• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri gugusan pulau dari Sabang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri gugusan pulau dari Sabang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri gugusan pulau dari Sabang sampai Merauke yang terdiri dari berbagai macam suku dan budaya yang hidup di dalamnya. Hal tersebut mencerminkan sebuah harmonisasi kerukunan bermasyarakat. Beragam suku dan budaya yang hidup tersebut, memaksa pemerintah untuk mengakui hukum yang hidup di tengah masyarakat yang biasa kita kenal dengan hukum adat. Pengakuan ini mengantarkan posisi hukum positif tidak serta merta sebagai acuan utama dalam menyelesaikan sebuah perkara, baik itu perkara pidana maupun perkara perdata.

Di berbagai persoalan kemasyarakatan, hukum Negara (hukum positif) tidak selalu mampu menjawab atau menyelesaikan persoalan hukum (pidana maupun perdata) yang timbul. Seringkali suatu aturan perundang-undangan tidak sejalan dengan apa yang terjadi dalam lingkup kehidupan bermasyarakat, sehingga masyarakat (publik) mengabaikan keberlakuan hukum Negara dan lebih percaya menggunakan saluran hukum adat (living law) untuk menyelesaikan persoalan hukum tersebut. Salah satunya dalam perkara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Negara telah mengatur proses penyelesaian perkara KDRT dengan payung hukum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), akan tetapi ada sekelompok masyarakat yakni masyarakat Bugis-Makassar yang menggunakan pendekatan

(2)

hukum adat atau mediasi melalui tokoh adat yang dipercaya. Hal tersebut dikarenakan permasalahan dalam lingkungan keluarga merupakan masalah yang sangat sensitif dan bukan merupakan konsumsi halayak umum. Oleh karena itu, penempatan serta peran tokoh adat sebagai orang yang dipercaya mampu menengahi masalah yang dihadapi dalam lingkup rumah tangga.

Masyarakat Bugis-Makassar1 mengenal adanya aspek budaya hukum yang

tidak tertulis dan terpelihara dalam kehidupan masyarakat Bugis-Makassar, yakni

budaya siri’2. Konsep siri’ (bugis) adalah sebuah konsep yang menentukan

identitas orang Bugis-Makassar dan masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya. Konsep siri’ mengacu pada perasaan malu dan harga diri.

Ditinjau dari aspek harfiahnya, siri’ dalam masyarakat Bugis-Makassar dapat diartikan sebagai rasa malu.Lebih meng kerucut ketika membahas siri’ merupakan salah satu falsafah hidup Masyarakat Bugis-Makassar. Falsafah ini harus dijunjung tinggi, karena apabila seseorang tidak memiliki siri', maka perilaku orang tersebut bisa dikatakan lebih rendah dari binatang, karena cenderung tidak memiliki rasa malu, harga diri, dan kepedulian sosial. Siri’ merupakan sebuah konsep falsafah hidup dalam kehidupan masyarakat Bugis-Makassar yang

1

Istilah suku Bugis-Makassar yang digunakan dalam penulisan ini menunjukkan bahwa kedua suku tersebut merupakan bagian etnik yang menyatu dengan bangsa (nation) Indonesia, dibawah kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia. Tanda hubung (-) yang merangkaikan istilah Bugis-Makassar merupakan penyebutan terhadap kedua suku bangsa dimaksud secara bersama-sama, karena keduanya dipandang memiliki kebudayaan yang sama, utamanya dalam hal konsep siri‟ yang akan dibahas dalam penelitian ini.

2

Kata aksara lontara :siri , Pada penelitian ini ditulis dengan aksara latin siri’, disertai

dengan tanda glottal stop („). Peneliti tidak menulis dengan menggunakan dalam bahasa Bugis dengan akasara latin sirik, agar makna siri’ tidak di baurkan dengan makna sirik, yakni iri hati, dengki.

(3)

dianggap sakral. Begitu sakralnya kata itu, sehingga apabila seseorang kehilangan siri’n (siri’na) atau de’ni gaga siri’na yang berarti tidak punya lagi rasa malu, maka tak ada lagi artinya dia menempuh kehidupan sebagai manusia, bahkan orang Bugis-Makassar berpendapat kalau mereka itu sirupai olo’ kolo’e yang berarti seperti binatang.

Keyakinan masyarakat Bugis-Makassar tidak ada tujuan atau alasan hidup lebih tinggi atau lebih penting dari pada menjaga siri’na dan jikalau merasa tersinggung, atau ripakasiri’ yang artinya dipermalukan merasa lebih senang mati dengan berkelahi untuk memulihkan siri’nya daripada hidup tanpa siri’. Orang Bugis-Makassar terkenal di Indonesia, karena dengan mudah mereka berkelahi kalau diperlakukan tidak sesuai dengan derajatnya. Meninggal karena siri’ dikatakan mate ri gollai, mate ri santangi artinya mati diberi gula dan santan,

artinya mati untuk sesuatu yang berguna.3

Saat pra penelitian di kota Makassar dan di dua kabupaten yakni Kab. Gowa dan Kab. Bone kekerasan dalam rumah tangga merupakan perkara sangat kental dikaitkan dengan nilai siri’ na pesse dalam kehidupan bersosial masyarakat, serta di sebuah lembaga yang berkompeten dalam bidang penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan terhadap anak yakni Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan (LBH – APIK) Makassar menyimpulkan bahwa dari keseluruhan kasus kekerasan dalam rumah tangga yang ditangani kebanyakan kasus diselesaikan melalui proses non litigasi.

3

Abu Hamid Dkk : 2005 :Siri dan passé harga diri : manusia bugis, Makassar, mandar,

(4)

Tabel 1.1

Data kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Litigasi dan non-litigasi 2012 - 2013

No Tahun Litigasi Non Litigasi

1 2012 12 Kasus 13 Kasus

2 2013 29 Kasus 70 Kasus

Jumlah 41 Kasus 83 Kasus

Sumber : LBH APIK Makassar, Agustus, 2014

Tokoh masyarakat atau to matoa kampong yang dipercaya disebuah kabupaten, yakni kabupaten Gowa yang bernama Abdul Hamid Dg. Sitaba menyatakan bahwa “masih kurangnya pemahaman masyarakat sekitar, ketika tersandung sebuah perkara baik itu perkara pidana maupun perdata, mereka langsung melaporkannya kepada tokoh masyarakat (to matoa kampong), dan khusus pada kasus kekerasan dalam rumah tangga yang sangat sarat dengan siri’e, sebagai to matoa kampong yang diberi kepercayaan oleh masyarakat untuk membantu proses penyelesaian kasus yang diterjadi tersebut,maka peran tokoh masyarakat memiliki posisi yang sangat penting dalam proses penyelesaian sebuah perkara, baik pula pada kasus kekerasan dalam rumah tangga yang

diadukan secara langsung oleh korban sendiri atau masyarakat sekitar”.4

4

Hasil wawancara langsung peneliti dengan Dg. Sitaba dikediamannya di Desa Bategulung, Kec. Bontonompo, Kab. Gowa, tanggal 23 April 2014.

(5)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa yang mendasari masyarakat Bugis-Makassar memilih proses non litigasi sebagai penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga?

2. Bagaimana proses penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga masyarakat Bugis-Makassar berdasarkan perspektif budaya siri’?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mendorong masyarakat Bugis-Makassar memilih proses non litigasi dalam penyelesaian kasus Kekerasan dalam rumah tangga.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis proses non litigasi yang ditempuh masyarakat Bugis-Makassar dalam penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga.

D. Keaslian Penelitian.

Sebelum melakukan penelitian hukum, telah dilakukan penelusuran terhadap kemungkinan judul serupa yang pernah diambil sebagai penelitian ilmiah sebelumnya baik yang mengenai budaya siri’ masyarakat Bugis-Makassar

(6)

maupun mengenai kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Beberapa penelitian tersebut yakni:

1. Siri‟ sebagai bagian budaya dan kesadaran hukum masyarakat

Bugis-Makassar di Sulawesi Selatan.5

Adapun rumusan masalah dari laporan peneilitian ini yakni:

a. Bagaimanakah hubungan antara budaya siri‟ dengan lingkungan? b. Nilai-nilai budaya siri yang bagaimanakah yang harus dilestarikan

berdasarkan Pasal 14 UU No. 4 Tahun 1982 (Pasal 9 ayat (3) UU No. 23 Tahun 1997) dan UU No. 5 Tahun 1992?

Adapun kesimpulan dari laporan penelitian ini yakni :

a. Konsep siri’ menurut hukum adalah bagian dari nilai-nilai etika (value of legal ethic) yang di sublimasikan dari kandungan nilai siri‟ yang menempati wujud sistem budaya (culture system) Bugis-Makassar. Nilai-nilai etika hukum yang antara lain memuat kandungan nilai-nilai malu serta harga diri (martabat) merupakan bagian asas-asas hukum yang mendasari kaidah-kaidah hukum adat beserta segenap lembaganya.

b. Siri’ tidak hanya membela dan melindungi lingkungan hidup yang bersifat fisik, misalnya perlindungan cagar budaya seperti yang diatur dalam Pasal 14 UULH/Pasal 9 ayat (3) UUPLH dan No. 5 Tahun 1992 tetapi membela harkat dan matabat manusia dan kemanusiaan

5Ahmad Khairun Hamrany , 2002, Siri‟ sebagai bagian budaya dan kesadaran hukum

(7)

secara keseluruhan yang perlu untuk di lidungi sehingga budaya siri yang bernilai positif dan yang telah diakui sebagai hukumlah yang senantiasa dilestarikan sebagai way of life.

2. Penegakan hukum pidana terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga (studi kasus terhadap suami yang mempekerjakan istri sebagai pekerja

seks komersial).6

Adapun rumusan masalahnya yakni:

a. Apa saja faktor yang menyebabkan istri dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial oleh suaminya?

b. Bagaimana tindakan suami yang mempekerjakan istri sebagai pekerja seks komersial dilihat dari perspektif hukum pidana?

c. Apa saja faktor tidak adanya penegakan hukum pidana terhadap kasus suami yang mempekerjakan istrinya sebagai pekerja seks komersial?

Kesimpulan dari laporan penelitian ini adalah:

a. Faktor-faktor yang menyebabkan istri dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK) oleh suaminya yaitu kemiskinan, hutang yang menumpuk tidak terbayar, pendapatan suami yang kurang memenuhi kebutuhan keluarga.

b. Suami yang mempekerjakan istrinya sebagai pekerja seks komersial (PSK) dapat dijerat oleh hukum karena sudah terdapat payung hukum untuk menanggulangi tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)

6

Daru Soho Pramono, 2011, Penegakan hukum pidana terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga (studi kasus terhadap suami yang mempekerjakan istri sebagai pekerja seks komersial), Skripsi, UGM.

(8)

yaitu Pasal 6 yang isinya tentang kekerasan fisik, Pasal 7 yang mengatur tentang kekerasan psikis, dan Pasal 8 mengenai kekerasan seksual Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

c. Faktor yang menyebabkan tidak adanya penegakan hukum pidana terhadap kasus suami yang mempekerjakan istrinya sebagai pekerja seks komersial (PSK) adalah suatu proses yaitu dimulai tidak adanya sosialisasi Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga sehingga menjadikan ketidaktahuan dari suami sebagai pelaku bahwa perbuatannya itu sudah melanggar hukum.

3. Peran imam dalam penyelesaian sengketa perkawinan lari di

Makassar.7

Adapun rumusan masalah yang diangkat yakni:

a. Bagaimana struktur lembaga Imam dalam masyarakat Makassar? b. Bagaimana peran imam dalam menyelesaikan kasus kawin lari di

Makassar?

Kesimpulan dari tesis ini adalah:

a. Sejarah Sulawesi Selatan umumya khususnya di Makassar diwarnai oleh pola-pola ajaran Islam yang turut membentuk

7

Abdul Gafur, 2010, Peran imam dalam penyelesaian sengketa perkawinan lari di Makassar, Tesis, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

(9)

jaringan dalam peta budaya. Sejak masuknya Islam, penerimaan dan penyebarannya lebih lanjut kedalam masyarakat.

b. Norma-norma masyarakat Makassar seperti yang terlihat sekarang ini merupakan warisan sosial yang sudah mengalami seleksi dari pangadakkan. Norma-norma masyarakat ini kemudian sejalan dengan sistem hukum nasional dalam kehidupan bermasyarakat.

Secara keseluruhan penelitian hukum di atas peneliti menganggap belum ada penelitian yang membahas secara khusus perspektif siri‟ sebagai penyelesaian proses non-litigasi terhadap kasus kekerasan dalam rumah tangga pada masyarakat Bugis-Makassar.

E. Manfaat Penelitian

Apabila tujuan penelitian tersebut dapat tercapai, maka kemanfaatan yang akan diperoleh dari penelitian ini meliputi dua aspek, yaitu:

1. Aspek keilmuan:

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga melalui proses non litigasi dengan berkiblat pada budaya siri’ Masyarakat Bugis-Makassar.

2. Aspek praktis:

a. Manfaat bagi Praktisi Hukum

1) Penelitian ini dapat digunakan sebagai solusi dalam menghadapi sebuah kasus kekerasan dalam rumah tangga yang marak terjadi di Indonesia khusus pada masyarakat Bugis-Makassar.

(10)

2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi untuk tidak hanya fokus terhadap penyelesaian melalui litigasi jika menghadapi kasus kekerasan dalam rumah tangga.

3) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih kepada praktisi hukum dalam menentukan pilihan proses penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di lingkup masyarakat Bugis-Makassar.

4) Peneltian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan proses penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga dilingkup masyarakat Bugis-Makassar secara khususnya dan di Indonesia secara umumnya.

b. Manfaat bagi akademisi hukum

1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konsep

penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga melalui proses non litigasi.

2) Penelitian ini diharapkan dapat menciptakan pemahaman mengenai budaya yang hidup dalam sebuah masyarakat sebagai acuan peroses penyelesaian kasus terkhusus pada kasus kekerasan dalam rumah tangga.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis data terkait penelitian Pembelajaran Teks biografi Berdasarkan Kurikulum 2013 pada Siswa Kelas X IIS6 di SMA Kemala Bhayangkari 1

untuk diperhatikan adalah keragaman kisah atas apa yang terjadi dengan jasad sang wali; berkisar dari ekstrem yang satu bahwa jasadnya berubah menjadi bangkai busuk seekor

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi perusahaan : lingkungan masyarakat, kedekatan dengan pasar, tenaga kerja, kedekatan dengan bahan mentah dan

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah membandingkan kemampuan Phytoseius crinitus memangsa setiap stadium Tetranychus urticae dan

citra awal dan menampilkan matrilcs serta histogram dari citra awal, selanjutnya penginputan nilai kecerahan yang diinginkan dan akan didapat citra, matrilcs

The methods of implementing Islamic in Aceh involved many steps and regulated many laws and qanuns, as follows: (1) Law No.44/1999 that gives Aceh the right to determine

Several investigators have confirmed the high recurrence rate of preterm PROM: 1) Asrat and coworkers 80 reported a 32% (95% CI 23.9-40.5) risk of recurrence in 121 patients with

alaminya, defisit sebagai rasio GDP karena itu akan menjadi sekitar 2,5 % lebih besar dari itu akan jika output yang berada di tingkat output alamiah.  Ini efek