• Tidak ada hasil yang ditemukan

Monitoring Perubahan Garis Pantai Kabupaten Jembrana dari Data Satelit Landsat 8

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Monitoring Perubahan Garis Pantai Kabupaten Jembrana dari Data Satelit Landsat 8"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

525

Monitoring Perubahan Garis Pantai Kabupaten Jembrana

dari Data Satelit Landsat 8

Coastal Changes Monitoring in District Jembrana using Landsat 8 Satellite

Data

Mega Fitria Istiqomah1*), Sutrisno1, Adi Wijaya2

1Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta 2 Balai Riset dan Observasi Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan

*)E-mail: megafitriaistiqomah08@gmail.com

ABSTRAK - Kabupaten Jembrana mempunyai posisi strategis secara geografis, sebagai pintu gerbang Bali bagian barat yang merupakan kunci pertukaran dan percampuran budaya serta penduduk serta berbatasan langsung dengan Selat Bali. Kondisi oseanografis di Selat Bali dapat mempengaruhi perubahan garis pantai yang terbentuk antara lain karena adanya proses sedimentasi dari darat maupun laut dan akibat pengikisan oleh air laut/erosi. Tujuan penelitian untuk mengetahui perubahan garis pantai di Kabupaten Jembrana dari 2013 sampai dengan 2016. Metode yang digunakan adalah analisis perubahan garis pantai menggunakan analisis multi temporal menggunakan data penginderaan jauh dari Landsat 8. Identifikasi garis pantai dilakukan dengan memisahkan objek air dan darat. Hasil analisis dari pengolahan data penginderaan jauh menunjukkan bahwa garis pantai tahun 2013 sampai 2014 terjadi abrasi sebesar 801.717 m2 dan akresi

sebesar 1348.564 m2, dan pada tahun 2014 sampai 2015 terjadi abrasi sebesar 4921.561 m2 dan akresi sebesar 388.969

m2, serta priode tahun 2015 sampai 2016 terjadi abrasi sebesar 384.637 m2 dan akresi sebesar 4431.331 m2.

Kata kunci: Abrasi, akresi, citra Landsat, erosi, perubahan garis pantai, sedimentasi

ABSTRACT - Jembrana district located in a very strategic place, geographically. It acts as the gateway of western Bali, which makes it the place where culture and people are all mixed together. Located directly adjacent to the Bali Strait, the oceanographic conditions can affect shoreline changes formed partly because of the sedimentation process from land and sea and due to erosion. The purpose of this research is to investigate the coastline change in Jembrana Regency from 2013 until 2016. The method used in this study was multi-temporal analysis using remote sensing data from Landsat 8. Coastline identification was done by separating water and land objects. The results show that from 2013 to 2014 801,717 m2 abrasion occurred, and 1348.564 m2 accretion, and in 2014 to 2015 there was an abrasion of 4921,561 m2 as well as accretion of 388,969 m2. For the period of 2015 to 2016, abrasion occurred for 384,637 m2 while accretion occurred for 4431,331 m2.

Keywords: abrasion, accretion, Landsat image, erosion, coastal changes, sedimentation

1. PENDAHULUAN

Pesisir merupakan wilayah yang sangat dinamis dan kaya terhadap sumberdaya alam hayati dan non hayati. Indonesia yang memiliki sumberdaya yang besar dengan bentuk negara kepulauan dan panjang garis pantai mencapai 81.000 km. Kawasan pesisir sangat dipengaruhi oleh kondisi daratan dan lautan, sehingga memiliki tingkat dinamika yang sangat tinggi. Dinamika yang terjadi di kawasan pesisir dipengaruhi oleh faktor hidro-oseanografi diantaranya tinggi muka laut, aliran sedimen, pasang surut, gelombang, angin, turbulensi, arus, aktivitas manusia, dan pengaruh musim serta iklim. Dampak dari pengaruh hidro-oseanografi di pesisir salah satunya perubahan garis pantai. Garis pantai merupakan batas pertemuan antara permukaan daratan dan permukaan air laut, batas tersebut sangat bervariasi bentuknya dan dapat berubah setiap tahunnya (Triatmojo, 1999; Fandeli, 2011). Garis pantai setiap saat selalu mengalami perubahan akibat dari pergerakan sedimen baik tegak lurus atau sejajar garis pantai dan dipengaruhi oleh dinamika alami di kawasan pesisir. Perubahan garis pantai sangat dipengaruhi pada skala waktu, dengan pemilihan waktu yang tepat sehingga mempengaruhi studi tentang garis pantai yang diobsevasi atau dimonitoring.

Garis pantai terletak di kawasan pesisir merupakan kawasan yang mempunyai keanekaragaman ekosistem dan saling berinteraksi antar ekosistem sehingga menimbulkan saling keterkaitan berbagai fungsi di suatu kawasan. Oleh karena itu kawasan pesisir sebagai satu kawasan yang sangat dinamis begitu pula dengan garis pantainya. Perubahan garis pantai merupakan proses yang tidak pernah berhenti untuk mencari keseimbangan baik proses pengikisan (abrasi) maupun penambahan (akresi) pantai yang diakibatkan oleh pergerakan sedimen, arus susur pantai, gelombang dan penggunaan lahan (Wibisono, 2005). Selain itu kawasan pantai mempunyai

(2)

526

kecenderungan mendapat tekanan yang berat dari aktivitas manusia, dimana pengembangan terjadi sangat pesat pada kawasan pesisir dengan peningkatan jumlah penduduk, peningkatan infrastruktur sehingga dapat menyebabkan perubahan atau terganggunya ekosistem pesisir yang mempunyai peranan penting sebagai pelindung secara alami kawasan pesisir. Perubahan garis pantai sangat erat dengan proses yang terjadi pada kawasan pesisir sehingga monitoring perubahan di kawasan pesisir perlu dilakukan guna melindungi lingkungan dan kegiatan pembangunan disekitarnya.

Kabupaten Jembrana mempunyai posisi yang strategis secara geografis, sebagai pintu gerbang Bali bagian barat yang merupakan kunci pertukaran dan percampuran budaya serta penduduk. Daerah ini berbatasan langsung dengan Selat Bali sehingga mendapat pengaruh angin laut yang membangkitkan gelombang dan pasang surut. Perubahan garis pantai dapat diketahui dengan metode penginderaan jauh melalui citra satelit. Data citra penginderaan jauh mencakup wilayah yang luas kemudian dianalisis dan diketahui daerah yang mengalami perubahan seperti abrasi dan akresi. Data citra satelit yang digunakan adalah data cita satelit Landsat 8, merupakan seri satelit terbaru yang memiliki beberapa keunggulan terkait rentan panjang gelombang elektromagnetik yang ditangkap, sehingga tampilan citra lebih halus dan mengurangi terjadinya kesalahan interpretasi. Ekstraksi informasi garis pantai dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh untuk melakukan monitoring pada kawasan pesisir merupakan hal yang sangat penting dan mendasar. Berdasarkan kondisi tersebut tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perubahan garis pantai di pesisir Kabupaten Jembrana menggunakan data penginderaan jauh dari Landsat 8.

2. METODE

2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada 30 Januari sampai 10 Maret 2017, di sepanjang Pesisir Kabupaten Jembrana dengan titik koordinat 8°09’30” - 8°28’02” LS dan 114°25’53” - 114°56’38” BT, seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Analisis data dilakukan di Balai Riset dan Observasi Laut Bali.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

2.2. Alat dan Bahan

Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi laptop digunakan untuk penyelesaian penelitian, software ArcGIS 10.1 untuk pengolahan data citra, ENVI 5.3 untuk pengolahan data citra, GPS untuk melakukan pengecekan posisi objek dilapangan dam kamera untuk dokumentasi lapangan. Bahan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah data citra satelit Landsat 8 path/row 117/066, tanggal 25 Oktober 2013, 26 September 2014, 13 September 2015 dan 17 Oktober 2016, peta administrasi Kabupaten Jembrana serta data pasang surut di pesisir Kabupaten Jembrana.

(3)

527

2.3. Pengolahan Citra

Citra yang digunakan adalah citra Landsat 8 OLI dengan level 1T artinya telah terkoreksi secara geometrik. Citra ini mempunyai resolusi spasial 30 m yang menunjukkan dalam satu piksel citra mewakili 30 x 30 m di lapangan. Tahap pengolahan data awal perlu dilakukan koreksi terhadap citra tersebut. Koreksi yang dilaksanakan yaitu koreksi radiometrik untuk mendapatkan nilai pantulan objek pada permukaan bumi dan koreksi atmosfer dilakukan untuk mengurangi nilai reflektansi objek dari gangguan atmosfer bumi.

a. Pemotongan Citra

Pemotongan citra digunakan untuk membatasi wilayah penelitian sesuai dengan tujuan penelitian. Batas administrasi Kabupaten Jembrana digunakan sebagai batas penelitian

b. Koreksi radiometrik

Koreksi ini dilakukan bertujuan untuk mengubah nilai digital dari masing-masing piksel citra kedalam nilai radian dan reflektan menggunakan persamaan dari USGS tahun 2015.

𝐿𝜆 = 𝑀𝐿𝑄𝑐𝑎𝑙 + 𝐴𝐿 …………..………..………(1) dimana:

𝐿𝜆 : radian spektral

𝑀𝐿 : konstanta rescalling (radiance mult band x) 𝑄𝑐𝑎𝑙 : nilai piksel (DN)

𝐴𝐿 : konstanta penambah (radiance add band x)

𝜌𝜆 = 𝑀𝑝𝑄𝑐𝑎𝑙 + 𝐴𝑝 ……….………..(2) dimana:

𝜌𝜆 : reflektan spektral

𝑀𝑝 : konstanta rescalling (reflectance mult band x) 𝑄𝑐𝑎𝑙 : nilai piksel (DN)

𝐴𝑝 : konstanta penambah (relectance add band x) c. Koreksi atmosfer

Koreksi atmosfer digunakan untuk mengurangi nilai refektansi objek dari gangguan atmosfer bumi. Metode yang digunakan untuk koreksi atmosfer menggunakan metode FLAASH (Fast Line of sight Atmospheric Analysis of Spectral Hypercubes). Metode ini merupakan alat koreksi dari pengembangan metode MODTRAN (Moderate Sprectral Resolution Atmospheric Transmittance Algorithm and Computer Model) yang dapat mengkoreksi cahaya tampak, NIR (near infrared) dan SWIR (Short wave infrared) sampai panjang gelombang 3 µm.

d. Klasifikasi objek

Pada tahap ini dilakukan pemisahan objek lautan dan daratan dengan menggunakan klasifikasi unsupervised. Pemisahan objek tersebut menggunakan band 6 dari Landsat 8 untuk melakukan ekstraksi daratan dan lautan.

2.4. Analisis

Setelah dihasilkan pemisahan antara daratan dan lautan untuk menentukan garis pantai pada tiap data citra, maka dilakukan perubahan format data yang awalnya berbentuk raster menjadi bentuk vektor. Garis pantai dalam bentuk vektor hasil klasifikasi dilakukan tumpang susun berurutan dari garis pantai citra landsar tahun 2013, 2014, 2015 dan 2016 untuk memperoleh gambaran perubahan garis pantai di Kabupaten Jembrana baik dalam bentuk akresi ataupun abrasi. Setelah diketahui gambaran perubahan garis pantai dilakukan pengecekan lapangan untuk memperkuat hasil analisis yang dilakukan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari pengolahan data citra Landsat 8 meliputi pemotongan citra, koreksi radiometrik, koreksi atmosfer, klasifikasi untuk pemisahan daratan dan lautan sebagai berikut: hasil koreksi data berdasarkan koreksi radiometrik dan koreksi atmosfer dengan menggunakan metode FLAASH ditunjukkan pada Gambar 2.

(4)

528

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2. Tampilan Citra Hasil Kalibrasi Radiometrik dan Koreksi Atmosfer dengan metode FLAASH (a) Tahun 2013, (b) Tahun 2014, (c) Tahun 2015 dan (d) Tahun 2016.

Citra yang telah dikoreksi kemudian dipotong sesuai dengan daerah kajian dengan menggunakan batas administrasi Kabupaten Jembrana. Guna memisahkan antara daratan dan lautan menggunakan klasifikasi unsupervised dengan metode K-means yang ditunjukkan pada Gambar 3.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 3. Tampilan Klasifikasi Unsupervised K-Means (a) Tahun 2013, (b) Tahun 2014, (c) Tahun 2015 dan (d) Tahun 2016.

(5)

529 Hasil klasifikasi dengan format raster tersebut diubah bentuk dalam format vektor sehingga diperoleh tampilan garis pantai di Kabupaten Jembrana. Pengolahan selanjutnya menggunakan analisis tumpang susun terhadap data pada tahun 2013, 2014, 2015 dan 2016 untuk melihat perubahan baik abrasi maupun akresi yang ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Peta Perubahan Garis Pantai

Berdasarkan informasi perubahan garis pantai yang ditunjukan pada Gambar 4 baik terjadi abrasi maupun akresi di sepanjang pantai Kabupaten Jembrana pada tiap tahunnya dilakukan pengecekan lapangan dengan dibatasi oleh batas administrasi Kecamatan yang ada di Kabupaten Jembrana. Hasil pemantauan perubahan garis pantai di Kabupaten Jembrana, terjadi perubahan hampir di setiap desa pesisir yang ada. Perubahan garis pantai tersebut ada yang mengalami abrasi dan akresi.

3.1 Perubahan Garis Pantai yang Terjadi di Kabupaten Jembrana

Kabupaten Jembrana mempunyai 5 Kecamatan yang semuanya berbatasan dengan kawasan pesisir atau pantai. Untuk itu dilakukan pengecekan dilapangan terhadap perubahan garis pantai baik yang terjadi abrasi dan akresi di setiap desa pesisir yang ada di Kecamatan Kabupaten Jembrana. Distribusi kecamatan dan desa yang ada di Kabupaten Jembrana ditunjukkan pada Gambar 5.

(6)

530

a. Perubahan Garis Pantai di Kecamatan Melaya

Gambar 6. Desa Pesisir di Kecamatan Melaya (a) Wilayah Gilimanuk yang tidak mengalami abrasi maupun akresi (b) wilayah Melaya yang mengalami Abrasi dan (c) wilayah Tuwed yang mengalami akresi

Berdasarkan Gambar 6 bahwa Desa Gilimanuk mengalami perubahan yang tidak signifikan. Tahun 2013 ke 2014 di beberapa titik garis pantai lebih banyak mengalami kemunduran (abrasi). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan nelayan setempat, diperoleh informasi bahwa titik-titik pengambilan data lapangan tidak mengalami perubahan. Pada Desa Melaya terdapat perubahan garis pantai yang cukup dinamis. Dimana pada tahun 2015 terlihat cukup jauh mengalami kemunduran (abrasi) dan diperkuat dari hasil wawancara yang dilakukan dengan pengepul ikan, selama 4 tahun lalu jarak pantai kurang lebih 10 meter dari jarak pantai saat pengambilan data. Di Desa Nusasari, garis pantai mengalami perubahan dari tahun 2014 hingga 2015, garis pantai di desa tersebut mengalami kemunduran diperkuat juga dengan informasi penduduk setetmpat bahwa pantai di Desa Nusasari mengalami abrasi sekitar 15 meter dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Desa Candikusama memiliki pantai berpasir hitam mengalami abrasi yang terjadi cukup besar dengan mundur sekitar 200 meter dalam kurun waktu 5 tahun. Sedangkan Desa Tuwed merupakan salah satu desa di Kecamatan Melaya yang berbatasan langsung dengan pantai yang mengalami akresi karena jauh dari aktivitas penduduk tidak diketahui berapa jauh pantainya mengalami perubahan.

b. Perubahan Garis Pantai di Kecamatan Negara

Gambar 7. Desa Pesisir di Kecamatan Negara (a) Wilayah Banyubiru yang mengalami abrasi (b) Wilayah Cupel yang mengalami abrasi dan (c) Wilayah Pengambengan yang mengalami akresi

(a)

(b)

(c)

(a)

(c)

(b)

(7)

531 Desa Banyubiru memiliki pantai yang cukup panjang. Sepanjang pesisir pantai terdapat tempat-tempat makan yang dibangun. Di desa ini juga terdapat pemukiman penduduk. Dari hasil wawancara dengan nelayan, diperoleh informasi bahwa garis pantai di lokasi ini mengalami abrasi sejauh 200 meter. Pengaruh gelombang tinggi serta arus yang tegak lurus terhadap pantai menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya abrasi. Selain itu terdapat bangunan-bangunan di sepanjang pesisir yang menyebabkan terjadinya perubahan garis pantai. Di Desa Baluk memiliki wilayah pantai yang cukup sempit, dari hasil olahan citra, memperlihatkan garis pantai dilokasi ini mengalami kemunduran (abrasi) tahun 2014 dan 2015. Sehingga sangat mengkhawatirkan karena di pesisir pantai tersebut terdapat bangunan hotel, penginapan dan restoran. Desa Cupel memiliki wilayah pantai yang cukup luas, menurut masyarakat setempat pantai Cupel mengalami abrasi sekitar 500 meter, kondisi ini disebabkan oleh adanya pembangunan di Pelabuhan Pengambengan. Sedangkan Desa Pengambengan yang merupakan desa pesisir dengan mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan mengalami perubahan dengan penambahan daratan.

c. Perubahan Garis Pantai di Kecamatan Jembrana

Gambar 8. Desa Pesisir di Kecamatan Jembrana (a) Wilayah Perancak tidak mengalami abrasi maupun akresi (b) Wilayah Air Kuning yang mengalami abrasi dan (c) Wilayah Yeh Kuning yang mengalami abrasi

Desa Perancak mengalami perubahan di sepanjang pantai, kondisi ini ditunjukan dari hasil pengolahan citra. Dimana pada tahun 2014 di desa tersebut mengalami perubahan garis pantai akibat abrasi maupun akresi cenderung seimbang. Menurut Informasi dari masyarakat setempat, di lokasi pengambilan data lapangan garis pantai tidak mengalami perubahan, karena Desa Perancak masih terdapat hutan mangrove yang menghambat terjadinya abrasi. Kondisi di Desa Air Kuning, perubahan garis pantai terjadi akibat abrasi menurut nelayan setempat abrasi terjadi sekitar 200 meter selama 5 tahun terakhir. Sedangkan kondisi di Desa Yeh Kuning yang merupakan desa dengan pantai wisata, perubahan garis pantai yang terjadi di desa ini berdasarkan hasil pengolahan data citra satelit lebih banyak mengalami abrasi. Selama tahun 2014 hingga 2015 terlihat garis pantai mengalami kemunduran yang cukup jauh.

c. Perubahan Garis Pantai di Kecamatan Mendoyo

Gambar 9. Desa Pesisir di Kecamatan Mendoyo (a) Wilayah Delodbrawah mengalami abrasi (b) Wilayah Yehembang yang mengalami abrasi dan (c) Wilayah Yeh Sumbul yang mengalami abrasi dan akresi secara bergantian

(a)

(b)

(8)

532

Desa Delodbrawah merupakan desar pesisir dengan pantai yang dimanfaatkan sebagai objek wisata. Di sekitar pantai terdapat tanaman hijau. Berdasarkan hasil pengolahan citra garis pantai tersebut mengalami perubahan akibat abrasi terjadi disetiap tahunnya. Menurut pedagang setempat, abasi terjadi sejauh 50 meter selama tiga tahun terakhir. Untuk Desa Penyaringan berdasarkan hasil pengolahan data citra, garis pantai pada tahun 2014 dan 2015 terlihat mengalami abrasi, berdasarkan informasi dari penduduk diketahui bahwa garis pantai di Desa Penyaringan mengalami abrasi sejaun 50 meter. Kondisi yang berbeda di Desa Yehembang Kangin dari tahun 2013 hingga 2016 berdasarkan hasil wawancara dengan penduduk setempat, garis pantai di Desa Yehembang Kangin tidak mengalami perubahan. Sedangkan di Desa Yehembang hasil analisis data citra satelit terjadi perubahan setiap tahun, abrasi cukup jauh terjadi di tahun 2015. Menurut penduduk sekitar garis pantai di desa mereka mengalami perubahan sejauh 200 meter dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Kondisi yang berbeda terjadi di pesisir pantai Desa Yeh Sumbul dengan adanya bangunan vila, terdapat tanaman hijau dan sawah. Pantai ini juga merupakan pantai wisata di kecamatan Mendoyo, pada tahun 2015 mengalami kemunduran dan tahun 2016 mengalami penambahan daratan.

e. Perubahan Garis Pantai di Kecamatan Pekutatan

Pantai Medewi terkenal dengan keindahan pantai berbatu. Di pesisir pantai tersebut terdapat bangunan hotel dan restaurant. Hasil analisis pengolahan citra landsat, bahwa tahun 2014 terjadi penambahan daratan dibeberapa titik dan tahun 2015 hampir sepanjang pantai Medewi mengalami kemunduran atau abrasi. Desa Pulukan memiliki wilayah pantai yang relatif kecil dari hasil pengolahan data citra menujukkan adanya perubahan garis pantai yang dinamis di daerah tersebut, sehingga garis pantai di Desa Pulukan cenderung tidak mengalami perubahan. Pantai Pekutatan merupakan pantai berbatu, yang merupakan salah satu Pantai yang menjadi destinasi wisata di Kabupaten Jembrana. Di sekitar pantai tersebut terdapat bangunan hotel dan penginapan di pesisir pantai. Berdasarkan hasil pengolahan data citra satelit menunjukkan adanya perubahan garis pantai akibat abrasi di tahun 2014. Untuk Pantai Pangyangan perubahan garis pantai akibat abrasi terjadi pada tahun 2015 sehingga dibangun batuan penahan gelombang. Kondisi di Desa Gumbrih yang memiliki wilayah pantai yang relatif pendek, terdapat banyak sampah di sepanjang pantai Desa Gumbrih dan terdapat tanaman hijau di pinggir pantai. Hasil pengolahan data citra memperlihatkan pada tahun 2015 terjadi abrasi di beberapa titik dan tahun 2016 terjadi perubahan akibat abrasi namun tidak signifikan. Desa Pengragoan berada di sebelah timur Jembrana berbatasan dengan Kabupaten Tabanan. Pantai di desa ini tergolong pada tipe pantai berbatu, berdasarkan hasil dari pengolahan citra terjadi perubahan garis pantai tiap tahunnya. Kondisi tersebut diperkuat dari hasil wawancara dengan penduduk, diperoleh informasi bahwa dulunya terdapat pohon di pesisir pantai. Namun saat ini air laut sudah mendekati jalan dan diperkirakan terjadi abrasi sekitar 20 meter selama 2 tahun terakhir.

Gambar 10. Desa Pesisir di Kecamatan Pekutatan a) Wilayah Medewi mengalami akresi (b) Wilayah Pekutatan yang mengalami abrasi dan (c) Wilayah Pengragoan yang mengalami abrasi

3.2 Luas Perubahan Garis Pantai Kabupaten Jembrana

Berdasarkan hasil analisis citra selama 4 tahun terakhir, diperoleh informasi luasan perubahan garis pantai di Kabupaten Jembrana meliputi 6017.915 m2 atau 49,60% garis pantai mengalami abrasi dan 6168.864 m2 atau sebesar 50,40 % mengalami akresi. Untuk lebih jelas perubahan abrasi dan akresi di pantai Kabupaten Jembrana dari tahun ke tahun.

(a)

(b)

(9)

533

Tabel 1. Data Luas Perubahan Garis Pantai

Tahun Abrasi (m2) Akresi (m2)

2013-2014 801.717 1348.564 2014-2015 4921.561 388.969 2015-2016 348.637 4431.331

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa perubahan garis pantai yang terjadi di pesisir Kabupaten Jembrana dapat diketahui menggunakan data citra satelit. Hasil pengolahan data citra diketemukan bahwa terdapat abrasi di tahun 2014-2015 sebesar 4921.561 m2, dan akresi terjadi tahun 2015-2016 sebesar

4431.331 m2.

5. UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Sutrisno, Dipl.Seis dan Adi Wijaya, M.Si, yang telah mendampingi dan membimbing dalam penulisan makalah ini.

6. DAFTAR PUSTAKA

Fandeli C. (2011). Analisis Mengenali Dampak Lingkungan Pembangunan Pelabuhan. Yogyakarta: UGM-Press. 211 hal. Lillesand T.M. dan Kiefer R.W. (1987). Remote Sensing and Image Interpretation, John Willey and Sons, Inc.

Sutanto. (1986). Penginderaan Jauh Jilid I. Gadjah Mada University Press. Bulaksumur, Yogyakarta. Triatmodjo, B. (1999). Teknik Pantai. Beta Offset. Yogyakarta.

Gambar

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 2. Tampilan Citra Hasil Kalibrasi Radiometrik dan Koreksi Atmosfer dengan metode FLAASH   (a) Tahun 2013, (b) Tahun 2014, (c) Tahun 2015 dan (d) Tahun 2016
Gambar 4. Peta Perubahan Garis Pantai
Gambar 6.  Desa Pesisir di Kecamatan Melaya (a) Wilayah Gilimanuk yang tidak mengalami abrasi maupun akresi (b)  wilayah Melaya yang mengalami Abrasi dan (c) wilayah Tuwed yang mengalami akresi
+3

Referensi

Dokumen terkait

langkah-langkah pengujian dengan menggunakan uji Liliefors, yaitu: a) Urutkan nilai diurutkan dari nilai terkecil sampai nilai terbesar. Jika proporsi ini dinyatakan oleh

Kecenderungan untuk patuh membaca label informasi zat gizi ternyata lebih tinggi pada responden dengan sta- tus kerja ayah tetap, memliki sikap kesehatan dan label produk pangan

Faktor Predisposing perilaku safety riding pada warga kampung safety Kelurahan Pandean Lamper yaitu pengetahuan tentang safety riding dan kampung safety yang

Jadi hasil penelitian penulis bahwa Pelaksanaan Perjanjian antara PDAM Kota Payakumbuh dengan PAMSIMAS Kota Payakumbuh sudah dilaksanakan berdasarkan Surat

Buku Tugas Akhir dengan judul “Protokol Pemilihan Elektronik Dengan Menggunakan Pasangan Bilinear” ini disusun sebagai laporan tugas akhir sarjana yang saya kerjakan untuk

Salah satu indikator yang dapat memperlihatkan fungsi intermediasi perbankan syariah tersebut adalah rasio pembiayaan yang disalurkan terhadap dana pihak ketiga

(2) Dekonstruksi cerita asal usul tari tradisional Minangkabau menjadi karya sastra berbasis kebudayaan lokal merupakan sebuah contoh pemanfaatan teori dekonstruksi untuk

7) Kebijakan bahasa yang tepat, karena pada umumnya hampir semua negara yang menghadapi tantangan keaksaraan memiliki bahasa yang beraneka ragam. Secara pedagogis