• Tidak ada hasil yang ditemukan

MIKROENKAPSULASI OBAT ANTI-PERADANGAN KETOPROFEN YANG TERSALUT GEL KITOSAN- KARBOKSIMETIL SELULOSA YUYU YUNDHANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MIKROENKAPSULASI OBAT ANTI-PERADANGAN KETOPROFEN YANG TERSALUT GEL KITOSAN- KARBOKSIMETIL SELULOSA YUYU YUNDHANA"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

MIKROENKAPSULASI OBAT ANTI-PERADANGAN

KETOPROFEN YANG TERSALUT GEL

KITOSAN-KARBOKSIMETIL SELULOSA

YUYU YUNDHANA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(2)

ABSTRAK

YUYU YUNDHANA. Mikroenkapsulasi Obat Anti-peradangan Ketoprofen yang Tersalut Gel Kitosan-CMC. Dibimbing oleh SUMINAR S. ACHMADI dan PURWANTININGSIH SUGITA.

Modifikasi gel kitosan-CMC sebagai penyalut berpotensi dalam matriks sistem pengantaran obat. Mikroenkapsulasi ketoprofen yang tersalut gel kitosan-CMC dibuat dengan metode pengering semprot, yaitu dengan mencampurkan kitosan 1% (b/v), CMC dengan ragam konsentrasi 0.075; 0.0875; dan 0.10% (b/v), glutaraldehida dengan ragam konsentrasi 3; 4.5; 6% (v/v), dan 2 g ketoprofen yang dilarutkan dalam 250 ml etanol 98%, serta Tween-80 2%. Campuran kemudian dibuat mikrokapsul dengan alat pengering semprot. Mikrokapsul optimum untuk uji disolusi ditentukan dengan metode RSM Minitab 14. Kondisi optimum mikroenkapsulasi diperoleh pada nisbah konsentrasi CMC 0.0925% (b/v) dan glutaraldehida 3.01% (v/v), dengan konsentrasi kitosan dibuat tetap (1% [b/v]). Uji disolusi dilakukan pada suhu 37 ºC dengan kecepatan pemutaran 100 rpm selama 2 jam dalam medium bufer klorida (pH 1.2) dan bufer fosfat (pH 7.4). Alikuot diambil pada selang waktu 20, 40, 60, 80, 100, dan 120 menit. Serapan ketoprofen diukur pada λ 258 nm (pH 1.2) dan λ 260 nm (pH 7.4). Sistem pelepasan ketoprofen pada medium basa cenderung mengarah pada orde ke-2 dengan nilai tetapan, k = 1×10-5 l mol-1 menit-1 dan waktu paruh, t

1/2 = 16 jam. Morfologi mikrokapsul setelah disolusi pada pH

7.4 mempunyai bentuk yang lebih kisut dibandingkan pada pH 1.2. Berdasarkan hasil penelitian, matriks kitosan-CMC memiliki kemampuan sebagai sediaan lepas lambat.

ABSTRACT

YUYU YUNDHANA. Microencapsulation of Drug Anti-inflammantory Ketoprofen Coated Chitosan-CMC Gel. Supervised by SUMINAR S. ACHMADI and PURWANTININGSIH SUGITA.

Modified chitosan-CMC gel as a coating agent is potential in drug delivery system. Microencapsulation of ketoprofen coated by chitosan-CMC were made by mixing 1% (w/v) chitosan solutions, 0.075; 0.0875; and 0.10% (w/v) CMC solutions, 3; 4.5; and 6% (v/v) glutaraldehyde solutions, 2 g of ketoprofen which had been dissolved in 98% etanol, and 2% Tween-80 solution. The homogenous mixture was made into micrpcapsule by a spray dryer. The optimum microcapsule for dissolution test was determined by RSM Minitab 14 software. The optimum condition of microencapsulation in this research was obtained at 0.0925% (w/v) CMC and 3.01% (v/v) glutaraldehyde with chitosan solution were made constant (1% [w/v]). Dissolution test was done at 37 ºC with the stirring rate 100 rpm for 2 hours in chloride buffer pH 1.2 and phosphate buffer pH 7.4. The aliquot were taken after 20, 40, 60, 80, 100, and 120 minutes. The absorbance of ketoprofen was measured at λ 258 nm (pH 1.2) and λ 260 nm (pH 7.4). The release system of ketoprofen in phosphate medium tend to be a first order, with the release constant k = 1×10-5 l mol-1 minutes-1 and half life t

1/2 = 16 hours. Morphology of the surface microcapsule after

dissolution test showed that at pH 7.4 was more wavy than at pH 1.2. It is concluded that chitosan-CMC is potential as a slow drug release matrix.

(3)
(4)

MIKROENKAPSULASI OBAT ANTI-PERADANGAN

KETOPROFEN YANG TERSALUT GEL

KITOSAN-KARBOKSIMETIL SELULOSA

YUYU YUNDHANA

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

Judul

skripsi : Mikroenkapsulasi Obat Anti-peradangan Ketoprofen yang

Tersalut Gel Kitosan-Karboksimetil Selulosa

Nama

: Yuyu Yundhana

NIM

:

G44203051

Disetujui

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Suminar S. Achmadi

Dr. Purwantiningsih Sugita, MS

NIP 130 516 496

NIP 131 779 513

Diketahui

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. Drh. Hasim, DEA

NIP 131 578 806

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian ini bertujuan mendapatkan kondisi optimum konsentrasi kitosan, karboksimetil selulosa, dan glutaraldehida dalam mikroenkapsulasi ketoprofen, serta mempelajari kinetika disolusinya. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Mei sampai November 2007, di Laboratorium Teknologi Farmasi dan Medika, BPPT Serpong, Laboratorium Kimia Organik dan Laboratorium Bersama, Departemen Kimia, FMIPA IPB, dan Laboratorium Pilot Plant, Pusat Antar Universitas IPB.

Terima kasih Penulis ucapkan kepada Ibu Suminar dan Ibu Purwantiningsih selaku pembimbing I dan II yang selalu menyempatkan waktu untuk berkonsultasi, serta kepada Apa dan Mama yang selama ini berjuang keras agar Penulis bisa tetap kuliah sampai akhirnya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pusat Studi Biofarmaka atas bantuannya dalam analisis FTIR, dan Laboratorium Zoologi LIPI Cibinong atas bantuannya dalam analisis SEM. Di samping itu, penghargaan Penulis sampaikan kepada seluruh staf dan laboran Kimia Organik (Pak Sabur, Bu Yeni, dan Bu Aah), Mas Heri, dan Om Eman, yang telah membantu selama penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan penelitian (Mahdi, Elin, dan Deby), sahabat-sahabatku di UI (Icha dan Inoka), dan Gundar (Irman) yang telah memberikan semangat dan dorongan kepada Penulis untuk dapat menyelesaikan karya ilmiah ini, serta kepada teman-teman kimia 40 atas persahabatannya.

Pada kesempatan ini, Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Hibah Penelitian Internal Departemen Kimia sebagai sumber dana bagi penelitian ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Desember 2007 Yuyu Yundhana

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 23 November 1985 dari pasangan Bapak Mamat Wirahmana, S.Pd dan Ibu Nining Ratningsih. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Tahun 2003, Penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 6 Tasikmalaya, dan pada tahun yang sama diterima di Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti perkuliahan, Penulis lebih banyak aktif di organisasi kemahasiswaan seperti di Ikatan Himpunan Mahasiswa Kimia Indonesia (Ikahimki), Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika) IPB, Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya (Himalaya), dan juga aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan di kampus. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Pengoperasian dan Pemeliharaan Alat (D3 Analisis Kimia) tahun ajaran 2007/2008, dan melakukan praktik lapangan kerja di Laboratoriun Quality Assurance, PT Asahimas Chemical Cilegon. Selain itu, Penulis pernah bekerja sebagai staf bagian pemasaran di salah satu perusahaan air minum, sukarelawan pada sebuah lembaga swadaya masyarakat Education Watch, divisi event organizer pada Lembaga Bina Terpadu, dan saat ini Penulis menjadi seorang wiraswastawan di berbagai bidang.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Kitin dan Kitosan ... 1

Gel Kitosan ... 2

Karboksimetil Selulosa(CMC) ... 2

Ketoprofen ... 3

Mikroenkapsulasi ... 3

Metode Pengering Semprot ... 4

Uji Disolusi ... 4

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ... 4

Metode Penelitian ... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri kitosan ... 5

Mikroenkapsulasi Optimum ... 6

Disolusi Mikrokapsul ... 7

Kinetika Disolusi ... 8

Morfologi Mikrokapsul ... 9

SIMPULAN DAN SARAN ... 10

DAFTAR PUSTAKA ... 11

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Spesifikasi kitin niaga ... 2 2 Persamaan kinetika orde reaksi pelepasan ketoprofen rerata ... 9

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Struktur unit ulangan kitin dan kitosan ... 2 2. Struktur dari hidrogel kitosan (a) ikatan silang kitosan-kitosan, (b) jaringan

polimer hibrid, (c) jaringan semi IPN, (d) kitosan berikatan silang ionik ... 2 3. Struktur CMC ... 3 4. Struktur ketoprofen ... 3 5. Pengaruh konsentrasi CMC dan glutaraldehida terhadap konsentrasi

ketoprofen ... 6 6. Kondisi optimum nisbah konsentrasi CMC dan glutaraldehida terhadap

konsentrasi ketoprofen ... 7 7. Pengaruh waktu pada lepasan ketoprofen rerata medium disolusi pH 1.2 dan pH

7.4 ... 7

8. Regresi orde reaksi ke-3 pada laju disolusi pH 7.4 ... 9 9. Permukaan mikrokapsul (a) tanpa penambahan ketoprofen, (b) berisi ketoprofen,

(c) hasil disolusi pada pH 1.2, (d) hasil disolusi pada pH 7.4. SEM perbesaran 2000x ... 10

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Diagram alir percobaan pendahuluan ... 14

2. Diagram alir penelitian utama ... 15

3. Analisis kadar air (AOAC 1999) ... 16

4. Analisis kadar abu (AOAC 1999) ... 16

5. Data hasil pengukuran kadar air dan kadar abu kitosan ... 16

6. Penentuan bobot molekul kitosan (Tarbojevich & Cosani 1996)... 16

7. Spektrum FTIR dan derajat deasetilasi kitosan .. ... 18

8. Pembuatan kurva standar ketoprofen ... 19

9. Pembuatan kurva standar ketoprofen pada pelarut medium pH 1.2 ... 20

10. Pembuatan kurva standar ketoprofen pada pelarut medium pH 7.4 ... 21

11. Hasil disolusi mikrokapsul pada medium pH 1.2... 22

(11)

1

PENDAHULUAN

Peradangan merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme, bahan kimia, atau benturan benda keras. Penyakit ini ditandai dengan munculnya warna merah, rasa nyeri dan panas, serta dapat menyebabkan hilangnya fungsi dari suatu jaringan tubuh (Fraser et al. 1991). Rematik merupakan salah satu contoh penyakit yang disebabkan oleh peradangan. Rasa nyeri pada penyakit rematik timbul karena peradangan pada sendi. Biasanya penderita penyakit ini adalah orang dewasa.

Ketoprofen merupakan komponen aktif yang sering dijumpai dalam obat rematik komersial. Komponen ini berfungsi sebagai analgesik, anti-peradangan, dan antipiretik yang menghambat sintesis prostaglandin. Penggunaan ketoprofen pada dosis tinggi dapat menyebabkan iritasi pada lambung dan usus. Selain itu, karena waktu paruh eliminasinya yang cepat dalam tubuh, yaitu sekitar 1−3 jam, obat ini harus sering dikonsumsi (3−4 kali sehari). Diperlukan sistem pengantaran obat yang khusus untuk ketoprofen agar kekurangan tersebut dapat diminimumkan.

Salah satu caranya ialah dengan menyalut obat dalam mikrokapsul gel yang mampu mengatur laju pelepasan obat dalam tubuh (Yamada et al. 2001, Tiyaboonchai & Ritthidej 2003). Mikroenkapsulasi merupakan teknik penyalutan yang mudah dan sederhana dalam menjaga keaktifan dan mengendalikan laju pelepasan senyawa yang disalutnya.

Kitosan merupakan polimer terdeasetilasi parsial yang larut dalam air dan diperoleh sebagai turunan dari kitin. Oleh karena sifatnya yang unik, yaitu bersifat polikationik dalam suasana asam, non-toksik, biokompatibel, dan juga biodegradabel, kitosan dapat dibentuk menjadi gel dan dapat dimanfaatkan sebagai matriks dalam sistem pengantaran obat (Sutriyo et al. 2005). Modifikasi gel telah banyak dikembangkan dengan menambahkan hidrokoloid alami, di antaranya karboksimetil selulosa (CMC) (Sugita et al. 2006a), alginat (Sugita et al.

2006c), gom guar (Sugita et al. 2006b), dan gom xantan (Sugita et al. 2006d). CMC tidak larut dalam asam lambung, tetapi larut dalam cairan basa di usus (Awalludin 2004). Sifat inilah yang menyebabkan CMC digunakan untuk pembuatan tablet atau serbuk obat dengan cara salut enterik.

Tiyaboonchai & Ritthidej (2003) telah mengembangkan mikrokapsul dari kitosan-CMC dengan menyalut obat indometasin dan meragamkan pH, konsentrasi kitosan, dan waktu pengerasan dengan menggunakan metode kompleks koarservasi (metode kimia). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa mikrokapsul yang baik menyalut indometasin diperoleh pada konsentrasi kitosan 1%, pH 4, dan waktu pengerasan 3 jam. Sementara itu, gel kitosan-CMC yang diperoleh Sugita et al.

(2006a) pada kondisi optimumnya, yaitu dengan konsentrasi kitosan, glutaraldehida, dan CMC berturut-turut 2.5%, 6%, dan 0.88%, berpotensi sebagai gel untuk mikroenkapsulasi. Hal ini dikarenakan sifat reologinya yang memenuhi syarat, yaitu kekuatan gel, titik pecah, ketegaran, pembengkakan dan pengerutan berturut-turut 738.923 g/cm2, 1.0685 cm, 3.5095 g/cm, dan

1.2084 g.

Berdasarkan penelusuran pustaka, pembuatan mikrokapsul ketoprofen dari kitosan-CMC dengan metode pengeringan semprot belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mendapatkan kondisi optimum penyalutan ketoprofen dalam mikroenkapsulasi dengan meragamkan konsentrasi kitosan, CMC, dan glutaraldehida dengan menggunakan metode pengeringan semprot (metode fisis) serta mempelajari perilaku dan kinetika disolusinya.

TINJAUAN PUSTAKA

Kitin dan Kitosan

Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa dan berasal dari kerangka luar hewan kelas Crustaceae (seperti kepiting, udang, dan lobster). Selain dari hewan tersebut, kitin juga dapat diperoleh dari serangga, jamur, dan cendawan yang jumlahnya beragam. Kitin merupakan polimer linear dari 2-asetamido-2-deoksi-D-glukopiranosa dengan tulang punggung ikatan

β-(1→4). Kitin bersifat sangat hidrofobik dan tidak larut dalam air, asam, basa, atau pelarut organik umum (Thatte 2004). Menurut Muzzarelli (1977), kitin dan kitosan merupakan biopolimer rantai panjang dengan 2000−5000 unit monomer penyusun yang saling bertautan melalui ikatan glikosidik

β(1→4). Pada struktur kitin, gugus hidroksil pada posisi C-2 selulosa digantikan dengan gugus asetamido (-NHCOCH3).

Kitosan merupakan kitin yang terdeasetilasi, yaitu hasil hidrolisis

(12)

2

menggunakan larutan alkali atau secara biokimiawi. Kitosan dicirikan oleh kandungan nitrogen yang tinggi. Kemampuan kitosan dalam menjerap logam lebih efektif dibandingkan dengan selulosa. Modifikasi kimia kitosan menjadi gel kitosan dapat meningkatkan daya jerapnya. Keunggulan ini disebabkan butiran gel mempunyai volume lebih besar daripada bentuk serpihan. Namun, daya adsorpsi butiran gel kitosan ini dipengaruhi oleh kestabilan gel yang dibentuk (Guibal et al. 1997). Struktur kitin dan kitosan dapat dilihat pada Gambar 1.

O R OH CH2OH O R OH CH2OH O O O n

Gambar 1 Struktur unit ulangan kitin (R= -NHCOCH3) dan kitosan (R=

-NH2)

Ciri-ciri kitosan bergantung pada sumber (asal), derajat deasetilasi (DD), distribusi gugus asetil, gugus amino, panjang rantai, dan distribusi bobot molekulnya. Derajat deasetilasi dapat diukur dengan metode spektrofotometri ultraviolet turunan pertama, titrimetri dengan HBr, dan spektrofotometri inframerah transformasi fourier (FTIR). Pada penelitian ini digunakan FTIR karena analisis relatif cepat dan kitosan tidak perlu dilarutkan dalam pelarut berair. Penyiapan kitosan, jenis instrumen yang digunakan, dan kondisi kerja akan memengaruhi analisis (Khan et al.

2002). Pada Tabel 1 tertera spesifikasi kitosan niaga.

Tabel 1 Spesifikasi kitosan niaga*

Parameter Ciri Ukuran partikel Serpihan

sampai bubuk

Kadar air ≤ 10%

Kadar abu ≤ 2%

Derajat deasetilasi ≥ 70% Warna larutan tidak

berwarna Viskositas (cps): ƒ Rendah < 200 ƒ Medium 200−799 ƒ Tinggi 800−2000 ƒ Sangat tinggi >2000

* Sumber: Anonim 1987 dalam Jamaludin 1994

Gel Kitosan

Gelasi atau pembentukan gel merupakan gejala penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer membentuk jaringan tiga-dimensi yang sinambung dan dapat memerangkap air di dalamnya menjadi suatu struktur yang kompak dan kaku yang tahan terhadap aliran bertekanan (Fardiaz 1989). Gel yang dapat menahan air dalam strukturnya disebut hidrogel (Wang et al. 2004). Hidrogel dapat diklasifikasikan menjadi hidrogel kimia dan fisika. Hidrogel kimia dibentuk dari reaksi yang tidak dapat balik, sedangkan hidrogel fisika dibentuk oleh reaksi yang dapat balik. (Stevens 2001, Berger et al. 2004).

Ikatan silang kovalen dalam hidrogel kitosan dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu ikatan silang kitosan-kitosan, jaringan polimer hibrida atau HPN (hybrid polymer network), dan semi− atau full−IPN (interpenetrating polymer network) (Gambar 2). Ikatan silang kitosan-kitosan terjadi di antara dua unit struktur pada rantai polimer kitosan yang sama. Pada HPN, ikatan silang terjadi antara satu unit dari struktur rantai kitosan dan unit lain dari struktur polimer tambahan. Semi- atau full−IPN terjadi jika ada penambahan polimer lain yang tidak bereaksi dengan larutan kitosan sebelum terjadi taut silang. Pada semi−IPN, polimer yang ditambahkan hanya melilit. Pada full−IPN ada penambahan dua senyawa penaut silang yang terlibat pada jaringan (Berger et al. 2004).

Gambar 2 Struktur hidrogel kitosan: (a) taut silang kitosan-kitosan, (b) jaringan polimer hibrid, (c) jaringan semi IPN, dan (d) kitosan bertautan silang ionik.

Karboksimetil Selulosa (CMC)

CMC adalah polisakarida anionik linear yang larut dalam air dan merupakan gom

(13)

3

alami yang dimodifikasi secara kimia. Bubuk CMC yang telah dimurnikan berwarna putih sampai krem, mengalir bebas, tidak berasa, dan tidak berbau (Nussinovitch 1997). Fungsi dasar CMC adalah untuk mengikat air, menstabilkan komponen lain, dan mencegah pengerutan. Struktur CMC mempunyai kerangka D-glukopiranosa yang berikatan β -(1,4) dari polimer selulosa (Gambar 3). Perbedaan cara membuat CMC memengaruhi derajat substitusi, tetapi secara umum derajat substitusi berkisar dari 0.4 sampai 1.4 per unit monomer.

n Gambar 3 Struktur CMC.

CMC diproduksi dengan cara mencampurkan selulosa dari pulp kayu atau kapas dengan larutan NaOH. Selulosa-alkali ini kemudian direaksikan dengan Na-monokloroasetat atau asam Na-monokloroasetat menghasilkan Na-CMC dan NaCl (Glicksman 1972 dalam Awalludin 2004). Berbeda dengan turunan selulosa lainnya, CMC mengandung garam karboksil yang membuatnya lebih mudah larut dalam air. Secara umum larutan CMC dalam air bersifat pseudoplastik, tetapi larutan CMC dengan derajat polimerisasi tinggi dan derajat substitusi rendah menunjukkan sifat tiksotropik. Pada pH rendah, CMC kehilangan viskositasnya dan cenderung mengendap. Stabilitas maksimum CMC terjadi pada pH 7 sampai 9.

CMC dengan tingkat kemurnian tinggi, yang dikenal sebagai gom selulosa, telah digunakan secara luas dalam bidang industri makanan dan farmasi. Dalam industri makanan, CMC digunakan sebagai pengental, pencegah pengerutan, dan pencegah pembentukan kristal es. Sifat CMC yang tidak larut dalam asam lambung, tetapi larut dalam cairan basa di usus, menyebabkan CMC digunakan untuk pembuatan tablet atau serbuk obat dengan cara salut enterik (Awalludin 2004).

Natrium CMC adalah garam dari asam karboksilat. Pada pH 3.0 atau lebih rendah,

CMC akan kembali menjadi bentuk asam bebas tidak larut. Sifat yang paling berguna dari CMC adalah daya pengentalannya. Viskositas larutan hampir tidak terpengaruh pada pH 5−7; pada pH<3, viskositas mungkin meningkat dan pengendapan bentuk asam bebas dari CMC dapat terjadi; pada pH>10 terjadi sedikit penurunan viskositas. Viskositas larutan CMC menurun dengan meningkatnya suhu (Nussinovitch 1997) .

Ketoprofen

Ketoprofen [asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat] adalah turunan asam propionat dan merupakan zat organik yang mempunyai rumus molekul C16H14O3 dengan bobot

molekul 254.3 (Gambar 4). Ketoprofen berbentuk serbuk hablur, putih atau hampir putih, dan tidak berbau. Zat ini mudah larut dalam etanol, kloroform, dan eter, tetapi tidak larut dalam air. Suhu leburnya 93–96ºC (US Pharmacopeia 2003). C O CH CH3 COH O

Gambar 4 Struktur ketoprofen

Ketoprofen mampu menghambat siklooksigenase dan lipoksigenase. Obat ini cepat diserap, tetapi waktu paruhnya pendek (1-3 jam). Ketoprofen dimetabolisme sempurna di hati terutama menjadi glukoronida yang bisa aktif kembali setelah melalui sirkulasi enterohepatis. Meskipun sebanyak 99% terikat dengan protein plasma, obat ini tidak mengubah aktivitas warfarin atau digoksin. Sebaliknya pemberian bersama probenesida akan menaikkan kadar ketoprofen dan memperpanjang waktu paruh plasmanya. Penggunaan ketoprofen pada dosis tinggi (> 300 mg/hari) dapat menyebabkan pendarahan pada lambung (American Medical Association 1991).

Mikroenkapsulasi

Mikroenkapsulasi adalah suatu teknik untuk menyalut bahan yang berukuran sangat kecil, dengan diameter rerata 15–20 mikron atau kurang dari setengah diameter rambut manusia (Yoshizawa 2002). Bahan ini disebut mikrokapsul. Dalam bentuk yang sangat

(14)

4

sederhana, mikrokapsul merupakan suatu daerah bola (sphere) yang dikelilingi oleh dinding yang homogen. Bahan yang disalut dalam mikrokapsul disebut sebagai inti, fase internal, atau isi, sedangkan dindingnya sering disebut kulit, penyalut, atau membran. Kebanyakan mikrokapsul memiliki diameter antara beberapa mikrometer dan beberapa milimeter

Mikroenkapsulasi merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan pelepasan senyawa aktif dalam obat. Kegunaan lain teknik ini ialah untuk pemisahan dan pemurnian, menyebabkan senyawa aktif lebih aman dipegang, menggabungkan beberapa komponen senyawa dalam obat, melindungi bahan yang peka terhadap lingkungannya, dan mengubah wujud bahan dari cair menjadi padat (Yoshizawa 2004).

Pembuatan mikrokapsul dapat dilakukan secara fisika dan kimia. Metode fisika antara lain pengeringan semprot (spray drying), piringan pemutar (rotating dish), stationary extrusion nozzle, centrifugal extrusion nozzle, submerged extrusion nozzle, dan pelapisan suspensi udara. Sementara metode kimia antara lain polimerisasi antarmuka, polimerisasi in-situ, polimerisasi matriks, penguapan pelarut, dan pemisahan fase. Dari berbagai metode di atas, metode pengeringan semprot paling mudah dan sederhana (Oliveira et al. 2005).

Metode Pengeringan Semprot

Metode pengeringan semprot (spray drying) merupakan metode yang paling mudah dan sederhana untuk mengkapsulasi suatu bahan karena larutan suspensi yang akan dimikroenkapsulasi cukup dimasukkan ke dalam alat pengering semprot dengan serbuk mikrokapsul sebagai produk. Metode pengeringan semprot dapat dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu (1) produk yang berupa cairan didispersikan dalam penyemprot (sprayer), (2) kontak antara semprotan dengan udara panas, (3) pengeringan semprotan, dan (4) pemisahan antara produk kering (aliran serbuk bebas) dan udara.

Keuntungan mikroenkapsulasi dengan metode pengeringan semprot ini di antaranya ialah (1) meningkatnya stabilitas serbuk, (2) teknik yang dapat dipercaya, dan dapat ulang dengan mutu produk yang tinggi, (3) biaya yang murah, (4) menghasilkan serbuk berupa partikel mikrokapsul yang kecil (1–150 µm), (5) teknik yang ramah, terhindar dari

penggunaan pelarut organik, (6) dilakukan satu tahap, atau dengan kata lain prosesnya sinambung (continuous), dan (7) merupakan metode yang fleksibel (dapat digunakan untuk enkapsulasi polimer-polimer yang berbeda dan suhu berbeda).

Uji Disolusi

Uji disolusi merupakan suatu metode fisika-kimia yang digunakan dalam pengembangan produk dan pengendalian mutu sediaan obat berdasarkan pengukuran parameter laju lepasan dan melarutnya zat berkhasiat dari sediaannya. Kegunaan uji disolusi menurut Farmakope antara lain (1) untuk pengawasan mutu sediaan dari batch ke

batch dan variasi antarproduksi dari satu pabrik yang sama maupun yang berbeda, (2) untuk pengembangan formulasi baru suatu produk, dan (3) merupakan suatu prosedur kendali mutu yang biasa dilakukan dengan cara produksi yang baik. Uji ini diterapkan pada sediaan obat padat yang bertujuan mengukur dan mengetahui jumlah zat aktif yang terlarut dalam medium cair yang diketahui volumenya pada suatu waktu tertentu, pada suhu tertentu, dan menggunakan alat tertentu pula yang didesain untuk menguji parameter disolusi (Siregar 1986).

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain limbah kulit udang dari Muara Baru, Jakarta Utara, glutaraldehida, karboksimetil selulosa (CMC), larutan bufer klorida (KCl-HCl) pH 1.2, larutan bufer fosfat pH 7.4, Tween-80, etanol teknis, dan senyawa aktif ketoprofen yang diperoleh dari PT Kalbe Farma.

Alat-alat yang digunakan di antaranya alat-alat kaca, oven JP selecta, pengaduk magnetik, viskometer Ostwald, FTIR Bruker jenis Tensor 37, alat pengering semprot Buchi 190, alat disolusi, spektrofotometer UV-1700 PharmaSpec, dan piranti lunak Minitab Release 14. Analisis FTIR dilakukan di Pusat Studi Biofarmaka (PSB) IPB, uji disolusi di Laboratorium Teknologi Farmasi dan Medika, BPPT Serpong, dan analisis SEM di Laboratorium Zoologi LIPI Cibinong.

(15)

5

Metode Pencirian Kitosan

Parameter kitosan yang ditentukan ialah kadar air (AOAC 1999) (Lampiran 3), kadar abu (AOAC 1999) (Lampiran 4), bobot molekul dengan viskometer Ostwald (Lampiran 6), dan derajat deasetilasi dengan FTIR (Lampiran 7).

Pembuatan mikrokapsul (Yamada et al.

2001, Tiyaboonchai & Ritthidej 2003).

Larutan kitosan 1% (b/v) dibuat dengan pelarut asam asetat 1% (v/v). Sebanyak 228.6 ml larutan kitosan tersebut ditambahkan 38.1 ml larutan CMC dengan ragam konsentrasi 0.050; 0.075; dan 0.100% (b/v) yang nilai pH-nya telah diatur menjadi 4. Kemudian larutan diaduk sampai homogen dengan kecepatan 600 rpm. Sebanyak 7.6 ml glutaraldehida dengan ragam konsentrasi 3, 4.5, dan 6% (v/v) ditambahkan ke dalam campuran tersebut tetes demi tetes sambil terus diaduk selama 20 menit untuk menyeragamkan.

Campuran kitosan-CMC-glutaraldehida tersebut dicampurkan dengan 2 g ketoprofen yang dilarutkan dalam 250 ml etanol 96% untuk membuat suspensi larutan CMC-ketoprofen dengan nisbah kitosan-ketoprofen 2:1, kemudian ditambahkan 5 ml Tween-80 2%. Campuran akhir ini diaduk dengan kecepatan 600 rpm selama 1 jam pada suhu ruang dan diubah menjadi mikrokapsul dengan alat pengering semprot. Alat pengering semprot yang digunakan mempunyai diameter lubang 1.5 mm dan dengan suhu inlet 170−185 ºC, suhu outlet 65−95 ºC, laju alir pompa 60 rpm, dan tekanan semprot pada skala 2 bar. Selain itu, juga dibuat mikrokapsul kosong tanpa tambahan ketoprofen. Mikrokapsul dibuat dengan dua kali ulangan.

Optimalisasi Mikrokapsul

Sebanyak 500 mg mikrokapsul diekstraksi dengan 75 ml etanol 96% sebanyak tiga kali selama 3 jam dengan penggantian pelarut setiap jam. Konsentrasi ketoprofen yang terekstraksi diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 254.6 nm. Data yang diperoleh dari ragam konsentrasi larutan CMC (0.05, 0.075, 0.10% [b/v]) dan glutaraldehida (3, 4.5, 6% [v/v]) dengan konsentrasi larutan kitosan dibuat tetap (1% [b/v]) kemudian dioptimalisasi dengan menggunakan metode RSM dalam piranti lunak Minitab Release 14 dengan faktor-faktor: konsentrasi CMC,

konsentrasi glutaraldehida, dan persen ketoprofen dalam mikrokapsul sehingga diperoleh nisbah konsentrasi CMC dan glutaraldehida tertentu sebagai kondisi optimum penyalutan.

Uji Disolusi Secara In Vitro (Depkes 1995)

Mikrokapsul yang diperoleh pada kondisi optimum diuji disolusinya dengan menggunakan alat disolusi tipe 2 (metode dayung). Sebanyak 500 mg mikrokapsul ditimbang dan dimasukkan ke dalam chamber

disolusi. Uji disolusi dilakukan pada medium pH 1.2 (cairan lambung) dan medium pH 7.4 (cairan usus) selama 120 menit pada suhu (37 ± 0.5) ºC dengan kecepatan pengadukan 150 rpm. Pengambilan alikuot dari mikrokapsul dilakukan pada menit ke-0, 20, 40, 60, 80, 100, dan 120 masing-masing sebanyak 10 ml. Setiap kali pengambilan alikuot, volume medium yang terambil digantikan dengan larutan medium yang baru dengan volume dan suhu yang sama. Volume medium disolusi yang digunakan sebanyak 500 ml. konsentrasi ketoprofen dalam larutan alikuot diukur dengan spektrofotometer UV/Vis pada panjang gelombang 258 nm (untuk disolusi pada pH 1.2) dan 260 nm (untuk disolusi pada pH 7.4). Dari data yang diperoleh lalu dikaji kinetikanya, yaitu dengan dibuat grafik hubungan antara persen lepasan ketoprofen dan waktu disolusi, untuk kemudian ditentukan orde reaksi serta waktu paruh pelepasan ketoprofen.

Pencirian Mikrokapsul dengan SEM

Mikrokapsul kosong dan salah satu mikrokapsul yang berisi ketoprofen dianalisis morfologinya dengan SEM. Selain itu, juga diamati mikrokapsul yang telah diuji disolusi ketoprofennya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ciri Kitosan

Nilai kadar air, kadar abu, bobot molekul, dan derajat deasetilasi dari kitosan hasil sintesis berturut-turut ialah 8.33%, 0.94% (Lampiran 5), 33819.4 g mol-1 (Lampiran 6),

dan 70.69% (Lampiran 7). Dengan membandingkan kitosan hasil sintesis dengan kitosan niaga, kitosan yang diperoleh dapat dikategorikan sebagai kitosan niaga. Nilai derajat deasetilasi menunjukkan kitosan telah mengalami penghilangan gugus asetil selama proses deasetilasi, meskipun tidak seluruhnya.

(16)

6

Bobot molekul kitosan beragam bergantung pada proses isolasinya. Dari percobaan diperoleh bobot molekul kitosan sebesar 33819.4 g mol-1. Hal ini menunjukkan kitosan

yang diperoleh masih memenuhi kitosan niaga karena bobot molekulnya di bawah 1×106 g

mol-1.

Mikroenkapsulasi Optimum

Kondisi optimum yang diperoleh Sugita et al. (2006a), yaitu larutan kitosan 2.5% dicampur dengan CMC 0.88% dan glutaraldehida 6% tidak dapat digunakan pada penelitian ini, karena kitosan yang digunakan berbeda. Kitosan yang digunakan pada penelitian ini memiliki bobot molekul 33820 g mol-1, sedangkan Sugita et al. menggunakan

kitosan dengan BM 429735 g mol-1. Selain

itu, perbedaan derajat deasetilasinya juga akan mempengaruhi kelarutan kitosan (Muji dalam Jamaludin 1994). Perbedaan bobot molekul dan derajat deasetilasi kitosan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya sumber dan jenis bahan baku kitosan, serta metode pembuatan kitosan yang berbeda. Selain itu, campuran polimer yang diperoleh Sugita et al. berbentuk gel sehingga tidak bisa disemprotkan melalui alat pengering semprot.

Berdasarkan percobaan pendahuluan diperoleh beberapa nisbah konsentrasi CMC dan glutaraldehida yang tidak membentuk gel. Dari hasil tersebut kemudian dibuat mikrokapsul dan dipilih mikrokapsul yang memiliki konsentrasi ketoprofen yang besar. Nisbah konsentrasi CMC-glutaraldehida diragamkan kembali untuk mendapatkan hasil yang optimum. Kondisi optimum ditentukan berdasarkan nisbah konsentrasi ketoprofen yang tersalut dari hasil ekstraksi yang kemudian diolah dengan menggunakan metode RSM pada piranti lunak Minitab Release 14.

Gambar 5 Pengaruh konsentrasi CMC dan glutaraldehida terhadap konsentrasi ketoprofen ( = >55%, = 51-55%, = 48- 51%, = 45-48%, = 41-45%, < 41% = (jumlah lepasan ketoprofen)

Hasil analisis RSM menunjukkan bahwa konsentrasi CMC-glutaraldehida yang optimum ialah 0.0925% (b/v):3.01% (v/v), dengan konsentrasi kitosan dibuat tetap 1% (b/v). Penambahan ketoprofen dibuat tetap jumlahnya pada setiap nisbah konsentrasi CMC-glutaraldehida, agar perbedaan sifat penyalutan hasil peragaman dapat terlihat jelas. Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi CMC kandungan ketoprofen akan semakin besar. Semakin banyak CMC yang ditambahkan maka polimer tambahan (IPN) yang terdapat di dalam gel kitosan menjadi semakin besar, sehingga taut silang di antara kitosan menjadi semakin melemah dan menyebabkan penurunan kekuatan gel (Sugita

et al. 2006a). Tetapi, peningkatan konsentrasi glutaraldehida cenderung menurunkan kandungan ketoprofen yang tersalut. Dalam hal ini, bertambahnya konsentrasi glutaraldehida menyebabkan taut silang yang terdapat pada jejaring kitosan-kitosan semakin rapat dan cairan eksternal yang masuk ke dalam struktur tiga dimensinya semakin sulit (Sugita et al. 2006b) (Gambar 5).

Kandungan ketoprofen yang lebih besar dari 55% akan diperoleh kembali pada kisaran

konsentrasi CMC 0.085−0.10% dan

konsentrasi glutaraldehida 5.7−6.0% (Gambar 5). Hal ini diduga pada konsentrasi tersebut campuran telah menunjukkan sifat gelnya sehingga ketoprofen sudah banyak yang tersalut, berhubung sifat gel dapat menjaga terlepasnya bahan yang disalutnya pada kondisi tertentu. Akan tetapi, nisbah konsentrasi tersebut tidak dapat digunakan pada penelitian ini karena sulitnya proses penyemprotan pada alat pengering semprot dan sulit terlepasnya ketoprofen pada saat uji disolusi.

(17)

7

Gambar 6 Kondisi optimum nisbah konsentrasi CMC dan glutaraldehida (inset = daerah optimum, = daerah minimum)

Kondisi optimum nisbah konsentrasi CMC dan glutaraldehida terhadap konsentrasi ketoprofen secara tepat ditampilkan dalam Gambar 6 (kurva yang menjulang tajam ke atas). Konsentrasi ketoprofen miminum akan diperoleh pada saat konsentrasi CMC di bawah 0.075% dan konsentrasi glutaraldehida 5.5% (bagian mendatar dari kurva). Kondisi optimum yang diperoleh pada penelitian ini, menunjukkan bahwa selain sebagai

interpenetrating agent, CMC juga memudahkan tersalutnya ketoprofen pada saat mikroenkapsulasi dan memudahkan proses penyemprotan pada alat pengering semprot karena semakin tingginya kehomogenan dan berkurangnya kekentalan campuran.

Disolusi Mikrokapsul

Proses disolusi pada penelitian ini dilakukan secara in vitro, yaitu pada kondisi lambung dan usus. Hal ini dilakukan untuk melihat laju lepasan ketoprofen dalam tubuh. Disolusi ini diuji pada mikrokapsul optimum penyalut ketoprofen, yaitu saat konsentrasi CMC-glutaraldehida 0.0925% (b/v):3.01% (v/v), dengan konsentrasi kitosan dibuat tetap 1% (b/v).

Pelepasan ketoprofen dari matriks kitosan-CMC dikontrol oleh proses difusi obat melalui matriks. Sutriyo et al. (2005) menyatakan bahwa jika lapisan terhidrasi dapat dipertahankan selama waktu tertentu, maka kecepatan pelepasan obat dikontrol oleh difusi dan pola pelepasannya akan linear dengan akar waktu. Sebaliknya, jika lapisan terhidrasi tidak dapat dipertahankan maka kecepatan pelepasan obat dikontrol oleh proses erosi matriks dan pola pelepasannya linear terhadap waktu.

Pelepasan ketoprofen dari matriks kitosan-CMC dimulai ketika matriks kontak dengan medium disolusi, terjadi penetrasi cairan ke dalam matriks sehingga matriks mengembang dan membentuk gel. Semakin tebal lapisan gel yang harus dilewati ketoprofen, semakin besar penghalang yang harus dilewati ketoprofen untuk berdifusi keluar (Sutriyo et al. 2005). Gambar 7 memperlihatkan kurva pengaruh waktu terhadap pelepasan ketoprofen rerata pada medium disolusi bufer pH 1.2 dan bufer pH 7.4. Pada Gambar 7 terlihat bahwa laju lepasan ketoprofen dari matriks kitosan-CMC berjalan secara perlahan. Hal ini disebabkan oleh kondisi medium disolusi yang agak basa sehingga matriks gel tetap kuat menyalut ketoprofen.

Gambar 7 Pengaruh waktu pada lepasan ketoprofen rerata pada medium disolusi pH 1.2 (–––) dan pH 7.4 (–––)

Pengaruh waktu sebanding dengan lepasan ketoprofen pada medium lambung dan usus, meskipun kenaikannya tidak terlalu besar. Laju lepasan ketoprofen pada medium lambung lebih kecil dibandingkan pada medium usus. Pada 20 menit pertama, jumlah ketoprofen yang terlepas pada medium lambung sebesar 11.4%, sedangkan pada medium usus sebesar 38.8%. Hal ini menunjukkan bahwa matriks kitosan-CMC mampu mengendalikan laju lepasan ketoprofen pada medium lambung sehingga efek langsung iritasi pada lambung tidak terjadi. Selain itu, jumlah lepasan ketoprofen setelah 20 menit pertama cenderung lebih lambat dan stabil. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa iritasi pada lambung akibat efek samping dari ketoprofen dapat diminimumkan. Namun, hal ini tidak berlaku pada ketoprofen dengan penyalut kitosan-gum guar yang diperoleh Amelia (2007). Pada medium lambung, pengaruh waktu tidak lagi sebanding dengan jumlah

(18)

8

lepasan ketoprofen dari mikrokapsul. Pada menit ke-20, jumlah lepasan ketoprofen dari medium lambung sebesar 55%, jauh lebih besar dibandingkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini. Hal ini disebabkan sifat gum guar yang mudah larut dalam asam dibandingkan CMC.

Pengaruh waktu juga sebanding dengan lepasan ketoprofen pada medium usus. Hal ini sesuai dengan sifat ketoprofen dan CMC yang mudah terurai dalam usus (Depkes 1995, Awaludin 2004). Hasil serupa juga diperoleh Amelia (2007) yang melaporkan adanya pengaruh waktu yang sebanding dengan lepasan ketoprofen meskipun jumlah lepasan ketoprofen yang diperoleh Amelia (2007) lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian ini. Pada penelitian ini, jumlah lepasan ketoprofen pada menit ke-20 sebesar 38.8% sedangkan hasil yang diperoleh Amelia (2007) sebesar 51.4%. Akan tetapi, dengan banyaknya jumlah lepasan ketoprofen yang diperoleh Amelia (2007) akan menyebabkan waktu paruh menjadi lebih kecil sehingga kurang baik digunakan dalam sediaan lepas lambat. Adanya CMC dalam matriks dapat berfungsi sebagai interpenetrating agent yang dapat mempercepat terhidrolisisnya gugus imina karena kemampuannya menarik air. Air yang diserap oleh CMC menyebabkan matriks membengkak dan terjadi lepasan ketoprofen dari matriks kitosan-CMC.

Jumlah lepasan ketoprofen dari medium lambung dan usus disebabkan oleh adanya ketoprofen yang terdapat dekat dengan permukaan matriks sehingga ketoprofen akan berdifusi keluar. Sutriyo et al. (2005) menyatakan obat yang berada pada lapisan yang paling dekat dengan permukaan matriks adalah yang pertama kali berdifusi. Pada penelitian ini, waktu yang digunakan untuk disolusi hanya 2 jam dengan jumlah lepasan ketoprofen rerata 41.9%, sedangkan Amelia (2007) melaporkan bahwa jumlah lepasan ketoprofen rerata setelah 90 menit disolusi sebesar 67.5%. Hal ini diduga ketebalan gel kitosan-CMC setelah mengalami pembengkakan menjadi semakin tebal dibandingkan gel kitosan-gum guar. Sugita et al. (2006a) melaporkan nilai pembengkakan pada kitosan-CMC sebesar 5.3 g, sedangkan pada kitosan-gum guar sebesar 4.1 g (Sugita

et al. 2006b). dengan semakin tebalnya gel kitosan-CMC menyebabkan lepasan ketoprofen berjalan lambat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutriyo et al. (2005) yang menyatakan bahwa semakin tebal lapisan gel yang harus dilewati, semakin besar

penghalang yang harus dilewati ketoprofen untuk berdifusi keluar. Hal ini menunjukkan bahwa matriks kitosan-CMC lebih baik digunakan sebagai sediaan lepas lambat dibandingkan kitosan-gum guar.

Waktu disolusi yang umum digunakan untuk sediaan lepas lambat adalah 6−8 jam. Semakin lama waktu untuk disolusi, semakin besar pula ketoprofen yang dilepaskan. Tiyaboonchai dan Ritthidej (2003) melaporkan bahwa dibutuhkan waktu 24 jam untuk melepaskan seluruh indometasin dari matriks kitosan-CMC, sedangkan Yamada et

al. (2001) menyatakan bahwa untuk

melepaskan 75% ketoprofen dari matriks kitosan-etilselulosa juga membutuhkan waktu 24 jam. Hal ini menunjukkan bahwa waktu yang efektif untuk melepaskan seluruh ketoprofen ialah selama 24 jam. Oleh karena itu, apabila waktu disolusi pada penelitian ini ditambah maka jumlah ketoprofen yang terlepas pun akan bertambah pula karena mikrokapsul pada waktu tersebut akan pecah sehingga taut silang antarpolimer kitosan dalam matriks gel terputus. Namun, pada penelitian ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan ketoprofen untuk terlepas seluruhnya, sehingga dugaan matriks kitosan-CMC sebagai sediaan lepas lambat dapat terbukti.

Kinetika Disolusi

Peningkatan jumlah lepasan ketoprofen pada medium usus yang cukup besar dibandingkan pada medium asam menyebabkan profil kinetika yang dibahas hanyalah pada usus. Data yang diperoleh dari hasil uji disolusi terhadap mikrokapsul optimum digunakan untuk mempelajari kinetika pelepasan ketoprofen. Parameter yang ditentukan meliputi orde reaksi dan waktu paruh ketoprofen. Penentuan orde reaksi dilakukan dengan menggunakan metode grafis, yaitu dengan melihat nilai koefisien determinasi, R2 yang diperoleh dari

kurva hubungan antara konsentrasi ketoprofen dan waktu (Atkins 1990). Persamaan kinetika yang digunakan untuk reaksi orde ke-1, ke-2, dan ke-3 adalah sebagai berikut:

[A]t = [A]0kt ………...(1)

ln[A]t = ln[A]0kt ………..(2)

(19)

9

1/[A] t2 = 1/[A] 02 + 2kt………(4)

dengan

k = tetapan reaksi pelepasan ketoprofen dari mikrokapsul

t = waktu

[A]0 = konsentrasi ketoprofen awal dalam

mikrokapsul sebelum uji disolusi

X = konsentrasi ketoprofen yang terlepas dari mikrokapsul pada saat uji disolusi

Berdasarkan uji disolusi pada pH 7.4 nilai tetapan reaksi lepasan ketoprofen cenderung mengarah pada jenis reaksi orde ke-2. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R2 yang lebih besar

atau mendekati satu dibandingkan untuk orde 0, 1, dan 3. Amelia (2007) melaporkan bahwa kinetika reaksi lepasan ketroprofen dari matriks kitosan-gum guar mengarah pada orde ke-3.

Table 2 Persamaan kinetika orde reaksi pelepasan rerata mikrokapsul

Orde Persamaan Garis R2

0 62.123 – 0.0482x 0.9680 1 4.1231 – 0.0007x 0.9769 2 0.0161 + 1×10-5x 0.9931

3 0.0002+ 8×10-7x 0.9823

Gambar 8 memperlihatkan kurva hubungan alur logaritma konsentrasi ketoprofen yang tersisa dalam mikrokapsul 1/[A]t terhadap waktu untuk reaksi orde ke-2

yang merupakan suatu garis lurus

Gambar 8 Kurva regresi orde ke-2 pada laju disolusi pH 7.4.

Berdasarkan kurva tersebut, diperoleh persamaan garis 0.0161 + 1×10-5x dengan R2=

0.9931. Dari persamaan tersebut dapat diperoleh nilai tetapan reaksinya k = 1×10-5 l

mol-1 menit-1 dari nilai k yang diperoleh dapat

dihitung waktu paruhnya, t1/2, dari ketoprofen

sebagai berikut

t1/2 = 1/[A]0k ………(5)

Dari persamaan tersebut diperoleh waktu paruh, t1/2, untuk ketoprofen adalah 16 jam.

Nilai ini menunjukkan bahwa dibutuhkan waktu sekitar 16 jam untuk melepaskan ketoprofen dari mikrokapsul sehingga konsentrasi ketoprofen dalam mikrokapsul berkurang separuh dari konsentrasi awalnya. Waktu paruh yang diperoleh Amelia (2007) adalah 15 menit dengan konsentrasi ketoprofen yang masih tersalut dalam mikrokapsul sebesar 44.7%.

Waktu paruh dari suatu obat akan mempengaruhi masa kerja dari obat tersebut. Lelo et al. (2004) menyatakan bahwa semakin panjang waktu paruh dari obat anti-peradangan, maka semakin lama pula masa kerja dari obat tersebut. Sebaiknya, obat anti-peradangan dapat bekerja lebih lama bahkan sampai 24 jam, sehingga obat tersebut cukup diberikan satu kali dalam satu hari. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa waktu paruh ketoprofen dengan penyalut kitosan-CMC jauh lebih besar dibandingkan dengan penyalut kitosan-gum guar. Hal ini membuktikan bahwa matriks kitosan-CMC mampu bekerja sebagai sediaan lepas lambat.

Morfologi Mikrokapsul

Hasil analisis morfologi mikrokapsul dengan SEM menunjukkan bahwa permukaan mikrokapsul tanpa tambahan ketoprofen (Gambar 9a) memiliki bentuk dan ukuran yang lebih baik dibandingkan dengan permukaan mikrokapsul dengan tambahan ketoprofen (Gambar 9b). Ukuran mikrokapsul tanpa tambahan ketoprofen sangat beragam, yaitu 2−5 µm, sedangkan ukuran mikrokapsul dengan tambahan ketoprofen ukurannya lebih besar, yaitu 3−12 µm. Hal ini menunjukkan bahwa pada mikrokapsul dengan tambahan ketoprofen telah terjadi proses penyalutan ketoprofen oleh matriks kitosan-CMC. Bentuk dan ukuran mikrokapsul tanpa tambahan ketoprofen terlihat berbentuk seperti bola dan mempunyai ukuran yang cukup seragam dibandingkan mikrokapsul dengan tambahan ketoprofen. Namun, morfologi mikrokapsul yang diperoleh Amelia (2007) lebih baik dibandingkan mikrokapsul yang diperoleh pada penelitian ini. Bentuk dan ukuran mikrokapsul yang diperoleh Amelia (2007) terlihat berbentuk bola-bola kecil dan ukurannya lebih seragam. Perbedaan keseragaman bentuk dan ukuran dari mikrokapsul tersebut disebabkan oleh ketidakhomogenan larutan dan proses yang

(20)

10

kurang merata pada saat penyemprotan larutan mikrokapsul.

Gambar 9c dan 9d memperlihatkan morfologi mikrokapsul ketoprofen hasil disolusi pada pH 1.2 (pH lambung) dan pH 7.4 (pH usus) saat menit ke-120. Pada proses disolusi, air dari larutan bufer masuk ke dalam permukaan mikrokapsul dan berinteraksi sehingga pori dari matriks gel kitosan-CMC mulai membuka, dan terjadi pelepasan ketoprofen secara perlahan. Pada Gambar 9c terlihat bahwa mikrokapsul mulai membengkak, namun masih banyak terdapat mikrokapsul yang berbentuk bola. Hal ini menunjukkan bahwa mikrokapsul belum hancur secara keseluruhan. Sedangkan, morfologi mikrokapsul hasil disolusi pada pH 7.4 memperlihatkan bentuk mikrokapsul yang mulai membengkak, tetapi belum hancur seluruhnya (Gambar 9d). Morfologi mikrokapsul ini hampir serupa dengan morfologi mikrokapsul pada medium pH 1.2, tetapi jumlah mikrokapsul yang membengkak pada pH 7.4 jauh lebih besar dibandingkan pada medium pH 1.2. Artinya, matrik gel kitosan-CMC lebih mudah mengalami pembengkakan pada pH 7.4 dibandingkan pada pH 1.2. Hasil serupa tidak berlaku untuk matriks kitosan-gum guar, mikrokapsul dari matriks tersebut sudah hancur seluruhnya pada medium pH 1.2. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan matriks kitosan-gum guar sebabagi penyalut dalam sistem pengantaran ketoprofen menjadi tidak baik.

Besarnya jumlah pembengkakan pada medium pH 7.4 menyebabkan ketoprofen banyak yang terlepas dan bentuk morfologi mikrokapsul menjadi lebih kisut. Nata et al.

(2007) melaporkan bahwa proses pembengkakan membran kitosan-gum guar akibat matriks yang bersentuhan dengan cairan sangat baik digunakan untuk sistem pengantaran obat, karena proses pembukaan pori-pori yang unik ini dapat membuat obat terlepas ketika mikrokapsul berinteraksi dengan cairan dalam tubuh.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 9 Permukaan mikrokapsul (a) tanpa penambahan ketoprofen, (b) berisi ketoprofen, (c) hasil disolusi pada pH 1.2, (d) hasil disolusi pada pH 7.4. SEM perbesaran 2000x.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kondisi optimum penyalutan ketoprofen dicapai pada saat konsentrasi CMC 0.0925% (b/v) dan glutaraldehida 3.01% (v/v) dengan konsentrasi kitosan tetap 1% (b/v). Proses pelepasan ketoprofen pada kondisi usus (pH 7.4) berjalan menurut orde reaksi ke-2 dengan nilai tetapan laju lepasan, k dan waktu paruh,

t1/2dari rerata ketoprofen berturut-turut 1×10-5

l mol-1 menit-1 dan 16 jam. Morfologi

mikrokapsul tanpa tambahan ketoprofen memiliki ukuran dan bentuk yang lebih

(21)

11

seragam dibandingkan dengan tambahan ketoprofen, mikrokapsul setelah disolusi pada pH 7.4 mempunyai bentuk yang lebih kisut dibandingkan pada pH 1.2. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa matriks kitosan-CMC memiliki kemampuan sebagai sediaan lepas lambat dibandingkan matriks kitosan-gum guar.

Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat pengaruh waktu disolusi terhadap laju lepasan ketoprofen dan perlu dilakukan uji secara in vivo agar pengaruh pelepasan obat dapat diketahui secara pasti dalam tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

Amelia F. 2007. Perilaku disolusi obat anti-peradangan ketoprofen yang tersalut kitosan-gum guar [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Atkins PW. 1990. Kimia Fisika.

Kartohadiprojo, penerjemah; Physical Chemistry. Ed ke-5. Jakarta: Erlangga. American Medical Association. 1991. Drug

Evaluations. 1991. Ed. ke-8. United States of America: American Medical Association.

AOAC, Cunnif P, editor. 1999. Official Methods of Analysis of AOAC International. 5th Revision. Volume 2. Maryland: AOAC International. Awalludin A. 2004. Karboksimetilasi selulosa

bakteri [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Berger J et al. 2004. Structure and interactions in covalently and ionically crosslinked chitosan hydrogels for biomedical applications. Eur J Pharm Biopharm

57:193-194.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Ed ke-4. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Fardiaz D. 1989. Hidrokoloid. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Fraser CM, Bergeron JA, Mays A, Aiello SE. 1991. The Merck Veterinary Manual: A Handbook of Diagnosis, Theraphy, and Control for the veterinarian. New Jersey: Merck.

Guibal E, Milot C, Roussy J. 1997. Chitosan gel beads for metal ion recovery. France: European Chitin Society. Jamaludin MA. 1994. Isolasi dan pencirian

kitosan limbah udang windu (Penaeus monodon fabricus) dan afinitasnya terhadap ion logam Pb2+, Cr6+, dan Ni2+

[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Khan TA, Peh KK, Ch’ng HS. 2002. Reporting degree of deacetylation values of chitosan: the influence of

analytical methods. J Pharm

Pharmecet Sci 5:205-212.

Lelo A, Hidayat DS, Juli S. 2004. Penggunaan Anti-Inflamasi Non-Steroid yang Rasional pada Penanggulangan Nyeri Rematik. e USU Repository. [Terhubung Berkala]. www. library. usu. ac. id/download/fk/farmakologi-aznan4.pdf [22 Desember 2007]. Muzzarelli RAA, Peter MG, editor. 1997.

Chitin Handbook. Grottammare: European Chitin Society.

Nata F. Sugita P. Syahriza A. Diffusion behavior of ketoprofen through chitosan-gum guar membrans.

Prosiding International Conference and Workshop on Basic and Applied Science: Improving Link of Basic Science and Applied Science. Surabaya, 6-7 Agustus 2007.

Nussinovitch A. 1997. Hydrocolloid Applications. Israel: Chapman and Hall.

Oliveira BF, Santana MHA, Re MI. 2005. Spray dried chitosan microsphere cross-linked with D,L-glyceraldehyde as a potential drug delivery system: preparation and characterization.

Brazilian J Chem Eng 22:353-360. Siregar JP. 1986. Beberapa Aspek Pokok

(22)

12

Jakarta: Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan Nasional.

Stevens MP. 2001. Kimia Polimer. Sopyan I, Penerjemah. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Terjemahan dari: Polymer Chemistry: An Introduction.

Sugita P, Sjachriza A, Rachmanita. 2006a. Sintesis dan optimalisasi gel kitosan-karboksimetil selulosa. Prosiding Seminar Nasional Himpunan Kimia Indonesia. Hlm. 437-443, Bogor, 12 September 2006.

Sugita P, Sjachriza A, Lestari SI. 2006b. Sintesis dan optimalisasi gel kitosan-gom guar. J Nature 9:32-36.

Sugita P, Sjachriza A, Wahyono D. 2006c. Sintesis dan optimalisasi gel kitosan-alginat. J Sains dan Teknologi Indonesia 8:133-137.

Sugita P, Sjachriza A, Utomo DW. 2006d. Optimization synthesis chitosan-xanthan gum gel for metal adsorption.

Prosiding 1st International Conference

on Chemichal Sciences. Yogyakarta-Indonesia, 24-26 Mei 2007.

Sutriyo, Djajadisastra J, Novitasari A. 2004.

Mikroenkapsulasi propanolol hidroklorida dengan penyalut etil selulosa menggunakan metode penguapan pelarut. Majalah Ilmu Kefarmasian 1:193-200.

Sutriyo, Joshita D, Indah R. 2005. Perbandingan pelepasan propanolol hidroklorida dari matriks kitosan, etil selulosa, dan hidroksipropil metil selulosa. Majalah Ilmu Kefarmasian

2:145-153.

Tarbojevich M, Cosani A. 1997. Molecular weight determination of chitin and chitosan. Di dalam Muzarelli RAA & Peter MG, Editor. Chitin Handbook. Ancona: European Chitin Society 85-108.

Thatte MR. 2004. Synthesis and Antibacterial of Water-Soluble Hydrophobic Chitosan Derivatives Bearing Quaternary Ammonium Functionality [disertasi]. Baton Rouge: the Department of Chemistry, Louisiana

State University and Agricultural and Mechanical College

Tiyaboonchai W, Ritthidej GC. 2003. Development of indomethacin sustained release microcapsules using chitosan-carboxymethyl cellulose complex coarcevation. Songklanakarin J. Sci Technol 25:245-254.

USP [US Pharmacopeia]. 2003. The United States Pharmacopeia. Ed ke-26. Rockville: US.

Wang T, Turhan M, Gunasekaram S. 2004. Selected properties of pH-sensitive, biodegradable chitosan-poly(vinyl alkohol) hydrogel. Polym Int 53:911-918.

Wawensyah JA. 2006. Mikroenkapsulasi minyak atsiri jahe merah (Zingiber officinale Rosc) dengan penyalut kitosan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Yamada T, Onishi H, Machida Y. 2001. In vitro and in vivo evaluation of sustained release chitosan-coated ketoprofen microparticles. Yakugaku Zasshi 121:239-245.

Yoshizawa H. 2004. Trends in Microencapsulation Reseach. KONA

20. [Terhubung Berkala]. http.//www.kona.or.jp/search/22_023.p df [22 Sept 2005].

(23)

13

(24)

14

Lampiran 1 Diagram alir percobaan pendahuluan

Ketoprofen

Ekstraksi dengan etanol 96% dan diukur pada λ 254.6 nm

5 ml Tween-80 2%

Pembuatan mikrokapsul (metode pengering semprot)

Diperoleh beberapa nisbah, yaitu CMC 0.075; 0.0875; 0.10%,

glutaraldehida 3; 4.5; 6% Produk mikrokapsul

Mikrokapsul dengan kandungan ketoprofen yang paling besar

Variasi CMC dan glutaraldehida diragamkan lagi

Pencampuran kitosan-CMC berturut-turut 1.00% kitosan, CMC 0.05; 0.075; 0.10%,

(25)

15

Lampiran 2 Diagram alir penelitian utama

Uji disolusi dalam medium bufer klorida pH 1.2 dan bufer fosfat pH 7.4 (konsentrasi ketoprofen yang lepas dari mikrokapsul diukur dengan spektrofotometer pada λ 258 nm

(pH 1.2) dan 260 nm (pH 7.4) RSM (Minitab 14) hubungan konsentrasi

CMC, glutaraldehida dan ketoprofen

Mikrokapsul optimum

Ketoprofen 5 ml Tween-80 2%

Pembuatan mikrokapsul (metodepengering semprot)

Produk mikrokapsul

Ekstraksi dengan etanol 96% dan diukur pada λ 254.6 nm

Uji morfologi mikrokapsul kosong, yang berisi ketoprofen sebelum dan sesudah disolusi

Pencampuran mikrokapsul kitosan 1%, CMC 0.075; 0.0875; 0.10%, glutaraldehida 3,

(26)

16

Lampiran 3 Analisis Kadar Air (AOAC 1999)

Kadar air kitosan ditentukan dengan menggunakan metode gravimetrik. Sebanyak ± 0.5000 g kitosan dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui bobotnya, kemudian cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 ºC selama 3 jam atau sampai bobotnya konstan. Setelah itu, dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang. Kadar air kitosan dihitung dengan persamaan

Kadar air = bobot sampel awal – bobot sampel kering × 100%

Bobot sampel awal

Lampiran 4 Analisis Kadar Abu (AOAC 1999)

Kadar abu kitosan ditentukan dengan metode gravimetrik. Cawan porselen dibersihkan dan dimasukkan ke dalam tanur untuk membersihkan cawan, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak ±0.5000 g kitosan dimasukkan ke dalam cawan tersebut dan dibakar dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 ºc sampai diperoleh abu berwarna putih. Setelah itu, cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu kitosan dihitung dengan persamaan

Kadar abu = bobot abu × 100% bobot keing udara

Lampiran 5 Hasil pengukuran kadar air dan kadar abu kitosan Ulangan ke- Kadar air (%) Kadar abu (%)

1 2 3 9.00 7.13 8.87 0.95 0.94 0.94 Rerata 8.33 0.94

Lampiran 6 Penentuan Bobot Molekul Kitosan (Tarbojevich & Cosani 1996)

Bobot molekul kitosan ditentukan dengan menggunakan metode viskometer Ostwald. Sebanyak 0.1000 g kitosan dilarutkan dalam 100 ml asam asetat 0.5 M, kemudian diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam viskometer untuk ditentukan laju alirnya. Pengukuran juga dilakukan untuk beberapa konsentrasi kitosan lainnya.

ηsp/c = [η] + k’ [η]2c x y a b keterangan: Viskositas spesifik ηsp =ηr -1 Viskositas relatif ηr = η/ηot/t0 Viskositas intrinsik [η] = KMα dengan K = 3,5 x 10-4 mL/g α = 0.76 c = konsentrsi larutan

t = waktu alir zat

t0= waktu alir pelarut

η= viskositas zat

η0= viskositas pelarut

M= bobot molekul zat

(27)

17

Bobot (g) Konsentrasi

(%) Waktu (detik) Waktu rerata ηr ηsp

57 0.000 0.00 57 57 1.0000 0.0000 57 99 0.0103 0.02 100 99.33 1.7426 0.7426 99 162 0.0231 0.04 164 163 2.8596 1.8596 163 207 0.0320 0.06 211 210.33 3.6900 2.6900 213 251 0.0449 0.08 258 256.67 4.5030 3.5030 262

Kemudian dibuat kurva hubungan ηsp/c dengan c sehingga diperoleh persamaan

y = -0.0316 + 44.76x, R2 = 0.996 Jadi, ln a = -0.0316 a = 0.9688 ……..[η] [η] = K x Ma 0.9688 = 3.5x10-4 x M0.76 M = 33819.400 g/mol

Bobot molekul kitosan yang diperoleh dari hasil sintesis adalah 33819.4g/mol

(28)

18

Lampiran 7 Spektrum FTIR dan derajat deasetilasi kitosan (Khan et al. 2002)

Spektrum FTIR kitosan Derajat deasetilasi kitosan dicari dengan rumus:

A = log

P Po

dengan: Po = % transmitans pada garis dasar

P = % transmitans pada puncak minimum

A = absorbans % DD = 1 –

1

100

%

33 , 1 3450 1655

×

×

A A

dengan: A1655 = absorbans pada bilangan gelombang 1655 cm -1 (serapan pita amida)

A3450 = absorbans pada bilangan gelombang 3450 cm -1 (serapan gugus hidroksil)

A1655 = log 9 . 5 12 . 77 = 13.0508 A3450 = log 9 . 2 1 . 97 = 33.4827 % DD = 1–

⎢⎣

33

,

1

1

2973

.

26

0712

.

13

x

x 100 % = 70.69% P Po Po P

(29)

19

Lampiran 8 Pembuatan kurva standar ketoprofen

Konsentrasi (ppm) Absorbans 1.0005 0.06 2.001 0.125 3.0015 0.191 4.002 0.27 5.0025 0.33 6.003 0.395 7.0035 0.467 8.004 0.537 9.0045 0.605 10.005 0.691 11.0055 0.756 12.006 0.82 13.0065 0.905 14.007 0.954 15..0075 1.022

(30)

20

Lampiran 9 Pembuatan kurva standar ketoprofen pada medium pH 1.2 Konsentrasi (ppm) Absorbans 1.01 0.068 2.02 0.137 3.03 0.197 4.04 0.289 5.05 0.334 6.06 0.392 7.07 0.48 8.08 0.543 9.09 0.608 10.1 0.65 11.11 0.741 12.12 0.805 13.13 0.838 14.14 0.929 15.15 0.98

(31)

21

Lampiran 10 Pembuatan kurva standar ketoprofen pada pH 7.4 Konsentrasi (ppm) Absorbans 1 0.047 2 0.116 3 0.182 4 0.241 5 0.309 6 0.368 7 0.43 8 0.505 9 0.595 10 0.641 11 0.725 12 0.767 13 0.821 14 0.887 15 0.947

(32)

22

Lampiran 11 Hasil disolusi mikrokapsul pada medium pH 1.2 (pH lambung) ulangan 1 Waktu

(menit)

% lepasan

ketoprofen [A]t ln [A]t 1/[A]t 1/[A]2t

0 0 100 4.6052 0.01 0.0001 20 1106705 88.3295 4.481 0.0113 0.00012817 40 11.9793 88.0207 4.4775 0.0114 0.00012907 60 13.1579 86.8421 4.464 0.0115 0.00013259 80 13.198 86.802 4.4636 0.0115 0.00013272 100 13.3574 86.6426 4.4618 0.0115 0.00013321 120 14.3276 85.6724 4.4505 0.0117 0.00013624

Hasil disolusi mikrokapsul pada medium pH 1.2 ulangan 2 Waktu

(menit)

% lepasan

ketoprofen [A]t ln [A]t 1/[A]t 1/[A]2t

0 0 100 4.6502 0.01 0.0001 20 11.1023 88.8977 4.4875 0.0112 0.00012654 40 11.8148 88.1852 404794 0.0113 0.00012859 60 12.8228 8701772 4.4679 0.0114 0.00013158 80 13.1597 86.8403 4.464 0.0115 0.0001326 100 13.841 86.159 4.4562 0.0116 0.0001347 120 14.1516 85.8484 4.4526 0.0117 0.00013568

Hasil disolusi rerata mikrokapsul pada medium pH lambung (pH 1,2) Waktu

(menit) ketoprofen % lepasan [A]t ln [A]t 1/[A]t 1/[A]2t orde 1 orde 2 orde 3

0 0 100 4.6052 0.01 0.0001 0 0 0 20 11.3864 88.6136 4.4823 0.0113 0.00012735 -2.8748 0.00128 6.8375E-07 40 11.897 88.1029 4.4785 0.0114 0.00012883 -3.5622 0.00135 3.6038E-07 60 12.9904 87.0096 4.466 0.0115 0.00013208 0.00232 0.0015 2.674E-07 80 13.1788 86.821 4.4638 0.0115 0.00013266 0.00176 0.00152 2.0414E-07 100 13.5992 86.4008 4.459 0.0116 0.00013396 0.00146 0.00157 1.6978E-07 120 14.2396 85.7604 4.4515 0.0117 0.00013596 0.00128 0.00166 1.4985E-07

(33)

23

Kurva regresi orde ke-2 pH 1.2

(34)

24

Lampiran 12 Hasil disolusi mikrokapsul pada medium pH 7.4 (pH usus) ulangan 1 Waktu

(menit)

% lepasan

ketoprofen [A]t ln [A]t 1/[A]t 1/[A]2t

20 37.9685 62.0315 4.1276 0.01612 0.00025988

40 38.4898 61.5102 4.1192 0.01625 0.00026430

60 39.4434 60.5566 4.1036 0.01651 0.00027269

80 40.5848 59.4152 4.0845 0.01683 0.00028327

100 41.3172 58.6828 4.0721 0.01704 0.00029038

Hasil disolusi mikrokapsul pada medium pH 7.4 ulangan 2 Waktu

(menit)

% lepasan

ketoprofen [A]t ln [A]t 1/[A]t 1/[A]2t

20 39.623 60.377 4.1006 0.01656 0.00027432

40 41.8889 58.1111 4.0623 0.0172 0.00029613

60 42.9386 57.0614 4.0441 0.01752 0.00030712

80 43.2059 56.7941 0.0394 0.0176 0.00031002

100 45.3732 54.6268 4.0005 0.0183 0.00038511

Hasil disolusi rerata mikrokapsul pada medium pH 7.4 (pH usus) Waktu

(menit) ketoprofen % lepasan [A]t ln [A]t 1/[A]t 1/[A]2t orde 1 orde 2 orde 3

20 38.7957 61.2043 4.1142 0.01634 0.0002669 0.0245 0.00634 0.000083476

40 40.0433 59.9567 4.0936 0.0167 0.00027818 0.0128 0.00668 2.2272E-06

60 40.7142 59.2858 4.0824 0.01686 0.00029436 0.0087 0.00687 1.5376E-06

80 41.3246 58.6754 4.072 0.01704 0.00029046 0.0066 0.00704 1.1904E-06

100 42.979 57.021 4.0434 0.01754 0.00030756 0.0056 0.00754 1.0378E-06

(35)

25

Kurva regresi orde ke-1 pH 7.4

Kurva regresi orde ke-2 pH 7.4

(36)

Gambar

Gambar 1  Struktur unit ulangan kitin (R= - -NHCOCH 3 ) dan kitosan (R=  -NH 2 )
Gambar 4  Struktur ketoprofen
Gambar 5  Pengaruh konsentrasi CMC dan     glutaraldehida terhadap  konsentrasi ketoprofen ( =  &gt;55%,  = 51-55%,  = 48-   51%,     = 45-48%,    = 41-45%,       &lt; 41% =     (jumlah lepasan ketoprofen)
Gambar 7  Pengaruh waktu pada lepasan  ketoprofen rerata pada medium  disolusi pH 1.2 (–––)  dan pH  7.4  (–––)
+3

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Berdasarkan pemaparan dan hasil analisa yang didapatkan dari penelitian ini dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara gangguan tidur dengan prestasi belajar

Selain itu, edukasi orang tua pasien mengenai empat cara terapi anak dengan diare di rumah seperti berikan anak lebih banyak cairan untuk mencegah dehidrasi,

17 Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa margin pemasaran atau tataniaga komoditas pertanian adalah selisih harga dari yang dibayarkan di

Frame Frame adalah sebuah kolom yang berada pada timeline yang berfungsi untuk membuat suatu pergerakan objek dari suatu titik ke titik yang kainnya.. Open

(1) Izin penggunaan pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (6) huruf c diberikan berdasarkan rencana tata ruang wilayah, rencana detail

Hasil studi pendahuluan atau temuan lapangan selanjutnya dideskripsikan dan dianalisis sehingga hasil ini bersifat deskriptif dan analitis, dengan mengacu pada tujuan studi

faktoreksternal yang dapat mempengaruhi komoditas suatu tanaman tahunan di suatu daerah, seperti topografi, iklim, dan jenis tanah.. Keanekaragaman jenis tanaman

tenaga kerja syarikat ini juga terdiri daripada para pekerja yang mempunyai latar belakang akademik dan pengalaman yang luas dalam binaan dan