh

selama perkuliahan; dan

b. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait langsung

dengan penulisan hukum ini.

E. Metode Penelitian

Metode merupakan suatu penyelidikan yang berlangsung menurut suatu

rencana tertentu dengan tujuan untuk membatasi secara tegas bahasa yang dipakai

oleh ilmu tertentu, dalam hal ini pastinya ilmu hukum (Johny Ibrahim, 2006:294).

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,

(23)

commit to user

yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi,

teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang

dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2008:35).

Untuk mendapatkan data dan penelitian yang bulat dan utuh dalam rangka

memberikan gambaran dan uraian mengenai pelaksanaan pengawasan izin usaha

perkebunan di Provinsi Jawa Tengah, maka harus menggunakan metode

penelitian yang sesuai. Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini penulis

menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Ilmu hukum adalah suatu ilmu yang mempelajari mengenai kaidah

atau norma yang ada dalam masyarakat, oleh karena itu jenis penelitian

yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian yuridis

normatif, yaitu suatu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan

kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.

Seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam

peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan

sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan perilaku manusia yang

dianggap pantas (Amiruddin, S.H., dan Zainal Asikin, S.H., 2004:118).

Karena penelitian ini jenis penelitian hukum normatif, maka dilakukan

dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri

dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

Bahan-bahan hukum tersebut kemudian disusun secara sistematis dan dikaji

untuk kemudian ditarik kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah

yang akan diteliti dalam penulisan hukum ini.

2. Sifat Penelitian

Penelitian hukum ini bersifat preskriptif dan terapan, hal tersebut

sesuai dengan karakteristik ilmu hukum. Sebagai ilmu yang bersifat

preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan,

validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum.

(24)

ketentuan-commit to user

ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter

Mahmud Marzuki, 2008:22).

Berpegang pada karakteristik ilmu hukum sebagai ilmu terapan,

preskripsi yang diberikan dalam penelitian hukum harus dapat dan mungkin

untuk diterapkan. Dengan demikian, preskripsi yang diberikan bukan

merupakan sesuatu yang telah diterapkan atau yang sudah ada. Oleh karena

itulah, yang dihasilkan oleh penelitian hukum sekalipun bukan asas hukum

yang baru atau teori yang baru, paling tidak argumentasi yang baru.

Bertolak dari argumentasi itulah diberikan preskripsi, sehingga preskripsi

tersebut bukan merupakan suatu fantasi atau angan-angan kosong (Peter

Mahmud Marzuki, 2008:206).

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan (approach) yang digunakan dalam suatu penelitian

normatif akan memungkinkan seorang peneliti untuk memanfaatkan

hasil-hasil. Menurut Peter Mahmud Marzuki, di dalam penelitian hukum terdapat

beberapa pendekatan. Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam

penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach),

pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical

approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2008:93).

Oleh karena jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian

yuridis normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

perundang-undangan (statute approach). Suatu penelitian normatif harus menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena yang akan diteliti

adalah aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu

penelitian (Johny Ibrahim, 2006:302).

4. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu data

sekunder. Data sekunder sebagai sumber-sumber hukum yang penulis

(25)

commit to user

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang terdiri atas

peraturan perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarki

Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang (UU)/Peraturan

Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan Pemerintah (PP),

Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Daerah (Perda). (Johny

Ibrahim, 2005:295-296).

Baham hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini, antara

lain:

1) Peraturan Dasar yang digunakan, yaitu Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2) Peraturan Perundang-Undangan yang digunakan, yaitu

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria; Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang

Perkebunan; Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996

tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai

atas Tanah; Peraturan Menteri Pertanian Nomor

26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha

Perkebunan; Peraturan Menteri Pertanian Nomor

07/Permentan/OT.140/2/2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha

Perkebunan; Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 2

Tahun 2005 tentang Perizinan Usaha Perkebunan; Peraturan

Gubernur Jawa Tengah Nomor 97 Tahun 2005 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang

Perizinan Usaha Perkebunan; Peraturan Gubernur Provinsi Jawa

Tengah Nomor 78 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas

Pokok, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Perkebunan Provinsi Jawa

Tengah; Peraturan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa

Tengah Nomor 5 Tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Perizinan

Usaha Perkebunan; Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Tengah

(26)

commit to user

Berdasarkan Hasil Penilaian Usaha Perkebunan Tahun 2009;

dan Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah Nomor 875.1/03322

tentang Penyerahan Kewenangan Pembinaan Perkebunan Besar

kepada Kabupaten/Kota.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang bukan

merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki,

2008:14). Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini yaitu

buku-buku teks (textbooks) yang ditulis oleh para ahli hukum yang berpengaruh (de herseende leer), jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium

mutakhir, artikel media massa dan internet, serta bahan lain yang

berhubungan dengan pokok bahasan dalam penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier.

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberi petunjuk

atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, yaitu Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI).

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh data yang

diperlukan dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang mendukung

dan berkaitan dengan pemaparan penelitian hukum ini adalah studi

kepustakaan. Studi kepustakaan merupakan suatu teknik pengumpulan data

dengan cara mengumpulkan data yang relevan dengan pokok bahasan

penelitian, melalui membaca, mempelajari, mengkaji, dan menganalisis

bahan-bahan dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, makalah,

serta artikel media massa dan internet. Beberapa data yang diperoleh

kemudian dimintakan klarifikasi kepada Soesiati Rahayu selaku Kepala

Seksi Pembinaan Usaha pada Bidang Usaha Perkebunan (BUP) Dinas

(27)

commit to user

6. Teknik Analisis Data

Pengolahan dan analisis data pada dasarnya tergantung pada jenis

datanya, bagi penelitian hukum normatif yang hanya mengenal data

sekunder saja, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder, dan bahan hukum tersier, maka dalam mengolah dan menganalisis

bahan hukum tersebut tidak bisa melepaskan diri dari berbagai penafsiran

yang dikenal dalam ilmu hukum. Penafsiran memiliki karakter hermeneutik.

Hermeneutik atau penafsiran diartikan sebagai proses mengubah sesuatu

atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti (Amiruddin, H. Zainal Asikin,

2006:163).

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

metode silogisme dan intepretasi dengan menggunakan pola berpikir

deduktif. Pola berpikir deduktif yaitu berpangkal dari prinsip-prinsip dasar,

kemudian peneliti tersebut menghadirkan objek yang hendak diteliti.

Sedangkan metode silogisme yang menggunakan pendekatan deduktif

menurut yang diajarkan Aristoteles yaitu berpangkal dari pengajuan premis

mayor. Kemudian diajukan premis minor, dari kedua premis ini kemudian

ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki,

2008:46).

Metode interpretasi yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Interpretasi berdasarkan kata undang-undang.

Interpretasi ini meninjau dari makna kata-kata yang terdapat dalam

peraturan perundang-undangan. Interpretasi ini akan dapat dilakukan

terhadap kata-kata dalam undang-undang yang singkat, padat, tajam,

dan terjamin keakuratan mengenai apa yang dimaksud oleh

undang-undang tersebut dan tidak mengandung kata yang bermakna ganda.

b. Interpretasi sistematis.

Interpretasi yang menilik keterkaitan antara undang-undang yang satu

dengan peraturan perundang-undangan yang lain yang memiliki

(28)

commit to user

lain. Landasan pemikiran interpretasi sistematis adalah

undang-undang merupakan suatu kesatuan dan tidak satupun ketentuan dalam

undang-undang merupakan aturan yang berdiri sendiri (Peter Mahmud

Marzuki, 2008:112).

F. Sistematika Penulisan Hukum

Sistematika penulisan hukum adalah uraian logis sistematis susunan bab dan

subbab untuk menjawab uraian terhadap pembahasan permasalahan yang

dikemukakan (isu hukum/legal issues) selaras dengan tema sentral yang

direfleksikan dalam suatu judul penelitian dan rumusan permasalahannya (Johny

Ibrahim, 2006:297).

Sistematika penulisan dalam penelitian hukum ini disajikan untuk

memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum

sebagai karya ilmiah yang disesuaikan dengan kaidah-kaidah baku penuisan suatu

karya ilmiah. Penulisan hukum ini terdiri dari 4 bab, yaitu Pendahuluan, Tinjauan

Pustaka, Pembahasan, dan Penutup.

Bab I merupakan bab pendahuluan yang menyajikan latar belakang,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan

sistematika penulisan hukum.

Bab II merupakan bab tinjauan pustaka yang didalamnya memberikan

penjelasan secara teoritik (landasan teori) yang bersumber dari literatur hukum

yang digunakan oleh penulis dan doktrin ilmu hukum yang dianut secara universal

mengenai persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti oleh

penulis. Bab tinjauan pustaka terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu: bagian pertama

kerangka teori yang berisikan tinjauan umum mengenai hal-hal yang berkaitan

dengan pelaksanaan pengawasan izin usaha pekebunan yang terdiri dari tinjauan

umum mengenai Hak Menguasai Negara, Perkebunan, Perizinan, serta

Perlindungan Hukum dalam Hukum Administrasi Negara dan bagian kedua

kerangka pemikiran yang berisikan gambar alur berpikir dari penulis berupa

(29)

commit to user

Uraian mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang merupakan titik

temu dari suatu kaidah perundang-undangan yang berlaku dan keadaan atau

realitas yang terjadi disuatu wilayah dan/atau permasalahan tertentu dituangkan

dalam Bab III yang menguraikan bahwa prosedur pemberian izin usaha

perkebunan di wilayah Provinsi Jawa Tengah sudah sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang terdapat dalam UU Nomor 18 Tahun 2004;

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007; Peraturan

Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 2 Tahun 2005; dan Peraturan Kepala Dinas

Perkebunan Nomor 5 Tahun 2006. Pada pelaksanaan mekanisme pengawasan izin

usaha perkebunan di provinsi Jawa Tengah belum terdapat kesesuaian dengan

peraturan terkait, yaitu Peraturan Menteri Pertanian Nomor

07/Permentan/OT.140/2/2009 serta tindakan hukum Dinas Perkebunan terhadap

perusahaan perkebunan yang sudah mencerminkan kesesuaian dengan ketentuan

yang ada dalam beberapa peraturan perundangan yang mengatur mengenai sanksi

bagi perusahaan perkebunan yang tidak sehat.

Bab IV merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian

dan pembahasan serta memberikan saran-saran sebagai evaluasi terutama terhadap

temuan-temuan selama penelitian yang menurut penulis memerlukan perbaikan.

(30)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan umum tentang Hak Menguasai Negara

a. Pengertian Hak Menguasai Negara

Sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3)

Undang-Undang Dasar 1945, pemerintah mengupayakan agar

pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia meliputi yang

terkandung di bumi, air, dan bahan galian dipergunakan sebesar-besarnya

untuk kesejahteraan bangsa Indonesia. “Salah satu konsep dasar yang

dikemukakan Moh. Hatta adalah pada dasarnya tanah adalah milik rakyat

Indonesia dan negara merupakan penjelmaan dari rakyat yang

mempunyai hak untuk mengatur penggunaannya agar dapat mengejar

kemakmuran rakyat” (Subadi, 2010:68). Untuk mencapai tujuan tersebut,

maka negara memiliki hak menguasai tanah melalui fungsi negara untuk

mengatur dan mengurus (regelen en besturen) yang diwujudkan dengan

diberikannya Hak Menguasai Negara (HMN).

Hak Menguasai Negara terjadi pada saat bangsa Indonesia sebagai

kumpulan manusia secara alamiah terbentuk. Menurut Charles Sebayang,

“Hak Menguasai Negara tercipta pada saat ada pelimpahan tugas

kewenangan dari bangsa Indonesia kepada negara yang dilakukan oleh

wakil bangsa indonesia dalam menyusun UUD 1945 yang tertuang dalam

Pasal 33 ayat (3) yang mengandung tujuan negara”

(http://hannarenata.blogspot.com/2011/05/hak-menguasai-dari-negara.html).

Hak Menguasai Negara merupakan sebutan hak yang diberikan

oleh UUPA kepada lembaga hukum dan hubungan hukum konkrit antara

negara dan tanah Indonesia yang dirinci isi dan tujuannya dalam Pasal 2

(31)

commit to user

tersebut merupakan pelimpahan tugas bangsa untuk mengatur dan

memimpin penguasaan dan penggunaan tanah bersama

(http://charlessebayang.blogspot.com/2009/03/hak-menguasai-dari-negara.html).

Dengan demikian, Pasal 2 UUPA memberikan sekaligus suatu

tafsiran resmi interprestasi otentik mengenai arti perkataan dikuasai yang

dipergunakan dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Sebelum UUPA ada

sementara orang yang menafsirkan dikuasai itu sebagai dimiliki, tetapi

UUPA dengan tegas menyatakan, bahwa perkataan tersebut bukan berarti

dimiliki. Bahkan pengertian domein negara dihapuskan oleh UUPA, sehingga asas domein tidak dikenal dalam hukum agraria yang baru (Eddy Ruchiyat, 1999:10).

Pembatasan wewenang negara atas tanah yang diperinci dalam

ketentuan Pasal 2 ayat (2) UUPA 1960 (LNRI-1960-104, TLN-2043),

yaitu:

1) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,

persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa; 2) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa; dan

3) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa (Boedi Harsono, 2003:238).

Pelaksanaan dari Hak Menguasai Negara tersebut sebagian

kewenangananya dapat juga diberikan dengan penugasan kepada daerah

dalam rangka medebeweind dan kepada pejabat-pejabat pusat yang berada di daerah dalam rangka dekonsentrasi sehingga Hak Menguasai Negara harus dilihat dalam konteks hak dan kewajiban negara sebagai

pemilik (domein) yang bersifat publiekrechtelijk, bukan sebagai eigenaar

yang bersifat privaatrechtelijk. Makna dari pemahaman tersebut adalah negara memiliki kewenangan sebagai pengatur, perencana, pelaksana,

dan sekaligus sebagai pengawas pengelolaan, penggunaan, dan

pemanfaatan sumber daya alam nasional tanpa harus berstatus sebagai

(32)

commit to user

Pembatasan wewenang yang dimiliki negara atas tanah selain

bersifat publik seperti yang tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA juga

terdapat wewenang Hak Menguasi Negara yang bersifat perdata yang

tercermin dalam Pasal 4 UUPA. Berdasarkan wewenang dalam Pasal 4

UUPA, pemerintah diharuskan membuat suatu rencana umum mengenai

persediaan, peruntukan, dan penggunaan, bumi, air, dan ruang angkasa

serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya, untuk

keperluan-keperluan yang bersifat:

1) Politis (tanah dimanfaatkan untuk keperluan atau bangunan

pemerintah termasuk bangunan pertahanan);

2) Ekonomis (tanah dimanfaatkan untuk keperluan perkembangan

produksi pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, industri,

pertambangan, transmigrasi, dan lain-lain); dan

3) Sosial (tanah dimanfaatkan unuk keperluan beribadat, pusat-pusat

permukiman, keperluan sosial, kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan

lain-lain).

Cara-cara negara dalam melaksanakan hak yang dimilikinya demi

menjamin kepentingan-kepentingan yang dituntut oleh masyarakat harus

dilaksanakan melalui cara-cara pengambilan keputusan yang adil dan

beradab atas dasar musyawarah bersama berlandaskan hikmah

kebijaksanaan sebagai landasan keputusan.

Setiap orang dalam suatu komunitas (bangsa) memiliki hak tertentu

sebagai dasar dari kepentingannya. Sebaliknya, setiap orang juga

memiliki kepentingan yang menjadi dasar dari haknya. Setiap orang

harus menjalankan secara seimbang dengan kewajiban untuk memenuhi

keperluan hidup masyarakat secara luas, sehingga sikap adil dan beradab

merupakan konsekuensi yang perlu ditampakkan dalam pengambilan

keputusan terkait dengan pelaksanaan wewenang dan hak yang dimiliki

oleh negara.

(33)

commit to user

atau objek tertentu. Subjek Hak Menguasai Negara menurut Pasal 33 ayat (3) adalah negara. Negara dalam melaksanakan fungsinya

mendelegasikan melalui lembaga negara, yaitu

eksekutif/pemerintah. Artinya, pemerintah mempunyai kekuasaan untuk melakukan perencanaan, merumuskan aturan, melaksanakan langkah-langkah dan tindakan atas pengelolaan, pemanfaatan, dan mengambil hasil dari sumber daya alam yang terdapat dalam wilayah hukum Indonesia. Kekuasaan yang dipegang pemerintah melekat di dalamnya aspek kewenangan dan tanggung jawab, baik

untuk melaksanakan, maupun untuk memberikan

pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewenangan yang telah dijalankan. Sebagai subjek dari hak menguasai negara, maka pemerintah berlandaskan pada kewenangan yang dimiliknya mempunyai fungsi dasar sebagai berikut:

1) Berkuasa, berwenang, dan bertanggung jawab atas

pengelolaan, pemanfaatan, dan mengambil hasil dari sumber daya alam; dan

2) Melakukan upaya paksa secara hukum, mulai dari teguran, peringatan, sampai dengan penghentian atas kegiatan usaha yang melanggar aturan dan mengabaikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

Mencermati uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa subjek Hak Menguasai Negara adalah Negara Republik Indonesia yang dilaksanakan oleh pemerintah sebagai lembaga negara yang dijamin oleh konstitusi negara, yaitu Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Artinya, kalau ada pihak lain atau pihak ketiga yang melakukan kegiatan usaha pengolahan sumber daya alam nasional hanyalah atas seizin dari pemerintah, dengan kekuasaan pengendalian, pengaturan, dan pemanfaatan berada di tangan pemerintah (http://www.indolawcenter.com/index.php?option=com_content&v

iew=article&id=1518%3Asubjek-hak-menguasai-negara&catid=174%3&Itemid=237).

b. Dasar-Dasar Pemikiran yang Melatarbelakangi Hak Menguasai

Negara atas Tanah

1) Eksistensi Manusia Indonesia

Sejak lahir manusia adalah pribadi yang tersusun atas jasmani

dan rohani dengan akal budi dan kehendak. Unsur manusia tersebut

berpotensi untuk terus berkembang agar mencapai eksistensinya.

Atas dasar itu manusia Indonesia memandang adanya hak kodrati

untuk mengembangkan potensi yang dinamakan sebagai hak asasi

(34)

commit to user

Untuk mencapai eksistensinya, manusia Indonesia memandang

bahwa tidak mungkin mampu mencukupi kebutuhannya tanpa

bantuan dari manusia yang lain dalam masyarakat. Hal ini

mempunyai konsekuensi adanya hidup saling membantu antara

manusia dan masyarakat. Dalam konteks kehidupan bernegara, maka

manusia Indonesia juga memerlukan peran negara untuk

mempertahankan eksistensinya.

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa manusia

secara kodrati adalah makhluk individu dan sosial. Dasar eksistensi

manusia sebagai makhluk sosial adalah sifat dan hakekat manusia

sebagai makhluk berketuhanan (Winahyu Erwiningsih, 2009:109).

2) Hubungan Manusia dengan Tanah

Setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia haruslah

menciptakan hak dan kewajiban secara seimbang. Keseimbangan

hak dan kewajiban berarti bahwa hak tidak diperlakukan melampaui

kewajiban dan sebaliknya kewajiban tidak diperlakukan melampaui

hak. Perilaku yang mencerminkan keseimbangan antara hak dan

kewajiban adalah perilaku yang mencerminkan pula sifat adil dan

beradab sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Manusia yang adil dan

beradab merupakan suatu keyakinan dan moral sebagai pedoman

kenyataan hidup yang terwujud dalam hubungan manusia dengan

masyarakat dan negara secara keseluruhan.

(35)

commit to user

perseorangan, keluarga, dan masyarakat. Kumpulan kepemilikan tersebut disebut sebagai milik bangsa (Winahyu Erwiningsih, 2009:110).

3) Hakekat Negara

Istilah negara mengandung makna suatu alat (agency) dari

masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur

hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dalam menertibkan

gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. “Hakekat negara adalah suatu

penggambaran tentang sifat dari negara. Negara sebagai wadah dari

suatu bangsa untuk mencapai suatu tujuan atau cita-cita bangsanya.

Tujuan negara merupakan kepentingan utama dari tatanan suatu

negara” (Soehino, 1998:146).

Sebagai organisasi yang memiliki wilayah, negara dapat

memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan

kekuasaan lainnya dan dapat menetapkan tujuan-tujuan dari

kehidupan bersama. Tujuan Negara Indonesia yang tercantum dalam

Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 memberikan suatu kewenangan bagi

negara untuk mengatur arah pemerintahan dalam usahanya untuk

mewujudkan tujuan tersebut. Hak untuk mengatur yang dimiliki oleh

negara atau kekuasaan yang dijalankan oleh negara memperlihatkan

adanya tugas khusus yang dimiliki oleh negara. Tugas negara antara

lain:

1) Melaksanakan fungsi mengatur;

2) Melaksanakan fungsi penyelesaian sengketa antar masyarakat;

3) Melaksanakan fungsi pengembangan kehidupan khususnya di

bidang perekonomian; dan

4) Melaksanakan fungsi pengadaan fasilitas umum untuk

(36)

commit to user

4) Hubungan Negara dengan Tanah

Banyak terjadi perbedaan pandangan mengenai hubungan

negara dengan tanah terutama berkaitan dengan status penguasaan

tanah oleh negara. Pendapat pertama memandang bahwa negara

dapat memiliki tanah dengan alasan bahwa negara dipandang sama

dengan subjek perdata sehingga negara dapat mempunyai hubungan

hak milik, hanya saja tanah-tanah milik negara tersebut

dipergunakan bagi kepentingan umum. Alasan yang dikemukakan

adalah bahwa ada hubungan khusus antara negara dengan tanah yang

masuk untuk kategori kepentingan umum.

Pendapat kedua, menyatakan bahwa negara bukan pemilik tanah

karena yang menjadi pemilik tanah adalah manusia yang mempunyai

kedudukan istimewa. Eksistensi manusia senantiasa disertai dengan

hak-hak yang secara alami melekat padanya, termasuk untuk hak

memiliki.

Tanah dapat dimiliki oleh negara dengan alasan-alasan sebagai berikut:

1) Penggunaan langsung oleh negara;

2) Statusnya sebagai res publicae yag dipergunakan warga; dan

3) Penggunaannya oleh warga tetapi memberi manfaat bagi kekayaan warga sehingga harus dikuasai dn dimiliki oleh negara, walaupun sebagai quasi proprium (sifat dari pemilikan itu adalah tidak mutlak) (Winahyu Erwiningsih, 2009:114).

Pada awalnya manusia secara alami memiliki tanah untuk

kebutuhan hidupnya. Namun demikian lama kelamaan timbul

ketidaksamaan pemilikan yang disebabkan adanya perbedaan

kemampuan dalam berusaha dan kekuatan. Hal tersebut

menyebabkan perpecahan yang dapat berupa perampasan

tanah-tanah oleh golongan yang kuat terhadap yang lemah. Untuk

mencegah hal tersebut, negara memiliki wewenang untuk

menguasai, mengatur, dan mengusahakan untuk kemakmuran rakyat

(37)

commit to user

masyarakat. Dalam hal ini, negara hanya bertindak untuk mengatur

tanpa harus memiliki tanah tersebut, karena pada hakekatnya segala

tanah dan kekayaan yang terkandung didalamnya adalah hak bangsa.

2. Tinjauan umum tentang Perkebunan

a. Pengertian dan Pengaturan Perkebunan

Sesuai dengan rumusan yang terdapat dalam Pasal 1

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, perkebunan adalah

segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah

dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah

dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan

ilmu pengetahuan dan teknologi, pemodalan, serta manajemen untuk

mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan

masyarakat.

Usaha perkebunan merupakan subsektor yang berdimensi luas,

sebab usaha perkebunan juga mencakup usaha budidaya yang terkait

dengan tanaman dan usaha industri pengolahan hasil perkebunan. Selain

itu, usaha perkebunan merupakan usaha yang berdimensi ekonomi sangat

luas karena selain dapat mempekerjakan tenaga kerja yang begitu banyak

sekaligus sebagai penyumbang besar bagi Pendapatan Asli Daerah

(PAD). Sehingga dalam perkembangannya saat ini usaha perkebunan di

Indonesia sangat ditentukan oleh faktor politik yang dijalankan oleh

pemerintah melalui pengaturan usaha perkebunan.

Pengaturan penyelenggaraan usaha perkebunan di Indonesia

dituangkan dalam beberapa ketentuan peraturan, antara lain:

1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.

Merupakan payung hukum (umbrella act) bagi penyelenggaraan

usaha perkebunan di Indonesia. Undang-undang ini diterbitkan

dengan pertimbangan bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan dan

kemakmuran rakyat secara berkeadilan seperti yang termaktub

(38)

commit to user

potensi besar dalam pembangunan perekonomian nasional perlu

diselenggarakan secara terencana, terbuka, terpadu, profesional,

dan bertanggung jawab. Dalam UU ini diatur mengenai beberapa

hal, yaitu: penyelenggaraan perkebunan; perencanaan perkebunan;

penggunaan tanah untuk usaha perkebunan; pemberdayaan dan

pengolahan usaha perkebunan; pengelolaan dan pemasaran hasil

perkebunan; penelitian dan pengembangan perkebunan;

pengembangan sumber daya manusia perkebunan; pembiayaan

usaha perkebunan; pembinaan dan pengawasan usaha perkebunan;

penyidikan; serta ketentuan pidana.

2) Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007

tentang Pedoman Perizinan Usaha Pekebunan.

Permentan ini diterbitkan sebagai bentuk peraturan pelaksanaan

dari Pasal 10 ayat (1), Pasal 17 ayat (3) dan ayat (7), Pasal 22 ayat

(3) UU Nomor 18 Tahun 2004. Permentan ini dimaksudkan sebagai

pedoman dalam memberikan pelayanan perizinan dan untuk

melakukan usaha perkebunan. Ruang lingkup Permentan ini

meliputi: jenis dan perizinan usaha perkebunan; syarat dan tata cara

permohonan izin usaha perkebunan; kemitraan; perubahan luas

lahan, jenis tanaman, dan/atau perubahan kapasitas pengolahan,

serta diversifikasi usaha pembinaan dan pengawasan; dan sanksi

administratif.

3) Peraturan Menteri Pertanian Nomor 07/Permentan/OT.140/2/2009

tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan.

Permentan ini diterbitkan sebagai bentuk peraturan pelaksanaan

dari Pasal 44 ayat (2) UU Nomor 18 Tahun 2004 yang mengatur

mengenai pembinaan dan pengawasan usaha perkebunan.

Permentan ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam pelaksanaan

penilaian usaha perkebunan yang ruang lingkupnya meliputi:

(39)

commit to user

usaha perkebunan; pengawaan penilaian usaha perkebunan; dan

sanksi administrasi.

Selain diatur dalam beberapa ketentuan tingkat pusat,

masing-masing wilayah di Indonesia memiliki aturan pelaksanaan di tingkat

provinsi guna mengatur penyelenggaraan usaha perkebunan di

wilayahnya masing-masing, tidak terkecuali dengan Provinsi Jawa

Tengah. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menerbitkan beberapa

peraturan terkait dengan pelaksanaan usaha perkebunan di wilayah

Provinsi Jawa Tengah yang tertuang dalam:

1) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 2 Tahun 2005

tentang Perizinan Usaha Perkebunan.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menerbitkan Perda ini dalam

rangka penertiban, pengendalian, pemanfaatan, dan pengawaan

terhadap sumber daya alam untuk usaha perkebunan khususnya di

wilayah Provinsi Jawa Tengah yang dimanfaatkan

sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat. Ruang lingkup Perda ini

mencakup: usaha perkebunan; perizinan; retribusi; uang

perangsang; pembagian hal retribusi; ketentuan penyidikan;

ketentaun pidana; pemberdayaan masyarakat; serta pembinaan,

pengawasan, dan pengendalian.

2) Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 97 Tahun 2005 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah

Nomor 2 Tahun 2005 tentang Perizinan Usaha Perkebunan.

Peraturan gubernur (Pergub) ini diundangkan sebagai bentuk aturan

pelaksanaan dari Perda Nomor 2 Tahun 2005 agar dapat

dilaksanakan secara berdayaguna dan berhasil guna.

3) Peraturan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah Nomor

5 Tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Perizinan Usaha

Perkebunan.

Peraturan kepala dinas ini diterbitkan guna melaksanakan Peraturan

(40)

commit to user

ketentuan konkrit mengenai petunjuk teknis pelaksanaan ketentuan

tentang perizinan usaha perkebunan sebagaimana telah diatur

dalam Perda dan Pergub.

b. Asas, Tujuan, Fungsi, dan Perencanaan Perkebunan

Pembangunan perkebunan berpijak pada landasan atau asas yang

mendasar dari penyelenggaraan perkebunan yang berintikan pada asas

manfaat dan asas keterpaduan. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam

Pasal 2 UU Nomor 18 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa perkebunan

diseleggarakan berdasarkan atas asas:

1) manfaat dan berkelanjutan, bahwa dalam penyelenggaraan

perkebunan harus dapat meningkatkan kemakmuran dan

kesejahteraan rakyat dengan mengupayakan kelestarian fungsi

lingkungan hidup dan memperhatikan kondisi sosial budaya;

2) keterpaduan, bahwa dalam penyelenggaraan perkebunan harus

dilakukan dengan memadukan subsistem produksi, pengolahan,

dan pemasaran hasil perkebunan;

3) kebersamaan, bahwa dalam penyelenggaraan perkebunan

menerapkan kemitraan secara terbuka, sehingga terjalin keterkaitan

dan saling ketergantungan secara sinergis antar pelaku usaha

perkebunan;

4) keterbukaan, bahwa dalam penyelenggaraan perkebunan dilakukan

dengan memperhatikan aspirasi masyarakat dan didukung dengan

pelayanan informasi yang dapat diakses oleh masyarakat; dan

5) keadilan, bahwa dalam penyelenggaraan perkebunan harus

memberikan peluang dan kesempatan yang sama secara

proporsional kepada semua warga negara sesuai dengan

kemampuannya serta harus memperhatikan kepentingan nasional,

(41)

commit to user

Tujuan yang paling penting dari penyelenggaraan perkebunan

diatur dalam Pasal 3 UU Nomor 18 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa

perkebunan diselenggarakan dengan tujuan:

1) meningkatkan pendapatan masyarakat;

2) meningkatkan penerimaan negara;

3) meningkatkan penerimaan devisa negara:

4) menyediakan lapangan kerja;

5) meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing;

6) memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam

negeri; dan

7) mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam secara

berkelanjutan.

Selain tujuan tersebut, penyelenggaraan perkebunan memiliki

peranan dan fungsi yang sangat penting karena berkaitan dengan fungsi

ekonomi, ekologi, dan sosial budaya. Hal tersebut sesuai dengan

ketentuan yang terdapat dalam Pasal 4 UU Nomor 18 Tahun 2004 yang

menyatakan bahwa perkebunan mempunyai fungsi:

1) ekonomi, yaitu peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat

serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional;

2) ekologi, yaitu peningkatan konversi tanah dan air, penyerap

karbon, penyedia oksigen, dan penyangga kawasan lindung; dan

3) sosial budaya, yaitu sebagai perekat dan pemersatu bangsa (melalui

penerapan kemitraan usaha perkebunan serta kesamaan budaya

agraris yang mampu menciptakan kondisi saling ketergantungan

dan keterkaitan secara sinergis antar pelaku usaha maupun antar

wilayah).

Sejalan dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 4 tersebut,

perkebunan merupakan komoditas utama dalam rangka peningkatan

pendapatan masyarakat dan peningkatan pemasukan devisa negara. Oleh

(42)

commit to user

dalam kaitannya dengan pembangunan perkebunan di masa yang akan

datang.

Pasal 6 UU Nomor 18 Tahun 2004 menyatakan bahwa perencanaan

perkebunan dimaksudkan untuk memberikan arah, pedoman, dan alat

pengendali pencapaian tujuan penyelenggaraan perkebunan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 3. Perencanaan perkebunan merupakan suatu

tindakan perencanaan makro baik di tingkat nasional, provinsi, maupun

kabupaten/kota dan bukan merupakan perencanaan usaha/perancangan

mikro yang dilakukan oleh pelaku usaha perkebunan. Perencanaan

perkebunan tersebut dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah provinsi,

dan pemerintah kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan

masyarakat.

“Sementara itu, perencanaan perkebunan merupakan perencanaan

yang dilakukan dengan pendekatan yang multi kompleks karena

didalamnya melibatkan segala yang berkaitan dengan pembangunan

perkebunan tersebut, misalnya rencana yang dikaitkan dengan

pendekatan tata ruang dan sebagainya” (Supriadi, 2010:548).

Pasal 7 UU Nomor 18 Tahun 2004 menyatakan bahwa perencanaan

perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan

berdasarkan:

1) rencana pembangunan nasional;

2) rencana tata ruang wilayah;

3) kesesuaian tanah dan iklim serta ketersediaan tanah untuk usaha

perkebunan;

4) kinerja pembangunan perkebunan;

5) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

6) sosial budaya;

7) lingkungan hidup;

8) kepentingan masyarakat:

(43)

commit to user

10) aspirasi daerah dengan tetap menjunjung tinggi keutuhan bangsa

dan negara.

Perencanaan perkebunan tersebut mencakup:

1) wilayah, mencakup: ketersediaan hamparan lahan yang menurut

agroklimat sesuai untuk usaha perkebunan, perlindungan wilayah

geografis bagi komoditas perkebunan, spesifik lokasi, dan kawasan

pengembangan industri masyarakat perkebunan;

2) tanaman perkebunan, mencakup: pemilihan tanaman yang

disesuaikan dengan kontur tanah, wilayah tanam, serta nilai jual

dalam jangka panjang;

3) sumber daya manusia, mencakup: pelaku usaha perkebunan, tenaga

kerja, serta aparat pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota yang

terkait di bidang perkebunan;

4) kelembagaan, mencakup: kelembagaan pelaku usaha perkebunan

dan kelembagaan layanan pemerintah, provinsi, dan

kabupaten/kota;

5) keterkaitan dan keterpaduan hulu-hilir, merupakan seluruh kegiatan

perencanaan yang dilakukan dengan memperhatikan pendekatan

sistem dan usaha agribisnis untuk membangun sinergi; dan

6) sarana prasaran; dan

7) pembiayaan.

Dengan demikian maka pelaksanaan perencanaan perkebunan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 harus terukur, dapat

dilaksanakan, realistis, dan bermanfaat serta dilakukan secara partisipatif,

terpadu, terbuka, dan akuntabel.

c. Karakteristik Perkebunan Indonesia

Perkebunan besar di Indonesia yang berperan sebagai roda

penggerak subsektor ekonomi merupakan produk yang lahir dari sistem

ekonomi politik dunia yang masih bertahan hingga saat ini. Perkebunan

(44)

commit to user

muncul dari sistem ekonomi kapitalis global yang bersifat eksploitatif

dan dipenuhi dengan kekerasan yang pada dasarnya menjadi bagian dari

inheren dari sistem perkebunan itu sendiri yang digerakkan oleh modal

besar, teknologi modern, dan pasar ekspor. Perkebunan merupakan alas

bagi pertumbuhan kapitalisme industri yang mulai tumbuh dan

berkembang pada awal abad ke-18.

Sejarah budidaya perkebunan tidak terlepas dari peran para penjajah, terutama Belanda yang telah meletakkan dasar bagi berkembangnya perusahaan perkebunan di Indonesia. Seperti di negara berkembang lainnya, sistem perkebunan di Indonesia juga diperkenalkan lewat kolonialisme Barat, dalam hal ini kolonialisme Belanda (Mubyarto, dkk, 1992:15).

Ketika undang-undang agraria (Agrarische Wet) dikeluarkan pada

tanggal 9 April 1870 oleh Menteri Jajahan De Wall sebagai pengganti

undang-undang agraria yang lama, maka eksistensi perkebunan semakin

menguat dan kekuatannya semakin meluas. Undang-undang tersebut

memberikan legalitas dan jaminan yang lebih luas kepada kepentingan

modal besar swasta untuk menanamkan modalnya di subsektor

perkebunan dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk

mendapatkan tanah dengan jaminan dan perlindungan akan

perkembangannya. Peristiwa itulah yang membuat awal terjadinya

liberalisasi sistem agraria khususnya pada subsektor perkebunan di

Indonesia yang membuat perkebunan besar menjadi penguasa tunggal

atas sebagian besar tanah di Indonesia (Syaiful Bahari, 2004:41).

Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

merupakan sebuah anugerah bagi seluruh rakyat Indonesia. Salah satu

hasil kekayaan alam yang diharapkan mampu memberikan kontribusi

bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dan peningkatan pendapatan asli

daerah adalah pembangunan dan pengembangan perkebunan.

Gambar

Tabel 1. Daftar Perkebunan yang Telah Memiliki IUP   ............................
Tabel 2. Perbandingan Kelas Kebun Tahun 2006 dan 2009
Tabel 4. Daftar Perusahaan Perkebunan Kelas IV dan Kelas V
Tabel 5. Pembinaan Perkebunan Besar

Referensi

Dokumen terkait

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PERUSAHAAN DAERAH BPR/BKK DI PROVINSI JAWA TENGAH. T E S

asing yang tujuan sebenarnya ialah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berada di Provinsi Jawa Tengah, faktor yang ketiga ialah Progresifitas yang

Pelaksanaan Pengawasan Ombudsman Daerah Provinsi Kalimantan Tengah terhadap Aparatur Pemerintah sebagai Penyelenggara Pelayanan Publik di Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan

Penelitian dilaksanakan di Unit Perkebunan Tambi, PT Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah pada bulan Februari hingga Juni 2017. Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan kondisi

Berdasarkan RTRW Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029, tujuan penataan ruang wilayah Provinsi Jawa Tengah adalah mewujudkan Provinsi Jawa Tengah yang lestari

Rencana Strategis ( RENSTRA ) Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 13 Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang

Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2011, akan melaksanakan pengadaan barang/jasa sumber dana APBD Provinsi Jawa Tengah dengan penjelasan

Berdasarkan hasil penelitian di kantor BPKP Perwakilan Jawa Tengah diketahui bahwa Kendala yang dihadapi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan