• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM SHALAT IED. Shalat ied bagi umat Islam merupakan ibadah yang dijalankan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM SHALAT IED. Shalat ied bagi umat Islam merupakan ibadah yang dijalankan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

16

A. Sejarah Singkat Disyari’atkannya Shalat Ied

Shalat ied bagi umat Islam merupakan ibadah yang dijalankan berkenaan dengan peringatan dua hari raya besar Islam, yakni Idul Fitri dan Idul Adha dalam kurun waktu satu tahun sekali. Shalat Idul Fitri dilaksanakan pada tanggal 1 Syawal berkenaan dengan telah selesainya umat Islam menjalankan ibadah puasa Ramadhan selama satu bulan. Sedangkan shalat Idul Adha dijalankan bertepatan dengan penyelenggaraan ibadah haji pada tanggal 10 Dzulhijjah, dimana umat Islam melaksanakan ibadah untuk menyembelih hewan kurban.

Baik Idul Fitri maupun Idul Adha telah menjadi “ibadah tahunan” bagi umat Islam di seluruh dunia, yang menjadikan momentum kedua hari raya ini sebagai hari “kemenangan” dan hari “besar” setelah perjuangan yang melelahkan menghadapi cobaan selama menjalankan ibadah puasa Ramadhan dan saat berkumpul serta bersatunya umat Islam di seluruh dunia dalam menjalankan ibadah haji dan berkurban dijalan Allah.

Jika ditilik ke belakang, shalat ied pertama kali disyari’atkan pada tahun pertama hijrah ke Madinah. Landasan hukum yang dipergunakan oleh ulama’ adalah firman Allah SWT dalam surat Al-Kautsar ayat 2 yang artinya: “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah”. Imam

(2)

Muhammad bin Ali asy-Syaukani mengatakan bahwa shalat yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah shalat hari raya haji (Idul Adha).1

Dalam sebuah riwayat dari Anas bin Malik (w. 95 H.) dikatakan bahwa ketika Rasulullah SAW pertama kali hijrah ke Madinah, penduduk Madinah mempunyai dua hari raya khusus yang merupakan hari raya bagi mereka. Lalu Rasulullah bertanya: “Kedua hari raya ini hari apa?”. Penduduk Madinah menjawab: “di dua hari raya ini kami mengadakan perayaan, bergembira, bermain-main sejak jaman jahiliyah”. Kemudian Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mengganti kedua harimu ini dengan dua hari yang lebih baik, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri” (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad bin Hanbal). Dalam riwayat Ibnu Abbas dikatakan bahwa: “Ia bersama Rasulullah, Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Al-Khattab dan Usman memulai shalat Idul Fitri. Shalat ini diadakan sebelum khutbah, tanpa azan dan iqamah” (HR. Bukhari dan Muslim).2

Dari riwayat di ataslah yang dijadikan tonggak bersejarah akan disyari’atkannya shalat ied, baik shalat Idul Fitri maupun Idul Adha. Sejarah membuktikan, bahwa pada awal sebelumnya bangsa Arab pada jaman jahiliyah mempunyai dua hari raya yang dimeriahkan oleh mereka pada setiap tahunnya. Mereka merayakan dengan permainan, pesta-pesta, minum-minuman keras dan berjudi. Kebiasaan itu berlawanan dengan syari’at Islam.

1 Abdul Aziz Dahlan, et.al, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van

Hoeve, 1997, hlm. 1564.

(3)

Kebiasaan jahiliyah tersebut kemudian diganti dengan dua hari raya, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri.

Maka jelaslah disini, bahwa Idul Fitri dan Idul Adha adalah hari raya yang telah jelas pelaksanaannya disesuaikan dengan syari’at Islam dan sebagai syi’ar agama yang senyata-nyatanya. Islam telah menghadirkan pembaruan terhadap tradisi menyimpang dari perilaku masyarakat jahiliyah yang kemudian diganti dengan peringatan dua hari raya besar yang mengandung banyak hikmah di dalamnya.

B. Pengertian dan Dasar Hukum Shalat Ied

Pengertian yang sederhana menunjukkan bahwa kalimat “shalat ied” adalah rangkaian dari dua kata, yaitu “shalat” dan “ied”. Kedua-keduanya mempunyai arti yang berbeda-beda. Namun ketika digabungkan akan mempunyai keterkaitan antara satu dengan lainnya, karena keduanya adalah gabungan dari dua kata yang menunjukkan arti “perbuatan” dan “waktu atau tempat”, yakni shalat dan ied (Idul Fitri atau Idul Adha). Dengan demikian, ada dua pengertian yang akan penulis uraikan.

Pertama adalah shalat. Perspektif etimologis (bahasa), shalat berarti

do’a, sebagaimana firman Allah dalam al-Qur'an surat at-Taubah ayat 30

“Dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketenteraman bagi jiwa mereka”. (Q.S. at-Taubah:103)3

3 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Semarang: CV. Thoha Putera,

(4)

Shalat juga digunakan untuk arti “rahmat” dan untuk arti “mohon ampunan” seperti dalam firman Allah dalam al-Qur'an surat al-Ahzab ayat 56:

!"#$ %

&'(

)

(

*

+

,$

-(

Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.(Q.S.

al-Ahzab:56)4

Dalam perspektif terminologis (istilah) banyak definisi yang diberikan oleh para ulama. Namun secara garis besarnya berujung pada pengertian bahwa shalat adalah: “Beberapa ucapan atau perbuatan yang dimulai dengan

takbir al-ihram (takbir pembuka) dan diakhiri dengan salam menurut

syarat-syarat yang telah ditentukan. 5 Sedangkan arti shalat yang melengkapi bentuk, hakikat, dan jiwa shalat itu sendiri adalah berhadap jiwa kepada yang maha kuasa Allah SWT yang mendatangkan rasa takut, yang dapat menghadirkan serta menumbuhkan rasa kebesaran dan kekuasaanNya dengan khusyu’ dan ikhlas di dalam beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.6

Demikian tidak didapati perbedaan yang mendasar tentang definisi dan pengertian shalat yang dapat menghadirkan perselisihan pendapat (ikhtilaf) di antara para ulama’, karena secara umum pengertiannya adalah sama adanya,

4 Ibid., hlm. 678

5 Ahmad Ibnu Husein Abi Suja’, Fath al-Qarib al-Majib, Semarang: CV. Thoha Putra,

(5)

sebagaimana contoh dan praktek yang dilakukan nabi Muhammad SAW ketika melaksanakan ibadah shalat ini pada awalnya.7

Kemudian kedua, pengertian “ied”. Kata ied berasal dari kata yang berarti mengulang kembali suatu pekerjaan atau perbuatan. Jamaknya adalah yang artinya tiap-tiap hari untuk berkumpul dalam memperingati suatu peristiwa atau kejadian yang penting. Atau juga dinamakan karena kembali berulang-ulang setiap tahun dengan kegembiraan baru,8 dan rahmat serta kebaikan Allah terlimpah kepada hamba-hambaNya pada hari itu, terlebih yang menyangkut pengampunan dosa-dosa.9

Jika definisi “shalat” dan kata dasar “ied” telah diperoleh, maka keduanya dapat digabungkan dalam satu pengertian tunggal. Artinya definisi tersebut dijabarkan berdasarkan dua pengertian dari dua kata yang telah digabungkan menjadi “shalat ied”. Dengan demikian shalat ied adalah shalat yang dijalankan umat Islam pada dua hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha. Hasbi Ash-Shiddieqy memberikan penjelasan tambahan sebagaimana

6 Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Sholat, Jakarta: PT. Bulan Bintang: Cet.

ke-12, 1983, hlm. 64.

7 Perlu ditambahkan disini, bahwa praktik shalat yang dilakukan oleh Muhammad–

seperti diatur dalam syari’at Islam–terbagi menjadi shalat wajib dan shalat sunnah. Tentang pengertian, pembagian dan dasar hukumnya lihat Muhammad Jawad Mugniyah, Al-Fiqh ‘ala Madzahib Al-Khamsah, terj. Masykur A.B., Afif Muhammad, Idrus Al-Kaff, “Fiqh Lima Madzhab; Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali”, Jakarta: Lentera: Cet. ke-7, 2001.

8 Zaenal Arifin Jamaris, Menyempurnakan Shalat dengan Menyempurnakan Kaifiyat

dan Latar Filosofinya, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996, hlm. 257.

9 Alawy Abbas Al-Maliki dan Hasan Sulaiman An-Nuri, Ibanah Al-Ahkam; Syarkh

Bulug Al-Marom, terj. Bahrun Abu Bakar, “Penjelasan Hukum-hukum Islam”, Bandung: Sinar Baru Al-Gesindo, 1994, hlm. 771.

(6)

lazimnya disebutkan oleh umat Islam Indonesia– bahwa shalat ied adalah shalat yang dilaksanakan pada hari ied atau hari “raya”.10

Mengenai dasar hukum shalat ied (Idul Fitri maupun Idul Adha), sudah jelas disebutkan dalam Qur'an maupun Hadits Nabi. Semisal dalam Al-Qur'an surat al-A’la ayat 14-15:

.

/0&'1

2

3

%

4

*

% 0 !#5

5

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan

beriman). Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu ia bersembahyang”.

(Q.S. A’la: 14-15).11

Dalam Al-Qur'an surat Al-Kautsar ayat 2 juga ditegaskan:

0

56/$

!#5

7

58

9

:

“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah”.12 Dalil yang dipergunakan dalam Hadits Nabi:

#

(

;< = 1 > (. $ ? "@5 A

?(B

"#$

5

#

$ ? "@5 ( 8

5

5 # %

$

(

#.

1C#D ;E 8F#;E

7

5

G 5(E# H

:

13

“Dari Abas r.a. berkata: “Saya menyaksikan hari Iedul Fitri bersama

Rasulullah SAW, Abu Bakar Umar dan Usman r.a. Mereka menjalankan shalat sebelum khutbah, kemudian baru berkhutbah sesudahnya ”. (HR. Bukhari).

10 Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Op. cit., hlm. 393. 11 Departemen Agama, Op. cit., hlm. 1052.

12 Ibid., hlm. 1110.

13 Abi Abdillah Muhammad ibnu Isma’il Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz I, Bairut: Dar

(7)

I

;

= (. ( $ ? "@5 F

9

($5

5

?

B

?(

J

K 6

L C %6@M

5;< "0 N5E$

= *

O 1 5 E

1 > %

K 6

2 C

5 1E

P

14

“Kami diperintahkan oleh Rasulullah untuk membawa keluar perempuan-perempuan yang berhaidl dan gadis-gadis pada hari Fitri dan Adha. Perempuan yang sedang berhaidl mengasingkan diri dari shalat, mereka menyaksikan kebajikan dan seruan kaum muslimin”.

Hadits di atas dijadikan pijakan spesifik dalam menjelaskan pengertian dua hari raya (Idul Fitri dan Adha) yang termasuk di dalamnya penyelenggaraan ibadah shalat ied dengan dalil dan dasar hukumnya.

Dari pengertian dan dasar hukum yang dipergunakan untuk menunjukkan disyari’atkannya shalat ied, maka jelas bahwa shalat ied merupakan bagian dari ibadah dan ritualitas keagamaan umat Islam yang diselenggarakan bertepatan dengan peringatan hari raya Idul Fitri di bulan Syawal dan Idul Adha di bulan Dzulhijjah. Sehingga ibadah ini merupakan ibadah tahunan–dimana umat Islam di seluruh dunia berbondong-bondong untuk menjalankannya.

C. Syarat dan Rukun Shalat Ied

Di dalam menjalankan ibadah shalat ied, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi–sebagaimana menjalankan ibadah shalat lainnya. Secara garis besar para ulama berbeda pendapat. Imam Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal memandang bahwa syarat-syarat shalat ied adalah sama persis seperti

14 Imam Abi Al-Husaini, Muslim Ibnu Al-Hajjaj, Shahih Muslim Juz I, Beirut: Darul

(8)

syarat shalat Jum’at, yakni harus mencapai bilangan tertentu, dilakukan oleh penduduk yang menetap dan ada ijin dari pemerintah.15

Menurut Imam Malik dan Syafi’i bahwa shalat ied (hari raya) tidak memerlukan syarat-syarat khusus. Semua orang, laki-laki atau perempuan boleh mengerjakan shalat ied dengan berjama’ah atau sendiri-sendiri. Ini mengikuti pernyataan Rasul, bahwa hari raya adalah hari makan-makan (pesta) dan bersenang-senang dengan keluarga. Bila Rasul sendiri memberikan keringanan seperti itu, maka kehadiran untuk mengikuti jama’ah shalat ied berarti hanya anjuran bukan wajib.16

Namun demikian, syarat-syarat shalat ied secara terperinci adalah sebagai berikut; pertama, shalat ied (baik Idul Fitri maupun Idul Adha) dilaksanakan setelah terbit matahari. Syarat ini adalah ittifaq (kesepakatan ulama). Hal ini diterangkan dalam atsar sahabat bahwa Nafi’ berkata perihal Ibnu Umar:

$

% Q % 6 5# 0 A > = C; * 5;<

%

%

(

1C

%

48

5 #

( R A S *'% 6 %

(#5#

“Bahwa dia (Ibnu Umar) berangkat menuju mushala pada hari raya Fitri apabila matahari telah terbit, kemudian ia bertakbir hingga tiba di mushala, lalu ia melanjutkan takbirnya hingga imam duduk (di atas mimbar). Jika imam telah duduk ia hentikan takbirnya”. 17

15 Ach. Khudlori Soleh, Fiqh Kontekstual Perspektif Sufi Falsafi, Jakarta: PT. Pertja,

1998, hlm. 159.

16 Ibid, hlm. 159.

17 Syekh Muhammad Abid as-Sindi, Musnad asy-Syafi’i, terj. Bahrun Abu Bakar,

(9)

Kedua, didirikan di tempat terbuka atau tanah lapang bila tidak ada

halangan, semisal hujan dan lainnya menurut ittifaq mazhab empat. Namun menurut mazhab Syafi’i shalat ied lebih baik dilaksanakan di masjid, jika masjidnya besar dan dapat menampung jama’ah. Hadits Nabi;

"#

1C

(

(.

?

5

?(B

N5E

M 5;<

@

%6

%

%

“Dari Abi Sa’id al-Khudri berkata bahwa Rasulullah SAW keluar pada hari Raya Fitri dan Adha ke Mushalla. (HR. Bukhari).18

Ketiga,dilaksanakan secara berjamaah. Menurut ulama Hanafiyah dan

Hanabilah bahwa berjama’ah adalah syarat sahnya shalat ied–sebagaimana shalat Jum’at. Sedangkan ulama Syafi’iyah dan Malikiyah berpendapat bahwa shalat ied secara berjama’ah adalah sunnah.19

Keempat, diakhiri dengan khutbah. Khutbah menurut pendapat Imam

Syafi’i dan Maliki hukumnya adalah sunnah. Sedangkan Imam Hanafi dan Hambali menjadikan khutbah sebagai syarat sahnya shalat ied. Hadits Nabi;

#

(B

?

5

$ ? "@55

?

5 #(#

$( ( $ ? "@5 5

F#;E

#.

7

T ( $ H 5

:

20

18 Abi Abdillah Muhammad ibnu Isma’il Al-Bukhari, Op. cit., hlm. 289. 19 Ach. Khudlori Soleh, Op. cit., hlm. 317.

20 Imam Abi Abd Rahman bin Syuaib an-Nasai, Sunan Kubra, Juz III, Bairut: Dar al-Jil,

(10)

“Dari Abas r.a. berkata: “Saya menyaksikan fitri bersama Rasulullah

saw., Abu Bakar, Umar dan Usman r.a. Mereka menjalankan shalat sebelum khutbah, kemudian baru berkhutbah sesudahnya ”. (HR.

an-Nasa’i).

Adapun rukun dalam shalat ied sama dengan rukun dalam shalat wajib lainnya, yaitu meliputi;

a. Niat

b. Berdiri bagi yang kuasa ketika shalat c. Takbiratul Ihram21

d. Membaca surat Al-Fatihah e. Ruku’ dengan tuma’ninah f. I’tidal dengan tuma’ninah g. Sujud dengan tuma’ninah

h. Duduk diantara sujud dengan tuma’ninah i. Duduk pada tahiyat akhir

j. Membaca tahiyat k. Membaca shalawat l. Membaca salam pertama m. Tartib (berurutan)22

21 Menurut ulama Syafi’iyah, setelah takbiratul ihram ada yang disebut takbir tambahan

pada raka’at pertama sebanyak tujuh kali. Sedangkan pada rakaat kedua sebanyak lima kali. Lain halnya dengan ulama Malikiyah dan Hanabilah yang menyatakan bahwa pada rakaat pertama disunahkan takbir sebanyak enm kali dan rakaat kedua lima kali. Ulama Hanafiyah sebanyak lima kali. Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islam Al-Adillatuh, Juz II, Beirut, Dar Al-Fiqr, 1989, hlm. 370.

(11)

D. Hukum Menghadiri Jama’ah Hari Raya

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum menghadiri jama’ah shalat hari raya. Perbedaan tersebut wajar adanya, karena masing-masing mempunyai dasar dan disertai dengan argumen yang beragam pula. Para ulama ada yang mengatakan mengahdiri shalat hari raya Ied dan Adha adalah wajib fardhu kifayah, wajib dan ada yang mengatakan sunnah.

Ulama Mazhab Hanbali misalnya mengatakan bahwa shalat ied hukumnya wajib kifayah (kewajiban kolektif) bagi umat Islam.23 Hukum ini sama halnya dengan hukum menghadiri shalat jenazah. yang dimaksud fardhu kifayah adalah suatu kewajiban selama sudah terdapat umat yang menghadiri dan menunaikan jama’ah shalat hari raya dalam satu tempat atau wilayah, maka pelaksanaan kewajiban tersebut telah terpenuhi, dan tidak menjadikan sebagian lain yang tidak menghadiri berdosa. Dasar yang digunakan adalah surat al-Kautsar ayat 2.

0

!#5

56/$

7

58

9

:

“Maka bershalatlah engkau untuk Tuhanmu dan sembelihlah (kurban)”. (QS. Al-Kautsar : 2) 24

Di samping itu shalat ied merupakan syiar Islam terpenting yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Menurut mereka

23 Wahbah Az-Zuhaily, op .cit., hlm. 363

(12)

hukumnya sama dengan hukumnya jihad, dan ini bukanlah wajib ain bagi setiap orang muslim 25

Ulama Mazhab Hanafi menilai bahwa shalat ied hukumnya wajib, beban kewajiban ini bagi orang-orang yang diwajibkan melaksanakan shalat Jum’at, dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan, kecuali khutbah karena hukumnya sunnah. Dasar kewajiban ini karena Rasulullah saw selama hidupnya tidak pernah meninggalkan shalat ied.26 sehingga hukum menghadiri jama’ah hari raya adalah wajib hanya bagi laki-laki dan ia bukan musafir, tidak bagi perempuan dan hamba sahaya.

Ulama Mazhab Maliki dan Syafi’i menjelaskan bahwa shalat ied hukumnya adalah sunnah muakkad (sangat dianjurkan), sifat anjurannya seperti halnya shalat witir, ini dibebankan bagi orang yang diwajib melaksanakan shalat Jum’at, yaitu orang adalah laki-laki yang telah baligh, merdeka, dan bermukim di tempat dilaksanakannya shalat Jum’at.27 Hukum sunnah ini didasarkan pada hadis Nabi saw dari Abu Suhail yang diriwayatkan dari ayahnya, dimana Nabi saw menjelaskan shalat wajib kepada seorang badui Arab yang bertanya, beliau bersabda:

S

(

U

?

5 %

S5

%J

?

58(8 1S$ V

J

?

5

($1 %J6

W (

W<$ X

IG 1

$ A 'I5

V *Q0 J

? % I

Q

M

5 (W0

?

J

%

25 Wahbah Az-Zuhaily, op .cit., hlm. 363-364 26 Ibid.

(13)

?

(W0 F

"0 =

A E J

5 Y I%

V

V

I

Z

.(

[IJ;

X X

28

Seorang pria mendatangi Rasulullah dari penduduk Najd, rambutnya pendek. Kita mendengar suaranya namun tidak mendengar maksudnya. Maka dia bertanya tentang Islam. Rasulullah SAW menjawab: shalat lima waktu dalam sehari semalam. Maka orang itu bertanya: apa ada yang lain?. Rasul saw menjawab: tidak, kecuali jika anda hendak shalat sunnah. (HR.

Muslim)

Sedangkan dalam masalah hukum wanita menghadiri shalat ied juga terdapat kontroversi pendapat di kalangan ulama, jika ditelusuri ada dua kelompok yaitu: Pertama, pendapat yang menerangkan tidak dianjurkan kehadiran jamaah wanita dalam shalat ied, terutama bagi gadis remaja. Pemegang pendapat ini di antaranya sebagian ulama Hanafiyah dan Malikiyah. Hal tersebut didasarkan adanya firman Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 33 yang artinya;

.

, #"0 5

7

D 26M

9

:

“…Dan hendaklah kamu (para wanita) tetap di rumahmu…”

Menurut pendapat ini perintah untuk tetap tinggal di rumah mengandung larangan keluar rumah karena dapat menimbulkan fitnah, sedangkan fitnah itu haram. Maka setiap yang menjurus kepada yang haram adalah haram.29

28 Muhammad Ibnu Hujaj Qusyairi, Shahih Muslim, Juz I, Beirut: Darul Kutub

al-Ilmiyah, 1992, hlm. 41-42

(14)

Sedangkan kedua adalah pendapat yang mengatakan bahwa tidak mengapa (boleh) bagi wanita pergi menghadiri shalat ied jika tidak terhalang kepentingan lain. Para wanita tidak boleh memakai wangi-wangian dan pakaian yang mencolok pendapat ini dipegang oleh ulama Syafi’iyah dan Hanabilah. Tetapi Imam Syafi’i hanya membolehkan bagi wanita yang telah lanjut usia, tidak bagi wanita muda.

Sedang Wahbah Zuhaili mengatakan, “jika wanita ingin menghadiri shalat ied maka mereka harus suci, tidak memakai wangi-wangian, tidak berpakaian mencolok seperti pakaian yang transparan, mereka juga harus menyendiri dari jama’ah laki-laki dan bagi mereka yang haidh harus menyendiri dari jama’ah shalat”. Kebolehen wanita hadir dalam shalat ied ini berdasarkan perintah Rasul saw:

X

C$

? 1S(

? U(

30

“Jangan kalian cegah para wanita yang pergi ke masjid Allâh”

Referensi

Dokumen terkait

Sebagaimana yang telah penulis paparkan pada analisa hadits Ibnu „Abbas dan Jabir bin „Abdullah (lihat kembali hlm. 15-17) bahwa menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah

Perikanan dan Dengok perikanan dengan baik yang seadanya, sehingga membuat produk cepat busuk dan berjamur mengenai macam-macam hasil pengolahan 3 Penyuluhan &amp;

dasar kinetika reaksi kimia dan katalisis, serta menyusun dan menentukan persamaan kecepatan atau kinetika reaksi-reaksi homogen dan heterogen, katalitik dan non-katalitik,

Keadaan stress pada anak, dapat muncul dalam berbagai bentuk ekspresi, mulai dari ekspresi dalam perubahan emosi anak, perubahan kondisi fisik, dan perubahan

Disunnahkan untuk mengenakan pakaian terbaik ketika keluar untuk melakukan Shalat ‟Ied, namun bagi kaum wanita tidak boleh bersolek dengan perhiasan yang mencolok

Boleh bagi orang yang telah mengerjakan shalat „ied untuk tidak menghadiri shalat Jum'at sebagaimana berbagai riwayat pendukung dari para sahabat dan tidak diketahui

Imam Malik menyatakan, dia melihat sebagian ulama saat beri’tikaf pada 10 hari terakhir Ramadhan, mereka tidak pulang ke keluarganya hingga mereka menghadiri shalat ‘Ied

Dalam perbedaan pendapat dalam menentukan awal bulan Ramadhan dan Syawal, dalam kitannya dengan pelaksanaan ibadah puasa dan shalat ‘Ied, maka penyelesaiannya