• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI PENGAJUAN HIPOTESIS. Dalam suatu organisasi, peranan pemimpin dalam mencapai tujuan organisasi cukup

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI PENGAJUAN HIPOTESIS. Dalam suatu organisasi, peranan pemimpin dalam mencapai tujuan organisasi cukup"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORI PENGAJUAN HIPOTESIS

2.1. Konsep Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan

Dalam suatu organisasi, peranan pemimpin dalam mencapai tujuan organisasi cukup besar. Hal ini disebabkan karena pemimpinlah yang mengorganisasikan seluruh kegiatan pencapaian tujuan organisasi. Dalam hal ini kemampuan kepemimpinan seorang pemimpin dalam organisasi sangat menentukan kebijakan-kebijakan yang akan diambil di dalam suatu organisasi.

Kepemimpinan telah didefinisikan dalam kaitannya dengan ciri-ciri individual, perilaku, pengaruh terhadap orang lain, pola interaksi, hubungan peran, tempatnya pada suatu posisi administratif, serta persepsi orang lain mengenai keabsahan dari pengaruh.

Pengertian kepemimpinan dan manajemen seringkali disamakan oleh para ahli, namun ada pula yang membedakan pengertian keduanya. Menurut Kotter (dalam Robbins, 2006:51), berpendapat bahwa kepemimpinan berbeda dari manajemen. Manajemen berkaitan dengan hal-hal untuk mengatasi kerumitan. Manajemen yang baik dapat menghasilkan tata tertib dan konsistensi dengan menyusun rencana-rencana formal, merancang struktur organisasi yang ketat dan memantau hasil lewat pembandingan terhadap rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Kepemimpinan, sebaliknya, berkaitan dengan hal-hal untuk mengatasi perubahan. Pemimpin menetapkan arah dengan mengembangkan suatu visi terhadap masa depan, kemudian mengkomunikasikannya kepada setiap orang dan mengilhami orang-orang tersebut dalam menghadapi segala rintangan. Kotter menganggap, baik kepemimpinan yang kuat maupun manajemen yang kuat merupakan faktor penting bagi optimalisasi efektifitas organisasi.

(2)

Kepemimpinan menurut Ralph M. Stogdill (dalam Wahjosumidjo 1994:23) didefinisikan sebagai sarana pencapaian tujuan yang dimaksudkan dalam hubungan ini pemimpin merupakan seseorang yang memiliki suatu program dan yang berperilaku secera bersama-sama dengan anggota-anggota kelompok dengan mempergunakan cara atau gaya tertentu, sehingga kepemimpinan mempunyai peranan sebagai kekuatan dinamik yang mendorong, memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Siagian (1999) merumuskan kepemimpinan sebagai suatu kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang agar bekerja bersama-sama menuju suatu tujuan tertentu yang mereka inginkan bersama. Dengan kata lain, kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi kelompok untuk mencapai tujuan kelompok tersebut.

Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk pencapaian tujuan. Bentuk pengaruh tersebut dapat secara formal seperti tingkat manajerial pada suatu organisasi. Karena posisi manajemen terdiri atas tingkatan yang biasanya menggambarkan otoritas, seorang individu bisa mengasumsikan suatu peran kepemimpinan sebagai akibat dari posisi yang ia pegang pada organisasi tersebut (Robbins, 2002:163). Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Mas’ud (2004), yang menyatakan bahwa Kepemimpinan adalah proses yang digunakan oleh pemimpin untuk mengarahkan organisasi dan pemberian contoh perilaku terhadap para pengikut (anak buah).

Dari berbagai pendapat yang diuraikan diatas, dapat dijelaskan bahwa konsep kepemimpinan melibatkan suatu proses mempengaruhi orang lain dan pelibatan orang lain terhadap suatu proses dan atau keputusan akan suatu kebijakan yang akan diambil, sehingga keputusan tersebut dapat dijalankan sesuai dengan keinginan pemimpin.

(3)

Secara operasional dapat dibedakan 5 pokok fungsi kepemimpinan, yaitu (Nawawi, 2003:74):

1. Fungsi Instruktif

Fungsi ini berlanggsung dan bersifat komunikasi satu arah. Dengan fungsi ini seorang pemimpin berperan sebagai pengambil keputusan dan memberikan perintah kepada bawahannya. Agar fungsi ini dapat dijalankan dengan baik, maka perintah yang disampaikan harus jelas baik isi perintah maupun dari segi bahasa harus sesuai dengan tingkat kemampuan orang yang menerima.

2. Fungsi Konsultatif

Dalam fungsi ini, seorang pimpinan merupakan wadah bagi bawahannya untuk membicarakan masalah-masalah yang ada pada suatu organisasi / instansi. Pimpinan dianggap sebagai orang yang mampu menyelesaikan suatu masalah. Sehingganya diharapkan dengan menjalankan fungsi ini, keputusan-keputusan pimpinan akan mendapat dukungan dan lebih mudah menginstruksikannya sehingga kepemimpinan dapat berlangsung secara efektif. Dalam menjalankan fungsi ini seorang kepala sekolah diharapkan mampu mengarahkan dan memberikan kesempatan kepada guru dan staf sekolah untuk menyampaikan saran dan pendapat agar apa yang diperintahkan dapat dijalankan dengan baik.

3. Fungsi Partisipasi

Pemimpin merupakan seseorang yang mempunyai pengaruh dalam suatu organisasi / instansi. Dalam melaksanakan suatu kegiatan, partisipasi dari seorang pemimpin adalah hal yang sangat penting karena dapat memberikan motivasi atau semangat kerja bagi para bawahaannya. Agar fungsi ini dapat dijalankan dengan baik, maka kepala sekolah harus ikut serta dalam proses pelaksanaan tugas yang telah diberikan.

(4)

Sehingga guru dan staf sekolah lebih termotivasi untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan dengan baik.

4. Fungsi Delegasi

Dalam menyelesaikan tugas, seorang pemimpin tentunya tidak dapat menyelesaikan tugasnya sendiri, hal ini disebabkan karena banyaknya tugas yang harus diselesaikan. Untuk itu pemimpin hendaknya dapat memberikan pelimpahan wewenang, memberikan kepercayaan kepada bawahaannya yang dianggap mampu untuk menyelesaikan tugas yang diberikan, agar dapat berjalan secara efektif dan efisien. Agar fungsi ini dapat dijalankan dengan baik, maka kepala sekolah harus bersedia memberikan tanggung jawab/kepercayaan kepada wakil kepala sekolah yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk menjalankan tugas yang diberikan.

5. Fungsi Pengendalian

Fungsi ini menjelaskan peran seorang pemimpin sebagai pengendali merupakan pemimpin yang mampu mengatur aktifitas anggotanya secara terarah dan dalam kondisi yang efektif. Seorang pemimpin diharapkan dapat menyelesaikan segala masalah dan kesalahan yang di lakukan. Fungsi pengendalian di lakukan dengan cara mencegah anggota berpikir dan berbuat sesuatu yang dapat merugikan organisasi atau instansi. Untuk menjalankan fungsi ini, kepala sekolah berperan sebagai motivator bagi guru dan staf sekolah dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan baik individu maupun kolektif dengan senantiasa memberikan pengarahan dan dorongan dalam melakukan perkerjaan tersebut.

Menurut Darwito (dalam Alimuddin, 2002), membagi tiga jenis fungsi Pemimpin yaitu:

(5)

Fungsi ini dapat ditingkatkan melalui jabatan formal yang dimiliki oleh seorang pemimpin dan antara pemimpin dengan orang lain. Fungsi interpersonal terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu :

a. Sebagai Simbol Organisasi (Figurehead). Kegiatan yang dilakukan dalam menjalankan fungsi sebagai simbol organisasi umumnya bersifat resmi, seperti menjamu makan siang pelanggan.

b. Sebagai Pemimpin (Leader). Seorang pemimpin menjalankan fungsinya dengan menggunakan pengaruhnya untuk memotivasi dan mendorong karyawannya untuk mencapai tujuan organisasi.

c. Sebagai Penghubung (Liaison). Seorang pemimpin juga berfungsi sebagai penghubung dengan orang diluar lingkungannya, disamping ia juga harus dapat berfungsi sebagai penghubung antara manajer dalam berbagai level dengan bawahannya.

2. Fungsi Informasional (The Informational Roles)

Seringkali pemimpin harus menghabiskan banyak waktu dalam urusan menerima dan menyebarkan informasi. Fungsi Informasional terbagi atas:.

a. Sebagai Pengawas (Monitor). Untuk mendapatkan informasi yang valid, pemimpin harus melakukan pengamatan dan pemeriksaan secara kontinyu terhadap lingkungannya, yakni terhadap bawahan, atasan, dan selalu menjalin hubungan dengan pihak luar.

b. Sebagai Penyebar (Disseminator). Pemimpin juga harus mampu menyebarkan informasi kepada pihak-pihak yang memerlukannya.

c. Sebagai Juru Bicara (Spokesperson). Sebagai juru bicara, pemimpin berfungsi untuk menyediakan informasi bagi pihak luar.

(6)

Ada empat fungsi pemimpin yang berkaitan dengan keputusan, yaitu:

a. Sebagai Pengusaha (Entrepreneurial). Pemimpin harus mampu memprakarsai pengembangan proyek dan menyusun sumber daya yang diperlukan. Oleh karena itu pemimpin harus memiliki sikap proaktif.

b. Sebagai Penghalau Gangguan (Disturbance Handler). Pemimpin sebagai penghalau gangguan harus bersikap reaktif terhadap masalah dan tekanan situasi.

c. Sebagai Pembagi Sumber Dana (Resource Allocator). Disini pemimpin harus dapat memutuskan kemana saja sumber dana akan didistribusikan ke bagian-bagian dari organisasinya. Sumber dana ini mencakup uang, waktu, perbekalan, tenaga kerja dan reputasi.

2.1.3 Karakteristik Kepemimpinan

Karakter adalah istilah diambil dari bahasa Yunani yang berarti to mark (menandai,memberi tanda), yaitu menandai prilaku seseorang. Kemudian istilah ini banyak digunakan dalam bahasa Prancis “caratere” pada abad ke-14 dan kemudian masuk dalam bahasa Inggris menjadi “character”, yang akhirnya menjadi bahasa Indonesia “karakter”.

Menurut Hernowo, karakter adalah watak, sifat, atau hal-hal yang memang sangat mendasar yang ada pada diri seseorang. Selanjutnya Hernowo juga memberikan arti karakter sebagai tabiat dan akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.

Dalam kamus Bahasa Indonesia, karakter diartikan sebagai sifat-sifat kejiawaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang.

Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan tadi dapat diartikan karakter adalah sifat, watak, tabiat, budi pekerti atau akhlak yang dimiliki seseorang yang merupakan ciri khas yang dapat membedakan perilaku, tindakan dan perbuatan antara yang satu dengan yang lainnya.

(7)

 George R. Terry ( Sutarto, 1998 :17 ), kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri seorang pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerja secara sadar dalam hubungan tugs untuk mencapai tujuan yang diigninkan.

 Locke & Associates ( 1997 ), kepemimpinan adalah sebuah proses mebujuk orang – orang lain untuk mengambil langkah menuju sasaran bersama.

 Hemhill & Coon ( 1995 ), kepemmpinan adalah prilaku dari individu yang memimpin aktifitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin dicapi bersama.

 Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.

 William G.Scoot ( 1962 ), kepemimpinan adalah sebagai proses mempengaruhi kegiatan yang diorganisir dalam kelompok di dalam usahanya mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.

 Rauch & Behling ( 1984 ), kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas sebuah kelompok yang di organisasi kearah pencapaian tujuan.

 Katz & Kahm ( 1978 ), kepemimpinan adalah penignkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada dan berada diatas kepatuhan mekanis terhadap pengarahn rutin organisasi.

 P. Pigors ( 1935 ), kepemimpinan adalah suatu proses saling dorong mendorong melalui keberhasilan interaksi dari perbedaan individu, mengontrol daya manusia dalam mnegejar tujuan bersama.

 John W. Gardner ( 1990 ), kepemimpinan sebagai sutau proses pembujukan di mana individu merangsang kumpulannya meneruskan objektif yang ditetapkan oleh pemimpin kongsi bersama oleh pemimpin dan pengikutnya.

(8)

 Duben ( 1954 ), kepemimpinan adalah aktifitas para pemegang kekuasaan dan membuat keputusan.

 Reed ( 1976 ), kepemimpinana dalah cara mepengaruhi tingkha laku manusai supaya perjuangan itu dapat dilaksanakan mengikut kehendak pemimpin.

 Menurut Young (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus. Dari definisi para tokoh – tokoh dan ahli mengenai pengertian kepemimpinan semuanya memiliki makna yang sama yaitu kepemimpinan sebuah kegiatan dimana seorang individu mempengaruhi banyak orang atau kelompok secara sadar dan disepakati dengan tujuan untuk mencapai sebuah tujuan yang disepakati bersama.

Adapun tugas pemimpin menurut James A.F Stonen sebagai berikut :

1. Pemimpin bekerja dengan orang lain; seorag pemimpin bertanggung jawab untuk bekerja

dengan oran glain, slah satu dengan atasnnya, staf, teman sekerja atau atasan lain dalam organisasi;

2. Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk mnyusun tugas menjalankan tugas,

mengadakan evaluasi, untuk mencapai hasil yang terbaik;

3. Pemimpin menyeimbangkan pencapaian tujuan dan prioritas. Dalam upaya pencapaian

tujuan pemimpin harus dapat mendelegasikan tugasa –tugasnya kepada staf, kemudian pemimpin harus dapat mengatur waktus ecara efektif dan menyelsaikan masalahnya secara efektif;

4. Seorang pemimpin harus menjadi sorang pemikir yang analitis dan konseptual,s

elanjutnya dapat mengidentifikasi masalah dengan akurat pemimpin harus dapat mngurai seluruh pekerjaan menjadi lebih jelas dan kaitannya dengan pekerjaan lain;

(9)

5. Pemimpin adalah seorang mediator;

6. Pemimpin adalah politisi dan diplomat;

7. Pemimpin membuat keputusan yang sulit.

8. Sebagai Pelaku Negosiasi (Negotiator). Seorang pemimpin harus mampu melakukan negosiasi pada setiap tingkatan, baik dengan bawahan, atasan maupun pihak luar.

2.1.4 Gaya Kepemimpinan

Locander et al. (dalam Mariam, 2009) menjelaskan bahwa kepemimpinan mengandung makna pemimpin mempengaruhi yang dipimpin tapi hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin bersifat saling menguntungkan kedua belah pihak. Lok (2001) memandang kepemimpinan sebagai sebuah proses mempengaruhi aktivitas suatu organisasi dalam upaya menetapkan dan mencapai tujuan.

Tiga implikasi penting yang terkandung dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi aktifitas-aktifitas dalam hal ini yaitu:

1. Kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun pengikut.

2. Kepeminpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya.

3. Adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya melalui berbagai cara.

Terdapat perbedaan pandangan dalam penyusunan batasan-batasan dalam perumusan gaya Kepemimpinan, seperti yang diungkapkan (Mariam, 2009:26), menyatakan bahwa gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain atau bawahan. Pemimpin tidak dapat menggunakan gaya kepemimpinan yang sama dalam memimpin bawahannya, namun harus disesuaikan dengan karakter-karakter tingkat kemampuan dalam tugas setiap bawahannya.

(10)

Menurut House (dalam Darwito,2008:41), menyatakan bahwa Perilaku pemimpin memberikan motivasi sampai tingkat (1) mengurangi halangan jalan yang mengganggu pencapaian tujuan, (2) memberikan panduan dan dukungan yang dibutuhkan oleh para karyawan, dan (3) mengaitkan penghargaan yang berarti terhadap pencapaian tujuan.

Mariam (2009) membatasi gaya kepemimpinan dalam 2 hal yakni konsep transaksional (transactiona leadership) dan transformasional (transformational leadership), yang dapat diuraikan dengan (Mariam, 2009:27):

1. Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan transformasional (transformational leadership) berdasarkan prinsip pengembangan bawahan (follower development). Pemimpin transformasional mengevaluasi kemampuan dan potensi masing-masing bawahan untuk menjalankan suatu tugas/pekerjaan, sekaligus melihat kemungkinan untuk memperluas tanggung jawab dan kewenangan bawahan di masa mendatang.

Humphreys (2002) menegaskan bahwa hubungan antara atasan dengan bawahan dalam konteks kepemimpinan transformasional lebih dari sekedar pertukaran “komoditas” (pertukaran imbalan secara ekonomis), tapi sudah menyentuh sistem nilai (value system). Pemimpin transformasional mampu menyatukan seluruh bawahannya dan mampu mengubah keyakinan, sikap, dan tujuan pribadi masing-masing bawahan demi mencapai tujuan, bahkan melampaui tujuan yang ditetapkan.

2. Kepemimpinan Transaksional

Kepemimpinan transaksional (transactional leadership) mendasarkan diri pada prinsip transaksi atau pertukaran antara pemimpin dengan bawahan. Pemimpin memberikan imbalan atau penghargaan tertentu (misalnya, bonus) kepada bawahan jika bawahan mampu memenuhi harapan pemimpin (misalnya, kinerja karyawan tinggi). Di

(11)

sisi lain, bawahan berupaya memenuhi harapan pemimpin disamping untuk memperoleh imbalan atau penghargaan, juga untuk menghindarkan diri dari sanksi atau hukuman.

Waldman et.al. (dalam Mariam, 2009:34) mengemukakan bahwa kepemimpinan transaksional “beroperasi” pada sistem atau budaya yang sudah ada (existing) dan tujuannya adalah memperkuat strategi, sistem, atau budaya yang sudah ada, bukan bermaksud untuk mengubahnya. Oleh sebab itu, pemimpin transaksional selain berusaha memuaskan kebutuhan bawahan untuk “membeli” performa, juga memusatkan perhatian pada penyimpangan, kesalahan, atau kekeliruan bawahan dan berupaya melakukan tindakan korektif.

Menurut House (dalam Kreitner dan Kinicki, 2005), menyatakan bahwa terdapat 5 (lima) gaya Kepemimpinan yang digunakan sebagai instrumen dalam penelitian ini yakni (Robert; dan Kinicki, Angelo, 2005:67):

2.2 Konsep Kinerja Pegawai 2.2.1 Pengertian Kinerja Pegawai

Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi serta mengetahui dampak positif dan negatif suatu kebijakan operasional yang diambil. Dengan adanya informasi mengenai kinerja suatu instansi pemerintah, akan dapat diambil tindakan yang diperlukan seperti koreksi atas kebijakan, meluruskan kegiatan-kegiatan utama, dan tugas pokok instansi, bahan untuk perencanaan, menentukan tingkat keberhasilan instansi untuk memutuskan suatu tindakan, dan lain-lain.

Menurut McNeese-Smith (dalam Darwito, 2008), Kinerja didefinisikan sebagai kontribusi terhadap hasil akhir organisasi dalam kaitannya dengan sumber yang dihabiskan dan harus diukur dengan indikator kualitatif dan kuantitatif (Belcher, 1987; Cohen 1980

(12)

dalam McNeese-Smith, 1996). Maka pengembangan instrumen dilakukan untuk menilai persepsi pekerjaan akan kinerja diri mereka sendiri dalam kaitannya dengan item-item seperti out put, pencapaian tujuan, pemenuhan deadline, penggunaan jam kerja dan ijin sakit (Sukarno, 2002).

Menurut Rue dan Byars yang disunting Hamid dan Malian (2004:45) mengemukakan bahwa : “ kinerja dapat didefinisikan sebagai pencapaian hasil atau ”the degree of accomplishment” tingkat pencapaian organisasi. Selanjutnya, hasil kerja seseorang dapat dinilai dengan standar yang telah ditentukan, sehingga akan dapat diketahui sejauhmana tingkat kinerjanya dengan membandingkan antara hasil yang dicapai dengan standar yang ada.”

Sementara itu kinerja menurut Prawirosentono (1999:2): “ Kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan berkaitan kuat terhadap tujuantujuan strategik organisasi.”

Menurut Robbins (2006:218) adalah sebagai fungsi dari interaksi antara kemampuan (ability), motivasi (motivation) dan keinginan (obsetion). Selanjutnya Robbins (1998: 21) memberikan arti kinerja adalah tingkat pencapaian tujuan. Dalam konteks penelitian yang akan dilakukan, maka pengertian analisis kinerja merupakan proses pengumpulan informasi tentang bagaimana tingkat kemampuan pencapaian hasil kerja yang dilakukan oleh pegawai Kantor Imigrasi Klas 1 Gorontalo dalam melaksanakan tugas-tugasnya sesuai dengan program yang dijalankan institusi sehingga tujuan organisasi tersebut akan tercapai.

2.2.2 Pengukuran Kinerja

Keban (1995) dalam Pernama (2000:14), mengatakan “ bahwa cakupan dan cara mengukur indikator kinerja sangat menentukan apakah suatu lembaga publik dapat dikatakan berhasil atau tidak berhasil kinerjanya. Lebih lanjut Keban menjelaskan bahwa ketepatan

(13)

pengukuran seperti cara atau metode pengumpulan data untuk mengukur kinerja juga sangat menentukan penilaian akhir kinerja.”

Definisi pengukuran kinerja juga telah dikemukan oleh beberapa ahli seperti Mahmudi (2005:7), mengatakan bahwa : “pengukuran kinerja merupakan suatu proses penilaian pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditentukan, termasuk informasi mengenai efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, perbandingan hasil kerja kegiatan dengan target dan efektifitas tindakan dalam mencapai tujuan” Dalam hal ini, Mahmudi (2005:7) menjelaskan bahwa dalam pengukuran kinerja perlu ditentukan apakah yang menjadi tujuan penilaian tersebut, apakah pengukuran kinerja tersebut untuk menilai hasil kerja (performance outcomes) ataukah menilai perilaku personal (personality). Oleh karena itu pengukuran kinerja minimal mencakup tiga variabel yang harus menjadi pertimbangan yaitu, perilaku (proses), output (produk langsung suatu program) dan outcomes (dampak program).

Definisi-definisi pengukuran kinerja yang telah dikemukakan tersebut menggambarkan dengan jelas bahwa yang dimaksud dengan pengukuran kinerja yaitu sebuah proses kegiatan penilaian terhadap kinerja dengan variabel tertentu yang sesuai dengan faktor-faktor yang membentuk kinerja tersebut untuk melihat apakah tujuan dari lembaga tersebut telah tercapai dengan baik atau belum. Tentunya pegawai sebagai pelaku utama dalam menjalankan kegiatan lembaga tersebut perlu juga dilakukan penilaian terhadap kinerjanya. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Dharma (2005:15), bahwa penilaian/pengukuran kinerja pegawai merupakan suatu kegiatan yang amat penting karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan pegawai dalam menunjang keberhasilan lembaga dalam mencapai misi sebuah lembaga. Lebih lanjut Dharma (2005:15) mengatakan bahwa pengukuran kinerja pegawai:

(14)

1. Pengembangan, yaitu sebuah manfaat yang dapat digunakan untuk menentukan siapa saja pegawai yang perlu ditraining dan dapat pula membantu mengevaluasi hasil training. Selain itu juga dapat membantu pelaksanaan conseling antara atasan dan bawahan sehingga dapat dicapai usaha-usaha pemecahan masalah yang dihadapi pegawai.

2. Pemberian reward, yaitu dapat digunakan untuk memotivasi pegawai, mengembangkan inisiatif, rasa tanggungjawab sehingga akan mendorong mereka untuk meningkatkan kinerjanya.

3. Perencanaan sumber daya manusia yang dapat bermanfaat bagi pengembangan keahlian dan ketrampilan serta perencanaan sumber daya manusia.

4. Kompensasi yang dapat bermanfaat untuk memberikan informasi yang digunakan untuk menentukan apa yang harus diberikan kepada pegawai yang tinggi atau yang rendah dan bagaimana prinsip pemberian kompensasi yang adil.

5. Komunikasi, dimana evaluasi yang dilakukan terhadap kinerja pegawai merupakan dasar untuk komunikasi berkelanjutan antar atasan dan bawahan menyangkut kinerja pegawai.”

Dessler (2000) dalam Keban (2004:196) juga mengatakan bahwa pengukuran kinerja pegawai merupakan upaya sistimatis untuk membandingkan apa yang dicapai seseorang dibandingkan dengan standar yang ada, dengan tujuan untuk mendorong kinerja seseorang agar dapat berada di atas rata-rata. Begitu luasnya dampak yang akan diperoleh dari dilakukannya penilaian terhadap kinerja pegawai, dan ini tentunya menganjurkan kepada setiap lembaga atau organisasi pemerintah untuk melakukan penilaian terhadap kinerja pegawainya.

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai

Menurut Keban (2004:192) di Indonesia masih selalu dikaitkan dengan pelaksanaan pekerjaan (sebagaimana yang tercantum dalam surat Edaran BKN Nomor 02/SE/1980,

(15)

tertanggal 11 Pebruari 1980) yang lebih menekankan penilaian kinerja pada 7 unsur yaitu kesetiaan, prestasi, ketaatan, tangungjawab, kejujuran, kerjasama dan prakarsa.

Menurut Swanson (dalam Keban, 2004:194) mengemukakan bahwa: “kinerja pegawai secara individu dapat dilihat dari apakah misi dan tujuan pegawai sesuai dengan misi lembaga, apakah pegawai menghadapi hambatan dalam bekerja dan mencapai hasil, apakah pegawai mempunyai kemampuan mental, fisik, emosi dalam bekerja, dan apakah mereka memiliki motivasi yang tinggi, pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman dalam bekerja” Sedangkan menurut Schuler dan Dowling (dalam Keban, 2000:195) “kinerja seorang pegawai/ karyawan dapat dilihat dari: (1) kuantitas kerja, (2) kualitas kerja, (3) kerjasama, (4) pengetahuan tentang kerja, (5) kemandirian kerja, (6) kehadiran dan ketepatan waktu, (7) pengetahuan tentang kebijakan dan tujuan organisasi, (8) inisiatif dan penyampaian ide-ide yang sehat, (9) kemampuan supervisi dan teknik”.

Lebih lanjut Schuler dan Dowling (dalam Yazid, 2009:21), menjelaskan indikator pengukuran diatas tergolong penilaian umum yang dapat digunakan kepada setiap pegawai kecuali kemampuan melakukan supervisi. Manurut Dharma (2005: 101), menyatakan bahwa indikator yang digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap kinerja pegawai adalah (1) pemahaman pengetahuan, (2) keahlian, (3) kepegawaian, (4) perilaku yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik.

2.3 Penelitian Terdahulu

Berikut disajikan beberapa penelitian terdahulu yang dapat menjadi acuan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan Darwito, SE (2008), yang mengambil judul Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan (Studi pada RSUD Kota Semarang), yang

(16)

menghasilkan 5 hipotesis, dimana hipotesis yang memuat pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap kinerja Karyawan pada RSUD Kota Semarang menunjukkan bahwa semua variabel/ indokator yang digunakan untuk membahas Gaya Kepemimpinan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Kinerja Karyawan, atau hasil dari pengolahan data diketahui bahwa nilai CR atau pengaruh antara variabel gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan pada RSUD Kota Semarang adalah sebesar 2,060 dengan nilai P sebesar 0,039. Hasil dari kedua nilai ini memberikan informasi bahwa pengaruh variabel gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan pada RSUD Kota Semarang dapat diterima, karena memenuhi syarat diatas 1,96 untuk CR dan dibawah 0,05 yang didapatkan untuk nilai P.

2. Alimuddin (2002) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan (instruksi, konsultasi, partisipasi dan delegasi) terhadap kinerja pegawai. Hipotesis yang diajukan ialah: ada pengaruh gaya kepemimpinan (instruksi, konsultasi, partisipasi, dan delegasi) terhadap kinerja pegawai; Hasil analisis data menunjukkan: terdapat pengaruh gaya kepemimpinan (instruksi, konsultasi, partisipasi dan delegasi) terhadap kinerja pegawai.

3. Penelitian dari Rani Mariam (2009) yang dilakukan di PT. Asuransi Jasa Indonesia (persero), responden yang digunakan sebanyak 115 karyawan, menggunakan Structural Equation Modeling (SEM). Hasil penelitian menunjukkan budaya organisasi dan gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dalam meningkatkan kinerja karyawan. Pengaruh dari gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja adalah signifikan dan positif, pengaruh dari budaya organisasi terhadap kepuasan kerja adalah signifikan dan positif; pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai adalah signifikan dan positif; pengaruh budaya organisasi terhadap

(17)

kinerja pegawai adalah signifikan dan positif; dan pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai adalah signifikan dan positif.

2.4. Kerangka Pikir

Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.

Menurut Heidjrachman dan Husnan (2007;67) gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut Veithzal Rivai (2008:64). Gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahan.

Adapun batasan-batasan yang digunakan sebagai instrumen gaya kepemimpinan dalam penelitian ini adalah (House dalam Darwito, 2008:40):

1. Pemimpin Pengarah (Leader Directiveness) 2. Pemimpin Pendukung (Leader Supportiveness) 3. Pemimpin Peranserta (Participative Leadership)

4. Kepemimpinan Berorientasi Prestasi (Achievement-Oriented Leadership); dan 5. Gaya Pengasuh.

Gaya kepemimpinan ditentukan oleh pemimpin itu sendiri, sehingga jika gaya kepemimpinan yang diterapkan baik dan dapat memberikan arahan yang baik kepada bawahan, maka akan timbul kepercayaan dan menciptakan motivasi kerja dalam diri pegawai, sehingga semangat kerja pegawai meningkat yang juga mempengaruhi kinerja pegawai kearah yang lebih baik (Fahmi, 2009:6).

(18)

Kinerja karyawan mengacu pada mutu pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan didalam implementasi mereka melayani program sosial. Memfokuskan pada asumsi mutu bahwa perilaku beberapa orang yang lain lebih pandai dari pada yang lainnya dan dapat diidentifikasi, digambarkan, dan terukur (Darwito, 2008:32).

Menurut Dharma (2005: 101), menyatakan bahwa indikator yang digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap kinerja pegawai adalah (1) pemahaman pengetahuan, (2) keahlian, (3) kepegawaian, (4) perilaku yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Gaya Kepemimpinan memiliki sinergitas yang teruji dengan kinerja pegawai sehingga penulis menyusun kerangka berpikir dalam penelitian ini.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.5 Hipotesis Kantor Imigrasi Klas 1 Gorontalo Gaya Kepemimpinan 1. Pemimpin Pengarah 2. Pemimpin Pendukung 3. Pemimpin Peranserta 4. Berorientasi Prestasi 5. Gaya Pengasuh. (Darwito, 2008:40) Kinerja Pegawai 1. Pemahaman 2. Pengetahuan 3. Keahlian 4. kepegawaian 5. perilaku (Dharma, 2005:101)

(19)

Hipotesa adalah pernyataan sementara yang menghubungakan dua variabel atau lebih dan masih membutuhkan pengujian secara empirik (sugiono 2004:70), maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut:

“ Terdapat pengaruh yang positif antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai pada Kantor Imirasi Kelas I Gorontalo”.

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Puslitbangbun (2003), cengkeh impor tersebut diduga merupakan cengkeh Indonesia yang diekspor pada saat panen besar, karena selain Indonesia hanya sedikit produksi dan

Untuk itu RRI khususnya Programa 4 mengubah strategi dengan membuat program Pappasangta’ dengan cara mengundang komunitas anak muda dari berbagai daerah untuk datang langsung ke

Framing memiliki impilkasi penting bagi komunikasi politik. Sebab framing memainkan peran utama dalam mendesakkan kekuasaan politik, dan frame dalam teks

informasi oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggungjawab. Agar data yang dikirimkan aman dari pihak-pihak ini maka data dapat disembunyikan dengan menggunakan

dasarnya manajemen pemasaran merupakan suatu proses yang didalamnya mencakup konsep produk, penetapan harga, promosi dan distribusi yang dilakukan oleh perusahaan untuk

Tahap evaluasi bertujuan untuk melihat sejauh mana produk yang dibuat dapat mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada tahap evaluasi

Dari hasil pengamatan di lapangan, pada ruas jalan vital yang dianggap strategis, kondisi tingkat isian (load factor) angkutan umum kebanyakan kurang dari 70 persen.. Kecuali

Tata Usaha pada UPTD Tindak Darurat Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda Eselon