• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan - Lusiana Budi Nurfita BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan - Lusiana Budi Nurfita BAB II"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian Sejenis yang Relevan

Untuk membedakan penelitian mengenai unsur eksternal wacana, peneliti meninjau ada empat penelitian mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Penelitian yang telah ditulis sebelumnya yaitu menganalisis tentang iklan obat-obatan, menganalisis tembang-tembang Banyumasan, menganalisis iklan kosmetik, dan menganalisis iklan produk Home shopping di televisi. Hasil dari keempat penelitian tersebut yaitu terdapat: implikatur, presuposisi, referensi, inferensi, dan konteks wacana. Dari ke lima sub tersebut termasuk pada unsur eksternal wacana. Perbedaan pada penelitian sebelumnya dapat dilihat sebagai berikut:

1. Agung Pambudi Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto, NIM

0301040059 dengan judul Analisis Eksternal Wacana pada Iklan Obat-obatan Warung di Televisi.

Penelitian ini termasuk jenis deskriptif kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan dan memaparkan data. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tuturan pada iklan obat-obatan di televisi. Analisis data tidak didesain atau dirancang dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik. Hasil dari wacana iklan obat-obatan terdapat: implikatur, presuposisi, referensi, inferensi, dan konteks wacana yang diperoleh dari akronim SPEAKING, yaitu setting and scene, participant, ends, act sequences, key, instrumentalities, norms, dan

(2)

2. Sumarsiyah Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto, NIM 0401040022 Tahun 2009. Penelitiannya berjudul Analisis Eksternal Wacana Tembang-Tembang Banyumasan.

Penelitian tersebut merupakan jenis deskriptif kualitatif. Data penelitian berupa lirik dari tembang-tembang Banyumasan yang mengandung unsur eksternal. Judul lirik tembang diantaranya yaitu, Rilik-Rilik Banyumasan, Eling-Eling Banyumasan, Sekar Gadung, Gudril Banyumasan, Kulu-Kulu. Data diperoleh dari CD kumpulan tembang-tembang Banyumasan. Adapun hasil penelitiannya:

a) Semua data mengandung unsur implikatur konvensional yaitu tembang Ricik-Ricik Banyumasan, Eling-Eling Banyumasan II, Sekar Gadung, Gudril Banyumasan, dan Kulu-Kulu.

b) Keseluruhan data yang diperoleh mengandung presuposisi, Ricik-Ricik Banyumasan (percaya adanya Tuhan), Sekar Gadung (masyarakat yang berbudaya), Gudril Banyumasan (cinta akan kebudayaan Banyumasan), Kulu-Kulu (kehidupan pada zaman dahulu).

c) Dalam data yang diperoleh terdapat referensi eksofora, referensi endosfora, dan referensi pengacuan demonstrative waktu.

d) Adapun inferensi yang diperoleh yang ingin disampaikan oleh penutur, yaitu menghibur dan mengungkapkan isi hati atau pesan melalui tembang khususnya untuk masyarakat Banyumasan.

e) Konteks wacana diperoleh dari akronim SPEAKING, yaitu setting and scene, participant, ends, act sequences, key, instrumentalities, norms,

(3)

3. Elis Kristiyanti Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto, NIM 0601040120 Tahun 2010. Penelitian tersebut berjudul Analisis Eksternal Wacana Pada Iklan Kosmetik di televisi.

Penelitian ini merupakan jenis deskriptif kualitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa tuturan pada iklan kosmetik di televisi. Penelitian ini tidak didesain atau dirancang dengan menggunakan prosedur-prosedur atau statistik. Dari hasil penelitian ditemukan implikatur yang terdiri dari konvensional dan percakapan, presuposisi, referensi, inferensi, dan konteks wacana yang diperoleh dari akronim SPEAKING. Akronim tersebut yaitu setting and scene, participant, ends, act sequences, key, instrumentalities, norms, dan genres.

4. Shinta Ana Pudjiman Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto, NIM 0901040031 dengan judul Analisis Unsur Eksternal Wacana Pada Iklan Produk Home Shopping di Lejel TV.

Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian tersebut dilakukan dengan cara mendeskripsikan serta memaparkan data. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tuturan pada iklan produk home shopping di lejel TV. Analisis data tidak didesain atau dirancang dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik. Hasilnya adalah dalam wacana iklan produk home shopping terdapat: implikatur, presuposisi, referensi, inferensi, dan konteks wacana yang diperoleh dari akronim SPEAKING, yaitu setting and scene, participant, ends, act sequences, key, instrumentalities, norms, dan genres.

(4)

lirik pada tembang-tembang Banyumasan dari kumpulan CD tembang-tembang Banyumasan, serta tuturan iklan produk home shopping. Dalam penelitian yang akan dilakukan ini data dan sumber data yang diperoleh dari tuturan iklan kopi di televisi. Oleh karena itu, dapat dilihat kembali perbedaan yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian sebelumnya.

Peneliti mengambil iklan kopi sebagai bahan penelitiannya karena ketertarikan peneliti ketika melihat bermacam-macam iklan kopi yang bervariasi di televisi. Peneliti menangkap bahwa sekarang penikmat kopi tidak hanya kalangan laki-laki, tapi perempuan sekarang juga banyak yang mengkonsumsinya. Di sini peneliti ingin memberi tahu pada pemirsa televisi dan pembaca skripsi ini bahwa penikmat kopi tidak hanya bisa menikmati kopinya saja. Penikmat kopi juga diharapkan tahu bahwa tuturan dalam setiap iklan kopi di televisi itu mempunyai makna yang bisa dianalisis unsur eksternalnya. Unsur eksternal tersebut diantaranya yaitu implikatur, presuposisi, referensi, inferensi, dan konteks wacana.

B. Kajian Pustaka

1. Pengertian Wacana

(5)

dipenuhi jika dalam wacana tersebut sudah terbina yang disebut kekohesian. Kekohesian yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana tersebut (Chaer, 2007:267).

Wacana adalah ucapan, perkataan, tutur, keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan, satuan bahasa terlengkap. Realisasinya tampak pada bentuk karangan yang utuh, seperti novel, buku, artikel atau pada pidato, khotbah, dan sebagainya (Suharso, 2005:632). Di sini sebuah novel, buku, artikel atau pada pidato, khotbah, dan sebagainya, semuanya itu tidak lepas dari sebuah ucapan yang terangkum dan menjadi sebuah wacana. Jadi semuanya dapat dikatakan wacana karena selalu berhubungan dengan sebuah perkataan dan tuturan. Wacana merupakan kesatuan bahasa paling lengkap yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan antara yang satu dengan yang lain.

Sebuah tulisan merupakan sebuah wacana. Akan tetapi yang dinamakan wacana tidak hanya tulisan saja. Seperti halnya yang dinyatakan dalam kamus websters, sebuah pidato pun adalah wacana. Jadi kita akan mengenal wacana lisan maupun wacana tulis. Hal ini sejalan dengan pendapat Tarigan (dalam Sobur, 2009:10) yaitu istilah wacana dipergunakan untuk mencakup bukan hanya percakapan atau obrolan, tetapi juga pembicaraan di muka umum, tulisan, serta upaya formal seperti laporan ilmiah dan sandiwara atau lakon.

(6)

pembaca serta mencakup bukan hanya percakapan tetapi juga pembicaraan. Beberapa pendapat di atas dapat memperjelas arti dari pengertian wacana itu sendiri. Maka dari itu beberapa pendapat tersebut dapat menambah literatur dari berbagai sumber.

2. Jenis wacana

Pada dasarnya, klasifikasi diperlukan untuk memahami, mengurai, dan menganalisis wacana secara tepat. Ketika analisis dilakukan, perlu diketahui terlebih dahulu jenis wacana yang dihadapi. Pemahaman ini sangat penting agar proses pengkajian, pendekatan, dan teknik-teknik analisis wacana yang digunakan tidak keliru. Menurut Mulyana (2005:47-63) wacana dapat dikelompokan menjadi enam, yaitu: (1) berdasarkan bentuk, (2) berdasarkan media penyampaian, (3) berdasarkan jumlah penutur, (4) berdasarkan sifat, (5) berdasarkan isi, (6) berdasarkan gaya dan tujuan. Dalam penelitian ini klasifikasi wacana dibatasi menjadi dua jenis menurut dasar pengklasifikasiannya, yaitu berdasarkan media penyampaiannya dan tujuannya.

a. Berdasarkan media penyampaiannya

Menurut Mulyana (2005:51-52) wacana dapat diklasifikasikan berdasarkan media penyampaiannya. Dalam media penyampaiannya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu wacana tulis dan wacana lisan. Wacana tulis yaitu jenis wacana yang disampaikan melalui tulisan. Wacana lisan yaitu jenis wacana yang disampaikan secara lisan atau langsung dengan bahasa verbal. Selanjutnya akan dipaparkan secara lebih jelas mengenai wacana tulis dan wacana lisan.

(7)

tulisan karena tulisan merupakan media yang sangat efektif dan efisien untuk menyampaikan gagasan, wawasan, ilmu pengetahuan, atau apapun yang dapat mewakili kreativitas manusia. Wacana tulis sering dipertukarkan maknanya dengan teks atau naskah. Namun, untuk kepentingan bidang kajian wacana tampaknya berusaha menjadi disiplin ilmu yang mandiri. Kedua istilah tersebut kurang mendapat tempat dalam kajian wacana. Apalagi, istilah teks atau naskah tampaknya hanya berorientasi pada huruf. Sedangkan gambar tidak termasuk di dalamnya.

2) Wacana lisan yaitu jenis wacana yang disampaikan secara lisan atau langsung dengan bahasa verbal. Jenis wacana ini sering disebut sebagai tuturan atau ujaran. Adanya kenyataan bahwa pada dasarnya bahasa pertama kali lahir melalui mulut atau lisan. Oleh karena itu, wacana yang utama, primer, dan sebenarnya adalah wacana lisan. Wacana lisan memiliki beberapa kelebihan yaitu, bersifat alami dan langsung, mengandung unsur-unsur prosodi bahasa, memiliki sifat suprasentensial, dan berlatar belakang konteks situasional.

b. Berdasarkan tujuannya

(8)

pandangan kemudian mengikuti pandangan penulis. Selanjutnya akan dipaparkan secara lebih jelas mengenai kelima wacana berdasarkan tujuannya tersebut.

1) Wacana Narasi

Wacana narasi merupakan salah satu jenis wacana yang mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa berdasarkan urutan waktu. Wacana narasi terdiri atas narasi kejadian dan narasi runtut cerita. Wacana narasi kejadian adalah paragraf yang menceritakan suatu kejadian atau peristiwa, sedangkan wacana narasi runtut cerita adalah pola pengembangan yang menceritakan suatu urutan dari tindakan atau perbuatan dalam menciptakan sesuatu. Berdasarkan jenis cerita, naratif dibagi menjadi dua macam yaitu narasi yang mengisahkan peristiwa yang benar-benar terjadi atau cerita nonfiksi. Serta narasi yang hanya mengisahkan suatu hasil rekaan, khayalan, atau imajinasi pengarang.

2) Wacana Deskripsi

(9)

3) Wacana Eksposisi

Eksposisi merupakan karangan yang bertujuan untuk menginformasikan tentang sesuatu sehingga memperluas pengetahuan pembaca. Wacana eksposisi ini bersifat ilmiah/nonfiksi. Sumber karangan ini dapat diperoleh dari hasil pengamatan, penelitian atau pengalaman. Paragraf eksposisi lebih mengarah pada tingkat kecerdasan atau akal. Untuk memperjelas paparan, karangan atau paragraf eksposisi disertai data, seperti grafik, gambar, data statistik, contoh, denah, diagram, dan peta.

4) Wacana Persuasi

Persuasi adalah suatu bentuk karangan yang bertujuan membujuk pembaca agar mau berbuat sesuatu sesuai dengan keinginan penulisnya. Agar tujuannya dapat tercapai, penulis harus mampu mengemukakan pembuktian dengan data dan fakta. Langkah-langkah yang dapat ditempuh ketika akan menulis paragraf persuasi adalah menentukan topik dan tujuan yaitu tujuan penulis dapat dikemukakan secara langsung. Membuat kerangka karangan yaitu kerangka tulisan perlu mendapat perhatian dalam perumusannya. Selanjutnya yaitu mengumpulkan bahan, menarik kesimpulan, dan penutup.

5) Wacana Argumentasi

(10)

langsung dapat mendukung pendapat penulis. Keberadaan data, fakta, dan alasan sangat mutlak dalam karangan argumentasi. Bukti-bukti ini dapat berupa benda-benda konkret, angka statistik, dan rasionalisasi penalaran penulis. Dalam berargumentasi, unsur-unsur yang ada harus diatur secara logis dengan bentuk penalaran tertentu. Bentuk penalaran yang ada adalah penalaran induksi dan penalaran deduksi.

Dari beberapa pendapat para ahli mengenai jenis wacana dapat diperoleh kesimpulan bahwa iklan televisi merupakan wacana lisan karena disampaikan secara lisan atau langsung dengan bahasa verbal. Kemudian iklan televisi adalah iklan yang ditayangkan melalui media televisi. Melalui media ini, pesan dapat disampaikan dalam bentuk audio, visual, dan gerak. Iklan televisi juga termasuk jenis wacana persuasi karena iklan bersifat untuk mempengaruhi mitra tutur agar melakukan tindakan sesuai yang diharapkan. Oleh karena itu, iklan harus dibuat semenarik mungkin untuk memikat hati pemirsa televisi.

3. Unsur-Unsur Wacana

(11)

presuposisi, referensi, inferensi, dan konteks wacana. Analisis dan pemahaman terhadap unsur-unsur tersebut dapat membantu pemahaman tentang suatu wacana (Mulyana, 2005:11).

a. Implikatur

1) Pengertian Implikatur

Menurut Grice (dalam Mulyana, 2005:11) bahwa implikatur ialah ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbedadengan yang sebenarnya diucapkan. Sesuatu “yang berbeda” tersebut adalah maksud pembicara yang tidak dikemukakan secara eksplisit.

Dengan kata lain, implikatur adalah maksud, keinginan, atau ungkapan-ungkapan hati yang tersembunyi. Dalam lingkup analisis wacana, implikatur berarti sesuatu yang terlibat atau menjadi bahan pembicaraan. Secara struktural, implikatur berfungsi sebagai jembatan/rantai yang menghubungkan antara “yang diucapkan” dengan “yang diimplikasikan”. Sedangkan implikatur menurut (Lubis, 1993:67) adalah arti atau

aspek arti pragmatik. Dengan demikian hanya sebagian saja dari arti literal(harfiah) itu yang turut mendukung arti sebenarnya dari sebuah kalimat, selebihnya berasal dari fakta-fakta disekeliling kita (atau dunia ini) situasinya, kondisinya.

2) Jenis Implikatur

(12)

percakapan. Selanjutnya akan dipaparkan secara lebih jelas mengenai implikatur konvensional dan implikatur percakapan.

a) Implikatur Konvensional

Implikatur konvensional ialah pengertian yang bersifat umum dan konvensional. Semua orang umumnya sudah mengetahui tentang maksud dan pengertian sesuatu hal tertentu. Implikatur konvensional ini bersifat non temporer. Artinya, makna atau pengertian tentang sesuatu bersifat lebih tahan lama. Suatu leksem, yang terdapat dalam suatu bentuk ujaran, dapat dikenali implikasinya karena maknanya “yang tahan lama” dan sudah diketahui secara umum. Sebagai contoh

kalimat yang menunjukkan implikatur konvensional:

(1) Chris John adalah seorang petarung Indonesia yang hebat. (2) Tegal termasuk jalur pantura, jadi sangat panas.

(13)

b) Implikatur Percakapan

Implikatur percakapan memiliki makna dan pengertian yang lebih bervariasi, karena pemahaman terhadap hal yang dimaksudkan sangat bergantung kepada konteks terjadinya percakapan. Oleh karena itu implikatur tersebut bersifat temporer (terjadi saat berlangsungnya tindak percakapan).Non konvensional atau sesuatu yang diimplikasikan tidak mempunyai relasi langsung dengan tuturan yang diucapkan. Dalam suatu dialog sering terjadi seorang penutur tidak mengutarakan maksudnya secara langsung. Hal yang hendak diucapkan justru disembunyikan, diucapkan secara tidak langsung, atau yang diucapkan sama sekali berbeda dengan maksud ucapannya. (Levinson, dalam Mulyana, 2005:13).

Grice. Sebuah percakapan memiliki struktur yang kompleks. Dari sekian banyak ciri struktural percakapan, terdapat sebuah ciri yang relatif penting, yakni implikatur percakapan. Konsep tentang implikatur percakapan mengaitkan pengertian tradisional tentang kemampuan seseorang dalam menyatakan maksud yang berbeda dari apa yang dikatakan. Sebuah implikatur merupakan proposisi tersirat yang muncul dari sesuatu yang dikatakan, yang tidak dapat diturunkan secara logis atau langsug dari kata-kata yang terucap. Bila suatu ucapan mempunyai makna di balik apa yang dikatakan, maka ucapan itu dapat kita katakan memiliki implikatur. Secara lebih khusus lagi, implikatur percakapan muncul ketika seorang pendengar menilai bahwa pembicara telah melanggar atau menyimpang dari salah satu atau beberapa buah maksim dari prinsip kerja sama (Kris budiman, 1999:50).

Sebagai contoh dari implikatur percakapan terdapat pada percakapan di bawah ini: (3) Ayah : ” Mendung, sepertinya akan turun hujan bu.”

Ibu : ” Bawa payung ya, Pak?”

(14)

Percakapan antara Ayah dengan Ibu pada contoh (3) mengandung implikatur yang bermakna perintah mengambil. Dalam kalimat perintah, tuturan yang diucapkan Ayah hanya pemberitahuan bahwa cuaca mendung seperti akan turun hujan. Namun Ibu dapat memahami implikatur yang disampaikan Ayah, Ibu menjawab dan langsung mengambil tindakan untuk mengambil payung supaya Ayah tidak kehujanan, karena ada pepatah yang mengatakan bahwa ”Sedia payung sebelum hujan.” Pada contoh (4) yaitu perintah Kaka kepada adiknya untuk melakukan sesuatu agar kakinya bisa cepat diobati. Adik yang paham maksud kakanya, segera mengambilkan obat untuk mengobati luka kakanya. Suatu aspek yang menarik dari ungkapan-ungkapan yang demikian ini adalah, meskipun ungkapan-ungkapan itu secara khusus tidak seinformatif seperti yang diminta di dalam kontek itu, bahwa ungkapan-ungkapan itu secara alami akan diartikan sebagai informasi yang lebih banyak daripada yang dikatakan (karena penutur mengetahui jawabannya). Reaksi khusus dari pendengar (karena tentu ada sesuatu yang khusus disini) terhadap pelanggaran maksim-maksim apapun yang sebenarnya merupakan kunci dari maksud implikatur percakapan.

b. Presuposisi

(15)

Praanggapan biasanya dipergunakan untuk memberikan segala macam asumsi yang melatar belakangi suatu aksi, teori, ekspresi, atau ujaran, sehingga ia jadi bermakna atau rasional. Dalam pengertiannya yang lebih teknis, praanggapan dibatasi sebagai asumsi-asumsi pragmatik tertentu yang setidak-tidaknya tampak berwujud sebagai ekspresi lingual. Selain itu dapat diisolasikan melalui pengujian linguistik tertentu. Pandangan semantik paling sederhana mengenai praanggapan dilandaskan pada definisi berikut: Sebuah kalimat A mempraanggapkan kalimat B jika dan hanya jika (1) A benar disegala situasi, maka B benar; (2) A salah disegala situasi, maka B benar. (Kris Budiman, 1999:94-95). Contoh dari kalimat yang mempunyai

praanggapan dapat dilihat di bawah ini: (5) Ayahberhenti merokok.

Dari kalimat (5) dapat diperoleh praanggapan yang berupa pernyataan ada Ayah dan ada berhenti merokok. Jika kalimat tersebut dinegatifkan akan berubah menjadi:

(5a) Ayah tidak berhenti merokok.

Dari kalimat di atas praanggapannya tetap sama, yaitu ada Ayah dan ada berhenti merokok.

Sedangkan dalam konteks dialog, contohnya yaitu:

(6) Rindang : ”Aku pinjam buku Kajian Wacana karya Mulyana di Perpustakaan

Luma : ”Buku itu isinya ada tentang unsur internal dan eksternal wacananya kan?

Dari contoh percakapan (6) yang diucapkan oleh Rindang, kita bisa mengetahui beberapa anggapan bahwa ada buku yang berjudul “Kajian Wacana”, ada

(16)

Mulyana berjudul Kajian Wacana yang baru saja dipinjam oleh Rindang merupakan salah satu buku yang di dalamnya berisi materi tentang unsur internal dan eksternal wacana. Dari contoh (6) tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin akrab hubungan antara pembicara dengan pasangan bicaranya, maka akan semakin banyak kedua pihak berbagi pengalaman dan pengetahuan. Selain itu, semakin banyak pula praanggapan diantara mereka yang tidak perlu diutarakan secara verbal. Oleh karena itu penggunaan praanggapan hanya ditunjukan kepada pendengar yang menurut pembicara, memiliki pengetahuan seperti yang dimiliki pembicara.

c. Referensi

Secara tradisional referensi berarti hubungan antara kata dengan benda (orang, tumbuhan, sesuatu lainnya) yang dirujuknya. Referensi merupakan perilaku pembicara/penulis. Jadi, yang menentukan referensi suatu tuturan adalah pihak pembicara sendiri, sebab hanya pihak pembicara yang paling mengetahui hal yang diujarkan dengan hal yang dirujuk oleh pengujarnya. Pendengar atau pembaca hanya dapat menerka hal yang dimaksud oleh pembicara dalam ujarannya itu. Terkaan itu bersifat relatif, bisa benar, bisa pula salah (Hamid Hasan Lubis, 1993:29).

(17)

1) Referensi Eksofora

Referensi eksofora adalah interpretasi terhadap kata yang terletak di luar teks yaitu pada konteks situasi. Referensi ini membawa kita ke luar teks seperti, misalnya, tampak pada bentuk demonstratif itu di dalam kalimat itu buku saya. Referensi yang eksoforik tidak berfungsi kohesif karena tidak memadukan dua elemen bersama-sama ke dalam teks. Ia mengacu kepada lingkungan, konteks situasi, yang menjadi lokasi berlangsungnya suatu percakapan. Sebagai pengacuan yang situasional, eksofora tidak sama dengan arti referensial. Satuan-satuan leksikal memiliki arti referensial jika satuan-satuan itu menamai sesuatu, entah objek, kelas objek-objek, proses, dan sebagainya. Sebaliknya, sebuah satuan eksoforik tidak menamai sesuatu, ia cuma menandai bahwa pengacuan mesti dilakukan kepada konteks situasi (Kris budiman, 1999:29). Contoh referensi eksofora:

(7) Itu mobil.

Dalam kalimat (7) kata itu menunjuk pada sesuatu yaitu mobil. Mobil yang dimaksud tempatnya, tidak terdapat dalam teks, melainkan berada di luar teks. Jadi, referensi eksofora itu mengkaitkan langsung antara teks dengan sesuatu yang ditunjuk di luar teks. Referensi eksofora merupakan penunjukan atau interpretasi terhadap kata yang relasinya terletak dan tergantung pada konteks situasional. Bila interpretasi itu terletak di dalam teks itu sendiri, maka relasi penunjukan itu dinamakan referensi endofora.

2) Referensi Endofora

(18)

teridentifikasikan di dalam teks di sekelilingnya. Referensi endoforik termasuk kategori umum untuk menamakan pengacuan ke dalam teks, entah secara anaforik ataupun kataforik (Kris Budiman, 1999:32).Hubungan endofora ini dibagi atas dua bagian, yaitu referensi endofora anafora dan referensi endofora katafora. Untuk lebih jelasnya, pemilahan tersebut dapat dilihat yaitu sebagai berikut:

1) Referensi endofora anafora yaitu hubungan antara bagian yang satu dengan bagian lainnya dilihat kembali kepada isi teks sesudahnya. Sebagai contoh referensi endofora anafora sebagai berikut:

(8) Rifa membeli bakso. Dia memakannya tadi.

Kata dia pada kalimat kedua mengacu pada Rifa, yaitu nama yang disebutkan sebelumnya pada kalimat pertama. Pada pengacuan masih merujuk pada sesuatu atau seseorang yang berada dalam teks, jadi tidak perlu dicari nama Rifa yang mana. 2) Referensi endofora katafora yaitu bagian yang ditunjuk itu sudah lebih dahulu

diucapkan atau ada pada kalimat yang lebih dahulu. Contoh kalimat referensi endofora katafora yaitu sebagai berikut:

(9) Alat untuk membersihkan lantai. Sapu.

Kata alat pada kalimat pertama mengacu pada kata yang disebut sesudahnya, yaitu Sapu. Penunjukan ini sekaligus menjadi jawabannya.

d. Inferensi

(19)

pembicara atau penulis (Alwi, 2003:441). Dalam bidang wacana, istilah inferensi sebagai proses yang harus dilakukan. Pendengar dapat mengambil pengertian, pemahaman atau penafsiran suatu makna tertentu. Dengan kata lain pendengar harus bisa membuat kesimpulan sendiri meskipun makna tidak terungkap secara eksplisit. Inferensi pembicaraan (percakapan) menurut Gunpers (dalam Lubis, 1993:68) adalah proses interpretasi yang ditentukan oleh situasi dan konteks. Maksudnya dengan adanya penentuan situasi dan konteks, pendengar dapat menduga maksud dari pembicara dan dapat memberikan responnya. Selalu benar terjadi apa yang dimaksud oleh si pembicara tidak sama dengan apa yang ditanggap oleh si pendengar, sehingga terkadang jawaban si pendengar tidak dapat atau sering juga terjadi si pembicara harus mengulangi kembali ucapannya dengan cara atau kalimat yang lain supaya dapat ditanggapi oleh si pendengar. Contoh inferensi yaitu sebagai berikut:

Ada orang yang suatu saat berkunjung ke tetangganya dengan harapan untuk mendapatkan pinjaman uang. Dalam usahanya itu, mungkin sekali orang itu akan menyatakan wacana berikut:

(10) Tanggal tua seperti ini repot sekali, Pak. Gaji bulan lalu sudah habis, istri tidak bisa bekerja, dan anak-anak pada sakit. Yang paling berat yang bungsu, Pak. Panas dia naik turun terus selama empat hari ini. Saya tidak tahu apa yang harus saya perbuat.

(20)

e. Konteks Wacana

Wacana adalah wujud atau bentuk bahasa yang bersifat komunikatif, interpretatif, dan kontekstual. Artinya, pemakaian bahasa ini selalu mengandaikan terjadi secara dialogis, perlu adanya kemampuan menginterpretasikan, dan memahami konteks terjadinya wacana. Pemahaman terhadap konteks wacana, diperlukan dalam proses menganalisis wacana secara utuh. Menurut Mulyana (2005:21-22) konteks ialah situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi. Konteks dapat dianggap sebagai sebab dan alasan terjadinya suatu pembicaraan atau dialog. Salah satu unsur konteks yang cukup penting ialah waktu dan tempat. Contoh (11) menggambarkan bagaimana kedua unsur tersebut sangat berpengaruh terhadap makna wacana.

(11) Waktu pukul enam sore, desa Tirtomoyo sudah tampak sunyi seperti kuburan. Terpaksa aku menutup pintu rumah. Masuk, dan tiduran. Aku terbangun jam tiga pagi. Tidak dikira, ternyata di jalan sudah banyak orang lalu lalang.

Contoh (11) memberi informasi tentang ”keadaan suatu desa berdasarkan

konteks tempat dan waktu”. Pemahaman tentang keadaan dan keramaian desa

(21)

(12) Saya pingin turun. Sudah capek.

Kalau yang mengucapkan tuturan (12) itu adalah seorang pejabat atau politisi, maka sangat mungkin yang dimaksud dengan turun adalah ”turun dari jabatan”. Namun, pengertian itu bisa keliru bila tuturan (12), misalnya, diucapkan oleh anak kecil yang sedang memanjat pohon. Maknanya bisa berubah drastis, yaitu ”turun dari

pohon”. Inilah contoh tentang nuansa relativitas makna wacana. Singkat kata, untuk

mendapatkan pemahaman wacana secara menyeluruh, konteks harus dipahami dan dianalisis secara mutlak.

Dalam kajian sosiolinguistik, Dell Hymes (dalam Mulyana, 2005:23) merumuskan faktor-faktor penentu peristiwa tutur yang melalui akronim SPEAKING. Tiap fonem mewakili faktor penentu yang dimaksudkan. SPEAKING berarti setting and scene yaitu latar dan suasana. Partisipants yaitu peserta tuturan. Ends yaitu hasil. Act sequences yaitu pesan atau amanat. Key yaitu cara, nada, dan sikap dalam melakukan percakapan. Instrumentalities yaitu sarana. Norms yaitu norma. Genres yaitu jenis. Selanjutnya akan dipaparkan secara lebih jelas mengenai SPEAKING. S : setting and scene, yaitu latar dan suasana. Latar (setting) lebih bersifat fisik, yang

meliputi tempat dan waktu terjadinya tuturan. Sementara scene adalah latar psikis yang lebih mengacu pada suasana psikologis yang menyertai tuturan.

P : partisipants, peserta tuturan, yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan, baik langsung maupun tidak langsung. Hal-hal yang berkaitan dengan partisipants, seperti usia, pendidikan, latar sosial.

(22)

A : act sequences, pesan atau amanat, terdiri dari bentuk pesan (message form) dan isi pesan (message content). Dalam kajian pragmatik meliputi lokusi, ilokusi, dan perlokusi.

K : key, meliputi cara, nada, sikap, atau semangat dalam melakukan percakapan. Semangat percakapan misalnya serius, santai, dan akrab.

I: instrumentalities, sarana percakapan, media percakapan tersebut disampaikan dengan cara lisan, tertulis, surat, radio.

N: norms, atau norma, menunjuk pada norma atau aturan yang membatasi percakapan.

G : genres, atau jenis, yaitu jenis atau bentuk wacana. Menunjuk langsung pada jenis wacana yang disampaikan, misalnya: wacana telpon, wacana koran, wacana puisi, ceramah.

Menurut Halliday dan Hasan (Dalam Abdul Rani, dkk. 2004:188), yang dimaksud konteks wacana adalah teks yang menyertai teks lain. Menurut kedua penulis itu, pengertian hal yang menyertai teks itu meliputi tidak hanya yang dilisankan dan dituliskan, tetapi termasuk pula kejadian-kejadian yang nirkata (nonverbal) lainnya keseluruhan lingkungan teks itu. Sejak awal 1970-an, para linguis

(23)

Alex Sobur dalam bukunya analisis teks media (2009:56) mengatakan bahwa sebetulnya, antara teks, konteks, dan wacana merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Guy Cook, misalnya, menyebut ada tiga hal yang sentral dalam pengertian wacana: teks, konteks, dan wacana. Cook mengartikan teks sebagai semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra, dan sebagainya. Konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi di mana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan sebagainya. Wacana di sini, kemudian dimaknai sebagai teks dan konteks bersama-sama. Titik perhatian dari analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi. Di sini, dibutuhkan tidak hanya proses kognisi dalam arti umum, tetapi juga gambaran spesifik dari budaya yang dibawa. Studi mengenai bahasa di sini, memasukkan konteks, karena bahasa selalu berada dalam konteks, dan tidak ada tindakan komunikasi tanpa partisipan, interteks, situasi, dan sebagainya (Eriyanto, 2001:9).

4. Iklan

a. Pengertian Iklan

(24)

Besar Bahasa Indonesia (2005: 175), disebutkan bahwa iklan adalah berita pesanan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan. Pemberitahuan kepada khalayak mengenai barang atau jasa yang dijual, dipasang di dalam media masaa (seperti surat kabar dan majalah) atau di tempat-tempat umum. Pada umumnya, iklan dipasang di media massa, baik cetak maupun elektronik. Perbedaan antara iklan dengan informasi atau pengumuman biasa terletak pada ragam bahasa, retorika penyampaian, dan daya persuasi yang diciptakan. Pada iklan, bahasanya distrategikan agar berdaya persuasi. Yaitu mempengaruhi masyarakat agar tertarik dan membeli.

(25)

memberikan manfaat bagi mereka yang akan memberikan alasan bagi mereka untuk membeli.

b. Iklan Televisi

Dalam dunia periklanan, media merupakan faktor yang vital dalam menentukan keberhasilan iklan. Oleh karena itu agensi periklanan harus sangat cermat dalam menyeleksi media (Hermawan, 2012: 80). Salah satu media yang digunakan oleh peneliti dalam analisisnya adalah melalui iklan televisi. Iklan televisi adalah iklan yang ditayangkan melalui media televisi. Melalui media ini, pesan dapat disampaikan dalam bentuk audio, visual, dan gerak. Bentuk pesan audio, visual, gerak tersebut pada dasarnya merupakan sejumlah tanda.

c. Jenis-jenis Iklan

(26)

2). Jenis-jenis iklan menurut pendapat Omar (lihat Wahyudi, 1999:14) dan Kasali (1995) (dalam Mulyana, 2005: 64) berdasarkan tujuannya iklan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu iklan perniagaan dan iklan pemberitahuan. Jenis kedua sering dinamakan sebagai iklan layanan masyarakat, seperti lowongan pekerjaan, informasi kesehatan, tender, dan sebagainya. Sementara menurut Kasali, iklan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: iklan baris, iklan display, dan iklan suplemen. Iklan baris berisi pesan-pesan komersial yang berhubungan dengan kebutuhan pihak pengiklan, misalnya lowongan pekerjaan kehilangan, jual-beli kendaraan bermotor, dan sebagainya. Iklan display lebih bervariasi, dan biasanya memiliki jangkauan yang lebih luas. Iklan suplemen menyajikan informasi persuasif yang dikemas secara lebih formal. Berbagai pembagian jenis iklan tersebut cenderung lebih sesuai untuk media cetak. Sementara iklan yang diekspresikan lewat media elektronik umumnya dapat dipilih menjadi dua yaitu, iklan monolog, dan iklan dialog. Iklan monolog disampaikan oleh pengiklan (pembaca iklan) secara sendirian, sedangkan iklan dialog bisa dilakukan oleh dua atau lebih pengiklan.

d. Unsur Iklan

(27)

ciri produk, kegunaan, dan kelebihan produk. Informasi ini juga bertujuan untuk mengarahkan tindakan nyata pada khalayaknya. Keempat signatur line merupakan sesuatu yang menerapkan nama atau merk paten (brand name) dari produk yang diiklankan. Kelima slogan yaitu rangkaian kata yang biasanya singkat, padat, penuh arti, mudah diingat, mengandung arti yang dalam, serta mampu mengetengahkan khasiat atau kegunaan unik dari produk .

(http://books.google.co.id/unsur-unsur iklan.2014. Diunduh pada tanggal 16 Januari 2014. Pukul 10.35).

e. Fungsi Iklan

Fungsi iklan menurut Swastha (1996:246) yaitu:

1) Memberikan Informasi

(28)

2) Membujuk atau Mempengaruhi

Iklan tidak hanya memberi tahu, melainkan juga membujuk pembeli agar membeli suatu produk yang ditawarkan. Dalam hal ini, iklan yang sifatnya membujuk tersebut dipasang pada media-media seperti televisi atau majalah. Iklan yang dipasang pada televisi atau majalah dapat dengan mudah menarik perhatian konsumen untuk membeli. Khususnya kepada pembeli yang potensial dengan menyatakan bahwa suatu produk yang sedang ditawarkan merupakan produk yang lebih baik daripada produk yang lain. Dalam kenyataan terdapat iklan yang sifatnya membujuk justru bertujuan baik, misalnya: mendorong orang untuk berhenti merokok, untuk pergi ke tempat ibadah, untuk hidup bertetangga yang baik, untuk memperhatikan gizi, untuk merencanakan dan membatasi jumlah kelahiran, dan sebagainya. Iklan seperti ini biasanya dapat menimbulkan pandangan yang positif pada masyarakat.

3) Menciptakan Kesan

(29)

4) Memuaskan Keinginan

Sebelum membeli produk, orang lain terlebih dahulu ingin tahu tentang gizi, vitamin, dan harga pada suatu alat yang dipakai untuk mencapai suatu tujuan itu sendiri, yaitu pertukaran yang saling menguntungkan dan memuaskan antara pembeli dan penjual. Dalam hal ini, pembeli dapat merasakan kepuasan yang sesuai dengan kebutuhan sedangkan penjual mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan produk yang ditawarkan. Terkadang orang juga ingin dibujuk untuk melakukan sesuatu yang baik bagi mereka atau bagi masyarakat. Misalnya dibujuk untuk menggosok gigi, membantu fakir miskin, penderita bencana, atau dibujuk untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik. Jadi, periklanan merupakan suatu alat yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan, dan tujuan itu sendiri berupa pertukaran yang saling memuaskan.

5) Merupakan Alat Komunikasi

(30)

Fungsi iklan menurut Agus Hermawan (2012: 73) yaitu ada tiga. Pertama memberikan informasi (to inform). Dalam hal ini menyampaikan kepada konsumen tentang suatu produk baru. kedua membujuk (to persuade). Dalam hal ini mendorong calon konsumen untuk beralih pada produk berbeda. Ketiga mengingatkan (to remind). Dalam hal ini mengingatkan pembeli di mana mereka dapat memperoleh suatu produk.

f. Lambang Iklan

Menurut (Sobur, 2009: 116) dalam komunikasi periklanan, ia tidak hanya menggunakan bahasa sebagai alatnya, tetapi juga alat komunikasi lainnya seperti gambar, warna, dan bunyi. Iklan disampaikan melalui dua saluran media massa, yaitu (1) media cetak (surat kabar, majalah, brosur, dan papan iklan atau billboard dan (2) media elektronik (radio, televisi, film). Pengirim pesan adalah, misalnya, penjual produk, sedangkan penerimanya adalah khalayak ramai yang menjadi sasaran.Untuk mengkaji iklan dalam perspektif semiotika, kita bisa mengkajinya lewat sistem tanda dalam iklan. Iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas lambang, baik yang verbal maupun yang berupa ikon. Iklan juga menggunakan tiruan indeks, terutama dalam iklan radio, televisi, dan film.

(31)

mencakup objek. Objek iklan adalah hal yang diiklankan. Dalam iklan produk atau jasa, produk atau jasa itulah objeknya. Yang penting dalam menelaah iklan adalah penafsiran kelompok sasaran dalam proses interpretan. Jadi, sebuah kata seperti eksekutif meskipun dasarnya mengacu pada manajer menengah, tetapi selanjutnya manajer menengah ini ditafsirkan sebagai “suatu tingkat keadaan ekonomi tertentu” yang juga kemudian dapat ditafsirkan sebagai “gaya hidup tertentu” yang selanjutnya

dapat ditafsirkan sebagai “kemewahan”, dan seterusnya. Penafsiran yang bertahap -tahap itu merupakan segi penting dalam iklan. Proses seperti itu disebut semiosis (Hoed, 2001:97).

5. Iklan sebagai Bentuk Wacana Persuasi

Iklan termasuk bentuk wacana persuasi, karena iklan mempunyai perbedaan dengan informasi atau pengumuman biasa. Perbedaannya tersebut terletak pada ragam bahasa, retorika penyampaian, dan daya persuasi yang diciptakan. Pada iklan, bahasanya distrategikan agar berdaya persuasi, yaitu mempengaruhi masyarakat agar tertarik dan membeli. Sehubungan dengan tujuan tersebut, Jefkin (dalam Mulyana, 2005:64) dengan jelas mengemukakan bahwa advertising aims to persuade people to buy. Bahwa iklan bertujuan mempengaruhi masyarakat untuk membeli produk.

6. Kopi

(32)

kopi yang bisa dihidangkan dalam keadaan dingin. Semua tergantung pada selera dari konsumen itu sendiri. Sehingga para industri kopi mempersiapkan kopi dari biji tanaman pilihan untuk menghasilkan kopi yang berkualitas baik.

Dalam buku 150 Tips Tampil Sehat, Cantik, dan Menarik dijelaskan bahwa kopi mempunyai manfaat sebagai bahan alami untuk luluran. Kopi sebagai pembuang racun (detoks). Menghilangkan bekas luka atau gigitan nyamuk, melancarkan peredaran darah, memperbaiki metabolisme kulit sehingga kulit menjadi lebih sehat dan kuat (Chlorine Esmeralda, 2009:16). Dari penjelasan tersebut dapat diketahuibahwa kegunaan kopi tidak hanya untuk diminum saja tetapi ada manfaat lainnya seperti yang dijelaskan di atas. Sedangkan pada (Majalah Ilmiah dan Pendidikan, 2014: 39)Selain teh dan cokelat, kita ketahui bahwa kopi juga mengandung kafein. Kafein memang dapat menhalau sakit kepala, namun jika dikonsumsi secara berlebihan kafein malah akan menimbulkan sakit kepala. Oleh karena itu, pastikan untuk tidak mengonsumsi kafein lebih dari 200 sampai 300 miligram sehari. Ini memberitahukan bahwa semua yang berlebihan itu tidak baik termasuk kopi, jadi bagaimana caranya kita bisa menjaganya agar tetap bisa menikmati kopi enak dan hidupsehat.

(33)

supaya bisa diterima dan dinikmati para pecinta kopi. Dengan demikian pembuat iklan harus lebih kreatif dalam menampilkan iklan di televisi.

7. Kurikulum 2013

Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya ”pelari” dan curere yang berarti ”tempat berpacu”. Istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga, terutama dalam bidang atletik pada zaman Romawi Kuno di Yunani. Dalam bahasa Prancis, istilah kurikulum berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari dari garis start sampai dengan garis finish untuk memperoleh medali atau penghargaan. Jarak yang harus ditempuh tersebut kemudian diubah menjadi program sekolah dan semua orang yang terlibat di dalamnya. Curriculum is the entire school program and all the people involved in it. Program tersebut berisi mata pelajaran-mata pelajaran (courses) yang harus ditempuh oleh peserta didik selama kurun waktu tertentu, seperti SD/MI (enam tahun), SMP/MTs (tiga tahun), SMA/SMK/MA (tiga tahun) dan seterusnya. Dengan demikian, secara terminologis istilah kurikulum (dalam pendidikan) adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan peserta didik di sekolah untuk memperoleh ijazah (Arifin, 2011: 2-3).Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 276) Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diajarkan pada lembaga pendidikan.

(34)

melakukan penataan kurikulum. Kurikulum 2013 merupakan tindak lanjut dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang pernah diujicobakan pada tahun 2004. KBK atau (Competency Based Curriculum) dijadikan acuan dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk mengembangkan berbagai ranah pendidikan (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) dalam seluruh jenjang dan jalur pendidikan, khususnya pada jalur pendidikan sekolah. Pada hakikatnya kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (Mulyasa, 2013: 66).

Referensi

Dokumen terkait

Menurut saya, jika selalu menggunakan barang yang berbeda dapat menambah percaya diri dihadapan orang

Setelah dilakukan penelitian, diperoleh keluaran daya maksimum untuk laser CO 2 sealed-off pada arus listrik 10,75 mA dengan jumlah garis radiasi laser yang dihasilkan sebanyak

Tingkat kedisiplinan para siswa kelas VIII SMP Joanness Bosco Yogyakarta dalam mengikuti kegiatan akademik di sekolah dalam tiap aspek, adalah sebagai berikut: (1) Aspek

(1) Bagi Wajib Pajak yang karena kondisi keuangannya tidak memungkinkan untuk melunasi sekaligus pembayaran Pajak Penghasilan Final yang terutang dalam rangka penilaian

Tujuan sekolah Adiwiyata secara umum bertujuan untuk mewujudkan masyarakat sekolah yang peduli dan berbudaya lingkupan dengan menciptakan kondisi yang lebih baik

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1). Pengaruh harga produk jasa terhadap sikap konsumen, 2). Pengaruh variasi produk jasa terhadap sikap konsumen, 3). Pengaruh

The SNF are putted on the spent fuel baskeets (canister) consisting the racks.. The decay heat from spent fuel bundles of baskets be transferred to the serial heat

DATA PENGUNJUNG DARI BERBAGAI INSTITUSI KE PERPUSTAKAAN PATIR SELAMA DELAPAN..