• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI BAB Tujuan... 3 BAB II Bentuk Kegagalan Restorasi non plastis/rigid... 5 KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI BAB Tujuan... 3 BAB II Bentuk Kegagalan Restorasi non plastis/rigid... 5 KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA..."

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI BAB 1 ... 2 PENDAHULUAN 1.1Latar belakang ... 2 1.2Rumusan Masalah ... 3 1.3 Tujuan ... 3 BAB II ... 4 PEMBAHASAN I. Bentuk Kegagalan Restorasi non plastis/rigid ... 5

II. Penyebab cacatnya pengecoran ... 16

III. Penatalaksanaan restorasi non plastis/rigid logam ... 19

KESIMPULAN ... 21

(2)

BAB I PENDAHULUAN 1.3 Latar belakang

Ilmu konservasi gigi merupakan cabang ilmu di bidang kedokteran gigi yang mempelajari tentang cara menanggulangi kelainan (penyakit) jaringan keras gigi, pulpa dan periapikal untuk mempertahankan gigi di dalam mulut melalui proses restorasi.

Dalam mempelajari ilmu konservasi gigi, dikenal dua macam restorasi yaitu direct restoration dan indirect restoration. Direct restoration adalah restorasi gigi yang dilakukan langsung di dalam mulut penderita. Sedangkan indirect restoration adalah restorasi yang dibuat di luar mulut penderita. Untuk melakukan indirect restoration, seorang dokter gigi membutuhkan seorang dokter gigi membutuhkan seorang teknisi untuk membuat restorasi tersebut (JD Eccles, RM Green, 1994).

Berdasarkan kepustakaan Inggris, restorasi rigid terdiri dari inlay, onlay, dan crown/ mahkota. Inlay adalah tumpatan rigid yang ditumpatkan di kavitas diantara tonjol gigi/ cusp, sedangkan onlay merupakan rekonstruksi gigi yang lebih luas meliputi satu atau lebih tonjol gigi/ cusp. Crown/ mahkota adalah penggantian sebagian atau seluruh mahkota klinis yang disemenkan.

Bahan restorasi rigid antara lain logam tuang, porselen, porselen fuse to metal, resin komposit, dan kombinasi keduanya. Logam merupakan bahan restorasi rigid dengan kekuatan tensil yang besar, yang membutuhkan preparasi kavitas yang luas dan bevel sebagai retensi, tetapi memiliki masalah estetik. Dalam proses pembuatannya, restorasi rigid dengan menggunakan logam memiliki tahapan-tahapan dalam pembuatannya, tidak menutup kemungkinan akan terjadi kegagalan pada proses pembuatan logam tersebut. Yang paling sering terjadi adalah kegagalan pada proses hasil casting/pengecoran, bahkan pada hasil restorasi seperti, finning, bubbling, porosity, incomplete casting.

Oleh karena itu, kita perlu membahas bentuk kegagalan apa saja yang dapat terjadi pada hasil casting, hal-hal yang mempengaruhi kegagalan pada restorasi non plastis/rigid serta penatalaksanaan pembuatan casting yang benar.

(3)

Apa saja bentuk kegagalan pada restorasi non plastis/rigid dengan bahan logam ?

• Bagaiman cara mencegah terjadinya kegagalan proses pembuatan logam pada restorasi non plastis/rigid ?

Bagaimana penatalaksanaan restorasi non plastis/rigid logam yang benar ? 1.3 Tujuan

Mengetahui bentuk-bentuk kegagalan restorasi non plastis/rigid dengan bahan logam.

• Mengetahui cara mencegah terjadinya kegagalan proses pembuatan logam pada restorasi non plastis/rigid.

Mengetahui penatalaksanaan restorasi nonplastis/rigid logam yang benar.

BAB II PEMBAHASAN

(4)

Restorasi rigid merupakan restorasi yang dibuat di laboratorium dental dengan menggunakan model cetakan gigi yang dipreparasi kemudian disemenkan pada gigi. Umumnya restorasi ini membutuhkan kunjungan berulang dan penempatan tumpatan sementara sehingga lebih mahal untuk pasien. (Putri Sari H. USU. 2006: 1)

Berdasarkan kepustakaan Inggris, restorasi rigid terdiri dari inlay, onlay, dan crown/ mahkota. Inlay adalah tumpatan rigid yang ditumpatkan di kavitas diantara tonjol gigi/ cusp, sedangkan onlay merupakan rekonstruksi gigi yang lebih luas meliputi satu atau lebih tonjol gigi/ cusp. Crown/ mahkota adalah penggantian sebagian atau seluruh mahkota klinis yang disemenkan. (Putri Sari H. USU. 2006: 1)

Salah satu bahan restorasi non plastis kedokteran gigi yang sering digunakan adalah logam. Logam merupakan salah satu bahan kedokteran gigi yang memiliki sifat-sifat antara lain :

• Keras dan mengkilap

• Pada temperatur ruang berupa padatan • Berat

• Sebagai penghantar panas dan listrik yang baik

• Opaqe (tidak tembus cahaya)

• Ductility, dapat ditarik menjadi panjang

• Elektro-positif, serta memiliki titik didih dan titik lebur yang tinggi.

Untuk dapat mengoptimalkan sifat logam ini, kebanyakan dari logam yang biasa digunakan adalah campuran dari dua atau lebih unsur logam atau pada beberapa keadaan, logam dengan nonlogam. Meskipun campuran tersebut dapat dibuat dengan berbagai cara, umumnya dihasilkan dari fusi unsur-unsur di atas titik cairnya. Campuran padat dari logam dengan satu atau lebih unsur nonlogam atau logam lain disebut logam campur.

Pembuatan logam dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu :

1. Tahap pembuatan model logam, sprue, ventilasi, dan kawah 2. Tahap wetting

3. Tahap penanaman bahan pendam 4. Tahap burning out dan preheating, 5. Tahap casting logam, dan

6. Tahap finishing dan polishing.

Dalam proses pembuatannya, restorasi rigid dengan menggunakan logam mempunyai tahapan-tahapan, salah satunya pembuatan casting / penanaman pola. Casting adalah proses

(5)

dimana wax pattern dari restorasi dikonversi untuk mereplikasikan dental alloy. Proses casting digunakan untuk membuat restorasi gigi seperti inlay,nlay, mahkota jaket, jembatan dan removable partial denture.(Craig, 2002, pg 516).

I. BENTUK KEGAGALAN RESTORASI NON PLASTIS/RIGID

Bentuk Kegagalan Restorasi non plastis/rigid pada : 1. Tahap pembuatan model logam (sprue)

Penyusutan pemadatan akan terjadi di batang cadangan dan bukan di restorasi, sejauh batang cadangan ini mempunyai volume yang lebih luas daripada volume model dan tangkai sprue yang melekat pada model terletak pada posisi yang tepat serta memiliki diameter yang tepat pula. Ini disebabkan karena sebuah cadangan harus ditambahkan pada jaringan sprue untuk mencegah porositas pengerutan yang terlokalisir. Ketika logam campur yang cair mengisi cincin cor yang panas,area model seharusnya memadat terlebih dahulu sementara bagian cadangan memadat terakhir. Karena cadangan ini berisi logam campur yang banyak dan diletakkan di pusat panas dari cincin, cadangan akan tetap cair untuk memungkinkan logam cair mengalir ke dalam mold sementara memadat.

Gambar 1. Penyusutan setempat yang disebabkan oleh penggunaan sprue yang diameternya tidak benar.

Turbulensi atau arah putar dari logam cair di dalam kavitas mold dan porositas yang parah pada permukaan yang datar dan lebar juga merupakan kegagalan akibat perlekatan arah

(6)

dari tangkai sprue yang tidak benar yaitu ditempatkan tegak lurus pada permukaan yang datar dan lebar.

Gambar 2. A. Sprue yang telh dilepaskan menunjukkan porositas yang parah pada daerah bekas perekatan karena turbulensi (arus putar) akibat perlekatan tangkai sprue yang tidak benar. B. Hasilcor yang baik dengan pemasangan sprue bersudut 45 derajat dari dinding

proksimal.

Selain itu, sprue juga harus diarahkan menjauh dari bagian-bagian model malam yang tipis atau kecil, karena logam cair dapat mengabrasi atau mematahkan bahan tanam di daerah ini dan mengakibatkan kegagalan pengecoran. Tangkai sprue harus direkatkan pada model malam yang ditempatkan pada die master, sejauh model malam dapat dilepas langsung segaris dengan arah lepasan dari die. Selama pelepasan dari model, haruslah dihindari gerakan-gerakan yang dapat mengubah bentuk model malam.

2. Tahap Wetting Agent

Wetting Agent digunakan untuk menurunkan tegangan permukaan dan untuk membuat casting dengan permukaan yang halus. Penggunaan wetting agent yang terlalu banyak akan mengakibatkan mengganggu setting investment yang akan menimbulkan tonjolan dan

(7)

permukaan yang kasar. Oleh karena itu sebaiknya membersihkan sisa sabun dengan sikat gigi sampai bersih. (Craig,2002,pg.34)

Gambar 3. Wetting Agent yang biasa digunakan dalam kedokteran gigi

3. Tahap Penanaman bahan pedam

Penggunaan getaran yang berlebihan pada saat pengadukan hampa udara yaitu pengadukan mekanis sebaiknya dihindari, karena dapat menyebabkan benda-benda padat di dalam bahan tanam mengeras dan menjurus ke pengumulan air yang bebas di sekeliling model malam, sehingga terjadi permukaan yang kasar. Di sisi lain, jika adukan terlalu encer akan di peroleh permukaan cor yang kasar. Ini akibat dari efek perubahan rasio L:P dimana semakin rendah rasio L:P maka semakin besar potensi ekspansi dari bahan tanam.

4. Tahap burning out dan preheating

Pembuangan yang tidak sempurna dari model malam dapat terjadi jika masa pemanasan terlalu pendek atau tidak cukup udara di dalam tungku. Faktor-faktor ini terutama penting untuk teknik penanaman dengan suhu rendah. Rongga atau porositas biasa terjadi di dalam

(8)

tuangan akibat gas yang terbentuk ketika logam campur yang panas berkontak dengan sisa karbon. Terkadang, tuangan bias di lapisi karbon yang sangat kuat yang tidak mungkin dihilangkan dengan proses pengasaman.

Finning yaitu adanya “sayap” pada penanaman model dapat terjadi ketika penanaman model dipanaskan secara cepat dalam tungku.. Hal ini menyebabkan penanaman model menjadi retak. Alloy yang dicairkan mengalir ke celah-celah tipis pada retakan sehingga membentuk “sirip” pada saat casting dimana celah-celah tersebut ditemukan. Adanya sayap ( finning ) disebabkan oleh pemanasan bumbung tuang yang terlalu cepat,sehingga bahan tanam menjadi retak (crack). Ketika alloy masuk ke dalam mould, alloy tersebut akan mengisi retakan-retakan sehingga terbentuklah sayap. Penyebab lain timbulnya sayap pada hasil tuangan adalah bahan adonan yang terlalu encer (W/P ratio rendah), menggerakkan bumbung tuang sebelum bahan tanam setting, dan jarak antara model dengan bahan tanam kurang dari 6-7 mm.

Hal ini menyebabkan udara yang terperangkap tidak bisa keluar sehingga terjadi tekanan balik yang menyebabkan hasil tuang menjadi bulat-bulat. Untuk mencegah timbulnya sayap pada hasil tuangan adalah dengan mencegah pemanasan bumbung tuang yang terlalu cepat. (Annusavice, 2003, pg 308)

(9)

5. Tahap casting logam

Cacat pengecoran dapat di klasifikasikan menjadi empat tipe, yaitu : A. Distorsi atau perubahan bentuk.

Distorsi pada proses penuangan logam terjadi saat manipulasi malam inlay, sehingga pencegahan terjadinya distorsi tergantung pada proses manipulasi malam inlay. Distorsi terjadi akibat stress release, yaitu tekanan yang sangat besar pada material akibat malam di cetak tanpa pemanasan yang cukup hingga diatas suhu transisi solid-solid. Distorsi dapat terjadi sewaktu membentuk dan melepas model malam dari mulut atau die. Keadaan ini terjadi karena perubahan suhu dan pelepasan stress yang muncul sewaktu terjadinya kontraksi saat pendinginan, udara yang terjebak serta temperatur selama penyimpanan.

Metode paling praktis untuk menghindari distorsi adalah menanam model sesegera mungkin setelah dikeluarkan dari mulut atau die. Die dan model malam dipasang pada saluran tertutup yang mempunyai piston dan mengandung air, dengan temperatur 380 (1000F). Bila piston ditekan, tekanan hidrostatik akan teraplikasikan secara merata pada model yang sudah selesai dibuat. (Craig. 2002.pg.438)

(10)

B. Kekasaran dan ketidak-teraturan permukaan

Permukaan hasil cor seharusnya meruakan reproduksi yang akurat dai permukaan model malam asalnya. Kasarny atau tidak beraturannya ermukaan luar dari tuangan memerlukan tindakan penyelesaian dan pemolesan tambahan, sedangkan ketidak-teraturan pada permukaan dalam dari tuangan akan mengganggu duduknya tuangan pada gigi.

Kekasaran permukaan dirumuskan sebagai ketidak-sempurnaan permukaan dominan dari seluruh permukaan. Kekasara permukaan dari tuangan gigi akan lebih besar daripada model malamnya. Ketidak-teraturan permukaan mengacu pada ketidak-sempurnaan yang terisolasi, misalnya suatu bulatan kecil, yang bukan menjadi area karakteristik dari seluruh area permukaan. Perbedaaan ini mungkin berkaitan dengan ukuran partikel dari bahan tanam dan kemampuannya untuk memproduksi model malam dalam rincian mikroskopik.

(11)

Dengan teknik pengerjaan yang benar, bertambahnya kekasaran permukaan pada tuangan seharusnya tidak menjadi faktor utama di dalam keakuratan dimensi. Tetapi, teknik yang tidak benar dapat menjurus ke kasaran permukaan yang sangat menjol serta ketidak-teraturan permukaan.

C. Porositas

Efek gelembung (bubbling) pada casting muncul sebagai tombak dari kelebihan bahan yang melekat pada permukaan casting. Ini mencerminkan adanya permukaan yang porositas dalam penanaman model, masalah yang mungkin bisa diatasi oleh vacuum investing. Bubbling pada casting muncul sebagai bulatan-bulatan banyak yang menempel pada permukaan dari casting. Ini mencerminkan adanya porositas pada saat investment (penanaman model). Suatu masalah dimana dapat terisi alloy cair pada investment yang kosong tadi (Mc.cabe,2008,pg.82).

Porositas dapat terjadi pada permukaan dalam maupun luar dari hasil casting. Porositas di permukaan luar adalah suatu faktor dari kekasaran permukaan, tetapi umumnya juga merupakan manifestasi dari porositas bagian dalam. Porositas internal tidak saja memperlemah tuangan tetapi juga meluas ke permukaan, dan menyebabkan perubahan warna. Jika parah, dapat menyebabkan kebocoran pada pertemuan gigi dengan restorasi dan karies sekunder. Meskipun porositas di dalam tuangan tidak dapat dihindari sepenuhnya, tetapi dapat dikurangi dengan penggunaan teknik yang benar. (Annusavice, 2003. Pg342).

(12)

Porositas bisa terlihat sebagai pemukaan lubang pada casting. Bagian pecah pada investment atau partikel kotor dimana bisa menjatuhkan sprue, mungkin menjadi perlekatan di dalam casting dan menghasilkan lubang pada permukaan. Untuk alasan ini, semua mould pada casting dapat diatasi dengan sprue yang lebih ke bawah. (Mc.cabe, 2008,pg.82).

Pada proses pengerasan dibagi menjadi dua, yaitu localized shrinkage porosity dan microporosity. Porositas karena gas yang terjebak dibagi menjadi :

pinhole porositycas inclusionssubsurface porosity

Entrapped air porosity. (Annusavice, 2003,pg.342).

Localized shrinkage porosity terjadi pada persimpangan saat pemasangan sprue dan mungkin terjadi dimana saja diantara dendrite, dimana itu merupakan bagian terakhir dari casting pada titik lebur logam yang rendah yang dapat memperkuat percabangan dari dendrite. (Annusavice,2003,pg 343).

Microporosity juga terjadi akibat dari penyusutan pada saat pengerasan tetapi umumnya hadir dalam casting fine-grain saat proses pengecoran ini terlalu cepat. Fenomena seperti ini dapat terjadi ketika pengerasan alloy terlalu cepat karena suhu mould terlalu rendah (Annusaavice, 2003,pg.343)

(13)

Pinhole dan inklusi gas dapat terjadi karena adanya gas yang terjebak saat proses pengerasan. Porositas akibat inklusi gas lebih besar daripada pinhole. Inhole dihasilkan ketika alloy mencair sedangkan inklusi gas disebabkan oleh penggunaan api mixing zone atau zona oksidasi. (Annusavice, 2003,pg 344)

Subsurface porosity disebabkan oleh nukleasi stimultaneous butiran padat dan gelembung gas pada saat pertama ketika alloy membeku pada dinding cetakan. Namun jenis porositas ini dapat diatasi dengan mengontrol tingkat dimana logam cair memasuki cetakan. Porositas pada casting tidak dapat dihindari secara keseluruhan, namun porositas mampu di minimalisasi dengan menggunakan teknik yang tepat. (Annusavice,2003,pg.346)

Entrapped air porosity atau disebut juga back pressure porosity ini dapat menghasilkan cekungan yang besar akibat depresi. Hal ini disebabkan akibat udara dalam mould tidak dapat keluar melalui pori-pori dari investment atau karena gradient tekanan pada saat pemasangan sprue. (Annusavice,2003,pg, 346). Dan adanya back pressure yang menyebabkan adanya celah pada marginal. (Mc.cabe, 2008,pg82).

Gaseous porosity di dalam casting dihasilkan oleh gas dimana menjadi penghancur pada alloy cair. Copper, gold, silver, platinum dan partikel palladium, semua melarutkan oksigen di dalam bagian cair. Saat mendingin, alloy membebaskan gas yang terabsorbsi tapi beberapa sisa gas terjebak ketika alloy menjadi rigid. Tipe porositas dapat terjadi di seluruh casting. Hal ini dapat dikurangi dengan menghindari pemanasan berlebih dari alloy atau casting di dalam atmosfer dari gas yang tidak aktif. (Mc.cabe,2008,pg.82).

(14)

Untuk meminimalisir porosity maka ditambahkan flux. Zat yang disebut fluks biasanya ditambahkan untuk meminimalkan pembentukan oksida yang mempengaruhi pemanasan dan molding paduan dan mempengaruhi kualitas akhir dari casting. Jenis flux yang digunakan tergantung pada suhu aliran, jenis sumber panas yang di gunakan, jenis pengecoran paduan dan jenis investment. (Powers,2008,pg.276). Salah satunya adalah Borax, atau sodium tetraborate ((Na2, B4)7 . 10 H20). (Craig,2002,pg.545)

Flux yang biasa digunakan dalam kedokteran gigi

D. Tidak adanya atau tidak sempurnanya rincian

Kadang-kadang ditemukan tuangan yang tidak utuh atau mungkin sama sekali tidak ditemukan tuangan. Penyebab yang jelas dari keadaan ini adalah terhalangnya logam cair untuk mengisi mold secara utuh. Paling sedikit ada dua factor yang dapat menghambat jalannya logam cair, yaitu :

1. Mold yang kurang didinginkan

Penganginan yang kurang berhubungan langsung dengan tekanan balik yang dikeluarkan oleh udara di dalam mold. Jika udara tidak dapat dikeluarkan dengan cepat, logam cair tidak dapat memasuki mold sebelum memadat. Dalam keadaan ini, harus dipertimbangkan besarnya tekanan cor. Jika tekanan cornya kurang, tekanan balik tidak dapat di atasi. Lebih jauh lagi, tekanan cor harus ditahan paling sedikit 4 detik. Mold akan terisi logama memadat dalam waktu 1 detikatau kurang, meski logam masih cukup lunak selama tahap awal.

(15)

Gambar : Kegagalan dari tuangan yang tidak utuh akibat tekanan cor yang kurang memadai dengan tepi yang membulat dan tidak utuh

2. Kekentalan yang tinggi dari logam cair

Pembuangan sisa-sisa malam yang tidak sempurna dari dalam mold merupakan penyebab tuangan yang tidak utuh. Jika ada terlalu banyak produk pembakaran yang

tertinggal di dalam mold, pori-pori dari bahan tanam dapat terisi penuh sehingga udara tidakk dapat keluar seluruhnya. Jika ada cairan atau partikel malam yang tertinggal, kontak antara logam cair dengan benda asing menghasilkan ledakan yang dapat menimbulkan tekanan balik akibat pembuangan malam yang tidak sempurna.

Gambar : Tuangan yang tidak utuhakibat pembuanganmalam yang tidak sempurna, ditandai dengan tepi yang membulat dan tampilan yang mengkilat.

(16)

II. PENYEBAB CACATNYA PENGECORAN

Pengecoran yang gagal menimbulkan masalah yang cukup besar dan hilangnya waktu. Hampir dalam semua kasus, cacatnya pengecoran dapat dihindari dengan menaati prosedur sesuai aturan dan prinsip dasar. Cacatnya pengecoran jarang di sebabkan oleh faktor-faktor lain ketidaktelitian atau ketidakpedulian operator. Dengan teknik yang ada sekarang ini, kegagalan pengecoran harusnya menjadi jarang, bukan sesuatu yang umum.

Cacat pengecoran dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Lapisan air

Malam tahan terhadap air, karena itu jika bahan tanam terpisah dari model mala, akan terbentuk lapisan air yang tidak teratur pada permukaan. Kadang-kadang jenis ketidak- teraturan seperti ini muncul sebagai parit kecil atau pembuluh di permukaan. Jika model malam bergeser sedikit, bergerak, atau bergetar setelah penanaman, atau jika prosedur pengecatan tidak menghasilkan kontak yang erat antara bahan tanam dengan model malam, dapat timbul kondisi seperti ini.

Laju Pemanasan yang Terlalu Cepat

Keadaan ini mengakibatkan terbentuknya sirip atau duri pada tuangan, atau kekasaran permukaan yang khas yang disebabkan oleh mengelupasnya dinding bahan tanam ketika air atau uap masuk ke dalam mold.

Kurangnya Pemanasan

Pembuangan yang tidak sempurna dari model malam dapat terjadi jika masa pemanasan terlalu pendek atau tidak cukup udara di dalam tungku. Faktor-faktor ini terutama penting untuk teknik penanaman dengan suhu rendah.

Rasio Cairan:Bubuk

Jumlah air dan bahan tanam harus diukur dengan akurat. Semakin tinggi rasio cairan:bubuk, semakin kasar tuangnya. Tetapi jika terlalu sedikit cairan yang digunakan, adukan bisaterlalu kentaldan tidak dapat memendam model malam dengan benar.

Pada penanaman hampa udara, udara dapat tidak dikeluarkan dengan sempurna. Semua ini menghasilkan permukaan tuangan yang kasar.

(17)

Pemanasan yang terlalu lama

Bila digunakan teknik panas-tinggi, pemanasan yang terlalu lama pada suhu pengecoran dapat menimbulkan kerusakan pada bahan tanam, dan mengakibatkan kasarnya dinding-dinding mold. Jika digunakan teknik ekspansi panas, mold harus dipanaskan sampai temperatur pengecoran tidak boleh lebih tinggi dari 700° Celcius dan pengecoran harus segera dilakukan.

Temperatur Logam Campur

Jika logam campur dipanaskan sampai temperatur yang terlalu tinggi sebelum pengecoran, permukaan bahan tanam cenderung rusak dan timbul permukaan kasar pada tuangan seperti telah dibahas sebelumnya. Jika digunakan bahan bakar lain, harus diperhatikan bahwa warna yang dipancarkan dari logam campur emas yang mencair tidak boleh lebih terang daripada oranye muda.

Tekanan Pengecoran

Tekanan yang terlalu besar selama pengecoran dapat menghasilkan permukaan cor yang kasar. Untuk tuangan yang kecil, tekanan yang dianggap mencukupi adalah 0,10 sampai 0,14 Mpa unruk mesin cor yang meggunakan tekanan udara atau tiga sampai empat putaran per untuk mwesin cor sentrifugal.

Komposisi Bahan Tanam

Rasio bahan pengikat terhadap quartz mempengaruhi tekstur permukaan dari hasil pengecoran. Selain itu silika yang kasar menyebabkan permukaan menjadi kasar. Jika bahan tanam memenuhu spesifik ADA no.2, komposisi bukan faktor penting yang menentukan kekasaran permukaan.

Benda Asing

Jika ada benda asing yang masuk ke dalam mold, permukaan tuangan dapat menjadi kasar. Biasanya kontaminasi tidak hanya berakibat pada permukaan yang kasar tetapi juga pada tuangan yang tidak lengkap atau rongga di permukaan.

(18)

Arah sprue harus sedemikian rupa sehingga logam campur cair tidak menekan bagian lemah dari permukaan mold. Cekungan pada mold akan tercermin sebagai area yang menonjol pada permukaan tuangan, seringkali begitu kecil untuk dikenali tetapi cukup besar untuk mengganggu duduknya tuangan pada gigi. Interaksi antara logam campur cair dengan sulfur menghasilkan tuangan yang hitam, rapuh, dan tidak bisa dibersihkan oleh pengasaman. Posisi Model

Jika beberapa model ditanam dalam satu cincin cor, model tidak boleh diletakkan terlalu berdekatan. Begitu pula, meletakkan terlalu banyak model pada satu dataran yang sama didalam mold harus dihindari. Ekspansi malam umumnya lebih besar daripada bahan tanam, dan menyebabkan patahnya atau retaknya bahan tanam jika jarak antar model kurang dari 3mm.

Masuknya karbon

Karbon, misalnya dari crucible, semburan api yang tidak benar,atau bahan tanam yang mengandung karbon, dapat diserap oleh logam campur selama pengecoran. Partikel-partikel ini dapat dapat menjurus ke pembentukan karbida atau bahkan menciptakan lapisan karbon hyang kasat mata.

Penyebab lain

Ada beberapa pewarnaan dari kekasaran yang mungkin tidak terlihat ketika tuangan diselesaikan tetapi bisa muncul selama pemasangan di pasien. Hasil campuran ini tidak akan memiliki sifat fisik yang benar dan dapat membentuk logam campur eutetik atau sejenisnya dengan daya tahan yang rendah terhadap karat.

III. PENATALAKSANAAN RESTORASI NON PLASTIS/RIGID LOGAM YANG BENAR (PROSES CASTING)

(19)

Tahap awal yang dilakukan adalah pembuangan malam. Pada tahap ini, bumbung tuang harus benar-benar dipastikan bersih dari malam. Lalu, memanaskan bumbung tuang (mould). Pemanasan mould investment harus dilakukan pada tingkat yang memungkinkan uap dan gas-gas lain dibebaskan tanpa meretakkan cetakan. Juga penting bahwa suhu cetakan yang dipanaskan cukup untuk memungkinkan terjadinya ekspansi termal dan inversi serta suhu ini tidak dibiarkan turun secara signifikan sebelum pengecoran dimulai. Ini menandakan bahwa cetakan harus dipanaskan sampai sekitar 750oC untuk memungkinkan pendinginan yang mungkin terjadi sebelum pengecoran dimulai. (Mc.cabe,2008,pg.80).

Keseimbangan antara suhu logam cair dan suhu cetakan penting dalam hal memproduksi sebuah casting yang lengkap dan akurat dengan struktur butir halus. Logam harus cukup panas untuk memastikan bahwa logam sepenuhnya cair dan tetap begitu selama pengecoran ke dalam cetakan, tetapi tidak boleh terlalu panas yang mengakibatkan logam mulai mengoksidasi atau tertundanya kristalisasi saat mencapai ujung-ujung rongga cetakan atau penyebab rusaknya interaksi dengan dinding cetakan. (Mc.cabe,2008,pg.80). Kemudian alat tuang sentrifugal diputar 2-5 kali. (Annusavice, 2003, pg.330).

Kemudian logam dicairkan dengan semburan api di dalam cawan tuang ( crucible casting ) yang sudah dipanaskan dan dicekatkan pada lengan mesin. Sifat lengan ini akan mempercepat putaran awal dari crucible dan casting ring, sehingga meningkatkan kecepatan linear dari logam cair ketika logam memasuki cetakan. ( Annusavice,2003,pg.330). Setelah itu logam dipanaskan dengan menggunakan blow torch. Suhu pada blow torch berkisar antara 870oC sampai 1000oC. (Craig,2002,pg.530).

Logam paling baik dicairkan dengan menempatkannya pada bagian dalam dinding crucible. Dalam posisi ini, operator dapat mengawasi proses pencairan, dan ada kesempatan bagi gas-gas di dalam semburan api untuk dipantulkan dari permukaan logam, bukannya diserap oleh permukaan logam. (Annusavice,2003,pg.333). Salah satu cara melihat pemanasan ini sudah sesuai maka logam yang dipanaskan akan menjadi terang dan jernih. Jika salah maka logam akan berwarna merah gelap maka itu telah terjadi oksidasi dan pemanasan tidak efektif dan kusam. Posisi blow torch juga tidak boleh terlalu dekat, karena juga akan menyebabkan oksidasi. ( Craig,2002,pg.531).

Ada beberapa bagian dari api yang torch yaitu yang berwarna hijau dan paling dekat dengan inner cone adalah zona combustion, yang kedua adalah yang berwarna biru yang

(20)

terletak tepat diluar zona combustion yang disebut zona reduksi, pada zona ini merupakan nyala api yang paling panas, yang ketiga adalah zona yang berada di outer cone, dimana pada zona ini terjadi pembakaran dengan oksigen di udara yang disebut zona oksidasi. Logam dibakar pada zona reduksi, dimana pada zona ini merupakan nyala api paling panas yang digunakan untuk melelehkan logam. Jika logam dipanaskan sampai temperatur yang terlalu tinggi (over heating) sebelum pengecoran, permukaan bahan tanam cenderung rusak dan timbul permukaan kasar pada tuangan. (Annusavice,2003,pg.340). Setelah itu tekan porosnya hingga alat ini terhenti. Lalu angkat bumbung tuang. Setelah itu didiamkan sampai logam tidak berwarna merah membara. Lalu dilakukan quenching, pada quenching ini terdapat dua manfaat yaitu dalam kondisi annealed untuk burnishing, polishing dan prosedur lain yang serupa. Dan ketika air kontak langsung dengan investment yang masih panas kemudian terjadi reaksi yang keras sehingga investment mudah dilepaskan. (Annusavice,2003,pg.335). Surface tarnish atau oksidasi dapat dihilangkan dengan proses pickling dengan pemanasan dalam sulfur acid 50% dan air. (Craig,2002, pg.542).

Dan yang terakhir adalah mengukur marginal fit menggunakan jangka sorong. Adanya perubahan marginal akibat adanya bubbling pada investment yang menyebabkan udara terjebak. Ini disebakan oleh W/P ratio yang rendah menyebabkan ekspansi higroskopis bahan tanam lebih kecil sehingga tidak pas dengan shrinkage yang terjadi dan menyebabkan ketidaksesuaian marginal fit. Begitu juga jika W/P ratio terlalu besar akan menyebabkan marginal fit tidak pas akibat adanya kekasaran dan bintil pada bagian dalam dari hasil casting.(Annusavice,2003,pg.306,316).

BAB III KESIMPULAN

Restorasi rigid merupakan restorasi yang dibuat di laboratorium dental dengan menggunakan model cetakan gigi yang dipreparasi kemudian disemenkan pada gigi.

(21)

Umumnya restorasi ini membutuhkan kunjungan berulang dan penempatan tumpatan sementara sehingga lebih mahal untuk pasien. Salah satu bahan restorasi non plastis kedokteran gigi yang sering digunakan adalah logam. Dalam proses pembuatannya tidak menutup kemungkinan terjadinya kegagalan seperti Veneel, bubling, incomplete casting, porositas, distorsi dll. Namun keggalan-kegagalan ini dapat di minimalisir dengan cara melakukan setiap tahapan-tahapan pembuatan dengan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Anusavice, Kenneth J.2003.Science of Dental Material.11th ed. St. Louis : W B Saunders Baum, phillips & lund. 1997. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi.Jakarta: EGC

(22)

Craig RG, et al.2002. Restorative Dental Material. 11th ed. Mosby Elsveier: Missouri

Kim,S.E., Hyun, Y.T., et al.2001. Centrifugal Castability Of Tial Base Alloys. Korea-Japan : Foundary Engineers.

McCabe, JF., Walls, AWG. 2008. Applied Dental Materials. 9 th ed. Blackwell: Munksgaard Powers M. John. 2008. Dental Material. 9 th ed : Molby Elsevier: St. Louis

Stephen F.RTosenstiel,Martin F.Land,Junhei Fujimoto. 2006. Contemporary Fixed Prosthodontics. Elsevier Health Sciences.

Gambar

Gambar 1. Penyusutan setempat yang disebabkan oleh penggunaan sprue  yang  diameternya tidak benar.
Gambar 2. A. Sprue yang telh dilepaskan menunjukkan porositas yang parah pada  daerah bekas perekatan karena turbulensi (arus putar) akibat perlekatan tangkai sprue  yang  tidak benar
Gambar 3. Wetting Agent yang biasa digunakan dalam kedokteran gigi
Gambar : Kegagalan dari tuangan yang tidak utuh akibat tekanan cor yang kurang  memadai dengan tepi yang membulat dan tidak utuh

Referensi

Dokumen terkait