• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi Limbah Cair dari Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik Terhadap Peningkatan Emisi Gas Rumah Kaca

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kontribusi Limbah Cair dari Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik Terhadap Peningkatan Emisi Gas Rumah Kaca"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

lume 1, Nomor 1, Maret 2015 Pages: xx-xx

Kontribusi Limbah Cair dari

Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik Terhadap

Peningkatan Emisi Gas Rumah Kaca

Contribution of Wastewater from Domestic Wastewater

Treatment Plants to

Increased Greenhouse Gas Emissions

ANIES MA’RUFATIN*, JOKO PRAYITNO DAN RESSY OKTIVIA Pusat Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Puspiptek Area

Gedung 820 Geostech, Tangerang Selatan, Banten 15314 Telp. 021-75791381 Fax. 021-75791403

*e-mail: anies.marufatin@bppt.go.id

PENDAHULUAN

Pengukuran dan perhitungan data emisi perlu dilakukan sebagai upaya untuk mendukung rencana aksi nasional penurunan emisi gas rumah kaca (GRK). Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional telah ditetapkan target untuk menurunkan emisi GRK pada 2020 sebesar 26 % (0,767 giga ton CO2) dengan swadaya, dan 41% (1,189 giga ton CO2) dengan bantuan asing. Identifikasi dan kuantifikasi semua sumber, baik alam dan antropogenik, diperlukan untuk mengembangkan strategi untuk mengontrol dan mengurangi laju peningkatan emisi GRK ke atmosfer (Das 2011). Sumber emisi dari berbagai sektor diinventarisasi sesuai dengan sektor untuk mempermudah rencana aksi yang akan dilakukan. Sektor limbah menyumbangkan emisi 6,7 % yang menempati urutan keempat setelah Sektor Perubahan Lahan, Hutan dan Kebakaran Gambut; Sektor Energi; dan Sektor Pertanian (IPCC 2006). Aktivitas manusia yang menghasilkan limbah dapat mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Selama ini GRK dikenal sebagai hasil dari pembakaran industri, transportasi, serta adanya gas metan yang dihasilkan dari timbunan sampah. Selain itu, limbah cair domestik maupun industri juga merupakan salah satu penyumbang GRK yang berasal dari pelepasan gas dari proses biologis mikroorganisme. Untuk sektor limbah, setidaknya harus diukur beberapa sub sektor dalam IPCC Guidelines (2006) yakni, sampah terbuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), pengolahan sampah secara biologis, pembakaran sampah (baik insinerasi terkendali maupun open burning), limbah cair domestik dan industri (Purwanta 2010). Instalasi pengolahan air limbah kota menerima air limbah dan menghasilkan debit air menggunakan proses yang berbeda. seperti perlakuan aerobik, anaerobik dan pengolahan

hybrid (Das 2011).

Dalam Buku Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional – Buku II – Volume IV oleh KLH (2012) dijelaskan bahwa limbah cair yang dimaksud mencakup limbah domestik dan limbah industri yang diolah setempat (uncollected) atau dialirkan menuju pusat pengolahan limbah cair (collected) atau dibuang tanpa pengolahan melalui saluran pembuangan dan menuju ke sungai.

Collected untreated waste water yang merupakan sumber emisi GRK, yaitu pada sungai, danau, dan laut. Pada collected treated waste water, sumber emisi GRK berasal dari pengolahan anaerobik reaktor dan lagoon. Pada pengolahan aerobik tidak dihasilkan emisi GRK namun menghasilkan lumpur/sludge

yang perlu diolah melalui an-aerobic digestion, land disposal maupun insinerasi. Limbah cair yang tidak dikumpulkan namun diolah setempat, seperti laterin dan septik tank untuk limbah cair domestik dan IPAL limbah cair industri, juga merupakan sumber emisi GRK yang tercakup dalam inventarisasi. Instalasi Pengolahan Air Limbah cair industri yang merupakan sumber potensial emisi GRK mencakup

(2)

industri pemurnian alkohol, pengolahan beer dan malt, pengolahan kopi, pengolahan produk-produk dari susu, pengolahan ikan, pengolahan daging dan pemotongan hewan, bahan kimia organik, kilang Bahan Bakar Minyak (BBM), plastik dan resin, sabun dan deterjen, produksi starch (tapioka), rafinasi gula, minyak nabati/minyak sayur, jus buah-buahan dan sayuran, anggur dan vinegar, dan lain-lain.

Gambar 3.1. Skema Aliran Pengolahan dan Pembuangan Limbah Cair Domestik/Industri Sumber: KLH 2012 Tabel 3.1. Potensi Pemanasan Gobal yang diproduksi oleh IPAL

Gas Nama Kimia Potensi Pemanasan Global (Ton CO2)

Karbon dioksida CO2 1

Metana CH4 25

Dinitrogen oksida N2O 298

Sumber: IPCC 2006 Gas rumah kaca yang dihasilkan dari pengolahan air limbah yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH4) dan dinitrogen oksida (N2O) (Gupta dan Singh 2012). Gas yang dihasilkan yaitu CO2, CH4, dan N2O selama proses pengolahan dan CO2 dari penggunaan energi IPAL dianggap sebagai sumber emisi GRK di sektor komersial sehingga perlu diperkirakan sebagai upaya strategi mitigasi perubahan iklim (Das 2011). Efek rumah kaca terjadi dapat diketahui dari Potensi Pemanasan Global atau Global Warming Potential (GWP) yang tergantung pada jangka waktu pertimbangan, biasanya 100 tahun (Gupta dan Singh 2012). Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa lebih dari periode 100 tahun satu ton metana (CH4) akan memiliki setara efek pemanasan 25 ton CO2. Perhitungan yang hingga kini dapat dilakukan hanya metana dan dinitrogen oksida karena karbon yang dihasilkan dalam air limbah adalah biogenik (berasal dari produksi tanaman pangan) (Gupta dan Singh 2012). Studi literatur tentang kontribusi limbah cair dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Domestik yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca perlu dilakukan. Hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui potensi emisi gas rumah kaca dari IPAL sehingga dapat ditentukan upaya strategi mitigasi dari Sektor Limbah.

(3)

BAHAN DAN METODE Area kajian

Penelitian dilakukan melalui studi literatur untuk mengetahui metode penghitungan emisi gas rumah kaca dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan studi kasus IPAL Bojongsoang – Bandung.

Gambar 3.2. Lokasi IPAL Bojongsoang – Bandung

Cara kerja

Cara kerja penelitian ini dengan melakukan studi beberapa sumber literatur terkait kontribusi limbah cair untuk dapat melakukan perhitungan emisi gas rumah kaca dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Domestik.

Analisis data

Analisis data dilakukan dengan cara analisis deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Mengetahui Kondisi Sistem Pengolahan serta Kualitas Air Limbah IPAL Bojongsoang Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang terletak di Bojongsoang merupakan instalasi yang mengolah air buangan rumah tangga yang disalurkan melalui perpipaan yang berasal dari area wilayah Bandung Timur dan Bandung Tengah Selatan dengan kapasitas pelayanan 400,000 jiwa. IPAL ini dibangun untuk mengurangi tingkat pencemaran air Sungai Citarum. Dengan adanya proses pengolahan limbah domestik rumah tangga, kualitas air buangan yang dibuang ke Sungai Citarum tidak terlalu buruk.

(4)

Gambar 3.3. Peta Pelayanan Air Limbah

Sumber : IPAL Bojongsoang 2015 IPAL Bojongsoang terletak di Kabupaten Bandung, tepatnya di desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang, yang mempunyai luas keseluruhan 85 ha. Pemanfaatan area tersebut berupa area kolam pengolahan yang terdiri dari 14 kolam seluas 62.5 ha, serta area perkantoran dan fasilitas lainnya seluas 22.5 ha dengan sistem pengolahan biologi yaitu kolam stabilisasi.

Kapasitas maksimum IPAL Bojongsoang sebesar 243.000 m3/hari yang terdiri dari pengolahan fisika dan pengolahan biologi. Proses fisika dilakukan secara mekanik yang masing-masing mempunyai 3 buah alat yang dipergunakan secara bergantian secara periodik. Sedangkan proses biologi meliputi 3 tahap yang mempunyai 2 set pengolahan biologi.

Unit pengolahan fisika

 Saringan kasar (untuk sampah berukuran besar >50 mm)

 Pompa ulir (untuk memompa air dari bak penampung ke Gritchamber)

 Saringan halus (menyaring sampah yang dihasilkan oleh saringan halus)

Screening press (memadatkan sampah)

Grit chamber (memisahkan pasir dari air buangan yang pengoperasian secara mekanik)

(5)

Gambar 3.4. Skema Proses Pengolahan Limbah IPAL Bojongsoang Sumber : IPAL Bojongsoang 2015

Unit Pengolahan Biologi

Unit pengolahan biologi berupa kolam-kolam pengolahan biologi yang terdiri dari 2 set yaitu set A dan B. Masing-masing memiliki 7 buah kolam. Setiap rangkaian kolam terdiri dari proses anaerobik, fakultatif dan maturasi.

 Proses Anaerobik merupakan upaya penurunan bahan organik secara anaerobik dengan bantuan mikroba anaerob.

Karakteristik kolam anaerobik adalah sebagai berikut:

 Debit : 80.835 m3/hari

 Beban Volumetrik : 275 g BOD/m3/hari

 BOD Influen : 360 mg/l

 Total Beban Org : 20.100 kg BOD/hari

 Waktu Detensi : 2 hari

 Kedalaman kolam : 4 m

 Luas Area : 4,04 ha

 Temperatur : 22,5oC

 BOD Efluen : 144 mg/l1

 Kolam Fakultatif merupakan upaya penurunan bahan organik secara anaerob dan aerob untuk stabilisasi air buangan.

Karakteristik kolam fakultatif adalah sebagai berikut:

 Debit : 80.835 m3/hari

 Beban Volumetrik : 300 gr BOD/m3/hari

 BOD Influen : 144 mg/l

 Total Beban Org : 11.640 kg BOD/hari

 Waktu Detensi : 5,6 - 7 hari

 Kedalaman kolam : 2 m

 Luas Area : 29,8 ha

 Temperatur : 22,5oC

(6)

 Kolam Maturasi merupakan pematangan air buangan sebagai penyempurnaan dari kualitas efluen akhir sesuai dengan standar baku mutu sebelum dibuang.

Karakteristik kolam maturasi adalah sebagai berikut:

 Debit : 80.835 m3/hari

 Fecal coli : 5000 MPN/100 ml

 BOD Influen : 50 mg/l

 Waktu Detensi : 3 hari

 Kedalaman kolam : 1,5 m

 Luas Area : 32,2 ha

 Temperatur : 22,5oC Kualitas Air Limbah

Berdasarkan Tabel 2 dapat terlihat bahwa dilihat dari parameter Biological Oxygen Demand (BOD) pada kolam anaerob, fakultatif dan maturasi mengalami reduksi pada sistem outlet dari sistem inlet yang mengindikasikan bahwa sampah organik pada limbah tersebut terolah dengan baik dalam sistem IPAL. Sedangkan dari parameter fisik warna dapat dilihat indikasi warna pada kolam anaerob yang keruh hitam pada inlet menjadi keruh pada outlet. Kemudian setelah memasuki kolam fakultatif dan maturasi berubah menjadi warna hijau dengan indikasi banyaknya mikroalga yang dapat tumbuh subur pada kolam fakultatif dan maturasi.

Tabel 3.2. Reduksi Parameter pada Kolam IPAL Bojong Soang Tahun 2003

2. Perhitungan Teoritis Emisi Metana dari IPAL Bojongsoang dengan Metode IPCC Guideline 2006

Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) Bojongsoang adalah bangunan pengolah air limbah terpusat (off-site) terbesar di Asia Tenggara. Air limbah yang diolah berasal dari sumber air limbah rumah tangga, buangan dapur, hotel, restoran dan rumah sakit. Berdasarkan data pihak pengelola- PDAM Tirtawening, diperoleh data IPAL sebagai berikut:

 Kapasitas terpasang = 80.835 m3/hari

 Kapasitas terpakai = 82.635 m3/hari

(7)

IPAL ini oleh pengelola diklaim melayani 66,6% dari seluruh penduduk Bandung. Namun angka ini selayaknya dievaluasi, khususnya dalam penghitungan emisi gas metana dari IPAL berdasarkan metode IPCC. Hal ini terkait data dan perhitungan sebagai berikut:

Jumlah penduduk Tahun 2014 = 2.470.802 jiwa

Standar kebutuhan air bersih kota metropolitan = 150 liter/kap/hari (PU Cipta Karya) Estimasi kapasitas air limbah perkotaan = 120 liter/kap/hari

Hal ini berarti bahwa jumlah air limbah yang dihasilkan Kota Bandung mencapai: Qal (debit air limbah) = 120 liter/kap/hari x 2.470.802 jiwa x 10-3 m3/liter

= 288.000 m3/hari

Berdasarkan hasil perhitungan di atas memperlihatkan bahwa IPAL Bojongsoang dengan kapasitas terpakainya hanya melayani 30% dari jumlah produksi air limbah kota Bandung. Angka ini jika dikonversikan ke jumlah penduduk setara dengan pelayanan bagi 741.240 jiwa. Jika dilihat dari jumlah SR sebesar 106.555 maka diasumsikan tiap rumah adalah 5 orang penghuni maka jumlah penduduk yang terlayani sebesar 532.775 jiwa atau 298.465 jiwa dilayani melalui sistem tanki septik. Berdasarkan analisis perhitungan di atas, maka perhitungan emisi gas metana IPAL akan didasarkan pada jumlah penduduk yang terlayani atau yang membuangnya ke IPAL sebesar (dibulatkan) 740.000 jiwa. Air limbah yang masuk akan melalui tiga buah kolam yakni kolam anaerob, kolam fakultatif dan kolam maturasi, namun perhitungan emisi gas metana ini mengacu pada besaran emisi di kolam anaerob mengingat beban BOD yang relatif besar dibanding dua kolam setelahnya.

Gambar 3.5. Alur proses kolam pegolahan limbah IPAL Bojongosang Perhitungan Emisi Gas Metana Berdasarkan Jumlah Air Limbah

Formula yang digunakan untuk mengestimasi karbon organik yang terurai dalam air limbah (TOW) adalah; 365 001 . 0      P BOD I TOW (1)

TOW = total organik dalam limbah per tahun, kg BOD/tahun P = Populasi dalam setahun (orang)

BOD = Spesifik BOD perkapita dalam satu tahun, g/orang/hari = 34 gr/org/hari (mengambil angka India)

0.001 = konversi dari gram BOD ke kg BOD

I = faktor koreksi penambahan BOD yang dibuang ke sewer (yang terkumpul 1.25 dan yang tidak terkumpul 1.00)

Adapun faktor emisi untuk setiap jenis pengolah limbah ditentukan persamaan sebagai berikut;

j j B MCF EF0

Fakultatif

Maturasi

Anaerob

740.000 jiwa

20.100 gr BOD/m

3

/hari

11.640 gr BOD/m

3

/hari

(8)

Keterangan:

EFj = faktor emisi, kg CH4/kg BOD J = setiap jenis pengolahan limbah

Bo = Kapasitas produksi maksimal CH4, kg CH4/kg BOD

MCFj = faktor koreksi metana (0,8 untuk deep anaerobic lagoon, < 2 m) Adapun total emisi gas metana secara keseluruhan digunakan persamaan;

U

T

EF

TOW

S

R

emissions

CH

j i j j i i

(

)

, , 4 (3) dimana:

Emisi CH4 = emisi CH4 dalam setahun, kg CH4/tahun

TOW = total beban organik dalam setahun, kg BOD/tahun

S = komponen organik yang terbuang sebgai slugde dalam setahun, kg BOD/tahun Ti,j = derajat utilisasi sitem pengolahan limbah, j, setiap jenis limbah yang masuk I

dalam setahun

i = kelompok pendapatan penduduk j = setiap jenis pengolahan limbah EFj = faktor emisi, kg CH4/kg BOD

R = jumlah CH4 yang di-recovery dalam setahun, kg CH4/tahun

Mengingat ketiadaan data pasti tentang jenis sambungan rumah maupun pembuangan melalui mobil tinja yang membuang air limbahnya ke IPAL Bojongsoang, maka faktor kelas pendapatan masayarakat (Ui) diabaikan sedangkan tingkat utilisasi dari semua jenis limbahnya (Ti,j) diambil rata-ratanya sebesar 0,74. Sehingga dalam perhitungan ini persamaan (3) disederhanakan menjadi;

EFxTxTOW

emissions

CH

4

(4) EF = Bo x MCF = 0,6 kg CH4/kg BOD x 0,8 = 0,48 kg CH4/kg BOD

TOW = 740.000 org x 34 gr/org/hari x 0,001 x 1 x 365 = 9.183.400 kg BOD/tahun

Total potensi Emisi CH4 = 0,48 x 0,74 x 9.183.400 = 3.261.943 kg CH4/tahun = 3.262 ton CH4/tahun

Potensi produksi gas metana ini hampir sebagian besar tersimpan di dasar kolam dan endapan (sludge) dan yang tertransfer ke permukaan dan menjadi emisi tidak lebih dari 1 %. Oleh karena ini dengan perhitungan kasar potensi emisi gas metana dengan basis perhitungan ini akan mencapai 3.262 ton CH4/tahun. Angka pasti dari potensi emisi gas metana dari kolam anaerob hanya bisa dipastikan dari pengukuran secara langsung menggunakan alat ukur emisi.

3. Teori Proses Emisi Karbon dari Limbah Cair

Dalam menentukan emisi karbon dari limbah cair, perlu mencermati teori bangkitan gas yang dihasilkan proses anaerob limbah. Gas Metana (CH4) dan Karbondioksida (CO2) sebagai biogas adalah gas-gas utama yang dihasilkan dari proses degradasi anaerobik material organik. Proses anaerob adalah proses yang tidak ada oksigen dan tidak terjadi pengonsumsian oksigen. Proses anaerob terjadi misalnya pada tanki septik limbah rumah tangga, anaerobic digester, tumpukan sampah kota di TPA maupun kolam-kolam anaerob pada IPAL perkotaan. Karena tidak adanya oksigen maka pada proses anaerob tidak terjadi reduksi Chemical Oxygen Demand (COD) namun dikompenasasi dalam bentuk

(9)

konversi organik menjadi gas metana sebagai suatu gas yang tidak larut dalam air (Hukum Henry). Energi yang dihasilkan dalam proses anaerob umumnya lebih kecil, hanya 1/7 dari energi yang dihasilkan pada proses aerob, serta penghancuran subtrat berlangsung lebih lambat (Zoetemeyer et al. 1982). Penghancuran senyawa organik dalam kondisi anaerob oleh konsorsium mikroba secara umum berlangsung dalam tiga kategori (Toerien 1970) yang diperlihatkan dalam Gambar 5.

Gambar 3.6. Dekomposisi Anaerob dari Material Organik a. Hidrolisis

Tahap awal proses anaerob adalah terjadinya hidrolisis pada suspended solids (SS) dan molekul-molekul besar material organik. Hidrolisis akan memecah molekul-molekul besar menjadi molekul-molekul yang lebih kecil baik larut maupun tidak larut yang dapat ditransportasikan ke dalam sel mikroba untuk dilakukan metabolisme. Pada tahap ini tugas utama proses, dilaksanakan oleh enzim ekstra seluler yang bekerjasama dengan mikroorganisme fermentatif utama. Energi untuk proses hidrolisis dan sintesis didapatkan dari katabolisme sel-sel yang lebih kecil sebagai hasil dari hidrolisis.

b. Asetogenesis dan Pembentukan Asam

Mikroorganisme yang sama yang melakukan reaksi hidrolisis melaksanakan fermentasi melalui tahap ini. Hasil akhir dari hidrolisis difermentasikan membentuk asam-asam organik, senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah, hidrogen dan karbondioksida. Seperti terlihat dalam Gambar 5, degaradsi mikrobial atas produk hidrolisis juga menghasilkan hidrogen dalam jumlah yang signifikan. Produk utama dalam tahap fermentasi ini adalah asam asetat yang dihasilkan oleh bakteri asetogenik. Bakteri ini sangat tangguh dan memiliki toleransi yang tinggi dalam berbagai perubahan lingkungan. Pembentukan asam ini optimal pada pH 5 – 6.

c. Methanogenesis

Pembentukan gas metana sebagai produk akhir dari tahap fermentasi anaerobik melalui dua jalan. Jalur utama fermentasi ini menghasilkan asam asetat, metana dan karbondioksida. Bakteri yang memanfaatkan asam asetat adalah bakteri acetoclastic (acetophilic), dengan reaksi keseluruhan yaitu:

CH3COOH  CH4 + CO2

Berdasar pertimbangan hukum thermodinamika dan data-data penelitian Zeikus (1977) mengusulkan suatu rekasi konversi asetat menjadi gas metana yaitu:

CH3COOH + 4H2  2CH4 + 2H2O Organics polymers Alcohols, carboxylic acids (except acetate) CH4, CO2 H2, CO2 Acetate Fermentative microorganisms Acetophilic methanogens Hydrogenophilic methanogens Acetogens Hydrolysis Acetogenesis Methanogenesis 20% 4 % 76% 52% 24% 28% 72%

(10)

Beberapa bakteri methanogens juga memiliki kemampuan memanfaatkan hidrogen untuk merubah karbondioksida menjadi metana (hydrogenophilic methanogens) dengan reaksi keseluruhan yaitu:

4H2 + CO2  CH4 + 2H2O

Dalam metabolisme ini terdapat hubungan yang sinergis antara penghasil hidrogen dan penerima hidrogen. Sedikit perubahan pada kondisi hidrogen dapat mempengaruhi hasil akhir pada fase pembentukan asam. Dalam kasus kolam pembuangan limbah suatu IPAL, pembentukan gas metana dimulai dari daerah tak beroksigen (anoxic zone) yang umumnya di dasar kolam atau pada endapan sedimen. Gas metana yang terbentuk akan tertransportasikan ke permukaan melalui beberapa cara sebelum di-emisi-kan ke atmosfer (Gambar 6). Pola transfer gas yang terjadi antara lain melalui difusi zat cair yang terangkut ke permukaan dan dilepas ke atmosfer. Cara lain adalah melalui pola respirasi dan transpirasi tanaman air yang akarnya tertanam di sedimen dasar kolam. Cara ke tiga adalah melalui gelembung air yang terbentuk (ebuli) yang terbawa ke atas lalu pecah di permukaan.

Gambar 3.7. Ilustrasi Pembentukan dan Transfer Gas Metana Di Kolam

4. Kontribusi Limbah Cair pada Instalasi Pengolahan Air Limbah terhadap Peningkatan Emisi GRK

Pengolahan air limbah terutama dengan teknologi pengolahan aerobik atau anaerobik dapat memiliki dampak signifikan pada kinerja lingkungan secara keseluruhan, khususnya gas rumah kaca (Keller dan Hartley 2003). Menurut Gupta dan Singh (2012), air limbah dari pabrik pengolahan dapat menjadi sumber metana (CH4) saat diolah atau diproses secara anaerobik dan juga dapat menjadi sumber dinitrogen oksida (N2O) dan karbon dioksida (CO2). Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang berbasis pada proses alam dapat menurunkan nilai Biochemical Oxygen Demand (BOD),

Chemical Oxygen Demand (COD), karbon organik, nutrisi dan mikroorganisme patogen dari air limbah yang tinggi. Akan tetapi di sisi lain, IPAL dapat memulihkan energi dan nutrisi, sehingga penggunaan kembali air limbah banyak dikembangkan di negara berkembang dan negara maju dengan menyesuaikan perlakuan yang diberikan. Pemahaman dalam melakukan estimasi emisi gas rumah kaca dari IPAL yaitu dengan mengevaluasi dan mengukur gas rumah kaca, terutama gas metana dan dinitrogen oksida, yang merupakan emisi utama dari sistem pengolahan air limbah.

Limbah cair domestik di Indonesia umumnya berasal dari rumah tangga, perkantoran maupun aktivitas perkotaan lainnya. Limbah cair domestik sangat berpotensi menghasilkan emisi CH4 dan CO2 karena kandungan material organiknya yang tinggi. Rata-rata emisi GRK dari limbah cair domestik pada tahun 2001-2006 berdasarkan perhitungan Purwanta (2010), menghasilkan CO2eq sebesar 12,140 Gg/thn. Besarnya angka emisi dari sektor limbah cair domestik sifatnya menyebar di tiap pemukiman penduduk (spot), artinya emisi per titik sebenarnya kecil namun ada banyak jumlah titik emisi.

(11)

Tabel 3.3. Hasil Penghitungan Rata-rata Emisi GRK (Data Tahun 2001 – 2006)

Sumber: Purwanta 2010 Penghitungan emisi karbon dari limbah cair domestik juga telah dilakukan oleh Purwanta (2015), dengan hasil emisi netto CH4 adalah sebesar 30,09 Gg/tahun. Data tersebut diperoleh melalui basis perhitungan yaitu:

 Perhitungan didasarkan pada populasi di 73 Kota di Indonesia yang terbagi atas kota metropolitan (11), kota besar (18), kota sedang (31) dan kota kecil (13) di Indonesia.

 Dari ke empat tipologi kota tersebut, distribusi berdasar tingkat pendapatan terbagi atas High Income (HI,10%), Middle Income (MI,34%) dan Low Income (LI,56%).

 Dalam perhitungan ini, jenis prasarana pembuangan yang digunakan diasumsikan untuk HI adalah Septic tank dan Lantrine, untuk MI adalah Septic tank dan untuk LI adalah Lantrine, sehingga tingkat utilisasi ditetapkan untuk HI (0,8), MI (0,60) Dan LI (0,45).

Penghitungan emisi karbon pada limbah cair rumah tangga sering mengalami kendala karena mayoritas pengolahan limbah cairnya masih bersifat on site seperti menggunakan septic tank masing-masing rumah tangga. Hanya ada beberapa kota yang mengolah limbah cair domestiknya dengan sistem off site namun masih tergolong rendah dari sisi pelayanan (rata-rata < 50%). Mengingat hampir 90% sistem pengolahan limbah cair domestik masih bersifat on site maka perhitungan angka emisi masih cenderung menggunakan formula berbasis jumlah penduduk, faktor emisi per kg BOD serta berat BOD per kapita per hari. Kelemahan formula perhitungan ini adalah tidak akuratnya data aktivitas yang dimiliki negara kita serta beberapa angka tetapan juga bukan hasil penelitian setempat sehingga cenderung menggunakan angka default (Tier-1) sehingga hasil perhitungan total emisi kadang menjadi besar yang sulit diverifikasi. Sementara untuk limbah cair industri yang menghasilkan emisi karbon umumnya berasal dari industri berbasis agro seperti tapioka, food industry dan juga kelapa sawit. Seharusnya perhitungan emisi karbon sektor limbah cair industri ini didasarkan pada angka pasti jenis industri, kapasitas limbah yang dihasilkan dan sistem pengolahan limbahnya. Sistem perhitungan emisi karbon untuk limbah cair domestik akan sangat berbeda dengan limbah cair industri. Sayangnya data kapasitas limbah tiap jenis industri di Indonesia masih sulit didapatkan sehingga

(12)

perhitungan emisi terkadang hanya didasarkan pada angka kapasitas produksi yang dibandingkan dengan faktor emisinya akan tetapi hasil ini sering tidak akurat. Jika dibandingkan dengan sumber emisi sektor limbah lainya, limbah cair domestik berkontribusi terbesar kedua setelah emisi yang dikeluarkan oleh limbah padat di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) (Tabel 4).

Tabel 3.4. Hasil Perhitungan Emisi GRK berbagai Sumber

No Sumber Emisi GRK CH4 (Gg/th) CO2 (Gg/th) N2O (Gg/th) CO2e (Gg/th)

1 Sampah – TPA 795,55 n.a n.a 16.706,55

2 Sampah – Open burning 2,47 144,81 0,06 215,28

3 Sampah – Pengomposan 2,36 n.a 0,18 105,36

4 Sampah – Anaerob digester 0,09 n.a n.a 1,89 5 Sampah - Insineration n.a 205,80 n.a 205,80 6 Limbah Cair – Domestik 30,09 n.a n.a 663,00 TOTAL EMISI (CO2e) 17.472,84 350,61 68,20 17.897,88 Sumber: Purwanta 2015

KESIMPULAN

Potensi emisi limbah cair domestik yaitu gas metana (CH4) dan karbondioksida (CO2) berasal dari kandungan material organik limbah cair yang tinggi. Penghitungan emisi karbon pada limbah cair domestik khususnya rumah tangga mengalami kendala, karena mayoritas pengolahan limbah cairnya masih bersifat on site, seperti menggunakan septic tank masing-masing rumah tangga. Pengolahan limbah cair domestik skala perkotaan menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) seperti di Bojongsoang Bandung merupakan pengolah air limbah terpusat (off-site) terbesar di Asia Tenggara dengan kapasitas terpakainya hanya melayani 30% dari jumlah produksi air limbah kota Bandung. Pengolahan limbah cair domestik perkotaan seperti ini dapat dilakukan penghitungan potensi produksi gas metana dengan hasil sebagian besar tersimpan di dasar kolam dan endapan (sludge) dan yang tertransfer ke permukaan dan menjadi emisi tidak lebih dari 1 %. Namun angka pasti dari potensi emisi gas metana dari kolam anaerob hanya bisa dipastikan dari pengukuran secara langsung. Jika dibandingkan dengan sumber emisi sektor limbah lainya, limbah cair domestik berkontribusi terbesar kedua setelah emisi yang dikeluarkan oleh limbah padat di TPA.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada tim WP 7.3 yang sudah berkontribusi dalam kegiatan ini, troika yang sudah memberikan saran dan masukannya serta seluruh staf Pusat Teknologi Lingkungan atas dukungannya.

DAFTAR PUSTAKA

Das, S.R., 2011. Estimation of Greenhouse Gases Emissions from Biological Wastewater Treatment Plants at Windsor. Thesis: Faculty of Graduate Studies through the Department of Civil and Environmental Engineering University of Windsor, Windsor, Ontario, Canada.

Gupta, D., Singh, S.K. 2012. Greenhouse Gas Emissions from Wastewater Treatment Plants: A Case Study of Noida. Journal of Water Sustainability, Volume 2, Issue 2, June 2012, 131–139. IPCC – Intergovernmental Panel on Climate Change. 2006. 2006 IPCC Guidelines for National

Greenhouse Gas Inventories. Prepared by the National Greenhouse Gas Inventories Programme, Egglestone H.S., Buenfia L., Miwa K., Ngara T. and Tanabe K. (eds). Published: IGES, Japan.

(13)

IPAL Bojongsoang Kota Bandung. 2015. Data internal PDAM Bandung.

Keller, J., Hartley, K. 2003. Greenhouse Gas Production In Wastewater Treatment: Process Selection is The Major Factor. Water Sci Technol. 2003;47(12):43-8.

KLH – Kementrian Lingkungan Hidup. 2012. Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional – Buku II – Volume IV

Purwanta, W. 2010. Penghitungan Emisi Karbon Dari Lima Sektor Pembangunan Berdasar Metode Ipcc Dengan Verifikasi Faktor Emisi dan Data Aktivitas Lokal. J. Tek. Ling Vol.11 No.1 Hal. 71 – 77 Jakarta, Januari 2010 ISSN 1441-318X.

Purwanta, W. 2015. Perhitungan akhir emisi karbon sektor Limbah dan perancangan sistem pengukuran gas metana di IPAL kota. Technical Report WP. 5.2 Pengukuran dan Penghitungan Emisi Karbon Sektor Limbah, Kegiatan DIPA 2015 Program Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan ”Inovasi dan Layanan Kerekayasaan Teknologi Hijau Dalam Rangka Mendukung Pembangunan Rendah Karbon”

Toerien, D., F. 1970. Population Description Of The Non-Methanogenic Of Anaerobic Digestion.

Water Research Pergamon Press 1970. Vol. 4, pp. 129-148.

Zeikus, J., G. 1977. The Biology of Methanogenic Bacteria. American Association for Microbiology.

Bacteriological Review, Vol. 41, No. 2 June 1977, p. 514-541

Zoetemeyer, R., Matthusen, A., Cohen, A., Boelhouwer, C.1982. Product Inhibition In The Acid Forming Stage Of The Anaerobic Digestion Stage Process. Water Resource (16) 5.

PROFIL PENULIS

Anies Ma’rufatin, dilahirkan di Madiun pada tanggal 2 Maret 1989. Penulis menyelesaikan masa sekolah TK hingga SMA di kota Madiun. Tahun 2007 penulis lulus SMA N 2 Madiun dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) untuk jurusan Meteorologi Terapan, Fakultas Matematika dan IPA. Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, seperti Himpunan Profesi Mahasiswa serta Badan Eksekutif Mahasiswa. Pada tahun 2014 penulis diterima menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil dan pada tahun 2015 resmi diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di Instansi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi pada Unit Kerja Pusat Teknologi Lingkungan – Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Progam kegiatan yang diikuti yaitu Program Teknologi Pengendalian dan Mitigasi Dampak Pemanasan Global Tahun 2014 dengan rincian kegiatan Teknologi Restorasi Sungai untuk Kota Hijau, Teknologi Fotobioreaktor Mikroalga, dan Mikroaga untuk Biofuel; pada Tahun 2015 mengikuti Program Inovasi dan Layanan Kerekaasaan Teknologi Hijau dalam Rangka Mendukung Pembangunan Rendah Karbon dengan rincian kegiatan Pengoperasian Pilot Plant Teknologi Pengurangan Emisi Karbon (Photobioreactor), Pengukuran dan Penghitungan Karbon Sektor Industri, serta Pengukuran dan Penghitungan Karbon Sektor Limbah, Tahun 2016 mengikuti Program Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan, dengan kegiatan Teknologi Pengukuran Emisi Karbon Sektor Limbah dans sedang melanjutkan pendidikan magister di Program Pascasarjana Kajian Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia.

(14)

Joko Prayitno, lahir di Medan 28 Desember 1968, menyelesaikan studi S1 di Jurusan Agronomi, Institut Pertanian Bogor tahun 1992. Pada tahun 2001 menyelesaikan studi Masters (S2) di Australian National University, Canberra Australia bidang Mikrobiologi, dan tahun 2006 menyelesaikan studi PhD (S3) di Universitas yang sama di Canberra bidang Bioteknologi Tumbuhan. Pada tahun 2008 menyelesaikan studi PostDoc di tempat yang sama tentang interaksi tanaman dengan lingkungan. Saat ini penulis bekerja sebagai Peneliti Madya di Pusat Teknologi Lingkungan BPPT. Pernah terlibat dalam kegiatan penelitian dan pengembangan mikroba untuk ketahanan kedelai di lahan masam (Biotechnology Indonesia-Germany Project), fitoremediasi logam berat, bioremediasi polutan minyak, konservasi mangrove dan pemanfaatan mikroalga untuk penangkapan karbon. Pernah menjabat sebagai Kepala Bidang Konservasi dan Pemulihan Kualitas lingkungan PTL (2012-2015), Kepala Program kegiatan Bioremediasi Lingkungan Balai Teknologi Lingkungan (2010-2011), dan Chief Engineering Program Pengembangan Teknologi Mitigasi Dampak Pemanasan Global (2013-2014). Saat ini fokus pada pengembangan teknologi pemanfaatan mikroba untuk lingkungan, khususnya penangkapan karbon menggunakan fotobioreaktor mikroalga. Penulis telah menghasilkan beberapa tulisan yang diterbitkan oleh jurnal dalam dan luar negeri, prosiding ilmiah luar negeri, dan berapa buku diantaranya ‘Teknologi Fotobioreaktor Mikroalga untuk Penangkapaan Karbon’ (2014) dan ‘Teknologi Hijau untuk Konservasi Mangrove di Kabupaten Penajam Paser Utara’ (2015).

Ressy Oktivia, lahir di Padang pada tanggal 11 Oktober 1972. Setelah tamat dari SMA Negeri 1 Padang tahun 1991, Ia merantau ke tanah Jawa untuk melanjutkan studinya. Ia berhasil menamatkan studi S1-nya di Jurusan Geofisika dan Meteorologi ITB pada tahun 1997, dan pendidikan S2-nya di Jurusan Sains Atmosfer ITB pada tahun 2008. Ressy mulai bekerja di BPPT pada tahun 1998, dan langsung terlibat di Program Seawatch Indonesia (Program Pemantauan Lingkungan Perairan Laut dan Pantai). Publikasi yang pernah diterbitan publikasi, diantaranya Buku Pemantauan Lingkungan Laut Program Seawatch Indonesia: Data Gelombang dan Arus dengan nomor ISBN 979-8465-42-3 (2003), Book of Science and Technology for Climate Change Adaptation: The Need Study of Research Priority Theme, dengan nomor ISBN 978-979-9017-30-7 (2011); dan Synthesis Report on TNA for Adaptation (2012).

Gambar

Gambar 3.1. Skema Aliran Pengolahan dan Pembuangan Limbah Cair Domestik/Industri  Sumber: KLH 2012
Gambar 3.2. Lokasi IPAL Bojongsoang – Bandung
Gambar 3.3. Peta Pelayanan Air Limbah
Gambar 3.4. Skema Proses Pengolahan Limbah IPAL Bojongsoang  Sumber : IPAL Bojongsoang 2015
+7

Referensi

Dokumen terkait

Semenjak diluncurkan pada Juni 2016, program Pengampunan Pajak mengundang pro dan kontra di kalangan publik, termasuk para pengguna Twitter. Penelitian ini menganalisa

Sehingga melalui penelitian ini, peneliti ingin mengkaji lebih jauh mengenai pengaruh pemberian pemberian yoghurt kedelai hitam ( Black Soyghurt ) terhadap

Pengembangan Model Intuition Based Learning (IBL) dengan Scientific Approach Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas XI SMA Negeri 2 Sragen Tahun Pelajaran

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menemukan konstruksi Islamisasi pengetahuan tentang filsafat dari Ismail Raji’ Al-Faruqi, (2) Menemukan konstruksi

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunianNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Geseran yang terjadi selama proses Cetak Tekan inilah yang akan mengubah orientasi butir material sebagai akibat pergerakan atom-atom pada saat melalui daerah geser sehingga

1) Dua garis tersebut akan berpotongan, maka himpunan penyelesaiaanya tunggal. 2) Dua garis tersebut akan saling berimpit, maka himpunan penyelesaiannya tak hingga. 3) Dua

Berdasarkan atas hasil penelitian diatas maka terdapat kesamaan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Suryanti (2007) dan Fadjar (2008) dimana terdapat pengaruh