• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan principal adalah pemegang saham dan agent adalah manajemen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan principal adalah pemegang saham dan agent adalah manajemen"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Landasan Teori

Penelitian tentang pengaruh asimetri informasi, ukuran perusahaan dan pajak tangguhan terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia memerlukan kajian teori sebagai berikut:

2.1.1 Teori Keagenan

Barus dan Kiki (2015) menyatakan bahwa Teori keagenan membahas hubungan antara manajemen dan pemegang saham dimana yang dimaksud dengan principal adalah pemegang saham dan agent adalah manajemen pengelola perusahaan. Principal menyediakan fasilitas dan dana untuk mengelola perusahaan, di lain pihak manajemen mempunyai kewajiban untuk mengelola perusahaan sesuai dengan yang diamanahkan oleh pemegang saham kepadanya.

Oktomegah (2012) menyatakan bahwa teori keagenan menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih pemilik (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen tersebut. Pendelegasian wewenang tersebut akan menimbulkan masalah keagenan (agency problem), yaitu ketidaksejajaran kepentingan antara principal (pemilik/pemegang saham) dan agent (manajemen perusahaan).

(2)

kepentingan antara principal dan agent. Pemegang Saham (Principal) memiliki kepentingan agar dana yang telah diinvestasikan memberikan pendapatan yang maksimal, sedangkan manajemen (agent) mempunyai kepentingan untuk memaksimalkan kesejahteraan sendiri yang berlawanan dengan kepentingan pemegang saham. Konflik kepentingan antara principal dan agent perlu diminimalisir, dengan cara melakukan mekanisme pengawasan untuk mengurangi kesempatan agent untuk melakukan manajemen laba

2.1.2 Manajemen Laba

2.1.2.1 Definisi Manajemen Laba

Menurut Wiryadi dan Nurzi (2013) manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan, dan menambah bias dalam laporan keuangan serta mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa.

Scott (2000) dalam Rahmawati, dkk (2006) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan political costs (oportunistic Earnings Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (Efficient Earnings Management), dimana manajemen laba memberi manajemen suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga

(3)

untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu.

Azlina (2010) menyatakan bahwa manajemen laba merupakan sikap oportunis yang dapat menimbulkan asimetri informasi dan merugikan pihak-pihak yang menggunakan informasi laporan keuangan perusahaan tersebut.

Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen laba merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh manajemen dengan cara memanipulasi data atau informasi akuntansi agar jumlah laba yang tercatat dalam laporan keuangan sesuai dengan keinginan manajemen, baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan perusahaan.

2.1.2.2 Faktor – Faktor Pendorong Manajamen Laba

Menurut Barus dan Kiki (2015) menyatakan bahwa dalam Teori Akuntansi Positif menjelaskan tiga hipotesis yang mendorong perusahaan melakukan manajemen laba yaitu :

1. The bonus plan hypothesis yaitu manajer perusahaan yang memiliki program bonus yang terkait dengan angka-angka akuntansi cenderung untuk memilih prosedur akuntansi yang menggeser pelaporan laba dari periode mendatang ke periode tahun berjalan ( menaikkan laba yang dilaporkan sekarang )

(4)

2. The debt covenant hypothesis dimana perusahaan yang terancam melanggar konvensi perjanjian hutang cenderung untuk memilih prosedur akuntansi yang menggeser pelaporan laba dari periode mendatang ke periode tahun berjalan

3. The political cost hypothesisdimana semakin besar biaya politis yang dihadapi suatu perusahaan, maka manajer cenderung untuk memilih prosedur akuntansi yang menangguhkan pelaporan laba periode mendatang ke periode tahun berjalan (menurunkan laba yang dilaporkan sekarang.

2.1.2.3 Teknik Manajemen Laba

Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im (2000) dalam Rahmawati, dkk (2006) dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu: 1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi

Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgment(perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.

2. Mengubah metode akuntansi

Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh : merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus.

(5)

3. Menggeser periode biaya atau pendapatan.

Contoh rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain mempercepat/menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi berikutnya, mempercepat/menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat/menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak dipakai.

2.1.2.4 Stretegi Manajemen Laba

Wild (2005: 120) dalam Subagyo, dkk (2011) manyatakan bahwa terdapat tiga jenis strategi manajemen laba. Sering kali manajer melakukan satu atau kombinasi dari tiga strategi pada waktu yang berbeda untuk mencapai tujuan manajemen laba jangka panjang. Jenis-jenis strategi tersebut antara lain, sebagai berikut:

1. Meningkatkan laba (Increasing Income).

Salah satu strategi manajemen laba adalah meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode kini untuk membuat perusahaan dipandang lebih baik. Cara ini juga memungkinkan peningkatan laba selama beberapa periode.

2. Mandi Besar (Big Bath)

Strategi Big Bath dilakukan melalui penghapusan sebanyak mungkin pada suatu periode. Periode yang dipilih biasanya periode dengan kinerja yang buruk (seringkali pada masa sesesi dimana perusahaan lain juga melaporkan laba yang buruk) atau peristiwa yang terjadi satu kejadian

(6)

yang tidak bisa seperti perubahan manajemen, merger, atau restrukturisasi.

3. Perataan Laba (Income Smoothing)

Perataan laba merupakan bentuk umum manajemen laba. Pada strategi ini, manajer meningkatkan atau menurunkan laba yang dilaporkan untuk mengurangi fluktuasinya. Banyak perusahaan menggunakan bentuk manajemen laba ini.

2.1.3 Metode Perhitungan Manajemen Laba 2.1.3.1 Konsep Akrual

Dalam pelaporan keuangan terdapat dua metode pencatatan akuntansi yaitu terdiri dari basis akrual (Accrual Basic) dan basis kas (Cash basic). Basis akrual merupakan basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi atau peristiwa lainnya pada saat transaksi atau peristiwa itu terjadi tanpa memperhatikan saat kas/ setara kasi diterima atau dibayar. Sedangkan basis kas merupakan basis akuntansi yang mengakui transaksi/ peristiwa lainnya pada saat kas/ setara kas diterima atau dibayar. Pengakuan atas dasar kas ini menyimpang dari konsep dasar akuntansi yaitu matching of cost with revenue (memadankan antara penghasilan dengan beban/ biaya) sehingga konsep pengakuan pendapatan dan beban atas dasar kas tunai yang diterima tidak sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.

Laporan keuangan umumnya dibuat berdasarkan basis akrual. Standar akuntansi mengharuskan suatu entitas meyusun laporan keuangan berdasarkan konsep akrual, kecuali laporan arus kas. Basis akrual digunakan

(7)

untuk memenuhi konsep dasar akuntansi matching of cost with revenue. Menurut konsep dasar matching of cost with revenue, pengakuan beban atau pendapatan harus diakui sesuai dengan hak yang diukur dalam satu periode akuntansi tidak mempertimbangkan adanya penerimaan kas tunai, karena konsep dasar kas tidak dapat memenuhi kriteria kesepadanan antara pendapatan dan beban atau matching of cost with revenue. Oleh karena itu pengakuan pendapatan dan beban menurut standar akuntansi yang diterima oleh umum menggunakan basis akrual.

Subagyo, dkk (2011) menyatakan bahwa konsep akrual dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Discretionary accrual

Pengakuan akrual laba atau beban yang bebas tidak diatur dan merupakan pilihan kebijakan manajemen.

2. Nondiscretionary accrual

Pengakuan laba yang wajar yang tunduk suatu standar atau prinsip akuntansi yang berlaku umum. Nondiscretionary accrual merupakan akrual yang wajar, dan apabila dilanggar akan mempengaruhi kualitas laporan keuangan. Oleh karena itu bentuk akrual yang tepat dalam manajemen laba adalah bentuk discretionary accrual yang merupakan akrual tidak normal dan merupakan pilihan kebijakan manajemen dalam pemilihan metode akuntansi. Dengan discretionary accrual manajemen memiliki fleksibilitas dalam mengontrol pencatatan karena discretionary dibawah kebijaksanaan manajemen.

(8)

2.1.4 Asimetri Informasi

2.1.4.1 Definisi Asimetri Informasi

Asimetri informasi merupakan suatu keadaan dimana manajer memiliki akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan. (Rahmawati, dkk. 2006)

Asimetri informasi adalah kondisi dimana ada ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia informasi dengan pihak pemegang saham (principal) sebagai pengguna informasi. (Rachmawati, 2010)

Asimetri Informasi adalah keadaan dimana agent mempunyai informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dan prospek perusahaan dimasa yang akan datang dibandingkan dengan principal. Manajemen yang ingin menunjukan kinerja yang baik dapat termotivasi untuk memodifikasi laporan keuangan agar menghasilkan laba seperti yang diinginkan oleh pemilik. Asimetri informasi antara manajemen dan pemilik dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba. (Barus dan Kiki, 2015)

Informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajemen dapat memicu untuk melakukan tindakan-tindakan yang dapat memberikan keuntungan bagi manajemen. Sedangkan bagi pemilik modal, keadaan semacam ini akan mempersulit pemilik modal untuk mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajemen karena informasi yang dimiliki oleh pemilik modal sedikit. Asimetri informasi dapat menjadi masalah serius ketika

(9)

informasi penting tentang perusahaan dan pengendalian perusahaan ada ditangan agent dan tidak diketahui oleh principal.

2.1.5 Tipe Asimetri Informasi & Teori Bid – Ask Spread 2.1.5.1 Tipe Asimetri Informasi

Menurut Scoot (2003) dalam Rachmawati (2010) terdapat dua macam asimetri informasi yaitu

1. Adverse Selection

Manajer mengetahui banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibanding investor. Informasi yang dapat mempengaruhi pemegang saham tidak disampaikan

2. Moral Hazard

Kegiatan yang dilakukan manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham atau pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan yang melanggar kontrak. Moral hazard dapat terjadi karena adanya pemisahan pemilikan dengan pengendaliaan yang merupakan karakteristik kebanyakan perusahaan besar.

2.1.5.2 Teori Bid- Ask Spread

Rahmawati, dkk (2006) menyatakankan bahwa bid-ask spread terdapat suatu komponen spread yang turut memberikan kontribusi terhadap kerugian yang dialami dealer ketika bertransaksi dengan pedagang terinformasi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kos pemrosesan pesanan (order processing cost), terdiri dari biaya yang dibebankan oleh pedagang sekuritas (efek) atas kesiapannya

(10)

mempertemukan pesanan pembelian dan penjualan, dan kompensasi untuk waktu yang diluangkan oleh pedagang sekuritas guna menyelesaikan transaksi.

2. Kos penyimpanan persediaan (inventory holding cost), yaitu kos yang ditanggung oleh pedagang sekuritas untuk membawa persediaan saham agar dapat diperdagangkan sesuai dengan permintaan.

3. Adverse selection component, menggambarkan suatu upah (reward) yang diberikan kepada pedagang sekuritas untuk mengambil suatu risiko ketika berhadapan dengan investor yang memiliki informasi superior. Komponen ini terkait erat dengan arus informasi di pasar modal.

Berkaitan dengan bid-ask spread, fokus perhatian akuntan adalah pada komponen adverse selection component karena berhubungan dengan penyediaan informasi ke pasar modal.

2.1.6 Ukuran Perusahaan

Azlina (2010), menyatakan bahwa ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar dan kecilnya perusahaan dengan berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size,nilai pasar saham, dan lain-lain. Perusahaan yang berukuran besar lebih diminati oleh para analis dan broker, dimana laporan keuangan yang dipublikasikan lebih bersifat transparan sehingga memperkecil timbulnya asimetri informasi yang dapat mendukung timbulnya manajemen laba.

(11)

Makaombohe, dkk (2014), menyatakan bahwa ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya asset yang dimiliki oleh perusahaan. Perusahaan besar memiliki akses yang lebih besar untuk mendapatkan sumber pendanaan dari berbagai sumber. Pada sisi lain perusahaan dengan skala kecil lebih fleksibel dalam menghadapi ketidakpastian, karena perusahaan kecil lebih cepat bereaksi terhadap perubahan yang mendadak.

Kusumawardhani (2012), menyatakana bahwa ukuran perusahaan merupakan salah satu indikator yang digunakan investor dalam menilai aset maupun kinerja perusahaan. Besar kecilnya suatu perusahaan dapat dilihat dari total aktiva (asset) dan total penjualan (net sales) yang dimiliki oleh perusahaan.

Perusahaan yang berukuran besar memiliki basis pemegang kepentingan yang lebih luas, sehingga berbagai kebijakan perusahaan besar akan berdampak lebih besar terhadap kepentingan publik dibandingkan dengan perusahaan kecil. Bagi investor kebijakan perusahaan akan berimplikasi terhadap prospek cash flow dimasa yang akan datang. Sedangkan bagi pemerintah akan berdampak terhadap besarnya pajak yang akan diterima, serta efektivitas peran pemberian perlindungan terhadap masyarakat secara umum.

Restuwulan (2013) menyatakan bahwa Ukuran perusahaan yang biasa dipakai untuk menentukan tingkat perusahaan adalah:

1. Tenaga Kerja, merupakan jumlah pegawai tetap dan dana kontaktor yang terdaftar atau bekerja diperusahaan pada suatu saat tertentu.

(12)

2. Tingkat penjualan, merupakan volume penjualan suatu perusahaan pada suatu periode tertentu misalnya satu tahun.

3. Total utang ditambah dengan nilai pasar saham biasa, merupakan jumlah utang dan nilai pasar saham biasa perusahaan pada saat atau suatu tanggal tertentu.

4. Total asset, merupakan keseluruhan aktiva yang dimiliki perusahaan pada saat tertentu.

2.1.7 Pajak Tangguhan

Beban (tax expense) atau manfaat pajak (tax benefit) adalah jumlah agregat pajak kini (current tax) dan pajak tangguhan (deffered tax) yang ikut diperhitungkan dalm perhitungan laba atau rugi akuntansi pada suatu periode berjalan. (Hartanto, 2003)

Pajak tangguhan merupakan dampak pajak penghasilan di masa yang akan datang yang disebabkan oleh perbedaan temporer (waktu) antara perlakuan akuntansi dengan perpajakan serta kerugian fiskal yang masih dapat dikompensasikan di masa datang yang perlu disajikan dalam laporan keuangan dalam suatu periode tertentu. Dampak pajak penghasilan di masa yang akan data perlu diakui, dihitung, disajikan dan diungkapkan dala laporan keuangan, baik di dalam pos neraca maupun laba rugi. Suatu perusahaan bisa saja membayar pajak kecil saat ini, tapi sebenarnya memiliki potensi hutang pajak yang lebih besar dimasa mendatang. Atau sebaliknya, saatu perusahaan bisa saja membayar pajak lebih besar saat ini, tetapi sebenarnya memiliki potensi hutang pajak yang lebih kecil dimasa mendatang. Bila dampak pajak

(13)

di masa datang tersebut tidak disajikan dalam neraca dan laba rugi, maka laporan keuangan bisa menyesatkan penggunanya sehingga diperlukan perlakuan akuntansi untuk pajak tangguhan (Hardi cheng, 2009 dalam

budiman, 2012)

Pajak tangguhan merupakan pajak yang kewajibannya ditunda sampai waktu yang ditentukan atau diperbolehkan, atau terjadi karena adanya perbedaan temporer kena pajak.

PSAK No. 46 tahun 2009 menyatakan bahwa perbedaan temporer (temporary differences) dapat berupa:

1. Perbedaan temporer kena pajak (taxable temporary differences) adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah kena pajak (taxable amount) dalam perhitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aset dipulihkan (recovered) atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi (settled) atau

2. Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan (deductible temporary differences) adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan (deductible amount) dalam perhitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aset dipulihkan (recovered) atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi (settled).

Menurut hartanto, 2003 Pajak tangguhan diakui dan disajikan sebagai penghasilan atau beban didalam laporan laba-rugi tahun berjalan, kecuali untuk penghasilan yang berasal dari:

(14)

(a). Transaksi atau kejadian yang langsung dikrediktkan atau dibebankan kepada ekuitas, baik dalam periode yang sama maupun dalam periode berbeda.

(b). Penggabungan usaha yang secara substansial merupakan akuisis. Pajak tangguhan terdiri dari beban pajak tangguhan dan manfaat pajak tangguhan. Beban pajak tangguhan disajikan dalam laporan laba-rugi yang sifatnya menambah beban pajak kini dan mengurang laba sedangkan manfaat pajak tangguhan dalam laporan laba-rugi akan mengurang beban pajak kini dan menambah laba pada suatu periode tertentu.

2.1.8 Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian yang sebelumnya telah dilakukan menujukkan hasil sebagai berikut:

1. Dhaneswari & Retnaningtyas (2014) menguji pengaruh asimetri informasi, ukuran perusahaan dan beban pajak tangguhan terhadap praktik manajemen laba di perusahaan manufaktur. Hasil dari penelitian tersebut terbukti bahwa asimetri informasi dan beban pajak tangguhan berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur, sedangkan ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap praktik manajemen laba pada perusahaan manufaktur. Secara simultan asimetri informasi, ukuran perusahaan dan beban pajak tangguhan berpengaruh positif signifikan terhadap praktik manajemen laba pada perusahaan manufaktur.

(15)

2. Putra, dkk (2014) menguji pengaruh asimetri informasi dan ukuran perusaaan terhadap praktek manajemen laba pada perusahaan manufaktur. Hasil dari penelitian tersebut terbukti bahwa asimetri informasi dan ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap praktek manajemen laba pada perusahaan manufaktur.

3. Barus & Kiki (2015) menguji pengaruh asimetri informasi, mekanisme corporate governance dan beban pajak tangguhan terhadap manajemen laba. Hasil dari penelitian tersebut terbukti bahwa asimetri informasi dan beban pajak tangguhan secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

4. Rahmawati, dkk (2006) menguji pengaruh asimetri informasi terhadap praktek manajemen laba pada perusahaan perbankan publik. Dari hasil penelitian tersebut terbukti bahwa asimetri informasi berpengaruh positif signifikan terhadap praktek manajemen laba pada perusahaan perbankan publik.

5. Azlina (2010) menguji analisis faktor yang mempengaruhi manajemen laba. Hasil dari penelitian tersebut terbukti bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

6. Sumomba & Sigit (2012) menguji pengaruh beban pajak tangguhan dan perencanaan pajak terhadap manajemen laba. Hasil penelitian tersebut terbukti bahwa baban pajak tangguhan berpengaruh terhadap manajemen laba

(16)

2.1.9 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang telah dikemukakan diatas dapat dijelaskan bahwa manajemen laba merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh manajemen dengan cara memanipulasi data atau informasi akuntansi agar jumlah laba yang tercatat dalam laporan keuangan sesuai dengan keinginan manajer, baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan perusahaan. Seringkali perhatian pengguna laporan keuangan hanya tertuju pada laba tanpa memperhatikan dari mana perusahaan memperoleh laba tersebut. Adanya kecenderungan lebih memperhatikan laba dalam laporan keuangan disadari oleh manajemen, sehingga mendorong timbulnya perilaku menyimpang yang disebut dengan manajamen laba.

Dhaneswari dan Retnaningtyas (2014) berpendapat bahwa asimetri informasi dianggap sebagai penyebab terjadinya praktik manajemen laba. Asimetri informasi muncul karena manajemen lebih mengetahui informasi internal perusahaan dan prospek perusahaan dibandingkan principal atau pemegang saham. Hal ini didasari adanya konflik keagenan yaitu ketidakselarasan antara kepentingan manajemen dengan pemegang saham. Dimana manajemen mempunyai kepentingan untuk mensejaterakan perusahaan dan kepentingan pribadi sehingga dalam mengelola perusahaan manajemen memerlukan akses informasi yang lebih banyak dari pemegang saham. Untuk itu manajemen mempunyai keleluasaan dalam menyusun laporan keuangan sesuai dengan keinginan manajer.

(17)

Ukuran perusahaan merupakan nilai yang menunjukan besar kecilnya perusahaan. Menurut Makaombohe, dkk (2014), menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap manajmen laba. Hal ini diasumsikan bahwa, jika pengelolaan laba yang dilakukan oportunitis maka semakin besar perusahaan maka akan semakin kecil pengelolaan laba karena perusahaan besar mendapat perhatian kritis oleh para investor dan pengguna eksternal lainnya sehingga perusahaan dengan ukuran besar akan lebih berhati-hati untuk melaporkan laba perusahaan

Pajak tangguhan merupakan komponen total beban pajak penghasilan perusahaan yang mencerminkan pengaruh pajak atas perbedaan temporer antara laba buku (yaitu, pendapatan yang dilaporkan kepada pemegang saham dan pengguna eksternal lainnya) dan penghasilan kena pajak (yaitu, pendapatan yang dilaporkan kepada otoritas pajak). Laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal berbeda dalam hal penyusunannya, laporan keuangan komersial disusun berdasarkan basis akrual sedangkan laporan keuangan fiskal menggunakan basis kas, maka akan timbul perbedaan antara laba yang dihitung secara komersial dan laba yang dihitung untuk kepentingan pajak. Semakin tinggi pajak tangguhan pada suatu perusahaan maka semakin tinggi manajemen laba, dengan pajak tangguhan yang tinggi akan mendorong perusahaan melakukan praktik manajemen laba yang tujuannya untuk mengurangi pembayaran pajak.

(18)

Berdasarkan uraian diatas terdapat beberapa fakor yang diduga dapat mempengaruhi manajemen laba dalam penelitian ini adalah asimetri informasi, ukuran perusahaan dan pajak tangguhan.

Berikut kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah:

Variabel Independen Variabel Dependen

H1(+)

H2(-)

H3(+)

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

2.1.10 Hipotesis Penelitian

2.1.10.1 Pengaruh Asimetri Informasi terhadap Manajemen Laba

Semakin tinggi asimetri informasi antara manajemen dan pemegang saham akan berpengaruh terhadap tingkat manajemen laba, manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak dibandingkan pemegang saham (Principal), hal ini didasari adanya konflik keagenan yaitu ketidakselarasan antara kepentingan manajemen dengan pemegang saham. Dimana manajemen mempunyai kepentingan untuk mensejaterakan perusahaan dan

Asimetri Informasi

Pajak Tangguhan

(19)

memerlukan akses informasi yang lebih banyak dari pemegang saham. Oleh karena itu manajemen lebih leluasa untuk mempangaruhi laporan keuangan khususnya laba yang digunakan untuk memaksimalkan kepentingan pribadi atau nilai pasar perusahaan.

Hal tersebut sejalan dengan penelitian Dhaneswari dan Retnaningtyas (2014), Rahmawati, dkk (2006) dan Santoso (2012) memberikan bukti empiris bahwa asimetri informasi berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan hipotesis pertama sebagai berikut:

H1 : Asimetri Informasi berpengaruh positif signifikan terhadap Manajemen Laba.

2.1.10.2 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba

Semakin besar ukuran perusahaan maka semakin rendah praktik manajemen laba. Perusahaan besar akan disorot kinerjanya oleh publik karena perusahaan besar mempunyai pemakai laporan keuangan yang lebih luas sehingga pihak yang berkepentingan akan laporan keuangan semakin banyak. Oleh karena itu perusahaan akan melaporkan kondisi keuangannya dengan lebih berhati-hati, lebih menunjukan keinformatifan informasi yang terkandung didalamnya, dan lebih transparan.

Makaombohe, dkk (2014) yang memberikan bukti empiris bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen

(20)

laba. Pernyataan tersebut didukung penelitian lain yang dilakukan oleh Kusumawardhani (2012) dan Dhaneswari &Retnaningtyas (2014) memberikan bukti empiris bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan hipotesis kedua sebagai berikut:

H2: Ukuran Perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap Manajemen Laba.

2.1.10.3 Pengaruh Pajak Tangguhan terhadap Manajemen Laba

Adanya PSAK yang mengatur tentang pajak tangguhan tidak menjamin perusahaan untuk tidak melakukan manajemen laba. Pajak tangguhan timbul akibat adanya perbedaan temporer antara laba akuntansi dengan laba fiskal. Perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal disebabkan dalam penyusunan laporan keuangan, standar akuntansi lebih memberikan keleluasaan bagi manejemen untuk menentukan prinsip dan asumsi akuntansi dibandingkan yang diperbolehkan menurut pajak.

Hal ini membuat manajemen memanfaatkan celah untuk melakukan manipulasi besarnya pajak tangguhan yang dimiliki. Semakin tinggi pajak tangguhan maka semakin tinggi praktik manajemen laba, dengan pajak tangguhan yang tinggi maka akan membuat pajak yang dibayarkan rendah sehingga mendorong manajemen melakukan praktik manajemen laba.

(21)

Didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sumomba dan Sigit (2012), Rahmawati (2010) dan Dhaneswari & Retnaningtyas (2014) memberikan bukti empiris bahwa beban pajak tangguhan berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan hipotesis ketiga sebagai berikut:

H3 : Pajak tangguhan berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba.

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Penulis lain seperti Surin Pitsuwan 53 dalam tesisnya melihat kepada sejarah latar belakang konflik, usaha orang Melayu untuk mendapatkan status autonomi, aturan-aturan

Matriks adalah suatu himpunan bilangan atau variabel yang disusun dalam Matriks adalah suatu himpunan bilangan atau variabel yang disusun dalam bentuk baris dan kolom (lajur)

(Raise The Red Lantern, 01:01:04-01:01:18) Dari tindakan Yan'er di atas dapat terlihat bahwa Yan'er tidak menyukai kehadiran Song Lian sebagai istri baru Chen Zuoqian dengan

Keluarkan cake dari ring lalu lapisi dengan chocolate modeling white yang sudah diberi warna dasar sesuai selera.. Untuk membuat lukisan pada Cake lihat Tip

Penerbit kartu boleh mengenakan denda karena pemegang kartu melampaui pagu yang diberikan (overlimit charge) tanpa persetujuan penerbit kartu dan akan diakui sebagai dana sosial.

Dari titik yang baru ini, dilakukan perkusi lagi ke arah medial dengan posisi jari kiri tegak lurus terhadap iga, sampai timbul perubahan suara dari sonor ke redup, yang

Menyatakan Bahwa Tesis yang berjudul “Faktor Penentu Tingkat Proporsi Dana Tabarru’ pada Asuransi Jiwa Syari’ah (Studi pada Perusahaan Terdaftar pada Otoritas