• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI 1.1. Kesiapan Menjadi Guru Profesional 1.1.1. Definisi Guru - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Gaya Belajar dan Kemandirian Belajar dengan Kesiapan Menjadi Guru Profesional Mahasiswa Progr

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI 1.1. Kesiapan Menjadi Guru Profesional 1.1.1. Definisi Guru - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Gaya Belajar dan Kemandirian Belajar dengan Kesiapan Menjadi Guru Profesional Mahasiswa Progr"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

1.1. Kesiapan Menjadi Guru Profesional 1.1.1.Definisi Guru

Undang – undang No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, menyebut guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,

melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur

pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru membuat suatu

keputusan dan ahli berpikir menganalisis suatu informasi. Peran guru sangat penting bagi

semua orang untuk memberikan pengetahuan baru atau mengajarkan tentang hal-hal yang

baru.

Menurut Usman (1990:1) “guru merupakan profesi yang memerlukan keahlian

khusus sebagai pengajar”.

Menurut Danim (2010:17) “guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal”.

Di dalam UU No 20 Tahun 2003. “kata guru dimasukkan ke dalam genus pendidik. Sesunggguhnya guru dan pendidik merupakan dua hal yang berbeda. Kata pendidik spesialisasi di bidang pendidikan atau ahli kependidikan. Kata guru merupakan seseorang yang mengajar, khususnya di sekolah”.

Dengan demikian yang dimaksud guru dalam penelitian ini adalah profesi yang

membutuhkan keahlian khusus yang terlibat dalam tugas pendidikan untuk mendidik,

mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih menilai dan mengevaluasi peserta didik.

1.1.2.Tugas Utama Guru

Disamping tugas utamanya sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah,

pelatih. Maka ada juga tugas-tugas guru yang lain menurut Depdikbud (dalam Darmadi:

1984:7).

(2)

2. Tugas manusiawi yaitu membina anak didik dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan martabat diri sendiri, kemampuan manusiawi optimal serta pribadi yang mandiri.

3. Tugas kemasyarakatan yaitu dalam rangka mengembangkan terbentuknya masyarakat Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

1.1.3.Kompetensi Guru dalam Konteks Profesional

Kompetensi guru dalam konteks profesional menurut Udin S (dalam fajar: 2006:47)

dalam Bahasa Inggris mengandung makna :

1. “competence (n) is being competent, ability (to do the work)”

2. “competenst (adj.) refers to (person) having ability, power, authority, skill, knowledge, etc. (to do what is needed)”

3. “competency is rational performance which satisfactorily meets the objectives for a desired condition”

Definisi pertama kompetensi itu pada dasarnya menunjukan kemampuan untuk

mengerjakan sesuatu pekerjaan. Sedangkan definisi kedua menunjukan kompetensi itu pada

dasarnya merupakan suatu sifat (karakteristik) orang-orang (kompeten) ialah yang memiliki

kecakapan, daya (kemampuan), otoritas (kewenangan), kemahiran (keterampilan),

pengetahuan, dsb. Kemudian definisi ketiga kompetensi itu menunjukan kepada tindakan

(kinerja) rasional yang dapat mencapai tujuan-tujuannya secara memuaskan berdasarkan

kondisi (prasyarat) yang diharapkan.

1.1.4.Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan menjadi guru profesional, yaitu: a. Faktor fisiologis, yaitu suatu tingkah laku dapat terjadi apabila organ-organ

pengindra, sistem syaraf dan organ fisiologi yang lain telah berfungsi dengan baik.

b. Faktor psikologis, yaitu untuk melakukan pekerjan dengan baik seseorang harus memiliki motivasi yang baik pula serta bebas dari konflik-konflik emosional, serta halangan psikologi.

(3)

1.1.5.Kompetensi Guru

Empat jenis kompetensi guru yang harus dimiliki oleh setiap guru maupun calon

guru. Kompetensi tersebut menjadi penentu siap tidaknya mahasiswa menjadi guru yang

profesional. Kompetensi-kompetensi tersebut selaras dengan kompetensi yang disebutkan

dalam UU No. 14 tahun 2005 dalam Hadi (2015).

Subkompetensi dan indikator esensialnya dijabarkan sebagai berikut :

1. Kompetensi Kepribadian

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksud kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.

2. Kompetensi Pedagogik

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

3. Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi kelimuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.

4. Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial adalah kemampuan seorang guru untuk berkomunikasi yang meliputi kemampuan peserta didik, sesama pendidik, orang tua atau wali siswa dan masyarakat disekitar.

Berdasarkan beberapa kompetensi tersebut maka yang dimaksud menjadi guru

profesional harus mempunyai 4 kompetensi yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi

pedagogik kompetensi profesional dan yang terakhir kompetensi sosial. Empat kompetensi

tersebut menjadi penentu siap tidaknya mahasiswa menjadi guru yang profesional.

1.2. Gaya Belajar

1.2.1.Definisi Gaya Belajar

Kemampuan seseorang untuk memahami dan menyerap pelajaran yang berbeda

tingkatnya. Ada yang cepat, sedang, dan ada pula yang sangat lambat.

(4)

Dunn & Dunm dalam Sugihartono (2007:53) menjelaskan bahwa gaya belajar merupakan kumpulan karakteristik pribadi yang membuat suatu pembelajaran efektif untuk beberapa orang dan tidak efektif untuk orang lain.

Keefe dalam sugihartono (2007:53) menyatakan bahwa gaya belajar berhubungan dengan cara anak belajar, serta cara belajar yang disukai.

Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berfikir, dan memecahkan soal (S. Nasution, 2003:94).

Siswa pada umumnya akan sulit memproses informasi dalam satu cara yang dirasa

tidak nyaman bagi mereka. Siswa memiliki kebutuhan belajar sendiri, belajar dengan cara

yang berbeda, serta memproses informasi dengan cara yang berbeda. Sebagian orang

mungkin memiliki gaya belajar tertentu yang dominan digunakan dalam berbagai situasi,

sehingga kurang menggunakan gaya yang berbeda untuk situasi yang berbeda.

Berdasarkan beberapa pendapat maka yang dimaksud gaya belajar dalam penelitian

ini adalah cara yang dipakai seseorang dalam proses belajar yang meliputi bagaimana

menangkap, mengatur, serta mengolah informasi yang diterima sehingga pembelajaran

menjadi efektif.

1.2.2.Macam-macam Gaya Belajar

Menurut DePorter & Hernacki (2011:112) terdapat tiga gaya belajar seseorang yaitu

gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik. Walaupun masing-masing siswa belajar

dengan menggunakan ketiga gaya belajar ini, kebanyakan siswa lebih cenderung pada salah

satu diantara gaya belajar tersebut.

1. Gaya Belajar Visual

Siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata/penglihatan (visual), mereka cenderung belajar melalui apa yang mereka lihat. Siswa yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi. DePorter & Hernacki (2011:116).

(5)

Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga (alat pendengarannya). Siswa yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Mereka dapat mencerna dengan baik informasi yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang sulit diterima oleh siswa bergaya belajar auditori. Anak-anak seperi ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset. DePorter & Hernacki (2011:118).

3. Gaya Belajar Kinestetik

Siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Siswa seperti ini tidak tahan untuk duduk berlama-lama mendengarkan pelajaran dan merasa bisa belajar lebih baik jika prosesnya disertai kegiatan fisik. Kelebihannya, mereka memiliki kemampuan mengkoordinasikan sebuah tim disamping kemampuan mengendalikan gerak tubuh. DePorter & Hernacki (2011:120).

Berdasarkan macam-macam gaya belajar tersebut bahwa gaya belajar bekerja sesuai

dengan indera yang kita punya, mulai dari penglihatan, pendengaran, sampai ada juga gerak

tubuh dalam menerima informasi dan menyelesaikan masalah tergantung masing-masing

orang yang menerapkannya.

1.2.3.Indikator Gaya Belajar

Mengacu pada teori dan ciri-ciri gaya belajar menurut DePorter & Hernacki

(2011:116-120) seperti yang sudah diuraikan dalam macam-macam gaya belajar maka

diketahui indikator-indikator dari masing-masing gaya belajar sebagai berikut :

1. Indikator gaya belajar visual

a) Belajar Indikator gaya belajar visual b) Mengerti baik mengenai posisi, bentuk, angka, dan warna c) Rapi dan teratur siswa visual mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun kondisi lingkungan di sekitarnya d) Tidak terganggu dengan keributan e) Sulit menerima intruksi verbal mudah lupa dengan sesuatu yang disampaikan secara lisan

2. Indikator gaya belajar auditorial

a) Belajar dengan cara mendengar b) Baik dalam aktivitas lisan c) Memiliki kepekaan terhadap music. Mereka mampu mengingat dengan baik apa yang didengar d) Mudah terganggu dengan keributan e) Lemah dalam aktivitas visual Informasi tertulis terkadang sulit diterima oleh siswa bergaya belajar auditori

3. Indikator gaya belajar kinestetik

(6)

Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa indikator dalam gaya belajar ada beberapa

bagian yang pertama gaya belajar visual cenderung menggunakan penglihatan,

mengutamakan tentang beberapa hal yang dapat dilihat. Gaya belajar auditorial belajar

menggunakan pendengaran, sangat peka terhadap rangsangan telinga dapat menerima

informasi lebih cepat melalui suara. Gaya belajar kinestetik lebih mengutamakan kegiatan

fisik, dalam kegiatan lebih senang langsung praktikum/praktek.

1.3. Kemandirian Belajar

1.3.1.Definisi Kemandirian Belajar

Kegiatan belajar mandiri dilakukan atas kemauan diri sendiri dalam mengembangkan

pengetahuannya, keingintahuan dalam mencari informasi.

Tahar dan Enceng dalam Astuti,dkk (2006:93). “berpendapat bahwa, “Kemandirian

belajar adalah aktivitas belajar yang dilakukan oleh seseorang dengan kebebasannya dalam menentukan dan mengelola sendiri bahan ajar, waktu, tempat, dan memanfaatkan sumber belajar yang diperlukan”.

Menurut Haris Mudjiman (2011:9) belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif, yang di dorong oleh niat atau motif untuk menguasai sesuatu kompetensi guna mengatasi sesuatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki.

Berdasarkan beberapa pendapat maka yang dimaksud kemandirian belajar dalam

penelitian ini adalah aktifitas belajar yang dilakukan secara sadar dan niat pribadi individu

itu sendiri dalam hal ini tidak akan tercipta bila terdapat unsur pemaksaan dari pihak lain,

melainkan kesadaran untuk menyelesaikan masalah. Belajar mandiri bermanfaat di masa

depan untuk menghadapi tantangan kehidupan yang semakin lama semakin keras, serta

masalah yang dihadapi juga semakin banyak.

1.3.2.Ciri-ciri Kemandirian

Menurut Chabib Thoha (dalam Eviana: 1996:123-124) mengemukakan ciri-ciri

kemandirian antara lain :

a) Mampu berpikir secara kritis

b) Tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain c) Tidak lari dan menghindari masalah

(7)

e) Apabila menjumpai masalah dipecahkan sendiri tanpa meminta bantuan orang lain

f) Tidak merasa rendah diri apabila harus berbeda dengan orang lain g) Berusaha bekerja dengan penuhketekunan dan kedisiplinan

h) Bertanggung jawab atas tindakannya sendiri

1.3.3.Faktor-faktor yang mempengaruhi Kemandirian

Menurut Masrun (dalam Eviana: 1986:4) faktor-faktor yang mempengaruhi

kemandirian dibedakan menjadi dua antara lain :

a) Faktor Dari Dalam

Faktor dari dalam yang mempengaruhi kemandirian seseorang antara lain: 1) Usia

Pengaruh dari orang lain akan berkurang secara perlahan-lahan pada saat anak menginjak usia lebih tinggi. Pada usia remaja mereka lebih berorientasi internal, karena percaya bahwa peristiwa-peristiwa dalam hidupnya ditentukan oleh tindakannya sendiri. Anak-anak akan lebih tergantung pada orang tuanya, tetapi ketergantungan itu lambat laun akan semakin berkurang sesuai dengan bertambahnya usia seseorang. Anak-anak usia muda merasa belum mampu untuk melakukan sesuatu secara sendiri karena kemampuan yang dimiliki masih terbatas. Sebaliknya, anak dengan usia yang semakin dewasa merasa sudah mempunyai kemampuan yang cukup, maka secara pelan-pelan akan dapat melakukan semuanya secara sendiri. Anak semakin tua usia cenderung semakin mandiri.

2) Jenis Kelamin

Keinginan untuk berdiri sendiri dan mewujudkan dirinya sendiri merupakan kecenderungan yang ada pada setiap remaja. Perbedaan sifat-sifat yang dimiliki oleh pria dan wanita disebabkan oleh perbedaan pribadi individu yang diberikan pada anak pria dan wanita. Perbedaan jasmani yang menyolok antara pria dan wanita secara psikis menyebabkan orang beranggapan bahwa perbedaan kemandirian antara pria dan wanita. Seorang anak perempuan memiliki dorongan untuk melepaskan diri dari ketergantungan pada orang tua, tetapi dengan statusnya sebagai seorang perempuan, maka dituntut untuk bersikap pasif, berbeda dengan anak lelaki yang agresif dan ekspansif, akibatnya anak perempuan berada lebih lama dalam ketergantungan daripada anak laki-laki.

(8)

Konsep diri yang positif mendukung adanya perasaan yang kompeten pada individu untuk menentukan langkah yang diambil. Cara individu tersebut memandang dan menilai keseluruhan dirinya atau menentukan kepibadian individualnya. Individu yang memandang dan menilai dirinya mampu, cenderung memiliki kemandirian dan sebaliknya individu yang memandang dan menilai dirinya sendiri kurang atau cenderung tidak mampu, maka akan menggantungkan dirinya pada orang lain. Kemampuan bertindak dan mengambil keputusan tanpa bantuan orang lain hanya dapat dimiliki oleh orang yang mampu berpikir dengan seksama tentang tindakannya.

b) Faktor Dari Luar

Faktor dari luar yang mempengaruhi kemandirian seseorang antara lain : 1) Pendidikan

Semakin bertambahnya pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang, kemungkinan untuk mencoba sesuatu baru semakin besar, sehingga orang akan lebih kreatif dan memiliki kemampuan. Dengan belajar seseorang dapat mewujudkan dirinya sendiri, sehingga orang memiliki keinginan sesuatu secara tepat tanpa tergantung dengan orang lain. Menurut Thoha (1996) sistem pendidikan yang diterapkan disekolah yang dalam prosesnya tidak dapat mengembangkan demokrasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi tanpa argumentasi juga akan menghambat perkembangan kemandirian remaja sebagai siswa.

2) Keluarga

(9)

menjadikan anak kurang berani menghadapai masyarakat luas. Pemanjaan yang berlebihan dan pengabaian sikap orang tua terhadap anak mengakibatkan terhambatnya perkembanagan anak. 3) Interaksi sosial

Kemampuan remaja dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial serta mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik akan mendukung perilaku remaja yang bertanggung jawab, mempunyai perasaan aman dan mampu menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi dengan baik, tidak mudah menyerah, maka akan mendukung untuk dapat berperilaku mandiri. Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hirarki struktur sosial, merasa kurang aman atau mencekam serta kurang menghargai manifestasi potensi remaja dalam kegiatan produktif dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian remaja atau siswa.

1.3.4.Aspek–aspek Kemandirian

Menurut Steinbergh (1999:289) dalam (adwintaactivity.blogspot.com) mengemukakan tiga aspek kemandirian antara lain :

a) Kemandirian emosional (emotional autonomy)

Kemandirian emosional adalah seberapa besar individu tidak tergantung kepada dukungan emosional orang lain, terutama orang tua dalam mengelola dirinya sendiri. Memudarnya hubungan emosional anak dengan orang tua pada masa remaja terjadi sangat cepat. Kecepatan memudarnya hubungan itu terjadi seiring dengan semakin mandirinya remaja dalam mengurus diri sendiri. Proses ini secara tidak langsung memberikan peluang bagi remaja untuk mengembangkan kemandirian emosional. Proses psikososial yang menuntut remaja untuk mengembangkan kemandirian emosional antara lain:

1 Perubahan pengungkapan kasih sayang

2 Meningkatkan pendistribusian kewenangan dan tanggung jawab

3 Menurunnya interaksi verbal dan kesempatan bertemu dengan orang tua

4 Semakin larutnya remaja dalam pola-pola hubungan antar teman sebaya untuk menyelami hubungan kehidupan yang baru di luar keluarga. Individu yang mampu memutuskan ikatan emosionalmya, maka ia akan melakukan pemisahan diri dari keluarga (sparasi). Keberhasilan dalam melakukan sparasi ini merupakan dasar bagi pencapaian kemandirian terutama kemandirian yang bersifat independency, sehingga ini menjadi awal untuk terbentuknya kemandirian.

(10)

Kemandirian perilaku adalah kemampuan individu dalam menentukan dan mengambil keputusan untuk pengelolaan dirinya. Ciri-ciri individu yang mempunyai kemandirian dalam perilaku antara lain:

1. Memiliki kemampuanmengambil keputusan, yang ditandai oleh: a. Menyadaru adanya resiko dari tingkah laku

b. Memilih alternatif pemecahan masalah yang didasarkan atas pertimbangn diri sendiri dan orang lain

c. Bertanggung jawab atas konsekuensi dari keputusan yang diambil. 2. Memiliki kekuatan terhadap penaruh pihak lain, yang ditandai oleh:

a. Tidak mudah terpengauh dalam situasi yang menuntut konformitas b. Tidak mudah terpengaruh oleh tekanana teman sebaya dan orang

tua dalam mengambil keputusan

c. Memasuiki kelompok sosial tanpa tekanan.

3. Memiliki rasa percaya diri (self reliance), yang ditandai oleh: a. Dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari

b. Dapat memenuhi tanggung jawab c. Dapat mengatasi sendiri masalahnya d. Berani mengemukakan ide atau gagasan c) Kemandirian nilai (values autonomy)

Kemandirian nilai adalah kemampuan individu untuk menolak tekanan atau tuntutan dari orang lain yang berkaitan dengan keyakinan dalam bidang nilai. Seorang individu memiliki seperangkat prinsip tentang benar dan salah serta penting dan tidak penting dalam memandang sesuatu yang dilihat dari sisi nilai. Terdapat tiga perubahan kemandirian nilai yang terjadi pada masa remaja antara lain :

1. Keyakinan akan nilai-nilai semakin abstrak (abstrak belief)

Perilaku yang dapat terlihat dari semakin abstraknya keyakinan akan nilai-nilai adalah mampu menimbang berbagai kemungkinan dalam bidang nilai.

2. Keyakinan akan nilai-nilai yang semakin bersifat prinsip (principle belief). Perilaku yang muncul antara lain:

a. Berpikir sesuai dengan prinsip yang dapat dipertanggungjawabkan dalam bidang nilai

b. Bertindak sesuai dengan prinsip yang dapat dipertanggung jawabkan dalam bidang nilai

3. Keyakinan akan nilai-nilai yang terbentuk dalam diri remaja bukan hanya dalam sistem nilai yang diberikan oleh orang tua atau orang dewasa lainnya tetapi lebih pada keyakinan yang dimilikinya sendiri (independent belief). Perilaku yang muncul antara lain :

a. Individu memulai mengevaluasi kembali keyakinan dan nilai-nilai yang diterimanya dari orang lain

b. Berfikir sesuai dengan keyakinan dan nilainya sendiri

(11)

1.4. Penelitian Relevan

1. Judul : Hubungan Antara Penggunaan Media Pembelajaran Dengan Kemandirian

Belajar Mahasiswa FKIP-PE UKSW Salatiga Angkatan Tahun 2008-2009

Semester II Tahun Ajaran 2011-2012.

Nama : Eviana Wicaksari.

Metode / Tujuan : Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuantitatif.

Kesimpulan / Hasil saran : Arah hubungan positif, semakin tinggi penggunaan

media pembelajaran, semakin tinggi kemandirian, dan semakin rendah

penggunaan media pembelajaran, semakin rendah kemandirian belajar. Dengan

demikian H0 ditolak dan Ha diterima.

Hasil uji Korelasi Spearman dengan bantuan program SPSS release 16.0 for

windows diperoleh hasil r = 0,537 dan α = 0,002. Diketahui nilai z0 = 2,95 > za/2 = 1,96, sehingga H0 ditolak pada α = 0,05. terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara penggunaan media pembelajaran

dengan kemandirian belajar Mahasiswa FKIP-PE UKSW Salatiga angkatan

tahun 2008-2009 Semester II tahun ajaran 2011-2012.

2. Judul : Hubungan Antara Prestasi Belajar dan Kondisi Sosial Ekonomi Orang tua

Dengan Kesiapan Menjadi guru Profesional Di Kalangan Mahasiswa Pendidikan

Ekonomi FKIP UKSW Salatiga.

Nama : Selmi R.A Nggaji.

Metode / Tujuan : Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuantitatif.

Kesimpulan / hasil saran : (1) Ada hubungan positif dan signifikan antara prestasi

belajar (X1) dengan kesiapan menjadi guru professional (Y) mahasiswa

Pendidikan Ekonomi FKIP UKSW Salatiga koefisisen korelasinya sebesar 0,483

(positif) pada kategori sedang dan a (0,05) (0,000 < 0,05) signifikan. (2) Ada

hubungan positif dan tidak signifikan antara kondisi sosial ekonomi orang tua

(12)

1.5. Kerangka Berpikir Ada dua variabel yaitu:

Variabel Independen yang diberi notasi X1 Variabel Independen yang diberi notasi X2 Variabel Dependen yang diberi notasi Y

Maka model Hipotetis adalah sebagai berikut :

R

Keterangan:

X1 = Gaya Belajar

X2 = Kemandirian Belajar

Y = Kesiapan Menjadi Guru Profesional

R = Analisis Korelasi Ganda

= Menyatakan Hubungan Asosiatif

Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian

1.6. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, kajian, teoritis, kerangka berpikir dan

penelitian-penelitian yang relevan di atas, dapat dikemukakan hipotesis penelitian-penelitian sebagai jawaban

permasalahan yang telah dirumuskan pada bagian pendahuluan, sebagai berikut:

1 Hipotesis Kerja 1

Ada hubungan positif signifikan antara Gaya Belajar dengan Kesiapan Menjadi

Guru Profesional Mahasiswa Pendidikan Ekonomi FKIP UKSW Salatiga.

Artinya semakin baik Gaya Belajar akan semakin baik juga Kesiapan Menjadi

Guru Profesional.

Hipotesis Statistik 1

X1

X2

(13)

Ho: ρX1.y = 0 Hi : ρX1.y > 0 2 Hipotesis Kerja 2

Ada hubungan positif signifikan antara Kemandirian Belajar dengan Kesiapan

Menjadi Guru Profesional Mahasiswa Pendidikan Ekonomi FKIP UKSW

Salatiga. Artinya semakin baik Kemandirian Belajar akan semakin baik juga

Kesiapan Menjadi Guru Profesional.

Hipotesis Statistik 2

Ho: ρX2.y = 0 Hi : ρX2.y > 0

3 Hipotesis Kerja 3

Ada hubungan positif dan signifikan antara Gaya Belajar dan Kemandirian

Belajar dengan Kesiapan Menjadi Guru Profesional Mahasiswa Pendidikan

Ekonomi FKIP UKSW Salatiga. Artinya semakin baik Gaya Belajar dan

Kemandirian Belajar akan semakin baik juga Kesiapan Menjadi Guru

Profesional.

Hipotesis Statistik 3

Gambar

Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian pengerasan baja amutit menggunakan media pendingin dengan variasi rasio campuran dromus oil dengan air, setelah ditempering pengingkatan kekerasan

PROFESSIONNELLE (SMK) DU TOURISME DE LA CLASSE X A SMK SHANDY PUTRA -2 MEDAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

perjanjian perdamaian itu merupakan putusan hakim dalam kedudukannya sebagai arbiter. Berarti, suatu hal yang tidak dapat dipungkiri, Pasal 130 HIR atau Pasal 154

Untuk itu manajemen harus secara bersungguh-sungguh memper-hatikan dan memperlakukan karyawan dengan menghargai potensi prestasinya.Penggunaan arah dan jalur proses dan

Bursa Fabrisius adalah organ limfoid primer yang fungsinya sebagai tempat pendewasaan dan diferensiasi bagi sel dari pembentuk antibodi, disamping itu bursa juga berfungsi

Pasal 29 ayat 1 UU Fidusia yang pada pokoknya menerangkan Apabila debitor cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak menjual Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas

The material of this text is suitable with students level because the writer of the textbook choose the name, culture action, cultural perspective and individual learners

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segalanya, penulis Pengaruh Kualitas Layanan Internet banking Terhadap Loyalitas Nasabah yang di Mediasi Oleh Variabel