Bab I | 1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kota merupakan wadah utama aktivitas manusia dalam tatanan aspek fisik antar
ruang dan massa. Kota merupakan tempat yang mampu menggambarkan keaktifan,
keberagaman dan kompleksitas melalui ruang - ruang dan aktivitas didalamnya.
Karena itulah, kota perlu penanganan perencanaan secara komprehensif untuk
memahami segala hubungan antara komponen-komponen dalam kota. Kehidupan
fungsi ruang bagi kehidupan kota menjadi tujuan utama untuk pemenuhan
ketersediaan ruang kota yang optimal.
Kota yang baik adalah kota yang mampu memberikan pengalaman ruang yang
kaya stimulasi pada seluruh panca indera manusia. Menurut Jane Jacobs, kota-kota
yang livable berkembang dengan baik dilihat dari nilai-nilai kehidupan
perkotaannya. Ruang berinteraksi sosial masyarakat urban justru sering kali
mengambil tempat- tepat umum seperti di koridor jalan kota. Koridor tersebut
menjadi ruang publik masyarakat setempat.
Menurut Markus Zahnd (1999) kawasan kota juga memiliki sifat yang sangat
mempengaruhi kehidupan tempatnya (place). Kenyataan tersebut dapat diamati
ditempat dimana suasana kota tersebut baik atau buruk dan dimana masyarakatnya
mengekspresikan tempatnya.
Ruang publik adalah elemen terpenting dalam peradaban kota. Tempat ini
menjelaskan ruang publik berupa jalan yang di klasifikasikan sebagai great streets
biasanya selalu memiliki kualitas spasial dan sukses merangsang warga kota untuk
turun berinteraksi sosial dan beraktivitas. Aktivitas yang disyaratkan adalah kegiatan
urban yang sehat dan menyenangkan tanpa harus mengeluarkan biaya.
1.1.1. Kota Dan Ruang Publik
Kota adalah satuan organik yang terus tumbuh melalui proses kompromi dari
berbagai heterogenitas yang hidup di dalamnya, memiliki ciri dan karakteristik yang
khas dimana setiap individu yang berbeda memiliki posisi yang sama penting dalam
menentukan arah kebijakan bersama. Pada dasarnya ruang kota harus dibedakan oleh
suatu karakteristik yang menonjol, seperti kualitas pengolahan detil dan aktivitas
yang berlangsung di dalamnya. Dalam hal ini sebuah tempat tertentu dalam kota
berfungsi sebagai lokasi suatu aktivitas penting, tetapi tidak mempunyai pelingkup
fisik dan lantai yang semestinya. Ruang demikian adalah oase di dalam kota. Ruang
kota (urbanspace) banyak terbentuk oleh muka bangunan dengan lantai kota baik
berupa jalan, plaza atau ruang terbuka lainnya.
Ruang terbuka disebut juga sebagai natural space yang dapat mewakili alam di
dalam dan sekitar kota. Penampilannya dicirikan oleh pemandangan
tumbuh-tumbuhan alam segar daripada bangunan sekitar. Ruang terbuka merupakan ruang
yang direncanakan karena kebutuhan akan tempat-tempat pertemuan dan aktivitas
bersama di udara terbuka. Pengertian ruang terbuka tidak terlepas dari pengertian
ruang menurut filosof Immanuel Kant, ruang bukanlah sesuatu yang objektif sebagai
hasil pikiran dan perasaan manusia. Sedangkan menurut Plato, ruang adalah suatu
Bab I | 3 1.1.2. Ruang Publik Dan Livabilitas Didalamnya
Melihat fungsi pemanfaatan ruang terbuka pada kota-kota klasik, secara
umum dapat disimpulkan bahwa ruang terbuka di suatu kota berfungsi sebagai
tempat masyarakat bertemu, berkumpul dan berinteraksi, baik untuk kepentingan
keagamaan, perdagangan maupun membangun suatu kepemerintahan, serta
menyampaikan aspirasi warga kotanya. Sementara itu, bila diperhatikan di kota-kota
tua yang bersandar pada agama, ruang publik untuk ritual dibedakan dengan ruang
kota secara umum. Sedangkan kota-kota lainnya, ruang publik (termasuk ruang
terbuka) disamping fungsi tradisionalnya sebagai tempat pertemuan, juga digunakan
sebagai identitas atau tanda pengenal sebuah kota. Tidak heran bila banyak kota
yang memanfaatkan ruang publik sebagai simbol sekaligus pusat interaksi sosialnya,
seperti upaya membangun pusat-pusat kebudayaan, taman kota, plaza ataupun
monumen.
Ruang publik suatu kota senantiasa berkembang. Ruang publik menjadi salah
satu unsur terpenting dalam struktur ruang suatu kota seiring dengan proses
pertumbuhan interaksi heterogenitas budaya yang hidup di dalamnya. Heterogenitas
ini mendorong perwujudan ciri atau karakteristik yang khas dimana setiap individu
yang berbeda memiliki posisi yang sama penting dalam menentukan arah kebijakan
bersama. Dalam konteks ini, ruang publik berfungsi sebagai tempat pertemuan antara
individu dengan masyarakat sekitarnya, antara pemerintah dengan warga, antara
penduduk setempat dengan pendatang. Semua peristiwa tersebut mejadi jiwa yang
mampu mengakrabkan berbagai kepentingan individu dalam sebuah komunitas kota.
Hal diatas menjadi ciri khas pembeda utama antara kota (urban) dan desa (rural)
dipresentasikan dalam wujud komunal dan bukan individual, serta keterikatan oleh
tali persaudaraan yang masih kuat. Bahkan Aristoteles menyatakan bahwa kota
terbentuk dari berbagai macam kelompok manusia, dan kelompok manusia yang
sama tidak dapat mewujudkan eksistensi kota. Perkembangan kota-kota modern
makin memperluas fungsi dan peran ruang publik. Jika sebelumnya ruang publik
selalu identik sebagai ruang terbuka, maka kini ruang publik selain bermakna
kultural, sekaligus juga bermakna politis. Seiring dengan proses perkembangannya,
kota tidak pernah selesai dalam menampilkan eksistensinya. Wajah dan tatanan
kehidupan di dalamnya selalu berproses melalui interaksi antar berbagai kepentingan
yang ada. Upaya mengalokasikan aktivitas yang menjalankan denyut nadi
perekonomian suatu kota akan terus berkembang secara kreatif. Oleh karenanya,
upaya penentuan pemanfaatan lahan kota dengan sistem zoning yang ketat dalam
kurun waktu yang sangat lama tidak dapat diterapkan dengan mudah. Bahkan apabila
dipaksakan, dapat menyebabkan kota kehilangan eksistensinya.
1.1.3. Ruang Publik Kota Solo
Kota Solo memliliki nilai strategis di Jawa Tengah, terutama kota disekitarnya
seperti Semarang, Yogyakarta dan Surabaya. Berbatasan dengan Kartasura disebelah
barat, Sragen di sebelah Timur, Wonogiri di sebelah Selatan. Secara letak
geografisnya, Solo memiliki potensi yang pesat untuk berkembang dan bersaing
diantara kota - kota tersebut.
Kota Solo mencitrakan diri berkembang dari adanya peran masyarakat kota
tersebut. Kondisi sosial budaya dan perekonomian yang menonjol merupakan
Bab I | 5 kental. Dari awal jaman terbentuknya kota Solo, beberapa tempat seperti Kraton
Solo beserta Alun - Alunnya, Pasar Gedhe, Laweyan, Taman Sriwedani dan Kraton
Mangkunegaran telah menjadi simbol kehidupan kebudayaan dan perekonomian.
Beberapa wilayah berlangsungnya kegiatan perekonomian, kebudayaan dan politik
tersebut menjadi embrio perkembangan kota Solo yang secara formal bisa menjadi
citra kota Solo yang menjadi daya tarik kota.
Susanto (2008) menuliskan bahwa pada masa Pakubuwono X dilukiskan sebagai
peradaban yang sangat tinggi, rumit dan terperinci. Dalam masa yang disebut masa
Barokisasi ini pesta, rekreasi, kesenian dan pembangunan sangat menonjol.
Gerakan-gerakan sosial yang muncul dari Sarekat Dagang Islam dimana banyak pedagang
batik yang semakin terhimpit oleh kehidupan perekonomian.
1.1.4. Livabilitas Jalan Slamet Riyadi Sebagai Ruang Publik
Jalan Slamet Riyadi terbentuk menjadi jalan arteri yang vital dalam sejarah
perkembangan Kota Solo. Jalan tersebut kini menjadi pusat pergerakan yang
mewadahi kegiatan seluruh kota, dari fungsi pemerintahan, perekonomian dan
kebudayaan selain juga sebagai penghubung langsung dengan wilayah di luar yang
berhubungan dengan Solo. Jalan Slamet Riyadi tumbuh menjadi ruang jalan yang
membentuk karakter formal suatu kawasan.
Menurut Krier (1979) jalan adalah ruang terbuka yang dinamis. Sedangkan
Carr (1992) menyebutkan, jalan dan jalur pejalan kaki adalah ruang publik yang
memiliki peran sangat penting dalam fungsi sosial suatu kota dimana masyarakat
Apppleyard (1981) menegaskan bahwa jalan dengan tingkat tertentu merupakan
ruang publik yang nyaman.
Saat ini, pembangunan ruang kota Solo mulai ditingkatkan kembali, seiring
dengan usaha untuk mendandani citra kota supaya menjadi lebih menarik untuk
dilihat dan dikunjungi. Aktivitas baru juga dimunculkan sebagai event-event akbar
dikota Solo. Ruang mampu tersedia untuk terciptanya tataruang yang mampu
mengakomodasi berbagai kegiatan seni budaya dan ekonomi, meminimalisir dampak
lingkungan yang timbul sehingga tercipta lingkungan yang nyaman, aman, sehat,
efisien, dan produktif. Namun apa yang terjadi pola tata ruang dan pola pergerakan
yang tidak lancar, tidak aman dan tidak efisien, menyebabkan masing-masing
kegiatan mempunyai interaksi kurang menguntungkan. Fungsi ruang publik yang
kurang optimal, serta penyebaran fasilitas dan utilitas kurang tepat dan merata sesuai
dengan kebutuhan masyarakat tanpa mengabaikan usaha peningkatan kualitas
lingkungan kehidupan kota.
Sejak tahun 2007, kota Solo membangun kawasan untuk pejalan kaki atau
populer dengan nama Solo City Walk. Kawasan ini dibangun disepanjang Jalan
Slamet Riyadi, mulai dari Kawasan Purwosari hingga boulevard kota di kawasan
Gladag.
Pada jalur pejalan kaki di Jalan Slamet Riyadi, keberadaan jalur hijau juga
menjadi salah satu potensi yang telah disulap menjadi salah satu elemen penunjang
yang sangat menarik. Jalur ini telah berubah menjadi taman kota yang dilengkapi
tempat duduk yang berfungsi sebagai tempat untuk beristirahat, menikmati
kesejukan dan keindahan bunga, jogging atau berolahraga. Sebagai elemen penting
Bab I | 7 semata, tetapi juga mendukung suasana kota menjadi semarak. Keberadaan ruang
publik yang menarik, dalam waktu bersamaan dapat menjalin hubungan yang baik
antara kegiatan tersebut dengan kegiatan pelayanan umum dan fasilitas yang dimiliki
oleh masyarakat secara individual di sepanjang jalur ini,sehingga tercipta jalur
pejalan kaki yang hidup (livable). Meskipun demikian, ada pembatasan pedagang
kaki lima yang keberadaannya berusaha dihilangkan di kawasan Solo City Walk
tersebut.
Jalur pejalan kakitidak hanya untuk memperindah, jalur pejalan kakidisamping mempunyai unsur kenyamanan bagi pejalan kaki juga mempunyai andil bagi keberhasilan pertokoan dan vitalitas kehidupan ruang kota. Jalur pejalan kaki harus menginteraksikan elemen – elemen dasar urban desain, menghubungkan dengan kuat antara lingkungan terbangun dengan pola aktivitas dan tepat untuk efektivitas perubahan fisik kota yang akan datang. Hamid Sirvani (1985)
Pembangunan kawasan Solo City Walk didasarkan pada Peraturan Daerah No. 8
tahun 1993 – 2013 tentang Tata Ruang.Pemerintah Kota Solo bermaksud
menyediakan sebuah ruang publik dan tempat interaksi masyarakat dan wisatawan
dengan menghadirkan kenangan Solo tempo dulu. Menurut informasi dari Dinas
Tata Kota Solo, tujuan pembangunan Solo City Walk adalah untuk mengembalikan
fungsi tata ruang daerah tersebut, terutama sebagai pusat perekonomian. Di masa
yang akan datang, fungsi-fungsi jalur cepat, jalur lambat dan ruang terbuka akan
lebih dimaksimalkan.
Konsep awalnya, Solo City Walk adalah kawasan khusus bagi pejalan kaki,
dengan titik tolak perencanaan berupa pedestrian mix. Jalur pedestrian selain
digunakan sebagai koridor pejalan kaki juga sebagai akses keluar masuk alat
transprotasi penghuni juga sebagai entrance bagi keberadaan fungsi disekitarnya
seperti kantor dan toko. Lokasi yang direncanakan adalah di jalur lambat sisi selatan
Jalan Slamet Riyadi dan sisi timur Jalan Jendral Soedirman. Pembangunan kawasan
sampai Pasar Gedhe. Solo City Walk terbagi menjadi beberapa segmen yang
masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain.
Solo City Walk dibangun berdasarkan falsafah Srawung Warga, sebuah falsafah yang bertujuan untuk mengajak warga keluar dan melakukan aktivitas di
ruang publik. Solo City Walk merupakan sebuah proyek yang bertujuan untuk
mengembalikan kehidupan ruang publik yang pernah ada dalam aktivitas masyarakat
Solo di waktu lampau. Untuk memantapkan konsep tersebut, akan dibangun
beberapa point of interests (objek penarik perhatian) di tiap perempatan atau
pergantian segmen yang bertujuan untuk menghindari kejenuhan pola dan tata ruang.
Untuk area pejalan kaki, digunakan variasi paving block yang berbeda pada setiap
segmen dari segi motif dan bentuk.
1.2. Perumusan Masalah
Jalur pejalan kaki Solo City Walk yang berada di Koridor Jalan Slamet Riyadi
sebaiknya memiliki kemampuan menghidupkan ruang disekitarnya. Kurang
hidupnya ruang publik di Jalan slamet Riyadi akibat kurang tersebarnya fungsi atau
tata guna lahan yang menarik sehingga aktivitas kurang optimal disepanjang Solo
City Walk Jalan Slamet Riyadi. Penumpukan pertumbuhan PKL terjadi hanya di daerah tertentu saja bahkan menyebabkan pergeseran fungsi dari ruang pedestrian
menjadi tempat PKL dan parkir.
1.3. Pertanyaan Penelitian
Keberadaan jalur pedestrian yang livable berkaitan dengan optimalisasi
aktivitas dan fungsi di kawasan tersebut. Dibutuhkan pembahasan dan penelitian
Bab I | 9 yang terjadi dikawasan tersebut. Berdasarkan pemikiran tersebut, pertanyaan -
pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat livabilitas ruang publik di kawasan jalur pedestrian Solo
City Walk?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi livabilitas di kawasan jalur
pedestrian Solo City Walk?
1.4. Tujuan Penelitian
Untuk membatasi lingkup penelitian, maka perlu dijabarkan tujuan
penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi tingkat livabilitas ruang publik di kawasan Solo City Walk
Jalan Slamet Riyadi – Surakarta.
2. Mengidentifikasi faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat livabilitas ruang
publik di kawasan Solo City Walk Jalan Slamet Riyadi – Surakarta.
1.5. Sasaran Penelitian
1. Identifikasi tingkat livabilitas ruang publik di kawasan jalur pedestrian Solo City
Walk.
2. Identifikasi faktor – factor apa yang mempengaruhi tingkat livabilitas ruang
publik di kawasan jalur pedestrian Solo City Walk.
1.6. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi kontribusi secara teoritis
tentang studi optimalisasi ruang publik pada penggal Solo City Walk Jalan
Slamet Riyadi Solo.
2. Bagi Pemerintah Kota/ Pengambil Kebijakan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu pemerintah kota dalam
menemukan pokok penyelesaian permasalahan kawasan dan memberikan
rekomendasi dalam pengambilan kebijakan terkait penyelesaian optimalisasi
ruang public yang ada di Solo, khususnya di Solo City Walk, Jalan Slamet
Riyadi.
3. Bagi Praktisi
Diharapkanhasil penelitian dapat digunakan sebagai landasan pertimbangan
yang diperlukan bagi arahan Urban Design Guideline optimalisasi ruang
publik yang ada di Solo, khususnya di Solo City Walk Jalan Slamet Riyadi.
Bab I | 11 1.7. Keaslian Penelitian
Dalam kaitannya dengan fokus dan lokus penelitian ini, akan diteliti
karakteristik penggal Solo City Walk Jalan Slamet Riyadi dengan fokus penelitian
Faktor LivabilitasRuang Publik. Berikut ini disajikan penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya untuk mendapatkan keaslian penelitian yang berbeda dengan penelitian
sebelumnya.
Tabel 1.1. Keaslian Penelitian
Sumber: Daftar Tesis Program Pascasarjana Magister Desain Kawasan Binaan
NO PENELITI JUDUL FOKUS LOKUS
1 Mekar Sari Suteja 08/274586/PTK/ 4952
Konsep Vitalitas Sebagai Arahan Perencanaan Kawasan Vitalitas Kawasan Jalan Ahmad jazuli - Kawasan Kotabaru
2 Aulia Lokita Wida 9476/PS/DKB/02
Penataan ruang jalan Sriwedani Yogyakarta ditinjau dari kegiatan manusia terhadap pemanfaatan ruang. Penataan ruang jalan jalan Sriwedani 3 I Made Agus Mahendra 08/281809/PTK/ 5740
Perngaruh Setting Fisik terhadap setting aktivitas pada Kehidupan Fungsi Kawasan. Setting Fisik dan Aktivitas Kawasan Kawasan jalan Gadjah Mada Denpasar Bali. 4 Fitri Wulandari 07/263559/PTK/4186
Arahan Penataan Ruang Jalan di Jalan Dr. Rajiman Ditinjau dari Setting Fisik dan Aktivitas Pengguna
Ruang Kawasan, Coyudan,Solo. Arahan Penataan Ruang Jalan Jalan Dr. Rajiman 5 Wahhida Kartika Asfahani 07/261580/PTK 4580
Faktor Pembentuk dan Kualitas ”Enclosure” Ruang Jalan Pada jalan Godean KM 2 – KM, 5.5 Yk Faktor Pembentuk dan Kualitas ”Enclosure” Ruang Jalan Jalan Godean KM 2 – KM, 5.5 Yk 6 Padmana Grady Prabasmara
Faktor – Faktor Livabilitas
Sebagai Dasar Optimalisasi Ruang Publik
Livabilitas Ruang Publik Solo City Walk, Jalan Slamet Riyadi. Solo
1.8. Kerangka Pemikiran