BAB II
LANDASAN TEORI
1.1. Kesiapan Menjadi Guru Profesional 1.1.1.Definisi Guru
Undang – undang No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, menyebut guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru membuat suatu
keputusan dan ahli berpikir menganalisis suatu informasi. Peran guru sangat penting bagi
semua orang untuk memberikan pengetahuan baru atau mengajarkan tentang hal-hal yang
baru.
Menurut Usman (1990:1) “guru merupakan profesi yang memerlukan keahlian
khusus sebagai pengajar”.
Menurut Danim (2010:17) “guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal”.
Di dalam UU No 20 Tahun 2003. “kata guru dimasukkan ke dalam genus pendidik. Sesunggguhnya guru dan pendidik merupakan dua hal yang berbeda. Kata pendidik spesialisasi di bidang pendidikan atau ahli kependidikan. Kata guru merupakan seseorang yang mengajar, khususnya di sekolah”.
Dengan demikian yang dimaksud guru dalam penelitian ini adalah profesi yang
membutuhkan keahlian khusus yang terlibat dalam tugas pendidikan untuk mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih menilai dan mengevaluasi peserta didik.
1.1.2.Tugas Utama Guru
Disamping tugas utamanya sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah,
pelatih. Maka ada juga tugas-tugas guru yang lain menurut Depdikbud (dalam Darmadi:
1984:7).
2. Tugas manusiawi yaitu membina anak didik dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan martabat diri sendiri, kemampuan manusiawi optimal serta pribadi yang mandiri.
3. Tugas kemasyarakatan yaitu dalam rangka mengembangkan terbentuknya masyarakat Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
1.1.3.Kompetensi Guru dalam Konteks Profesional
Kompetensi guru dalam konteks profesional menurut Udin S (dalam fajar: 2006:47)
dalam Bahasa Inggris mengandung makna :
1. “competence (n) is being competent, ability (to do the work)”
2. “competenst (adj.) refers to (person) having ability, power, authority, skill, knowledge, etc. (to do what is needed)”
3. “competency is rational performance which satisfactorily meets the objectives for a desired condition”
Definisi pertama kompetensi itu pada dasarnya menunjukan kemampuan untuk
mengerjakan sesuatu pekerjaan. Sedangkan definisi kedua menunjukan kompetensi itu pada
dasarnya merupakan suatu sifat (karakteristik) orang-orang (kompeten) ialah yang memiliki
kecakapan, daya (kemampuan), otoritas (kewenangan), kemahiran (keterampilan),
pengetahuan, dsb. Kemudian definisi ketiga kompetensi itu menunjukan kepada tindakan
(kinerja) rasional yang dapat mencapai tujuan-tujuannya secara memuaskan berdasarkan
kondisi (prasyarat) yang diharapkan.
1.1.4.Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan menjadi guru profesional, yaitu: a. Faktor fisiologis, yaitu suatu tingkah laku dapat terjadi apabila organ-organ
pengindra, sistem syaraf dan organ fisiologi yang lain telah berfungsi dengan baik.
b. Faktor psikologis, yaitu untuk melakukan pekerjan dengan baik seseorang harus memiliki motivasi yang baik pula serta bebas dari konflik-konflik emosional, serta halangan psikologi.
1.1.5.Kompetensi Guru
Empat jenis kompetensi guru yang harus dimiliki oleh setiap guru maupun calon
guru. Kompetensi tersebut menjadi penentu siap tidaknya mahasiswa menjadi guru yang
profesional. Kompetensi-kompetensi tersebut selaras dengan kompetensi yang disebutkan
dalam UU No. 14 tahun 2005 dalam Hadi (2015).
Subkompetensi dan indikator esensialnya dijabarkan sebagai berikut :
1. Kompetensi Kepribadian
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksud kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
2. Kompetensi Pedagogik
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
3. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi kelimuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.
4. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan seorang guru untuk berkomunikasi yang meliputi kemampuan peserta didik, sesama pendidik, orang tua atau wali siswa dan masyarakat disekitar.
Berdasarkan beberapa kompetensi tersebut maka yang dimaksud menjadi guru
profesional harus mempunyai 4 kompetensi yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi
pedagogik kompetensi profesional dan yang terakhir kompetensi sosial. Empat kompetensi
tersebut menjadi penentu siap tidaknya mahasiswa menjadi guru yang profesional.
1.2. Gaya Belajar
1.2.1.Definisi Gaya Belajar
Kemampuan seseorang untuk memahami dan menyerap pelajaran yang berbeda
tingkatnya. Ada yang cepat, sedang, dan ada pula yang sangat lambat.
Dunn & Dunm dalam Sugihartono (2007:53) menjelaskan bahwa gaya belajar merupakan kumpulan karakteristik pribadi yang membuat suatu pembelajaran efektif untuk beberapa orang dan tidak efektif untuk orang lain.
Keefe dalam sugihartono (2007:53) menyatakan bahwa gaya belajar berhubungan dengan cara anak belajar, serta cara belajar yang disukai.
Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berfikir, dan memecahkan soal (S. Nasution, 2003:94).
Siswa pada umumnya akan sulit memproses informasi dalam satu cara yang dirasa
tidak nyaman bagi mereka. Siswa memiliki kebutuhan belajar sendiri, belajar dengan cara
yang berbeda, serta memproses informasi dengan cara yang berbeda. Sebagian orang
mungkin memiliki gaya belajar tertentu yang dominan digunakan dalam berbagai situasi,
sehingga kurang menggunakan gaya yang berbeda untuk situasi yang berbeda.
Berdasarkan beberapa pendapat maka yang dimaksud gaya belajar dalam penelitian
ini adalah cara yang dipakai seseorang dalam proses belajar yang meliputi bagaimana
menangkap, mengatur, serta mengolah informasi yang diterima sehingga pembelajaran
menjadi efektif.
1.2.2.Macam-macam Gaya Belajar
Menurut DePorter & Hernacki (2011:112) terdapat tiga gaya belajar seseorang yaitu
gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik. Walaupun masing-masing siswa belajar
dengan menggunakan ketiga gaya belajar ini, kebanyakan siswa lebih cenderung pada salah
satu diantara gaya belajar tersebut.
1. Gaya Belajar Visual
Siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata/penglihatan (visual), mereka cenderung belajar melalui apa yang mereka lihat. Siswa yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi. DePorter & Hernacki (2011:116).
Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga (alat pendengarannya). Siswa yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Mereka dapat mencerna dengan baik informasi yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang sulit diterima oleh siswa bergaya belajar auditori. Anak-anak seperi ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset. DePorter & Hernacki (2011:118).
3. Gaya Belajar Kinestetik
Siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Siswa seperti ini tidak tahan untuk duduk berlama-lama mendengarkan pelajaran dan merasa bisa belajar lebih baik jika prosesnya disertai kegiatan fisik. Kelebihannya, mereka memiliki kemampuan mengkoordinasikan sebuah tim disamping kemampuan mengendalikan gerak tubuh. DePorter & Hernacki (2011:120).
Berdasarkan macam-macam gaya belajar tersebut bahwa gaya belajar bekerja sesuai
dengan indera yang kita punya, mulai dari penglihatan, pendengaran, sampai ada juga gerak
tubuh dalam menerima informasi dan menyelesaikan masalah tergantung masing-masing
orang yang menerapkannya.
1.2.3.Indikator Gaya Belajar
Mengacu pada teori dan ciri-ciri gaya belajar menurut DePorter & Hernacki
(2011:116-120) seperti yang sudah diuraikan dalam macam-macam gaya belajar maka
diketahui indikator-indikator dari masing-masing gaya belajar sebagai berikut :
1. Indikator gaya belajar visual
a) Belajar Indikator gaya belajar visual b) Mengerti baik mengenai posisi, bentuk, angka, dan warna c) Rapi dan teratur siswa visual mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun kondisi lingkungan di sekitarnya d) Tidak terganggu dengan keributan e) Sulit menerima intruksi verbal mudah lupa dengan sesuatu yang disampaikan secara lisan
2. Indikator gaya belajar auditorial
a) Belajar dengan cara mendengar b) Baik dalam aktivitas lisan c) Memiliki kepekaan terhadap music. Mereka mampu mengingat dengan baik apa yang didengar d) Mudah terganggu dengan keributan e) Lemah dalam aktivitas visual Informasi tertulis terkadang sulit diterima oleh siswa bergaya belajar auditori
3. Indikator gaya belajar kinestetik
Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa indikator dalam gaya belajar ada beberapa
bagian yang pertama gaya belajar visual cenderung menggunakan penglihatan,
mengutamakan tentang beberapa hal yang dapat dilihat. Gaya belajar auditorial belajar
menggunakan pendengaran, sangat peka terhadap rangsangan telinga dapat menerima
informasi lebih cepat melalui suara. Gaya belajar kinestetik lebih mengutamakan kegiatan
fisik, dalam kegiatan lebih senang langsung praktikum/praktek.
1.3. Kemandirian Belajar
1.3.1.Definisi Kemandirian Belajar
Kegiatan belajar mandiri dilakukan atas kemauan diri sendiri dalam mengembangkan
pengetahuannya, keingintahuan dalam mencari informasi.
Tahar dan Enceng dalam Astuti,dkk (2006:93). “berpendapat bahwa, “Kemandirian
belajar adalah aktivitas belajar yang dilakukan oleh seseorang dengan kebebasannya dalam menentukan dan mengelola sendiri bahan ajar, waktu, tempat, dan memanfaatkan sumber belajar yang diperlukan”.
Menurut Haris Mudjiman (2011:9) belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif, yang di dorong oleh niat atau motif untuk menguasai sesuatu kompetensi guna mengatasi sesuatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki.
Berdasarkan beberapa pendapat maka yang dimaksud kemandirian belajar dalam
penelitian ini adalah aktifitas belajar yang dilakukan secara sadar dan niat pribadi individu
itu sendiri dalam hal ini tidak akan tercipta bila terdapat unsur pemaksaan dari pihak lain,
melainkan kesadaran untuk menyelesaikan masalah. Belajar mandiri bermanfaat di masa
depan untuk menghadapi tantangan kehidupan yang semakin lama semakin keras, serta
masalah yang dihadapi juga semakin banyak.
1.3.2.Ciri-ciri Kemandirian
Menurut Chabib Thoha (dalam Eviana: 1996:123-124) mengemukakan ciri-ciri
kemandirian antara lain :
a) Mampu berpikir secara kritis
b) Tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain c) Tidak lari dan menghindari masalah
e) Apabila menjumpai masalah dipecahkan sendiri tanpa meminta bantuan orang lain
f) Tidak merasa rendah diri apabila harus berbeda dengan orang lain g) Berusaha bekerja dengan penuhketekunan dan kedisiplinan
h) Bertanggung jawab atas tindakannya sendiri
1.3.3.Faktor-faktor yang mempengaruhi Kemandirian
Menurut Masrun (dalam Eviana: 1986:4) faktor-faktor yang mempengaruhi
kemandirian dibedakan menjadi dua antara lain :
a) Faktor Dari Dalam
Faktor dari dalam yang mempengaruhi kemandirian seseorang antara lain: 1) Usia
Pengaruh dari orang lain akan berkurang secara perlahan-lahan pada saat anak menginjak usia lebih tinggi. Pada usia remaja mereka lebih berorientasi internal, karena percaya bahwa peristiwa-peristiwa dalam hidupnya ditentukan oleh tindakannya sendiri. Anak-anak akan lebih tergantung pada orang tuanya, tetapi ketergantungan itu lambat laun akan semakin berkurang sesuai dengan bertambahnya usia seseorang. Anak-anak usia muda merasa belum mampu untuk melakukan sesuatu secara sendiri karena kemampuan yang dimiliki masih terbatas. Sebaliknya, anak dengan usia yang semakin dewasa merasa sudah mempunyai kemampuan yang cukup, maka secara pelan-pelan akan dapat melakukan semuanya secara sendiri. Anak semakin tua usia cenderung semakin mandiri.
2) Jenis Kelamin
Keinginan untuk berdiri sendiri dan mewujudkan dirinya sendiri merupakan kecenderungan yang ada pada setiap remaja. Perbedaan sifat-sifat yang dimiliki oleh pria dan wanita disebabkan oleh perbedaan pribadi individu yang diberikan pada anak pria dan wanita. Perbedaan jasmani yang menyolok antara pria dan wanita secara psikis menyebabkan orang beranggapan bahwa perbedaan kemandirian antara pria dan wanita. Seorang anak perempuan memiliki dorongan untuk melepaskan diri dari ketergantungan pada orang tua, tetapi dengan statusnya sebagai seorang perempuan, maka dituntut untuk bersikap pasif, berbeda dengan anak lelaki yang agresif dan ekspansif, akibatnya anak perempuan berada lebih lama dalam ketergantungan daripada anak laki-laki.
Konsep diri yang positif mendukung adanya perasaan yang kompeten pada individu untuk menentukan langkah yang diambil. Cara individu tersebut memandang dan menilai keseluruhan dirinya atau menentukan kepibadian individualnya. Individu yang memandang dan menilai dirinya mampu, cenderung memiliki kemandirian dan sebaliknya individu yang memandang dan menilai dirinya sendiri kurang atau cenderung tidak mampu, maka akan menggantungkan dirinya pada orang lain. Kemampuan bertindak dan mengambil keputusan tanpa bantuan orang lain hanya dapat dimiliki oleh orang yang mampu berpikir dengan seksama tentang tindakannya.
b) Faktor Dari Luar
Faktor dari luar yang mempengaruhi kemandirian seseorang antara lain : 1) Pendidikan
Semakin bertambahnya pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang, kemungkinan untuk mencoba sesuatu baru semakin besar, sehingga orang akan lebih kreatif dan memiliki kemampuan. Dengan belajar seseorang dapat mewujudkan dirinya sendiri, sehingga orang memiliki keinginan sesuatu secara tepat tanpa tergantung dengan orang lain. Menurut Thoha (1996) sistem pendidikan yang diterapkan disekolah yang dalam prosesnya tidak dapat mengembangkan demokrasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi tanpa argumentasi juga akan menghambat perkembangan kemandirian remaja sebagai siswa.
2) Keluarga
menjadikan anak kurang berani menghadapai masyarakat luas. Pemanjaan yang berlebihan dan pengabaian sikap orang tua terhadap anak mengakibatkan terhambatnya perkembanagan anak. 3) Interaksi sosial
Kemampuan remaja dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial serta mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik akan mendukung perilaku remaja yang bertanggung jawab, mempunyai perasaan aman dan mampu menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi dengan baik, tidak mudah menyerah, maka akan mendukung untuk dapat berperilaku mandiri. Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hirarki struktur sosial, merasa kurang aman atau mencekam serta kurang menghargai manifestasi potensi remaja dalam kegiatan produktif dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian remaja atau siswa.
1.3.4.Aspek–aspek Kemandirian
Menurut Steinbergh (1999:289) dalam (adwintaactivity.blogspot.com) mengemukakan tiga aspek kemandirian antara lain :
a) Kemandirian emosional (emotional autonomy)
Kemandirian emosional adalah seberapa besar individu tidak tergantung kepada dukungan emosional orang lain, terutama orang tua dalam mengelola dirinya sendiri. Memudarnya hubungan emosional anak dengan orang tua pada masa remaja terjadi sangat cepat. Kecepatan memudarnya hubungan itu terjadi seiring dengan semakin mandirinya remaja dalam mengurus diri sendiri. Proses ini secara tidak langsung memberikan peluang bagi remaja untuk mengembangkan kemandirian emosional. Proses psikososial yang menuntut remaja untuk mengembangkan kemandirian emosional antara lain:
1 Perubahan pengungkapan kasih sayang
2 Meningkatkan pendistribusian kewenangan dan tanggung jawab
3 Menurunnya interaksi verbal dan kesempatan bertemu dengan orang tua
4 Semakin larutnya remaja dalam pola-pola hubungan antar teman sebaya untuk menyelami hubungan kehidupan yang baru di luar keluarga. Individu yang mampu memutuskan ikatan emosionalmya, maka ia akan melakukan pemisahan diri dari keluarga (sparasi). Keberhasilan dalam melakukan sparasi ini merupakan dasar bagi pencapaian kemandirian terutama kemandirian yang bersifat independency, sehingga ini menjadi awal untuk terbentuknya kemandirian.
Kemandirian perilaku adalah kemampuan individu dalam menentukan dan mengambil keputusan untuk pengelolaan dirinya. Ciri-ciri individu yang mempunyai kemandirian dalam perilaku antara lain:
1. Memiliki kemampuanmengambil keputusan, yang ditandai oleh: a. Menyadaru adanya resiko dari tingkah laku
b. Memilih alternatif pemecahan masalah yang didasarkan atas pertimbangn diri sendiri dan orang lain
c. Bertanggung jawab atas konsekuensi dari keputusan yang diambil. 2. Memiliki kekuatan terhadap penaruh pihak lain, yang ditandai oleh:
a. Tidak mudah terpengauh dalam situasi yang menuntut konformitas b. Tidak mudah terpengaruh oleh tekanana teman sebaya dan orang
tua dalam mengambil keputusan
c. Memasuiki kelompok sosial tanpa tekanan.
3. Memiliki rasa percaya diri (self reliance), yang ditandai oleh: a. Dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari
b. Dapat memenuhi tanggung jawab c. Dapat mengatasi sendiri masalahnya d. Berani mengemukakan ide atau gagasan c) Kemandirian nilai (values autonomy)
Kemandirian nilai adalah kemampuan individu untuk menolak tekanan atau tuntutan dari orang lain yang berkaitan dengan keyakinan dalam bidang nilai. Seorang individu memiliki seperangkat prinsip tentang benar dan salah serta penting dan tidak penting dalam memandang sesuatu yang dilihat dari sisi nilai. Terdapat tiga perubahan kemandirian nilai yang terjadi pada masa remaja antara lain :
1. Keyakinan akan nilai-nilai semakin abstrak (abstrak belief)
Perilaku yang dapat terlihat dari semakin abstraknya keyakinan akan nilai-nilai adalah mampu menimbang berbagai kemungkinan dalam bidang nilai.
2. Keyakinan akan nilai-nilai yang semakin bersifat prinsip (principle belief). Perilaku yang muncul antara lain:
a. Berpikir sesuai dengan prinsip yang dapat dipertanggungjawabkan dalam bidang nilai
b. Bertindak sesuai dengan prinsip yang dapat dipertanggung jawabkan dalam bidang nilai
3. Keyakinan akan nilai-nilai yang terbentuk dalam diri remaja bukan hanya dalam sistem nilai yang diberikan oleh orang tua atau orang dewasa lainnya tetapi lebih pada keyakinan yang dimilikinya sendiri (independent belief). Perilaku yang muncul antara lain :
a. Individu memulai mengevaluasi kembali keyakinan dan nilai-nilai yang diterimanya dari orang lain
b. Berfikir sesuai dengan keyakinan dan nilainya sendiri
1.4. Penelitian Relevan
1. Judul : Hubungan Antara Penggunaan Media Pembelajaran Dengan Kemandirian
Belajar Mahasiswa FKIP-PE UKSW Salatiga Angkatan Tahun 2008-2009
Semester II Tahun Ajaran 2011-2012.
Nama : Eviana Wicaksari.
Metode / Tujuan : Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuantitatif.
Kesimpulan / Hasil saran : Arah hubungan positif, semakin tinggi penggunaan
media pembelajaran, semakin tinggi kemandirian, dan semakin rendah
penggunaan media pembelajaran, semakin rendah kemandirian belajar. Dengan
demikian H0 ditolak dan Ha diterima.
Hasil uji Korelasi Spearman dengan bantuan program SPSS release 16.0 for
windows diperoleh hasil r = 0,537 dan α = 0,002. Diketahui nilai z0 = 2,95 > za/2 = 1,96, sehingga H0 ditolak pada α = 0,05. terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara penggunaan media pembelajaran
dengan kemandirian belajar Mahasiswa FKIP-PE UKSW Salatiga angkatan
tahun 2008-2009 Semester II tahun ajaran 2011-2012.
2. Judul : Hubungan Antara Prestasi Belajar dan Kondisi Sosial Ekonomi Orang tua
Dengan Kesiapan Menjadi guru Profesional Di Kalangan Mahasiswa Pendidikan
Ekonomi FKIP UKSW Salatiga.
Nama : Selmi R.A Nggaji.
Metode / Tujuan : Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuantitatif.
Kesimpulan / hasil saran : (1) Ada hubungan positif dan signifikan antara prestasi
belajar (X1) dengan kesiapan menjadi guru professional (Y) mahasiswa
Pendidikan Ekonomi FKIP UKSW Salatiga koefisisen korelasinya sebesar 0,483
(positif) pada kategori sedang dan a (0,05) (0,000 < 0,05) signifikan. (2) Ada
hubungan positif dan tidak signifikan antara kondisi sosial ekonomi orang tua
1.5. Kerangka Berpikir Ada dua variabel yaitu:
Variabel Independen yang diberi notasi X1 Variabel Independen yang diberi notasi X2 Variabel Dependen yang diberi notasi Y
Maka model Hipotetis adalah sebagai berikut :
R
Keterangan:
X1 = Gaya Belajar
X2 = Kemandirian Belajar
Y = Kesiapan Menjadi Guru Profesional
R = Analisis Korelasi Ganda
= Menyatakan Hubungan Asosiatif
Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian
1.6. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, kajian, teoritis, kerangka berpikir dan
penelitian-penelitian yang relevan di atas, dapat dikemukakan hipotesis penelitian-penelitian sebagai jawaban
permasalahan yang telah dirumuskan pada bagian pendahuluan, sebagai berikut:
1 Hipotesis Kerja 1
Ada hubungan positif signifikan antara Gaya Belajar dengan Kesiapan Menjadi
Guru Profesional Mahasiswa Pendidikan Ekonomi FKIP UKSW Salatiga.
Artinya semakin baik Gaya Belajar akan semakin baik juga Kesiapan Menjadi
Guru Profesional.
Hipotesis Statistik 1
X1
X2
Ho: ρX1.y = 0 Hi : ρX1.y > 0 2 Hipotesis Kerja 2
Ada hubungan positif signifikan antara Kemandirian Belajar dengan Kesiapan
Menjadi Guru Profesional Mahasiswa Pendidikan Ekonomi FKIP UKSW
Salatiga. Artinya semakin baik Kemandirian Belajar akan semakin baik juga
Kesiapan Menjadi Guru Profesional.
Hipotesis Statistik 2
Ho: ρX2.y = 0 Hi : ρX2.y > 0
3 Hipotesis Kerja 3
Ada hubungan positif dan signifikan antara Gaya Belajar dan Kemandirian
Belajar dengan Kesiapan Menjadi Guru Profesional Mahasiswa Pendidikan
Ekonomi FKIP UKSW Salatiga. Artinya semakin baik Gaya Belajar dan
Kemandirian Belajar akan semakin baik juga Kesiapan Menjadi Guru
Profesional.
Hipotesis Statistik 3