SKRIPSI
PENAMBAHAN LISIN PADA PAKAN KOMERSIAL TERHADAP RETENSI PROTEIN DAN RETENSI ENERGI
UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii)
AKBAR FALAH TANTRI SURABAYA-JAWA TIMUR
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI
PENAMBAHAN LISIN PADA PAKAN KOMERSIAL TERHADAP RETENSI PROTEIN DAN RETENSI ENERGI
UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii)
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga
Oleh :
AKBAR FALAH TANTRI NIM. 141011097
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua
Boedi Setya Rahardja, Ir., MP. Agustono, Ir., M.Kes.
SKRIPSI
PENAMBAHAN LISIN PADA PAKAN KOMERSIAL TERHADAP RETENSI PROTEIN DAN RETENSI ENERGI
UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii)
Oleh :
AKBAR FALAH TANTRI NIM. 141011097
Telah diujikan pada Tanggal :16 Juli 2014
KOMISI PENGUJI SKRIPSI
Ketua : Muhammad Arief, Ir., M.Kes
Anggota : Dr. Woro Hastuti Satyantini, Ir., M.Si. Prayogo, S.Pi., MP.
Boedi Setya Rahardja, Ir., MP. Agustono, Ir., M.Kes.
Surabaya,
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga
Dekan
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
N a m a : Akbar Falah Tantri N I M : 141011097
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang berjudul : PENAMBAHAN LISIN PADA PAKAN KOMERSIAL TERHADAP RETENSI PROTEIN DAN RETENSI ENERGI UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii)adalah benar hasil karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga, termasuk berupa pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.
Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.
Surabaya, 15 Juli 2014 Yang membuat pernyataan,
Akbar Falah Tantri NIM. 141011009
RINGKASAN
AKBAR FALAH TANTRI. Penambahan Lisin pada Pakan Komersial terhadap Retensi Protein dan Retensi Energi Udang Galah (Macrobrachium Rosenbergii). Dosen Pembimbing Boedi Setya Rahardja, Ir., MP. dan Agustono, Ir.,M.Kes.
Udang galah (Macrobrachium rosenbergii) merupakan komoditas perikanan air tawar yang bernilai ekonomis. Permasalahan yang saat ini dihadapi dalam budidaya udang galah adalah jangka waktu budidaya yang relatif lebih lama dibandingkan dengan budidaya udang konsumsi lainnya. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas pakan, salah satunya melalui pemberianfeed additiveberupa lisin kedalam pakan udang galah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan lisin pada pakan komersial terhadap retensi protein dan retensi energi udang galah (Macrobrachium rosenbergii). Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Analisa statistik menggunakan Analysis of Variant (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh perlakuan.
SUMMARY
AKBAR FALAH TANTRI. Addition of Lysine in Commercial Feed on Protein Retention and Energy Retention Giant Freshwater Prawn (Macrobrachium rosenbergii). Academic Advisor Boedi Setya Rahardja, Ir., MP. and Agustono, Ir., M.Kes.
Giant Freshwater Prawns (Macrobrachium rosenbergii) is afresh water fishery commodities economically valuable. The problems currently faced in prawn farming is the cultivation period is relatively long compared with other consumptionof shrimpfarming. Efforts to do is to improve the quality of feed, such as through the provision of a feed additive lysine feed into the prawns.
This study aim’s to determine the effect of lysine in commercial feed on protein retention and energy retention of giant freshwater prawn (Macrobrachium rosenbergii). This research used experimental method with a completely randomized design. Statistical analysis using Analysis of Variant (ANOVA) to determine the effect of treatment.
KATA PENGANTAR
Pujisyukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi
tentang Penambahan Lisin pada Pakan Komersial terhadap Retensi Protein dan
Retensi Energi Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii).Skripsi ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas
Airlangga Surabaya.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih belum sempurna, sehingga
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan
kesempurnaan Skripsi ini lebih lanjut. Akhirnya penulis berharap semoga Karya
Ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi kepada semua pihak,
khusus bagi Mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Kelautan Universitas Airlangga Surabaya guna kemajuan serta perkembangan
ilmu dan teknologi dalam bidang perikanan, terutama budidaya perairan.
Surabaya, Juli 2014
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini, tidak lupa pula penulis haturkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA, selaku Dekan Fakultas Perikanan
danKelautan Universitas Airlangga Surabaya.
2. Bapak Abdul Manan, S.Pi., M.Si. selaku dosen wali yang telah membimbing
dan memberikan nasehat kepada penulis selam menjadi mahasiswa
3. Bapak Boedi Setya Rahardja, Ir., MP. dan Bapak Agustono, Ir., M.Kes.,
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, petunjuk dan
bimbingan sejak penyusunan usulan hingga selesainya penyusunan Skripsi
ini.
4. Bapak Muhammad Arief, Ir., M.Kes, Ibu Dr. Woro Hastuti Satyantini, Ir.,
M.Si., dan Bapak Prayogo, S.Pi., MP., selaku dosen penguji yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk menguji, memberikan arahan dan petunjuk
dalam penulisan Skripsi ini.
5. Seluruh staff pengajar Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas
Airlangga yang mungkin tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Terima kasih
atas segala ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan selama ini.
6. Keluarga tercinta Ibu Erni Rachmawati, Bapak Antonius Tantri Widjaja, dan
Adik Ashr Hafiizh Tantri dan Arnest Rachmawan Tantri yang telah
memberikan motivasi dan dukungan moril, do’a, maupun materiil.
8. Ahmad, Agung, Reza Arif, Royan, Agus, Nizar, Jeffri, Idham, Masrul, Galih,
Kurniawan, Irfan, Ananta, Idrus, Dio Ganang yang selalu membantu dalam
penyelesaian skripsi.
9. Teman-teman BUPER 2009, 2010, 2011 dan seluruh keluarga besar Fakultas
Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Kebutuhan Nutrisi Udang Galah ... 14
2.2 Komposisi Asam Amino Udang Galah ... 15
4.1 Komposisi Nutrisi Pakan ... 23
4.2 Bahan Penyusun Pakan ... 26
5.1 Rata-Rata Retensi Protein (%) Udang Galah ... 31
5.2 Rata-Rata Retensi Energi (%) Udang Galah ... 33
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Udang Galah ... 5
2.2. Siklus Hidup Udang Galah ... 6
2.3. Pembagian Energi Pada Udang ... 14
3.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... 20
4.1. Denah Pengacakan Penempatan Perlakuan... 25
4.2. Diagram Alir Penelitian ... 28
5.1. Grafik Rata-Rata Retensi Protein (%) Udang Galah... 32
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Hasil Analisa Laboratorium Kandungan Pakan Udang ... 46
2. Hasil Analisa Protein dan Energi Udang Awal ... 47
3. Hasil Analisa Protein dan Energi Udang Akhir ... 48
4. Biomass Udang Awal, Biomass Udang Akhir, Total Konsumsi Pakan Udang Galah... 51
5. Perhitungan Retensi Protein Udang Galah ... 52
6. PerhitunganStatistikRetensi Protein ... 53
7. Perhitungan Retensi Energi Udang Galah ... 54
8. PerhitunganStatistikRetensi Energi... 55
9. Contoh Perhitungan Retensi Protein dan Retensi Energi... 56
10. Data Rata-Rata Parameter Kualitas Air Pemeliharaan Udang Galah ... 58
I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Udang galah (Macrobrachium rosenbergii) merupakan salah satu
komoditas perikanan air tawar yang bernilai ekonomis. Harga udang galah
konsumsi berkisar Rp. 50.000,00 - Rp.70.000,00 per kilogram. Sedangkan jumlah
permintaan komoditas udang galah nasional mencapai 10-20 ton/hari
(Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012). Produksi udang Indonesia pada
2011 mencapai 400.385 ton, kemudian meningkat menjadi 457.600 ton pada
2012. Adapun untuk 2013 target produksi udang ditetapkan sebesar 660.000 ton.
Pengembangan budidaya udang galah perlu dilakukan sebagai upaya dalam
pemenuhan target produksi yang semakin meningkat (Kementerian Kelautan dan
Perikanan, 2013).
Peningkatan produksi udang galah dapat dilakukan dengan mengeliminasi
semua faktor penghambat dan menyelesaikan permasalahan yang ada dalam
budidaya udang galah. Permasalahan yang biasa dihadapi dalam budidaya udang
galah saat ini meliputi beberapa faktor antara lain: kualitas air, penyakit, dan
pakan. Tercukupinya kebutuhan nutrisi udang galah melalui asupan pakan
menjadi prioritas utama yang harus dilakukan untuk menunjang pertumbuhannya.
Secara umum, biaya pakan menghabiskan 60-70% dari biaya produksi (Sibbald,
1982 dalam Agustono dkk., 2011b), dimana budidaya udang galah yang
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan nutrisi
pakan oleh udang galah adalah dengan meningkatkan kualitas pakannya, sehingga
pada akhirnya laju pertumbuhan udang galah meningkat serta dibarengi jangka
waktu budidaya udang galah yang lebih cepat. Hal ini terkait dengan jangka waktu
budidaya udang galah untuk mencapai ukuran konsumsi yang saat ini relatif lebih
lama dibandingkan budidaya udang konsumsi lainnya. Metode yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kualitas pakan adalah dengan pemberian feed
additive pada pakan udang galah. Feed additive adalah suatu bahan yang
ditambahkan ke dalam pakan dengan jumlah relatif sedikit dengan tujuan tertentu
(Agustono dkk., 2011b). Salah satu feed additive yang dapat diberikan pada pakan
untuk udang adalah asam amino esensial berupa lisin (Gatlin, D. M. and Peng Li.
2008).
Penambahan lisin pada pakan untuk udang windu dan udang vannamei
telah dilakukan dan mampu berpengaruh terhadap pemanfaatan nutrisi pakan oleh
udang windu dan udang vannamei. Hasil penelitian Biswas et al., (2006) menunjukkan penambahan 1% lisin dari jumlah pakan dapat meningkatkan
efisiensi pemanfaatan protein oleh udang windu (Penaeus monodon). Penelitian
Fengjun et al., (2012) juga mengindikasikan bahwa penambahan 1,515% lisin dari
jumlah pakan berpengaruh terhadapretensi protein Litopenaeus vannamei.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
pengaruh penambahan lisin pada pakan komersial terhadap retensi protein dan
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dari
penelitian ini adalah :
1) Apakah penambahan lisin pada pakan komersial dapat meningkatkan retensi
protein udang galah (Macrobrachium rosenbergii)?
2) Apakah penambahan lisin pada pakan komersial dapat meningkatkan retensi
energi udang galah (Macrobrachium rosenbergii)?
1.3Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang dapat diperoleh adalah :
1) Untuk mengetahui pengaruh penambahan lisin pada pakan komersial
terhadap peningkatan retensi protein udang galah (Macrobrachium
rosenbergii).
2) Untuk mengetahui pengaruh penambahan lisin pada pakan komersial
terhadap peningkatan retensi energi udang galah (Macrobrachium
rosenbergii).
1.4 Manfaat
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai
efektivitas lisin sebagai feed additive pada pakan untuk udang galah
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Udang Galah
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
Udang galah merupakan udang air tawar yang bernilai ekonomis. Udang
galah ditemukan tersebar diwilayah Asia Tenggara, Asia Selatan, kepulauan
Pasifik Utara hingga Pasifik Barat. Saat ini udang galah telah menjadi komoditas
perikanan yang banyak dibudidayakan dalam skala tradisional maupun intensif.
Hal ini dikarenakan udang galah memiliki beberapa keunggulan, yaitu: memiliki
pertumbuhan yang cepat, dapat mencapai ukuran besar dan memiliki pasar
potensial diwilayah Asia (Nandlal and Pickering, 2005).
Klasifikasi udang galah menurut Mudjiman (1983) dalamPusat
Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (2011) adalah sebagai berikut:
Phylum : Arthropoda Subphylum : Mandibulata Class : Crustacea Sub Class : Malacostraca Ordo : Decapoda Family : Palamonidae Sub Family : Palamonidae Genus : Macrobrachium
Species : Macrobrachium rosenbergii
Udang galah termasuk udang air tawar yang dapat berukuran besar. Udang
galah jantan dapat mencapai panjang 33 cm, sedangkan udang galah betina dapat
mencapai panjang 29 cm (New, 2002).Secara morfologis genus Macrobrachium
memiliki 19 ruas tubuh yang terbagi dengan jelas menjadi: 5 ruas bagian kepala, 8
kutikula. Kepala tumbuh menyatu dengan thorax dan tertutup karapas, serta
terdapat telson pada ujung abdomen. Cheliped (kaki jalan yang bercapit) kedua
lebih besar daripada cheliped pertama, cheliped kedua dapat mencapai 1,5 kali
panjang tubuh (terutama jantan). Udang galah memiliki rostrum dengan duri atas
sebanyak 11 sampai 13, serta duri bawah sebanyak 8 sampai 14 (Subekti dkk,
2011). Morfologi udang galah tersaji pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Udang galah Sumber.Nandlal and Pickering (2005)
Udang galah dewasa memiliki warna biru kehijauan, namun terkadang
ditemukan pula udang galah dengan warna agak kecoklatan. Jenis kelamin udang
galah mudah dibedakan berdasarkan ciri morfologinya. Udang galah jantan
memiliki ukuran tubuh lebih besar daripada udang galah betina. Udang galah
jantan memiliki cephalothorax yang lebih besar serta abdomen yang lebih
ramping dibanding dengan udang galah betina. Cheliped pada udang galah jantan
berukuran lebih besar, panjang dan lebih tebal dibandingkan udang galah betina.
sedangkan pada udang galah betina terletak dipangkal kaki jalan ketiga. (New,
2002).
Alat kelamin jantan (petasma) berfungsi untuk menyalurkan sperma
menuju alat kelamin betina (thelicium) yang menampung sperma sebelum terjadi
pembuahan. Telur yang keluar dari saluran telur (oviduct) selanjutnya akan
dibuahi oleh sperma yang telah tersimpan. Pembuahan terjadi diluar tubuh
(external). Telur yang telah dibuahi selanjutnya dilakukan pengeraman oleh induk
betina sampai menetas (Wichins and Lee, 2002).
2.1.2 Siklus Hidup
Udang galah memiliki empat fase siklus hidup, yaitu: telur, larva,
postlarva dan dewasa. Fase siklus hidup udang galah tersaji pada Gambar 2.2
Gambar 2.2. Siklus hidup udang galah
Sumber: Forster and Wickins (1972) dalam Wickins and Beard (1978)
Sebelum terjadi proses perkawinan, udang betina mengalami molting
terlebih dahulu (prematingmolt) sehingga keadaan tubuhnya menjadi lemah, pada
saat itulah terjadi perkawinan. Udang jantan akan mengeluarkan spermanya,
Selanjutnya proses pembuahan terjadi saat telur keluar melalui lubang kelamin,
kemudian telur dibuahi oleh sperma yang telah disimpan di spermatecha. Setelah
telur dibuahi akan dipindahkan ke tempat pengeraman (broodchamber) yang
terletak diantara kaki renang induk betina sampai telur menetas (Hadie dan Hadie,
1993).
Induk udang galah akan selalu berusaha membersihkan telurnya dan
memberikan pasokan oksigen, agar kondisi telur tetap terjaga. Telurtetap melekat
pada tubuh induk udang galah betina hingga menetas. Pada awalnya telur
berwarna kuning cerah, setelah siap dipijahkan telur berubah menjadi berwarna
oranye, kemudian berwarna coklat hingga berwarna keabu-abuan gelap (New,
2002).
Setelah 25 hari telur akan menetas dan berkembang menjadi larva. Larva
udang galah akan dilepaskan dari tubuh induk udang galah betina dan hanya dapat
berenang menuju perairan payau. Larva hanya dapat hidup selama 48 jam pada
perairan tawar, agar dapat hidup dan tumbuh dengan optimal larva harus
melakukan migrasi ke perairan payau dengan salinitas 9 - 19 ppt. Larva akan
mengalami molting sebanyak sebelas kali dalam waktu 15 – 40 hari sebelum
berkembang menjadi postlarva. Perkembangan larva menjadi postlarva tergantung
pada kuantitas dan kualitas pakan, suhu, dan parameter kualitas air lainnya. Suhu
optimal untuk pertumbuhan postlarva berkisar 28oC sampai 31oC. Postlarvadapat
hidup pada range salinitas yang besar. Panjang tubuh postlarva berukuran 7 - 10
mm dengan bobot tubuh 6 - 9 mg. Istilah“juvenile” pada udang galah adalah
Postlarva bersifat benthic dan melakukan migrasi menuju perairan tawar.
Larva udang galah memakan zooplankton (terutama dari jenis crustacea), cacing
berukuran lebih kecil, dan larva dari crustacea lain. Postlarva dan udang dewasa
dewasa bersifat omnivora dan memakan alga, tumbuhan air, moluska, serangga
air, cacing dan jenis crustacea lain. Postlarva dan udang dewasa dapat bersifat
kanibal (Nhan, 2009).
2.1.3 Molting
Udang galah memiliki karapas atau eksternal skeleton yang digunakan
sebagai tempat menempelnya otot dan untuk perlindungan. Secara teratur, udang
galah membuang karapas lamanya dan menggantinya dengan karapas baru yang
memiliki ukuran lebih besar. Proses pergantian karapas dinamakan molting atau
ecdysis. Pertumbuhan udang galah sangat ditentukan oleh molting (Wickins and
Beard, 1978).
Proses molting pada udang galah terdiri dari beberapa tahap yaitu:
intermolt, premolt, molting dan postmolt. Pada tahap intermolt, terjadi
pertumbuhan jaringan dan kutikula. Selama tahap premolt, sel-sel epidermis mulai
memisahkan dari kutikula. Tahap molting adalah proses pelepasan karapas lama
dari tubuh udang. Pada tahap postmolt, kutikula udang galah masih tipis dan
lentur, serta terlihat adanya pertambahan ukuran tubuh udang (Wang etal., 2007
dalam Nor Faadila et al., 2012).Setelah molting, terbentuk karapas baru yang
bersifat lunak dan semakin lama akan mengeras. Kecepatan terbentuknya karapas
udang sangat lemah sehingga mudah diserang dan dimangsa oleh udang lainnya
(Wickins and Beard, 1978).
2.2Asam Amino Lisin
Asam amino merupakan bahan dasar yang dihasilkan dari proses
perombakan atau degradasi protein. Asam amino digunakan untuk membangun
protein jaringan. Asam amino dibagi menjadi dua kelompok, asam amino
esensial dan asam amino non-esensial (Tacon, 1987). Lisin merupakan asam
amino esensial yang berperan untuk pertumbuhan udang (Millamena et al, 1998).
Lisin berperan dalammengoptimalkan pemanfaatan asam amino lainnya, sehingga
jumlah protein yang termanfaatkan untuk pertumbuhan udang meningkat (Shah
Alam et al, 2005). Hal ini dikarenakan lisin dapat memberikan aminonya untuk
melengkapi pembentukan asam amino lainnya, tetapi tidak dapat dibentuk
menjadi lisin kembali (Poedjiadi,1994). Defisiensi lisin akan menyebabkan
terganggunya pertumbuhan dan menurunnya kemampuan pemanfaatan pakan
oleh udang (Wilson, 2002).
Lisin berperan dalam pembentukan karnitin. Karnitin diperlukan dalam
proses metabolisme lemak untuk membentuk atau menghasilkan energi, dimana
karnitin berperan dalam transportasi asam lemak rantai panjang ke dalam
mitokondria (Biswaset al., 2006). Karnitin berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan pembentukan energi dari lemak pada udang (Jayaprakas and Sambhu, 1996).
Defisiensi lisin berpengaruh terhadap penurunan kadar karnitin dari jaringan
tubuh, sehingga menyebabkan pembentukan energi dari lemak berkurang
Tingkat kebutuhan lisin yang berbeda dipengaruhi oleh kuantitas dan
kualitas protein (komposisi asam amino) yang tersedia dalam pakan (Millamena et
al., 1998). Hasil penelitian Nguyen Thi Ngoc Anh etal., (2009) menunjukkan kebutuhan lisin bagi udang galah sebesar 1,65 % dari jumlah pakan. Sedangkan
hasil penelitian Bhavan et al., (2010) menunjukkan kebutuhan lisin bagi udang galah sebesar 3,53 mg/g pakan.
Metabolisme lisin didahului dengan metabolisme protein, dimana
metabolisme protein terdiri dari dua proses utama, yaitu: transaminasi dan
deaminasi oksidatif. Transaminasi adalah proses katabolisme asam amino yang
melibatkan pemindahan gugus amino dari satu asam amino kepada asam amino
lain. Deaminasi oksidatif adalah pelepasan gugus amino (Poedjiadi dan
Supriyanti, 2009). Metabolisme protein didahului dengan degradasi protein
menjadi asam-asam amino. Kemudian gugus asam amino lisin dipecah atau
dilepaskan melalui deaminasi oksidatif di sel-sel hati. Hasil deaminasi berupa
asetil koenzim A. Asetil koenzim A merupakan senyawa penghubung untuk
memasuki siklus Krebs guna pembentukan energi. Energi tersebut akan
dipergunakan untuk produksi enzim, hormon, komponen struktural, protein darah
dan sintesa protein jaringan (Handajani dan Widodo, 2010).
2.3 Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang dan berat (Sulmartiwi
dan Suprapto, 2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam variasi
pertumbuhan udang adalah faktor udangnya sendiri, lingkungan dan pakan yang
umur, aktivitas fisiologis. Faktor pakan yang mempengaruhi pertumbuhan adalah:
tipe diet dan feeding level. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan
adalah: oksigen, nitrogen, ammonia, suhu, daya racun dan kuantitas air
(Handajani dan Widodo, 2010).
Pertumbuhan diasumsikan sebagai pertambahan jaringan struktural, yang
berarti pertambahan (peningkatan) jumlah protein dalam jaringan tubuh. Hampir
semua jaringan secara aktif mengikat asam-asam amino dan menyimpannya
secara intraseluler dalam konsentrasi yang lebih besar, untuk dibentuk menjadi
protein tubuh (sel-sel tubuh) (Buwono, 2000).
2.4 Retensi
Retensi merupakan gambaran dari banyaknya zat makanan yang diberikan,
yang dapat diserap dan dimanfaatkan untuk membangun ataupun memperbaiki
sel-sel tubuh yang sudah rusak, serta dimanfaatkan tubuh udang bagi metabolisme
sehari-hari. Nilai retensi protein menunjukkan indeks deposisi protein sebagai
jaringan tubuh (dimanfaatkan bagi pertumbuhan) (Buwono, 2000).
2.4.1 Retensi Protein
Metabolisme protein digunakan untuk produksi enzim, hormon, komponen
struktural, dan protein darah dari sel-sel badan dan jaringan. Metabolisme energi
yang berasal dari protein didahului dengan degradasi protein menjadi asam-asam
amino, kemudian diserap dalam usus, ditransportasikan dalam darah, dan
digunakan oleh sel untuk mensintesa protein jaringan (Handajani dan Widodo,
Asam amino dapat dibagi menjadi dua kelompok, asam amino esensial
dan asam amino non-esensial. Asam amino esensial adalah asam amino yang
tidak dapat disintesis dalam tubuh. Asam amino non-esensial adalah asam amino
yang dapat disintesis dalam tubuh. Asam amino esensial yang dibutuhkan udang
adalah treonin, valin, leusin, isoleusin, triptofan metionin, histidin, lisin, arginin
dan fenilalanin (Tacon, 1987).
Retensi protein adalah perbandingan antara jumlah protein yang tersimpan
dalam bentuk jaringan ditubuh udang dengan jumlah konsumsi protein yang
terdapat dalam pakan (Barrows dan Hardy, 2001).Kualitas protein pada pakan
berhubungan dengan ketersediaan asam amino baik dalam jumlah maupun
jenisnya, yang berasal dari degradasi protein pada waktu pencernaan yang
kemudian diabsorbsi tubuh. Beberapa protein meskipun daya cernanya tinggi,
secara kualitas tidak mencukupi kebutuhan untuk sintesa protein dalam tubuh
karena tidak tersedianya satu atau lebih asam amino esensial, sehingga disebut
protein kualitas rendah. Sebaliknya protein kualitas baik mengandung semua asam
amino esensial yang memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan normal. Pemberian
pakan dengan protein kualitas rendah dapat mengakibatkan pertumbuhan
terhambat (Tillman dkk., 1986).
2.4.2 Retensi Energi
Metabolisme adalah sejumlah proses yang meliputi sintesa (anabolisme)
dan perombakannnya (katabolisme) dalam organisme hidup, sehingga
menyangkut perubahan-perubahan kimia dalam sel hidup dimana penggunaan
dan sintesa jaringan-jaringan baru (Tillman dkk., 1986). Energi didefinisikan
sebagai kemampuan untuk melakukan pekerjaan melalui katabolisme protein,
lemak dan karbohidrat dalam tubuh. Energi digunakan untuk pemeliharaan proses
kehidupan seperti metabolisme sel, pertumbuhan, reproduksi dan aktivitas fisik.
Sumber energi yang diperoleh udang berasal dari pakan yang mengandung
protein, lemak dan karbohidrat (Tacon, 1987).
Retensi energi adalah perbandingan antara jumlah energi yang tersimpan
dalam bentuk jaringan ditubuh udang dengan jumlah konsumsi energi yang
terdapat dalam pakan (Barrows dan Hardy, 2001). Energi dalam pakan dianggap
sebagai Gross Energy (GE). Gross Energy didistribusikan dalam dua proses
kegiatan yaitu Digestible Energy (DE) yaitu energi yang dapat dicerna dan Faecal
Energy (FE) yaitu energi yang digunakan untuk kegiatan pembuangan hasil
eksresi pada udang berupa feses. Dalam proses pencernaan, energi didistribusikan
sebagai Metabolic Excretion dan Metabolizable Energy (ME). Metabolizable
Energy (ME) adalah energi dalam proses metabolisme. Metabolic Excretion
berupa energi dalam proses pembuangan urin (Urine Excretion) dan energi dalam
proses ekskresi di insang yang disebut Gill Excretion (GE). Metabolizable Energy
(ME) akan didistribusikan menjadi Specific Dynamic Action dan energi netto.
Specific Dynamic Action adalah energi dalam aktivitas metabolisme dan aktivitas
sehari-hari. Energi netto akan dipergunakan untuk kebutuhan pemeliharaan
(maintenance), pertumbuhan dan reproduksi (Buwono, 2000). Pembagian energi
Gambar 2.3. Pembagian energi pada udang Sumber. Buwono (2000).
2.5 Kebutuhan Nutrisi Udang Galah
Produktivitas hasil budidaya udang galah sangat ditentukan oleh pakan
yang diberikan. Kebutuhan nutrisi yang harus dipenuhi dalam pakan untuk udang
galah dapat dilihat di Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kebutuhan nutrisi udang galah Kandungan Kadar
Protein Minimal 28 % Lemak Minimal 5 % Serat Kasar Maksimal 6 % Kadar Abu Maksimal 14 % Kadar Air Maksimal 12 % Sumber. SNI (2006).
Udang dapat tumbuh normal apabila komposisi asam amino esensial
dalam pakan tidak jauh berbeda (mirip) dengan komposisi asam amino dalam
tubuhnya (Buwono, 2000). Komposisi asam amino udang galah dapat dilihat pada
Tabel 2.2 Komposisi asam amino udang galah (Bhavan et al., 2010)
Pertumbuhan udang yang baik, perlu didukung dengan pakan yang cukup
mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Protein, lemak dan
karbohidrat dalam pakan merupakan sumber energi bagi udang. Pemenuhan
sumber energi dalam pakan harus seimbang, karena kelebihan atau kekurangan
energi yang dikonsumsi dapat menyebabkan penurunan laju pertumbuhan (Tacon,
1987).
Pemberian pakan dengan kandungan energi yang tinggi menyebabkan
penurunan jumlah nutrisi yang dikonsumsi oleh udang, serta menyebabkan
timbulnya deposisi lemak yang berlebih dalam tubuh udang. Pemberian pakan
dengan kandungan energi yang rendah menyebabkan penggunaan sebagian nutrisi
yang dikonsumsi digunakan bagi pemenuhan kebutuhan energi, sehingga jumlah
nutrisi yang dapat dimanfaatkan bagi pertumbuhan udang akan berkurang.
(Robinson and Wilson, 1985 dalam Tacon, 1987).
Vitamin merupakan senyawa organik komplek yang sangat penting untuk
pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh udang. Pada umumnya vitamin tidak dapat
salah satu vitamin dapat menyebabkan gejala tidak normal dalam hal morfologi
maupun fisiologi udang. Kebutuhan vitamin bergantung pada jenis udang, laju
pertumbuhan, komposisi pakan, kondisi fisiologis udang, serta lingkungan
perairan (Agustono dkk., 2011a).
Vitamin yang dibutuhkan oleh udang dapat dikelompokkan menjadi dua
golongan, yaitu: vitamin larut dalam lemak dan vitamin larut dalam air. Vitamin
yang larut dalam lemak terdiri dari vitamin A (retinol), vitamin D, vitamin E dan
vitamin K. Vitamin yang larut dalam air terdiri dari: vitamin B1 (Tiamin), vitamin
B2 (Riboflavin), vitamin B6 (piridoksin), niasin, asam pantotenat,
cyanocobalamin, biotin, asam folat, inositol, kolin dan vitamin C (asam askorbat)
(Tacon, 1987).
Mineral terdiri dari unsur-unsur anorganik. Udang membutuhkan mineral
untuk pembentukan jaringan, osmoregulasi dan fungsi metabolisme lain. Mineral
dapat diklasifikasikan menjadi makromineral dan mikromineral. Makromineral
yang dibutuhkan udang adalah: kalsium, fosfor, magnesium, klorida, natrium,
kalium dan sulfur. Fosfor adalah konstituen utama dalam pembentukan tulang.
Klorida, natrium dan kalium adalah elektrolit penting yang terlibat dalam
osmoregulasi dan keseimbangan asam-basa dalam tubuh. Magnesium terlibat
dalam menjaga homeostasis intra dan ekstra seluler. Mikromineral meliputi
kobalt, kromium, tembaga, yodium, zat besi, mangan, selenium dan seng.
Defisiensi mikromineral pada udang menyebabkan gangguan pertumbuhan dan
2.6 Parameter Lingkungan Hidup Udang Galah
Lingkungan perairan yang digunakan untuk pemeliharaan udang galah
harus memenuhi parameter fisik, kimia, dan biologi. Selain itu, lokasi
pemeliharaan hendaknya jauh dari kegiatan lain yang menggunakan atau
menghasilkan pestisida, logam berat, dan bahan lain yang dapat menimbulkan
kematian udang. Secara umum parameter kualitas air yang perlu berupa: derajat
keasaman (pH), Dissolved Oxygen (DO) atau oksigen terlarut, suhu, salinitas dan
ammonia (New, 2002).
Udang galah dapat hidup pada lingkungan perairan dengan pH berkisar 7
-9. Untuk mencapai pertumbuhan yang optimal, udang galah membutuhkan
lingkungan perairan dengan pH 7 - 8,5. Pada lingkungan perairan dengan pH
kurang dari 6,5 atau lebih dari 9,5 udang galah dewasa masih dapat hidup dengan
pertumbuhan yang sangat lambat, sedangkan pada pH lebih dari 9 dapat
menyebakan kematian pada juvenile udang galah. Ketersediaan Dissolved Oxygen
(DO) atau oksigen terlarut didalam air dibutuhkan untuk respirasi udang galah.
Udang galah dapat hidup pada kisaran DO sebesar 3 mg/l atau lebih (D’Abramo et
al., 2006). Kadar DO yang optimal untuk udang galah sebesar 5 mg/l. Kondisi pH dan DO lingkungan perairan yang optimal sangat dibutuhkan untuk pemeliharaan
udang galah, karena dapat mencegah timbulnya stress pada udang (D’Abramo et al., 2009).
Suhu optimal untuk pemeliharaan udang galah berkisar 25 oC sampai 32
o
C. Kondisi perairan dengan suhu dibawah 25 oC menyebabkan proses
dalam waktu singkat pada suhu 19 oC atau diatas 34 oC, sedangkan pada suhu 13
o
C dapat menyebabkan kematian pada udang (Tidwell et al., 2002).
Udang galah membutuhkan lingkungan perairan tawar dan perairan payau.
Mulaifase juvenile hingga udang galah dewasa membutuhkan perairan tawar,
sedangkan fase larva hingga postlarva membutuhkan perairan payau (Pusat
Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, 2011). Larva dapat hidup pada perairan
payau dengan salinitas 9 - 19 ppt. Postlarva dapat hidup pada range salinitas yang
besar, sedangkan pertumbuhan postlarva yang optimal membutuhkan lingkungan
perairan tawar (D’Abramo dan Brunson, 1996). Pada budidaya udang galah,
ammonia berasal dari sisa pakan dan feses. Pada media pemeliharaan, kandungan
ammonia tidak boleh lebih dari 1 mg/l. Kadar ammonia yang terlalu tinggi dapat
menghambat pertumbuhan dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan
III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual
Udang galah merupakan salah satukomoditas perikanan yang memiliki
nilai ekonomis tinggi dan banyak dibudidayakan dengan sistem tradisional
maupun intensif. Untuk mendapatkan hasil produksi yang optimal, pembudidaya
memacu pertumbuhan udang galah melalui penambahan feed additive pada pakan.
Penambahan lisin pada pakan komersial dapat dikatakan efektif, sebablisin
merupakan asam amino esensial yang berperan untuk pertumbuhan udang
(Millamena et al., 1998).Lisin berperan dalammengoptimalkan pemanfaatan asam
amino lainnya, sehingga jumlah protein yang termanfaatkan untuk pertumbuhan
udang meningkat (Shah Alam et al., 2005).Hal ini dikarenakan lisin dapat
memberikan aminonya untuk melengkapi pembentukan asam amino lainnya,
tetapi tidak dapat dibentuk menjadi lisin kembali (Poedjiadi,1994).
Penambahan lisin pada pakan komersial diharapkan mampu meningkatkan
nilai retensi protein dan retensi energi. Kandungan energi (protein, lemak dan
karbohidrat) dalam pakan akan dipergunakan untuk perawatan udang seperti
metabolisme basal, aktivitas, aktivitas renang, adaptasi terhadap suhu dan untuk
pertumbuhan (Buwono, 2000). Peningkatan nilai retensi protein dan retensi energi
menunjukkan jumlah protein dan energi pakan yang dapat dimanfaatkan untuk
pertumbuhan semakin besar. Semakin banyak jumlah protein dan energi yang
diretensi merupakan indikator opimalnya nutrisi pakan (protein dan energi) yang
mampu memenuhi kebutuhan udang galah untuk meningkatkan laju
galah. Secara skematis kerangka konseptual penelitian dapat dilihat pada Gambar
3.1.
Gambar 3.1. Kerangka konseptual penelitian
3.2 Hipotesis
H0 : Penambahan lisin pada pakan komersial tidak berpengaruh terhadap retensi
protein pada udang galah (Macrobrachium rosenbergii).
H0 : Penambahan lisin pada pakan komersial tidak berpengaruh terhadap retensi
energi pada udang galah (Macrobrachium rosenbergii). Permintaan Pasar Udang
Galah Tinggi
Pemberian Pakan dengan Penambahan Lisin Hasil Produksi Budidaya
Udang Galah Kurang
Retensi Protein
Kebutuhan Nutrisi Telah Terpenuhi secara Optimal
Pertumbuhan Optimal
Hasil Produksi Budidaya Udang Galah Meningkat
H1 : Penambahan lisin pada pakan komersial dapat meningkatkan retensi protein
pada udang galah (Macrobrachium rosenbergii).
H1 : Penambahan lisin pada pakan komersial dapat meningkatkan retensi energi
IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2014 sampai Juni 2014 di
Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga.Analisa proksimat pakan
udang dilakukan di Laboratorium Kimia, Universitas Muhammadiyah Malang.
Analisa retensi awal dan retensi protein akhir dilakukan di Unit Layanan
Pemeriksaan Laboratoris Konsultasi dan Pelatihan, Fakultas Kedokteran Hewan,
Universitas Airlangga. Analisa retensi energi akhir dilakukan di Laboratorium
Energi-LPPM ITS.
4.2.Materi Penelitian 4.2.1 Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium berukuran
15x15x25 cm3 sebanyak 20 buah, aerator, selang aerasi, batu aerasi, seser,
baskom, kain lap, kantong plastikhitam, terpal, bak plastik, gelas ukur, timbangan
analitik, DO meter, ammonia test kit, pH paper dantermometer.
4.2.2 Bahan Penelitian A. Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian adalah tokolan udang galah
yang berasal dari BBUG Prigi. Bobot tubuh tokolan udang galah yang digunakan
B. Media Pemeliharaan
Media pemeliharaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air tawar
dengan volume 1,5 liter per akuarium.
C. Bahan Pakan
Asam amino yang akan ditambahkan adalah lisin. Komposisi nutrisi pakan
yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Komposisi nutrisi pakan
Komposisi Perlakuan
Kadar Air 10,0570 10,8653 11,3822 12,2140 11,5954 Energi (kal/g) 39987,4037 40414,0214 40518,3305 40587,2229 40651,5699
Lisin 0,7918 0,9017 1,0079 1,0992 1,1794
Keterangan: Hasil analisa proksimat Laboratorium Kimia, Universitas Muhammadiyah Malang (2014).
4.3 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimental dengan lima perlakuan. Penelitian ini membandingkan pengaruh
antara perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4 terhadap retensi protein dan retensi energi
udang galah (Macrobrachium rosenbergii).
Kusriningrum (2008) menyatakan, eksperimen dapat didefinisikan sebagai
suatu tindakan yang dibatasi dengan nyata dan dapat dianalisa hasilnya.Penelitian
eksperimental digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel tertentu terhadap
variabel bebas, variabel tergantung dan variabel kendali (Nasution, 2003).
Variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel bebas, yaitu pakan komersial dan lisin
2. Variabel tergantung, yaitu retensi protein dan retensi energi
3. Variabel kendali, yaitu kualitas air berupa: suhu, pH, DO dan ammonia.
4.3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL). Kusriningrum (2008) menyatakan bahwa rancangan acak lengkap
dipergunakan apabila media, alat dan bahan percobaan seragam atau dapat
dianggap seragam. Rancangaan acak lengkap hanya terdiri dari satu sumber
keragaman, yaitu perlakuan disamping pengaruh acak, sehingga hasil perbedaan
antar perlakuan hanya disebabkan oleh pengaruh perlakuan dan pengaruh acak.
Penelitian ini melibatkan lima perlakuan, yaitu : P0, P1, P2, P3 dan P4 yang
diulang sebanyak empat kali. Perlakuan yang digunakan adalah penambahan lisin
pada pakan komersial sebanyak lima perlakuan dengan empat kali ulangan, yaitu :
Perlakuan P0 : pakan tanpa penambahan lisin.
Perlakuan P1 : pakan dengan penambahan lisin sebanyak 0,5 %
Perlakuan P2 : pakan dengan penambahan lisin sebanyak 1 %
Perlakuan P3: pakan dengan penambahan lisin sebanyak 1,5 %
Perlakuan P4 : pakan dengan penambahan lisin sebanyak 2 %
Hasil penelitian Biswas et al., (2006) menunjukkan penambahan 1% lisin
windu (Penaeus monodon). Dosis penambahan lisin yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebanyak 0,5 %, 1 %, 1,5 % dan 2 % dari jumlah pakan.
Denah penempatan tiap perlakuan dan ulangan penelitian setelah
dilakukan pengacakan dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Denah pengacakan penempatan perlakuan
4.3.2 Prosedur Kerja
A. Persiapan Alat dan Bahan
Persiapan penelitian dengan membersihkan peralatan yang akan
digunakan. Peralatan berupa akuarium, bak plastik, baskom, seser dan terpaldicuci
menggunakan sabun dan dibilas kemudian dikeringkan. Aklimatisasi tokolan
udang galah dilakukan selama 3 hari. Kemudian dipuasakan selama 1 hari untuk
menghilangkan pengaruh pakan sebelumnya. Media pemeliharaan yang akan
digunakan adalah air tawar. Air tawar tersebut diisikan sebanyak 1,5 L ke tiap
akuarium. Padat tebar udang galah 1 ekor/0,15 L. Masing-masing akuarium berisi
10 ekor udang galah.
P13 P24 P41 P33
P43 P31 P03 P14
P23 P44 P11 P04
P32 P01 P22 P21
P02
P42
P34
B. Penyediaan Pakan Udang Galah
Pakan berasal dari pakan komersial dengan penambahan lisin dan binder.
Komposisi bahan pakan disesuaikan dengan dosis lisin tiap perlakuan. Komposisi
bahan penyusun pakan dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Bahan penyusun pakan Komposisi(100 g-1)
Tepung tapiokapada pakan digunakan sebagai binder. Hal ini bertujuan
ketika pakan udang diberikan,lisin yang terkandung didalamnya tidak larut dalam
air dan dapat dimanfaatkan oleh udang untuk sintesa protein tubuh (Shah Alamet
al., 2005). Sebelum digunakan sebagai binder, tepung tapioca dimasak dengan air
sambil diaduk hingga menjadi adonan yang mengental.
Lisin ditimbang sesuai dosis tiap perlakuan kemudian dicampur dengan 6
g adonan tepung tapioka. Campuran tersebut kemudian dicampur dengan pakan
komersial, serta ditambahkan dengan 15 g adonan tepung tapioka. Penggunaan
jumlah binder yang cukup banyak dikarenakan agar lisin dapat terlapisi sempurna
dan tercampur merata pada pakan komersial. Setelah semua bahan tercampur,
kemudian pakan dikeringkan pada oven dengan suhu 40oC.Setelah pakan tersebut
kering, diremahkan sampai menjadi bentuk flake (Richard et al, 2009). Pakan
C. Manajemen Kualitas Air
Pada proses pemeliharaan udang galah dilakukan manajemen kualitas
airdengan cara menyifon kotoran dan sisa pakan setiap hari pada pukul 15.00
WIB, serta dilakukan pergantian air sebanyak 50% saat penyifonan.
D. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 28 hari. Pemberian pakan dilakukan
sebanyak 3 kali/hari pada pukul 08.00, 16.00 dan 21.00 WIB. Jumlah pakan yang
diberikan sebanyak 10% dari biomass udang galah (Nguyen Thi Ngoc Anh et al,
2009). Jumlah pakan yang diberikan ditentukan setiap tujuh hari, dilakukan
perhitungan biomass dengan cara penimbangan bobot seluruh populasi udang
galah.
Sampel udang galah pada akhir penelitian diambil untuk ditimbang dan
dianalisa protein dan energi sehingga didapatkan data perhitungan retensi protein
dan retensi energi udang galah. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada gambar
4.4Parameter
4.4.1Parameter Utama
Analisa retensi protein dan retensi energi dilakukan pada akhir penelitian
untuk membandingkan pengaruh tiap perlakuan.
Perhitungan retensi protein (RP) dan retensi energi (RE) dirumuskan oleh
Lupatsch et al., (2010) adalah sebagai berikut:
RP = (bobot protein tubuh akhir – bobot protein tubuh awal) X 100 % total protein pakan yang diberikan
RE = (bobot energi tubuh akhir – bobot energi tubuh awal) X 100 % total energi pakan yang diberikan
Perhitungan retensi protein udang galah dilakukan dengan cara :
1) bobot protein tubuh udang awal :
kadar protein udang awal (%) X bobot tubuh udang awal (g)
2) bobot protein tubuh udang akhir :
kadar protein udang akhir (%) X bobot tubuh udang akhir (g)
3) total protein pakan yang diberikan :
kadar protein pakan (%) X jumlah pakan yang dikonsumsi (g)
Perhitungan retensi energi udang galah dilakukan dengan cara :
1) bobot energi tubuh udang awal :
kadar energi udang awal (kal/g) X bobot tubuh udang awal (g)
2) bobot energi tubuh udang akhir :
3) total energi pakan yang diberikan :
kadar energi pakan (kal/g) X jumlah pakan yang dikonsumsi (g)
4.4.2Parameter Penunjang
Parameter penunjang yang diamati adalah kualitas air media pemeliharaan
berupa: suhu, pH, DO dan ammonia. Pengukuran suhu menggunakan termometer
dilakukan setiap hari pada pukul 07.00 dan 14.00 WIB. Pengukuran pH
menggunakan pH paper dilakukan setiap tujuh hari pada pukul 14.30 WIB.
Pengukuran DO menggunakan DO meter dan ammonia menggunakan amonia test
kit dilakukan setiap tujuh hari pada pukul 07.30 WIB.
4.5 Analisa Data
Data retensi protein dan retensi energi udang galah dianalisa menggunakan
Analysis of Varian (ANOVA). Apabila hasil analisa statistik menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata atau berbeda sangat nyata,maka dilanjutkan dengan
Uji Jarak Berganda Duncan untuk membandingkan pengaruh perlakuan.
V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
5.1.1 Retensi Protein
Dari hasil penelitian didapatkan nilai retensi protein yang berkisar 45,3995
- 54,90425 %. Data retensi protein selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.
Data rata-rata retensi protein terdapat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Rata-Rata Retensi Protein (%) Udang Galah Perlakuan Retensi Protein (%) ± SD
P0
P0 = pakan tanpa penambahan lisin (Kontrol) P1 = pakan dengan penambahan 0,5 % lisin P2 = pakandengan penambahan 1 % lisin P3 = pakandengan penambahan 1,5 % lisin P4 = pakandengan penambahan 2 % lisin
Hasil analisa statistik (Lampiran 6) menunjukkan bahwa penambahan lisin
pada pakan komersial menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05)
terhadap retensi protein udang galah. Grafik rata-rata retensi protein dapat dilihat
Gambar 5.1. Grafik Rata-Rata Retensi Protein (%) Udang Galah
Grafik diatas menunjukkan kenaikan retensi protein pada perlakuan P0, P1
dan P2, serta penurunan retensi protein pada perlakuan P3 dan P4. terlihat dalam
grafik bahwa retensi protein tertinggi terdapat pada P2 (54,90425 %) dan retensi
5.1.2 Retensi Energi
Dari hasil penelitian didapatkan nilai retensi energi yang berkisar 3,35425
- 4,959 %. Data retensi energi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Data
rata-rata retensi energi dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Rata-Rata Retensi Energi (%) Udang Galah Perlakuan Retensi Energi(%) ± SD
P0
P0 = pakan tanpa penambahan lisin (Kontrol) P1 = pakan dengan penambahan 0,5 % lisin P2 = pakan dengan penambahan 1 % lisin P3 = pakan dengan penambahan 1,5 % lisin P4 = pakan dengan penambahan 2 % lisin
Hasil analisa statistik (Lampiran 8) menunjukkan bahwa penambahan lisin
pada pakan komersial menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05)
terhadap retensi energi udang galah.Grafik rata-rata retensi energi dapat dilihat
Gambar 5.2. Grafik Rata-Rata Retensi Energi (%) Udang Galah
Grafik diatas menunjukkan penurunan retensi energi pada perlakuan P0, P1
dan P2, serta kenaikan retensi energi pada perlakuan P3 dan P4. terlihat dalam
grafik bahwa retensi energi tertinggi terdapat pada P0 (4,959 %) dan retensi energi
terendah terdapat pada P2 (3,35425%).
5.1.3 Kualitas air
Data nilai kisaran parameter kualitas air pada pemeliharaan udang galah
(Macrobrachium rosenbergii) dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Nilai Kisaran Parameter Kualitas Air Selama Pemeliharaan 28 Hari
No Parameter Satuan Kisaran
5.2 Pembahasan 5.2.1 Retensi Protein
Retensi protein merupakan gambaran dari banyaknya protein yang
diberikan, yang dapat diserap dan dimanfaatkan untuk membangun ataupun
memperbaiki sel-sel tubuh yang sudah rusak, serta dimanfaatkan tubuh udang bagi
metabolisme sehari-hari (Buwono, 2000). Retensi protein secara tidak langsung
menggambarkan jumlah protein pakan yang dikonsumsi dan digunakan untuk
membangun jaringan protein tubuh (dimanfaatkan bagi pertumbuhan) (Halver,
1988).
Berdasarkan perhitungan data dapat dilihat bahwa nilai rata-rata retensi
protein tertinggi didapat pada perlakuan P2 dengan perlakuan penambahan lisin
sebanyak 1 % dari jumlah pakan yaitu sebesar 54,90425%. Hal ini dapat diartikan
bahwa dari setiap 30,133 gram protein pakan yang dikonsumsi, yang dapat
dimanfaatkan oleh tubuh udang galah bagi pertumbuhannya adalah sebesar
(0,5490425 X 30,133 gram) atau 16,54429765 gram. Perhitungan retensi protein
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.
Berdasarkan analisa statistik menunjukkan bahwa penambahan lisin pada
pakan komersial menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05) terhadap
retensi protein udang galah. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian lisin
sebagai feed additive pada pakan untuk udang galah tidak dapat meningkatkan
nilai retensi protein yang lebih baik dibandingkan pakan tanpa penambahan lisin
sebagai kontrol. Hal ini diduga karena protein yang telah diserap, terlebih dahulu
dalam tubuh untuk membangun jaringan protein tubuh (dimanfaatkan bagi
pertumbuhan)
Pertumbuhan diasumsikan sebagai pertambahan jaringan struktural, yang
berarti pertambahan (peningkatan) jumlah protein dalam jaringan tubuh. Cepat
tidaknya pertumbuhan udang, ditentukan oleh banyaknya protein yang dapat
diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh udang sebagai zat pembangun. Hampir
semua jaringan secara aktif mengikat asam-asam amino dan menyimpannya
secara intraseluler dalam konsentrasi yang lebih besar, untuk dibentuk menjadi
protein tubuh (sel-sel tubuh) (Buwono, 2000).
5.2.2 Retensi Energi
Retensi energi adalah perbandingan antara jumlah energi yang tersimpan
dalam bentuk jaringan ditubuh udang dengan jumlah konsumsi energi yang
terdapat dalam pakan (Barrows and Hardy, 2001). Kandungan energi pada pakan
digunakan oleh crustaceans untuk pertumbuhan, metabolisme, kebutuhan
pemeliharaan (maintenance), ekskresi ammonia, feses dan molting (Bhavan et al.,
2010).
Berdasarkan perhitungan data dapat dilihat bahwa nilai rata-rata retensi
energi tertinggi didapat pada perlakuan P0 dengan perlakuan tanpa penambahan
lisin pada pakan yaitu sebesar 4,959 %.Hal ini dapat diartikan bahwa dari setiap
39987,40373 kal/g energi pakan yang dikonsumsi, yang dapat dimanfaatkan oleh
tubuh udang galah bagi pertumbuhannya adalah sebesar (0,04959 X 39987,4037
kal/g) atau 1982,975351 kal/g. Perhitungan retensi energi selengkapnya dapat
Berdasarkan analisa statistik menunjukkan bahwa penambahan lisin pada
pakan komersial menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05) terhadap
retensi energi udang galah. Hal ini diduga karena sebelum disimpan atau diretensi
dalam tubuh, energi yang diserap telah banyak dimanfaatkan oleh tubuh udang
untuk aktivitas, metabolisme dan kebutuhan pemeliharaan (maintenance).
Handajani dan Widodo (2010) menyatakan bahwa tidak semua energi yang yang
masuk dapat dicerna dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan. Energi yang masuk
akan digunakan terlebih dahulu untuk aktivitas, metabolisme, dan kebutuhan
pemeliharaan (maintenance). Kemudian sisanya digunakan untuk pertumbuhan
dan reproduksi.
Hal ini apabila dibandingkan dengan nilai retensi proteinnya maka dapat
dilihat hasilnya sama, yaitu pada analisa statistik retensi protein menunjukkan
hasil yang juga tidak berbeda nyata (p>0,05). Dengan hasil yang demikian maka
dapat diduga bahwa terjadi keseimbangan antara jumlah kandungan energi dan
protein pada pakan tiap perlakuan, sehingga kandungan energi dan protein yang
mampu diretensi dalam tubuh udang galah menunjukkan hasil yang tidak berbeda
nyata (p>0,05).
Tacon (1987) menyatakan bahwa pemenuhan sumber energi (kadar energi
dan protein) dalam pakan harus seimbang, karena kelebihan atau kekurangan
energi dapat menyebabkan penurunan laju pertumbuhan. Pemberian pakan dengan
kandungan energi yang rendah menyebabkan penggunaan sebagian protein untuk
pemenuhan kebutuhan energi, sehingga jumlah protein yang dapat dimanfaatkan
Hal ini juga didukung oleh pendapat Buwono (2000) yang menyatakan
bahwa keseimbangan antara kadar energi dan protein sangat berperan penting
dalam pertumbuhan, karena apabila kebutuhan energi kurang maka protein akan
dipecah dan digunakan sebagai sumber energi. Pemanfaatan sebagian protein
sebagai sumber energi ini akan menyebabkan pertumbuhan udang terhambat.
5.2.3 Kualitas Air
Kualitas air dalam budidaya udang memegang peranan yang sangat
penting. Kualitas air dapat didefinisikan sebagai kesesuaian air bagi kelangsungan
dan pertumbuhan udang, yang umumnya ditentukan oleh beberapa parameter
kualitas air (Mahasri dkk., 2009). Beberapa parameter utama kualitas air yang
diukur dalam penelitian ini yaitu, suhu, oksigen terlarut (DO), pH, dan amonia.
Nilai kisaran suhu selama penelitian berkisar antara 29-30 °C. Hal ini
sesuai dengan pendapat Tidwell et al., (2002) yang memberikan batasan nilai
toleransi udang galah terhadap suhu pada kisaran 25 oC sampai 32 oC. Kondisi
perairan dengan suhu dibawah 25 oC menyebabkan proses kematangan seksual
udang galah terganggu, sehingga menyebabkan sebagian energi yang seharusnya
digunakan untuk pertumbuhan dialihkan untuk proses kematangan seksual. Udang
galah masih dapat hidup dalam waktu singkat pada suhu 19 oC atau diatas 34 oC,
sedangkan pada suhu 13 oC dapat menyebabkan kematian pada udang (Tidwell et
al., 2002).
Hasil pengukuran Dissolved Oxygen (DO) atau oksigen terlarut selama
penelitian berkisar antara 6,9-7,3 mg/l. D’Abramo et al., (2006) menyatakan
mendukung kehidupan udang galah secara normal. D’Abramo et al., (2009)
menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut yang optimal untuk pemeliharaan
udang galah tidak boleh kurang dari 5 mg/l.
Hasil pengukuran nilai pH selama penelitian berkisar antara 7-8. Hal ini
sesuai dengan pendapat D’Abramo et al., (2006) yang menyatakan nilai pH
optimal dalam pemeliharaan udang galah berkisar antara 7 - 8,5. Pada lingkungan
perairan dengan pH kurang dari 6,5 atau lebih dari 9,5 udang galah dewasa masih
dapat hidup dengan pertumbuhan yang sangat lambat, namun pH lebih dari 9
dapat menyebakan kematian pada juvenile udang galah.
Dalam budidaya sisa pakan dalam bentuk feses atau yang tidak termakan
berperan besar dalam penurunan kualitas air, ditandai dengan kandungan amonia
yang tinggi. Konsentrasi ammonia selama penelitian berkisar antara 0-0,25 mg/l.
Secara ideal konsentrasi ammonia yang terkandung dalam air tidak boleh lebih
dari 1 mg/l. Kadar ammonia yang terlalu tinggi dapat menghambat pertumbuhan
VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai penambahan
lisin pada pakan komersial, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Penambahan lisin pada pakan komersial tidak berpengaruh terhadap retensi
protein udang galah (Macrobrachium rosenbergii).
2. Penambahan lisin pada pakan komersial tidak berpengaruh terhadap retensi
energi udang galah (Macrobrachium rosenbergii).
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas pengaruh jenis feed additive lainnya
DAFTAR PUSTAKA
Aarumugam, P., P. S. Bhavan, T. Muralisankar, N. Manickam, V. Srinevasan and S. Radhakrishnan. 2013. Growth of Macrobrachium Rosenbergii Fed with Mango Seed Kernel, Banana Peel and Papaya Peel Incorporated Feeds. International Journal of Applied Biology and Pharmaceutical Technology. 4:2. (12-25). 13 p.
Agustono., H. Setyono., T. Nurhajati., M. Lamid., M. A. Al-Arief., W. P.Lokapirnasari. 2011a. Petunjuk Praktikum Nutrisi Ikan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga. Surabaya. hal. 23.
Agustono., H. Setyono., T. Nurhajati., M. Lamid., M. A. Al-Arief., W. P.Lokapirnasari. 2011b. Praktikum Teknologi Pakan Ikan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga. Surabaya. hal. 3, 7.
Bhavan, P. S., S. A. Ruby, R. Poongodi, C. Seenivasan and S. Radhakrishnan. 2010. Efficacy of Cereals and Pulses as Feeds for the Post-larvae of the Freshwater Prawn (Macrobrachium rosenbergii). Journal of Ecobiotechnology 2:5 (09-19). 10 p.
Barrows, F. T and R. W. Hardy. 2001. Nutrition and Feeding. In: G. Wedemeyer (Eds). Fish Hatchery Management. Second Edition. American Fisheries Society. Bethesda, Maryland. p. 497-520.
Biswas, P., A. K. Pal., N. P. Sahu., A. K. Reddy., A. K. Prusty and S. Misra. 2007. Lysine and/or phytase supplementation in the diet of Penaeus monodon (Fabricius) juveniles: Effect on growth, body composition and lipid profile. Aquaculture 265 (253–260). 7 p.
Buwono, I. D. 2000. Kebutuhan Asam Amino Esensial dalam Ransum Ikan. Kanisius. Jogyakarta. hal. 11, 12, 13, 17, 18, 30.
Chowdhury, M. A. K., A. M. A. S. Goda., E. R. El-Haroun., M. A. Wafa., S. A. S. El-Din. 2008. Effect of Dietary Protein and Feeding Time on Growth Performance and Feed Utilization of Post Larva Freshwater Prawn Macrobrachium rosenbergii (de Man, 1879). Journal of Fisheries and Aquatic Science 3 (1): 1-11. 11 p.
D’Abramo, L. R. and M. W. Brunson. 1996. Biology and Life History of
Freshwater Prawn. United States Department of Agriculture. Southern Regional Aquaculture Centre. 4 p.
D’Abramo, L. R.,J. L. Silva and M. O. Frinsko. 2009. Sustainable Farming of Freshwater Prawns and the Assurance of Product Quality. Division of Agriculture, Forestry, and Veterinary Medicine. Mississippi State University. 16 p.
Delbert, M. and Gatlin. Ill. 2010. Principles of Fish Nutrition. United States Department of Agriculture. Southern Regional Aquaculture Centre. 8 p.
Fengjun, Xie., Wenping, Zeng., Qicun, Zhou., Hualang, Wang., Tuo, Wang., Changqu, Zheng and Yongli, Wang. 2012. Dietary Lysine Requirement Of Juvenile Pacific White Shrimp (Litopenaeus Vannamei). Aquaculture 358-359. (116–121). 6 p.
Gatlin, D. M. and Peng Li. 2008. Use of Diet Additives to Improve Nutritional Value of Alternative Protein Source. In : Lim, C., C. D. Webster and Lee, C (Eds). Alternative Protein Sources in Aquaculture Diets. The Haworth Press, Taylor & Francis Group. New York. pp. 501-522.
Hadie, W. dan L. E. Hadie. 1993. Pembenihan Udang Galah. Kanisius. Yogyakarta. 110 hal.
Halver, J. E. 1988. Fish Nutrition. 2nd Edition. Academic Press. London. pp. 18.
Handajani dan W. Widodo. 2010. Nutrisi Ikan. UMM Press. Universitas Muhamadiyah Malang. Malang. hal. 62-75, 98.
Jayaprakas, V. dan C. Sambhu. 1996. Growth Response of White Prawn (Penaeus indicus) to Dietary L-carnitine. Asian Fish. Sci. 9.(209–219). 10 p.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. Indonesian Fisheries Statistic Index. http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/7667/optimalkan-lahan-sawah-kkp-galakkan-udang-galah-dan-padi/. 29 Januari 2014. 1 hal.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Indonesian Fisheries Statistic Index. http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/9199/Produksi-Udang-Bisa-Capai-660.000-Ton-pada-2013/. 29 Januari 2014. 1 hal.
Krajcovicova-Kudlackova, M., R.Simoncic, A. Bederova, K. Babinska and I. Beder. 2000. Correlation of Carnitine Levels to Methionine and Lysine Intake. Physiol. Res. 49. pp. 399–401.
Kusriningrum, R. S. 2008. Perancangan Percobaan. Universitas Airlangga. Surabaya. hal. 43-63.
Mahasri, G., A. S. Mubarak dan M. A. Alamsjah. 2009. Bahan Ajar: Manajemen Kualitas Air. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga. hal. 7.
Millamena, O. M., M. N. Bautista-Teruel, O. S. Reyes and A. Kanazawa. 1998. Requirements of Juvenile Marine Shrimp (Penaeusmonodon Fabricius) for Lysine and Arginine. Aquaculture 164. (95–104). 9 p.
Nandlal, S. and T. Pickering. 2005. Freshwater Prawn (Macrobrachium rosenbergii) Farming in Pacific Island Countries. Volume One. Hatchery Operation. Secretariat of the Pacific Community and Marine Studies Program, The University of the South Pacific. Noumea, New Caledonia. pp. 2.
Nasution, S. 2003. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Bumi Aksara. Jakarta. 156 hal.
New, M. B. 2002. Farming freshwater prawns: A Manual for the Culture of the Giant River Prawn (Macrobrachium rosenbergii). Food and Agriculture Organization (FAO). The United Nations. Rome. pp. 3, 12, 13.
New, M. B. 1980. Notes on The Crustacean Nutrition Papers Presented at The 11th Annual Meeting of The World Mariculture Society. Food and Agriculture Organization (FAO). The United Nations. Thailand.
Nguyen Thi Ngoc Anh, Tran Thi Thanh Hien, W. Mathieu, Nguyen Van Hoa and P. Sorgeloos. 2009. Effect of Fishmeal Replacement with Artemia Biomass as a Protein Source in Practical Diets for The Giant Freshwater Prawn (Macrobrachium rosenbergii). Aquaculture Research 40 (669– 680). 11 p.
Nhan, D. T., 2009. Optimization of Hatchery Protocols for Macrobrachium rosenbergii culture in Vietnam. Thesis. Ghent University. Belgium. 265 p.
Nor Faadila, M. I., K. V. Harivaindaran and A. Y. Tajul. 2012. Biochemical And Texture Property Changes During Molting Process of Tiger Prawn (Penaeus monodon). International Food Research Journal 20(2). (751-758). 7 p.
Poedjiadi, A. dan F. M. T. Supriyanti. 2009. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Press. Jakarta. hal 301-305, 319.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Press. Jakarta.
Rebecca, A. A. and P. S. Bhavan. 2011. Growth Performance of Macrobrachium rosenbergii Post Larvae Fed with Vegetable Wastes and Palmolein Supplemented Formulated Feeds. Recent Research in Science and Technology 2011. 3:10. (69-76). 7 p.
Richard, L., P. P. Blanc., V. Rigolet., S. J. Kaushik and I. Geurden. 2009. Maintenance and growth Requirements for Nitrogen, Lysine and Methionine and Their Utilisation Efficiencies in Juvenile Black Tiger Shrimp (Penaeus monodon) Using a Factorial Approach. British Journal of Nutrition (2010). 103 (984–995). 13 p.
Shah Alam, Md., S. Teshima, S. Koshio, M. Ishikawa, O. Uyan, L. H. H. Hernandez and F. R. Michael. 2005. Supplemental Effects of Coated Methionine and/or Lysine to Soy Protein Isolate Diet for Juvenile Kuruma Shrimp (Marsupenaeus japonicus). Aquaculture 248. (13–19). 6 p.
Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-7243-2006. 2006. Pakan Buatan untuk Udang galah (Macrobrachium rosenbergii). Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. 11 hal.
Subekti, S., Kismiyati., Rosmanida., S. Andriyono dan K. S. Pursetyo. 2011. Buku Ajar: Avertebrata Air. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga. Surabaya. hal. 168, 175, 176
Sulmartiwi, L dan H. Suprapto. 2011. Buku Ajar: Fisiologi Hewan Air. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga. Surabaya. hal. 101.
Tacon, A. G. J. and C.B. Cowey. 1985. Protein and Amino Acid Requirements. In: Tytler, P. and P. Calow. (Eds.). Fish Energetics: New Perspectives. Croom Helm. London. pp. 155–183.
Tacon, A. G. J. 1987. The Nutrition and Feeding of Farmed Fish and Shrimp - A Training Manual : 1. The Essential Nutrients. Food And Agriculture Organization. The United Nations. Brasilia, Brazil.
Tidwell, J. H., S. Coyle., R. M. Durborow. S. Dasgupta., W. A. Wurts., F. Wynne., L. A. Bright and A. Van Arnum. 2002. Prawn Production Manual. Aquaculture Program. Kentucky State University. pp. 15, 18.
Tillman, A.D., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press. Fakultas Peternakan. UGM. hal. 203.
Wickins, J. F. and T. W. Beard. 1978. Prawn Culture Research. Ministry of Agriculture Fisheries and Food. Conwy, Gwynedd. pp. 3.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Analisa Laboratorium Kandungan Pakan Udang
Sampel Energi (kal/g)
Pembacaan Larutan Standar Lisin
P0 39889,653 Konsentrasi Absorbansi
40085,154 0g/100 g 0
P1 40394,430 0,1g/100 g 0,112
40433,613 0,2g/100 g 0,148
P2 40531,839 0,3 g/100 g 0,193
40504,822 0,4 g/100 g 0,222
P3 40612,828 0,5 g/100 g 0,282
40561,618 0,6 g/100 g 0,305
P4 40695,609 0,7 g/100 g 0,342
40607,530 0,8 g/100 g 0,389
Lampiran 4. Biomass Udang Awal, Biomass Udang Akhir, Total Konsumsi Pakan Udang Galah
Lampiran 5. Perhitungan Retensi Protein Udang Galah
Perlakuan Ulangan Bobot Protein Udang Awal