• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI BALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI BALI"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

1 LAPORAN PENELITIAN

PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK

DI PROPINSI BALI

PENELITI:

Made Nurmawati,S.H., M.H.

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2018

(2)
(3)

3 RINGKASAN

Pertanian konvensional yang selama ini dilaksanakan oleh masyarakat membawa berbagai dampak terhadap kesehatan dan lingkungan, hal ini sebagai akibat pemenfaatan zat-zat kimia/unorganik yang berbahaya bagi kesehatan dan merusak tanah. Pemerintah Daerah Propinsi Bali telah mencanangkan Propinsi Bali sebagai “island organic” dan telah membuat berbagai kebijakan seperti Simantri ( sistem pertanian terintegrasi). Pemerintah pusat juga telah membuat landasan hukum untuk melaksanakan hal tersebut diantaranya: Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman Peraturan Menteri Pertanian Nomor 64/Permentan/Ot.140/5/2013 Tentang Sistem Pertanian Organik, dan dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 s.d 2029, yang mencanangkan tentang pelaksanaan sitem pertanian organik di Propinsi Bali. Hanya saja Untuk implementasi peraturan perundang-undangan tersebutdi Bali belum ada, dan hanya 1 kabupaten di Bali yang memiliki Perda sistem pertanian organik yakni Kabupaten Jembrana. Peraturan Daerah tentang Sistem Pertanian Organik perlu dibentuk untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan diatasnya, menyelenggarakan pemerintahan daerah sesuai dengan kebutuhan daerah dan juga untuk memberikan kepastian hukum serta perlindungan bagi masyarakat.

Penelitian ini termasuk dalam penelitian hukum normative, yakni meneliti bahan-bahan hukum primer, secunder dan tertier. Penelitian ini difokuskan pada pengkajian terhadap pengaturan sistem pertanian organik di Propinsi Bali melalui pembentukan Perda. Pendekatan yang dipergunakan adalah penedekatan perundang-undangan, pendekatan konsep. Bahan hukum yang dikumpulkan diolah dengan metode interpretasi, kemudian dianalisis secara induktif kualitatif.

Dalam penelitian ini dilakukan penelusuran terhadap konsep-konsep, teori-teori dan asas-asas yang berkaitan dengan sistem pertanian organik . Hal ini untuk menjelaskan bagaimana mengatur Perda Sistem Pertanian Organik di Propinsi Bali dari segi teknis dan materi yang diatur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam mengatur persoalan pertanian organik nantinya perlu memperhatikan landasan pemikiran baik secara filosofis,sosiologis dan yuridis dari Perda yang akan disusun. Secara filosifis memperhatikan visi dan misi propinsi Bali, Secara sosiologis adalah keinginan masyarakat untuk hidup dan lingkungan yang sehat, serta landasan yuridisnya adalah telah adanya peraturan perundang-undangan diatasnya yang mengatur sistem pertanian organik. Selain itu dari segi substansi /materi perda yang dibentuk sesuai dengan teknik dalam UU No.12 Tahun 2011 dan juga mengatur Ketentuan Umum, Asas, Tujuan, dan Sasaran, Perencanaan Sistem Pertanian Organik, Pengadaan Saproktan dan Produk Pertanian Organik, Penyelenggaraan Sistem Pertanian Organik, Kelembagaan, Budidaya Pertanian Organik, Sarana Produksi dan Pengolahan, Sertifikasi, Pemberian Insentif, Pelabelan Produk Pertanian Organik, Produk Organik Asal Pemasukan, Pemasaran Produk Pertanian Organik, pembiayaan dan Pembinaan dan Pengawasan,serta sanksi.

(4)

4 PRAKARTA

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmatNya laporan akhir penelitian Pengaturan Sistem Pertanian Organik di Propinsi Bali berhasil diselesaikan. Penelitian ini dimaksudkan untuk menelusuri, mengungkapkan dan menganalisis permasalahan terkait pengaturan sistem pertanian organik . Penelitian didahului dengan melakukan penelusuran terhadap peraturan-peraturan yang dibuat serta kebijakan-kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pertanian organik . Kemudian disusun instrumen penelitian, pengumpulan bahan, identifikasi masalah, analisis data. Tahap berikutnya adalah pembahasan dan menyimpulkan hasil penelitian serta melaporkan pelaksanaan kegiatan penelitian sebagai luaran.

Dengan selesainya laporan ini, sudah sepatutnya diucapkan terima kasih kepada: 1. Rektor Universitas Udayana yang telah memberikan fasilitas penelitian.

2. Bapak Prof. Dr. I Made Arya Utama, S.H., M.Hum., Dekan F H UNUD dan para wakil dekan yang telah memfasilitisi penelitian ini.

3. Bapak dan Ibu tenaga kependidikan di FH UNUD dan LPPM Unud yang telah berpartisipasi dalam persiapan dan penyelesaian proses administrasi penelitian ini. 4. Para penulis yang karya tulisnya diacu sebagai referensi dalam menyusun laporan

penelitian.

5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per-satu yang telah berkontribusi dalam pelaksanaan dan pelaporan penelitian ini.

6. Besar harapan kami agar hasil penelitian ini memberikan manfaat bagi Unud, khususnya bagi dosen dan mahasiswa, aparatur pemerintah daerah, dan masyarakat. Akhirnya, mohon maaf atas segala kekurangan dan kelemahan laporan penelitian ini.

Denpasar, 1 Nopember 2018 Peneliti.

(5)

5 DAFTAR ISI JUDUL ... 1 LEMBAR PENGESAHAN ... 2 RINGKASAN ... 3 PRAKATA ... 4 DAFTAR ISI ... 5 BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 6

1.2. Rumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.5. Metode Penelitian ... 10

BAB II : TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengertian Sistem Pertanian Organik ... 12

2.2. Prinsip Negara Hukum dan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan... 16

2.3. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Peraturan Desa ... 19

BAB III : PEMBAHASAN 3.1. Sistem Pertanian Organik di Propinsi Bali... 22

3.2. Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis Pembentukan Peraturan Daerah... 23

3.3. Pengaturan Sistem Pertanian Organik di Propinsi Bali ... 32

BAB IV : PENUTUP 4.1. Simpulan... 41

4.2. Saran ... 41

(6)

6 BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Kesadaran tentang bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis (pupuk non organik) yang terdapat dalam pertanian dewasa ini menjadikan pertanian organik menarik perhatian masyarakat baik di tingkat internasional, nasional maupun lokal serta produsen maupun konsumen. Kesadaran akan kesehatan maupun lingkungan telah mengubah pola kehidupan masyarakat dari model pertanian konvensional yang dikenal selama ini menjadi model pertanian organik, hal ini sudah tentu mendorong meningkatnya permintaan produk organik.

Syarat suatu produk pertanian akan memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat maka produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes), dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes).1 Hal tersebut dapat ditemukan dalam produk pertanian organik. Menurut para pakar pertanian barat, arti pertanian organik adalah penerapan hukum pengembalian “Low of return” yang berarti

suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik kedalam tanah, baik kedalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan untuk memberi makan pada tanaman. Filisofi yang melandasi pertanian organik adalah prinsip memberikan makanan pada tanah yang selanjutnya tanah akan menyediakan makanan bagi tanaman secara langsung. 2

Ditingkat Internasional permintaan produk organik terus meningkat, seperti yang ditunjukkan dari data badan sertifikasi produk organik Biocert pada tahun 2010, pasar organik dunia mencapai 70,2 milyar US dollar, makanan, maupun minuman mencapai 38,6 milyar US

1 http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/fae/article/view/3880

(7)

7

dollar pada tahun 2006, atau meningkat dua (2) kali lipat dibandingkan dengan tahun 2000 sebesar 18 milyar US dollar, dimana Eropa dan Amerika Serikat menjadi pasar utama produk organik, serta pasar Asia diperkirakan mencapai 780 juta US dollar di tahun 2006. Pasar produk organik Asia berada di Jepang, Korea Selatan, Singapura, Taiwan dan Hongkong.3 Hal ini tidak terlepas dari meningkatnya kesadaran umat manusia akan kesehatan manusia dan lingkungan. Pengembangan pertanian organik di Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di pasar internasional hal ini mengingat Indonesia memiliki berbagai keunggulan komparatif antara lain: (i) masih banyak sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk mengembangkan sistem pertanian organik, (ii) teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati dan lain-lain.4 Keunggulan lainnya adalah memiliki sumber daya manusia yang cukup besar serta produk pertanian yang sangat beragam. Hanya saja meskipun Indonesia memiliki keunggulan tersebut namun perkembangan pertanian organik sangat lambat, hal ini akibat pola pikir masyarakat yang masih enggan untuk beralih dari pertanian konvensional ke pertanian organik dengan berbagai macam alasan dan berbagai kendala yang dihadapi, antara lain kendala pasar, minat konsumen dan pemahaman terhadap produk organik, proses sertifikasi yang dianggap berat oleh petani baik dari segi anggaran/biaya yang dikeluarkan maupun dari segi proses yang harus dilakukan mulai proses persiapan lahan sampai pada pemasaran.

Sejak Tahun 2010 pemerintah telah mencanangkan berbagai kebijakan dalam pengembangan pertanian organik seperti ‘Go Organic 2010’, dan mengeluarkan berbagai

peraturan hukum terkait pertanian organik seperti: Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang

3 Musa Hubeis, Hardiana Widyastuti, Nur Hadi Wijaya , Prospek Cerah Produksi Sayuran Organik

Bernilai Tambah Tinggi Berbasis Petani, Risalah Kebijakan Pertanian Dan Lingkungan Vol. 1 No. 2, Agustus

2014: 110-115, Issn : 2355-6226

(8)

8

Standardisasi Nasional Indonesia , Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 64/Permentan/Ot.140/5/2013 Tentang Sistem Pertanian Organik dan beberapa peraturan lainnya yang terkait. Upaya pengembangan pertanian organik dilakukan keberbagai wilayah di Indonesia dan salah satunya adalah Propinsi Bali.

Propinsi Bali adalah merupakan salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia.

Secara geografis Provinsi Bali terletak pada 8°3'40" - 8°50'48" Lintang Selatan dan 114°25'53" - 115°42'40" Bujur Timur. Relief dan topografi Pulau Bali di tengah-tengah terbentang pegunungan yang memanjang dari barat ke timur.

Provinsi Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Batas fisiknya adalah sebagai berikut:

 Utara : Laut Bali

 Timur : Selat Lombok (Provinsi Nusa Tenggara Barat)

 Selatan : Samudera Indonesia

 Barat :Selat Bali (Propinsi Jawa Timur)

Secara administrasi, Provinsi Bali terbagi menjadi delapan kabupaten dan satu kota, yaitu Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem, Klungkung, Bangli, Buleleng, dan Kota Denpasar yang juga merupakan ibukota provinsi. Secara administratif Provinsi Bali terbagi atas 8 kabupaten, 1 kotamadya, 55 kecamatan, dan 701 desa/kelurahan.5 Selain Pulau Bali Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau kecil lainnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa Ceningan di wilayah Kabupaten Klungkung, Pulau Serangan di wilayah Kota Denpasar, dan Pulau Menjangan di Kabupaten Buleleng. Luas total wilayah Provinsi Bali adalah 5.634,40 ha dengan panjang pantai mencapai 529 km.6

Ada banyak sumber daya alam Bali yang memiliki potensi untuk terus dikembangkan, dimana dengan kondisi alam yang masih sangat terjaga maka dari itu banyak hal yang masih dapat dikembangkan untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan masyarakat maupun negara.

5 https://id.wikipedia.org/wiki/Bali 6 http://www.baliprov.go.id/v1/geographi

(9)

9

Selain sektor pariwisata yang merupakan sektor paling favorit yang ada di Bali, potensi sumber daya alam yang bisa dimaksimalkan kembali salah satunya adalah sektor pertanian. Luas persawahan di Bali mencapai 81.210 hektar. Adapun area persawahan terluas terletak di daerah Kabupaten Tabanan yang mencapai kurang lebih 22.490 hektar. Maka tidak mengherankan kalau daerah Tabanan mendapatkan julukan lumbung berasnya Bali. Peringkat kedua diduduki oleh wilayah Gianyar yang memiliki luas lahan persawahan 14.856 hektar. Adapun Denpasar menduduki peringkat terakhir dengan memiliki luas lahan hanya 2.768 hektar.7 Propinsi Bali juga adalah merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memilki potensi kepariwisataan yang sangat besar, kekayaan alam seni budaya dan adat istiadatnya. Pariwisata di daerah Bali merupakan sektor paling maju dan berkembang, tetapi masih berpeluang untuk dikembangkan lebih modern dengan memperhatikan aspek kesehatan dan lingkungan.

Atas dasar potensi tersebut pemerintah Propinsi Bali melakukan berbagai upaya untuk mengembangkan pertanian organik secara bertahap menuju Bali sebagai pulau organik. Hal ini sebagai upaya dan langkah untuk mempertahankan alam dan budaya agraris Bali secara berkelanjutan. Pemerintah Provinsi Bali menggerakan masyarakat untuk menerapkan sistem pertanian organik sesuai yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 s.d 2029. Meskipun pengaturan tentang pertanian organik telah diatur dalam hukum nasional, dan juga dalam Perda tentang tata ruang wilayah Bali, namun Bali belum memiliki payung hukum (perda) yang secara khusus mengatur tentang sistem pertanian organik di Propinsi Bali. Di berbagai kabupaten yang ada di Bali juga belum memiliki perda kabupaten tentang sistem pertanian organik. Satu-satunya kabupaten yang telah memiliki adalah Kabupaten Jembrana dengan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pengembangan Pertanian Organik di Kabupaten Jembrana.

(10)

10 1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Apa landasan hukum pengaturan sistem pertanian organik ?

2. Bagaimana pengaturan tentang sistem Pertanian Organik di Propinsi Bali ? 1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini pada dasarnya hendak mengkaji apa landasan hukum sistem pertanian organik serta pengaturan sistem pertanian organik di Propinsi Bali

1.3.2.Tujuan Khusus

1.Menjelaskan landasan hukum sistem pertanian organik

2.Menemukan dan menjelaskan bagaimana pengaturan sistem pertanian organik di Propinsi Bali

1.4.Manfaat Penelitian 1.4.1.Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pengembangan keilmuan khususnya terhadap kajian tentang sistem pertanian organik .

1.4.1.Manfaat Praktis

Diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan dalam upaya pembangunan politik hukum yang berkaitan dengan pembentukan peraturan perundang-undangan, khususnya sistem pertanian organik.

1.5.Metode Penelitian 1.5.1. Jenis Penelitian

(11)

11 Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah merupakan penelitian hukum normative, dimana penelitian hukum normative menurut Jhony Ibrahim8 adalah penelitian yang mencoba untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Penelitian hukum normative mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek yaitu aspek teori, sejarah,filosofi,perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi,formalitas dan kekuatan mengikat suatu Undang-Undang dan Bahasa hukum yang digunakan dan tidak mengkaji aspek terapan atau implementasinya.

5.2.Metode Pendekatan

Ada beberapa metode pendekatan yang dikenal dalam penelitian hukum normative yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual

approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), pendekatan analitis (analytical approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), pendekatan historis

(historitical approach), pendekatan filsafat (philosophical approach), dan pendekatan kasus (case approach)9. Dalam penelitian ini akan digunakan beberapa cara pendekatan untuk manganalisa permasalahan, sebagaimana dikemukakan oleh Cambell and Glasson bahwa; “there is no single technique that is magically “right” for all problem” , 10

Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (the statute approach), yang dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah legislasi, antara lain Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional Indonesia , Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 64/Permentan/Ot.140/5/2013 Tentang Sistem Pertanian Organik dan beberapa peraturan lainnya yang terkait.. Pendekatan analisis konsep hukum (legal analytical

8 Jhony Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, : Bayu Media Publishing,

Malang, 2005,hlm.57

9 Peter Mahmud Marzuki; Metodologi Penelitian Hukum, 2000;93-137 10 Jhony Ibrahim, Ibid,hlm.52

(12)

12 conceptual approach), dilakukan dengan menelaah konsep-konsep yang berkaitan dengan

masalah Perdes . Pendekatan filsafat dilakukan dengan menelaah secara mendalam politik hukum dari peraturan desa serta dengan memberikan pendasaran secara filosofis tentang peraturan desa tersebut.

1.5.3.Sumber Bahan Hukum

Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, secunder dan tertier.(Suryono Soekanto;1986;52). Bahan hukum primer yang digunakan adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang-Undang-Undang No.12 Tahun 2014 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Undang-Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional Indonesia , Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 64/Permentan/Ot.140/5/2013 Tentang Sistem Pertanian Organik Peraturan Daerah Kabupaten yang terkait dengan substansi, serta peraturan desa. Selain itu juga akan digunakan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 s.d 2029 Bahan hukum secunder diperoleh dari dokumen atau bahan hukum seperti hail penelitian terdahulu, buku-buku/karya tulis para akhli hukum yang relevan dengan masalah yang diteliti. Bahan hukum tertier, yaitu kamus bahasa dan kamus hukum untuk memperjelas pengertian yang berkaitan dengan penelitian ini.

.Selain bahan hukum tersebut maka digunakan juga bahan hukum informative, yakni berupa informasi mengenai Peraturan Desa untuk memperjelas atau mengklarifikasi bahan hukum primer. Bahan hukum juga diperoleh dengan jalan electronic research, yakni melalui penelusuran di internet dengan jalan mengcopy (download) website tertentu. Keunggulan dalam pemakaian internet antara lain: efesien, tanpa batas (without boundry), terbuka selama

(13)

13

24 jam, interaktif dan terjalin dalam sekejap (hyperlink).11 Moris L.Cohen dan Kent C Olson menyatakan bahwa: “In recent years, of course more and more material has become available

electronically. The computer has not, however, replaced the book and the astute reasercher knows how to take advanteges of both media. Electronic research has significantly affected the process of legal research.12

1.5.4.Metode Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum diawali dengan kegiatan inventarisasi. Bahan hukum dikumpulkan dengan studi dokumentasi, yakni dengan melakukan pencatatan terhadap sumber bahan hukum primer dan secunder, dan kemudian dilakukan identifikasi terhadap bahan hukum primer dan secunder. Selanjutnya dilakukaninventarisasi bahan-bahan hukum yang relevan dengan cara pencatatan atau pengutipan .

Bahan hukum informative diperoleh melalui wawancara dengan masyarakat yang terkait dengan penelitian pejabat dilingkungan Pemerintahan serta Pejabat Desa berkaitan dengan masalah system pertanian organik.

Analisis terhadap bahan hukum yang telah dikumpulkan akan dianalisis secara deskriptif - evaluative, artinya memaparkan, menafsirkan, menjelaskan, menilai dan menganalisa asas, norma atau kaidah-kaidah yang berkaitan dengan sistem pertanian organik, untuk menemukan konsep-konsep hukum yang dapat dipergunakan dalam menyusun perda sistem pertanian organik yang ideal khususnya dalam masyarakat yang mengenal adanya aturan hukum lain yang hidup di dalam masyarakat seperti awig-awig di Bali.

1.5.5.Metode Analisa Bahan Hukum

Analisa bahan hukum dilakukan dengan hermeneuka hukum, yang artinya adalah metode interprestasi atas teks-teks hukum atau metode memahami terhadap suatu naskah

11 Budi Agus Riwandi; Hukum dan Internet di Indonesia, UII Press, Jogyakarta, 2006,hlm 325-326. 12 Moris L Cohen, hlm.8

(14)

14

normative. Senada dengan hal itu L.B.Curson mengartikan interpretasi sebagai pemberian makna pada kata-kata dalam peraturan perundang-undangan (interpretation refers generally to

the assigning of meaning to words in statute).13 Interpretasi yang digunakan adalah interpretasi gramatika dengan cara menemukan pengertian-pengertian, konsep yang terdapat dalam kamus. Selain itu dipergunakan pula interpretasi sistematis, sejarah, teleologis dan kontruksi hukum.

13 LB. Curzon, 1975, Yurisprudence, M&E Handbooks, Mac Donald and Evans, Ltd., Estover, Plymouth

(15)

15 BAB II

TINJAUAN TEORITIS 2.1.Pengertian Sistem Peratian Organik.

Ada beberapa difinisi tentang pertanian organik maupun sistem pertanian organik yang dikemukakan oleh para sarjana maupun yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan. Menurut Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM) , Pertanian organik didefinisikan sebagai " sistem produksi pertanian yang mempromosikan lingkungan, sosial dan ekonomi produksi makanan dan serat, serta tidak termasuk penggunaan pupuk sintetis, pestisida, zat pengatur tumbuh, pakan ternak danzat tambahan, serta organisme rekayasa genetika”. Sedangkan menurut Wikipedia , Pertanian organik diartikan sebagai

sistem budi daya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan

kimia sintetis. Pengolahan pertanian organik didasarkan pada

prinsip kesehatan, ekologi, keadilan, dan perlindungan.14 Yang dimaksud dengan prinsip: 1. kesehatan dalam pertanian organik adalah kegiatan pertanian harus

memperhatikan kelestarian dan peningkatan kesehatan tanah, tanaman, hewan, bumi, dan manusia sebagai satu kesatuan karena semua komponen tersebut saling berhubungan dan tidak terpisahkan.

2. Siklus dan sistem ekologi kehidupan, artinya bahwa pertanian organik juga harus memperhatikan keadilan baik antar manusia maupun dengan makhluk hidup lain di lingkungan.

3. Perlindungan, artinya bahwa untuk mencapai pertanian organik yang baik perlu dilakukan pengelolaan yang berhati-hati dan bertanggungjawab melindungi kesehatan dan kesejahteraan manusia baik pada masa kini maupun pada masa depan.15

14 https://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian_organik 15 https://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian_organik

(16)

16

Dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 64/Permentan/Ot.140/5/2013 Tentang Sistem Pertanian Organik , dalam Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa: Sistem Pertanian Organik adalah sistem manajemen produksi yang holistik untuk meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah. Pertanian organik menekankan penerapan praktek-praktek manajemen yang lebih mengutamakan penggunaan input dari limbah kegiatan budidaya di lahan, dengan mempertimbangkan daya adaptasi terhadap keadaan/kondisi setempat. Jika memungkinkan hal tersebut dapat dicapai dengan penggunaan budaya, metoda biologi dan mekanik, yang tidak menggunakan bahan sintesis untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam sistem.

Dari difinisi tersebut terlihat bahwa tujuan sistem pertanian organik adalah untuk meningkatkan agroekosistem meliputi produk pertanian maupun lingkungan dengan tidak menggunakan bahan-bahan kimia/sintetis/non organik. Sedangkan menurut tujuan yang hendak dicapai dalam penggunaan sistem pertanian organik antara lain:

1. mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usaha tani dengan mengaktifkan kehidupan jasad renik, flora dan fauna, tanah, tanaman serta hewan;

2. memberikan jaminan yang semakin baik bagi para produsen pertanian (terutama petani) dengan kehidupan yang lebih sesuai dengan hak asasi manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar serta memperoleh penghasilan dan kepuasan kerja, termasuk lingkungan kerja yang aman dan sehat, dan

3. memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan. Pertanian organik menurut IFOAM merupakan sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara, tanah, dan air. Pertanian organik di sisi lain juga berusaha meningkatkan kesehatan dan produktivitas di antara flora, fauna, dan manusia

2.2. Prinsip Negara Hukum dan pembentukan Peraturan Perundang-undangan 2.2.1. Negara Hukum

Indonesia adalah merupakan sebah negara hukum. Hal tersebut telah ditegaskan dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang menyebutkan :”Negara Indonesia adalah negara hukum”.

(17)

17

Makna dari ketentuan tersebut adalah adalah bahwa hukumlah yang pertama-tama dianggap sebagai pemimpin bukan orang, “the Rule of Law, and not of man”, Orang bisa berganti tetapi hukum sebagai sustu sistem diharapkan tetap tegak sebagai acuan dan pegangan bersama.16

Sebagai sebuah negara hukum maka hukum memegang peranan yang penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Segala tindakan pemerintah maupun masyarakat harus berdasarkan hukum yang berlaku. Konsep negara hukum bagi Negara RI adalah negara hukum Pancasila. Negara hukum Pancasila menurut Padmo Wahyono adalah; suatu kehidupan berkelompok bangsa Indonesia, atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas dalam arti merdeka,berdaulat,bersatu, adil dan makmur, yang didasarkan hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis sebagai wahana untuk ketertiban dan kesejahtraan dengan fungsi pengayoman dalam arti menegakkan demokrasi,perikemanusiaan, dan keadilan social.17 Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk dapat mewujudkan tegaknya negara hukum yakni: elemen instrument hukum; elemen institusi hukum yang perlu ditata kembali tugas, fungsi dan mekanisme kerjanya; elemen sistem kepemimpinan, aparat atau pejabat hukum serta profesi hukum yang menjadi pangkal tolak pembangunan sistem hukum yang efektif; dan elemen tradisi hukum dan budaya hukum masyarakat . 18 Dengan demikian maka salah satu element yg penting dalam rangka mewujudkan Negara hukum adalah elemen instrument hukum. Instrument hukum dapat dalam bentuk tertulis dan tidak tertulis. Instrumen hukum yang tertulis yakni peraturan perundang-undangan.

16 Jimly Assidiqie, 2000, Reformasi Menuju Indonesia Baru:Agenda Restrukturisasi Organisasi

Negara,Pembaruan Hukum, dan Keberdayaan Masyarakat Madani, Makalah disampaikan dalam Forum

Kongres Mahasiswa Indonesi sedunia I, di Chicago, Amerika Serikat, tanggal 28 Oktober

17 Padmo Wahyono, 1989, Pembangunan Hukum di Indonesing bera, Ind-Hill,Jakarta, hlm.153-159 18 Jimly Assidqy,loc cit

(18)

18 2.2.2. Peraturan Perundang-undangan

Yang dimaksud dengan Peraturan Perundang-undangan menurut Pasal 1 angka 2 UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UUP3) adalah: peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Dengan demikian untuk dapat disebut sebagai sebuah peraturan perundang-undangan harus memenuhi unsur yaitu: harus terttulis,berisi norma hukum, ditetapkan oleh lembaga/pejabat yang berwenang , dengan prosedur tertentu. Tidak dipenuhinya unsur-unsur tersebut dapat mengakibatkan peraturan tersebut batal demi hukum atau dapat dibatalkan.

Ada beberapa jenis peraturan perundang-undangan yang ditentukan dalam Pasal 7(1) UUP3 yaitu:

a.Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Susunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7(1) UUP3 tersebut menunjukan suatu hierachi, dimana peraturan yang diatas harus menjadi dasar bagi yang dibawahnya dan yang dibawah tidak boleh bertentangan dengan yang diatas. Dalam membentuk peraturan tersebut harus sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan.

Asas-asas tersebut bukan merupakan suatu norma hukum, tetapi merupakan pertimbangan etik yang dituangkan dalam norma hukum. Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan ini penting untuk dipahami dan diterapkan, karena dapat terjadi pembentuk peraturan perundang-undangan berdasarkan kepentingan sesaat, sesuai dengan kepentingan politik tertentu, tidak didasarkan pada kebutuhan masyarakat. Pada prinsipnya asas pembentukan peraturan perundang-undangan sangat relevan dengan asas umum administrasi publik yang baik ( general principles of good administration ).

(19)

19

Pasal 5 UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menegaskan tentang asas pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu:

a. kejelasan tujuan;

b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; d. dapat dilaksanakan;

e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. kejelasan rumusan; dan

g. keterbukaan.

Selain asas pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU No.12 Tahun 2011, juga terdapat asas-asas terkait dengan materi muatan peraturan perundang-undangan yang terdapat dalam Pasal 6 UU No.12 Tahun 2011 yakni:

a. pengayoman; b. kemanusiaan; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan; f. bhinneka tunggal ika; g. keadilan;

h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau

j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Dalam penyusunan suatu rancangan peraturan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan asas-asas tersebut baik dari segi teknik pembentukan maupun dari segi materi muatannya, dan juga landasan dalam pembentukannya baik secara filosofis, sosiologis dan yuridis, serta bahasa yag baik sehungga dapat terbentuk peraturan perundang-undangan yang baik ( good legislation ).

2.2.3. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Peraturan Daerah

Dalam Pasal 18 ayat (1) UUD Tahun 1945 disebutkan bahwa: Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undan-gundang. Berdasarkan ketentuan tersebut maka jelas wilayah Indonesia terbagi-bagi menjadi wilayah Propinsi dan Kabupaten/kota. Undang-Undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah adalah Undang-Undang-undang yang mengatur adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran

(20)

20

Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587 ) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679 ). Yang dimaksud dengan pemerintahan daerah menurut Pasal 1 angka 2 UU No.23 Tahun 2014 adalah: penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom (Pasal 1 angka 3).

Dalam rangka menjalankan pemerintahannya, pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Menurut Kapusluhkum Badan Pembinaan Hukum Nasional, Perda memiliki beberapa fungsi yakni: pertama, sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan sebagaimana amanat UUD RI Tahun 1945 dan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah; kedua, sebagai penampung kekhususan dan keragaman daerah, serta penyalur aspirasi masyarakat di daerah. Namun, pengaturannya tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Ketiga, berfungsi sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan daerah; dan Fungsi yang keempat, adalah sebagai peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 19

19

(21)

21

Propinsi Bali sebagai salah satu bagian dari pemerintahan daerah di Indonesia juga mempunyai hak dan kewenangan untuk mengatur wilayahnya berdasarkan prinsip otonomi dan juga berhak membuat Peraturan Daerah dalam rangka mengatur dan menyelenggarakan pemerintahan di daerah. Pasal 1 angka 25 UU No.23 Tahun 2014 menyebutkan Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda atau yang disebut dengan nama lain adalah Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota. Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur (Pasal 1 angka 7 UUP3).

Sementara itu dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah juga harus memperhatikan asas-asas penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 58 UU No.23 Tahun 2014 yang berpedoman pada asas penyelenggaraan pemerintahan negara yang terdiri atas: a.kepastian hukum; b. tertib penyelenggara negara; c. kepentingan umum; d. keterbukaan; e. proporsionalitas; f. profesionalitas; g. akuntabilitas; h. efisiensi; i. efektivitas; dan j. Keadilan. Sementara itu yang merupakan urusan pemerintahan Pasal 9 ayat (1) UU 23 Tahun 2014 menentukan “Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum”. Urusan

pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah. Salah satu urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar sebagaimana ditentukan dalam Pasal 12 ayat ( 2 ) adalah berkaitan dengan pangan.

Urusan-urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah khususnya daerah Propinsi Bali inilah yang penjabarannya dapat diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi Bali. Salah satu kewenangan yang dapat dibentuk oleh pemeritah daerah Propinsi Bali adalah membentuk Perda Propinsi Bali tentang Sistem Pertanian Organik.

(22)

22 BAB III

PEMBAHASAN 3.1. Sistem Pertanian Organik di Propinsi Bali

Salah satu kewenangan yang hendak diwujudkan oleh pemerintah Propinsi Bali adalah mewujudkan Bali sebagai `Organic Island` dengan mengiplementasikan program sistem pertanian terintegrasi (Simantri)," Masyarakat Bali mulai mengembangkan pertanian organik dengan mengaplikasikan metode "system of rice intensification" (SRI). Pertanian SRI organik adalah metode budi daya tanaman yang intensif dan efisien melalui proses manajemen perakaran yang berbasis pada pengelolaan tanah, air dan tanaman. Dsertai pula pemberdayaan kearifan lokal melalui penggunaan bahan-bahan alamiah dan pengoptimalan peranan dan fungsi bahan organik tanah20

Menurut Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan (Distan) Provinsi Bali pada tahun ini mengembangkan 16 desa organik percontohan, sebagai upaya untuk mengintensifkan pengembangan pertanian organik. Ke-16 desa yang dikembangkan tersebut terbagi dalam tiga kriteria yakni pertanian organik padi, sayur-sayuran dan buah-buahan. 16 desa organik percontohan, meliputi enam desa organik berbasis padi di Desa Berambang, Sulangai, Mengani, Peninjauan, Sambangan dan Aan, ada lima desa organik berbasis sayuran di Desa Sulangai, Plaga, Lukluk, Sangeh dan Kerta, serta lima desa organik berbasis buah-buahan di Desa Buana Giri, Bebandem, Jungutan, Amerta Buana dan Mambal.21 Implementasi Simantri dimulai tahun 2009 pada 10 lokasi percontohan Gapoktan Simantri di 7 kabupaten. Perkembangan Simantri 2009-2013 telah mencapai 400 lokasi, dari target 1000 lokasi Simantri tahun 2018 di 9 kabupaten/kota.22 Diharapkan jika ke 50 model SIMANTRI yang merupakan proyek Percontohan dapat dikembangkan lagi bagi desa-desa lainnya di bali

20 https://bali.antaranews.com/berita/83377/bali-kembangkan-pertanian-organik-metode-sri 21

https://www.beritasatu.com/nasional/385474-bali-kembangkan-16-desa-percontohan-pertanian-organik.html

(23)

23

maka mambangun desa secara berkelanjutan dengan target peningkatan pendapatan petani, terwujudnya program Bali Organik dan Bali Mandara akan dapat direalisasikan.

Meskipun telah banyak program yang sudah dicanangkan oleh pemerintah daerah Propinsi Bali melalui program-program tersebut, sayangnya Propinsi Bali tidak memiliki payung hukum berupa perda yang mengatur tentang sistem pertanian organik di Propinsi Bali. Sebagaimana dikemukakan diatas bahwa Perda adalah merupakan penjabaran dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, sehingga perlu dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan kondisi propinsi Bali guna memberikan jaminan kepastian hukum bagi masyarakat maupun pelaku pertanian organik.

Guna mewujudkan hal tersebut pembentukan Perda Propinsi Bali tentang Sistem Pertanian Organikadalah suatu keniscayaa.

3.2. Landasan filosofis, sosiologis dan yuridis pembentukan Peraturan Daerah sistem Pertanian Organik

Pada dasarnya, suatu peraturan perundang-undangan tidak dapat begitu saja dibentuk dan disahkan hingga diberlakukan. Pembentukan peraturan perundang-undangan termasuk Perda harus dilakukan sesuai prosedur yang ada. Menurut Pasal 1 angka 1 UU No.12 Tahun 2011 Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Sifat suatu peraturan Perundang-undangan yang bersifat tertulis, dibuat/ditetapkan oleh pejabat yang berwenang, memuat norma hukum dan berlaku umum, dan dalam pembentukannya harus memperhatikan landasan-landasan yang menjadi dasar bagi keberadaan dan kekuatannya. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka suatu Peraturan Perundang-undangan yang baik setidaknya memiliki tiga landasan, yakni landasan filosofis, landasan sosiologis, dan landasan yuridis. Landasan tersebut juga termuat didalam pembentukan Peraturan Daerah Propinsi Bali tentang Sistem Pertanan Organik.

(24)

24

A. Landasan Filosofis

Landasan filosofis adalah pandangan yang menjadi dasar cita-cita sewaktu menuangkan suatu masalah ke dalam Peraturan Perundang-undangan ( Jazim Hamidi; 2008:114 ). Ketentuan angka 19 Lampiran II UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menentukan bahwa unsur filosofis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ( UUD Tahun 1945 ).

Berdasarkan pemahaman akan hal tersebut, maka dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia harus berlandaskan pandangan filosofis Pancasila, yakni :

1. Nilai-nilai religiusitas bangsa Indonesia yang terangkum dalam Sila Ke-Tuhanan Yang Maha Esa;

2. Nilai-nilai hak-hak asasi manusia dan penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan sebagaimana terdapat dalam sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab;

3. Nilai-nilai kepentingan bangsa secara utuh, dan kesatuan hukum nasional seperti yang terdapat dalam sila Persatuan Indonesia;

4. Nilai-nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat, sebagaimana terdapat di dalam sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan; dan

5. Nilai-nilai keadilan – baik individu maupun sosial – seperti yang tercantum dalam Sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.23

Dalam pembentukan Peraturan Daerah Propinsi Bali mengenai Sistem Pertanian Organik, landasan filosofis yang sesuai untuk dijadikan dasar penyusunan adalah dengan melihat pada nilai-nilai yang terkandung dalam UUD Tahun 1945 sebagaimana dituangkan dalam alinea ke IV Pembukaan UUD Tahun 1945, yakni untuk mewujudkan kesejahtraan masyarakat Indonesia. Dalam

(25)

25 pembentukan peraturan daerah di Propinsi Bali, nilai-nilai tersebut dijabarkan kedalam visi dan misi Provinsi Bali dalam penyelenggaraan pemerintahan. Visi yang hendak dicapai dalam periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Bali adalah BALI MANDARA yakni “Terwujudnya Bali yang Maju, Aman, Damai dan Sejahtera”. Dengan memperhatikan Visi tersebut serta memperhatikan perubahan paradigma dan kondisi yang akan dihadapi pada masa yang akan datang, diharapkan Bali tetap eksis dalam menghadapi gempuran pengaruh global sebagai akibat dari perkembangan pariwisata di Bali. Penjabaran makna dari Visi tersebut adalah:

1. Bali Maju adalah Bali yang dinamis, Bali yang terus bergerak menurut dinamika pergerakan dan perkembangan dunia. Bali yang senantiasa bergerak dan maju dengan tetap menjunjung kesucian dan keiklasan demi tegaknya dharma. Bali yang maju adalah Bali yang harus tetap “metaksu” yang senantiasa meningkatkan kualitas dirinya sebagai daerah tujuan wisata yang handal, berkharisma dan religious. Bali yang maju adalah Bali yang modern menurut ukuran dan tuntutan nilai-nilai universal yang tidak menyimpang dan atau bertentangan dengan nilai-nilai agama Hindu (Bali) serta adat istiadat Bali. Kemodernan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan peradaban sebagai masyarakat yang berada di perkampungan dunia yang terbuka.

2. Bali Aman adalah Bali yang “dabdab” teratur sekala niskala. Bali yang memiliki keseimbangan antara korelasi kebutuhan hubungan antara manusia dengan manusia lainnya, hubungan manusia dengan alam lingkungannya, serta hubungan manusia dengan Tuhan nya sejalan dengan konsep Tri Hita Karana. Bali yang aman adalah Bali yang terhindar dari ancaman intervensi virus-virus ideology yang bertentangan dengan Tri Hita Karana seperti : terorisme, anarkhisme dan virus non traditional threat lainnya yang mewarnai jaman Kali.

3. Bali Damai adalah Bali yang diselimuti atmosfir kesejukan lahir batin serta selalu dalam kondisi “tis” dan kondusif. Bali damai adalah Bali yang menggambarkan adanya komunitas masyarakat Bali, baik di perkotaan maupun pelosok pedesaan yang kental dengan suasana “briyag-briyug, pekedek pakenyem”. Hal tersebut sebagai indikator optimisme masyarakat dalam menatap masa depan yang menjanjikan.

4. Bali Sejahtera adalah adalah Bali yang Sukerta Sekala Niskala, sebagai akumulasi diperolehnya kemajuan, keamanan, dan kedamaian.

Sedangkan Misi Provinsi Bali adalah :

1. Mewujudkan Bali yang Berbudaya, Metaksu, Dinamis, Maju dan Modern. 2. Mewujudkan Bali yang Aman, Damai, Tertib, Harmonis, serta Bebas dari

Berbagai Ancaman.

(26)

26 Arah Kebijakan Pembangunan untuk melaksanakan Misi ke-3 ( “ Mewujudkan Bali yang Sejahtera dan Sukerta Lahir Bathin” ) , meliputi beberapa program utama diantaranya adalah Pertanian yang meliputi :

1. Mengembangkan pertanian yang tangguh

2. Memberikan insentip bagi petani, berupa keringanan pajak, subsidi pupuk, kredit, terutama pada jalur hijau dan kawasan wisata

3. Kerjasama penelitian dan pengembangan budidaya dan pasca panen pertanian

4. Mensinergikan pembangunan pertanian dengan pariwisata melalui kerjasama dan kemitraan

Selain itu juga mewujudkan “ketahanan pangan” yakni dengan meningkatkan peran sektor

pertanian dalam memperkokoh Ketahanan Pangan, optimalisasi pengelolaan SDA & SDM Bali, penguatan kelembagaan.24 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Bali Tahun 2013-2018 .

Falsafah Tri Hita Karana sebagaimana ditegaskan dalam penjabaran visi pemerintah Propinsi Bali itu sesunguhnya merupakan simplifikasi atau rangkuman nilai dari Falsafah Pancasila yang diterapkan dalam wilayah yang lebih sempit dari wilayah Negara yakni di wilayah Propinsi Bali . Hal ini disebabkan karena adanya kekhususan sistem keagamaan yang dianut oleh bagian terbesar penduduk Bali yakni Agama Hindu.

Ketiga hubungan dalam falsafah Tri Hita Karana yakni Hubungan Manusia dengan Tuhannya tercakup dalam nilai ketuhanan yang Maha Esa dari Falsafah Pancasila, hubungan manusia dengan manusia telah mencakup nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai persatuan Indonesia dan nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dari Falsafah Pancasila. Sementara hubungan manusia dengan lingkungan mencakup nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, karena spirit yang terkandung didalamnya menghargai benda-benda disekitar manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia demi tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan.

(27)

27

Berdasarkan hal tersebut diatas maka dalam pembentukan peraturan daerah tentang Sistem Pertanian Organik di Propinsi Bali, nilai falsafah Tri Hita Karana tersebut harus diperhatikan dan hendaknya menjadi landasan filosofis dalam pembentukannya. Dengan demikian maka apa yang menjadi tujuan negara sebagaimana ditentukan dengan tegas dalam Pembukaan UUD Tahun 1945 yakni masyarakat yang adil dan makmur serta penjabaran visi dan misi Propinsi Bali yang berupaya untuk memantapkan pelaksanaan otonomi daerah dengan mewujudkan kepemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa ( Good Governance &

Clean Government ), serta mewujudkan kesejahtraan masyarakat di Propinsi Bali akan segera

menjadi kenyataan.

B. Landasan Sosiologis

Berdasarkan Lampiran I UU No. 12 Tahun 2011 mengenai sistematika Naskah Akademik, landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Dijelaskan juga bahwa landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara.

Menurut Moh. Mahfud MD terkait landasan sosiologis pembentukan peraturan perundang-undangan, mengemukakan bahwa karakter produk hukum yang responsif/populis adalah produk hukum yang mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan masyarakat. Dalam proses pembuatannya memberikan peranan yang besar dan partisipasi kelompok-kelompok sosial atau individu dalam masyarakat. Hasilnya bersifat responsif terhadap tuntutan kelompok sosial atau individu dalam masyarakat. Dalam penyusunan peraturan perundang-undangan dalam hal ini penyusunan Peraturan Daerah, pertimbangan mengenai keadaan sosiologis masyarakat di tempat keberlakuan produk hukum itu menjadi sangat penting.

Kondisi masyarakat di Propinsi Bali merupakan dasar pertimbangan sosiologis dalam pembentukan Peraturan Daerah Propinsi Bali tentang Sistem Pertanian Organik. Di Bali selain

(28)

28

terkenal akan pemandangan alamnya juga terkenal sebagai daerah dengan sistem pertanian organik terbaik. “ back to nature “ adalah slogan yang sedang menjadi trend dikalangan

masyarakat termasuk masyarakat di Bali. Seiring dengan meningkatnya kesadaran, taraf hidup, kesejahteraan dan tingkat pendidikan masyarakat , maka keinginan akan gaya hidup sehat di masyarakat , menyebabkan permintaan akan produk pertanian organik dan ramah lingkungan semakin meningkat. Disisi lain meningkatnya animo masyarakat terhadap produk pertanian organik dan upaya sosialisasi tentang manfaat pertanian organik yang dilakukan oleh pemerintah dan pemerhati pertanian organik mendorong semakin bertambahnya jumlah pelaku usaha pertanian organik dan meningkatnya permintaan akan produk organik.25 Hal tersebut tentu merupakan hal yang positif karena menunjukkan kesadaran masyarakat akan kesehatan dan lingkungan yang baik semakin tinggi.

Daerah Bali juga memiliki konsumen bahan organik yang sangat banyak mengingat Bali sebagai daerah wisata cukup banyak turis asing maupun dalam negeri yang datang ke Bali tiap tahunnya. Kebutuhan akan sayuran organik, buah organik hingga ke daging organik terus meningkat baik yang berasal dari dalam maupun luar pulau bali sendiri. Hanya saja persoalannya belum ada landasan hukum yang ada untuk membangun sistem pertanian organik yang ramah lingkungan di Propinsi Bali.

C. Landasan Yuridis

Landasan yuridis merupakan landasan hukum ( yuridische gelding) yang menjadi dasar kewenangan ( bevoegheid, competence ) pembentukan peraturan perundang-undangan termasuk Perda. Dalam Lampiran I UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan landasan yuridis adalah pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk

25

(29)

29

mengatasi masalah hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan perundang-undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada.

Landasan yuridis dibedakan ke dalam landasan yuridis formal dan landasan yuridis material. Landasan yuridis formal melihat apakah pejabat atau badan mempunyai dasar hukum kewenangan dalam membentuk peraturan perundang-undangan. Sedangkan landasan yuridis material menunjuk kepada materi muatan tertentu yang harus dimuat dalam suatu peraturan perundang-undangan tertentu.26

Dengan demikian Perda agar dapat mengikat secara umum dan memiliki efektifitas serta diterima oleh masyarakat, maka dalam pembentukannya harus memenuhi beberapa persyaratan yuridis. Persyaratan yuridis yang harus dipenuhi adalah:27

1. Dibuat atau dibentuk oleh organ yang berwenang .

Jika persyaratan ini tidak terpenuhi maka peraturan perundang-undangan tersebut akan batal demi hukum (van rechtswegenietig) sehingga peraturan perundang-undangan itu akan dianggap tidak ada dan segala akibatnya batal secara hukum.

2. Adanya kesesuaian bentuk/jenis Peraturan Perundang-undangan dengan materi muatan yang akan diatur.

3. Adanya prosedur dan tata cara pembentukan yang telah ditentukan.

4. Tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.

26 Rasjidi Rangga Widjaja, Pengantar Ilmu Perundang-undangan, 1998.hlm 43-45).

27 Hestu Cipto Handojo;Prinsip-prinsip Legal Drafting dan Desain Naskah Akademik, Universitas Atma

(30)

30

Terkait kewenangan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan, maka kewenangannya diatur berdasarkan pada Pasal 18 UUD Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa: (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Selanjutnya untuk kewenangan pembentukan perda diatur dalam Pasal 18 ayat ( 6 ) yang menyebutkan bahwa: “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”.

Guna melaksanakan ketentuan Pasal 18 UUD Tahun 1945 dikeluarkanlah UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah dirubah dengan UU No.2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang ( Lembaran Negara RI Tahun 2015 Nomor 24, TLN RI No.5657 ) dan terakhir dengan UU No.9 Tahun 2015 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara 2015 No.58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679 ). Dalam Pasal 236 ayat ( 2 ) UU tersebut ditentukan bahwa Perda dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama kepala Daerah. Sebelum ditetapkan akan diproses melalui prosedur dan tata cara pembentukan yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan serta akan didasarkan pada Peraturan Perundang-undangan di atasnya yang terkait dengan pengaturan sistem pertanian organik.

Selain ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tersebut landasan yuridis material sistem pertanian organik ditemukan juga dalam UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem budidaya tanaman. Yang dimaksud dengan sistem budidaya tanaman adalah sistem pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya alam nabati melalui upaya manusia yang dengan modal, teknologi, dan sumberdaya lainnya menghasilkan barang guna memenuhi kebutuhan manusia secara lebih baik.

Peran pemerintah/pemerintah daerah sangat diperlukan untuk mewujudkan apa yang menjadi tujuan negara secara umum maupun tujuan dari pengaturan sistem budidaya tanaman. Dalam Pasal 58 ayat (1) UU ini sudah ditentukan bahwa, Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan di bidang budidaya tanaman kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya dalam ayat ( 2 ) disebutkan bahwa, Pemerintah dapat menugaskan kepada Pemerintah Daerah untuk melaksanakan tugas

(31)

31

pembantuan di bidang budidaya tanaman. Ketentuan penyerahan sebagian urusan sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Peraturan pemerintah yang mengatur tentang hal tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintahan, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/kota ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737 ). Dalam Pasal 7 ditentukan bahwa ketahanan pangan merupakan salah satu urusan wajib yang harus dijalankan oleh Pemerintahanan Daerah termasuk pemerintah daerah Propinsi Bali . Sedangkan kelautan dan perikanan; pertanian; kehutanan; energi dan sumber daya mineral; merupakan urusan pilihan, tetapi secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena itu harus dijalankan oleh Pemerintahanan Daerah.

Sebagai peraturan pelaksana UU No.12 Tahun 1992 yang khusus mengatur tentang Sistem Pertanian Organik adalah Permentan No. 64 Tahun 2013 Tentang Sistem Pertanian Organik. Peraturan ini dimaksudkan sebagai dasar hukum dalam pelaksanaan sistem pertanian organik, dan dalam pelaksanaan Sistem Pertanian Organik berpedoman pada SNI Sistem Pangan Organik. Tujuan ditetapkannya peraturan ini adalah : untuk mengatur pengawasan organik Indonesia; memberikan penjaminan dan perlindungan kepada masyarakat dari peredaran produk organik yang tidak memenuhi persyaratan; memberikan kepastian usaha bagi produsen produk organik; membangun sistem produksi pertanian organik yang kredibel dan mampu telusur; memelihara ekosistem sehingga dapat berperan dalam pelestarian lingkungan; dan . meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian

Khusus untuk Pemerintah Daerah Provinsi Bali, pemerintah daerah telah berupaya untuk menggerakan masyarakat untuk menerapkan sistem pertanian organik, sesuai yang tertuang dalam Peraturan Daerah ( Perda ) Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 s.d 2029. Salah satu isi dari Perda tersebut adalah dilakukannya pengembangan sistem pertanian organik di seluruh wilayah dicapai dalam periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Bali.

Dengan demikian secara yuridis material substansi Sistem Pertanian Organik dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan tersebut diatas, dimana guna lebih menjamin kepastian hukum dari sistem pertanian organik di wilayah Provinsi perlu membentuk Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Sistem Pertanian Organik, lebih-lebih secara yuridis material substansi peraturan daerah yang mengatur tentang Sistem Pertanian Organik di Provinsi Bali selama ini belum ada. Berdasarkan pada hal tersebut maka Peraturan

(32)

32

Daerah Provinsi Bali tentang Sistem Pertanian Organik penting untuk dibentuk karena telah memenuhi landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis.

3.3. Pengaturan Sistem Pertanian Organik di Propinsi Bali

Dalam UU No.23 Tahun 2014 Pasal 96 (1) disebutkan bahwa DPRD provinsi mempunyai fungsi: a. pembentukan Perda provinsi; b. anggaran; dan c. pengawasan. Selanjutnya dalam Pasal 101 (1) menyebutkan bahwa DPRD provinsi mempunyai tugas dan wewenang: a. membentuk Perda Provinsi bersama gubernur. Dengan demikian dalam rangka pembentukan Perda Sistem Pertanian Organik kewenangan untuk mengusulkan dapat berasal dari DPRD dan Gubernur/Kepala Daerah Propinsi Bali. Ketentuan senada dapat dilihat dalam Pasal 236: (1) yang menyebutkan : Untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan, Daerah membentuk Perda. (2) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama kepala Daerah. (3) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat materi muatan: a. penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan; dan b. penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. (4) Selain materi muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Perda dapat memuat materi muatan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Atas dasar hal tersebut pengaturan Sistem Pertanian Organik dipropinsi Bali dapat dilakukan melalui pembuatan Perda, yang harus memuat syarat sebagaimana dijabarkan dalam UU No.12 Tahun2011 maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri No.80 Tentang Produk Hukum Daerah. Kedua peraturan tersebut telah menentukan syarat formal dan material pembentukan Perda. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum, peningkatan penyelenggaraan pemerintahan daerah , pelaksanaan pembangunan dan peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat melalui Sistem Pertanian Organik, sehingga dapat mewujudkan kesehatan masyarakat serta mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan kualitas hidup masyarakat Bali.

(33)

33

Dari segi materi muatan Perda Sistem Pertanian Organik ,Secara garis besar, ketentuan normatif dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pedoman Pembentukan Produk Hukum Daerah telah menggariskan tentang kerangka dan materi muatan pada bab V. Untuk kerangka Perda tentang Sistem Pertanian Organik ini adalah:

Judul 2 Konsidran a b . Menimbang : Mengingat :

3 Batang Tubuh Yang direncanakan meliputi :

BAB I I KETENTUAN UMUM

II ASAS, TUJUAN, SASARAN DAN RUANG LINGKUP III PERENCANAAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK

IV PENGADAAN SAPROKTAN DAN PRODUK PERTANIAN ORGANIK

V PENYELENGGARAAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK VI KELEMBAGAAN

VII BUDIDAYA PERTANIAN ORGANIK

VIII SARANA PRODUKSI DAN PENGOLAHAN IX SERTIFIKASI

X PEMBERIAN INSENTIF

XI PELABELAN PRODUK PERTANIAN ORGANIK XII PRODUK ORGANIK ASAL PEMASUKAN

XIII PEMASARAN PRODUK PERTANIAN ORGANIK XIV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

(34)

34

XVI SANKSI ADMINISTRATIF XVII PENYIDIKAN

XVIIISANKSI PIDANA XIX KETENTUAN PENUTUP

Untuk materi muatan perda Sistem Pertanian Organik terdiri dari uraian tentang : a. ketentuan umum; b. materi yang akan diatur; c. ketentuan peralihan; dan d.Ketentuan Penutup. Beberapa ruang lingkup Materi yang akan diuraikan dalam Materi Peraturan Daerah ini adalah : Ketentuan Umum. Ketentuan umum berisi tentang definisi serta konsep konsep dasar yang dipakai dalam perda tentang penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Beberapa definisi tersebut adalah:

1. Provinsi adalah Provinsi Bali. 2. Gubernur adalah Gubernur Bali.

3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Bali.

4. Daerah adalah Propinsi Bali.

5. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Bali.

6. Perangkat Daerah adalah Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di bidang pertanian.

7. Sistem Pertanian Organik adalah sistem manajemen produksi yang holistik untuk meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agro ekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah. Pertanian Organik menekankan penerapan praktek-praktek manajemen yang lebih mengutamakan penggunaan input

(35)

35

dari limbah kegiatan budidaya di lahan, dengan mempertimbangkan daya adaptasi terhadap keadaan/kondisi setempat. Jika memungkinkan hal tersebut dapat dicapai dengan penggunaan budaya, metoda biologi dan mekanik, yang tidak menggunakan bahan sintesis untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam sistem.

8. Tri Hita Karana adalah falsafah hidup masyarakat Bali yang memuat tiga unsur yang membangun keseimbangan dan keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya yang menjadi sumber kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan bagi kehidupan manusia.

9. Produk Organik adalah suatu produk yang dihasilkan sesuai dengan standar sistem pangan Organik termasuk bahan baku pangan olahan Organik, bahan pendukung Organik, Tanaman dan produk segar Tanaman, ternak dan produk peternakan, produk olahan Tanaman, dan produk olahan ternak (termasuk non pangan).

10. Sarana produksi pertanian yang selanjutnya disebut Saprotan adalah adalah segala jenis peralatan, perlengkapan dan fasilitas pertanian yang berfungsi sebagai alat utama atau pembantu dalam pelaksanaan produksi pertanian.

11. Organik adalah istilah pelabelan yang menyatakan bahwa suatu produk telah diproduksi sesuai dengan standar produksi Organik dan disertifikasi oleh lembaga sertifikasi resmi.

12. Standar Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat SNI adalah standar yang berlaku secara nasional di Indonesia, yang dirumuskan oleh panitia teknis dan ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN).

13. SNI Sistem Pangan Organik adalah SNI 6729:2010 Sistem Pangan Organik dan revisinya.

(36)

36

14. Komite Akreditasi Nasional yang selanjutnya disingkat KAN adalah lembaga akreditasi nasional yang mempunyai tugas untuk memberikan akreditasi kepada lembaga-lembaga sertifikasi dan laboratorium penguji/kalibrasi.

15. Lembaga Sertifikasi Organik yang selanjutnya disingkat LSO adalah lembaga yang bertanggung jawab untuk mensertifikasi bahwa produk yang dijual atau dilabel sebagai “Organik” adalah diproduksi, ditangani, dan diimpor menurut Standar

Nasional Indonesia Sistem Pangan Organik dan telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional. LSO tersebut bisa nasional maupun LSO asing yang berkedudukan di Indonesia.

16. Sertifikasi adalah prosedur dimana lembaga sertifikasi pemerintah atau lembaga sertifikasi yang diakui oleh pemerintah, memberikan jaminan tertulis atau yang setara bahwa pangan atau sistem pengendalian pangan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.

17. Standar Kompetensi adalah perumusan tentang kemampuan yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang didasari atas pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai dengan unjuk kerja yang dipersyaratkan;

18. Standar kompetensi kerja nasional Indonesia, yang selanjutnya disingkat SKKNI, adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 19. Inspeksi adalah pemeriksaan pangan atau sistem yang digunakan untuk pengendalian

pangan, bahan baku, pengolahan, dan distribusinya, termasuk uji produk baik yang dalam proses maupun produk akhirnya, untuk memverifikasi bahwa hal -hal tersebut sesuai dengan persyaratan.

(37)

37

20. Sarana Produksi adalah pupuk dan pestisida yang dipakai untuk sistem pertanian Organik.

21. Badan Nasional Sertifikasi Profesi yang selanjutnya disingkat BNSP adalah lembaga independen yang dibentuk untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja.

22. Lembaga Sertifikasi Profesi yang selanjutnya disingkat LSP adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan sertifikasi profesi yang telah memenuhi syarat dan telah memperoleh lisensi dari BNSP

23. Lembaga Sertifikasi Profesi Pertanian Organik yang selanjutnya disingkat (LSP-PO) adalah lembaga yang mendapat lisensi dari BNSP untuk melaksanakan sertifikasi profesi pertanian organik

24. Lisensi adalah bentuk pengakuan dari BNSP kepada LSP untuk dapat melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja atas nama BNSP.

25. Profesi adalah bidang pekerjaan yang memiliki kompetensi yang diakui oleh masyarakat.

26. Label Pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan. 27. Pelabelan Organik adalah pencantuman/pemasangan segala bentuk tulisan, cetakan

atau gambar berisi keterangan/identitas produk tersebut yang tertera pada label, yang menyertai produk pangan, atau dipajang dekat dengan produk pangan, termasuk yang digunakan untuk tujuan promosi penjualan.

28. Logo Organik Indonesia adalah lambang berbentuk lingkaran yang terdiri dari dua bagian, bertuliskan “Organik Indonesia” disertai satu gambar daun di dalamnya yang menempel pada huruf “G” berbentuk bintil akar.

(38)

38

29. Produk Asal Hewan adalah semua bahan yang berasal dari hewan yang masih segar dan/atau telah diolah atau diproses untuk keperluan konsumsi, farmakoseutika, pertanian, dan/atau kegunaan lain bagi pemenuhan kebutuhan dan kemaslahatan manusia.

30. Benih adalah Tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan Tanaman.

31. Petani adalah setiap penduduk beserta keluarganya yang mengusahakan Lahan untuk komoditas pangan pokok di Lahan Pertanian.

32. Gabungan Kelompok Tani yang selanjutnya disebut Gapoktan adalah, gabungan dari kelompok petani.

33. Subak adalah, adalah organisasi tradisional dibidang tata guna air dan atau tata Tanaman di tingkat usaha tani pada masyarakat adat di Bali yang bersifat sosioagraris, religius, ekonomis yang secara historis terus tumbuh dan berkembang. 34. Unit Usaha adalah petani, subak, gapoktan, kelompok tani, koprerasi tani , subak,

pelaku usaha, organisasi petani, orang perseorangan lainnya, atau perusahaan yang melakukan usaha Organik, baik berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan di wilayah hukum Provinsi Bali.

35. Pendamping/Fasilitator pertanian adalah sekelompok orang yang mendampingi, memberi semangat, pengetahuan, bantuan, saran kepada unit usaha dalam memecahkan masalah.

36. Tanaman adalah tumbuhan yang terdiri dari akar, batang, dan daun termasuk didalamnya jamur, lumut, dan Tanaman air yang dibudidayakan dan berfungsi sebagai bahan pangan,sandang,papan,bahan industri , dan obat-obatan.

37. Produk Tanaman adalah semua hasil yang berasal dari Tanaman yang masih segar dan tidak mengalami proses pengolahan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Implementasi Undang-undang No.02 Tahun 2008 tentang Partai Politik telah dilakukan secara baik oleh Dewan Pimpinan Wilayah Partai

14 Tingginya jumlah infeksi yang disebabkan oleh Pseudomonas sp ini kemungkinan karena bakteri ini telah berkoloni dengan lingkungan rumah sakit (seperti peralatan medis, udara

Maka debit banjir yang digunakan untuk perencanaaan check dam di DAS Keduang Desa Brangkal diambil dari perhitungan metode weduwen dengan periode ulang 50 tahun yaitu sebesar Q

kekasaran pemukaan resin komposit nanofil dan giomer lebih tinggi dibanding karbamid peroksida 10%, proses bleaching dengan karbamidperoksida10%dan20% menyebabkan

Sistem pendidikan dan kecerdasan berpengaruh pada sistem akuntansi suatu negara.Pengguna informasi akuntansi yang terdidik baik dapat memahami informasi akuntansi

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Perencanaan Unit Pengolahan Pangan dengan judul:

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : “Bagaimana creative intelligence yang terdiri dari

Desain stator dan rotor dari generator linier ini masih sama dengan desain yang digunakan pada penelitian sebelumnya namun terdapat perubahan pada sisi spesifikasi