• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Magister

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TESIS. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Magister"

Copied!
316
0
0

Teks penuh

(1)

i PENGEMBANGAN BUKU AJAR DRAMA BERBASIS TECHNOLOGICAL

PEDAGOGICAL CONTENT KNOWLEDGE UNTUK MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Magister

JOHANES BAPTIS JUDHA JIWANGGA NIM 181232004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA PROGRAM MAGISTER

JURUSAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2020

(2)

vi ABSTRAK

Jiwangga, Johanes Baptis Judha. 2020. Pengembangan Buku Ajar Drama Berbasis Technological Pedagogical Content Knowledge untuk Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Tesis. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Magister, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan buku ajar drama yang difokuskan pada pertunjukan drama realis sebagai bahan ajar mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Buku ajar drama menggunakan pendekatan technological pedagogical content knowledge (TPACK) yang memberikan pembahaman dasar dan umum tentang dinamika penciptaan pertunjukan drama realis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian pengembangan dari Borg dan Gall yang dimodifikasi sesuai kebutuhan penelitian, Tahapan penelitian terbagi menjadi lima tahap yaitu analisis kebutuhan, penyusunan desain produk, penyusunan produk, penilaian produk dan revisi produk.

Hasil penelitian yang dilakukan meliputi 1) desain produk berupa Rancangan Perkuliahan Semester (RPS) beserta Rancangan Tugas Perkuliahan (RTP) pada mata kuliah Pergelaran Sastra atau mata kuliah praktik drama, 2) produk buku ajar pertunjukan drama realis, dan 3) video suplemen pembelajaran yang menjadi pelengkap buku ajar. Berdasarkan hasil analisis kebutuhan yang dilakukan, buku ajar drama yang dibutuhkan harus menyesuaikan visi misi program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta memberikan pemahaman dasar maupun keterampilan aplikatif tentang pertunjukan yang difokuskan pada pertunjukan drama realis. Hasil penilaian desain produk secara keseluruhan oleh para ahli menunjukkan skor 0,72 pada kategori setuju atau layak sehingga desain produk dapat digunakan untuk penyusunan produk buku ajar drama dengan perbaikan sesuai tanggapan para penilai ahli. Hasil penilaian produk secara keseluruhan oleh ahli dan mahasiswa menunjukan rentang skor 3,49 pada kategori sangat baik. Dengan hasil produk dalam kategori sangat baik, produk yang telah disusun tersebut tidak dilakukan revisi produk kecuali perbaikan sampul depan karena menyesuaikan penilaian mahasiswa pada penilaian kemenarikan sampul depan buku ajar drama.

Kata Kunci: Pertunjukan Drama Realis, Buku Ajar, Pembelajaran Drama, TPACK.

(3)

vii ABSTRACT

Jiwangga, Johanes Baptis Judha. 2020. Development of Drama Textbooks Based on Technological Pedagogical Content Knowledge for Indonesian Language and Literature Education Study Program Students. Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language Education Study Program, Master Program, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University Yogyakarta.

This study aims to produce drama textbooks that are focused on realist drama performances as teaching materials for students of the Indonesian Language and Literature Education study program. The drama textbook uses a technological pedagogical content knowledge (TPACK) approach which provides a basic and general understanding of the dynamics of creating realist drama performances. This study uses a development research method from Borg and Gall which is modified according to research needs. The research stages are divided into five stages, namely needs analysis, product design preparation, product preparation, product assessment and product revision.

The results of the research carried out included 1) product design in the form of Semester Lecture Design (RPS) along with Class Assignment Design (RTP) in the Literary Performance course or drama practice course, 2) textbook products for realist drama performances, and 3) instructional supplement videos that become a complement to textbooks. Based on the results of the needs analysis carried out, the required drama textbooks must adjust the vision and mission of the Indonesian Language and Literature Education study program and provide basic understanding and applicable skills about performances that are focused on realist drama performances. The results of the overall product design assessment by experts show a score of 0,72 in the agree or feasible category so that the product design can be used for the preparation of drama textbook products with improvements according to the expert assessors' responses. The results of the overall product assessment by experts and students show a score range of 3,49 in the very good category. With the results of the products in the very good category, the products that have been compiled are not subject to product revisions except for front cover repairs because they adjust student assessments to assess the attractiveness of the front cover of drama textbooks.

(4)

viii KATA PENGANTAR

Rasa syukur sebesar-besarnya, penulis haturkan kepada Tuhan Sang Pencipta Kehidupan atas berkat dan rahmat sehingga terselesaikannya penyusunan tesis ini sebagai tugas akhir menempuh program magister. Penelitian Pengembangan Buku Ajar Drama Berbasis Technological Pedagogical Content Knowledge untuk Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ini ditujukan sebagai tawaran literasi untuk pembelajaran drama di lingkup institusi jurusan non-seni terutama persiapan calon guru bahasa Indonesia. Penelitian ini memberikan materi konsep dasar, konvensi prosedur teknis, aktivitas pembelajaran, dan bentuk evaluasi pembelajaran pada topik pertunjukan drama realis sehingga diharapkan dapat menyiapkan kualifikasi pendidikan calon guru di program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Berbagai pihak telah membantu terwujudnya penulisan buku ajar pertunjukan drama realis ini. Dukungan moril maupun materil telah diupayakan agar buku ajar ini terselesaikan dengan baik dan dapat digunakan untuk kepentingan pengajaran drama. Maka dari itu, saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya untuk pihak-pihak yang telang mendukung yaitu;

1. Para jajaran dosen program studi Magister Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ruang diskusi akademik dalam proses penggalian pengetahuan selama proses perkuliahan.

2. Dr. B. Widharyanto, M.Pd. & Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. selaku dosen pembimbing dalam penyusunan buku ajar ini.

3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum selaku kaprodi Magister Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Sanata Dharma yang telah membantu kelancaran dan motivasi dalam penyelesaian tesis ini.

4. Keluarga tercinta yang telah mendukung dan menyemangati proses penyusunan buku ajar.

5. Yunita Dwi Rahmayani, S.Pd. yang juga membantu dan menyemangati selama proses penyusunan buku ajar ini.

(5)

ix 6. Yohanes Padmo Adi, S.S. M.Hum. selaku guru teater saya dan rekan

diskusi dalam penyusunan buku ajar.

7. Soehardjoso S.K, M.Sn. selaku pembimbing saya dalam proses kesenian saya di kancah perteateran Yogyakarta.

8. Para narasumber baik dari kalangan dosen-dosen, guru-guru bahasa Indonesia, seniman-seniman teater, dan juga mahasiswa yang berkenan untuk diwawancarai guna menyusun buku ajar ini.

9. Para rekan-rekan seniman teater Yogyakarta yang telah bersedia menjadi narasumber dalam penyusunan video suplemen pembelajaran.

10. Para rekan-rekan tim sinematografi Studio Jiwangga yang telah membantu proses syuting hingga editing materi video suplemen pembelajaran.

11. Aldela Rose, A.Md.ds. selaku penata letak dan perancang desain grafis buku.

12. Para rekan-rekan seniman teater Yogyakarta yang telah memberikan sumbangan ilustrasi foto maupun video karya pertunjukan dalam buku ajar dan video suplemen pembelajaran.

(6)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR SKEMA, DIAGRAM DAN TABEL ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4 1.3 Tujuan Penelitian ... 5 1.4 Manfaat Penelitian ... 6 1.5 Spesifikasi Produk ... 7 1.6 Batasan Istilah ... 12 1.7 Sistematika Penulisan ... 13

(7)

xi 2.1Buku Ajar Drama Berbasis Technological Pedagogical Content

Knowledge (TPACK) ... 16

2.2 Pertunjukan Drama (Content & Knowledge) ... 21

2.2.1 Pertunjukan Drama Realis ... 23

2.2.2 Dramaturgi Realis ... 25

2.3 Pembelajaran Drama (Pedagogical) ... 32

2.3.1 Taksonomi Pembelajaran Drama ... 34

2.3.2 Pendekatan Pembelajaran Drama ... 36

2.3.3 Evaluasi Pembelajaran Drama ... 42

2.4 Teknologi dalam Pembelajaran Drama (Technological) ... 44

2.5 Kerangka Berpikir ... 46

BAB III METODE PENELITIAN ... 48

3.1Model Pengembangan ... 48

3.2 Prosedur Pengembangan ... 49

3.3 Sumber Data ... 57

3.3.1 Sumber Data Analisis Kebutuhan ... 57

3.3.2 Sumber Data Penilaian Desain Produk ... 59

3.3.3 Sumber Data Penilaian Produk ... 60

3.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 64

3.5 Teknik Analisis Data ... 68

3.5.1 Teknik Analisis Data Kebutuhan ... 68

3.5.2 Teknik Analisis Data Validasi Desain Produk ... 70

(8)

xii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ... 72

4.1 Deskripsi Langkah-Langkah Pengembangan Buku Ajar Drama ... 72

4.1.1 Analisis Kebutuhan ... 72

4.1.2 Penyusunan Desain Produk ... 77

4.1.3 Penyusunan Produk Buku Ajar Drama ... 79

4.1.4 Penilaian Produk ... 80

4.2 Deskripsi Data ... 81

4.2.1 Deskripsi Data Analisis Kebutuhan ... 82

4.2.1.1 Deskripsi Data Analisis Kebutuhan Angket Mahasiswa PBSI ... 84

4.2.1.2 Deskripsi Data Analisis Kebutuhan Wawancara dengan Dosen Ahli Drama ... 86

4.2.1.3 Deskripsi Data Analisis Kebutuhan Wawancara dengan Dosen Pengampu Mata Kuliah Pergelaran Sastra ... 87

4.2.1.4 Deskripsi Data Analisis Kebutuhan Wawancara dengan Guru Bahasa Indonesia ... 89

4.2.1.5 Deskripsi Data Analisis Kebutuhan Wawancara dengan Ketua Program Studi ... 90

4.2.1.6 Deskripsi Data Analisis Kebutuhan Dokumen RPS dan RTP Mata Kuliah Pergelaran Sastra ... 91

4.2.2 Deskiripsi Data Penyusunan dan Validasi Desain Produk ... 92

4.2.2.1 Deskripsi Data Penyusunan Desain Produk ... 92

4.2.2.2 Deskripsi Data Validasi Desain Produk ... 96

4.2.3 Deskripsi Data Penyusunan Produk ... 98

4.2.3.1 Deskripsi Data Penyusunan Buku Ajar Drama ... 98

4.2.3.2 Deskripsi Data Penyusunan Video Suplemen Pembelajaran ... 105

(9)

xiii

4.3 Hasil Analisis Data ... 108

4.3.1 Hasil Analisis Data Kebutuhan ... 108

4.2.1.1 Hasil Analisis pada Dokumen RPS dan RTP Mata Kuliah Pergelaran Sastra ... 109

4.2.1.2 Hasil Analisis pada Mahasiswa ... 121

4.2.1.3 Hasil Analisisi Data Wawancara ... 137

4.2.1.4 Pembahasan Hasil Analisis Kebutuhan ... 172

4.3.2 Hasil Analisis Data Validasi Desain Produk ... 176

4.3.2.1 Pembahasan Hasil Desain Produk ... 186

4.3.3 Hasil Analisis Data Penyusunan Produk ... 191

4.3.4 Hasil Analisis Data Penilaian Produk ... 201

4.4 Revisi Produk ... 230 BAB V PENUTUP ... 234 5.1Simpulan ... 234 5.2 Saran ... 236 DAFTAR PUSTAKA ... 240 LAMPIRAN ... 245

(10)

xiv

DAFTAR SKEMA, DIAGRAM DAN TABEL

Daftar Skema

Skema 2.1 Pembagian Aspek Penyusun TPACK ... 18

Skema 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian Pemgembangan Buku Ajar Drama ... 47

Skema 3.1 Skema Umum Tahapan Penelitian Pengembangan Buku Ajar Drama Berbasis TPACK ... 49

Skema 3.2 Skema Rinci Tahapan Penelitian Pengembangan Buku Ajar Drama Berbasis TPACK ... 51

Daftar Diagram Diagram 4.1 Rekapitulasi Penilaian Produk oleh Ahli Drama ... 203

Diagram 4.2 Rekapitulasi Penilaian Produk oleh Ahli Pedagogi ... 208

Diagram 4.3 Rekapitulasi Penilaian Produk oleh Ahli Bahan Ajar ... 215

Diagram 4.4 Rekapitulasi Penilaian Produk oleh Ahli Bahasa ... 221

Diagram 4.5 Rekapitulasi Penilaian Produk oleh Mahasiswa ... 226

Daftar Tabel Tabel 3.1 Daftar Sumber Data Kuesioner Mahasiswa ... 58

Tabel 3.2 Daftar Sumber Data Wawancara... 58

Tabel 3.3 Daftar Sumber Data Penilaian Desain Produk ... 60

Tabel 3.4 Daftar Sumber Data Penilaian Produk oleh Ahli ... 61

Tabel 3.5 Daftar Sumber Data Penilaian Produk oleh Mahasiswa ... 62

Tabel 3.6 Kisi-kisi Umum Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen ... 67

Tabel 3.7 Kategori Interval Skala Guttman ... 70

Tabel 3.8 Kategori Interval Rating Scale ... 71

(11)

xv

Tabel 4.2 Tanggapan Perbaikan Validator Terhadap Desain Produk ... 97

Tabel 4.3 Struktur Isi Buku ... 99

Tabel 4.4 Struktur Isi Video Suplemen Pembelajaran ... 106

Tabel 4.5 Hasil Analisis Dokumen Keselarasan RPS dan RTP Mata Kuliah Pergelaran Sastra ... 109

Tabel 4.6 Hasil Analisis Data Kebutuhan Kuesioner pada Mahasiswa ... 122

Tabel 4.7 Hasil Keselarasan Capaian Pembelajaran Lulusan dengan Capaian Pembelajaran Mata Kuliah ... 179

Tabel 4.8 Hasil Keselarasan Capaian Pembelajaran Mata Kuliah, Kompetensi dan Indikator Kompetensi/Ketercapaian ... 181

Tabel 4.9 Hasil Keselarasan Kompetensi, Materi Pembelajaran, Proses Pembelajaran, dan Evaluasi ... 183

Tabel 4.10 Hasil Kesesuaian Rumusan Materi Pembelajaran dalam Mata Kuliah Pergelaran Sastra ... 184

Tabel 4.11 Hasil Integrasi Kompetensi, Materi Pembelajaran, Proses Pembelajaran, dan Evaluasi Berbasis Teknologi ... 186

Tabel 4.12 Rekapitulasi Keseluruhan Hasil Penilaian Desain Produk ... 188

Tabel 4.13 Pemetaan Bab dalam Buku Ajar ... 192

Tabel 4.14 Pemetaan Video Suplemen Pembelajaran ... 197

Tabel 4.15 Rekapitulasi Penilaian Produk oleh Ahli Drama ... 201

Tabel 4.16 Rekapitulasi Penilaian Produk oleh Ahli Pedagogi ... 205

Tabel 4.17 Rekapitulasi Penilaian Produk oleh Ahli Bahan Ajar ... 212

Tabel 4.18 Rekapitulasi Penilaian Produk oleh Ahli Bahasa ... 219

Tabel 4.19 Rekapitulasi Penilaian Produk oleh Mahasiswa ... 223

(12)

xvi Tabel 4.21 Revisi Sampul Buku Ajar Drama... 232

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Drama merupakan bagian dari genre sastra yang memiliki irisan dengan bidang ilmu lainnya yaitu seni pertunjukan. Persinggungan inilah yang membuat drama memiliki kompleksitas tersendiri dibandingkan genre sastra lainnya seperti puisi dan prosa. Hal tersebut mewujud ke dalam bentuk naskah drama sebagai manifestasi ilmu sastra dan pementasan sebagai manifestasi ilmu seni pertunjukan. Walaupun berbeda, kedua bentuk tersebut selalu saling melengkapi dan menunjang sebagai satu kesatuan. Konsep tersebut selaras dengan ungkapan Satoto (2012: 6) yang mengatakan bahwa “seni drama memang belum mencapai kesempurnaan apabila belum sampai ke tahap seni teater dalam bentuk pementasan atau pergelaran sebagai perwujudan”. Maka, pemahaman naskah lakon tanpa memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan pementasannya belumlah cukup sehingga karya sastra drama tidak pernah bisa dipisahkan dengan paradigma seni pertunjukan..

Dengan pandangan utuh mengenai drama, pengajaran drama pada persiapan calon guru bahasa Indonesia menjadi hal yang perlu diperhatikan. Pengajaran drama yang dimaksud akan diacukan pada perkuliahan di Program Studi Bahasa Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma (PBSI USD). Mata kuliah yang dimaksud adalah mata kuliah Pergelaran Sastra pada semester lma sebagai mata kuliah yang mengharuskan mahasiswa untuk menciptakan pertunjukan drama. Berdasarkan wawancara pementasan kelas angkatan tahun

(14)

2 2015 yang dilakukan kepada dosen pengampu, mata kuliah ini menggunakan metode project based learning yang mengharuskan mahasiswa melakukan aktivitas mandiri dalam menciptakan suatu karya pentas drama. Sebagai mata kuliah praktik, Pergelaran Sastra memiliki potensi aplikatif pada keterampilan bahasa dan sastra sekaligus pengalaman belajar yang mampu merangsang kemampuan berpikir tinggi mahasiswa untuk menyelesaikan masalah dalam proyek yang sedang dijalankannya. Namun, karakteristik metode pembelajaran ini memiliki potensi hambatan jika tidak memiliki panduan yang jelas pada proses penciptaan proyek yang dilakukan oleh mahasiswa. Maka dari itu, pengajaran drama yang dipersiapkan sebagai salah satu spesifikasi keahlian calon guru bahasa Indonesia perlu mendapatkan perhatian dan tinjauan sehingga dapat membekali calon guru bahasa melakukan pengajaran drama secara teoritis maupun keterampilan.

Selain itu, kegelisahan seputar pengajaran drama dan sastra kian marak di dunia pendidikan Marantika (dalam Waldji, 2017) menjelaskan faktor penyebab gagalnya pembelajaran drama yaitu banyak pengajar yang masih belum memahami secara baik, bagaimana mengajarkan drama. Drama hanya dimaknai sebagai sandiwara yang akan sulit diajarkan di kelas karena berbagai kendala. Setiaji (dalam Waldji, 2017) menambahkan persoalan pembelajaran drama yang lain yaitu pemberian materi yang berkaitan dengan kemampuan memerankan tokoh drama masih kurang. Peserta didik harus mencari dan mempraktikkan sendiri teknik-teknik bermain drama. Pendapat serupa juga dikemukakan Hamid (dalam Waldji, 2017) bahwa pengajaran sastra di lembaga pendidikan formal dari hari ke hari semakin sarat dengan berbagai persoalan di antaranya: 1) pengetahuan

(15)

3 kemampuan dasar dalam bidang kesustraan para guru sangat terbatas, 2) materi kesastraan yang mereka peroleh selama mengikuti pendidikan formal di LPTK yang sangat terbatas, 3) materi kesastraan yang mereka peroleh selama mengikuti pendidikan formal di perguruan tinggi (PT) sangat terbatas, 4) Materi kuliah kesastraan yang mereka peroleh lebih bersifat teoritis, sedangkan yang mereka butuhkan di lapangan lebih bersifat praktis. Dengan penjabaran kegelisahan tersebut, menjadi sangat penting inovasi dan pengembangan dalam pengajaran drama dan sastra terlebih untuk mempersiapkan calon guru bahasa Indonesia.

Selain itu berdasarkan observasi pada proses Pergelaran Sastra angkatan 2015, rencana pembelajaran masih belum bisa memberikan panduan bagi para mahasiswa untuk melaksanakan proyek pementasan kelas. Hal tersebut ditunjukkan dengan masih belum ada contoh model pelatihan drama dan panduan yang jelas sebagai referensi belajar pada mata kuliah Pergelaran Sastra baik berupa panduan proyek pementaan atau buku ajar pembelajaran yang bisa membantu mahasiswa. Berdasarkan wawancara, yang juga menjadi sutradara pementasan kelas B angkatan 2016, mengatakan bahwa proses latihan yang dilakukan hanya diadaptasikan pada pengalaman dia mengikuti proses teater di luar perkuliahan dan bukan dari pengajaran di mata kuliah. Dari ungkapan tersebut, mata kuliah Pergelaran Sastra dapat diasumsikan belum bisa memberikan kebutuhan mahasiswa untuk menyusun proyek pementasan kelasnya dan memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang harus dikuasai dalam bidang drama sebagai guru bahasa Indonesia.

Untuk menjawab seluruh identifikasi masalah di atas, penelitian ini diarahkan pada pembuatan produk berupa buku ajar berbasis technological

(16)

4 pedagogical content knowledge yang dapat menjadi panduan mahasiswa dalam pembekalan kemampuan drama dan menjalankan proyek pementasan kelas pada mata kuliah Pergelaran Sastra. Tentu, produk buku ajar ini perlu disesuaikan dengan desain pembelajaran yaitu rancangan pembelajaran semester sehingga penelitian ini juga akan memodifikasi rancangan pembelajaran semester yang mampu menggunakan buku ajar sebagai referensi. Produk buku ajar drama diharapkan mampu meningkatkan pemahaman dan praktik mahasiswa dalam menjalankan proyek pementasan kelas dan menambah kualifikasi mahasiswa sebagai calon guru yang juga mengajarkan perihal pementasan drama.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian pengembangan buku ajar drama untuk meningkatkan spesifikasi calon guru bahasa Indonesia di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Sanata Dharma ini memiliki rumusan masalah umum yaitu bagaimana pengembangan buku ajar drama berbasis technological pedagogical content knowledge mampu menyiapkan calon guru bahasa Indonesia dalam pengajaran drama. Rumusan masalah umum tersebut kemudian diperinci menjadi rumusan masalah khusus yang dijabarkan sebagai berikut:

a. Apa saja analisis kebutuhan yang diperlukan sebagai pemetaan kebutuhan produk buku ajar drama berbasis technological pedagogical content knowledge untuk mata kuliah Pergelaran Sastra di Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Sanata Dharma?

b. Bagaimana desain produk yang disusun berupa rancangan pembelajaran semester pada mata kuliah Pergelaran Sastra untuk penyusunan produk

(17)

5 buku ajar drama berbasis technological pedagogical content knowledge di Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Sanata Dharma? c. Bagaimana produk buku ajar drama berbasis technological pedagogical

content knowledge yang sesuai dengan desain rancangan pembelajaran semester mata kuliah Pergelaran Sastra untuk menyiapkan spesifikasi pengajaran drama calon guru bahasa Indonesia di Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Sanata Dharma?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dijabarkan, tujuan penelitian dapat dirumuskan menjadi dua bagian yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum penelitian ini adalah mengembangkan produk buku ajar drama berbasis technological pedagogical content knowledge yang mampu menyiapkan calon guru bahasa Indonesia dalam pengajaran drama. Tujuan khusus dari penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

a. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kebutuhan-kebutuhan dan hal-hal mendasar dasar dalam urgensi pengembangan produk buku ajar drama berbasis technological pedagogical content knowledge untuk mata kuliah Pergelaran Sastra di Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Sanata Dharma.

b. Penelitian ini bertujuan untuk membuat desain rancangan pembelajaran semester pada mata kuliah Pergelaran Sastra disusun berbasis technological pedagogical content knowledge sehingga dapat menjadi acuan buku ajar drama yang memenuhi spesifikasi pengajaran drama calon

(18)

6 guru bahasa Indonesia di Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Sanata Dharma.

c. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk buku ajar drama berbasis technological pedagogical content knowledge yang mampu memberikan spesifikasi pengajaran drama pada calon guru bahasa Indonesia di Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Sanata Dharma.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat praktis yang dapat dipetakan dan dijabarkan sebagai berikut:

a. Bagi program studi Pendidikan Bahasa Indonesia, penelitian memberikan referensi bahan ajar dalam perkuliahan mata kuliah Pergelaran Sastra sehingga mempu meningkatkan pemahaman dan keterampilan drama dalam rangka menyiapkan kualifikasi calon guru yang mumpuni.

b. Bagi para mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa Indonesia, penelitian ini memberikan contoh model dan acuan belajar praktik drama yang dapat menjadi panduan dalam melaksanakan mata kuliah Pergelaran Sastra yang hasil luarannya adalah pentas drama.

c. Bagi para pengajar drama dan dosen pengampu mata kuliah Pergelaran Sastra, penelitian ini memberikan tawaran model rancangan pembelajaran dan membantu pembelajaran drama dengan adanya bentuk buku ajarl ajar drama.

d. Bagi guru bahasa Indonesia, buku ajar ini dapat menjadi referensi materi, aktivitas, dan penugasan dalam pembelajaran drama di sekolah menengah.

(19)

7 1.5 Spesifikasi Produk

Penilitian ini mengacu pada pembuatan buku ajar ajar yang mampu memberikan bantuan pemahaman pada mahasiswa di bidang pementasan drama. Sebagai suplemen dan bantuan pemahaman mahasiswa, buku ajar drama ini tidak hanya memberikan pandangan teoritis mengenai pementasan drama tetapi juga memberikan informasi praktis dalam penerapan pertunjukan drama. Asumsi ini ingin membentuk kemampuan abstrak mahasiswa sehingga mampu menautkan antara kompetensi pengetahuan, kompetensi keterampilan, dan juga kompetensi sikap.

Dengan pemahaman dasar seperti itu, buku ajar drama ini kemudian diarahkan pada paradigma technological pedagogical content knowledge. Paradigma tersebut mengerucutkan orientasi buku ajar drama ini pada penyiapan kemampuan pengajaran drama baik secara teori dan praksis. Melalui technological pedagogical content knowledge, buku ajar drama ini akan mengarahkan pemanfaatan serta antisipasi dari potensi dan hambatan dalam rangka persiapan calon guru bahasa Indonesia.

Penyusunan buku ajar drama ini dilandaskan dari pernyataan Satoto (2012) yang mengatakan bahwa tidak bisa dikatakan utuh jika tidak mempertimbangkan unsur pertunjukannya. Dengan pandangan tersebut, buku ajar drama berbasis technological pedagogical content knowledge akan memfasilitasi pemahaman teoritis drama secara sastra maupun pertunjukan serta penerapan pertunjukan drama. Buku ajar drama ini pun secara khusus hanya memilih gaya pertunjukan drama realis yang dijadikan materi pembelajaran karena drama realis dianggap

(20)

8 lebih obyektif untuk diterapkan dalam pembelajaran drama di prodi PBSI. Secara lebih rinci, buku ajar ini dibagi menjadi delapan bab yang dijabarkan sebagai berikut.

a. Bab 1 : Dramaturgi Realis

Pada bab ini, pertunjukan drama realis dijelaskan secara kaidah dan karakteristik yang dibutuhkan untuk menganalisis naskah drama realis sebelum dipentaskan. Kaidah dan karakteristik drama realis yang dijelaskan terbagi menjadi dua hal yaitu struktur drama dan tekstur drama. Tujuan dari pencantuman materi mengenai unsur dramaturgi realis tersebut adalah mahasiswa mampu menganalisis dramaturgi realis sebuah naskah untuk menyusun informasi naskah drama yang akan dimainkan. Hasil analisis inilah yang menjadi dasar dari seluruh perwujudan pementasan baik secara bidang produksi maupun artistik.

b. Bab 2 : Penyutradaraan Realis

Pada bab ini, pertunjukan drama dijelaskan secara konsep penyutradaraan yang dibutuhkan untuk mengubah naskah drama menjadi pertunjukan drama. Konsep penyutradaraan drama realis menjelaskan mekanisme kerja sutradara untuk melakukan alih wahana dari sebuah naskah menjadi pertunjukan. Tujuan dari pencantuman materi mengenai unsur dramaturgi tersebut adalah mahasiswa mampu membuat konsep penyutradaraan realis yang digunakan sebagai penerapan pertunjukan drama realis. Hasil analisis inilah yang menjadi dasar dari proyek pertunjukan drama realis yang dicanangkan oleh para mahasiswa sendiri.

(21)

9 c. Bab 3 : Organisasi Pertunjukan

Pada bab ini, pertunjukan drama dijelaskan secara organisasi pertunjukan yang dibutuhkan untuk membuat pertunjukan drama realis. Organisasi pertunjukan menjelaskan bidang dan mekanisme sistem kerja yang diperlukan untuk membuat sebuah pertunjukan drama realis. Tujuan dari pencantuman materi mengenai organisasi pertunjukan adalah mahasiswa mampu mempraktikan penyusunan organisasi pertunjukan dalam pertunjukan drama. Hasil penyusunan organisasi pertunjukan inilah yang menjadi pembagian bidang dan sistem kerja di antara para mahasiswa dalam menyiapkan pertunjukan drama realis.

d. Bab 4 : Keaktoran

Pada bab ini, pertunjukan drama dijelaskan secara teknik bermain peran yang dibutuhkan untuk pertunjukan drama realis. Teknik bermain peran menjelaskan teknik akting yang dibutuhkan oleh aktor dalam memainkan perannya di pertunjukan drama realis. Tujuan dari pencantuman materi mengenai teknik bermain peran adalah mahasiswa mampu mempraktikan teknik bermain peran yang dibutuhkan lalu mengaplikasikannya ke dalam pertunjukan drama realis di panggung. Hasil teknik bermain peran inilah yang menjadi aktualisasi dari konsep dramaturgi dan penyutradaraan menjadi pertunjukan drama realis secara utuh saat di panggung.

e. Bab 5 : Tata Suara

Pada bab ini, pertunjukan drama dijelaskan secara tata suara yang dibutuhkan untuk pertunjukan drama realis. Tata suara menjelaskan desain

(22)

10 dan kebutuhan suara maupun musik yang dapat mendukung dalam pertunjukan drama realis. Tujuan dari pencantuman materi mengenai tata suara adalah mahasiswa mampu mempraktikan penyusunan desain tata suara yang dibutuhkan untuk mendukung lalu mengaplikasikannya ke dalam pertunjukan drama realis di panggung. Hasil tata suara inilah yang menjadi aktualisasi dari salah satu bagian artistik pertunjukan yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pertunjukan drama realis.

f. Bab 6 : Tata Latar dan Tata Cahaya

Pada bab ini, pertunjukan drama dijelaskan secara tata latar dan tata cahaya yang dibutuhkan untuk pertunjukan drama realis. Tata latar dan cahaya menjelaskan desain dan kebutuhan ruang, waktu maupun lampu yang dapat mendukung dalam pertunjukan drama realis di panggung. Tujuan dari pencantuman materi mengenai tata latar dan tata cahaya adalah mahasiswa mampu mempraktikan penyusunan desain tata latar dan cahaya yang dibutuhkan lalu mengaplikasikannya ke dalam pertunjukan drama realis di panggung. Hasil tata latar dan tata cahaya inilah yang menjadi aktualisasi dari salah satu bagian artistik pertunjukan yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pertunjukan drama realis.

g. Bab 7 : Tata Rias dan Tata Busana

Pada bab ini, pertunjukan drama dijelaskan secara tata rias dan tata busana yang dibutuhkan untuk pertunjukan drama realis. Tata rias dan busana menjelaskan desain dan kebutuhan riasan beserta pakaian yang dapat mendukung dalam pertunjukan drama realis di panggung. Tujuan

(23)

11 dari pencantuman materi mengenai tata rias dan tata busana adalah mahasiswa mampu mempraktikan penyusunan desain tata rias dan busana yang dibutuhkan untuk mendukung lalu mengaplikasikannya ke dalam pertunjukan drama realis di panggung. Hasil tata rias dan tata busana inilah yang menjadi aktualisasi dari salah satu bagian artistik pertunjukan yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pertunjukan drama realis. h. Bab 8 : Dinamika Pertunjukan Drama Realis

Pada bab ini, pertunjukan drama dijelaskan secara dinamika mulai dari persiapan, pelaksanaan hingga evaluasi pertunjukan. Keseluruhan dinamika tersebut menjadi gambaran terhadap apa saja yang harus dilakukan dan bagaimana harus mensiasati kendala yang dihadapi dalam menciptakan pertunjukan drama realis. Tujuan dari pencantuman materi mengenai dinamika pertunjukan drama adalah mahasiswa mampu mengaitkan berbagai keterampilan drama yang telah dipelajari untuk menciptakan pertunjukan drama realis. Hasil dinamika pertunjukan drama realis inilah yang menjadi kristalisasi dari seluruh rangkaian pembelajaran drama yang ditempuh dengan puncaknya yaitu pertunjukan drama realis yang dibuat oleh para mahasiswa.

Untuk menunjukkan ciri khas dari buku ajar drama berbasis technological pedagogical content knowledge, karakteristik buku ajar drama memanfaatkan pemetaan materi dan pendekatan pembelajaran yang terintegrasi dengan pemanfaat teknologi. Hal tersebut dapat dicermati dalam desain pembelajarn yang disusun berupa Rencana Pembelajaran Semester (RPS) dan Rencana Tugas Perkuliahan (RTP). Pendekatan pembelajaran yang dominan digunakan adalah

(24)

12 Project Based Learning dengan mengadaptasi berbagai pendekatan lain seperti Problem Based Learning dan juga Total Physical Response. Materi pembelajaran drama yang digunakan adalah pertunjukan drama realis. Integrasi teknologi dapat dicermati melalui media pembelajaran yang dicantumkan dengan memanfaatkan video pembelajaran dan juga berbagai perangkat teknologi yang berhubungan denga pertunjukan drama.

1.6 Batasan Istilah a. Drama Realis

Drama realis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jenis drama yang mengadaptasi aliran realisme. Harymawan (1988: 64) menjelaskan bahwa realisme merupakan aliran seni yang berusaha mencapai iusi atas penggambaran nyata. Hal tersebut ditambahkan oleh Hassanudin (1996: 52) dengan mengatakan bahwa kenyataan hidup sehari-hari sebagaimana adanya mewarnai pementasan realisme. Dalam penelitian ini, drama realis diacukan sebagai drama yang mengadaptasi kehidupan nyata secara obyektif ke dalam panggung dengan berbagai unsur artistik panggungnya.

b. Technological pedagogical content knowledge

Berry, Depapepe & van Driel (2016: 347) menjabarkan technological pedagogical content knowledge sebagai berikut, “ … describe the knowledge that teachers use to transform particular subject matter for student learning, taking into account possible (mis)conceptions and learning difficulties”. Dalam penelitian ini, technological pedagogical content knowledge diartikan sebagai spesifikasi kemampuan

(25)

13 guru untuk mengintegrasikan penguasaan bidang materi ajar dan bidang pedagogi. Secara spesifik, penelitian ini mengkhususkan pada penguasaan sastra yaitu drama baik secara sastra maupun pertunjukan. Hal tersebut dikarenakan tuntutan guru bahasa Indonesia diwajibkan untuk mengajarkan drama hingga tataran pementasan kelas.

c. Buku Ajar Drama

Prastowo (2014) mengungkapkan bahwa buku ajar merupakan buku berisi ilmu pengetahuan yang disusun secara sistematis, disusun berdasarkan kompetensi dasar yang tertuang dalam kurikulum, digunakan untuk proses pembelajaran, dan berisi bahan bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan. Pengembangan buku ajar ini tentu akan disertai dengan desain pembelajaran yang sesuai dengan spesisfikasi technological pedagogical content knowledge sehingga antara pembelajaran dan media pembelajaran berupa buku ajar dapat selaras. Dalam konteks penelitian ini, buku ajar berbasis TPACK diasumsikan sebagai pembelajaran drama secara teoritis maupun aplikatif untuk mencukupi spesifikasi pengajar drama.

1.7 Sistematika Penulisan

Pada bab pertama, penelitian ini akan memamparkan perihal identifikasi masalah yang menjadi landasan dari dilakukannya penelitian. Identifikasi masalah tersebut yang merujuk pada latar belakang masalah seputar urgensi penyusunan buku ajar ajar drama perlu dilaksanakan dalam konteks memenuhi kebutuhan teoritis dan praktis di Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia. Tentu dalam penyusunan latar belakang ini, peneliti memaparkan hal penting lainnya seperti

(26)

14 rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat, spesifikasi produk, dan juga batasan istilah dalam rangka memberikan kerangka penelitian.

Pada bab kedua, penelitian ini akan memaparkan perihal tinjauan pustaka yang diberikan sebagai acuan dasar pemikiran dilaksanakan penelitian ini. Tinjaun pustaka merujuk pada penyusunan intisari pemikiran para pakar secara teoritis yang ditemukan peniliti sebagai dasar pemikiran yang relevan dalam menunjang kerangka pikir penelitian. Teori-teori dalam konteks sastra drama, pertunjukan, dan pembelajaran dinarasikan lebih lanjut untuk memperjelas paradigma yang digunakan peneliti sebagai pisau analisis dan pendekatan dalam menyelesaikan masalah yang ada.

Pada bab ketiga, penelitian ini memaparkan perihal metodologi penelitian yang dilakukan sebagai gambaran tahapan yang harus dilakukan. Penelitian ini merujuk pada penggunaan metodologi penelitian pengembangan dan berorientasi pada produk akhir buku ajar ajar drama. Melalui metodologi ini, penelitian ini dapat dilihat karakteristik serta kegunaan yang akan dicapai dalam menjawab permasalahan empiris. Tahapan-tahapan yang disusun sebagai langkah penelitian juga akan mencerminkan dan memaparkan skema berpikir peneliti dalam menjawab fakta empiris dan penyikapan terhadap fakta empiris tersebut sebagai solusi yang mampu bermanfaat.

Pada bab empat, penelitian ini menjabarkan analisis kebutuhan dalam penyusunan produk, desain produk berupa Rencangan Perkuliahan Semester (RPS) dan Rencanan Tugas Perkuliahan (RTP), hasil validasi produk oleh ahli, hasil penilaian produk, dan catatan revisi produk. Bab empat memberikan paparan

(27)

15 terperinci dari deskripsi data dan analisis data yang mampu menggambarkan ketercapaian penelitian ini dalam menyusun produk buku ajar drama. Paparan tersebut berisi paparan dalam tiap tahapan yang ditempuh berdasarkan karakteristik penelitian pengembangan sehingga mampu menggambarkan relevansi produk dalam menjawab permasalahan penelitian.

Pada bab lima, penelitian ini menjabarkan mengenai simpulan hasil atas seluruh rangkaian penelitian pengembangan yang telah dilakukan. Simpulan berisi rangkuman dari serangkaian proses penelitian mulai dari analisis kebutuhan hingga revisi produk akhir. Fokus dari simpulan adalah tinjauan terhadap produk yang disusun berupa buku ajar drama berbasis TPACK untuk mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Selain simpulan, bab lima juga berisi saran yang diberikan sebagai bentuk tanggapan rekomendasi dari penelitian pengembangan yang dilakukan.

(28)

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Buku Ajar Drama Berbasis Technological Pedagogical Content Knowledge Technological pedagogical content knowledge merupakan pendekatan yang dikembangkan dari pedagogical content knowledge (PCK). PCK diperkenalkan oleh Lee Shulman (1987) dan memberikan paradigma baru pada dunia pendidikan. Lee Shulman memperkenalkan pedagogical content knowledge sebagai kemampuan dan keterampilan pengajar dalam menciptakan proses pembelajaran berdasarkan penguasaan materi dan pedagogi. Berry, Depapepe & van Driel (2016: 347) menjabarkan sebagai berikut, “… describe the knowledge that teachers use to transform particular subject matter for student learning , taking into account possible (mis)conceptions and learning difficulties”. Dengan paradigma tersebut, pengajar atau guru dimungkinkan untuk memiliki pemetaan terhadap apa yang harus diajarkan kepada pembelajar serta antisipasi terhadap kesulitan yang ditemukan dalam proses pembelajaran.

PCK memberikan pemetaan spesifikasi yang diperlukan guru dalam pembelajaran. Berry, Depapepe & van Driel (2016: 349) menjabarkannya sebagai berikut, “ … , PCK may be seen as the professional knowledge that each teacher develops on the basis of his/her experiences during teacher education and in practice, and that is inseparably connected with the context in which it is developed and used, and thus cannot be assessed in a comparative or normative way”. Guru diharuskan memiliki keahlian khusus yang selalu dikembangkan dari proses belajar di institusi persiapan calon guru maupun dalam praktik pengajaran.

(29)

17 Hal tersebut pun juga berlaku pada persiapan calon guru bahasa atau dalam konteks penelitian ini adalah calon guru bahasa Indonesia. Troyan, Cammarata & Martel (2017: 460) menjelaskan, “… PCK can be translated into knowledge about language and knowledge about language teaching. These distinct types of knowledge represent the capacity of the teacher to transform his or her knowledge about language as a discipline into pedagogically sound practices so that students will be able to learn the language”.

Pada perkembangannya, konsep PCK mengalami perkembangan sesuai perkembangan zaman. Mihsra & Koehler (2006) memperkenalkan kembangan PCK yaitu Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK). Konsep ini berkembangan sesuai dengan perkembangan teknologi yang merambah ke bidang pendidikan. Konsep dasarnya adalah mengolaborasikan aspek teknologi pada spesifikasi penguasaan pengajaran guru di bidang studi tertentu. Kocoglu (2009: 2734) memaparkan integrasi teknologi dalam pendidikan sebagai berikut, “Current educational practice reflects a growing integration of computer tools and technological applications into their curriculum. The idea of integrating the knowledge of subject matter, teaching/learning, and technology has become apparent today since the needs of students have increased with the increased use and the need to learn with technology”.

(30)

18 Skema 2.1 Pembagian Aspek Penyusun TPACK

Berdasarkan gambar 1, TPACK tersusun dari berbagai kriteria pendukung dalam menciptakan kualifikasi pembelajaran. Rincian penjelasan dari irisan dari tiap aspek pembangun TPACK (Cam & Koc, 2019) dapat dicermati seperti berikut.

a. Technological Knowledge (TK): pengetahuan untuk menggunakan berbagai macam teknologi dalam proses pembelajaran.

b. Pedagogical Knowledge (PK): pengetahuan pengajar dalam menggunakan berbagai strategi pembelajaran untuk mengajarkan materi seperti metode pembelajaran, teknik pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.

c. Content Knowledge (CK): teori, konsep dan pemahaman dasar mengenai subjek-subjek materi yang harus diajarkan dalam proses pembelajaran.

d. Technological Content Knowledge (TCK): pengetahuan pengajar tentang teknologi yang digunakan untu mengajarkan topik materi tertentu.

(31)

19 e. Pedagogical Content Knowledge (PCK): pengetahaun pengajar tentang penggunaan metode pembelajaran yang tepat untuk topik materi yang diajarkan.

f. Technological Pedagogical Knowledge (TPK): pengetahuan tentang penggunaan fasilitas teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran dan wawasan teknologi.

Berdasarkan paparan tiap irisan aspek TPACK, definisi TPACK terhadap proses pembelajaran menyediakan rincian kebutuhan yang harus dikuasai oleh pengajar dalam menciptakan pembelajaran yang ideal.

TPACK kemudian, diterapkan menjadi pengembangan produk berupa buku ajar drama. Buku drama yang hendak disusun menggunakan pandangan TPACK sehingga dapat menjawab tantangan spesifikasi kebutuhan calon guru bahasa Indonesia. Pengembangan buku ajar ini tentu akan disertai dengan desain pembelajaran yang sesuai dengan spesisfikasi technological pedagogical content knowledge sehingga antara pembelajaran dan media pembelajaran berupa buku ajar dapat selaras. Dalam konteks penelitian ini, buku ajar berbasis TPACK diasumsikan sebagai pembelajaran drama secara teoritis maupun aplikatif untuk mencukupi spesifikasi pengajar drama.

Prastowo (2014) mengungkapkan bahwa buku ajar merupakan buku berisi ilmu pengetahuan yang disusun secara sistematis, disusun berdasarkan kompetensi dasar yang tertuang dalam kurikulum, digunakan untuk proses pembelajaran, dan berisi bahan bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan. Ungkapan Prastowo (2014) mengenai buku ajar ini juga selaras dengan Majid

(32)

20 (2009) sebagai buku yang berisi ilmu pengetahuan hasil analisis terhadap kurikulum dalam bentuk tertulis.

Menurut panduan pengembangan bahan ajar (Depdiknas, 2006) disebutkan bahwa buku ajar berfungsi sebagai: 1) pedoman bagi guru yang akan mengarahkan semua aktifitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya diajarkan kepada peserta didik, 2) pedoman bagi peserta didik yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya dipelajari/dikuasainya, dan 3) alat evaluasi pencapaian/penguasaan hasil pembelajaran. Pada penelitian ini, buku ajar diarahkan sebagai buku ajar mandiri yang mengarahkan pembelajar untuk menciptakan pementasan drama berbasis TPACK.

Kompleksitas pemahaman materi ajar dan pemahaman metode pembelajaran inilah yang kemudian akan menentukan efektivitas proses belajar yang dimiliki guru. Hal tersebut ditegaskan Shulman (dalam Mishra & Koehler, 2006:1021) yang berpendapat, “… having knowledge of subject matter of general pedagogies strategy, through necessary, was not sufficient for capturing the knowledge of good teacher”. Selanjutnya, Shulman (dalam Mishra & Koehler, 2006:1021) menegaskan faktor penting yang menentukan yaitu “the ways of representing and formulating the subject that make it comprehensible to others”. Maka dari itu, technological pedagogical content knowledge memberikan wawasan penyusunan buku ajar ajar drama pada orientasi pemahaman materi ajar serta pemahaman model pembelajaran untuk menciptakan kemampuan berpikir abstrak pada pembelajar. Dengan paradigma tersebutlah, buku ajar ajar drama ini

(33)

21 diarahkan sebagai panduan bagi pernyiapan kualifikasi calon guru bahasa Indonesia yang mampu menjawab tantangan teoritis serta praktis di dunia pendidikan.

2.2 Pertunjukan Drama (Content & Knowledge)

Secara etimologi kata, drama berasal dari bahasa Yunani ‘draomai’ yang memiliki arti berbuat, berlaku, bertindak, berekasi, dan sebagainya (Harymawan, 1988:1). Pengertian drama secara etimologis pun berkembang dengan munculnya intepretasi dari berbagai pakar. Aristoteles menafsirkan drama sebagai imitasi perbuatan manusia dalam kehidupan (Whiting, 1961: 130). Balthazar Verhagen menjabarkan drama adalah kesenian melukiskan sifat dan sikap manusia dengan gerak (dalam Harymawan, 1988:2). Dengan penjabaran tersebut, drama dapat dicirikan sebagai rekaman kehidupan manusia yang memiliki bentuk dialog dan aksi yang dipertunjukkan. Maka dari itu secara umum berdasarkan paparan istilah drama yang sudah ada di atas, drama dapat diartikan sebagai karya sastra yang merekam peristiwa kehidupan manusia melalui dialog dan aksi dengan tujuan untuk dipertunjukkan.

Drama adalah salah satu genre sastra yang memiliki kompleksitas tersendiri dibandingkan dengan genre sastra lainnya seperti puisi dan prosa. Barranger (1993:4) mengatakan bahwa “... a play is often the most difficult type of prose or poetry to read because it is written not only to be read but also to be performed by actors before audiences”. Dengan pandangan Barranger, drama dipahami juga memiliki unsur pertunjukan yang perlu diperhatikan kehadiran riilnya di panggung selain sisi sastra yang tertulis.

(34)

22 Drama belum menjadi utuh secara keseluruhan jika hanya ditinjau dari aspek sastra saja ataupun aspek pertunjukan karena muatan drama dihadirkan dengan kesadaran bahwa drama adalah karya sastra yang ditulis untuk dimainkan atau dipertunjukkan. Satoto (2012: 6) mengatakan, “seni drama memang belum mencapai kesempurnaan apabila belum sampai ke tahap seni teater dalam bentuk pementasan atau pergelaran sebagai perwujudan” Hal tersebut pun selaras dengan penelitian Gothberg, Bjorck, & Makitalo (2018) yang menitikberatkan bahwa naskah drama dan pertunjukan drama adalah sinergi yang tidak bisa dipisahkan kehadirannya. Naskah drama memberikan makna dari teks tertulis sedangkan pertunjukan drama memberikan makna dari teks audiovisual. Asumsi inilah yang kemudian membuat drama perlu untuk dipahami melalui dua perspektif yaitu konvensi sastra dan pertunjukan.

Perihal peristiwa komunikasi yang hadir di panggung mengacu pada perubahan paradigma parsial yang mengganggap bahwa drama hanya bisa ditinjau dari perspektif sastra ataupun pertunjukan saja. Dualitas tersebut perlu disingkirkan agar peristiwa komunikasi yang dihadirkan drama dapat menjadi efektif dan utuh. Franks (dalam Gothberg, Bjorck, & Makitalo, 2018:247) memaparkan pentingnya kesinambungan dualitas tersebut dengan mengatakan, “A drama text can be understood in terms of layers of cultural meaning for example, historical time periods, literary conventions, lexical issues, characters and its central themes, whereas a stage text additionally can be understood in terms of its audio-spatial properties for example, how scenes are presented through actioss of the stage characters and objects on stage”. Maka dari itu, simpulan seputar dualitas itu dijabarkan Gothberg, Bjorck, & Makitalo, (2018:247) dengan, “… to

(35)

23 transform dram text to stage text thus need to engage in a range of communicative projects to move the activity forwards”.

2.2.1 Pertunjukan Drama Realis

Aliran realisme juga mempengaruhi perkembangan drama secara kesusastraan dan bentuk pertunjukan. Aliran realisme dalam drama ini hadir menggantikan aliran-aliran drama yang sudah ada sebelumnya sehingga menciptakan sebuah konvensi realis dalam drama. Aliran ini berkembang sekitar tahun 1850 terutama di bidang teater Perancis. Ketidakpuasan terhadap konsepsi aliran romantik adalah salah satu penyebab dari mengapa aliran realisme berkembang (Dewojati, 2012:69).

Dengan semakin berkembangnya drama realis pada tahun 1850-an, salah satu tokoh yang dianggap sebagai pionir drama realis adalah Hendrik Ibsen. Hendrik Ibsen mendominasi gaya pertunjukan drama di Eropa akhir abad kesembilan belas dengan dramanya yang berjudul Ghost. Pertunjukan drama Ghost milik Hendrik Ibsen dianggap memiliki kekuatan dan provakasi sosial yang kuat terhadap drama realis hingga mendapatkan nominasi sebagai Bapak Drama Modern atau Father of Modern Drama (Cohen, 2011:167).

Pada gerakan drama realisme pertama, perubahan signifikan terlihat pada perlakuan terhadap panggung mulai mengalami perubahan dan berbeda dengan panggung di era romantik. Panggung dimodifikasi untuk bisa menciptakan latar senyata mungkin dengan menghadirkan dinding-dinding yang menciptakan dimensi dan segala perkakas yang ada dalam kehidupan sehari-hari (Cohen, 2011:166). Tujuannya adalah menciptakan citra kehidupan nyata di atas panggung yang dapat dilihat oleh penonton. Panggung di era realisme pun menjadi sebuah

(36)

24 lingkungan hidup dengan seluruh piranti artistik panggung hingga gaya permainannya.

Secara spesifik, pengembangan produk buku ajar dalam penelitian ini mengacu pada salah satu bentuk pertunjukan drama yaitu pertunjukan drama realis. Gagasan utama dalam pertunjukan realis yaitu menghadiran ilusi realitas secara ekstrem yang ditujukan untuk menciptakan kenyataan yang dilihat oleh penonton sehingga penonton tidak lagi menganggap bahwa yang ditonton adalah sebuah permainan (Dewojati, 2012:69). Pertunjukan drama realis menghadirkan bukti-bukti kenyataan kepada penontonnya dan memberikan ruang bagi penonton untuk menciptakan simpulan atas bukti tersebut (Cohen, 2011:165-166).

Drama realis menggunakan konsep representasional atau representasionalisme sebagai konsep dasar. Konsep representasional itu biasanya didekatkan dengan istiliah figurative dalam seni rupa. Figurative bertujuan untuk menghadirkan deskripsi dari sebuah bentuk yang dapat dikenali secara rinci. Penerapan konsep representasional ini dalam teater dituangkan menjadi berbagai unsur artistik yang dihadirkan dalam panggung mampu diidentifikasi penonton melalui referensi sehari-hari (Dewojati, 2012:70-71). Dengan kata lain, setiap aspek yang dimunculkan dalam panggung harus mampu dikenali dan diintepretasi oleh penonton dengan pengetahuan umum mereka dalam kehidupan nyata.

Drama realis dapat dikatakan seperti laboratorium. Subyek dari penelitiannya adalah manusia dan obyek penelitiannya adalah fenomena serta peristiwa hidup manusia. Drama realis harus menggunakan pendekatan saintifik untuk bisa melakukan pengamatan dan penilaian terhadap masalah-masalah di realitas (Cohen, 2011:165-166). Melalui laboratorium dengan pendekatan saintifik

(37)

25 terhadap realitas, drama realis memberikan bukti-bukti nyata sebagai penilaian akhir oleh penonton dan observer. Maka dari itu, bentuk pertunjukan realis dipilih sebagai topik utama dalam pengembangan buku ajar drama karena obyektivitasnya sehingga dapat dikaji dan dipelajari dengan acuan fakta empiris yang konkrit, wujud visualnya, dan teknik-teknik penciptaannya.

2.2.2 Dramaturgi Realis

Dramaturgi memiliki berbagai macam interpretasi arti. Secara etimologi, dramaturgi berasal dari bahasa Yunani ‘dramaturg’ yang secara sederhana diartikan sebagai penulis naskah drama (Barranger, 1994:5). Dramaturgi juga dianggap sebagai sebagai playwright’s craft atau keterampilan penulis naskah drama yang didalamnya terkandung unsur-unsur, konvensi dan teknik untuk menyusun drama (Barranger, 1994:5). Dramaturgi juga dijelaskan sebagai ajaran tentang masalah hukum dan konvensi drama (Harymawan, 1988:1). Definisi dramaturgi sebagai pola-pola dari aksi dramatik dalam sebuah drama (Cohen, 2011:28). Berdasarkan seluruh paparan definisi dari para ahli dapat ditarik simpulan, dramaturgi adalah unsur-unsur yang menjadi bangunan dari sebuah drama baik secara naskah maupun secara pertunjukan.

Dramaturgi menyediakan unsur-unsur yang rinci untuk memahami naskah drama maupun pertunjukan drama. Unsur-unsur dramaturgi berisi kaidah-kaidah dan konvensi untuk memahami dan menciptakan peristiwa hidup manusia dalam drama baik secara naskah maupun pertunjukan (Cohen, 2011:28). Unsur-unsur dramaturgi merupakan alat bantu untuk membedah bangunan informasi yang terkandung dalam naskah drama dan membantu menciptakan aspek-aspek tontonan dalam pertunjukan drama (Rendra, 1993:95). Selain itu, dramaturgi juga

(38)

26 mengikuti dari berbagai genre drama yang ada sehingga dramaturgi memiliki sifat adaptatif dan aplikatif yaitu menyesuaikan genre drama yang diacu dan dapat diterapkan untuk seluruh genre drama. Secara sederhana, dramaturgi menjadi panduan bagi praktisi yang ingin menulis, memainkan dan menganalisis drama.

Dramaturgi yang diacu menggunakan teori George R. Kernodle (1961) tentang struktur drama dan tekstur drama. Unsur-unsur dramaturgi tersebut kemudian dijabarkan menjadi tema, penokohan, alur, latar, dialog, latar, mood (nuansa), dan spectacle (tontonan). Unsur-unsur dramaturgi yang dibahas akan diacukan kepada pertunjukan drama realis sehingga unsur-unsur dramaturgi tersebut kemudian dipahami sebagai dramaturgi pertunjukan realis.

Elemen struktur yang pertama adalah tema. Tema merupakan gagasan sentral atau dasar dari sebuah cerita. Tema dijelaskan sebagai sesuatu yang akan diungkapkan untuk memberikan arah dan tujuan cerita (Dewojati, 2012:177). Cohen (2011:29) menjelaskan tema sebagai keseluruhan argumen sebuah drama yang berupa topik, ide sentral dan pesan. Dengan dua pandangan tersebut, tema dapat disimpulkan sebagai ide dasar dari sebuah cerita yang hendak disampaikan kepada pembaca naskah drama atau penonton pertunjukan drama.

Tema merupakan bentuk intelektualitas yang bersifat abstrak (Cohen, 2011:29). Abstraksi tersebut merujuk pada buah pemikiran yang hendak disampaikan oleh penulis ataupun pembuat pertunjukan. Dalam drama, tema pada dasarnya adalah pemikiran yang merupakan simpulan atas karakter tertentu atau keseluruhan drama tersebut (Dewojati, 2012:178). Simpulan tersebut yang kemudian mengandung nilai-nilai kehidupan dalam bentuk gagasan mengenai hasil permenungan, moralitas, hukum, sistem sosial masyarakat, adat istiadat, dll.

(39)

27 Dalam konteks drama realis, bentuk intelektualitas dan pemikiran tersebut ditemukan dari realitas kehidupan manusia dan dihadirkan secara obyektif dalam naskah drama maupun pertunjukannya.

Tema selalu mengandung permasalahan yang dijadikan sebagai ide gagasan cerita. Permasalahan inilah yang kemudian disampaikan kepada pembaca atau penonton. Melalui permasalahan yang muncul dalam tema, drama menghadirkan ruang permenungan filosofis terhadap kehidupan manusia. Kernodle (1961:355) menambahkan bahwa drama yang baik tidak hanya memberikan pemahaman filosofis saja namun juga harus mampu menciptakan rasa pembaharuan berupa harmonisasi spiritual yang dalam.

Elemen struktur yang kedua adalah tokoh atau penokohan. Tokoh merupakan unsur yang paling aktif dalam menggerakkan alur cerita (Dewojati, 2012:175). Dalam konteks drama, tokoh merupakan figur manusia yang kehadirannya memberikan aksi-aksi pada alur (Cohen, 2011:28-29). Kehadiran tokoh memberikan aksi konkrit terhadap bentuk peristiwa kehidupan yang hadir di panggung. Melalui aksi-aksi tokoh, masalah-masalah dimunculkan sebagai gagasan ide cerita dan jalannya alur cerita dari permulaan hingga akhir.

Kehadiran tokoh pun memberikan pertanyaan pada cerita, mengapa peristiwa ini bisa terjadi (Dewojati, 2012:175). Hal tersebut merujuk dengan kehadiran tokoh yang memberikan motif dan juga emosi (Barranger, 1994:338). Motif merupakan latar belakang alasan dari sebuah aksi yang dimunculkan oleh tokoh dalam menanggapi sebuah masalah dalam peristiwa. Emosi merupakan latar belakang kejiwaan yang mengandung kompleksitas dari tanggapan pemikiran dan perasaan tokoh terhadap masalah dalam peristiwa. Dalam konteks drama realis,

(40)

28 motif dan emosi tokoh harus selalu diletakkan pada dasar kausalitas terhadap realita kehidupan maupun realita dalam cerita yang selalu bertautan. Maka dari itu, Kernodle (1961:350-353) menegaskan bahwa kehadiran karakter (tokoh) diciptakan dengan sifat dan kualitas yang khusus.

Elemen struktur yang ketiga adalah alur. Alur berhubungan dengan peristiwa yang dibangun dari permulaan hingga akhir untuk mewujudkan sebuah cerita. Alur memberikan cerita berdasarkan peristiwa-peristiwa yang dibangun dalam pertunjukan drama. Setiap momen dalam drama seolah penuh dengan janji dan ancaman tetapi sekaligus mengandung masa depan (Kernodle, 1961:345). Dengan kata lain, alur dapat dikatakan sebagai susunan tahapan peristiwa kehidupan manusia yang mengandung permasalahan untuk disampaikan.

Melalui alur, kausalitas peristiwa juga dipahami dengan logis sehingga tokoh-tokoh yang hadir dapat memberikan makna yang jelas terhadap alur cerita. Pada dasarnya, alur dalam drama selalu disusun berdasarkan hukum sebab-akibat (Barranger, 1994:57). Melalui tahapan peristiwa di dalamnya, alur memberikan konflik yang menandai eksistensi kemanusiaan dari kehadiran tokoh. Pada konteks drama realis, kata kunci dari alur adalah rasionalitas tahapan manusia yang berlandaskan hukum sebab-akibat untuk mewujudkan obyektivitas sesuai fakta-fakta empiris kehidupan.

Secara umum, alur dalam drama menggunakan alur dramatik yang dijabarkan oleh Aristoteles (dalam Cohen, 2011:169) menjadi empat bagian merujuk dalam bukunya berjudul Poetics. Alur dramatik menurut Aristoteles (dalam Dewojati, 2012:169) dibagi menjadi empat; protasis/exposition (perkenalan), epitasio/conflict (permasalahan), catharsis/climax (puncak

(41)

29 masalah), catastrophe/denouement (penyelesaian). Tonggak peristwa tersebut memberikan penjelasan terhadap titik peristiwa penting yang harus ada dalam membangun masalah dalam menciptakan alur cerita. Dalam konteks drama realis, tonggak-tonggak peristiwa tersebut dibangun maju, artinya dari konsep waktu alur berjalan maju dan tidak ada peristiwa lampau.

Elemen struktur yang keempat adalah latar. Latar memiliki tujuan untuk dihadirkan di panggung dalam pertunjukan drama. Secara mendasar, latar memiliki dua tujuan yaitu memandu pemahaman penonton dan mengekspresikan kualitas pertunjukan drama (Brockett, 1964). Yang dimaksud sebagai memandu pemahaman penonton yaitu kehadiran latar memberikan informasi waktu dan tempat peristiwa sehingga memberikan medium bagi penonton untuk memahami kehidupan di dalam panggung dengan kehidupan di dunia nyata.Yang dimaksud sebagai ekspresi kualitas pertunjukan drama adalah kehadiran latar membantu penonton untuk membangun nuansa terhadap citra ruang dan waktu yang dilihat. Kehadiran latar juga merupakan aspek penting dengan keharidran tokoh yang menghidupkan latar. Latar di panggung membantu dalam pembentukan tokoh (Brockett, 1964). Yang dimaksud dari membantu dalam pembentukan tokoh adalah latar memberikan informasi status sosial, tingkat ekonomi, dan aspek budaya masyarakat. Dalam drama realis, hubungan antara latar dan konteks yang terkandung memiliki ikatan kausalitas yang kuat sehingga latar mendukung motif-motif aksi pada tokoh. Pengaruh yang saling menguntungkan antara tokoh dan lingkungan/latar tersebut harus dijaga konsistensinya (Brockett, 1964).

Elemen tekstur yang pertama adalah dialog. Dialog menjadi salah satu bahan dasar dari pertunjukan drama. Berdasarkan teori tekstur Kernodle

(42)

30 (1961:355), tekstur tersebut muncul karena adanya produksi suara dan imaji bahasa dalam dialog. Di dalam dialog, informasi-informasi disampaikan secara tekstual sebagai referensi aksi-aksi dramatik di atas panggung. Selain itu, dialog mengandung masalah-masalah yang kemudian berkembang sehingga menjadi penggerak alur peristiwa.

Dialog bukan hanya mencakup tentang informasi tekstual dalam naskah drama namun juga mencakup bagaimana cara untuk melafalkan dan memainkannya. Dialog juga berorientasi pada bagaimana tokoh dibangun berdasarkan substansi masalah yang dituturkan dalam dialog. Pembangunan tokoh tersebut mengacu pada nada dan imaji melalui penuturan dialog. Penuturan dialog inilah yang melibatkan kompleksitas organ bunyi manusia untuk menciptakan nada-nada tertentu yang mengasosiasikan perasaan dan informasi. Cohen (2011:29) yang mengatakan; “lebih penting lagi hal ini (dialog) merujuk pada tokoh literer dalam sebuah naskah drama, termasuk nada, imaji, irama, dan artikulasi, dan pada bentuk literer dan kiasan yang digunakan oleh penulis naskah seperti bait, rima, metafora, tanda petik, gurauan, dan epigram”.

Elemen tekstur yang kedua adalah mood. Kernodle (1961:345) mendefinisikan mood (suasana) sesuatu yang dirasa lewat pengalaman visual dan aural. Melalui definisi tersebut, mood dapat diasumsikan dengan proyeksi rasa yang dimunculkan dari suatu pertunjukan. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata ‘rasa’ dijelaskan sebagai 1) tanggapan indra terhadap rangsangan saraf; 2) apa yang dialami oleh badan; 3) sifat rasa suatu benda; 4) tanggapan hati terhadap sesuatu; dan 5) pendapat mengenai baik atau buruk, salah

(43)

31 atau benar. Dari pengertian tersebut, rasa dapat diasumsikan pada tanggapan yang kemudian berhubungan dengan ranah emosional yang dialami oleh manusia.

Penciptaan mood (suasana) dalam pertunjukan drama melibatkan banyak unsur. Kesatuan unsur-unsur inilah yang kemudian memunculkan proyeksi rasa pada penonton melalui tontonan pertunjukan drama. Dalam konteks naskah dan pertunjukan drama, rasa inilah yang kemudian menjadi roh untuk dihadirkan dalam bentuk pengucapan dialog, mimik wajah, gestur tubuh, respon terhadap ruang, respon terhadap aktor lainnya dan juga aspek artistik panggung. Kernodle (1961:357) menjabarkan bahwa mood ini hanya tercipta dan dapat dirasakan saat unsur tersebut disampaikan secara langsung pada penonton.

Spectacle (tontonan) merupakan aspek-aspek visual panggung yang perlu dihadirkan untuk menambah unsur dramatik sebuah pertunjukan. Secara etimologi kata, spectacle berasal dari frasa something seen atau sesuatu yang dilihat. Kehadiran unsur spectacle menjadi bagian yang sangat penting dalam pertunjukan drama karena unsur spectacle yang menghidupkan pertunjukan drama. Spectacle merupakan sebuah ekspresi yang ditunjukkan dari perubahan naskah drama menjadi pertunjukan. Brockett (1964:36) menjelaskan bahwa pembaca naskah drama harus bisa merasakan tontonan tersebut yang disediakan oleh penciptaan panggung.

Cohen (2011:30) menjabarkan setidaknya membagi unsur-unsur spectacle menjadi scenery (latar), costumes (pakaian aktor), lighting (tata lampu), makeup (tata rias), properties (peralatan yang digunakan dalam permainan) dan apapun yang terlihat di panggung. Selain aspek-aspek produksi yang dipenuhi sebagai kriteria visualisasi, gestur dan blocking (gerak panggung) juga menjadi aspek

(44)

32 yang membangun spectacle terutama membangun visualisasi dramatik dalam permainan aktor. Semua unsur visual tersebut digunakan untuk menghidupkan alur dan memberikan konteks peristiwa bagi para aktor yang memainkan peristiwa di panggung.

2.3 Pembelajaran Drama (Pedagogical)

Heap (2013:1) memberikan paparan hal penting lain dalam drama yang mampu menjadi potensi pembelajaran bahasa sebagai berikut;

“What is important, here, is that we understand that all these forms of drama experience share the same common elements of theatre: focus, metaphor, tension, symbol, contrast, role, time, space; and that when, as teachers, we come to plan the drama experiences for the students we teach, no matter what sort of drama we intend to do, we need to bear these elements in mind”.

Kutipan tersebut kemudian memberikan pemahaman bahwa drama sebagai sebuah pengalaman mampu memberikan potensi untuk pengembangan kognisi bahasa dan aksi bahasa. Bahkan, drama mampu memberikan jembatan untuk menyeimbangkan kemampuan kognitif, kemampuan keterampilan dan kemampuan sikap. Hal tersebut juga dijelaskan Weltsek (2018:1) yang mengatakan, “ … drama in and as education multiple studies have articulated a strong connection between positive self perception, motivation, and involvement within drama based experiences”. Melalui pernyataan tersebut, pengajaran drama memiliki potensi pengalaman belajar yang mampu segala tuntutan aspek kompetensi yang dibutuhkan, terlebih pada bidang mata pelajaran Bahasa Indonesia

Sebagai sebuah pengalaman, drama mengharuskan laku nyata untuk menerapakan seluruh gagasan sebagai media berbahasa. Tentu saja, ini

(45)

33 berhubungan dengan kognisi bahasa dan aksi bahasa. Maka tuntutan pun muncul kepada pengajar untuk mampu memformulasikan pembelajaran bahasa yang mencakup dua hal tersebut. Bowell dan Heap (2013:1) menjelaskannya sebagai berikut;

“Teachers need to provide students with the opportunity to engage in a range of challenging, exciting and stimulating drama experiences, grounded in a range of genres that enable them to understand and manipulate the art form of drama. Students should learn to use it not only to develop an understanding of themselves within the world but also to comment on their experiences of it”.

Dengan situasi belajar yang diciptakan pengajar, pembelar diharapkan akan mengembangkan pengetahuannya berdasarkan pengalaman yang dialaminya. Proses intepretasi dari pembelajar ini memberikan ruang kebermaknaan yang lebih besar pada pembelajar daripada konsep hanya satu jalur diberikan oleh pengajar.

Pengalaman kognisi dan aksi bahasa kemudian memberikan celah pada pengembangan kemampuan kognitif bahasa dan keterampilan bahasa. Kognisi bahasa akan diasah melalui proses pertemuan pembelajar dengan gagasan dalam teks dan teks-teks lain yang digunakan untuk melengkapi teks utama. Selain itu, penyusunan kata dan kalimat memberikan bentuk riil dalam penyusunan struktur bahasa sehingga mampu menjadi contoh nyata yang akan dialami oleh pembelajar. Namun, pengajar perlu secara bijak mencari naskah drama yang relevan dengan situasi pembelajar, baik jenjang usia, lingkup kultural, dll. Selain itu, keterampilan akan sangat terasah sebagai bentuk teknis untuk memainkan peran dimana seluruh kemampuan membaca, menulis, berbicara dan menyimak diperlukan secara bersamaan. Keterampilan itu mampu dielaborasian dalam

Gambar

Tabel 3.2 Daftar Sumber Data Wawancara
Tabel 3.3 Daftar Sumber Data Penilaian Desain  Produk
Tabel 3.6 Kisi-Kisi Umum Teknik Pengumpulan Data & Instrumen
Tabel 4.1 Pemerolehan Data Analisis Kebutuhan  No.  Instrumen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah kualitas produk, lokasi, harga dan promosi

Berdasarkan protokol yang telah dilakukan hasil model MMP-9 dapat digunakan sebagai target penapisan virtual pada catalytic site , akan tetapi tidak untuk hemopexin- like

Konseling Model SPICC (Sequentially Planned Integrative Counseling for Children) menggabungkan berbagai pendekatan konseling yang diatur secara berurutan untuk

Media Bola Kecil Berwarna Pada Anak Kelompok A Tk Aisyiyah 26 Surabaya ” ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana Pendidikan Program Studi

Penelitian skripsi yang berjudul ” Pendongeng Cilik dalam Cerita Rakyat Cindelaras ” disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana Program

Selanjutnya energi didistribusikan dalam medium oleh elektron sekunder yang bergerak (Podgorsak, 2005, h. 49) Oleh karena itu, distribusi dosis sangat tergantung

Prasetya, Gregorius Wicaksana Andy. Kemampuan Menulis Teks Deskripsi Pengalaman Pribadi Mahasiswa Semester III Pada Mata Kuliah TIK Kelas C Prodi PBSI Universitas Sanata

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruh penerapan model pembelajaran Concept Sentence terhadap keterampilan menulis karangan deskripsi menggunakan media