BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Masyarakat Desa Huluduotamo
Secara khusus masyarakat yang ada di Desa Huluduotamo Kecamatan Suwawa Induk adalah masyarakat yang terbilang majemuk kalau dilihat secara vertikal struktur masyarakat yang ada di daerah ini memiliki perbedaan dari berbagai segi. Perbedaan tersebut dapat dilihat baik dari tingkat ekonomi serta strata pendidikan dimana terdiri dari masyarakat lapisan bawah. Pada masyarakat lapisan atas terdiri dari masyarakat berpendidikan memadai serta tingkat ekonomi yang terbilang cukup sedangkan masyarakat lapisan bawah merupakan masyarakat yang masih tertinggal dari segi pendidikan maupun ekonominya.
Perbedaan itu berpengaruh pula pada pola hidup dan pandangan hidup (kepercayaan) masyarakat, hal ini menimbulkan pengaruh budaya yang di miliki masyarakat tersebut. Seperti halnya masyarakat lain disekitarnya, masyarakat Desa Huluduotamo juga mempunyai adat dan kebudayaan yang masih diupayakan untuk dipertahankan, salah satu budaya yang dimiliki oleh masyarakat Desa Huluduotamo adalah perkawinan secara adat.
Adat perkawinan merupakan salah satu budaya yang dimiliki oleh masyarakat Desa Huluduotamo yang perlu dijaga kelestariannya. Sejalan dengan perubahan sosial, ekonomi, politik dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi seperti sekarang ini memungkinkan terjadinya perubahan dan pergeseran terhadap nilai-nilai budaya tradisional (daerah) seperti pada
pelaksanaan modepita dilonggato karena dipengaruhi oleh budaya yang berasal dari luar. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi dikhawatirkan membawa dampak yang mengubah pandangan masyarakat dan pada akhirnya akan melupakan budaya leluhur khususnya generasi muda sebagai pewaris budaya tersebut.
4.1.2 Sejarah Singkat Desa Huluduotamo
Desa Huluduotamo dahulunya masih menjadi satu dengan Desa Bube, karena begitu luasnya Desa Bube maka di adakan pemekaran, bagian dari Desa Bube yang di mekarkan di beri nama Desa Huluduotamo yang kemudian di resmikan pada tahun 1985 kepala desanya yaitu Bapak Atuaji.
Adapun nama Desa Huluduotamo yang berarti Bukit yang memanjang, yang bernama Huluduo yang berarti bukit yang memanjang dan berbatasan dengan Desa Moutong Kecamatan Kabila yang berada di sebuah dataran yang bernama dataran Paya.
Apapun kata Otama adalah suatu tempat yang mana air yang terkumpul menjadi satu di bawah kaki bukit. Huluduo, yang akhirnya dipakai untuk pengairan persawahan.
Jadi Desa Huluduotamo terdiri dari dua suku kata Huluduo adalah bukit yang memanjang, Otama adalah air yang terkumpul menjadi satu, maka dua suku kata tersebut di rangkaikan menjadi satu suku kata yaitu Huluduotamo.
4.1.3 Letak Geografis
Kebijakan sektoral pembangunan di Kabupaten Bone Bolango di arahkan untuk meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat di
segala lapisan secara merata, serta meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan selanjutnya. Sehingga kedepan pelaksanaan pembangunan di Desa Huluduotamo dapat benar-benar mencerminkan keterpaduan dan keserasian antar program-program sektoral, dengan demikian sumber-sumber potensi daerah dapat dioptimalkan pemanfaatannya dan dapat di kembangkan secara merata. Pelaksanaan pembangunan tentunya tidak terlepas dari upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, hal ini berkaitan dengan kondisi ekonomi dan kemakmuran masyarakatnya. Di lihat dari tingkat ekonomi masyarakat, maka pertumbuhan dan perkembangan kecamatan akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan desa yang ada di sekitarnya.
Desa Huluduotamo yang secara struktural merupakan Ibukota Kecamatan Suwawa, secara geografis Desa Huluduotamo terletak di tengah-tengah pedesaan di wilayah Kecamatan Suwawa, memiliki potensi yang cukup strategis dengan luas wilayah 93 Ha yang terbagi menjadi 3 dusun, yakni : Dusun Harapan, Teratai dan Tabuliti dengan perbatasan wilayah sebagai berikut :
Utara : Berbatasan dengan Desa Ulanta Barat : Berbatasan dengan Desa Moutong Selatan : Berbatasan dengan Desa Helumo Timur : Berbatasan dengan Desa Duano
Desa Huluduotamo Kecamatan Suwawa yang merupakan daerah otonom desa dengan jumlah penduduk 655 jiwa yang terdiri dari 327 jiwa penduduk laki-laki dan 328 jiwa penduduk perempuan dan terdiri dari 171 kepala keluarga.
Potensi Desa Huluduotamo cukup besar, baik potensi yang sudah di manfaatkan maupun yang belum di manfaatkan secara maksimal. Potensi yang ada baik sumber daya alam maupun sumber daya manusianya perlu terus di gali dan di kembangkan untuk kemakmuran masyarakat secara umum.
4.1.4 Keadaan Penduduk
Desa Huluduotamo secara struktural merupakan Ibu kota Kecamatan Suwawa yang terletak di tengah-tengah pedesaan di wilayah Kecamatan Suwawa terbagi dalam 3 Dusun yaitu Dusun Harapan, Dusun Teratai, Dusun Tabuliti. Pada aspek demografis, Desa Huluduotamo memiliki penduduk sejumlah 655 Jiwa. Dengan jumlah penduduk perdusun adalah Dusun Harapan yakni 288 jiwa, kemudian Dusun Teratai sejumlah 170 jiwa, dan Dusun Tabuliti sejumlah 197 Jiwa.
Dari jumlah penduduk di atas maka dapat di kategorikan berdasarkan jumlah penduduk antar dusun seperti dalam tabel berikut:
Tabel 1 : Jumlah Penduduk Antar Dusun, Tahun 2012
No Dusun
Penduduk
Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Harapan 155 133 288
2 Teratai 82 88 170
3 Tabuliti 90 107 197
Jumlah 327 328 655
4.1.5 Keadaan Sosial Desa
Kondisi sosial budaya masyarakat di tunjukkan masih rendahnya kualitas dari sebagian SDM masyarakat di Desa Huluduotamo, serta cenderung masih kuatnya budaya paternalistik. Meskipun demikian pola budaya seperti ini dapat di kembangkan sebagai kekuatan dalam pembangunan yang bersifat mobilisasi masa. Di samping itu masyarakat Desa Huluduotamo yang cenderung memiliki sifat ekspretif, agamis dan terbuka dapat di manfaatkan sebagai pendorong budaya transparansi dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksnaan pembangunan. Munculnya masalah kemiskinan, ketenaga kerjaan dan perburuhan menyangkut pendapatan, status pemanfaatan lahan pada fasilitas umum menunjukkan masih adanya kelemahan pemahaman masyarakat terhadap hukum yang ada saat ini. Kondisi ini akan dapat menjadi pemicu timbulnya benih kecemburuan sosial dan sengketa yang berkepanjangan jika tidak di selesaikan sejak dini.
4.1.6 Keadaan Pendidikan
Desa Huluduotamo dalam penyelenggaraan pendidikan saat ini cukup bagus, hal ini di tunjukkan dengan minimnya jumlah penduduk buta huruf. Sedangkan sarana pendidikan formal kurang memadai dalam rangka meningkatkan kualitas peserta didik, pemerintah desa Huluduotamo beserta warga masyarakat kurang memperhatikan peningkatan sarana pendidikan. Hal ini dapat berakibat pada timbulnya pengangguran yang akan berdampak pada timbulnya menurunnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan pada desa. Dalam kondisi seperti ini pemerintah desa harus mampu mengatasi
persoalan-persoalan yang mungkin akan timbul yaitu dengan mengadakan program-program pemberdayaan melalui kerjasama dengan pemerintah kabupaten Bone-bolango dan pemerintah Desa Huluduotamo perlu menyiapkan berbagai strategi kegiatan yang sinersis atau kerjasama dengan semua institusi atau komponen baik pemerintah maupun swasta sesuai dengan fungsi dan perannya masing-masing. Berikut ini tabel dari tingkat pendidikan penduduk
Tabel 2 : Tingkat Pendidikan Penduduk
Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan
Usia 3-6 tahun yang belum masuk TK
173 orang 10 orang
Usia 3-6 tahun yang sedang TK / play group
4 orang 6 orang
Usia 7-18 tahun yang sedang sekolah
60 orang 58 orang
Usia 18-56 tahun yang tidak pernah sekolah
2 orang -
Tamat SD / sederajat 86 orang 69 orang
Jumlah usia 12-56 tahun tidak tamat SLTP
- 1 orang
Tamat SMP / sederajat 15 orang 25 orang
Tamat SMA / sederajat 63 orang 55 orang
Tamat S1 / sederajat 10 orang 18 orang
Jumlah 413 orang 242 orang
Jumlah total 655 orang
Berdasarkan data tersebut di atas, maka jumlah penduduk yang tamat SD / sederajat lebih besar jumlahnya di bandingkan dengan yang tamat SMP / sederajat, SMA / sederajat dan Perguruan Tinggi. Hal ini dapat di tarik kesimpulan bahwa penduduk Desa Huluduotamo masih banyak yang tidak peduli terhadap keberlanjutan pendidikan ke arah yang lebih tinggi.
4.1.7 Agama
Tabel 3 : Agama
Agama Laki-Laki Perempuan
Islam 323 orang 323 orang
Kristen 4 orang 5 orang
Jumlah 327 orang 328 Orang
Sumber Data : Kantor Desa Huluduotamo, Tahun 2012
Berdasarkan tabel di atas tersebut bahwa masyarakat Desa Huluduotamo yaitu mayoritas agama Islam dengan jumlah 323 laki-laki dan 323 perempuan, dan untuk beragama kristen laki-laki berjumlah 4 orang dan perempuan 5 orang.
4.1.8 Kondisi Ekonomi Objek Penelitian
4.1.8.1 Penduduk Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 4 : Mata Pencaharian Pokok
Jenis Pekerjaan Laki-Laki Perempuan
Pegawai Negeri Sipil 12 orang 13 orang
Pedagang Keliling 3 orang 3 orang
Peternak 83 orang -
Montir 2 orang -
Pembantu Rumah Tangga - 1 orang
TNI 1 orang -
POLRI 2 orang -
Pensiunan PNS/TNI/POLRI 3 orang -
Pengusaha kecil dan menengah 1 orang -
Dukun Kampung Terlatih - 1 orang
Jumlah Total Penduduk 212 orang
Sumber Data : Kantor Desa Huluduotamo, tahun 2012
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari jumlah total 655 jiwa yang ada di Desa Huluduotamo sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani dengan jumlah 87 orang dan peternak dengan jumlah 83 orang dan sebagian masyarakat Desa Huluduotamo yang tidak tercantum sebagian adalah anak-anak, pelajar, mahasiswa, pengangguran dan lain-lain.
4.1.8.2 Keadaan Ekonomi Desa Huluduotamo
Perekonomian Desa Huluduotamo secara umum di dominasi pada sektor pertanian yang sistem pengelolaannya masih sangat tradisional (pengolahan lahan, pola tanam maupun pemilihan komoditas produk pertaniannya). Produk pertanian desa Huluduotamo untuk lahan basah (sawah) masih monoton pada
unggulan padi dan sedikit palawija, hal ini di akibatkan adanya struktur tanah yang mungkin belum tepat untuk produk unggulan pertanian di luar sentra padi dan persoalan mendasar lainnya adalah sistem pengairan yang kurang baik. Sehingga berdampak adanya kekurangan air jika pada saat musim kemarau. Oleh karenanya harus ada langkah strategis dalam mengatasi persoalan pertanian dengan melakukan berbagai upaya-upaya : perbaikan sistem irigasi/pengairan ; penggunaan teknologi tepat guna ; perbaikan pola tanam dan pemilihan komoditas alternatif dengan mengkomunikasikannya kepada pihak-pihak terkait (dinas pengairan, dinas pertanian). Sedangkan untuk lahan kering (tegal) produk unggulan masih di dominasi oleh tanaman tebu, di samping itu masih banyak lahan yang belum termanfaatkan secara produktif untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Langkah alternatif yang bisa di lakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah melakukan penyuluhan-penyuluhan untuk meningkatkan pemanfaatan lahan seperti : pengadaan bibit-bibit tanaman produktif dengan melibatkan instasi terkait (dinas kehutanan, dinas pertanian dan perkebunan).
Pertahanan : luas wilayah pertahanan yang ada adalah + 2206 ha dengan rincian status dan penggunaannya sebagai berikut:
Tabel 5 : Penggunaan Lahan Pertanian
NO Jenis Tanaman Luas (Ha)
1. Tanaman Padi 10 H
2. Tanaman Jagung 30 H
Biaya Pemupukan per ha 704.000
Biaya bibit per ha 540.000
Biaya obat per ha 500.000
Sumber Data: Kantor Desa Huluduotamo
Sesuai dengan data dari penduduk berdasarkan pekerjaan bahwa sebagian besar masyarakat yang bermata pencaharian petani dengan 2 jenis tanaman pertanian yaitu tanaman padi dengan luas 10 H dan tanaman jagung dengan luas 30 H yang paling banyak di tanam oleh masyarakat Desa Huluduotamo.
4.2 Pembahasan
4.2.8 Tahapan-Tahapan Pelaksanaan Adat Perkawinan Gorontalo
Pernikahan adalah kewajiban yang harus di laksanakan oleh dua insan yang berbeda jenis, selain itu dalam pernikahan harus menggunakan tahapan-tahapan yang di tentukan. Perkawinan dianggap suci, agung, bahagia, dan berkesan. Itu sebabnya makna perkawinan harus dirasakan oleh kedua mempelai. Mereka tidak boleh menganggap bahwa perkawinan itu mudah, gampang dan karena itu pula gampang untuk bercerai. Menurut adat, perkawinan secara ideal hanya bercerai karena meninggal. Adat berharap agar pasangan suami istri akan kekal, hidup rukun dan damai seperti yang tampak dalam nasehat (palebohu) yang ditujukan kepada pasangan suami istri pada waktu mereka duduk dipelaminan.
Proses perkawinan itu tidak hanya sekali jadi ia melewati tahap-tahap yang disebut proses perkawinan (lenggota lo nika). Tahap proses perkawinan bukan dibuat untuk memperlama atau mempersulit perkawinan, tetapi semata-mata
bertujuan agar kedua calon suami istri dapat merasakan apa makna perkawinan yang ditandai oleh perjuangan dan kerja keras.
1. Tahap Mongilalo
Tahap pertama adlah tahap mongilalo (meninjau). Pada tahapan ini dua pasangan (biasanya laki dan istri) di utus kerumah calon pengantin perempuan. Tahap ini penting untuk menentukan, apakah calon pengantin (=kekasih sang pria) dapat dikawinin atau tidak. Pasangan suami istri tadi biasanya bertemu ketetangga calon pengantin. Hal itu penting juga karena gadis zaman dahulu biasanya di pingit, tidak mudah keluar rumah. Karena dipingit maka kadang-kadang perjumpaan antara gadis dan jejaka hampir-hampir tidak pernah ada. Karena itu perlu sekali mongilalo (meninjau) tersebut.
Tahapan mongilalo bertujuan mengetahui sikap dan peranggai sang gadis. Ada tiga faktor yang menentukan langkah-langkah selanjutnya. Ketiga hal itu adalah:
a. Sikapnya
b. Cara berpakaian
c. Kegiatannya ketika diadakan peninjauan tersebut.
Dahulu peninjauan itu dihubungkan dengan keadaan alam sekitar. Jika dalam peninjauan itu sang gadis sedang duduk atau berdiri menghadap timur dan utara, hal itu dinandakan bahwa sang gadis tersebut bersikap baik. Lebih baik lagi kalau si gadis kebetulan menghadap para peninjau, seperti itu menandakan bahwa perkawinan akan bahagia. Sebaliknya kalau gadis tersebut menghadap kearah
barat atau selatan, menandakan bahwa gadis tersebut sebaliknya jangan di kawin karena hal itu telah menandakan kesialan.
Hal yang perlu dilihat dari cara berpakaian misalnya cara menata rambut
dan berpakaian. Kalau gadis itu ditemukan dalam keadaan rambut terurai menandakan bahwa gadis tersebut pemalas, mengurus diripun tak mampu, bila baju yang dipainya harus diperhatikan pula, apakah kombinasi warna sesuai atau tidak. Kombinasi baju sesuai dengan keadaan kulit gadis. Kalau tidak hal itu menandakan bahwa gadis tersebut kurang teliti, tidak terampil, dan tidak cakak mengurus diri.
Selanjutnya hal yang berhubungan dengan kegiatan yakni apabila gadis itu bekerja atau tidak. Kalau gadis tersebut dijumpai sedang tidur sedangkan peninjauan dilaksanakan setelah azhar, itu menandakan bahwa gadis itu pemalas. Demikian pula kalau gadis itu didapati hanya mencari kutu sambil menghadap jalan. Sebab hal itu menandakan bahwa gadis itu bersifat suka menggunjing (momite), suka membuang-buang waktu. Yang paling tidak disukai yakni, kalau sang gadis didapati sedang bekerja dan memakai baju yang serasi serta menghadap kearah timur atau utara.
Apa yang diutarakan diatas sebagiannya telah ditinggalkan orang zaman sekarang, namun hal yang berhubungan dengan kegiatan dianggap sangat menentukan. Hal ini terbukti dengan nasehat seorang ibu terhadap anaknya seperti diutarakan diatas dan juga ada anjuran untuk mencari orang yang banyak kegiatannya, banyak karya pololohelo taa okaraja (carilah orang yang mempunyai karya atau pekerjaan).
Acara mongilalo (meninjau) kini telah ditinggalkan karena sigadis dan si jejaka sudah sering bertemu dan bahkan sudah selalu diizinkan keluar bersama-sama. Dengan demikian, baik si gadis maupun si jejaka sudah mengetahui lebih dahulu sifat dan perangai bakal suami atau istri.
Kalau si peninjau merasa yakni bahwa gadis tersebut baik untuk dikawini maka mereka melaporkan hasil peninjauan tersebut, kepada orangtua laki-laki. Laporan tersebut yang dijadikan dasar untuk melaksanakan peminangan atau tidak. Kalau laporan peninjauan baik,maka dilaksanakan tahap berikut yakni tahap
mohabari (mencari berita).1
2. Tahap Mohabari
Tahap mohabari dilakukan oleh kedua orangtua laki-laki secara rahasia kepada orangtua perempuan. Kedatangan merekapun tidak diberitahukan kepada orangtua perempuan karena kunjungan ini merupakan kunjungan tidsk resmi, tetapi yang paling penting karena merupakan kunjungan awal untuk menentukan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan perkawinan.
Pada tahap mohabari ini kedua orangtua hanya membawa sirih, pinang, gambir, tembakau, dam kapur yang dibungkus dengan dua kain yang polos indah serta tapahula yang berisikan 10 kati. Setelah mereka tiba dirumah sang gadis, mereka memberi salam yang tentu akan di undang masuk dan dipersilahkan duduk diatas tikar (dahulu belum ada kursi seperti sekarang). Mereka segera meminta tempat sirih pinang (poamama). Sirih pinang yang mereka bawah diisi
1
dalam tempatnya. Baik orangtua laki-laki maupun orangtua perempuan. Makanlah sirih pinag bersama-sama.
Setelah mereka makan sirih maka orangtua laki-laki menyampaikan isi hati dengan kata-kata sebagai berikut:
a. Wonu ito (kepada orangtua si gadis) tahu-tahu iintani, de amiaatia taa
mameqiyangomai (kalau bapak/ibu memiliki intan, biarlah kami yang membentuknya menjadi cincin);
b. Wonu ito opolohungo, de amiaatia taa lalaaita ma meqibuhuto (kalau
bapak/ibu memelihara bunga hias, bairlah kami yang akan menyirainya, selalu);
c. Wonu ito bia-biahe burungi; de amiaatia ta maa hemopoqaami (kalau
bapak/ibu) memelihara burung, biarlah kami yang akan memeliharanya, memberinya makan).
Kata-kata intan, iintani, polohungo, bunga hias dan dan kata burung hanya merupakan simbol belaka. Kata iintani menandakan bahwa orangtua si gadis yang dihadapi adalah raja, kata polohungo menandakan orangtua gadis yang dihadapi adalah rakyat biasa. Pada waktu dahulu, pada masa pemerintah raja-raja, wuku Gorontalo mengenal golongan penduduk yakni : A. Olanggiya (raja) dan keluarganya. B. Wali-wali (bangsawan). C. Wato (budak).
Mendengar kata-kata seperti yang diuraikan diatas, ayah (orangtua) si gadis berkata: „‟amiaatia mohile maqapu‟‟. Wonu maali amiaatia donggo
moqoota-awapo wolo u ngaalaqa. Sababu bo donggo to delomo ombongo walao ta duulato, dobo toqu maa yilumualai ode dunia, tio ma loali walao ta daadaata
(kami minta maaf. Kalau dapat kami bermusyawarah lebih dahulu dengan keluarga. Sebab dalam ketika masih berada di dalam kandungan, anak itu adalah anak kami berdua, tetapi setelah lahir maka anak itu sudah merupakan milik keluarga). Dari jawaban ini perkawinan bukan saja urusan si gadis dan si jejaka, bukan saja urusan orangtua kedua belah pihak, tetapi menjadi kurusan seluruh
keluarga bahkan umum.2
3. Tahapan Momatata U Pilo’otawa
Pihak laki-laki mencari penghubung (ti utoliya). 3 hari kemudian si utoliya kembali ke rumah orangtua perempuan dengan membawa amanat denganembawa alamat dari kedua orangtua laki-laki. Si utoliya hanya membawa selembar kain yang indah yang di isi dalam tapahula dan tonggu. Tahap ini di sebut tahapan momatata u pilo‟otawa (meminta ketegasan).
Kedatangan utoliya di tunggu oleh kedua orangtua si gadis dengan keluarga terdekat karena sifatnya masih merupakan rahasia. Setelah di persilahkan duduk „‟amiaatia INSYA ALLAH loqotapu izini lonto Allahu Taqaala u mai
mototalua wolo mongowutata wau mongodulaqa. Amiaatia loqotapu hihile lonto oli (di sebut namanya dengan nama sapaannya) u mei peqihabarialio maqo heeluma li (di sebut nama orangtua laki-laki) to ombongi mongolio‟‟. Artinya : (insya allah kami beroleh izin allah untuk berjmpa dengan saudara-saudara dan bapak/ibu disini. Kami beroleh permintaan dari bapak... untuk datang kesini memohonan kabar tentang permufakatan antara bapak dan ibu.... dan bapak... mengenai anak anda yang akan direncanakan akan di jadikan menantu mereka”.
2
Orang tua perempuan menjawab : botiitieli da bolo bilo-bilohulo wau molameta yiyintu lemei... wau lilei.... (disebut nama orang tua laki-laki dengan sapaannya) yi ma moali ooliamai dequ polelemai diaalu, de wolua, polelemai woluo de diaahu, artinya “dikatakan tidak ada padahal ada, dikatakan ada padahal tidak ada”. Ini berarti permintaan pihak laki-laki disetujui.
Mendengar jawaban seperti itu, si utolia berkata ” allhamdulilah amiaatia
mosukuru, potala bolo woluwo umuru ito mohu-mohualia moali masahuru (kami bersyukur dan berdoa semoga ada umur dan kita menyebarkan kabar perkawinan
ini pada orang banyak).3
4. Acara Motolobalango
Rombongn pihak laki-laki yang dipimpin oleh utolia (penghubung) mendatangi rumah pihak perempuan. Si utolia dari pihak laki-laki disebut Utolia Luntu dulungo laiqo dan di pihak perempuan disebut ti utolia luntu dulungo walato. Mereka membawa sirih-pinang, tembakau, gambir, kapur, kain sutra indah yang diisi ditapaula dan tonggu, mereka diterima oleh pihak keluarga permpuan. Kedua belah pihak duduk beralaskan tikar atau permadani sambil duduk
berhadap-hadapan.4
5. Tahap Monga’ata Dalalo
Istilah monga‟ata dalalo disini yakni suatu rangkaian kegiatan yang
dilaksanakan sebelum hari perkawinan yang di maksud untuk meratakan proses perkawinan. seperti telah dikatakan di atas bahwa tahap motolobalango (sama
3
Ibid. Hal. 109 4
dengan meminang) bermakna permintaan secara resmi dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan mengenai calon istri. Telah dijelaskan di atas bahwa persetujuan telah ada ketika orangtua laki-laki telah bertamu ke rumah orangtua perempuan. Persetujuan tersebut kemudian diresmikan pada tahap motolabalango di mana hadir keluarga terdekat terutama pada pihak perempuan. Persetujuan ini diperluas lagi secara resmi akan di saksikan oleh anak atau anak-saudara, pemerintah dan pegawai syara. Persiapannya perlu usaha meratakan proses tersebut. Usaha meratakan jalan tersebut yang di sebut monga‟ata dalalo.
Tahap monga‟ata dalalo rombongan si utoliya membawa (a) sirih, pinang
dan 5 macam (tembakau, sirih, pinang, gambir dan kapur), (b) 10 kati, (c) tonggu, yang semuanya di bungkus pada kain yang indah kemudian di payungi. Orang yang melihat bawaan seperti ini pasti akan mengetahui hal itu adalah simbol dan rombongan sedang mengadakan apa yang di sebut tahap monga‟ata dalalo yang di
antar di kediaman pihak perempuan.5
6. Tahap Molenilo
Kata molenilo datang dari kata tenilo yakni alat yang dipergunakan untuk mengalirkan atau menampung air pada sambungan rumah. Tenilo merupakan alat penghubung antara bagian rumah dan bagian yang lain. Jadi molenilo berarti menampung atau mengalirkan air dari 2 tahap bahagian rumah. Hal ini bermakna bahwa molenilo menghubungkan antara kedua keluarga.
Yang di bawah pada tahapan molenilo adalah (a) seperangkat kain untuk calon pengantin perempuan, sebagai lambang cinta kasih kasih kekasihnya yang
5
bakal menjadi suami, (b) tonggu, dan (c) sirih pinang. Acara di dahului oleh pemberitahuan tentang kedatangan rombongan yang akan melaksanakan acara tahap molenilo. Rombongan tetap di pimpin oleh si utoliya tadi. Rombongan pihak laki-laki di sebut tetap terdiri dari keluarga terdekat pihak laki-laki. Mereka datang tanpa di iringi bunyi-bunyian.
Rombongan pihak laki-laki di tunggu oleh keluarga terdekat dari pihak perempuan. Mereka belum boleh mengundang pemerintah dan pegawai sya‟riah
sebab acara ini baru pada tahap memantapkan hubungan antara keluarga laki-laki dan keluarga perempuan.
Pertemuan di laksanakan secara kekeluargaan tanpa kata-kata yang puitis sudah jelas si utoliyo menyampaikan bingkisan tersebut dengan kata-kata yang tersusun baik, demikian pula si utoliya dari pihak perempuan akan menggunakan kata dan kalimat yang baik. Dalam setiap pertemuan dalam proses perkawinan, tonggu yang akan lebih dahulu di serahkan sebagai petanda bahwa acara segera di mulai. Kalau tonggu telah di terima si otoliya dari pihak laki-laki dengan leluasa menyampaikan amanat yang mereka bawa.
Seperangkat kain tentu saja di teruskan kepada calon pengantin perempuan, sirih pinang menjadi bagian mereka yang hadir. Sebelum rombongan pihak laki-laki kembali maka segera di beritahukan kapan tahap momuo nagango membuka maksud kepada keluarga, pemerintah dan pegawai syara yang akan di
laksanakan.6
6
7. Tahap Momu’o Ngango
Rombongan kola-kola dari pihak keluarga laki-laki, turun 25 meter dari pintu masuk pintu rumah orangtua perempuan, atau rumah tempat menunggu untuk pelaksanaan acara tersebut. Si balaanga (penghubung), memberitahukan kepada keluarga pihak perempuan bahwa perangkat Hu‟o Lo Ngango telah tiba.
Dengan di pimpin oleh Utoliya Luntu Dulungo Layi‟o, maka rombongan
berjalan perlahan-lahan, juga para pembawa baki, dengan urutan baki sirih pinang di depan dan buah-buahan di belakang, berbanjar empat-empat dengan iringan hantalo. Utoliya Walato, telah menunggu di depan pintu masuk (pintu gerbang arkus), maka Utoliya Luntu Dulungo Layi‟o mengucapkan tuja‟i.
Acara momu‟o ngango atau modutu, adalah pengresmian / pengukuhan
secara umum, dengan di saksikan oleh pemerintah setempat, bahwa pesta pernikahan akan berlangsung dengan waktu dekat. Pelaksanaan gemblengan,
kedua calon pengantin, untuk persiapan mereka memasuki gerbang perkawinan.7
8. Tahapan Modepita Maharu
Acara di dahului oleh pemberitahuan tentang kedatangan rombongan yang akan melaksanakan adat Modepita Maharu. Rombongan tetap di pimpin oleh si Utoliya, tanpa Hantalo. Setibanya di rumah pihak perempuan rombongan di persilahkan duduk di atas tikar atau permadani. Di atas alas kain berhias, di letakkan semua perlengkapan berupa benda-benda yang menjadi atribut adat, sejumlah 13 macam. Tonggu di sodorkan sebagai tanda Utoliya Luntu Dulungo Layi‟o akan memulai pembicaraan. Pembicaraan di mulai dengan maksud
7
kedatangan mereka sebagai mukaddimah, lalu di lanjutkan dengan mengundang Utoliya dan orangtua perempuan yang akan menerimanya, kecuali Tonelo yang di terima langsung oleh kedua orangtua perempuan / walinya. Selesai Utoliya Luntu Dulungo Layi‟o, menyerahkan perangkat adat tersebut, pembicaraan di alihkan
pada penetapan hari untuk mengantar Dilanggato, atau perlengkapan di dapur yang terdiri dari jenis-jenis rempah-rempah yang di pakai untuk mengolah makanan pada hari H (pesta pernikahan). Acara di akhiri dengan minum teh teh / kopi dan makan kue bersama, setelah itu Utoliya dan rombongan dari pihak laki-laki kembali.
Acara adat Modepito Maharu, adalah merupakan inti pelaksanaan perkawinan karena sesuai yang telah di syare‟atkan. Besar kecilnya Tonelo, di
serahkan pada kemampuan pihak laki-laki. Tonelo bukan saja berupa uang, tetapi dapat juga berupa benda seperti sebidang sawah, pohon-pohon kelapa, Al-Qur‟an
dan sajadah dan lain-lain.8
9. Tahap Modepita Dilonggato
Acara Modepita Dilanggato, adalah penyempurnaan dari acara adat
sebelumnya yang menyangkut bahan-bahan persiapan konsumsi dan
pemberitahuan acara kesenian daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan adat perkawinan. Dengan adanya Dilanggato bagian konsumsi sudah dapat mengetahui kekurangan yang perlu di perbaiki untuk lancarnya pelaksanaan konsumsi pada acara perkawinan.
8
Dilonggato ialah bahan-bahan konsumsi lengkap untuk pesta pernikahan yang di siapkan oleh keluarga calon pengantin pria kemudian di antarkan ke rumah keluarga calon pengantin wanita pada saat H-2 atau H-1 atau bersamaan dengan acara penghantaran adat harta pernikahan „dutu‟ apabila dutu tersebut di
laksanakan saat H-2 atau H-1.
Bahan konsumsi di paparkan di ruang belakang atau peralatan dapur terisi benda piring dan di letakkan di atas baki, setiap baki @ 3 atau 4 piring sesuai dengan pemaparan bahan hantaran adat pernikahan, maksudnya kalau dutu 3 baki setiap jenis maka dilonggato 3 piring setiap 1 baki dan seterusnya.
Bahan dilonggato terdiri dari: 1. Beras
2. Ikan berupa sapi / kambing (tidak di paparkan)
3. Rica 3 atau 4 piring 1 baki
4. Tomat 3 atau 4 piring 1 baki
5. Bawang merah 3 atau 4 piring 1 baki
6. Lengkuas 3 atau 4 piring 1 baki
7. Serey 3 atau 4 piring 1 baki
8. Lemon nipis 3 atau 4 piring 1 baki
9. Garam 3 atau 4 piring 1 baki
10. Lombok 3 atau 4 piring 1 baki
11. Bawang putih 3 atau 4 piring 1 baki
12. Jahe / geraka 3 atau 4 piring 1 baki
14. Pala 3 atau 4 piring 1 baki
15. Kayu manis 3 atau 4 piring 1 baki
16. Gintar 3 atau 4 piring 1 baki
17. Ketumbar 3 atau 4 piring 1 baki
18. Aneis (denggu-denggu) 3 atau 4 piring 1 baki
19. Lada 3 atau 4 piring 1 baki
20. Cingkeh 3 atau 4 piring 1 baki
21. Laksa 3 atau 4 piring 1 baki
22. Makaroni 3 atau 4 piring 1 baki
23. Bahan penyedap 3 atau 4 piring 1 baki
24. Minyak kelapa 3 atau 4 botol
25. Kue kering 3 atau 4 toples
26. Kopi 3 atau 4 bungkus
27. Teh 3 atau 4 bungkus
28. Gula 3 atau 4 Kg
29. Susu 3 atau 4 blek
30. Pepaya 3 atau 4 buah
31. Pisang 3 atau 4 sisir
32. Alat dapur (totalu‟o dan o‟aahu)
33. Kelapa sengearo (bode‟o) 3 atau 4 bungkus 1 piring
34. Kelapa biji 6 atau 8 buah
Utusan keluarga calon pengantin pria terdiri dari seorang kimalaha atau taa uda‟a kalau pelaksanaannya secara biasa di sertai 2 orang ibu dan berapa orang
sikili atau remaja sebagai pembawa bahan dilonggato.
Setelah selesai di paparkan utusan calon pengantin pria mempersilahkan kepada wakil keluarga calon pengantin wanita untuk memperhatikan dan menerima adat dilonggato tersebut dengan ungkapan sebagai berikut:
Dilonggato maa hilandalo dilonggato sudah terpapar
Toduwolo ito mongilalo silahkan untuk memperhatikan
Potala maa odi-odiyalo mudah-mudahan sudah sesuai.
Di jawab oleh wakil keluarga calon pengantin wanita dengan kata-kata sebagai berikut:
Eleponu didu ilolowalo biarlah kami tidak memperhatikan lagi
Debo maa odi-odiyalo sudah tepat dan sesuai.
Kemudian salah seorang ibu (juru masak) dari keluarga calon pengantin wanita menyalin bahan-bahan tersebut dan membawanya masuk ke dapur. Para
pengantar di suguhi minum lalu pamit pulang.9
4.2.2 Persepsi Masyarakat Terhadap Adat Perkawinan
Pelaksanaan adat perkawinan di Desa Huluduotamo sebagian besar masih menggunakan Adat Gorontalo. Karena penduduk yang ada di Desa Huluduotamo seluruhnya masih suku Gorontalo dan sebagian besar memeluk agama Islam dan yang lainnya memeluk agama Kristen . Untuk itu ada semboyan yang selalu di pegang oleh masyarakat Huluduotamo, yaitu „‟Adati hula-hula Sareate-sareati
9
Hula-hula to Kitabullah‟‟ yang artinya, Adat Bersendikan Syara, Syara Bersendikan Kitabullah. Pengaruh Islam menjadi hukum tidak tertulis di Desa Huluduotamo sehingga mengatur segala kehidupan masyarakatnya dengan bersendikan Islam. Prosesi pernikahan di laksanakan menurut Upacara adat yang sesuai tahapan-tahapan atau Lenggota Lo Nikah.
Pernikahan adalah kewajiban yang harus di laksanakan oleh dua insan yang berbeda jenis, selain itu dalam pernikahan harus menggunakan tahapan-tahapan yang di tentukan. Yang menjadi tujuan utama dalam pernikahan ialah memiliki keluarga sakina, mawada, warohma. Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Amin Urusi ialah:
“Kalau untuk pernikahan setiap daerah punya adatnya sendiri, maka kalau dilaksanakan pernikahan harus sesuai dengan adat yang sudah ada supaya rumah tangga bisa mo jadi samawa, di samping
itu tujuannya mendapatkan keturunan.”10
Adat pernikahan merupakan salah satu ciri khas dari daerah itu sendiri, sehingga adat pernikahan ini wajib di laksanakan, selain itu tujuan utama di laksanakan adat ini adalah untuk memperbaiki rumah tangga yang sakina, mawada, warohma dan juga untuk mendapatkan keturunan.
Namun dengan melihat perkembangan yang sudah modern maka untuk pelaksanaan pernikahan menyesuaikan dengan perkembangan sekarang. Seperti halnya yang di katakan oleh bapak Nani Pi‟inga:
“Kalau saya lihat anak muda sekarang yang sudah gaul sebagian besar mereka itu sudah melupakan budaya dari nenek moyang kita, pelaksanaan adat pernikahan yang dulu dengan sekarang so
10
berbeda padahal ini merupakan kebudayaan yang di wariskan
secara turun temurun.”11
Anak muda sekarang ini sudah tidak memperhatikan lagi adat warisan dari nenek moyang dulu, mereka lebih mengutamakan perubahan-perubahan yang sekarang tanpa melihat lagi adat yang sudah di jalankan sejak dulu.
Hal yang sama juga di sampaikan oleh bapak Edi Harun:
“Kalau mo di lihat pelaksanaan perkawinan skarang itu so tidak menggunakan lagi pelaksanaan perkawinan yang memang sebenarnya, rata-rata mereka tinggal menyesuaikan saja dengan perkembangan zaman dan perkembangan masyarakat yang sekarang, makanya adat yang memang sebenarnya yang memang
dari nenek moyang kita so mulai di lupakan”12
Generasi muda sekarang tidak dapat lagi melaksanakan adat yang sebenarnya, karena anak muda sekarang ini sudah terpengaruh oleh perkembangan zaman, jadi mereka tinggal menyesuaikan saja dengan adat yang di jalankan sekarang. Sehingga adat Gorontalo yang ada di Desa Huluduotamo kini mulai terlupakan.
Ada kekhawatiran tersendiri serta rasa pesimis dari segelintir orang mengenai kejadian ini, seperti halnya bapak Dirwan Todolo yang mengemukakan bahwa:
“Saya melihat pelaksanaan pernikahan sekarang ini memang so ada perubahan, bagaimana tidak mo ada perubahan orang tua saja tidak menggunakan adat yang sebenarnya apalagi generasi muda, padahal kalau mo di bilang adat ini memang warisan dari nenek
11
Wawancara. Nani Pi’inga. 16 Maret 3013 12
moyang kita yang dulu, dan adat tetap adat dan itu harus di
laksanakan”13
Jangankan generasi muda orangtua sekarang saja sudah tidak menggunakan lagi adat yang sebenarnya, apalagi generasi muda. Padahal adat ini merupakan warisan dari nenek moyang yang menjadi turun temurun yang mempunyai nilai dan makna tersendiri.
“Sebenarnya sebuah perkawinan ini punya nilai yang sangat tinggi, dan mungkin saja karena ada pengaruh besar dari luar maka
masyarakat terikut arus sehingga nilai ini mulai memudar”14
Semua tahap-tahap dalam perkawinan secara adat di Desa Huluduotamo sebenarnya punya nilai sosial yang tinggi akan tetapi mungkin karena ada pengaruh-pengaruh dari luar sehingga nilai-nilai itu sekarang sudah jarang di perhatikan.
Dari hasil wawancara dapat di simpulkan bahwa di lokasi penelitian telah terjadi pergeseran perkawinan secara adat. Adapun pergeseran pelaksanaan upacara perkawinan secara adat di masyarakat Desa Huluduotamo tersebut telah dapat terlihat dari sudah tidak dipakainya tahapan dalam prosesi perkawinan sekarang yang sebenarnya mengandung nilai luhur yang bermanfaat seperti modepita dilanggato. Tahapan penting yang ditinggalkan ini sebenarnya memiliki nilai-nilai sosial kehidupan yang tinggi sehingga apabila di laksanakan maka akan membawa dampak positif baik bagi kelangsungan hidup kedua mempelai yang melakukan pernikahan maupun pihak sanak keluarga dan masyarakat sekitar. Namun demikian di tengah makin merosotnya pamahaman tentang nilai-nilai adat
13
Wawancara. Dirwan Todolo. 1 April 2013 14
tersebut, masih ada segelintir masyarakat yang merasa prihatin dengan kondisi ini. Ada suatu kekhawatiran tersendiri bahwa lama-kelamaan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam upacara perkawinan secara adat akan lenyap sehingga di butuhkan semacam upaya untuk tetap melestarikannya sehingga kelestarian serta kemurnian adat dapat tetap terpelihara dengan baik.
4.2.3 Tingkat Ekonomi Masyarakat Pada Pelaksanaan Perkawinan
Pernikahan di anggap suci, agung, bahagia dan berkesan. Itu sebabnya makna pernikahan harus dirasakan oleh kedua mempelai, mereka tidak boleh menganggap bahwa pernikahan itu mudah, gampang dan karena itu pula gampang untuk bercerai. Menurut adat pernikahan secara ideal hanya bercerai karena meninggal. Adat berharap agar pasangan suami istri akan tetap kekal, hidup rukun dan damai seperti yang tampak dalam nasihat (palebohu) yang di tujukan kepada pasangan suami istri pada waktu mereka duduk di pelaminan. Untuk itulah proses pernikahan itu hanya sekali jadi ia melewati tahap-tahap yang di sebut prose pernikahan (lenggota lo nikah). Tahap proses pernikahan bukan di buat untuk memperlama atau mempersulit pernikahan, tetapi semata-mata bertujuan agar kedua calon suami istri dapat merasakan apa makna pernikahan yang di tandai oleh perjuangan dan kerja keras.
Persoalan ekonomi merupakan persoalan yang sangat penting sehubungan dengan kelangsungan hidup manusia. Dimana persoalan ini menyentuh langsung dengan kehidupan masyarakat itu sendiri. Di dalam penggunaan kebutuhan hidup terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat mendalam karena tidak semua
masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik (layak) tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan status sosialnya seperti halnya Desa Huluduotamo yang sebagian besar masyarakatnya merupakan masyarakat yang tingkat ekonominya tergolong lemah dan merasa tidak mampu untuk melaksanakan pernikahan dengan baik dan sempurna.
4.2.3.1 Pelaksanaan Perkawinan Bagi Masyarakat Yang Mampu
Dari hasil penelitian di lapangan bahwa masyarakat yang ada di Desa Huluduotamo pada pelaksanaan perkawinan untuk masyarakat yang mampu masih menggunakan adat yang sebenarnya yang sesuai dengan tahapan-tahapan perkawinan. Hal ini seperti yang di katakan oleh Bapak Abdullah Mahmud selaku pemangku adat yaitu:
“Kalo yang mampu ini kalo tahapan perkawinan pada mongilalo masih tetap berlaku karena ini hak wali dari perempuan, artinya mongilalo ini memperhatikan. Kalo yang mohabari masih sama tetap masih menggunakan karena ini menentukan pada pelaksanaan perkawinan, begitu juga dengan momatata u pilo‟otawa masih tetap ada itu kalo ada acara perkawinan. Setelah itu molenilo masih ada juga. Begitu juga pada tahapan yang lain tetap masih ada itu, karena kan orang yang mampu orang yang punya banyak kelebihan jadi tidak masalah pa dorang kalau melaksanakan acara perkawinan yang sesuai dengan tahapan perkawinan yang ada, karena ini juga adat yang musti di
jalankan.”15
Dari hasil wawancara di atas dapat di simpulkan bahwa untuk masyarakat yang mampu pastinya melalui tahapan-tahapan pelaksanaan perkawinan. Karena semuanya membutuhkan biaya dan cukup banyak dan masyarakat yang mampu dapat memenuhinya.
15
Hal yang sama juga di katakan oleh Bapak Ali Tune yakni :
“Io, masyarakat yang mampu itu masih menggunakan tahapan mongilalo, itu kan memang perlu skali itu jadi masyarakat yang mampu masih tetap menggunakan. Tahapan mohabari hampir sama dengan mongilalo, yang mo dilia di mohabari itu biasanya keturunan dari mana, keluarganya dari mana karena itu yang penting dan itu yang menentukan, karena yang kita kawin itu yang mo di lia dalam perkawinan itu yang perempuan yang di kawini itu yang dia cantik, asal dari keluarga mana, dan punya akhlak yang bagus atau tidak, agama, punya harta, tapi biasa harta itu tidak begitu menunjang Cuma akhlak dan agama itu yang penting, jadi alangkah baiknya itu semuanya mo di nilai. Karena itu memang dalam agama itu yang kita kawini seperti yang saya katakan tadi. Tahapan momatata u pilo‟otawa memang ada itu, karena memang harus melalui tahapan ini, yang pertama musyawarah dulu, musyawarah itu untuk mempertemukan artinya permintaan atau persetujuan dari kedua belah pihak begitu, kalau misalnya permintaan itu di setujui oleh kedua belah pihak maka itulah jadi itu, dari musyawarah itu abis itu peminangan, peminangan itu antar harta. Nah itulah tolobalango itu so itu peminangan, depe tahapan selanjutnya itu. Monga‟ata dalalo tetap juga masih ada itu, peminangan dengan antar harta itu, biasanya orang yang di atas itu lebe dulu di laksanakan dari akad nikah, biasanya di ambil dari jauh hari itu peminangan dan antar harta itu lain kali masih 1 bulan sebelum hari H begitu. Tahap molenilo tetap saja masih menggunakan. Tahap momu‟o ngango juga masih menggunakan. Modepita maharu yang di dalamnya berisi hiasan-hiasan perempuan, baju-baju perempuan, alat kosmetik pengantin perempuan, ada cipu dan lain-lain, pokonya kalau orang yang sanggup itu lengkap skali depe isi itu. Dilonggato ada dan tetap masih ada mereka memang sempurnakan itu misalnya seperti ongkos 50 juta dia antar dulu baru mereka mengantar konsumsi itu 3 hari sebelum hari H ada beras, ada sapi, ada rempah-rempah
genap dan pokoknya untuk alat masak di dapur semua.”16
Dari hasil wawancara di atas tetap saja masih menggunakan adat perkawinan yang sebenarnya sampai pada masa sekarang, dan belum ada
16
pergeseran atau perubahan baik dalam 1 tahapan perkawinan. seperti yang di katakan oleh pemangku adat di Desa Huluduotamo ialah berikut:
“Yang kalau masyarakat mampu masih ada tahap mongilalo kan yang mampu jadi samua adat ada, karena mongilalo itu kan mo lia itu perempuan bagimana mo raba-raba bagitu. Tetap masih ada itu kalau mohabari pada masyarakat yang mampu. Tetap ada pelaksanaan momatata u pilo otawa alasannya kita selaku pemangku adat mo hubungi orangtua yang mana di mana mo baku tau akan. Tolobalango tetap juga masih ada karena kekuatannya itu tolobalango. Monga‟ata dalalo itu tetapa ada juga, misalnya ada 4 emplop yang di dalamnya berisi uang. Lanjut yang molenilo masih di pakai, yang membawa sirih, tonggu pinang itu tetap masih ada. Momu‟o ngango itu tonggu lo adati. Antar harta dia antar waktu dia modutu, mongaata dalalo dulu habis satu minggu tolobalango 2 minggu kemudian lagi mo dutu, baru mo dutu baru pelaksanaan kawin. Modepita dilonggato, ada sapi, beras, rempah-rempah, ada minyak, ada kelapa, ada kue lagi pokoknya samua kurang mo ba
rampah dorang di sana, laki-laki itu yang ba antar itu samua.”17
Tetap saja masih menggunakan adat yang sebenarnya baik dalam tahapan mongilalo, mohabari, momatata u pilo‟otawa, motolobalango, monga‟ata dalalo,
molenilo, momu‟o ngango, modepita maharu, dan modepita dilonggato tetap saja masyarakat di Desa Huluduotamo masih menggunakan adat tersebut.
Dari hasil penelitian saya di lapangan bahwa pada masyarakat Desa Huluduotamo masih menggunakan adat yang sebenarnya dan itu belum adanya pergeseran atau perubahan, namun semua ini berlaku pada masyarakat yang mampu atau masyarakat yang status sosialnya tingkat atas.
4.2.3.2 Pelaksanaan Perkawinan Bagi Masyarakat Yang Kurang Mampu
Dari hasil penelitian di lapangan bahwa masyarakat yang ada di Desa Huluduotamo pada pelaksanaan perkawinan untuk masyarakat yang kurang
17
mampu sebagian masih menggunakan sesuai tahapan dan ada juga yang tidak menggunakannya lagi. Hal ini seperti yang di katakan oleh Bapak Abdullah Mahmud selaku pemangku adat, yaitu
“Kalo mongilalo tetap masih ada sampe sekarang itu, kalo yang mohabari sama juga tetap masih saja berlaku, yang berikut momatata u pilo‟otawa pelaksanaannya sudah sederhana tergantung dari jumlah uang juga cuma pelaksanaannya masih sederhana karena dorang pe dana hanya sedikit, kalo yang motolobalango masih saja menggunakan tetapi hanya sederhana, kalo yang monga‟ata dalalo so jarang di gunakan itu yang masyarakat yang kurang mampu, yang intinya semua itu
tergantung dari kemampuan pihak laki-laki itu semua.”18
Dari hasil wawancara di atas dapat di simpulkan untuk masyarakat kurang mampu bahwa pada tahapan perkawinan masih sederhana, karena tergantung dari kemampuan. Hal yang sama juga di sampaikan oleh Bapak Ali Tune, seperti :
“Mongilalo itu sama deng meraba-raba, perempuan ini bisa di kawini atau tidak, mongilalo itu sama saja menilai perempuan ini apa perempuan ini baik, punya akhlak yang baik, punya keturunan yang bagaimana, itu namanya mongilalo itu. Tahapan mohabari kalo yang masyarakat kurang mampu tetap masih ada juga itu, kalau memang sama-sama sederhana saling pengertian saja. Kalo tahapan momatata u pilo‟otawa macam peminangan memang masih ada itu kalo masyarakat yang kurang mampu. Tahapan selanjutnya tolobalango tetap masih menggunakan adat itu pada masyarakat kurang mampu namanya kalu kawin melalui adat semuanya menggunakan itu.Tetap masih ada juga tahap monga‟ata dalalo cuman pelaksanaannya sederhana kan masyarakat yang kurang mampu, kalau orang yang sederhana yang ingin artinya tidak supaya satu kali acara artinya pembiayaan begitu supaya tidak banyak kali pengeluaran, artinya mereka ambil satu kali pada hari akad nikah waktu hari H nya itu. Masyarakat yang sederhana pun tetap melaksanakan tahapan molenilo, dan sesuai kemampuan dari pihak laki-laki. Namanya kalau orang kawin secara ada walaupun hanya sederhana tetap masih menggunakan dan melalui tahapan-tahapan perkawinan itu. Momu‟o ngango seperti antar harta tetap ada pada masyarakat yang kurang mampu. Modepita
18
maharu untuk masyarakat yang kurang mampu tetap ada hanya saja ukuran dan isi dari maharu itu tidak lengkap, karena hanya sesuai kemampuan mereka. Dilonggato untuk masyarakat kurang mampu biasanya sudah di uangkan satu kali itu artinya sudah di
satukan dalam biaya ongkos.”19
Dari hasil wawancara di atas tahapan yang bergeser seperti tahapan monga‟ata dalalo pada pelaksanaannya yang masih sederhana, tahapan molenilo
juga masih sederhana karena sesuai dengan kemampuan, modepita maharu perubahan dalam bentuk ukuran dan isi dari maharu tersebut tidak lengkap karena sesuai dengan kemampuan dan tahapan modepita dilonggato di mana untuk bahan-bahan dapur sudah di uangkan yang sudah di satukan dalam biaya ongkos, semua tahapan ini masih ada namun yang pelaksanaannya hanya sederhana saja dan ukurannya yang berbeda.
Berikut hasil wawancara oleh Bapak Niko Kiayi selaku pemangku adat di Desa Huluduotamo, yaitu:
“Yang kalau kurang mampu paling kurang akad nikah saja, kalau yang kurang mampu dengan yang tidak mampu itu sama. Pelaksanaan momatata u pilo‟otawa untuk masyarakat yang kurang mampu sederhana depe pelaksanaan. Masyarakat yang kurang mampu motolobalango masih ada, pokox yang sesuai dengan kemampuan itu. Untuk monga‟ata dalalo itu emplop atau sedekah cuman 1 saja. Modepita maharu itu so satu kali itu depe pelaksanaan cuma di bikin satu hari itu. Yang kurang mampu so tidak ada lagi modepita dilonggato alasannya karena orang lia ini kasihan yang tidak mampu mo bekeng apa lagi ini, jadi so di uangkan semua, umpamanya qt laki-laki kita antar kasana itu uang
yang 5 juta jadi so satu kali itu.”20
19
Wawancara. Ali Tune. 16 Juli 2013 20
Untuk masyarakat yang kurang mampu pelaksanannya masih saja sederhana terkecuali untuk tahapan modepita dilonggato yang sudah bergeser atau berubah karena sudah di uangkan di biaya ongkos.
Dari hasil wawancara di atas dapat di simpulkan pada tahapan pelaksanaan perkawinan di Desa Huluduotamo untuk masyarakat yang kurang mampu pelaksanaannya masih ada namun ukurannya saja yang berbeda dan pelaksanaan yang masih sederhana, adapula yang sudah bergeser seperti pada tahapan modepita dilonggato di mana masyarakat sudah tidak menggunakannya lagi.
4.2.3.3 Pelaksanaan Perkawinan Bagi Masyarakat Yang Tidak Mampu
Adapun pelaksanaan perkawinan untuk masyarakat yang tidak mampu yang pada prosesi pernikahannya sudah tidak menggunakan lagi adat yang sebenarnya atau dalam pelaksanaannya yang masih sederhana, ini di karenakan kurangnya dana atau kemampuan mereka belum mampu. Hal ini sesuai di ungkapkan oleh bapak Abdullah Mahmud selaku pemangku adat, yaitu:
“Kalo yang mongilalo tetap saja masih menggunakan karena tahapan ini artinya memperhatikan jadi memang masih ada ini tahap mongilalo, berikut tahap mohabari sama masih ada itu di Desa Huluduotamo, baru kalo yang momatata u pilo‟otawa sudah tidak menggunakan lagi karena ini menggunakan dana yang cukup banyak kasian masyarakat yang miskin kan dorang tidak ada kelebihan, yang motolobalango masih ada itu cuman acaranya hanya sekedar karena tergantung dari keuangan, paling banyak sekarang itu sudah di laksanakan di kantor agama yang ada cuma wali sekalian juga meringankan beban kepada kedua orang tua. Deng pelaksanaan yang tidak mampu ini kasiang bo biasa-biasa, bagi mereka itu asal depe anak so selamat kasana tidak penting gaga atau tidak itu pesta yang penting so kaweng. Deng masih banyak dari realita sekarang mereka itu so terburu-buru karena ada kesalahan (hamil duluan) yang terjadi antara dua insan, apalagi so
zaman skarang anak-anak skarang beda dengan yang lalu-lalu, kalo sekarang dorang salalu kaluar malam jadi banyak kesempatan untuk pacaran, kalo lalu ini tidak ada ini anak-anak cewe mo dapalia di jalan kalo malam-malam, sehingga kalo pelaksanaan perkawinan sekarang itu so tidak lagi mengikuti tahapan
perkawinan yang seharusnya di lakukan.”21
Kebanyakan untuk masyarakat yang tidak mampu pelaksanaannya hanya biasa-biasa yang sesuai dengan kecukupan mereka, dan ada juga mengambil langkah yang cepat yaitu paling banyak untuk masyarakat tingkat bawah melaksanakan perkawinan di laksanakaan di kantor agama dan yang hadir hanya wali dengan tujuan meringankan beban kepada kedua orangtua mereka. Dan sekarang banyak realita bahwa pelaksanaan perkawinan hanya terburu-buru di akibatkan adanya terjadi kesalahan atau sudah hamil duluan, sehingga pelaksanaan perkawinan sekarang sudah tidak mengikuti lagi pelaksanaan perkawinan yang sebenarnya.
Berikut hasil wawancara dari Bapak Ali Tune yaitu:
“Masyarakat yang di bawah itu biasanya so tidak menggunakan, ada juga yang so ta salah duluan itu lagi so tidak pake adat mongilalo, mongilalo ini meraba-raba bagimana kalo so ta salah ini biasanya orang yang menggunakan mongilalo ini orang yang blum ta salah atau masih bae-bae, biasanya begitu. Tahapan mohabari pada masyarakat yang tidak mampu tetap saja masih ada itu sampe sekarang. Tetap masih ada itu pada tahapan momatata u pilo‟otawa biar pada masyarakat yang tidak mampu tetap masih menggunakan itu. Selanjutnya tolobalango tetap masih ada itu, masih menggunakan terkecuali orang yang kawin sirih itu yang tidak menggunakan hal-hal yang seperti itu. Monga‟ata dalalo tetap juga masih ada, kalau masyarakat yang tidak mampu pelaksanaannya hanya sederhana, biasanya kasian orang yang tidak mampu mereka ambil satu kali itu sekalian dengan akad nikah dengan tujuan untuk mengurangi biaya agar tidak banyak yang mo kaluar. Tahap molenilo juga masih tetap ada, cuman pelaksanaannya tetap saja
21
sederhana karena itu sesuai kemampuan dari pihak laki-laki. Yang momu‟o ngango tetap ada juga namun pelaksanaannya juga masih saja sederhana. Modepita maharu tetap ada juga namun isi dari maharu itu hanya secukupnya sesuai kemampuan. Dilonggato untuk ekonomi di bawah biasanya di uangkan satu kali itu dalam
ongkos misalnya 20 juta so di situ semua begitu.22
Untuk masyarakat yang tidak mampu pada pelaksanaan perkawinan untuk tahapan mongilalo masih tetap ada, selanjutnya tahapan mohabari tetap saja masih ada, momatata u pilo‟otawa juga masih di gunakan, untuk tolobalango masih tetap ada, untuk monga‟ata dalalo, molenilo dan momu‟o ngango juga masih ada
namun pelaksanaannya hanya sederhana, modepita maharu juga ada namun isi dari mahar hanya secukupnya sesuai dengan kemampuan dari pihak laki-laki, selanjutnya modepita dilonggato sudah sekalian dengan biaya ongkos.
Berikut hasil wawancara dengan Bapak Niko Laiya:
“Yang tidak mampu juga bagitu kurang akad nikah saja tidak ada pelaksanaannya itu berbeda-beda, bedanya yang tidak mampu kasihan kurang langsung akad nikah saja. Begitu juga yang cuma sederhana depe pelaksanaan momatata u pilo‟otawa. Begitu juga masyarakat yang tidak mampu masih ada itu tolobalango cuma sederhana juga depe pelaksanaan. Kalau motolobalango emplop itu cuman 1, cuman ayahanda yang dapat itu. Begitu juga yang tidak mampu dia so bekeng satu kali itu artinya 1 hari itu dia mo bekeng itu pelaksanaan. So tidak lagi modepita dilonggato, samua itu
bahan-bahan dapur pada saat hari H itu so diuangkan semuanya.”23
Untuk masyarakat yang kurang mampu pelaksanaan perkawinannya hanya se sederhana mungkin karena melihat status sosialnya yang masih di bawah, sehingga pelaksanaan perkawinannya hanya akad nikah saja.
22
Wawancara. Ali Tune. 16 Juli 2013 23
Selanjutnya pergeseran atau perubahan pernikahan di lihat dari beberapa segi tujuan, ekonomi, adat dan kesenian pada pelaksanaan dahulu hingga masa kini menurut Bapak Rilli Abudi:
“Kalau mo dilihat dari segi tujuan dahulu orang yang melakukan pernikahan karena mo kase banyak keturunan dan dorang pe pegangan makin banyak anak makin banyak rezeki, sekalian dengan hubungan keluarga tidak akan putus, sehingga banyak anak yang nikah dengan keluarga saja, dan itu harta tidak akan terbagi pa orang lain, kalau sekarang kan orang yang bekeng pernikahan dengan di dasari oleh motivasi kebahagiaan dan lebih suka memakai KB dan di masyarakat yang mampu juga itu sama itu begitu juga yang tidak mampu dengan yang kurang mampu. Kalo di lihat dari segi ekonomi waktu dulu biaya nikah dan mahar di tentukan dengan benda-benda seperti tanah, pohon kelapa, sawah atau ternak namun sekarang di tentukan dengan uang, semua masyarakat itu sama begitu cuma yang bedanya di ukuran, masyarakat yang mampu uangnya lebih banyak dan sebaliknya. Trus di lihat dari segi adat dahulu itu adat dupito atau wo’opo
(seorang nenek tidur bersama dengan pengantin baru pada waktu malam pertama pernikahan), dan kalo sekarang adat itu so hilang
di masyarakat yang mampu. Kurang mampu maupun tidak mampu memang so ilang itu adat. Dari segi kesenian pengiring dahulu itu acara di ramaikan dengan kesenian seperti sulunani dan buruda, tapi kalau sekarang apa lagi sudah zaman modern di ramaikan dengan band atau alat elektronika lainnya, kalo masyarakat yang mampu ada itu biasa pake organ karna dorang bisa ba bayar tapi kalau masyarakat yang kurang mampu biasa ada pake dan biasa tidak ada, masyarakat yang tidak mampu tidak ada lagi begitu,
karena kasihan tidak ada biaya untuk ba bayar akan.”24
Dari hasil penelitian di lapangan dapat di simpulkan bahwa pelaksanaan perkawinan pada masyarakat yang tidak mampu pelaksanaannya tidak terlalu begitu mewah hanya ada sesederhana mungkin, karena dengan melihat tingkat ekonomi yang masih di bawah dan status sosialnya pun masih di bawah.
24
4.2.4 Pergeseran Tahapan Perkawinan Pada Modepita Dilanggato
Pergeseran atau perubahan nilai-nilai pada suatu daerah atau desa merupakan salah satu faktor yang melanda satu kelompok masyarakat dan turun temurun yang akan berpengaruh pada sistem nilai dan serta pola tingkah laku kelompok masyarakat tertentu. Desa Huluduotamo merupakan salah satu desa yang di pandang mengalami pergeseran nilai pernikahan secara adat, salah satu pergeseran nilai adat pernikahan di Desa Huluduotamo yaitu Modepita Dilonggato dimana modepita dilonggato ini merupakan satu adat yang sudah mulai mengalami pergeseran. Masyarakat Desa Huluduotamo sudah tidak menggunakan lagi Modepita Dilonggato, jadi di sini sangat jelas sekali bahwa pelaksanaan adat pernikahan yang ada di Desa Huluduotamo sekarang ini sudah terjadi perubahan atau pergeseran.
Berikut hasil wawancara dengan pemangku adat Desa Huluduotamo yaitu bapak Niko Kiayi:
“Kalau modepita dilanggato kan berarti penghantaran harta, dilanggato itu sekalian dengan harta uang, kalau zaman sekarang pokoknya ada ba jalan dua-dua ini tolo-tolobalango lomao, dutu-dutu lomao, nikah-nikah lomao, tapi penghantaran harta lagi satu minggu pernikahan sebelumnya dia somo antar harta sekalian dengan dilonggato itu, kalau yang dulu tolobalango dulu lalu dutu, tolobalango dengan harta satu kali dutu dengan dilonggato. Jadi untuk perubahannya sudah terjadi, ini ada dua tahapan ada yang masih di bawah kasiank kalau pelaksanaan masyarakat yang di bawah tolo-tolobalango loma‟o, dutu-dutu loma‟o, nikah-nikah loma‟o, tapi satu minggu sebelumnya sudah di antar itu harta tapi
semua itu sudah di uangkan”.25
25
Modepita dilonggato berarti penghantaran harta. Pelaksanaannya masih tetap berjalan tapi semua tergantung dari kemampuan masyarakat, kalau untuk yang dulu tolobalango dulu lalu dutu, tolobalango dengan harta satu kali dutu dengan dilonggato. Kalau untuk pelaksanaannya sekarang tolo-tolobalango lomao, dutu-dutu lomao, nikah-nikah lomao, tapi penghantaran harta lagi satu minggu pernikahan sebelumnya di antar antar harta sekalian dengan dilonggato, namun semua itu sudah di uangkan dari pihak laki-laki.
Hal yang sama di katakan oleh bapak Ali Tune,yaitu:
“Biasanya kalau misalnya zaman dahulu itu antar harta boleh satu minggu sebelum pesta di antar dilanggato seperti rempah-rempah, sapi semua itu sudah termasuk di situ, lalu kalau misalnya sudah zaman sekarang itu sudah langsung itu biasanya cuman uang yang di antar misalnya sekitar 10 juta di situ sudah dari pihak perempuan yang atur itu, semua sudah termasuk beli rempah-rempah, beli ikan, daging di siapkan perempuan semua itu. Semua itu sesuai dengan persetujuan dari kedua belah pihak atau persetujuan dari musyawarah. Kalo tanggapan saya tidak adanya modepita dilanggato ini sebenarnya tidak boleh di tinggalkan itu kalau kita kembalikan pada masa dulu itu harus di lestarikan sekarang itu karena sekarang sudah mulai hilang skarang kan orang
sudah mengambil langsung.”26
Pelaksanaan perkawinan pada modepita dilonggato ini terdapat perbedaan pelaksanaan dari yang zaman dahulu dengan sekarang. Perbedaannya kalau untuk zaman dahulu pada pihak laki-laki mengantarkan dilonggato atau bahan-bahan dapur yang sesuai dengan berapa hewannya di antarkan pada pihak perempuan. Namun untuk pelaksanaan sekarang sudah di uangkan semuanya. Tapi semuanya sesuai dengan persetujuan dari musyawarah kedua belah pihak. Namun sebagian besar pada pelaksanaan pernikahan di Desa Huluduotamo dari hasil musyawarah
26
dari pihak laki-laki sudah di uangkan saja, jadi pihak perempuan yang mengatur untuk bahan-bahan dapur.
“Dilonggato merupakan ongkos perkawinan misalnya uang yang di bicarakan misalnya 20 juta kemudian ada beras, sapi dan bahan-bahan dapur. Pelaksanaan modepita dilonggato di antar sesudah pada acara peminangan dan dutu. Kalau untuk masyarakat yang mampu pelaksanaannya sesuai dengan tahapan perkawinan dan untuk masyarakat yang ekonominya di bawah pelaksanaannya berbeda, dalam artian pelaksanaan perkawinan masyarakat di bawah dan masyarakat di atas sama cuma perbedaannya dalam
bentuk dan ukurannya saja yang berbeda.”27
Dilonggato merupakan ongkos perkawinan, untuk prosesi adatnya tetap ada cuman perbedaan pelaksanaan pada masyarakat tingkat atas dan tingkat bawah ialah bentuk dan ukuran.
Dari hasil wawancara di atas dapat di simpulkan bahwa pernikahan adat Gorontalo yang ada di Desa Huluduotamo ini perlu di lestarikan karena mengandung nilai-nilai budaya yang tinggi. Adat Gorontalo yang ada di Desa Huluduotamo ini semakin hari semakin terkontaminasi dengan perubahan zaman. Terlihat di mana-mana pernikahan di Desa Huluduotamo tanpa melewati lagi prosesi adat Gorontalo yang sebenarnya.
4.2.5 Perubahan Hantaran
4.2.5.1 Pelaksanaan Perkawinan Masyarakat Yang Masih Melaksanakan
Dari hasil penelitian di lapangan bahwa masyarakat yang masih melaksanakan pelaksanaan perkawinan yang sebenarnya pada dutu (hantaran adat harta pernikahan).
27
Berikut hasil wawancara dari Bapak Ali Tune, seperti:
“Hantaran artinya dutu, antar harta dan dilonggato untuk masyarakat yang sanggup itu biasanya permintaan dari perempuan misalnya 50 juta sama laki semua, di luar dilonggato jadi laki-laki adakan semua itu, semuanya itu harus ada beras 100 kilo, ada sapi 1 ekor, hiburan, organ, tempat duduk, dari laki-laki itu tanggungan dari laki-laki itu namanya, laki-laki yang ongkos itu begitu namanya kalau ini, itu sesuai persetujuan dari musyawarah, karena musyawarah itu yang menentukkan semua begitu. Sedangkan ada yang mengisi kamar kalau ada yang kawin dengan orang kaya, dia mo beli akan koi dan lemari jadi kalau orang memang mampu itu no‟u, misalnya seperti orang luar dan mereka kawin dengan orang gorontalo, mereka kan cari adat gorontalo bagaimana nah mereka adakan itu semua, baru ada lagi yang permintaan dari laki-laki itu kalau pa parampuan tidak ada yang namanya menghidupkan api artinya dorang yang adakan konsumsi semua itu, tidak ada lagi kerepotan dari perempuan semua itu dari laki-laki jadi perempuan memang so tidak kase kaluar uang lagi kurang terima bersih, itu memang kawin dengan orang mampu
yang memang orang kaya.”28
Untuk memenuhi hantar tersebut kebanyak pada masyarakat yang status sosialnya di atas, yang dapat mengadakan semuanya yang sesuai dengan persetujuan dari hasil musyawarah kedua belah pihak.
Berikut hasil wawancara dengan Bapak Niko Kiayi:
“hantaran itu antar harta karena itu memang harus, paling banyak kalau yang masih melaksanakan itu kebanyakan orang-orang yang
mampu”29
Hantaran di katakan antar harta dan itu merupakan suatu kewajiban dan keharusan, biasanyan yang melaksanakan pada masyarakat-masyarakat yang mampu.
28
Wawancara. Ali Tune. 16 Juli 2013 29
4.2.5.2 Pelaksanaan Perkawinan Yang Sudah Tidak Melaksanakan Atau Menggantinya Dengan Uang
Adapun hantaran yang sudah tidak melaksanakan lagi atau di katakan di ganti dengan uang. Berikut hasil wawancara dari Bapak Ali Tune:
“Dilonggato biasa sudah sekalian dengan ongkos so satu kali itu, sudah menjadi keputusan pada musyawarah itu biasanya begitu, macam itu beras, sapi dan bahan-bahan konsumsi so satu kali itu semuanya di situ, kan kasihan masyarakat yang di bawah dorang
pe kemampuan cuma sampe begitu.”30
Hantaran bisa di katakan modepita dilonggato, adapun yang sudah tidak melaksanakan karena semuanya sudah di uangkan untuk bahan-bahan konsumsi.
“Yang menggantinya dengan uang artinya borongan itu, dilonggato juga bisa dikatakan hantaran yang so di uangkan itu masyarakat yang tidak mampu itu, biasa juga untuk mengurangi
kerepotan dan mempersingkat waktu.”31
Menggantinya dengan uang di katakan borongan, dilonggato juga dikatakan hantaran yang tidak menggunakan lagi karena sudah di uangkan semuanya, dengan tujuan mengurangi kerepotan dan mempersingkat waktu.
“Orang yang mengurangi biaya orang yang mengurangi pengeluaran yang banyak cukup saja mereka itu menyiapkan uang akad nikah uang pencatatan dan langsung mereka cuman mo suruh akad sama KUA (Kantor Urusan Agama) dan itu halal itu tercatat begitu, kalau yang tidak tercatat itu seperti kawin lari itu biasanya yang kawin lari itu ada masalah, tempat pelarian mereka itu di sana, misalnya sudah beristri kemudian ingin beristri lagi da tidak mendapatkan izin dari istrinya maka jalan mereka itu kesana begitu. Tapi dalam agama mereka itu halal namun dalam hukum di
larang karena tidak mendapatkan buku nikah.”32
30
Wawancara. Ali Tune. 16 Juli 2013 31
Wawancara. Niko Kiayi. 17 Juli 2013 32
Ada juga untuk mengurangi biaya dan pengeluaran yang banyak biasanya akad nya di Kantor Urusan Agama sebab mereka fikir itu suatu yang halal, dan ada juga yang mengambil langkah cepat seperti kawin lari, sehingga sudah tidak ada lagi untuk melalui pelaksanaan. Jadi untuk pelaksanaan hantaran sudah tidak ada lagi.
4.2.6 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pergeseran
Adapun faktor-faktor penyebab yang terjadinya pergeseran sebagai berikut:
4.2.6.1 Faktor Perkembangan Zaman Dan Teknologi
Salah faktor penyebab terjadinya pergeseran yaitu dngan adanya perkembangan zaman dan kemajuan teknologi. Perkembangan teknologi seperti yang sudah ada sekarang ini tentu membawa banyak perubahan yang begitu baik dan kurang baik terhadap kehidupan manusia. Perkembangan itu baik adanya jika sesuai dengan apa yang di harapkan. Berikut ini hasil wawancara oleh bapak Edi Harun:
“Menurut saya adanya perkembangan teknologi yang sangat berpengaruh negatif di dalam kehidupan sehari-hari, saking moderennya teknologi sekarang masyarakat begitu banyak pilihan, jadi teknologi ini memang sangat berpengaruh pada terjadinya
pergeseran perkawinan.”33
33
Perkembangan teknologi saat ini juga membawa pengaruh kurang baik atau negatif dalam kehidupan manusia. Kehadiran teknologi yang begitu canggih membuat masyarakat umum begitu banyak pilihan untuk memilih apa yang di kehendakinya, perkembangan teknologi ini juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya pergeseran terhadap pelaksanaan adat pernikahan Gorontalo yang ada di Desa Huluduotamo.
Menurut ki Hadjar Dewantara, kebudayaan berarti buah budi manusia yang merupakan hasil perjuangan manusia terhadap 2 pengaruh yang kuat yaitu alam dan zaman (kodrat dan masyarakat). Sesuai dengan teori di atas maka berikut ini hasil wawancara dari bapak Amin Urusi:
“Masyarakat sekarang untuk prosesi adat pernikahannya mengikuti adat yang di jalankan sekarang. Dalam artian masyarakat telah terpengaruh oleh perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, dan dengan adanya faktor ini maka adat yang sebenarnya telah
pudar.”34
Salah satu penyebab terjadinya perubahan atau pergeseran yang ada di Desa Huluduotamo yaitu di karenakan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, dengan adanya kemajuan teknologi ini maka adat pernikahan yang sebenarnya sudah mulai terlupakan karena masyarakat Desa Huluduotamo sudah mengikuti adat yang di jalankan sekarang.
“Anak-anak muda sekarang ini so tidak mampu lagi menjaga nilai-nilai luhur, karena zaman yang lebih modern lagi sehingga mereka cepat terkontaminasi oleh pengaruh yang berasal dari budaya luar. Biasanya yang menjadi pengaruh bagi mereka itu pada negara yang
sudah maju atau yang lebih modern”.35
34
Wawancara Amin Urusi. 15 Maret 2013 35