• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DAERAH KABUPATENENDE NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN ENDETAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DAERAH KABUPATENENDE NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN ENDETAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

1 PERATURAN DAERAH KABUPATENENDE

NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN ENDETAHUN 2011 - 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI ENDE,

Menimbang: a. bahwa untuk mengarahkan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Ende secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan pertahanan keamanan, perlu disusun rencana tata ruang wilayah;

b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah dan masyarakat, maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan Pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha;

c. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Ende Nomor 5 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ende sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dewasa ini sehingga perlu ditinjau kembali;

d. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, dan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 1 Tahun 2011tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2010 – 2030, maka strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional dan provinsi perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ende Tahun 2011-2031;

Mengingat: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah

Tingkat II dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655);

(2)

2 3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4374) yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);

5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

6. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433);

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

8. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);

9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

10.Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

11.Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739;

(3)

3 12.Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);

13.Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);

14.Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);

15.Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);

16.Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);

17.Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);

18.Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052);

19.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

20.Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

21.Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3776);

22.Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934);

23.Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587);

(4)

4 24.Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan

Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

25.Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

26.Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);

27.Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160) 28.Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;

29.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Daerah;

30.Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan;

31.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;

32.Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11 Tahun 2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancangan Peraturan daerah, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota beserta rincinya;

33.Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN ENDE dan

BUPATI ENDE MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN ENDE TAHUN 2011 – 2031

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Ende.

(5)

5 2. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat

3. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. 4. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Ende.

5. Bupati adalah Bupati Ende.

6. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. 7. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di

dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.

8. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.

9. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.

10. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.

11. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

12. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.

13. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang.

14. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

15. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

16. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

17. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

18. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

19. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. 20. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

21. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah

22. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disingkat RTRW Kabupaten adalah rencana tata ruang wilayah kabupaten di Ende

(6)

6 24. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian

lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.

25. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. 26. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk

pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

27. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

28. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hirarkhi keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.

29. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.

30. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.

31. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.

32. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

33. Satuan Wilayah Pengembangan yang selanjutnya disingkat SWP adalah suatu wilayah dengan satu dan atau semua kabupaten/kota-perkotaan didalamnya mempunyai hubungan hirarki yang terikat oleh sistem jaringan jalan sebagai prasarana perhubungan darat, dan atau yang terkait oleh sistem jaringan sungai atau perairan sebagai prasarana perhubungan air.

34. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/ kota.

35. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa

36. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa

(7)

7 38. Energi terbarukan adalah bentuk energi yang dihasilkan dari sumberdaya energi yang secara

alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika dikelola dengan baik.

39. Ekosistem adalah sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya.

40. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang.

41. Daya dukung lingkungan adalah kemampuan ekosistem untuk mendukung kehidupan organisme secara sehat sekaligus mempertahankan produktifitas, kemampuan adaptasi dan kemampuan memperbarui diri.

42. Ramah lingkungan adalah suatu kegiatan industri, jasa dan perdagangan yang dalam proses produksi atau keluarannya mengutamakan metoda atau teknologi yang tidak mencemari lingkungan dan tidak berbahaya bagi makhluk hidup.

43. Sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proposional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi kea rah darat.

44. Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

45. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel;

46. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok atau termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam penataan ruang.

47. Peran Masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

BAB II

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN ENDE

Bagian Pertama Tujuan Pasal 2

Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Ende adalah untuk terwujudnya tata ruang Kabupaten Ende yang berdaya saing, berbasis pertanian yang didukung oleh potensi kelautan, perikanan, pariwisata, dan berwawasan lingkungan.

(8)

8 Bagian Kedua

Kebijakan

Pasal 3

Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, ditetapkan kebijakan penataan ruang wilayah, meliputi:

a. pengembangan pusat pelayanan guna mendorong pertumbuhan wilayah disertai pemerataan secara seimbang;

b. penyediaan prasarana wilayah guna mendorong investasi produktif sesuai kebutuhan masyarakat; c. pemantapan fungsi kawasan lindung;

d. pengembangan budidaya melalui optimasi fungsi kawasan budidaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat berbasis pertanian yang didukung oleh sektor kelautan, perikanan, pariwisata;

e. pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan fungsi sebagai penopang kelestarian lingkungan hidup dan mendorong pertumbuhan wilayah; dan

f. pengembangan kawasan strategis di Kabupaten Ende dilakukan melalui pengembangan kawasan sesuai fungsi masing-masingkawasan yang lestari dan berdaya saing tinggi.

Bagian Ketiga Strategi

Pasal 4

(1) Untuk melaksanakan kebijakan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ditetapkan strategi penataan ruang wilayah.

(2) Strategi untuk pengembangan pusat pelayanan wilayah Kabupaten Ende sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3huruf a, meliputi:

a. mendorong pertumbuhan wilayah perdesaan yang lebih mandiri; b. meningkatkan aksesibilitas antar perdesaan dan perkotaan;

c. meningkatkan peran perkotaan sebagai pusat pertumbuhan wilayah sesuai hierarki masing-masing;

d. mengintegrasikan pusat pengembangan baru dan lama sebagai satu sistem perkotaan; dan

e. mengembangkan kawasan agrowisata dan agropolitansebagai andalan pengembangan perdesaan di Kabupaten Ende.

(3) Strategi untukpenyediaan prasarana wilayah Kabupaten Ende sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, meliputi:

a. mengembangkan sistem jaringan transportasi darat, laut dan udara untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan peluang investasi serta meningkatkan peran kabupaten Ende sebagai fungsi regional;

(9)

9 b. mengembangkan sistem jaringan telekomunikasi yang dapat menjangkau ke seluruh pelosok

wilayah secara proporsional dan terkendali;

c. mengembangkan sumberdaya pengairan dengan mengoptimalisasi fungsi dan pelayanan prasarana pengairan secara terkontrol;

d. mengembangkan sistem jaringan energi dengan penyediaan prasarana/jaringan utama listrik/energi termasuk gas pada kawasan yang belum mendapat layanan listrik/energi (gas); dan

e. mengembangkan prasarana lingkungan dengan pengembangan sistem persampahan untuk skala lokal dan dilakukan secara terpadu.

(4) Strategi untukpemantapanfungsi kawasan lindungwilayah Kabupaten Ende sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3huruf c, meliputi:

a. mengembangkan kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan bawahannya sebagai hutan lindung dan kawasan resapan air;

b. mengembangkan kawasan perlindungan setempat dengan pembatasan kegiatan yang tidak berkaitan dengan fungsi ini guna perlindungan perairan;

c. mengembangkan kawasan cagar alam dan pelestarian alam ini hanya diperuntukkan bagi kegiatan yang berkaitan dengan pelestarian kawasan;

d. mengembangkan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan dengan pengamanan kawasan dan/atau benda cagar budaya dan sejarah; dan

e. mengembangkan kawasan rawan bencana alam dengan menghindari kawasan yang rawan terhadap bencana alam gunung api, gempa bumi, bencana geologi, tsunami, banjir, longsor dan bencana alam lainnya sebagai kawasan terbangun.

(5) Strategi untukpengembangan kawasan budidaya wilayah Kabupaten Ende sebagaimana dimaksud dalam Pasal3huruf d, meliputi:

a. mengembangakan kawasan hutan produksi dengan tetap mempertahankan fungsi kawasan sebagai hutan produksi;

b. mengembangkan kawasan pertanian dilakukan melalui penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan pengembangan spesialisasi komoditas pada setiap wilayah;

c. mengembangkan kawasan perkebunan dilaksanakan melalui peningkatan produktivitas dan pengolahan hasil perkebunan dengan teknologi tepat guna;

d. mengembangkan kawasan perikanan dengan mengoptimalisasikan kawasan perikanan tangkap, budidaya dan pengolahan di wilayah utara dan selatan Kabupaten Ende;

e. mengembangkan kawasan peternakan melalui pengembangan dan pengelolaan hasil peternakan dengan industri peternakan yang ramah lingkungan;

f. mengembangkan kawasan pertambangan dilakukan melalui peningkatan nilai ekonomis hasil pertambangan dengan melakukan pengolahan hasil tambang disertai penetapan pengolahan pasca penambangan;

(10)

10 g. mengembangkan kawasan peruntukan industri melalui pengembangan kawasan industri secara khusus yang ditunjang dengan promosi dan pemasaran hasil industri untuk menarik investasi;

h. mengembangkan kawasan dan objek pariwisata melalui pengembangan obyek wisata andalan melalui peningkatan promosi dan penyediaan sarana dan prasarana wisata, serta pelestarian kawasan potensi pariwisata dan perlindungan budaya penunjang pariwisata;

i. mengembangkan kawasan permukiman perdesaan dan perkotaan disesuaikan dengan karakter fisik, sosial-budaya dan ekonomi masyarakat terjangkau dan layak huni; dan

j. mengembangkan kawasan peruntukan lainnya yaitu berupa eksploitasi sumber daya air dan mineral melalui pelestarian daerah di sekitar kawasan eksploitasi sumberdaya air dan mineral dengan melalukan reboisasi.

(6) Strategi untuk pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil wilayah Kabupaten Ende, sebagaimana yang dimaksud pada pasal 3 huruf e,meliputi:

a. melestarikan pada kawasan penunjang ekosistem pesisir sebagai kawasan konservasi;

b. mengembangkan kawasan pesisir sebagai kawasan permukiman, pelabuhan, pariwisata, industri, perikanan dsb dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah fungsi pesisir dan kelestariannya;

c. mengembangkan kawasan pesisir utara sebagai kawasan perikanan budidaya meliputi budidaya rumput laut dan budidaya tambak; dan

d. mengembangkan kawasan pesisir selatan sebagai kawasan penangkapan.

(7) Strategi untuk pengembangan kawasan strategis wilayah Kabupaten Ende, sebagaimana yang dimaksud pada pasal 3 huruf fmeliputi:

a. mengembangkan kawasan untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi, melalui kerjasama dalam penyediaan tanah untuk pengembangan kegiatan industri skala besar, sedang dan kecil untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah Kabupaten Ende;

b. mengembangkan kawasan untuk kepentingan sosio-budaya, melalui upaya pelestarian kawasan baik sebagai benda cagar budaya dan kawasan sekitarnya maupun kawasan permukiman yang memiliki nilai budaya tinggi sekaligus sebagai identitas kawasan; dan

c. mengembangkan kawasan penyelamatan lingkungan hidup, dilakukan melalui peningkatan keanekaragaman hayati kawasan lindung.

BAB III

RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN Bagian Kesatu

Umum Pasal 5

(1) Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.

(11)

11 (2) Struktur ruang wilayah Kabupaten meliputi:

a. pengembangan sistem pusat permukiman; b. pengembangan sistem jaringan transportasi;

c. pengembangan sistem sumber energi dan jaringan tenaga listrik; d. pengembangan sistem jaringan telekomunikasi;

e. pengembangan sistem jaringan sumber daya air; dan f. pengembangan prasarana lingkungan.

(3) Struktur pemanfaataan ruang wilayah diwujudkan berdasarkan arahan pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan dan sistem pusat permukiman perkotaan serta arahan sistem prasarana wilayah.

(4) Struktur pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi pusat permukiman perdesaan, pusat permukiman perkotaan, dan prasarana wilayah.

(5) Rencana struktur ruang wilayah digambarkan dalam peta sebagaimana tercantum dalam lampiran I dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.

Bagian Kedua

Rencana Pengembangan Sistem Pusat Permukiman Paragraf 1

Rencana Pengembangan Sistem Perkotaan

Pasal 6

(1) Rencana pengembangan sistem perkotaan dilakukan melalui pengembangan sistem kota-kota yang sesuai dengan daya dukung sumber daya alam dan daya tampung lingkungan hidup serta kegiatan dominannya.

(2) Pengembangan sistem pusat permukiman wilayah Kabupaten meliputi pengembangan pusat permukiman perkotaan dan pusat permukiman perdesaan.

(3) Pengembangan pusat permukiman perkotaan dan pusat permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara teknis diatur Pejabat yang berwenang.

Pasal 7

(1) Untuk mewujudkan struktur ruang wilayah, kebijakan pengembangan sistem perkotaan adalah mengembangkan sistem perkotaan yang memiliki keterkaitan secara fungsional.

(2) Untuk mengembangkan struktur ruang wilayah meliputi sistem pusat permukiman perkotaan dan pusat permukiman perdesaan dalam kesatuan hirarki agar berfungsi sebagai pusat-pusat pertumbuhan, maka rencana pengembangan sistem pusat permukiman adalah sebagai berikut: a. memantapkan peranan Kota Ende sebagai Ibukota Kabupaten dan pusat pengembangan

wilayah bagi Daerah;

b. mengembangkan keterkaitan antar kota secara fungsional melalui peningkatkan peran dan fungsi; dan

(12)

12 c. mengembangkan desa-desa melalui penetapan desa pusat pertumbuhan sebagai pusat lokasi

distribusi bagi kegiatan ekonomi.

Pasal 8

(1) Sistem perkotaan di Kabupaten Ende dikaitkan dengan kedudukannya dalam RTRWN yaitu Kota Ende sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW).

(2) Sistem perkotaan di Kabupaten Ende kedepan dicanangkan sebagai berikut: a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) meliputi Perkotaan Wolowaru dan Maurole.

b. Pusat Kegiatan LokalPromosi (PKLp) meliputi Perkotaan Detusoko dan Nangapanda.

c. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) meliputi perkotaan Wolojita, Wewaria, Ndona Timur, Ndona, Kelimutudan Ende.

1. Wolojita di Kecamatan Wolojita; 2. Welamosa di Kecamatan. Wewaria; 3. Ndona di Kecamatan Ndona;

4. Demulaka di Kecamatan Ndona Timur; 5. Woloara di Kecamatan Kelimutu ; dan 6. Nangaba di Kecamatan Ende.

d. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) meliputi: 1. Maubasa di Kecamatan Ndori;

2. Maukaro di Kecamatan Maukaro; 3. Watuneso di Kecamatan Lio Timur; 4. Kotabaru di Kecamatan Kotabaru; 5. Watunggere di Kecamatan Detukeli;

6. Peibenga di Kecamatan Lempebusu Kelisoke dan 7. Rendoraterua di Kecamatan Pulau Ende.

(3) Sistem Perwilayahan di Kabupaten Ende, terbagi dalam 5 (lima) wilayah pengembangan: a. Wilayah Pengembangan I

Wilayah pengembangan I meliputi Kecamatan Ende, Ende Tengah, Ende Selatan, Ende Timur, Ende Utara, dengan pusat WP adalah Kecamatan Ende Tengah.

b. Wilayah Pengembangan II

Wilayah pengembangan IImeliputi Kecamatan Detusoko, Detukeli, Lepembusu Kelisoke,Ndona Timur dan Ndona, dengan pusat WP adalah Kecamatan Detusoko.

c. Wilayah Pengembangan III

Wilayah pengembangan III meliputi Kecamatan Wolowaru, Wolojita, Kelimutu, Lio Timur, Ndori, dengan pusat WP adalah Kecamatan Wolowaru.

d. Wilayah Pengembangan IV

Wilayah pengembangan IV meliputi Kecamatan Nangapanda, Pulau Ende dan Maukaro, dengan pusat WP adalah Kecamatan Nangapanda.

(13)

13 e. Wilayah Pengembangan V

Wilayah pengembangan V meliputi Kecamatan Maurole, Wewaria, dan Kota Barudengan pusat WP adalah Kecamatan Maurole.

(4) Setiap wilayah pengembangan diarahkan mempunyai fungsi wilayah sesuai dengan potensi wilayah masing-masing.

a. Wilayah Pengembangan I sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diarahkan pada kegiatan utama sebagai pusat kegiatan perkotaan, pusat perdagangan, pusat kegiatan pemerintahan kabupaten, kegiatan pendukung wilayah berupa bandara dan pelabuhan;

b. Wilayah Pengembangan II sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diarahkan pada kegiatan utama sebagai pusat kegiatan pariwisata, industri rumah tangga (pembuatan souvenir), pertambangan, perkebunan, pertanian;

c. Wilayah Pengembangan III sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c diarahkan pada kegiatan utama di bidang pertanian, pariwisata, industry dan pertambangan;

d. WilayahPengembangan IV sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d diarahkan pada kegiatan utama untuk kegiatan transportasi, pertambangan, pariwisata, perkebunan dan perikanan; dan

e. Wilayah pengembangan V sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e diarahkan pada kegiatan utama untuk kegiatan pertambangan, perikanan, pertanianpeternakan dan industri.

Paragraf 2

Rencana Pengelolaan Sistem Perkotaan Pasal 9

Rencana pengelolaan kawasan perkotaan meliputi:

a. fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan ekonomi wilayah, pusat pengolahan dan distribusi hasil pertanian, perdagangan, jasa, pemerintahan, pendidikan, kesehatan, serta transportasi, pergudangan dan sebagainya;

b. fungsi perkotaan sebagai pemasok kebutuhan dan lokasi pengolahan agroindustri dan berbagai kegiatan agrobisnis;

c. kota sebagai pusat pelayanan, pusat prasarana dan sarana sosial ekonomi sebagai upaya mempengaruhi pedesaan dalam peningkatan produktifitasnya;

d. menjaga pembangunan perkotaan yang berkelanjutan melalui upaya menjaga keseimbangan wilayah terbangun dan tidak terbangun, mengembangkan hutan kota dan menjaga eksistensi wilayah yang bersifat perdesaan di sekitar kawasan perkotaan;

e. masing-masing wilayah kota, harus merencanakan: penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau; penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau; dan penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah; dan

(14)

14 f. ruang terbuka hijau terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. Dengan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota, dan proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota.

Paragraf 3

Rencana Pengembangan Sistem Perdesaan

Pasal 10

(1) Sistem pusat permukiman perdesaan dilakukan dengan membentuk pusat pelayanan desa secara berhirarki.

(2) Pusat permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan pelayanan perdesaan secara berhirarki, meliputi:

a. setiap dusun memiliki pusat dusun (PPds);

b. setiap desa memiliki satu pusat kegiatan yang berfungsi sebagai pusat desa(PPd);

c. beberapa desa dalam satu kecamatan memiliki pusat kegiatan sebagai Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL);

d. beberapa desa/kelurahan yang memiliki ciri perkotaan dan menjadi pusat pelayanan kegiatan bagi sekitarnya menjadi Pusat Pelayanan Kawasan (PPK); dan

e. perdesaan yang membentuk sistem keterkaitan atau berorientasi pada pusat wilayah pengembangan disebut sebagai pusat kegiatan lokal (PKL).

(3) Pusat pelayanan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara berhirarki memiliki hubungan dengan pusat kecamatan sebagai kawasan perkotaan terdekat, dengan perkotaan sebagai pusat wilayah pengembangan dan dengan ibukota kabupaten

Pasal 11

(1) Rencana pengembangan pusat permukiman perdesaan adalah penataan struktur ruang pedesaan sebagai sistem pusat permukiman di pedesaan yang berpotensi menjadi pusat pertumbuhan di perdesaan.

(2) Rencana pengembangan struktur ruang pedesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaluipembentukan Desa Pusat Pertumbuhan (DPP), pembentukan Pusat Desa dan pembentukan Desa Pendukung.

(3) Pengelolaan struktur ruang perdesaan merupakan upaya untuk mempercepat efek pertumbuhan di kawasan perdesaan.

(4) Setiap pusat pelayanan dikembangkan melalui penyediaan berbagai fasilitas sosial-ekonomi yang mampu mendorong perkembangan kawasan perdesaan.

(15)

15 Bagian Ketiga

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana

Paragraf 1

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi

Pasal 12

(1) Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi wilayah mencakup sistem jaringan transportasi darat, sistem jaringan transportasi laut, dan sistem jaringan transportasi udara.

(2) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup transportasi jalan raya serta transportasi penyeberangan.

(3) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pelabuhan laut dan alur pelayaran.

(4) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup jaringan rute penerbangan yang membentuk suatu sistem angkutan udara.

Pasal 13

(1) Rencana pengembangan sistem prasarana transportasi jalan terdiri dari prasarana jalan umum yang dinyatakan dalam status, fungsi jalan, sistem jaringan jalan dan prasarana terminal angkutan penumpang.

(2) Pengelompokan jalan berdasarkan status dapat dibagi menjadi jalan nasional, jalan propinsi, dan jalan kabupaten.

(3) Pengelompokan jalan berdasarkan fungsi jalan dibagi kedalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal dan jalan lingkungan.

(4) Pengelompokan jalan berdasarkan sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.

(5) Pengembangan prasarana jalan meliputi arahan pengembangan bagi jalan nasional, jalan provinsi dan jalan kabupaten.

(6) Pengembangan prasarana jalan meliputi pengembangan jalan baru dan pengembangan jalan yang sudah ada.

Pasal 14

(1) Rencana Pengembangan Jalan Arteri Primer yang memiliki status jalan nasional dan provinsi yang terdapat di Kabupaten ende yaitu jalan yang menghubungkan antara Sikka – Ende – Nagekeo melewati Lio Timur – Ndori – Wolowaru – Kelimutu – Detusoko – Ende Timur – Ende Tengah – Ende Selatan – Ende Utara – Nangapanda dengan rincian ruas jalan arteri primer, meliputi:

a. ruas jalan Aegela – Batas Kota Ende dengan panjang 54,004 km; b. ruas jalan arah Bajawa – Ende dengan panjang 0,934 Km; c. ruas jalan Perwira dengan panjang 0,190 Km;

d. ruas jalan Soekarno dengan panjang 0,388 Km; e. ruas jalan Katedral dengan panjang 0,723 Km;

(16)

16 f. ruas jalan dari batas Kota Ende ke Detusoko dengan panjang jalan 29,062 Km;

g. ruas jalan A.Yani dengan Panjang 1,458 Km;

h. ruas jalan Detusoko – Wologai dengan panjang 8,800 Km; i. ruas jalan Wologai/Junction dengan panjang jalan 9,548 Km; j. ruas jalan Junction – Wolowaru 13,501 Km;

k. ruas jalan Wolowaru – Lianunu dengan panjang 14,264 Km; dan l. ruas jalanLianunu – Hepang dengan panjang 47,908.

(2) Rencana Pengembangan jalan lokal menjadi jalan kolektor primer yang termasuk status jalan Kabupaten dan Provinsi di Kabupaten Ende meliputi:

a. jaringan jalan yang menghubungkan Nagekeo – Ende – Sikka melewati Maukaro – Wewaria – Maurole – Kota Baru;

b. jaringan jalan yang menghubungkan Ende - Sikka melewati Detusoko – Wewaria – Maurole – Kota Baru; dan

c. pengembangan jaringan jalan lingkar selatan dari pusat kota Ende ke Maumere melalui Kecamatan Ende Timur – Kecamatan Ndona – Kecamatan Wolojita – Kecamatan Ndori – Kecamatan Lio Timur.

(3) Rencana jaringan jalan lokal primer meliputi:

a rencana penambahan serta perbaikan kondisi perkerasan jalan yang meliputi:

1. perbaikan jalan dalam ibu kota kecamatan Maukaro dan daerah pesisir diluar Ibu kota Kecamatan;

2. penambahan jaringan jalan kolektor di Kecamatan Ende Selatan; 3. perbaikan jalan lokal dan jenis jalan lainnya di kecamatan Maukaro; 4. penambahan dan atau perbaikan jalan di Nangapanda;

5. peningkatan perkerasan jalan di Kecamatan Detukeli; 6. pelebaran dan perbaikan jalan di Kecamatan Maurole;

7. perkerasan dan pelebaran jaringan jalan di Kecamatan Kelimutu; dan

8. penambahan dan atau perbaikan jalan di kecamatan lainnya yang memiliki potensi pariwisata dan ekonomi lain seperti Kecamatan Detusoko dan Wolowaru.

b rencana pengembangan jalan untuk membuka wilayah terbelakang yang meliputi: 1. pengembangan jalan Nangapanda - Maukaro;

2. pengembangan jalan Ende Tengah – Ndona – Wolojita – Ndori - Lio Timur; 3. pengembangan jalan Detukeli – Maurole;

4. pengembangan jalan Kota Baru – Lio Timur; dan

5. pengembangan jalan Kota Baru – Kelimutu – Wolowaru – Lio Timur. c rencana peningkatan jalan antar kecamatan dan simpul kegiatan.

(4) Rencana pengembangan terminal angkutanpenumpangdi Kabupaten Endemeliputi: a arahan pengembangan terminal type B untuk penumpang di Kecamatan Ende Selatan;

(17)

17 b arahan pengembangan terminal type C untuk penumpang dan barang di Wolowaru, sebagai

penunjang kegiatan industri;

c arahan pengembangan terminal type C untuk penumpang di Kota Baru, sebagai pengembangan wilayah perbatasan;

d arahan pengembangan terminal type C untuk penumpang dan barang di Nangapanda, sebagai penunjang kegiatan pertambangan; dan

e arahan pengembangan terminal type C untuk penumpang di Kelimutu, sebagai penunjang kegiatan pariwisata.

(5) Rencana trayek angkutan perintis di Kabupaten Ende meliputi: a. Ende – Watuneso;

b. Ende – Maurole; c. Ende – Kotabaru; d. Ende – Riung; e. Ende – Jopu; f. Ende – Nggela; dan g. Ende – Maukaro;.

Pasal 15

Rencana pengembangan dermaga pelabuhan laut di Kabupaten Ende didasarkan pada pendekatan sebagai berikut:

a. rencana pengembangan pelabuhan laut yang mendukung rencana sistem pengembangan kepulauan di Provinsi Nusa Tenggara Timur;

b. pembangunan pelabuhan yang mendukung pengembangan ekonomi masyarakat dan memacu perkembangan wilayah hinterland-nya; dan

c. pengembangan pelabuhan rakyat menjadi pelabuhan lokal yang dilakukan pada lokasi-lokasi strategis dalam memperlancar transportasi orang/barang sehingga dapat memacu percepatan pengembangan wilayah.

Pasal 16

(1) Rencana pengembangan prasarana transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat 3, meliputi:

a. pengembangan dan peningkatan sarana, prasarana, dan pelayanan pelabuhan untuk perdagangan regional;

b. pengembangan pelabuhan rakyat di Maurole menjadi pelabuhan perikanan untuk mendukung kegiatan agropolitan perikanan bagian utara;

c. pengembangan pelabuhan perikanan di Paupanda Kecamatan Ende Selatan untuk mendukung kegiatan agropolitan perikanan bagian selatan; dan

d. pengembangan dan pemantapan wilayah pesisir untuk pelabuhan kecil atau tempat bersandar perahu kecil.

(18)

18 (2) Rencana pengembangan pelabuhan pengumpan meliputi:

a. pelabuhan Ende di Kota Ende; dan

b. pelabuhan Ippi di Kecamatan Ende Selatan.

(3) Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi laut menjadi pelabuhan lokalyaituPelabuhan Nangakeo di kecamatan Nangapanda dan Pelabuhan di Kecamatan Maurole.

(4) Rute penyebrangan pelabuhan meliputi:

a. alur penyeberangan dalam Provinsi meliputi Ende – Waingapu dan Ende – Kupang;

b. alur pelayaran lintas Provinsi meliputi Ende - Denpasar - Kupang dan Ende - Maumere - Surabaya.

Pasal 17

(1) Rencana pengembangan prasarana transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4) adalah Bandar udara umum.

(2) Bandar udara umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Bandar Udara Haji Hasan Aroeboesman sebagai bandar udara pengumpul skala tersier.

(3) Rencana pengembangan Bandar Udara Haji Hasan Aroeboesman meliputi:

a. rencana peningkatan fasilitas Bandar Udara Haji Hasan Aroeboesman yaitu buffer zone bagi area bandar udara demi keselamatan dan relokasi pemukiman sekitar bandar udara; dan

b. pengembangan Bandara Udara Haji Hasan Aroeboesmanmenjadi bandarudara pengumpul skala sekunder.

Paragraf 2

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Energi Pasal 18

(1) Sumberdaya energi adalah sebagian dari sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dan atau energi baik secara langsung maupun dengan proses konservasi atau transportasi.

(2) Rencana pengembangan sistem jaringan energi dimaksudkan untuk menunjang penyediaan jaringan energi listrik dan pemenuhan energi lainnya.

(3) Rencana pengembangan sumberdaya energi akan memberikan supply energi listrik di Wilayah Kabupaten Ende.

(4) Rencana pengembangan energi baru dan terbarukan oleh pemerintah daerah meliputi PLTD, PLTU, PLTM dan PLTS sesuai dengan potensi energi yang ada di daerah.

(5) Rencana pengembangan sarana listrik meliputi: a. pembangunan PLTU Ropa di Maurole;

b.pengkajian dan pengembangan potensi Geothermal meliputi:

1. Panas Bumi Sokoria Ndona Timur (yang saat ini dalam pelaksanaan eksplorasi); 2. Panas Bumi Lesugolo Kecamatan Detukeli;

(19)

19 3. Panas Bumi Jopu Kecamatan Wolowaru; dan

4. Panas Bumi Detusoko Kecamatan Detusoko

c. pengembangan potensi Mikrohidro (PLTM) meliputi PLTM Ndungga Kecamatan Ende Timur; d.peningkatan daya energi listrik pada daerah-daerah pusat pertumbuhan dan daerah

pengembangan berupa pembangunan dan penambahan gardu-gardu listrik;

e. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk desa-desa terisolir yang memiliki topografi yang sulit;

f. pengembangan Gardu Induk di GI Ende dengan Kapasitas 20 MW memiliki tegangan 70/20KV serta GI Ropa dengan kapasitas 10 MW memiliki tegangan 70/20 KV;

g.penambahan dan perbaikan sistem jaringan listrik pada daerah-daerah yang belum terlayani, terutama bagi sekitar 99 desa di 17 kecamatan yang belum memperoleh pelayanan energi listrik yang bersumber dari PLN;

h.meningkatkan dan mengoptimalkan pelayanan listrik untuk mewujudkan pemerataan pelayanan diseluruh wilayah Kabupaten Ende;

i. pengembangan areal konservasi disekitar jaringan SUTT dan SUTET yaitu ±20 meter pada setiap sisi tiang listrik untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan bagi masyarakat; dan j. pengembangan potensi sumber energi sebagai pemenuhan kebutuhan listrik untuk masa yang

akan datang.

Paragraf 3

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 19

(1) Prasarana telekomunikasi adalah perangkat komunikasi dan pertukaran informasi yang dikembangkan untuk sektor publik ataupun privat (swasta).

(2) Prasarana telekomunikasi yang dikembangkan, meliputi:

a. infrastruktur telekomunikasi berupa jaringan kabel telepon dan b. infrastruktur telepon nirkabel.

(3) Rencana pengembangan prasarana telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. penerapan teknologi telematika berbasis teknologi modern dengan menciptakan teknologi duo

sistem yang menggabungkan teknologi telematika antara telepon umum dengan jaringan internet dalam satu alat;

b. pengembangan tower bersama di dataran tinggi dengan prioritas pada wilayah yang terdapat aktivitas masyarakatnya;

c. pembangunan teknologi telematika pada wilayah-wilayah pusat pertumbuhan sehingga dapat menjangkau kebutuhan masyarakat; dan

d. membentuk jaringan telekomunikasi dan informasi yang menghubungkan setiap wilayah pertumbuhan dengan ibu kota kabupaten sehingga memberikan kemudahan dalam mengakses informasi yang dibutuhkan.

(20)

20 Paragraf 4

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air Pasal 20

(1) Prasarana sumberdaya air adalah prasarana pengembangan sumberdaya air untuk memenuhi berbagai kepentingan.

(2) Rencana pengembangan prasarana sumberdaya air untuk air bersih diarahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber air permukaan dan sumber air tanah.

(3) Pengelolaan prasarana sumberdaya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a. pembangunan prasarana sumber daya air di 21 (dua puluh satu) kecamatan, yang meliputi 4 (empat) kecamatan dalam kota yaitu Kecamatan Ende Selatan, Ende tengah, Ende Utara dan Ende Timur dan 17 kecamatan luar kota yaitu Kecamatan Nangapanda,Pulau Ende, Ende, Ndona, Ndona Timur, Wolojita, Wolowaru, Ndori, Lio Timur, Detusoko, Kelimutu, Detukeli, Maukaro, Maurole, Kotabaru, Wewaria dan Lepembusu Kelisoke;

b. semua sumber air baku dari dam, embung, waduk/danau, serta sungai - sungai yang airnya dapat dimanfaatkan secara langsung dan dikembangkan untuk berbagai kepentingan. Pengembangan DI berada di D.I. Aebela, D.I. Bhetolepe, D.I. Detu Kana, D.I. Detu Keli, D.I. Detu Mbuja, D.I. Detu Oka, D.I. Detubela, D.I. Detudepa, D.I. Detuone, D.I. Detusoko, D.I. Detusoko Kanan, D.I. Detusoko Kiri, D.I. Ekolea I&II, D.I. Ekoleta/wologai, D.I. Kojanara, D.I. Lowo Welu I&II, D.I. Lowolengge I, D.I. Lowolengge II, D.I. Lowombangga, D.I. Lowoone, D.I. Malaara III, D.I. Mulu Ola, D.I. Ndito, D.I. Ndondo, D.I. Ndori Maubasa, D.I. Ngalu Polo, D.I. Ratebobi, D.I. Sokomaki, D.I. Tanali/tenda Leo, D.I. Tiwu Mboja, D.I. Watuneso III, D.I. Wolo Budu, D.I. Wolo Gai, D.I. Wolo Oja, D.I. Wolo Tolo, D.I. Wolofeo I & II, D.I. Wolomuku, D.I. Wotowaru, D.I. Aejelo, D.I. Aerea, D.I. Aeteu, D.I. Aewora, D.I. Boamuku, D.I. Detu Age, D.I. Detuboti, D.I. Detukepi, D.I. Detulapu, D.I. Detumbawa, D.I. Detuoka, D.I. Detupera, D.I. Doka, D.I. Hangalande, D.I. Hobatuwa, D.I. Kombo, D.I. Kopo Nio, D.I. Ledandori, D.I. Lokalande, D.I. Lokaoja, D.I. Lowoketo, D.I. Marakisa, D.I. Marambemba I & II, D.I. Mausambi, D.I. Mbira Ndawa, D.I. Murunggu, D.I. Nangamboa, D.I. Napundora, D.I. Nggela, D.I. Nio Wula, D.I. Niomapa, D.I. Niopanda, D.I. Onelako, D.I. Pu’U Tuga, D.I. Ranga, D.I. Ranga Ria, D.I. Rano, D.I. Rano Wawo, D.I. Ratemapa, D.I. Ria Raja, D.I. Rowombojo, D.I. Sokobajo, D.I. Sokonaja, D.I. Sua Taka, D.I. Tendarea, D.I. Tiwu Tenda, D.I. Tiwunaba, D.I. Watu Mere, D.I. Waturaka, D.I. Wolo Mage, D.I. Woloara, D.I. Wologawi, D.I. Wolosambi, D.I. Wonda;

c. zona pemanfaatan DAS dilakukan dengan membagi DAS berdasarkan tipologinya;

d. penetapan zona pengelolaan sumber daya air sesuai dengan keberadaan wilayah sungai tersebut pada zona kawasan lindung tidak diijinkan pemanfaatan sumber daya air untuk fungsi budidaya; dan

e. prasarana sumberdaya air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan lintas wilayah administratif kabupaten/kota, dikoordinasikan oleh Pemerintah Provinsi.

(21)

21 Paragraf 5

Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Lingkungan Pasal 21

(1) Prasarana lingkungan merupakan arahan pengelolaan prasarana yang digunakan lintas wilayah administratif.

(2) Prasarana yang digunakan lintas wilayah secara administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengembangan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Rate dan rencana pembangunan TPA di Nangaba Kecamatan Ende untuk wilayah selatan dan di Kecamatan Maurole untuk Kabupaten Ende bagian utara.

(3) Rencana pengembangan sistem prasarana lingkungan yang digunakan lintas wilayah secara administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi:

a. kerjasama antar wilayah dalam hal pengelolaan dan penanggulangan masalah sampah terutama di wilayah perkotaan;

b. pengalokasian tempat pembuangan akhir sesuai dengan persyaratan teknis;

c. pengolahan dilaksanakan dengan teknologi ramah lingkungan sesuai dengan kaidah teknis; dan d. pemilihan lokasi untuk prasarana lingkungan harus sesuai dengan daya dukung lingkungan.

BAB IV

RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN ENDE Bagian Pertama

Umum Pasal 22

(1) Pola ruang wilayah menggambarkan rencana sebaran kawasan lindung dan kawasan budidaya. (2) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kawasan yang memberikan

perlindungan kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam dan cagar budaya, dan kawasan rawan bencana alam.

(3) Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kawasan hutan produksi, kawasan pertanian, kawasan perikanan dan kelautan, kawasan perkebunan, kawasan peternakan, kawasan pariwisata, kawasan permukiman, kawasan industri, dan kawasan pertambangan.

(4) Rencana Pola Ruang wilayah digambarkan dalam peta sebagaimana tercantum pada lampiran II dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan daerah ini.

Bagian Kedua

Rencana Pengembangan Kawasan Lindung Pasal 23

Kawasan lindung meliputi: a. kawasan hutan lindung;

(22)

22 c. kawasan perlindungan setempat;

d. kawasan rawan bencanaalam;

e. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; f. kawasan lindung geologi; dan

g. kawasan lindung lainnya.

Pasal 24

Kawasan hutan lindung di Kabupaten Ende terdapat di Kecamatan Nangapanda, Maukaro, Ende, Wewaria, Detusoko, Detukeli, Maurole, Kotabaru, Kelimutu, Lio Timur dan Kecamatan Lempebusu Kelisoke dengan luas 24.193,34Ha.

Pasal 25

(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23huruf b, meliputi kawasan resapan air.

(2) Kawasan resapan air yang berfungsi sebagaikawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya tersebar di Detusoko, Nangapanda, Maukaro, Ende, Ende Timur, Ndori, Ndona Timur, Wolojita, Kelimutu, Wolowaru, Wewaria, Kotabaru, Detukeli dan Maurole.

Pasal 26

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23huruf c, meliputi: a. kawasan sempadan pantai;

b. kawasan sempadan sungai; c. kawasan sempadan danau/waduk; d. kawasan sempadan mata air; dan e. kawasan sempadan irigasi.

(2) Kawasan sempadan pantai seluas 1.971,28 Ha dengan panjang sempadan pantai 100 m dari pasang tertinggidi Kabupaten Ende terdapat di 15 (lima belas) kecamatan, yaitu Kecamatan Ende Selatan, Ende Tengah, Ende Timur, Ende Utara, Kotabaru, Lio Timur, Maukaro, Maurole, Nangapanda, Ndona, Ndori, Pulau Ende, Wewaria, Wolojita, dan Wolowaru.

(3) Kawasan sempadan sungaiseluas 4.484,47 Ha di Kabupaten Ende terdapat di Sungai Sungai Wolowona, Sungai Nangaba, Sungai Lowo Daga, Sungai Lowo Dali/Welajawa, Sungai Lowo Rea, Sungai Watuneso, Sungai Loworongga, Sungai Loworande, Sungai Koro, Sungai Lowo Moke, Sungai Nangapanda, Sungai Kali Putih, Sungai Nangamboa, Sungai Ngalupolo, Sungai Wolotopo, Sungai Lowo Loka, Sungai Lowo Bajo dan Sungai Maukaro.

(4) Kawasan sempadan danau/waduk di Kabupaten Ende terdapat di Kecamatan Kelimutu dan Kecamatan Wewaria.

(5) Kawasan perlindungan sempadan mata air di Kabupaten Endeditetapkan dengan radius sekurang-kurangnya 200 m dari tiap-tiap sumber mata air.

(23)

23 a. garis sempadan air untuk bangunan, diukur dari tepi atas samping saluran atau dari luar kaki tangkis saluran atau bangunannya dengan jarak : 5 (lima) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan kemampuan 4 m³/detik atau lebih, 3 (tiga) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan kemampuan 1 sampai 4 m³/detik, 2 (dua) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan kemampuan kurang dari 1 m³/detik;

b. pada kawasan konservasi ini dimungkinkan adanya jalan inspeksi untuk pengontrolan saluran dengan lebar jalan minimum 4 meter;

c. perlindungan pada irigasi sekunder baik di dalam maupun diluar permukiman ditetapkan minimum 6 meter kiri-kanan saluran; dan

d. pada kawasan konservasi ini dimungkinkan adanya jalan inspeksi untuk pengontrolan saluran dengan lebar jalan minimum 3 meter.

Pasal 27

(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya, yang meliputi kawasan cagar alam, kawasan pantai berhutan bakau, kawasan taman nasional, taman wisata alam, cagar budaya dan ilmu pengetahuan dengan luas kawasan sekitar 77.669,34 Ha.

(2) Kawasan cagar alam yang ada di Kabupaten Ende memiliki luasan sekitar 1.958,24 Ha yang letaknya menyebar di Kecamatan Detukeli, Kecamatan Kotabaru, Kecamatan Nangapanda, Kecamatan Maukaro, Kecamatan Ende, Kecamatan Detusoko, Kecamatan Kelimutu, Kecamatan Wolowaru dan Kecamatan Lio Timur.

(3) Kawasan pantai berhutan bakau yang merupakan kawasan lindung adalah kawasan pantai utara yang memiliki kawasan hutan bakau yang meliputi Kecamatan Maukaro, Kecamatan Maurole, Kecamatan Wewaria dan Kecamatan Kotabarudengan luasan 603,04 Ha.

(4) Taman Nasional Kelimutu di Kabupaten Ende ditunjuk sebagai Kawasan Taman Nasional dengan luas 5.538,37 Ha yang merupakan wilayah yang harus dilindungi dan membatasi kegiatan budidaya. Wilayah Kawasan Taman Nasional meliputi 4 (empat) kecamatan yaitu Kecamatan Wolojita, Kecamatan Kelimutu, Kecamatan Detusoko dan Kecamatan Ndona Timur.

(5) Taman wisata alam yang terdapat di Kabupaten Ende adalah Taman Wisata Alam Kemang Boleng. Taman Wisata Alam Kemang Boleng terdapat di Kecamatan Nangapanda, Maukaro, Ende, Detusoko, Kelimutu, Wolowaru, Kotabaru dan Lio Timur. Perlindungan taman wisata alam ini sangat penting yang merupakan kawasan resapan air dan melestarikan lingkungan beserta ekosistemnya.

(6) Kawasan cagar budaya di Kabupaten Ende sekaligus merupakan kawasan dengan fungsi pendidikan dan ilmu pengetahuan. Kawasan pelestarian alam jenis cagar budaya yang terdapat di Kabupaten Ende meliputi Benteng Morilonga, Situs Bung Karno, Mummi di Nuaone Detusoko, Kompleks Rumah Adat Kanganara, Kompleks Rumah Adat Koanora, Senjata tradisional Jopu, Sao Ria Raja Nggaji Wolojita, Rumah Adat Wiwipemo, Rumah Adat Wiwipemo, dan Megalith Wolotopo.

(24)

24 Pasal 28

(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf d, meliputi: a. rawan gempa bumi;

b.rawan gunung api; c. rawan longsor; d.rawan banjir; dan

e. rawan gelombang pasang.

(2) Kawasan rawan gempa bumi dan tsunami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi Kecamatan Kotabaru, Kecamatan Detukeli, Kecamatan Detusoko, Kecamatan Nangapanda, Kecamatan Pulau Ende, Kecamatan Maurole, Kecamatan Wewaria, dan Kecamatan Maukaro. (3) Kawasan rawan gunung berapi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi Kecamatan

Ende Selatan, Kecamatan Pulau Ende, Kecamatan Ende Tengah, Kecamatan Ndona, Kecamatan Ndona Timur, Kecamatan Detusoko, Kecamatan Kelimutu, Kecamatan Wolojita, dan Kecamatan Maurole.

(4) Kawasan rawan longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi Kecamatan Nangapanda, Kecamatan Ende, Kecamatan Ende Utara, Kecamatan Ende Timur, Kecamatan Ndona, Kecamatan Ndona Timur, Kecamatan Detusoko, Kecamatan Wewaria, Kecamatan Maukaro, Kecamatan Detukeli, Kecamatan Kotabaru, Kecamatan Wolowaru, Kecamatan Kelimutu, Kecamatan Wolojita, Kecamatan Lio Timur, dan Kecamatan Ndori.

(5) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi kawasan sempadan sungai yang rawan banjir terdapat di Sungai Wolowona ( 45 km) di Kecamatan Detusoko, Sungai Nangaba ( 22,4 km) di Kecamatan Ende, Sungai Nangapanda (39,2 km) di Kecamatan Nangapanda, Sungai Nangakeo (± 7 km) di Kecamatan Nangapanda, Sungai Lowobajo/ Nanganioniba (22,5 km) di Kecamatan Maurole, Sungai Aepai (9,1 km) di Kecamatan Maurole, Sungai Lowolande (± 26,8 km) di - Kecamatan Kotabaru, Sungai Ndondo (33,6 km) di Kecamatan Kotabaru, Sungai Lowolise (23,4 km) di Kecamatan Lio Timur, Sungai Ae Bara 16,5 km (Wolowaru) di Kecamatan Kelimutu, Sungai Lowo Rea (33,6 km) di Kecamatan Maukaro dan Kecamatan Wewaria, Sungai Lowolaka (18 km) di Kecamatan Wewaria dan Kecamatan Maurole, Sungai Loworongga (14 km) di Kecamatan Wewaria, Sungai Lowodaga (12 km) dan Loworanda (11,2 km) di Kecamatan Wewaria, Sungai Ratemangu ( 6,3 km) di Kecamatan Wewaria, Sungai Nangamboa ( 14 km) di Kecamatan Nangapanda, Sungai Wolotopo (7 km) di Kecamatan Ndona, Sungai Ngalupolo (14 km) di Kecamatan Ndona, Sungai Ndori (7 km) di Kecamatan Ndori.

(6) Kawasan rawan gelombang pasang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, meliputi kawasan pantai yang terdapat di Kecamatan Ende Selatan, Kecamatan Ende Utara, Kecamatan Ende Timur, Kecamatan Ndona, Kecamatan Ende, Kecamatan Nangapanda, Kecamatan Wewaria, Kecamatan Maukaro, Kecamatan Maurole, Kecamatan Kotabaru, Kecamatan Wolowaru,Kecamatan Lio Timur, dan Kecamatan Ndori

(25)

25 Bagian Ketiga

Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya Pasal 29

Pola pemanfaatan kawasan budidaya meliputi: a. kawasan hutan produksi;

b. kawasan pertanian; c. kawasan perkebunan; d. kawasan peternakan;

e. kawasan perikanan dan kelautan; f. kawasan pertambangan;

g. kawasan industri; h. kawasan pariwisata; i. kawasan permukiman;

j. kawasan RTH (Ruang Terbuka Hijau); dan k. ruang dan jalur evakuasi.

Pasal 30

(1) Kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalampasal 29 huruf a, adalah kawasan hutan produksi tetap.

(2) Kawasan hutan produksi tetap jika dilihat dari luas kawasan hutan yang ada di Kabupaten Ende didominasi oleh hutan produksi tetap seluas± 35.291 Ha diikuti oleh hutan produksi terbatas sebesar ± 6.151 HaHa dan hutan konversi seluas ± 1.186 ha.

Pasal 31

(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksuddalampasal 29 huruf b, meliputi lahan basah/sawah beririgasi, sawah tadah hujan/pertanian lahan kering dan pertanian holtikultura. (2) Kawasan pertanian lahan basah di Kabupaten Ende terdapat di beberapa lokasi mengikuti aliran

sungai dan beberapa irigasi yang tersebar hampir di seluruh Kecamatan dengan luas ± 1.936 Ha. Daerah-daerah pengembangan pertanian lahan basah di Kabupaten Ende di arahkan pada Kecamatan Detusoko, Kecamatan Detukeli, Detusoko, Ende Selatan, Kelimutu, Kotabaru, Lio Timur, Maukaro, Maurole, Nangapanda, Ndona, Ndona Timur, Ndori, Wewaria, Wolojita dan Wolowaru.

(3) Kawasan pertanian lahan keringtersebar di Kecamatan Ende Tengah, Kecamatan Ende Timur, Kecamatan Detukeli, Detusoko, Ende, Ende Tengah, Ende Timur, Ende Utara, Kelimutu, Kotabaru, Lio Timur, Maukaro, Maurole, Nangapanda, Ndona, Ndona Timur, Ndori, Wewaria, Wolojita, Wolowaru dan Pulau Endeseluas ± 38.237 Ha.

(26)

26 (4) Kawasan holtikultura di Kabupaten Ende tersebar di hampir seluruh kecamatan yang ada di kabupaten Ende, diantaranya Kecamatan Wolowaru, Kecamatan Kelimutu, Kecamatan Detukeli, Kecamatan Wolojita dan Kecamatan Detusoko.

Pasal 32

(1) Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksuddalampasal 29 huruf c, diarahkan di seluruh kecamatan, untuk meningkatkan peran serta, efisiensi, produktivitas dan keberlajutan, dengan mengembangkan kawasan industri masyarakat perkebunan.

(2) Kawasan perkebunan dimaksud pada ayat (1) dikembangkan dengan luas ± 14.366 Hadi setiap lokasi pengembangan dan sentra produksi yang diselenggarakan dengan kebersamaan ekonomi dan berwawasan lingkungan.

(3) Produksi sektor perkebunan di Kabupaten Ende meliputi 5 (lima) komoditi kelapa, kemiri, kakao, kopi, dan jambu mete.

(4) Pengembangan kawasan perkebunan di arahkan pada Kecamatan Nangapanda, Kecamatan Wolowaru, Kecamatan Ende, dan Kecamatan Maurole.Pengembangan perkebunan dilakukan dengan mengembangkan industri pengolahan hasil komoditi diarahkan pada Kecamatan Nangapanda, Wolowaru, Ende, dan Maurole.

(5) Pengembangan fasilitas sentra produksi dan pemasaran pada pusat kegiatan ekonomi di Kecamatan Ende Tengah-Nangapanda-Wolowaru-Maurole.

Pasal 33

(1) Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksuddalam pasal 29 huruf d, meliputi peternakan ternak besar dan peternakan ternak kecil dengan luas±9.279 Ha.

(2) Pengembangan kawasan peternakan di Kabupaten Ende di kalsifikasikan sebagai berikut:

a. pengembangan sentra ternak sapi di Kecamatan Maukaro, Kecamatan Kotabaru, dan Kecamatan Maurole;

b. pengembangan sentra ternak kerbau di Kecamatan Maukaro, Kecamatan Kotabaru, dan Kecamatan Maurole;

c. pengembangan sentra ternak kuda di Kecamatan Wolojita, Maukaro, Kotabaru, Maurole; d. pengembangan sentra ternak babi di Kecamatan Lio Timur; dan

e. pengembangan sentra ternak kambing di Kecamatan Lio Timur.

(3) Sentra peternakan ternak kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan lokasi pengembangan dapat dialokasikan di seluruh kecamatan dengan berpedoman pada potensi dan unggulan peternakan pada masing-masing kecamatan.

Pasal 34

(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksuddalampasal 29 huruf e, meliputi: a. perikanan tangkap;

(27)

27 c. pengolahan hasil perikanan.

(2) Kawasan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri ataspengembangan kawasan perikanan tangkap meliputi Kecamatan Ende Selatan, Kecamatan Pulau Ende, Kecamatan Ende, Kecamatan Nangapanda, Kecamatan Ndona, Kecamatan Wolojita, Kecamatan Wolowaru dan Kecamatan Ndori.

(3) Pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi budidaya perikanan laut meliputi: budidaya mutiara seluas ± 251 ha di Kecamatan Maukaro; budidaya rumput laut ± 5.987 ha tersebar di Kecamatan Kotabaru, Maurole, Wewaria, Maukaro dan Ende Selatan; budidaya teripang seluas ± 112 ha di Kecamatan Maurole dan Kotabaru; budidaya tambak seluas ± 1.090 ha tersebar di Kecamatan Maukaro, Kotabaru, Maurole dan Wewaria; dan budidaya air tawar seluas ± 2.242 ha tersebar di Kecamatan Detusoko, Maurole, Wolojita, Wolowaru, Kelimutu, Ende, Ende Timur, Ndona, Wewaria dan Detukeli.

(4) Pengembangan kawasan pengolahan hasil perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diarahkan di setiap kecamatan pantai selatan dan utara wilayah Kabupaten Ende.

Pasal 35

(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalampasal 29 huruf f, meliputi pertambangan bahan galian golongan A, B dan C.

(2) Kawasan pertambangan yang ada di Kabupaten Ende merupakan kawasan yang diperuntukkan bagi kawasan pertambangan yang secara ekonomis mempunyai potensi bahan tambang. Bahan tambang yang ada di Kabupaten Ende ini mencakup bahan tambang golongan B (mineral logam) dan bahan galian golongan C (batuan).

(3) Luas Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) di Kabupaten Ende dengan total luasan ±7.610 ha yang terdiri dari WUP mineral logam yang tersebar di Kecamatan Ende, Lio Timur, Maukaro, Ndori, Wolojita dan Wolowaru dan WUP batuan yang tersebar di Kecamatan Ende Utara, Nangapanda dan Maukaro.

(4) Pengembangan penambangan bahan galian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),meliputi:

a. pengembangan kawasan pertambangan dilakukan dengan mempertimbangkan potensi bahan galian, kondisi geologi dan geohidrologi dalam kaitannya dengan kelestarian lingkungan;

b. pengelolaan kawasan bekas penambangan yang harus direhabilitasi/reklamasi sesuai dengan zona peruntukkan yang ditetapkan, dengan melakukan penimbunan tanah subur dan/atau bahan-bahan lainnya, sehingga menjadi lahan yang dapat digunakan kembali sebagai kawasan hijau, ataupun kegiatan budidaya lainnya dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian lingkungan hidup;

c. setiap kegiatan usaha pertambangan harus menyimpan dan mengamankan tanah atas (top soil) untuk keperluan rehabilitasi/reklamasi lahan bekas penambangan;

(28)

28 d. pada kawasan yang teridentifikasi bahan tambang golongan A (migas) atau B yang bernilai ekonomi tinggi, sementara pada bagian atas kawasan penambangan adalah kawasan lindung atau kawasan budidaya sawah yang tidak boleh alih fungsi, atau kawasan permukiman, maka eksplorasi dan/atau eksploitasi tambang harus disertai AMDAL, kelayakan secara lingkungan, sosial, fisik dan ekonomi terhadap pengaruhnya dalam jangka panjang dan skala yang luas; e. menghindari dan meminimalisir kemungkinan timbulnya dampak negatif dari kegiatan sebelum,

saat dan setelah kegiatan penambangan, sekaligus disertai pengendalian yang ketat;

Pasal 36

(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksuddalampasal 29 huruf g, meliputi : a. industri besar;

b. industri sedang; dan c. industri kecil.

(2) Kawasan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah kawasan industri yang akan dikembangkan di Kabupaten Ende meliputi industri sedang dan industri kecil.

(3) Pengembangan kawasan industrisedang di Kabupaten Ende, meliputi:

a. pengembangan kawasan industri di Kecamatan Ndona Timur terkait dengan pengeboran gas bumi Mutubusa;

b. pengembangan kawasan industri agropolitan di Kecamatan Wolowaru, Kecamatan Detusoko, dan Kecamatan Wewaria;

c. pengembangan kawasan industri pengolahan kacang mete, pabrik roti dan air kemasan di Kecamatan Wolowaru;

d. pengembangan kawasan industri agrowisata di Kecamatan Kelimutu;

e. pengembangan kawasan industri tenun ikat di Kecamatan Wolowaru, Kecamatan Ende, dan Kecamatan Wolojita;

f. pengembangan kawasan industri di Kecamatan Maurole, terkait adanya PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap);

g. pengembangan kawasan industri perikanan di Kecamatan Nangapanda, Kecamatan Ende Selatan, Kecamatan Pulau Ende, Kecamatan Ndona, Kecamatan Maukaro, Kecamatan Maurole dan Kecamatan Kotabaru; dan

h. pengembangan industri air minum kemasan di 4 kecamatan dalam Kota Ende yaitu Kecamatan Ende Tengah, Kecamatan Ende Utara, Kecamatan Ende Selatan dan Kecamatan Ende Timur.

(4) Pengembangan kawasan industri kecil diantaranya industri rumah tangga, meliputi :

a. industri rumah tanggatenun ikat di Kecamatan Ende, Kecamatan Wolojita, dan Kecamatan Wolowaru;

b. industri rumah tangga souvenir yang berada di Kecamatan Ende Selatan dan Kecamatan Kelimutu; dan

(29)

29 Pasal 37

1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalampasal 29 huruf (g) dengan luas ± 444 Ha, ditetapkan dengan kriteria memiliki objek dengan daya tarik wisata; dan/atau mendukung upaya pelestarian budaya, keindahan alam, dan lingkungan, Kegiatan pariwisata di Kabupaten Ende ditinjau dari karakteristik dan potensinya dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu : a. wisata alam;

b. wisata budaya; dan

c. wisata dengan minat khusus.

2) Kawasan wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi :

a. Kawasan wisata Gunung Meja (Pui) terdapat di Kelurahan Rukun Lima Kecamatan Ende Selatan;

b. Kawasan wisata Air Terjun Kedebodu terdapat di Desa Kedebodu Kecamatan Ende Timur; c. Kawasan wisata Pantai Bita terdapat di Kelurahan Mautapaga Kecamatan Ende Timur; d. Kawasan wisata Pantai Mbuu terdapat di Desa Nanganesa Kecamatan Ndona;

e. Kawasan wisata Pantai Nanganesa terdapat di Desa Nanganesa Kecamatan Ndona;

f. Kawasan wisata Sumber Air Panas Oka terdapat di Kelurahan Detusoko Kecamatan Detusoko; g. Kawasan wisata Pantai Nggemo Jaga terdapat di Desa Kobaleba Kecamatan Maukaro;

h. Kawasan wisata Air Terjun Murundao terdapat di Desa Koanara Kecamatan Kelimutu; i. Kawasan wisata Taman Nasioanal Kelimutu terdapat di Desa Pemo Kecamatan Kelimutu; j. Kawasan wisata Air Panas Ae Wau terdapat di Desa Nggela Kecamatan Wolojita;

k. Kawasan wisata Air Panas Liasembe terdapat di Desa Koanara Kecamatan Kelimutu;

l. Kawasan wisata Gas Alam Mutubasa yang terdapat di Desa Sokoria Kecamatan Ndona Timur; m.Kawasan wisata air terjun Murukalo yang terdapat di Desa Jopu Kecamatan Wolowaru; n. Kawasan wisata Pantai Mausambi terdapat di Desa Mausambi Kecamatan Maurole; o. Kawasan wisata Pantai Maurole terdapat di Desa Maurole Kecamatan Maurole; p. Kawasan wisata Pantai Enabara terdapat di Desa Nanganio Kecamatan Maurole; q. Kawasan wisata Gas Bumi Lesugolo terdapat di Desa Nida Kecamatan Detukeli; r. Kawasan wisata Pantai Penggajawa terdapat di Desa Nggorea Kecamatan Nangapanda; s. Kawasan wisata Pantai Nangalala terdapat di Desa Bheramari Kecamatan Nangapanda; t. Kawasan wisata Pantai Teluk Nangakeo terdapat di Kecamatan Nangapanda; dan u. Kawasan wisata Tiwu Bowu terdapat di Desa Kotabaru Kecamatan Kotabaru. 3) Kawasan wisata budaya yang dimaksud pada ayat (1) point b, meliputi :

a. Kampung Adat Wolotopo terdapat di Desa Wolotopo Kecamatan Ndona;

b. Kampung Adat Detusoko terdapat di Kelurahan Detusoko Kecamatan Detusoko; c. Kampung Adat Wolondopo terdapat di Desa Nuaone Kecamatan Detusoko; d. Kampung Adat Wologai terdapat di Desa Wologai Kecamatan Detusoko; e. Kampung Adat Koanara terdapat di Desa Koanara Kecamatan Kelimutu; f. Kampung Adat Pemo terdapat di Desa Pemo Kecamatan Kelimutu;

Referensi

Dokumen terkait

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi pada RTH di kawasan perkotaan mengenai kegiatan yang diijinkan, kegiatan yang diijinkan dengan syarat, dan kegiatan yang dilarang,

(1) Pusat Pelayanan Kota sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (4) huruf b berada di sekitar Kelurahan Ramanuju Kecamatan Purwakarta dengan fungsi perumahan,

(2) Pusat pelayanan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : pusat pelayanan Kota Bima di Kecamatan Rasanae Barat, sebagian Kecamatan Asakota

Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) huruf a disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang berdasarkan rencana

(3) Perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur ruang dan pola ruang wilayah dan kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan

(3) Kawasan Strategis Provinsi di wilayah Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah Kawasan Mataram Metro yang meliputi wilayah administrasi Kota dan 6 (enam)

(1) Pemanfaatan ruang untuk kawasan budidaya lainnya sebagimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf i dan Pasal 47 ayat (2) huruf i dapat dilaksanakan apabila tidak

(1) Arahan peraturan zonasi kawasan di sekitar sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) huruf g, mencakup pemanfaatan ruang