“GAMBARAN KEMAMPUAN PASIEN MENGONTROL PERILAKU KEKERASAN DI RUANG NYIUR RSKD PROVINSI SULAWESI SELATAN KOTA MAKASSAR”
Waode Siti Hartini ABSTRAK
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, di sertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak dapat terkontrol
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kemampuan pasien mengontrol prilaku kekerasan di ruang nyiur RSKD Provinsi Sulawesi Selatan kota Makassar.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian Deskriptif. Teknik pengampilan sampel menggunakan Total Sampling, dengan jumlah sampel 32 responden sesuai dengan kriteria inklusi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat ukur lembar observasi kuesioner. Data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan komputer.
Hasil penelitian menunjukkan didapat bahwa yang memiliki gambaran pasien yang mampu mengontrol perilaku kekerasan sebanyak 25 responden (78,1%), sedangkan pasien yang kurang mampu mengontol perilaku kekerasan sebanyak 7 responden (21,9%). Gambaran pasien yang melakukan perilaku kekerasan sebanyak 6 responden (18,8%), sedangkan jumlah pasien yang tidak melakukan perilaku kekerasan sebanyak 26 responden (81,3%).
Diharapkan kepada perawat di Ruang Nyiur agar lebih sering mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara latihan fisik seperti nafas dalam, memukul bantal, berdoa dan meminta obat kepada perawat.
Kata kunci : Kemampuan Mengontrol Perilaku Kekerasan dan Perilaku Kekerasan Daftar Pustaka: 20 (2005 -2014)
ABSTRACT
Ability of Patient to Control Violent Behaviour in Nyiur Room Spesific Hospital South Sulawesi Province Makassar
WAODE SITI HARTINI1 ,Andriani2 ,Andi Ayumar1 1School of Health Science (STIK) Makassar, Indonesia
2Medical Faculty Nursing Study Program Hasanuddin University Makassar, Indonesia
Introduction
Violent behavior is a situation where a person perform actions that can harm physically, either to himself or others,accompanied by rowdy restless that can not be controlled
Objective
The aim of this research is to know description of ablity of patient to control violent behavior in Nyiur room specific hospital south sulawesi province Makassar
Method
This was descriptive study. Sampling technique was total sampling. The number of sample was 32 respondents according. Data callection was conducted by using observation sheetm. Data was analyzed using computer.
Result
Research result showed that there were 25 respondents (78,1%) who are able to control violent behavior, while respondents who have low ability to control violent behavior were 7 respondents (21,9%). The number of respondents who perform violent behavior was 6 respondents (18,8%) and the number of
respondents who did not perform violent behavior was 26 respondenst (18,3%). Conclusion
The nurses in Nyiur room are expected to be more frequent teach how to control violent behavior by means of physical exercises such as breathing in, hit the pillow, pray and ask for medication to the nurse.
I. PENDAHULUAN
Rumah sakit jiwa adalah unit organik di lingkungan Depertemen Kesehatan, berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Dirjen pelayanan kesehatan, dibedakan menjadi rumah sakit jiwa pemerintah dan swasta (Kusumawati, 2009).
Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacuan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak di anggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta identitas secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan, karena
mereka tidak produktif dan efisien (Dadang Hawari, 2009).
Perawatan jiwa adalah pelayanan sosial yang diberikan oleh perawat terhadap individu, keluarga, dan kelompok yang mempunyai masalah kesehatan, pelayanan yang diberikan adalah upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal mungkin sesuai dengan potensi yang dimiliki dalam menjalankan kegiatan di bidang promotif dengan menggunakan proses keperawatan yang dilaksanakan oleh tenaga keperawatan bekerja sama dengan petugas kesehatan lain dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal (Erlinafsiah, 2012).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang Melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering juga disebut
gaduh, gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu sterssor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2010).
Menurut Badan Kesehatan Dunia World Health Organization (WHO), jumlah penderita gangguan jiwa di dunia pada 2001 adalah 450 juta jiwa. Dengan mengacu data tersebut, kini jumlah itu diperkirakan sudah meningkat. Diperkirakan dari sekitar 220 juta penduduk Indonesia, ada sekitar 50 juta atau 22 persennya, mengidap gangguan kejiwaan (Hawari, 2009).
Data Dunia World Health Organization (WHO) tahun 2006 mengungkapkan bahwa26 juta penduduk Indonesia atau kira-kira 12-16 persen mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data Departemen Kesehatan, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai 2,5 juta orang (WHO, 2006).
Di Indonesia tahun 2008 di perkirakan sekitar 50 juta atau 25 % dari 220 juta penduduk mengalami gangguan jiwa. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010, 237,6 juta. Dengan asumsi angka 1 % tersebut di atas maka jumlah penderita di Indonesia pada tahun 2012 ini sekitar 2.377.600 orang (Januarti, 2008).
Berdasarkan data yang di peroleh dari RSKD Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014, pasien jiwa perilaku kekerasan berjumlah 116 orang. Di ruang Nyiur pada tahun 2014 terdapat 34 orang yang mengalami perilaku kekerasan.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas menarik peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul : “Gambaran Kemampuan Pasien Mengontrol Perilaku Kekerasan di
Ruang Nyiur RSKD Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2014”.
II. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitia
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh informasi mengenai gambaran kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan di ruang Nyiur di RSKD Provinsi Sulawesi Selatan
B. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi dan waktu penelitian merupakan rencana tentang tempat dan jadwal penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dalam melaksanakan kegiatan penelitian. 1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang Nyiur Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Kota Makassar.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23 Juni – 16 Juli 2014. C. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian Populasi Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien perilaku kekerasan yang di rawat di Ruang Nyiur RSKD Provensi Sulawesi Selatan berjumlah 32 orang.
2. Sampel penelitia
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2008). Sampel dalam penelitian ini adalah total
sampling yaitu semua pasien perilaku kekerasan dijadikan sebagai sampel a. Besar Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien perilaku kekerasan yang berada di ruang Nyiur RSKD Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 32 orang.
b. Tehnik Sampling
Teknik pengambilan sampel yang dilakukan pada pasien perilaku kekerasan ini menggunakan total sampling
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini dilaksanakan di Ruang Nyiur RSKD Sulawesi Selatan Tahun 2014 mulai dari tanggal 23 Juni sampai 16 Juli 2014 dengan jumlah sampel 32 responden. Analisa Univariat dilakukan tiap variabel penelitian, dimana terdapat data demografi (umur, jenis kelamin, pendidikan), Kemampuan mengontrol perilaku kekerasan dan perilaku kekerasan.
1. Data Demografi a. Umur
Tabel 1
Distribusi Berdasarkan Umur Perilaku Kekerasan di Ruang Nyiur RSKD Provinsi Sulawesi
Selatan Umur (Tahun) n % 25-45 15 46,9 46-65 17 53,1 Jumlah 32 100,0
Sumber : Data Primer 2014
Berdasarkan tabel 1 diatas menunjukan bahwa dari 32
responden diketahui jumlah responden umur 46-65 yaitu sebanyak 17 responden (53,1%) dan umur 25-45 yaitu sebanyak 15 responden (46,9%).
b.Jenis Kelamin
Tabel 2
Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin Perilaku Kekerasan di
Ruang Nyiur RSKD Provinsi Sulawesi Selatan Jenis Kelamin n %
Laki-laki 32 100,0
Perempuan 0 0
Jumlah 32 100,0
Sumber : Data primer, 2014
Berdasarkan tabel 2 diatas menunjukan bahwa dari 32 responden diketahui jumlah responden pada jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 32 responden (100,0%) dan pada jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 0 responden (0,0%).
c. Pendidikan
Tabel 3
Distribusi Berdasarkan Pendidikan Perilaku Kekerasan
di Ruang Nyiur RSKD Provinsi Sulawesi Selatan Pendidikan n % SMA 5 15,6 SMP 12 37,5 SD 15 46,9 Jumlah 34 100,0
Sumber : Data Primer 2014
Berdasarkan tabel 3 diatas menunjukan bahwa dari 32 responden diketahui jumlah responden tertinggi berada pada pendidikan SD sebanyak 15 responden (46,9%), sedangkan jumlah responden terendah berada pada pendidikan SMA sebanyak 5 responden (15,6%).
2. Kemampuan Mengontrol Perilaku Kekerasan
Tabel 4
Distribusi Berdasarkan Kemampuan Mengontrol Perilaku
Kekerasan di Ruang Nyiur RSKD Provinsi Sulawesi Selatan Kemampiuan mengontrol perilaku kekerasan n % Mampu 25 78,1 Kurang Mampu 7 21,9 Jumlah 32 100,0
Sumber : Data Primer 2014
Berdasarkan tabel 4 diatas menunjukan bahwa dari 32 responden diketahui jumlah responden yang memiliki kemampuan mengontrol perilaku kekerasan yang mampu sebanyak 25 responden (78,1%), sedangkan jumlah responden yang memiliki kemampuan mengontrol perilaku kekerasan yang kurang mampu sebanyak 7 responden (21,9%). 3. Prilaku Kekerasan Tabel 5 Distribusi Berdasarkan Perilaku Kekerasan di Ruang Nyiur RSKD Provinsi Sulawesi Selatan Prilaku Kekerasaan n % Melakukan 6 18,8 Tidak Melakukan 26 81,3 Jumlah 32 100,0
Sumber : Data Primer 2014
Berdasarkan tabel 5 diatas menunjukan bahwa dari 32 responden diketahui jumlah responden yang memiliki perilaku kekerasan yang dilakukan sebanyak 6 responden (18,8%), sedangkan jumlah responden yang memiliki perilaku kekerasan yang tidak dilakukan sebanyak 26 responden (81,3%).
B. Pembahasan 1. Umur
Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 32 responden diketahui jumlah responden tertinggi berada pada umur 46-65 yaitu sebanyak 17 responden (53,1%) dan terendah pada umur 25-45 yaitu sebanyak 15 responden (46,9%).
Umur merupakan salah satu faktor yang penting pada proses terjadinya penyakit. Sebagian penyakit hampir secara ekslusif pada suatu kelompok umur tertentu saja. Penyakit-penyakit lain terjadi dalam rentan umur jauh lebih besar, namun cenderung mempunyai prevalensi yang jauh lebih tinggi pada usia tertentu dibandingkan kelompok usia lain.
Menurut Noor (2002) Peranan variabel umur menjadi cukup penting antara lain : pertama, Study tentang hubungan variasi suatu penyakit dengan umur dapat memberikan gambaran tentang faktor penyebab penyakit tersebut. Kedua, umur dapat merupakan faktor sekunder yang harus diperhitungkan dalam mengamati perbedaan frekuensi penyakit terhadap variabel lainnya.
Pada beberapa penyakit menular tertentu menunjukkan bahwa umur muda mempunyai resiko yang tinggi, bukan saja tingkat kerentangannya tetapi juga pengalaman terhadap penyakit tertentu yang biasanya
sudah dialami oleh mereka yang berumur lebih tua. Begitu pula sejumlah penyakit pada umur yang lebih tua karena pengaruh tinggi keterpaparan serta proses patogenesisnya yang mungkin memakan waktu lama.
Menurut penelitian yang dilakukan Baharia pada tahun 2013 di Poliklinik Jiwa RSKD Provinsi Selawesi Selatan dari 33 responden perilaku kekerasan, di dapatkan 27,3 % responden perilaku kekerasan berumur 30-40 tahun, 33,3% responden perilaku kekerasan berumur antara 41-50 tahun dan 39 % responden perilaku kekerasan berumur >50 tahun keatas (Baharia, 2013).
2. Jenis Kelamin
Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 32 responden diketahui jumlah responden pada jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 32 responden (100,0%) dan pada jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 0 responden (0,0%).
Seperti dengannya variabel umur, variabel jenis kelamin merupakan salah satu variabel diskriptif yang dapat memberikan perbedaan angka kejadian pada pria dan wanita
Pada berbagai penyakit tertentu, rasio jenis kelamin harus selalu diperhitungkan karena bila suatu penyakit lebih tinggi frekuensinya pada pria di banding wanita, tidak selalu berarti bahwa pria mempunyai resiko lebih tinggi, karena hal ini juga dipengaruhi oleh rasio jenis kelamin pada populasi tersebut. Selain itu pula harus diperhitungkan adanya ekspresi maupun keluhan-keluhan penyakit tertentu menurut perbedaan jenis kelamin.
Menurut penelitian yang dilakukan Baharia pada tahun 2013 di Poliklinik Jiwa RSKD Provinsi Selawesi Selatan dari 33 responden perilaku kekerasan, di dapatkan 33,3 % responden perilaku kekerasan berjenis kelamin laki-laki, sedangkan 66,7% responden perilaku kekerasan berjenis kelamin perempuan (Baharia, 2013).
3. Pendidikan
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 32 responden diketahui jumlah responden tertinggi berada pada pendidikan SD sebanyak 15 responden (46,9%), sedangkan jumlah responden terendah berada pada pendidikan SMA sebanyak 5 responden (15,6%).
Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingka laku, semakin tinggi pendidikan seseorang. Makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaiknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Kuncoroningrat, 2009).
Menurut Imbalo pendidikan secara umum adalah segala upaya individu, kelompok ataupun masyarakat sehingga dapat melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.
Menurut penelitian yang dilakukan Baharia pada tahun 2013 di Poliklinik Jiwa RSKD Provinsi Selawesi Selatan dari 33 responden perilaku kekerasan, di dapatkan 6,1 % responden perilaku kekerasan yang tidak bersekolah, 18,2% responden perilaku kekerasan yang berpendidikan SD, 9,1% responden perilaku kekerasan yang
berpendidikan SMP, 27,3% responden perilaku kekerasan yang berpendidikan SMA dan 39,4 % responden perilaku kekerasan yang berpendidikan Perguruan Tinggi (Baharia, 2013).
Dari hasil penelitian diperoleh penulis maka semakin rendah pendidikan yang dicapai seseorang maka akan semakin tinggi tingkat perilaku kekerasan yang dimilikinya, begitupun sebaliknya semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin rendah perilaku kekerasan yang dimilikinya.
4. Kemampuan mengontrol perilaku kekerasan
Hasil penelitian didapat bahwa dari 32 responden diketahui jumlah responden yang memiliki kemampuan mengontrol perilaku kekerasan yang mampu sebanyak 25 responden (78,1%), sedangkan jumlah responden yang memiliki memiliki kemampuan mengontrol perilaku kekerasan yang kurang mampu sebanyak 7 responden (21,9%).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan dapat dilaksanakan dikarenakan mereka dapat melakukan latihan yang meliputi : Latihan fisik 1 dengan cara tarik nafas dalam, Latihan Fisik 2 dengan cara pukul kasur atau bantal, Latihan secara verbal dengan cara mengungkapkan perasaan dengan baik, Latihan secara spiritual dengan cara shalat dan berdoa, dan Patuh obat dengan cara meminta obat kepada perawat, sedangkan pasien tidak mampu mengontrol perilaku kekerasan dikarenakan pasien tidak dapat mengaplikasikan cara
mengontrol perilaku kekerasan seperti tarik nafas dalam, memukul bantal, minum obat secara teratur dan rajin shalat.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di RS Jiwa Dr. Soeharto Herdjan Jakarta oleh Carolina (2008) bahwa kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan meningkat setelah diberikan latihan fisik, seperti nafas dalam
Menurut Corolina (2008) bahwa peningkatan kemampuan pasien dalam mengontrol perilaku kekerasan dengan cara latihan fisik yang diberikan . Latihan mengontrol perilaku kekerasan yang diajarkan oleh perawat dapat mendorong pasien untuk lebih termotivasi dalam mengontrol perilaku kekerasan. Penguatan positif yang dilakukan oleh perawat setelah memberikan latihan mengontrol perilaku kekerasan dapat dapat mendorong pasien melakukan apa yang diharapkan dari pasien untuk mengatasi masalahnya.
5. Perilaku kekerasan
Hasil penelitian didapat bahwa dari 32 responden diketahui jumlah responden yang memiliki perilaku kekerasan yang melakukan sebanyak 6 responden (18,8%), sedangkan jumlah responden yang memiliki perilaku kekerasan yang tidak melakukan sebanyak 26 responden (81,3%).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien perilaku kekerasan dapat melakukan perilaku kekerasan dikarenakan munculnya gejala seperti pandangan tajam, tangan mengepal, postur tubuh kaku, berbicara dengan nada kasar, dan
mengamuk yang diakibatkan oleh perkembangan individu yang kurang baik, sedangkan pasien perilaku kekerasan tidak lagi melakukan perilaku kekerasan dikarenakan perkembangan individunya yang sudah baik karena rajin minum obat secara teratur dan dapat mengontrol prilaku kekerasannya jika muncul. Hal ini sejalan dengan teori Abu Ahmadi (2005) yang menyatakan bahwa perkembangan individu yang kurang seperti penolakan orang tua menyebabkan anak tidak diperhatikan, dicintai dan disanyangi sehingga ia akan gagal mencintai orang lain. Akibatnya anak akan frustasi dan benci atau marah dan cenderung bersikap kasar. Hal ini sejalan dengan teori Budi Anna (2006) yang menyatakan bahwa perilaku kasar atau perilaku kekerasan adalah respon marah yang maladaptive dan merupakan perasan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman dimana individu tidak mampu menguasai diri.
IV. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Diketahui pasien perilaku
kekerasan mampu
mengontrol perilaku kekerasannya.
2. Diketahui latihan fisik pada pasien perilaku kekerasan mampu mengontrol perilaku kekerasannya.
3. Diketahui latihan sosial/verbal pada pasien perilaku kekerasan
4. mampu mengontrol perilaku kekerasannya.
5. Diketahui latihan spiritual pada pasien perilaku
kekerasan mampu
mengontrol perilaku kekerasannya.
6. Diketahui minum obat pada pasien perilaku kekerasan mampu mengontrol perilaku kekerasannya.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh maka dapat diberi beberapa saran :
1. Diharapkan kepada perawat di Ruang Nyiur agar lebih sering mengajarkan latihan fisik seperti nafas dalam dan memukul bantal jika perilaku kekerasannya kambuh.
2. Bagi penilti berikutnya diharapkan melakukan penelitian dengan menggunakan Diharapkan kepada pihak Rumah Sakit agar lebih sering mengajarkan latihan fisik seperti nafas dalam dan memukul bantal jika perilaku kekerasannya kambuh.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi, 2005, Psikologi Umum. Rineka Cipta, Jakarta. Aziz Alimul Hidayat, 2011, Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data, Edisi Pertama – Jakarta, Salemba Medika..
Baharia, 2013, Hubungan Pengetahuan dengan Peran Keluarga Dalam Merawat Pasien dengan Perilaku
Kekerasan di Poliklinik Jiwa RSKD Provinsi Sulawesi Selatan. Skripsi tidak diterbitkan, Stikes Nani Hasanuddin Makassar.
Budi Anna, Keliat, 2006, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2, EGC, Jakarta.
Carolina, 2008, Pengaruh Penerapan Standar Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan terhadap
Kemampuan Klien
Mengontrol Perilaku Kekerasan di RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan. Diambil pada tanggal 20 Juli 2014, dari
http:/www.digilib.ui.ac.id/op ac/themes/libri2/detail.jsp?id =126477&lokai=local
Erlinafsiah Eni, 2012, Model Perawat Dalam Praktik Keperawatan Jiwa, Edisi 6.
St. Louis: Mosby Year Book, CV. Trans info Medika, Jakarta.
Hawari, D, 2009, Peran Keluarga dalam Gangguan Jiwa. Edisi
21. Jurnal. Psikologi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat, Bandung.
Hidayat A.A., 2011, Metode
Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data, Edisi Pertama, Salemba Medika, Jakarta.
Hidayati Eni, 2012, Pengaruh Terapi Kelompok Suportif Terhadap Kemampuan Mengatasi Perilaku Kekerasan Pada Klien Skrizofrenia Di Rumah
Sakit Jiwa Dr Amino Gondho Utomo Kota Semarang.
http://eojurnals1,undip.ac.id/i ndex.php/Jkm di akses pada tanggal 3 mei 2013.
Januarti, I. 2008. Efektivitas Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Halusinasi Terhadap Penurunan Kecemasan Klien Halusinasi Pendengaran Diruang Sakura RSUD Banyumas. Jurnal Kepearwatan Soedirman Volume 3 No 1 , 32-39.
Kamil M., 2010, Model Pendidikan dan Pelatihan “Konsep dan Aplikasi”, Alfabeta, Bandung. Kuncoroningrat, 2009, Pengantar
Ilmu Antropologi,
Djambatan, Jakarta.
Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono, 2009, Buku ajar Keperawatan Jiwa, Salemba Medika, Jakarta.
Maramis, W.F, 2005, Ilmu Kedokteran Jiwa, Edisi 9, Airlangga University Press, Surabaya.
Puji S.Dkk, 2014, Program Studi Ilmu Keperawatan Pedoman Penulisan Skripsi, Edisi 10, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Makassar.
Suliswati et al, 2005, Konsep Dasar Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta.
Stuart, Gail W & Laraia, Michele T, 2005, Principles and Practice
Of Psychiatric Nursing 8th Edition. Mosby, Inc. All right reserved
Videback, Shiela L, 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta. Yosep, Iyus. 2008. Keperawatan Jiwa. Jakarta : Reflika Aditama
Yosep, Iyus, 2010, Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung, Refika Aditama
SKRIPSI
GAMBARAN KEMAMPUAN PASIEN MENGONTROL
PERILAKU KEKERASAN DI RUANG NYIUR
RSKD PROVINSI SULAWESI SELATAN
KOTA MAKASSAR
WAODE SITI HARTINI 21006155
Skripsi Ini Diajukkan
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan