• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebaran Mineral Klorit di Kecamatan Amfoang Selatan Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sebaran Mineral Klorit di Kecamatan Amfoang Selatan Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Sebaran Mineral Klorit di Kecamatan Amfoang Selatan

Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur

Ibni Sabil A. Z. M.

1Departemen Geografi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424

ibni.sabil@ymail.com

Abstrak  

Dewasa ini kegiatan pencarian atau eksplorasi tambang emas masih butuh dikembangkan, khususnya yang berada di Indonesia. Hal ini dilakukan dalam rangka mengefisienkan waktu, biaya dan tenaga. Emas memiliki jenis beragam, yang paling dekat jaraknya dengan permukaan bumi merupakan tipe deposit emas epitermal. Salah satu pengembangan kegiatan eksplorasi yang penting yaitu pemetaan awal dalam survei pendahuluan. Pendekatan pemetaan awal ini diarahkan pada variabel yang berasosiasi dengan keberadaan emas, salah satunya pemetaan sebaran mineral yang mengasosiasi pada zona alterasi propilitik di mana pencirinya adalah mineral klorit dengan memanfaatkan data Citra Landsat 7 ETM+ dan diolah berdasarkan Direct Principle Componen dari Deffoliant Technique. Pemetaan sebaran mineral klorit ini dilakukan pada daerah administrasi Kecamatan Amfoang Selatan, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang menjadi salah satu wilayah eksplorasi salah satu perusahaan tambang emas. Pemetaan ini mengambil unit analisis daerah administrasi enam desa di Kecamatan Amfoang Selatan. Hasil pengolahan data menunjukkan sebaran mineral klorit tertinggi menyebar pada Desa Oh’aem seluas 400,7 Ha yang mewakili zona timur dari wilayah penelitian, sedangkan yang terendah pada Desa Lelogama seluas 139,8 Ha yang mewakili zona utara dari wilayah penelitian.

Abstract

English version of the abstract can be written here.

Keywords: Direct Pinciple Componen, Deffoliant Technique, Landsat 7 ETM+, Kupang Regency, Epithermal Gold.

1. PENDAHULUAN

Dewasa ini kegiatan pencarian atau eksplorasi tambang emas masih butuh dikembangkan, khususnya yang berada di Indonesia. Hal ini dilakukan dalam rangka mengefisienkan waktu, biaya dan tenaga. Emas memiliki jenis beragam, yang paling dekat jaraknya dengan permukaan bumi merupakan tipe deposit emas epitermal. Salah satu pengembangan kegiatan eksplorasi yang penting yaitu pemetaan awal dalam survei pendahuluan. Pendekatan pemetaan awal ini diarahkan pada variabel yang berasosiasi dengan keberadaan emas, salah satunya pemetaan sebaran mineral yang mengasosiasi pada zona alterasi propilitik di mana pencirinya adalah mineral klorit dengan memanfaatkan data Citra Landsat 7 ETM+ dan diolah berdasarkan Direct Principle Componen dari Deffoliant Technique. Pemetaan sebaran mineral klorit ini dilakukan pada daerah administrasi Kecamatan Amfoang Selatan, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang menjadi salah satu wilayah eksplorasi salah satu perusahaan tambang emas. Pemetaan ini mengambil unit analisis daerah administrasi enam desa di Kecamatan Amfoang Selatan.

2. METODE PENELITIAN

Metode penelitian kali ini melakukan pendekatan terhadap keberadaan sebaran deposit emas epitermal dengan tipe mineral klorit sebagai penciri salah satu alterasi, yaitu propilitik. Pemetaan sebaran dilakukan dengan memanfaatkan data Citra Landsat 7 ETM+ dengan metode Dirrect Principel Component (DPC) dari Deffolinat Technique dan Fuzzy Logic dengan bantuan software ENVI 4.5 dan ArcGIS 10. Metode ini dilakukan untuk memaksimalkan penajaman citra di wilayah tropis semacam Kabupaten Kupang dengan kendala tutupan vegetasi atau kanopi, walaupun cukup jarang pada bulan kering seperti September yang menjadi waktu pemilihan Citra Landsat yang diolah.

Data yang dihimpun berupa peta administrasi Kabupaten Kupang tahun 2009 dari Bakossurtanal, Citra Landsat 7 ETM+ tahun 2000 dari USGS, dan spectral library mineral dari USGS Libary.

Pengolahan data dilakukan dengan tahap sebagai berikut.

a. Pengolahan data raster (Citra Landsat)

1. Layer Stacking Citra Landsat menggunakan menu pada Basic Tools – Layer Stacking pada ENVI 4.5.

(2)

2. Penentuan Rasio Band mineral klorit dengan spectral library berdasarkan kurva spektral klorit dan vegetasi (gbr 1) di mana dari hasil pengolahan menunjukkan Rasio Band untuk DPC klorit adalah rasio 1 (4/7) dan rasio 2 (5/3).

3. Melakukan pembentukan komposit Rasio Band dengan menu Transfom – Band Rasio pada ENVI 4.5.

4. Mengolah komposit Rasio Band dalam Principle Component di menu Transfom – Principle Component – Forward PC Rotation – Compute New Statistic and Rotate.

5. Melihat hasil statistik dengan menu Basic Tools – Statistic – View Statistic File. Rasio Band yang dapat digunakan dalam pemetaan sebaran mineral klorit adalah yang memiliki nilai eigenvector berlawanan (- dan +). Dalam hal ini adalah Rasio Band kedua yaitu 5/3.

6. Menyimpan hasil DPC kedua (sebaran mineral mineral klorit) dalam format ER Mapper (.ers).

7. Melakukan pengolahan fuzzy linier pada data raster berformat ER Mapper tersebut pada ArcGIS 10 dengan tools fuzzy membership – linier.

8. Selanjutnya dipilih kelas tertinggi dari 20 kelas otomatis yang terbentuk dan melakukan reclassify dengan tools spatial analys – reclass – reclassify.

9. Konversi data hasil reclass dalam format vektor untuk dapat melakukan perhitungan luasan dengan tools convertion data – from raster – raster to polygon.

 

Gbr 1. Kurva spektral klorit (warna merah) dan

vegetasi (warna hijau) , (pengolahan data 2013)

Selain pengolahan data raster di atas, untuk membuktikan dan menggambarkan sebaran tutupan vegetasi di wilayah penelitian, maka dilakukan pengolahan Normalize Different Vegetation Index (NDVI).

b. Pengolahan data vektor (Peta Administrasi) 1. Melakukan eliminasi data selain Kecamatan Amfoang Selatan dengan menu Selection – Select by attribute pada ArcGIS 10 yang dilanjutkan dengan eksport data administrasi Kecamatan Amfoang Selatan yang berisi 6 desa.

2. Langkah selanjutnya adalah menggabungkan data hasil olahan sebaran mineral dengan batasan administrasi desa dengan menu union pada ArcGIS 10.

3. Melakukan kalkulasi luasan hasil union berupa prediksi sebaran mineral klorit pada masing-masing daerah administrasi desa.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Administrasi

Secara administratif, wilayah penelitian yang masuk dalam seluruh daerah administrasi Kecamatan Amfoang Selatan ini terbagi dalam 6 desa, yaitu Desa Fatusuki, Desa Fatumetan, Desa Oelbanu, Desa Leloboko, Desa Lelogama, dan Desa Oh’aem. Kemudiang daerah ini berbatasan langsung dengan Kecamatan Amfoang Barat Laut di sebelah barat lautnya, Kecamatan Amfoang Tengah timur lautnya, Kecamatan Takari sebelah selatannya, Kecamatan Barat Daya di sebelah barat dayanya. Batas tersebut dapat dilihat pada peta berikut (gbr 2).

Gbr 2. Peta Administrasi Kecamatan Amfoang

Selatan dan Batasan Administrasinya, (pengolahan data 2013)

NDVI

Secara prinsip, pengolahan sebaran mineral apapun termasuk mineral klorit tidak akan efektif atau optimal jika dilakukan dengan data penginderaan jauh seperti Citra Landsat pada wilayah yang ditutupi vegetasi terlalu lebat atau rimbun. Sebaran tutupan vegetasi dapat dilihat pada peta di bawah (gbr 3).

Merujuk pada peta tutupan vegetasi tersebut, maka sangat sedikit wilayah dengan tutupan vegetasi sangat rimbun dan rimbun. Secara kuantitatif, luasan tutupan vegetasi rimbun hingga sangat rimbun dari hasil pengolahan Citra Landsat tersebut setiap desa adalah sebagai berikut. Tutupan vegetasi rimbun hingga sangat rimbun (pengolahan data, 2013) untuk Desa Oelbanu 125,1 Ha, Desa Leloboko 434,5 Ha, Desa Lelogama 134,92 Ha, Desa Oh’aem 68,6 Ha, Desa

(3)

Fatumetan 151,5 Ha, dan Desa Fatusuki 150,6 Ha. Melihat luasan ini, pemetaan sebaran mineral klorit masih dapat dilakukan dengan optimal melalui metode DPC yang akan dilakukan.

Gbr 3. Peta Tutupan Vegetasi (NDVI), (pengolahan

data 2013)

Pengolahan Citra Landsat menjadi identifikasi sebaran tutupan vegetasi ini telah mengalami serangkaian proses berikut. Hal pertama yang dilakukan adalah melakukan kalkulasi band dengan menu Trasnfom – NDVI di mana untuk band Red diinputkan band 3 dan untuk band NIR diinputkan band 4 untuk rumusan NDVI :

NDVI = (NIR-Red)/(NIR+Red)

Hasil dari band math ini menghasilkan tampilan citra sebagai mana ditunjukkan pada gambar 4 (gbr 4). Nilai yang ditunjukkan pada NDVI tersebut adalah range antara -1 hingga 1.

Gbr 3. Hasil Band Math NDVI, (pengolahan data

2013)

Nilai yang ditunjukkan dari olahan data tersebut masih sekedar tingkat keabuan yang membutuhkan

klasifikasi lanjutan. Klasifikasi dilakukan dengan menu Overlay –Density Slice dengan pembagian kelas sebagai berikut. Klasifikasi ini di dasarkan pada kelas NDVI yang ditentukan oleh Kementerian Kehutanan.

Tabel 1. Klasifikasi nilai NDVI, (pengolahan data

2013).

Kelas Range Nilai

(-1) – 0,1 Tidak bervegetasi 0,1 – 0,3 Bervegetasi jarang 0,3 – 0,5 Bervegetasi rimbun 0,5 – 1,0 Bervegetasi sangat rimbun

DPC Mineral Klorit

Pengolahan selanjutnya setelah memperkirakan tutupan vegetasi yang ada di lapangan adalah proses pemetaan sebaran mineral klorit. Pendekatan pemetaan sebaran ini dilakukan dengan teknik DPC dari deffoliant techniuque berupa penajaman band citra yang memiliki respon terkuat terhadap mineral klorit.

Pada prinsipnya, pengolahan DPC ini diawali dengan membentuk dua rasio band, di mana rasio band pertama adalah band yang di dalamnya terdapat panjang gelombang dengan respon tinggi terhadap vegetasi dan tinggi juga terhadap mineral klorit. Untuk rasio band kedua diambil band yang di dalamnya terdapat panjang gelombang yang memilki respon tinggi terhadap vegetasi tetapi rendah terhadap mineral klorit.

Dari hasil penentuan rasio band tersebut, di dapatkan kombinasi rasio 1 dari band 4/7 dan rasio 2 dari band 5/3. Nilai eigenvector yang ditunjukkan dengan saling berlawanan antara vegetasi dan mineral klorit adalah kombinasi dari rasio 2 (5/3) dengan nilai ditampilkan pada gambar berikut (gbr 4).

Gbr 4. Nilai Eigenvector DPC Mineral Klorit,

(pengolahan data 2013)

Pengolahan ini menunjukkan bahwa hasil DPC yang dapat memisahkan vegetasi dan mineral klorit adalah rasio dua (5/3) dengan nilai (-) pada mineral klorit. Artinya mineral klorit ditunjukkan semakin berwarna gelap, maka pendekatan terhadap sebaran mineral klorit semakin tinggi kemungkinannya. Sebaran dari hasil olahan DPC rasio band dua ini ditunjukkan pada gambar berikut (gbr 5).

Hasil olahan DPC ini merupakan tingkat keabuan dengan range nilai 0 – 255. Mineral klorit yang pada nilai eigenvector ditunjukkan dengan nilai negatif (-) bermakna semakin mendekati nilai 0 pada citra, semakin gelap warna yang ditunjukkan dan semakin

(4)

tinggi juga kemungkinan mineral klorit tersebar pada wilayah tersebut.

Gbr 5. DPC Rasio Band 2 (5/3), (pengolahan data

2013)

Nilai keabuan hasil pengolahan DPC ini masih sulit untuk digunakan untuk mengidentifikasi sebaran mineral klorit pada wilayah penelitian. Oleh karena itu perlu dilakukan proses lanjutan yang lebih teliti dan lebih mendekati sebaran mineral klorit yang sebenarnya dengan kalkulasi raster dari fuzzy linier pada ArcGIS yang termasuk dalam metode fuzzy logic.

Sebelum dilakukan proses fuzzy linier, maka data hasil olahan DPC perlu dilakukan konversi menjadi format ER Mapper dengan ekstensi data (.ers). Setelah data ini dikonversikan formatnya, kemudian dimasukkan dalam layer ArcGIS 10. Pengolahan fuzzy linier membutuhkan informasi maksimum dan minimum dari nilai data yang diolah, di mana maksud dari nilai maksimum adalah data yang mendekati dengan peluang keberadaan sebaran mineral klorit yang sebenarnya di lapangan, sedangkan sebaliknya nilai minimum data adalah data yang menjauh dari peluang keberadaan sebaran mineral klorit yang sebenarnya di lapangan. Pada penelitian ini dihasilkan nilai maksimum data 0 (warna gelap) dan minimum 255 (warna terang).

Pengolahan fuzzy linier menghasilkan sebaran sebagaimana terlihat pada peta berikut (gbr 6). Nilai yang dihasilkan adalah range antara 0 – 1 dan secara otomatis (default) terbagi dalam 20 kelas kemungkinan yang nilai intervalnya sama besar, yaitu 0,05. Dari 20 kemungkinan ini, kemudian diambil kelas tertinggi yang mendekati 1 yaitu 0,95 – 1,0 sebagai perwakilan kelas yang memiliki peluang terbesar dalam keberadaan sebaran mineral klorit di lapangan. Hasilnya keseluruhan wilayah penelitian dengan luas 28.347,31 Ha diliputi oleh sebaran mineral klorit yang merata seluas 1.409,58 Ha atau sekitar 5% dari wilayah penelitian. Rincian sebaran mineral klorit setiap desanya ditunjukkan pada tabel 2 berikut.

Gbr 6. Sebaran Mineral Klorit Setiap Desa,

(pengolahan data 2013)

Tabel 2. Luas Sebaran Mineral Klorit Setiap Desa,

(pengolahan data 2013).

Desa Luas (Ha) Presentase dengan Luas Desa (%) Oelbanu 213,171 3,572 Leloboko 190,268 3,803 Lelogama 139,804 6,243 Oh’aem 400,768 7,662 Fatumetan 182,487 3,741 Fatusuki 283,081 5,628

4. KESIMPULAN

Berdasarkan data tabular luasan sebaran mineral klorit di setiap desa di atas, maka dapat dilihat peluang desa dengan sebaran mineral klorit terluas adalah Desa Oh’aem seluas 400 Ha atau sekitar 7% dari luas desa tersebut dengan sebaran berada di bagian timur wilayah penelitian. Sedangkan sebaran paling kecil berada di Desa Lelogama seluas 139 Ha atau sekitar 6% dari luas desa tersebut dengan sebaran berada di bagian timur laut wilayah penelitian.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada tim di lapangan, PT. IPM di Kabupaten Kupang, teman-teman seperjuangan dari Geografi angkatan 2009, serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu per satu. Terima kasih atas dorongan, dukungan, serta bantuannya.

DAFTAR ACUAN

(5)

Abdullah, Anwar., Akhir, J., M., dan Abdullah, Ibrahim. 2010. Automatic Mapping of Lineaments Using Shaded Relief Images Derived from Digital Elevation Model (DEMs) in the Maran – Sungi Lembing Area. Malaysia. EJGE.

Bonham-Carter, G.F. 1994. Geographical Information Systems for Geoscientists: Modeling with GIS. Computer Methods in the Geosciences, 13. Pergamon, New York. Bronto, S. 2010. Geologi Gunungapi Purba.

Publikasi khusus, Badan Geologi ESDM, Bandung.

Caranza and Hale. 2003. Geologically-Constrained Fuzzy Mapping of Gold Mineralization Potential, Baguio District, Philippines. Master of Science in Mineral Exploration, ITC Delft. Corbett, G.J. and Leach, T.M. 1997. Southwest

Pasific Rim Gold / Copper System : Structure, Alateration and Mineralitation. A Workshop Presented for the Society of Exploration Geochemist. Townsville.

Diantoro, Y. 2010. Emas: Investasi dan Pengolahannya (Pengolahan Emas Skala Home Industry). PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Faeyumi. 2012. Sebaran Potensi Emas Epitermal Di

Areal Eksploitasi Pt Antam Unit Geomin, Tbk Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor. Jurusan Geografi Universitas Indonesia. Depok. Fraser, S.J. and Green, A.A. 1987. A Software

Defoliant for Geological Analysis of Band Ratios. International Journal of Remote Sensing Vol. 8.

Lillesand, K, dan Chipman. 2004. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Universitas Gajah Mada Press. Yogjakarta.

Lillesand, Tomas M. and Ralpf W. Kieffer. 1994. Remote Sensing and Image Interpretation. New York : John Willey & Sons.

Lindgren, W. 1928. Mineral Deposit. USA:MCGraw-Hill Book Company, Inc.

Muslim, H.D. 2009. Penerapan Metode Fuzzy Logic Dalam Pemetaan Potensi Mineralisasi Emas Epitermal di Kabupaten Sukabumi Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Insitut Teknologi Bandung. Bandung.

Novriadi, 2005. Penerapan Metode Fuzzy Logic dalam Pemetaan Potensi Mineralisasi Emas Epitermal di Pulau Flores, NTT dengan Menggunakan SIG. Program Studi Rekayasa Pertambangan Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Rojash. 2003. Predictive Mapping of Massive Sulphide Potential in The Western Part of The Escambray Terrain, Cuba. Enschede, Netherland: International Institute for Geo-Information Science and Earth Observation.

Sukandarrumidi. 2007. Geologi Mineral Logam. Gadjah Mada University Press. Jogjakarta. Tampubolon, Armin. 2006. Eksplorasi Emas di

Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Proceeding Pemaparan Hasil-Hasil Kegiatan Lapangan dan Non-Lapangan. Pusat Sumberdaya Geologi. White, N.C., and Hedenquist, J.W. 1996. Epithermal

Gold Deposits : Style, Characteristics, and Exploration. Society of Resource Geology. Tokyo.

Widodo. 2004. Laporan Hasil Kegiatan Ekplorasi Bahan Galian Logam Mulia dan Logam Dasar pada wilayah Penugasan Pertambangan. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral di Daerah Tepungsari sekitarnya, Kabupaten Lumajang. Jawa Timur.

Wiguna, Sesa. 2012. Sebaran Potensi Deposit Emas Epitermal di Cibaliung, Pandeglang-Banten. Jurusan Geografi Universitas Indonesia. Depok.

(6)

Gambar

Tabel  1.  Klasifikasi  nilai  NDVI,  (pengolahan  data  2013).
Tabel  2.  Luas  Sebaran  Mineral  Klorit  Setiap  Desa,  (pengolahan data 2013).

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai evaluasi, perlu adanya sumber tenaga listrik bagi masyarakat Desa Biqueli dengan cara penarikan saluran udara tegangan menengah (SUTM) 20 kV yang difasilitas oleh

Berdasarkan permasalahan tersebut, dibutuhkan system pendukung keputusan yang dapat membantu menentukan penerima kredit usaha rakyat, metode yang digunakan adalah

Pendekatan Picture Exchange Communication System (PECS) terhadap kemampuan bicara dan komunikasi program kebutuhan khusus pada siswa autis, dengan perhitungan

³(GDQ 1JDZXU .DPX WDN DNDQ PHODNXNDQ LWX 6D\D VXGDK matur kepada Rama. Kalau kamu nekat, semua buruh batik yang ada ini dipecat. Tuturan ini terjadi ketika Ni berdebat

Hasil analisis jalur menunjukkan rata-rata persentase alokasi waktu kegiatan mahasiswa dari yang paling besar hingga yang paling kecil pengaruhnya terhadap

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI POLITEKNIK NEGERI

Bioskop Megaria yang dirancang oleh Han Groenewegen (lahir di Den Haag 1888, meninggal di Jakarta 1980) banyak berorientasi pada aliran De Stijl seperti tampak pada menara

Program yang akan dirancang oleh penulis yaitu Perancangan Sistem Penerimaan Barang pada PT Lion Super Indo Cikampek menggunakan software editor JAVA NetBeans