SKRIPSI
PARTAI SYARIKAT I SLAM INDONESIA: PERG ULATAN POLITIK MENUJ U
PEM ILU 1955 di SURABAYA (1950-1955)
Oleh:
Deni Haryan to
121114002
PROGRAM STUDI ILMU SEJ ARAH
FAKULT AS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS AIRL ANGGA
PARTAI SYARIKAT ISLAM INDONESIA: PERGULATAN POLITIK
MENUJU PEMILU 1955 DI SURABAYA (1950-1955)
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pada Program Studi Ilmu Sejarah
Fakultas Ilmu Budaya
Disusun Oleh;
Deni Haryanto
NIM. 121114002
PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
HALAMAN MOTTO
Cobaan ini datang dari Allah. Jika tidak memilih
menanggung cobaan ini, kita tidak berhak disebut
Ghazi. Kita akan sangat malu berdiri di hadapan
Allah pada hari pengadilan kelak.
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada :
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, kami panjatkan Puja dan Puji Syukur kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, serta kepada junjungan kita
Nabi besar Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan kepada kami, hingga
akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“PARTAI SYARIKAT
ISLAM INDONESIA: Pergulatan Politik Menuju Pemilihan Umum 1955 di
Kota Besar Surabaya”
Penulisan ini dilaksanakan untuk mengetahui perjuangan dari Partai
Syarikat Islam Indonesia sebelum dan selama pemilu yang diadakan untuk yang
pertama kali bangsa Indonesia, seperti yang diketahui bahwa Partai Syarikat Islam
Indonesia berasal dari organisai Syarikat Islam atau Sarekat Islam.. Penulisan ini
ditujukan untuk menggali lebih dalam bagaimana eksistensi
Ladjnah Afdeeling
Partai Syarikat Islam Indonesia Kota Besar Surabaya dalam menghadapi
Pemilihan Umum 1955.
Penulis sangat bersyukur kehadirat Allah SWT karena skripsi ini akhirnya
selesai setelah mengalami perjuangan yang tidak mudah selama menyelesaikan
skirpsi ini. Tujuan dari penulisan ini adalah demi mendapatkan ridho Allah SWT,
dan mendapatkan ilmu yang bermanfaat, selain itu tidak lupa ucapan syukur
diberikan penulis kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah
memberikan cahaya iman dan Islam kepada kita semua.
Terima kasih juga kami sampaikan kepada Ayah dan Ibuku tercinta
Riyanto dan Haryati yang selalu memberikan dukungan dan kasih sayang yang
tidakterbatas kepada penulis serta selalu memberikan dukungan baik moriil
maupun materil kepada penulis. Terima kasih juga untuk adikku Septian Dwi
Haryanto yang selalu memberikan dukungan agar skripsi ini segera selesai.
Terima kasih kepada Natasya Intan Pramanda yang menjadi
my best
partner in crime
serta selalu menjadi sahabat yang baik dan pengertian baik dalam
Terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada seluruh staff dan pengajar
jurusan Ilmu Sejarah terutama Pak Muryadi selaku pembimbing skripsi dan dosen
wali penulis, terima kasih banyak atas kesabarannya membimbing penulis selama
ini, terima kasih juga kepada Pak Gayung Kesuma, Pak Arya W. Wirayuda, Bu
Shinta Rahayu, Bu Eni Sugiarti, Pak Pradipto Niwandhono, Pak Ikhsan Rosyid,
Pak Edy Budi Santoso, Mas Adrian Perkasa dan Pak Purnawan Basundoro yang
telah mendukung dan membantu penulis dalam penyediaan sumber terutama
buklet koran lama beliau. Selain itu ucapan terima kasih juga kepada Mbak Asti
dan mas Yudi Wulung yang telah membantu proses administrasi dan peminjaman
di perpustakaan Ilmu Sejarah UNAIR. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih
kepada seluruh staff Arsip Nasional Republik Indonesia, Staff Perpustakaan
Nasional, Staff Perpustakaan Jawa Timur, Staff Badan Kearsipan Jagir, terima
kasih juga saya sampaikan kepada Pak Djarot selaku pimpinan cabang Organisasi
Syarikat Islam Indonesia ranting Surabaya beserta anggota-anggota Syarikat Islam
yang lain serta seluruh pihak yang membantu penulis selama ini.
Terima kasih juga pada sahabatku di Crootzzz Family; Rizal, Fikri,
Auliya, Khoirul dan Doni, serta kakak-kakak angkatan Ilmu Sejarah, Mas Nafis,
Mas Ridho, Mas Wildan Taufiqur, Mbak Fifi, Mas Lingga, serta kepada
kawan-kawan Ilmu Sejarah angkatan 2011 Khairil, Vian, Khasan, Yudi Wulung, Lela,
Rengga, Kresna, Edo, Samid, Rio, Winny, Wiant, Maria, Ahmad Jaya, Azizah,
Meytha, Putra, Ucup, Inggrit Antasari, Maulidhany, Dine, Dani Firman, dan
teman-teman Ilmu Sejarah yang lain yang tidak saya sebutkan disini.
Sidoarjo, 5 Mei 2016
ABSTRAKSI
Tulisan ini mengkaji mengenai perjuangan Partai Syarikat Islam Indonesia
cabang Surabaya sebelum hingga menjelang diadakannya pemilu 1955, dan
menjadi salah satu dari beberapa partai yang menggunakan Islam sebagai ideologi
dasar. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan metode
sejarah, yaitu melalui tahap penentuan topik, pengumpulan sumber data, verifikasi
atau kritik sumber, yaitu tahap untuk memperoleh keabsahan sumber, tahap
interpretasi atau penafsiran, dan yang terakhir adalah disusun secara obyektif.
Sumber yang penulis dapatkan adalah melalui wawancara, pengumpulan foto
arsip yang sezaman, koran, majalah, jurnal, serta sumber pendukung berupa buku
dan internet. Berdasarkan sumber-sumber yang diperoleh dalam penelitian skripsi
ini menunjukan bahwa bidang politik adalah bidang yang krusial dalam
mempengaruhi massa, PSII menyadari hal tersebut dan memanfaatkannya dalam
menjaring massa pada pemilu 1955, namun didalam perkembanganya kemudian,
khususnya pada pemilu 1955 terjadi berbagai hal yang mempengaruhi PSII
cabang Surabaya dalam eksistensinya sebagai salah satu kontestan Pemilu 1955 di
Kota Besar Surabaya
BAB II SUHU POLITIK DI SURABAYA MENJELANG
PEMILIHAN UMUM 1955
A.
Kondisi Perpolitikan Indonesia Sebelum Pemilihan Umum 1955… 22
B.
Kabinet Sebelum Pemilu 1995……….. 25
C.
Kondisi Politik di Surabaya Sebelum Pemilihan Umum 1955…….. 34
D.
Sosialisasi Pemilihan Umum di Kota Besar Surabaya……….. 42
BAB III PERGULATAN PARTAI SYARIKAT ISLAM
INDONESIA SEBELUM PEMILU 1955 DI
KOTA BESAR SURABAYA
A.
Sarekat Islam Sebagai Cikal Bakal Terbentuknya Partai
Syarikat Islam Indonesia... 49
B.
Bergabungnya PSII kedalam MIAI………. 55
C.
Partai Syarikat Islam Indonesia Pada Pemilihan Umum 1955
di Surabaya……….. 58
1.
Pemilihan DPRDS Surabaya, Langkah Awal PSII Menuju
Pemilu 1955……….. 58
2.
Masa-masa Kampanye PSII Menjelang Pemilu 1955……….. 63
3.
Suasana Pemilihan Umum 1955 di Surabaya………... 70
D.
Perolehan Suara dan dampaknya bagi PSII Pasca Pemilu di
Surabaya... 82
BAB IV KESIMPULAN
Kesimpulan ……….. 96
DAFTAR PUSTAKA
……… 101
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Perwakilan DPRDS Surabaya periode tahun 1950
57
Tabel 2.
Daftar calon sementara anggota DPR dari PSII Daerah
Pemilihan Djawa Timur tahun 1955
76
Tabel 3.
Daftar calon sementara anggota Konstituante dari PSII
Daerah Pemilihan Djawa Timur tahun 1955
78
Tabel 4.
Jumlah Perolehan Suara Partai dan Perseorangan untuk
Pemilihan anggota Konstituante Kota Besar Surabaya
tahun 1955
82
Tabel 5.
Jumlah Perolehan Suara Partai dan Perseorangan untuk
Pemilihan anggota DPR Kota Besar Surabaya
tahun 1955
83
Tabel 6.
Hasil Perolehan Suara DPR dan Konstituante Provinsi
Jawa Timur tahun 1955
84
Tabel 7.
Perolehan Suara Partai Peserta Pemilihan Umum 1955
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Sosialisasi Pemilu di Kota Surabaya tahun 1954
42
Gambar 2
Gedung Balai Harta Peninggalan yang menjadi kantor
Pemilu 1955 Provinsi Jawa Timur
45
Gambar 3
Poster Propaganda PSII yang tertempel ditembok sebuah
bangunan yang tertulis N.V. Autohandel di Surabaya
63
Gambar 4
Poster Besar PSII terpampang jelas di suatu sudut jalan
di Kota Surabaya
65
Gambar 5
Perwakilan Partai dan Organisasi yang menghadiri
rapat di Lapangan Tambak Redjo Surabaya
67
Gambar 6
Rapat yang dihadiri oleh perwakilan masyarakat menjelang
Pemilu 1955
70
Gambar 7
Petugas Panitia Pemilihan Umum mendata masyarakat
“kurang beruntung di kantor PPU di Surabaya
72
Gambar 8
Kesibukan yang terjadi di TPS Jl. Oro-oro Ombo
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembaran Negara Republik Indonesia mengenai
106
disahkannya peraturan Pemilu 1955.
Lampiran 2 Daftar Nama dan Alamat Anggota Partai dan Organisasi
122
Di Surabaya.
Lampiran 3 Apakah KONSTITUANTE itu?
113
Lampiran 4 Cara-cara Pemungutan Suara dalam Pemilu
114
Lampiran 5 Partai-partai Islam Supaja Bergabung Saja
115
Lampiran 6 Desas-desus ditundanya Pemilihan Umum
116
Lampiran 7 Menjalarnya Amerikanisme pada Kampanye Pemilu
117
Lampiran 8 Rakjat djangan djadi korban agitasi politik!
118
Lampiran 9 Kursus Rakjat Mencoblos Tanda Gambar
119
Lampiran 10 PSII Menghendaki adanya Penghapusan KMB
120
DAFTAR ISTILAH
Ladjnah Tanfidziyyah
:Dewan Pelaksana Pusat yang bertugas mengatur
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
kepartaian.
Ladjnah Afdeeling
:Dewan Pelaksana Daerah atau juga disebut cabang
kepartaian
Onderbouw
:Organisasi yang berada dibawah naungan partai
Darul Islam
:
Rumah Islam
/ Kelompok yang dipimpin oleh
Kartosuwiryo yang merupakan eks anggota PSII,
kelompok ini merupakan kelompok yang
mengingkan pendirian sebuah negara di dalam
Negara pasca kemerdekaan Negara Republik
Indonesia, karena kurang setuju dengan konsep yang
dicetuskan oleh Soekarno mengenai Negara
kesatuan
Bebas Aktif
:Politik yang secara aktif membebaskan Indonesia
dari tekanan politik baik dari Blok Barat maupun
Blok Timur
Kabinet Presidensial
:Sebuah sistem politik dimana presiden merangkap
dua jabatan yaitu sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan.
Parlementer
:Sebuah sistem pemerintahan dimana anggota
parlemen memiliki peranan penting dalam
pemerintahan, dalam hal ini parlemen memiliki
wewenang dalam mengangkat perdana menteri, dan
dapat
menjatuhkan
pemerintahan
dengan
Konstituante
:Lembaga Negara yang ditugaskan untuk
membentuk Undang-Undang Dasar atau konstitusi
baru untuk menggantikan UUDS 1950
Konferensi Asia Afrika
:Konferensi tingkat internasional yang diadakan di
DAFTAR SINGKATAN
BAPERKI
: Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia
BPMK
: Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga
BTI
: Barisan Tani Indonesia
DI/TII
: Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia
DPR
: Dewan Perwakilan Rakyat
DPRDS
: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara
FINEC
: Financieel Economie
GERWANI
: Gerakan Wanita Indonesia
GERTASI
: Gerakan Tani Sarekat Islam
GOBSI
: Gerakan Organisasi Buruh Sarekat Islam
G.P.I.I
: Gerakan Pemuda Islam Indonesia
HMI
: Himpunan Mahasiswa Islam
I.N.P
: Indo Natinoal Partai
KBS
: Kota Besar Surabaya
MASYUMI
: Majelis Syuro Muslimin Indonesia
MURBA
: Musyawarah Rakyat Banyak
N.U
: Nahdlatul Ulama
P3RI
: Persatuan Purna Karyawan Republik Indonesia
PARINDRA
: Partai Indonesia Raya
PARKINDO
: Partai Kristen Indonesia
PEMILU
: Pemilihan Umum
PERMAI
: Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia
PERTI
: Persatuan Tarbiyah Islam
PERWARI
: Persatuan Wanita Republik Indonesia
PERWINDO
: Persatuan Wanita Indonesia
PIR
: Persatuan Indonesia Raya
PKI
: Partai Komunis Indonesia
PNI
: Partai Nasional Indonesia
PPK
: Panitia Pemiihan Kota
PPS
: Panitia Pemungutan Suara
PPU
: Panitia Pemilihan Umum
PRN
: Partai Rakyat Nasional
PSI
: Partai Sosialis Indonesa
PSII
: Partai Syarikat Islam Indonesia
S.B.I.I
: Serikat Buruh Islam Indonesia
S.B.L.G.I
: Serikat Buruh Listrik dan Gas Indonesia
SEMMI
: Serikat Mahasiswa Muslim Indonesia
SEPMI
: Serikat Pelajar Muslim Indonesia
SI
: Sarekat Islam
SIAP
: Sarekat Islam Afdeeling Pandu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Lata r Belaka ng
Pendirian partai politik pada masa penjajahan Belanda merupakan salah satu
usaha dari kaum pergerakan nasional dalam merintis benih kebangsaan di
Indonesia, yang didasarkan atas dasar perasaan sama-sama “dijajah” dimana
Belanda dianggap sebagai musuh bersama. Sarekat Dagang Islam yang menjadi
cikal bakal dari Partai Syarikat Islam Indonesia, pada saat itu dipimpin oleh H.O.S
Tjokroaminoto memperjuangkan apa yang dimaksud dengan kebebasan berpolitik
dan membangkitkan kesadaran atas hak-hak kaum pribumi1, yaitu dengan cara
melakukan penyadaran terhadap masyarakat terutama golongan muda di
Surabaya.2
Pada masa penjajahan Belanda pergerakan partai politik masih bisa tercium
keberadaannya, walaupun pada dasarnya masih terkungkung dalam pengawasan
ketat yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda. Namun, hal itu berbeda
pada masa penjajahan Jepang. Pada masa penjajahan organisasi-organisasi yang
berbau politik dan nasionalisme dilarang keberadaanya. Hal itu dilakukan karena
ditakutkan akan terjadi perlawanan terhadap pemerintahan Jepang di Indonesia.
Hanya organisasi-organisasi yang bernafaskan agama yang boleh berdiri, dalam
1 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002), hlm. 259.
2 P.N.H. Simanjuntak, Kabinet-Kabinet Republik Indonesia: Dari Awal Kemerdekaa n
hal ini agama Islam. Organisasi yang boleh berdiri pada masa penjajahan Jepang
adalah Masyumi.3 Masyumi adalah bentuk organisasi dari pengintegrasian dari
berbagai golongan agama Islam agar mudah diawasi pergerakannya oleh
pemerintah Jepang.
Setelah penjajahan Jepang berakhir, Indonesia menjadi negara yang
merdeka dan Soekarno memberikan gagasan agar Indonesia memakai sistem satu
partai pelopor. Hal tersebut bertujuan agar tidak membingungkan massa. Namun,
Sjahrir membuat suatu konsep agar partai politik berfungsi sebagai alat untuk
mengontrol dan mendisiplinkan masyarakat dalam menghadapi perbedaan
pendapat.4 Sehingga kesempatan rakyat untuk ikut dan berpartisipasi dalam
mendirikan partai-partai politik semakin terbuka lebar.
Seiring perkembangan waktu, pada beberapa kalangan timbul suatu
perasaan dalam membentuk suatu badan aparatur negara untuk mendobrak
suasana politik Indonesia agar lebih demokratis. Dalam hal ini, Komite Nasional
Indonesia Pusat perlahan-lahan dibagi tugasnya menjadi beberapa tahap. Tahap
pertama, KNIP tidak hanya sebagai pembantu presiden, tetapi juga mempunyai
wewenang legislatif. Tahap kedua, Badan Pekerja mengusulkan agar para menteri
bertanggung jawab kepada KNIP yang telah berubah menjadi parlemen atas
persetujuan KNIP. Sehingga, pada tanggal 14 November 1945 Sistem Presidensil
berubah menjadi Sistem Parlementer. Tahap ketiga, dalam upaya untuk demokrati
sasi maka Badan Pekerja mengusulkan agar dibuka kesempatan untuk mendirikan
3 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka, 2013, hlm. 424. 4 Sukarno, Di Bawah Bendera Revolusi, Djilid Pertama, (Jakarta; Panitia Penerbit di
partai-partai politik dan disetujui oleh pemerintah yang tertuang dalam maklumat
3 November 1945.5
Pasca adanya Maklumat tersebut, langsung disambut antusias oleh rakyat
Indonesia. Dalam waktu yang singkat, setidaknya sudah terbentuk 40 partai
politik, diantaranya Partai Nasionalis Indonesia, Partai Syarikat Islam Indonesia,
Partai Masjumi, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik Republik Indonesia,
Partai Indonesia Raya, Partai Rakyat Indonesia, Partai Banteng Republik, Partai
Komunis Indonesia, Partai Wanita Indonesia, Partai Kebangsaan Indonesia, Partai
Kedaulatan Rakyat, Partai Sosialis Indonesia, dan masih banyak lagi.6 Dalam
peraturan tersebut juga adanya klasifikasi yang dijabarkan oleh Kementerian
Penerangan pada tahun 1951. Dalam peraturannya partai politik harus menurut
Dasar Ketuhanan, Dasar Marxisme, dan partai lain-lain. Partai politik yang
diklasifikasikan ke dalam Dasar Ketuhanan adalah Partai Masyumi, Partai
Syarikat Islam Indonesia, Partai Pergerakan Tarbiyah Islamiyah, Partai Kristen
Indonesia, dan Partai Katolik.7
Pada masa kepemimpinan Kabinet Burhanuddin Harahap, yaitu pada tahun
1955 dilaksanakan Pemilihan Umum untuk pertama kalinya untuk pemilihan
anggota DPR dan anggota Konstituante. Pemilihan Umum merupakan wahana
demokrasi yang krusial serta diharapkan dapat digunakan sebagai jembatan dalam
menengahi pertikaian antar partai politik dan menjadi babak baru dalam usaha
5 Budiarjo, op, cit., hlm. 425-427.
6 M. Rusli Karim, Perjalanan Partai Politik di Indonesia: Sebuah Potret Pasang Surut,
(Jakarta: CV. Rajawali, 1983), hlm. 81-90.
untuk membangun bangsa. Pemilihan umum 1955 diikuti oleh kurang lebih 100
tanda gambar. Dimana hasil yang didapatkan dimenangkan oleh 4 partai besar
yang mendapat jumlah suara lebih dari 30 kursi dalam tingkat nasional. Partai
yang mendapat suara yang besar adalah Partai Nasional Indonesia, dimana partai
tersebut memperoleh 57 kursi, kemudian diikuti Masyumi yang memperoleh 57
kursi, Nahdlatul Ulama 45 kursi, dan Partai Komunis Indonesia yang merupakan
partai yang sempat dibekukan oleh pemerintah dimana PKI memperoleh jumlah
39 kursi, sedangkan di urutan kelima ada Partai Syarikat Islam Indonesia hanya
mendapat jatah kursi sebanyak 8 kursi.8
Kota besar Surabaya sampai pada akhir bulan September 1950 menurut
perhitungan resmi memiliki jumlah penduduk sebanyak 656.452 jiwa. Jumlah
tersebut dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan Indonesia sebanyak 512.033
jiwa dan golongan non-Indonesia sebanyak 144.419 jiwa, luas kota besar
Surabaya sekitar 92 kilometer persegi yang dibagi kedalam 6 kecamatan, yaitu :
kecamatan Kranggan, Krembangan, Kupang, Ketabang, Kapasan, dan
Nyamplungan9, dengan jumlah sebesar itu diharapkan partisipasi masyarakat
terhadap pemilu akan besar juga namun kondisi politik sebelum pemilihan umum
pada saat itu masih carut marut karena beberapa kali terjadi pergantian kabinet
selama kurun waktu 1950-1955 yang mengakibatkan terjadinya ketidakstabilan
kondisi perpolitikan di Indonesia, termasuk di Surabaya. Pada pemilihan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Sementara Kota Besar Surabaya, yang diwakili oleh
8 Budiarjo, op,cit., hlm.432-434.
9Sjamsju Koesmen dan Pangestu B.W, Kota Besar Surabaya, (Surabaya: Djawatan
32 anggota perwakilan, Partai Syarikat Islam Indonesia menduduki 1 kursi
bersama partai-partai lainnya, dan berbanding jauh dengan Masyumi yang
berhasil menempati 6 kursi di DPRDS Kota Besar Surabaya. Partai Syarikat Islam
Indonesia diwakili oleh Dachlan Kahar.10
Dalam Pemilihan Umum 1955 Surabaya juga turut berpartisipasi karena
Surabaya merupakan salah satu barometer kota-kota lain di Jawa Timur.11 Selama
masa-masa sebelum Pemilu 1955 terjadi beberapa peristiwa diantaranya adalah
adanya kampanye-kampanye yang dilakukan beberapa partai politik peserta
Pemilu 1955 yang paling sering terjadi adalah penempelan tanda-tanda gambar
yang bertujuan mengenalkan kepada masyarakat awam, namun apa yang terjadi
adalah banyak terjadi perobekan atau pencopotan paksa tanda gambar tersebut,
misalnya dengan apa yang terjadi pada Partai Komunis Indonesia di Surabaya.12
Warga masyarakat banyak yang tidak setuju adanya tanda gambar PKI
yang dipasang ditembok-tembok, karena beralasan bahwa warga tidak mau di PKI
kan. Selain itu juga terjadi pencopotan gambar oleh simpatisan partai lain
terhadap partai lawannya, yang mengakibatkan kondisi politik menjadi sedikit
memanas. Selain itu juga didaerah-daerah seperti di Gresik juga demikian dimana
tanda gambar PSII disobek dan kemudian dibuang oleh orang-orang tidak
10
Ibid, hlm. 144.
11 “Djuga didaerah-daerah PNI, NU, Masjumi, dan PKI “Leading””, dalam Merdeka, edisi
1 Oktober 1955.
12
Sri Margarana dan M. Nursam (ed), Kota-Kota di Jawa: Identitas, Gaya Hidup dan
dikenal.13 Selama masa-masa kampanye, suhu politik sedikit memanas karena
akan berlangsungya Pemilihan Umum pertama di Indonesia.
Hasil perolehan pemilihan umum di Surabaya terdiri dari lima partai besar
sebagai pemenang.14 Kelima partai tersebut diantaranya, Partai Komunis
Indonesia (PKI), Partai Nasional Indonesia (PNI), Nahdatul Ulama (NU),
Masjumi, dan Partai Sosialis Indonesia (PSI).15 Partai Syarikat Islam Indonesia
menduduki peringkat ke 9 di Surabaya.16 Hal tersebut menjadi sebuah bukti
bahwa partai Partai Syarikat Islam Indonesia mempunyai kedudukan yang cukup
diperhitungkan didalam kancah perpolitikan di Surabaya.17
Penulisan mengenai Partai Syarikat Islam Indonesia sangat menarik untuk
ditulis, karena Partai Syarikat Islam Indonesia mempunyai andil yang besar pada
masa sebelum Pemilihan Umum 1955 di Surabaya.18 Selain itu Partai Syarikat
Islam Indonesia merupakan perkembangan dari organisasi Sarekat Dagang Islam
yang mempunyai tokoh-tokoh yang berpengaruh salah satunya adalah H.O.S
Tjokroaminoto. Selain itu Surabaya menjadi salah satu basis kekuatan politik
yang cukup kuat sehingga patut untuk diperhitungkan..
13
“Gedjala-gedjala tak sehat”, dalam PDM, edisi 5 Mei 1955.
14 “Perlombaan NU, PKI, PNI”, dalam Harian Umum, edisi 3 Oktober 1955.
15 Purnawan Basundoro, Sejarah Pemerintahan Kota Surabaya; Sejak Masa Kolonial
sampai Masa Reformasi (1906-2012) (Solo: Elmatera Publishing, 2012), hlm. 56-57.
17 “Di Djawa Timur NU 3.210.820; PKI 2.258.242; PNI 2.204.580; MASJUMI 1.087.209
Angka2 sementara”, dalam Haluan, edisi 7 Oktober 1955.
18 “Ideologie Komunis dapat Dukungan Kuat pada Kalangan Tentara”, dalam Indonesia
B. Rumusan Masalah
Dari pemaparan di atas, maka penulisan ini berupaya mengkaji eksistensi
Partai Syarikat Islam Indonesia sebagai partai politik berbasis agama Islam dan
pergulatannya dalam kancah perpolitikan pada pemilu 1955 di Surabaya. Hal
yang akan dikaji tersebut terangkum dalam rumusan masalah di bawah ini.
Bagaimana langkah yang dilakukan oleh kader dan simpatisan PSII dalam
menyambut persaingan politik pada Pemilu 1955 di Surabaya?
C. Tujuan dan Man faat Penulisan
Penelitian ini dilakukan untuk beberapa tujuan sebagai berikut:
1. Menjelaskan mengenai usaha-usaha yang dilakukan PSII pada saat
sebelum dan sesudah pemilu 1955 dalam lingkup lokal maupun nasional
secara umum.
2. Menjelaskan mengenai hasil yang kurang memuaskan mengenai
dukungan terhadap PSII cabang Surabaya yang berdampak pada
sedikitnya jumlah suara yang diperoleh PSII.
Manfaat dari kajian pergulatan dan sistem perpolitikan Partai Syarikat Islam
Indonesia adalah memberi gambaran mengenai Partai Syarikat Islam Indonesia
secara umum dan khusus serta memberikan pemahaman terhadap perkembangan
partai politik yang memiliki peran penting sebagai wahana bagi warga negara
untuk berpatisipasi dalam pengelolaan kehidupan bernegara dan memperjuangkan
Surabaya. Selain itu manfaat berupa pengetahuan secara langsung ataupun
gambaran terhadap kondisi perpolitikan di Surabaya pada pemilu pertama tahun
1955. Dimulai dari proses membentuk wadah organisasi agar bisa menyatukan
orang-orang yang mempunyai pikiran serupa yang bertujuan untuk
mengkonsolidasikan pikiran dan orientasi mereka. Selain itu juga akan dipaparkan
pergulatan dan manuver politik yang dilakukan oleh Partai Syarikat Islam
Indonesia dalam usaha untuk memperoleh dukungan yang bertujuan untuk
memperkuat kedudukan partai didalam parlemen. Manfaat lain yang diperoleh
yaitu untuk menambah koleksi penulisan sejarah dan memberi kontribusi pada
perkembangan ilmu sejarah, khususnya mengenai sejarah politik. Selain itu untuk
menambah cakrawala pandang baru tentang partai-partai politik yang ada di
Indonesia.
D. Ruang Lingkup
Sejarah dapat diartikan ilmu yang mempelajari segala aktivitas manusia
pada masa lampau yang dimulai sejak adanya bukti tertulis.19 Agar pembahasan
mengenai suatu permasalahan dalam ilmu sejarah tidak keluar jalur maka harus
diberi batasan-batasan agar bisa fokus. Batasan-batasan itu dikenal dengan
sebutan ruang lingkup.
Ruang lingkup dalam ilmu sejarah terdiri dari dua macam, yaitu: ruang
lingkup temporal dan spasial. Lingkup temporal dalam penulisan ini adalah tahun
dari tahun 1950-1955. Tahun 1950 dipilih karena pada tahun tersebut adalah
mulai aktifnya organisasi-organisasi kepartaian karena adanya dorongan untuk
19 Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejara h, (Jakarta: PT
berpolitik, sedangkan batasannnya adalah sampai dengan tahun 1955 karena pada
tahun ini adalah diselenggarakannya pemilihan umum yang pertama di Indonesia
dan dianggap sebagai pemilihan umum yang paling “demokratis” di Indonesia.
Hal itu bisa dilihat dari jumlah partai politik, yaitu lebih dari seratus partai yang
turut menyemarakkan pemilu 1955. Selain itu juga Partai Syarikat Islam
Indonesia turut serta dalam pemilihan umum 1955 dan berhasil menduduki
peringkat 5 dalam tingkat nasional. Hal itu menjadi sebuah bukti bahwa
pergerakan Partai Syarikat Islam Indonesia mempunyai legitimasi yang cukup
kuat dalam kontestasi perpolitikan di Indonesia.
Lingkup spasial dalam penulisan ini adalah kota Surabaya sebagai salah
satu kota terbesar di Indonesia dan Ibukota provinsi Jawa Timur yang cukup
diperhitungkan dalam hal jumlah suara pemilu. Surabaya juga menjadi basis
kekuatan dari Partai Syarikat Islam Indonesia yang dibuktikan dengan pernah
diadakannya beberapa Kongres Nasional PSII dan salah satu tokoh pemimpin dari
Sarekat Islam yaitu H.O.S Tjokroaminoto, rumahnya ada di Surabaya. Sehingga,
penulis melakukan penulisan ini untuk memperkarya literatur perkembangan
wawasan sejarah dan dapat menjadi sebuah refleksi untuk ke depannya bagaimana
mengurus dan mengembangkan partai politik yang bersifat progresif agar tetap
bisa menjadi wadah untuk menyatukan orang-orang yang mempunyai pikiran
E. Tinjauan Pustaka
Penulis memilih beberapa buku yang dijadikan tinjauan pustaka. Meskipun
sebenarnya penulis menyadari bahwa ada buku lain yang lebih tepat
digunakan sebagai tinjauan pustaka dalam pembahasan materi ini. Kajian
pustaka yang dapat dijadikan rujukan yaitu buku yang pembahasannya terletak
pada eksistensi sebuah partai politik dalam menggapai sebuah kekuasaan dan
sarana bagi warga negara untuk turut serta atau berpatisipasi dalam proses
pengelolaan negara. Kajian yang bisa dijadikan rujukan awal dalam penulisan ini
adalah skripsi karya Muhammad Muhibin salah satu mahasiswa UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta. Skripsi tersebut berjudul “Politik Hijrah”: Perjuangan
Parta i Sarekat Islam Indonesia Dalam Melawan Pemerintahan Kolonial Belanda
Tahun 1923-1940 M.20 Dalam skripsi tersebut dipaparkan mengenai perubahan
sikap politik Partai Syarikat Islam Indonesia yang semula bersikap kooperatif
dengan Belanda, setelah diadakannya Kongres Nasional pada tahun 1923 partai
tersebut menjadi non-kooperatif. Hal tersebut bertujuan karena adanya keinginan
untuk melepaskan segala pengaruh dari kolonial. Namun, pada perkembangan
selanjutnya strategi tersebut malah berbalik menjadi polemik dalam tubuh
kepartaian. Dalam skripsi tersebut banyak memberikan informasi terutama yang
berhubungan dengan kiprah Haji Agus Salim sebagai pelopor dari gerakan politik
Hijrah pada PSII. Penggunaan skripsi tersebut sebagai kajian pustaka hanya
sebagai rujukan awal dalam penulisan ini agar penulis bisa mengetahui gaya
perpolitikan Partai Syarikat Islam Indonesia pada masa penjajahan Belanda.
20 Muhammad Muhibin, “P olitik Hijrah” Perjuangan Par tai Sarekat Islam Indonesia
Selain itu, buku tersebut hanya membahas sedikit tentang Partai Syarikat Islam
Indonesia yang dibahas secara umum dan tidak mendetail.
Skripsi karya mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang
yang bernama Endang Muryanti. Skripsi tersebut berjudul Sarekat Islam
Semarang Tahun 1913-1920.21 Skripsi tersebut menjelaskan mengenai perpecahan
Sarekat Islam Semarang yang merupakan cabang dari Sarekat Islam Surakarta.
Pada akhirnya SI Semarang berubah haluan politik karena adanya pengaruh
ideologi komunis yang akhirnya mempengaruhi Semaun sebagai salah satu tokoh
dari SI Semarang tersebut. Dalam hal ini hanya dijelaskan secara terbatas pada
pengaruh SI merah tidak dijelaskan reaksi dari cabang SI lain yang ada di
Indonesia. Hubungannya buku tersebut dengan skripsi yang ditulis sebagai kajian
pustaka adalah menjelaskan gaya perpolitikan dalam tubuh Sarekat Islam.
Nantinya akan diketahui bagaimana perkembangan gaya perpolitikan dari Sarekat
Dagang Islam menjadi Sarekat Islam, kemudian menjadi Partai Sarekat Islam, dan
yang terakhir menjadi Partai Syarikat Islam Indonesia. Adanya transformasi dan
perubahan haluan dari organisasi dagang menjadi partai tentunya dilatarbelakangi
oleh berbagai kepentingan, salah satunya adalah ingin turut campur dalam
pemerintahan. Tapi dalam skripsi ini tidak menjelaskan secara rinci tentang Partai
Syarikat Islam Indonesia di Surabaya yang terbingkai dalam sistem pemilihan
umum 1955 dengan penjabaran yang rinci. Namun, penulis menawarkan
penulisan tentang Partai Syarikat Islam Indonesia dalam pergulatannya pada
pemilihan umum 1955 di Surabaya yang akan dibahas secara rinci dan mendetail.
21 Endang Muryanti, Sarekat Islam Semara ng Tahun 1913-1920, (Semarang: Skripsi
Berikutnya adalah buku karya Nasihin yang berjudul Sarekat Islam Mencari
Ideologi 1924-1945.22 Buku tersebut menjelaskan mengenai transformasi SDI
yang awalnya organisasi perdagangan bumiputera menjadi sebuah organisasi per
politikan yang berpengaruh pada masa kolonial Belanda yang turut berpatisipasi
dalam upaya untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Didalam buku tersebut
dijelaskan pula latar belakang terpecahnya SI menjadi dua golongan, yaitu SI
Merah dan SI Putih. Selain itu, juga dijelaskan tentang perubahan dari organisasi
politik menjadi partai politik yang secara langsung mengubah haluan politik
partai. Dalam buku ini pembahasannya dari masa penjajahan Belanda hingga
masa pendudukan Jepang. Buku ini hanya membahas kiprah Sarekat Islam dalam
lingkup secara global yang ada di Indonesia. Sehingga, belum ditemukan sebuah
penjelasan yang rinci tentang pergulatan Partai Sarekat Islam dalam kancah
perpolitikan di Surabaya. Dimana Partai Syarikat Islam Indonesia merupakan
kelanjutan dari Sarekat Islam pada masa pemilihan umum 1955 di Surabaya.
Kemudian buku yang berjudul Pemilihan Umum 1955 di Indonesia23 karya
dari Herbert Feith, buku ini menjelaskan mengenai salah satu peristiwa politik
yang terjadi di Indonesia yaitu diadakannya Pemilu tahun 1955 yang merupakan
tonggak awal demokrasi di Indonesia, dimana rakyat menjadi salah satu penentu
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu dijelaskan pula mengenai
gambaran-gambaran yang terjadi selama masa-masa sebelum pemilu dengan
berbagai peristiwa yang melatar belakanginya. Buku ini hanya membahas kiprah
22 Nasihin, Sarekat Islam Mencari Ideologi 1924-1942, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2012), hlm. 5.
23 Herbert Feith, Pemilihan Umum 1955 di Indonesia, (Jakarta: Kepustakaan Populer
partai-partai peserta Pemilu secara keseluruhan sehingga sedikit ditemukan
informasi mengenai partai-partai diluar 4 besar pemenang Pemilu 1955. Penulis
menawarkan penulisan ysng merinci mengenai Partai Syarikat Islam Indonesia
yang merupakan partai yang masuk dalam 5 besar dalam skala nasional dan 10
besar dalam skala lokal.
Kemudian buku yang ditulis oleh Valina Singka Subekti yang berjudul
Parta i Syarikat Islam Indonesia: Kontestasi Politik hingga Konflik Kekuasaan
Elite24 dimana dalam buku ini membahas mengenai dinamika Partai PSII pada
masa Orde Baru, yaitu pada masa Pemilihan Umum yang kedua kali yang
dilaksanakan pada tahun 1971. Didalam buku ini menjelaskan mengenai adanya
pergantian pucuk kepemimpinan yang pada awalnya PSII selalu identik dengan
keluarga Tjokroaminoto hingga terdapat slogan bahwa PSII itu adalah
Tjokroaminoto dan Tjokroaminoto adalah PSII yang kemudian oleh kader-kader
muda anggapan itu ditentang hingga terjadinya fusi politik PSII. Buku ini hanya
membahas kiprah PSII pada masa Orde Baru dan sedikit menyinggung mengenai
keikutsertaan PSII dalam Pemilu 1955, disini penulis menyajikan sebuah tulisan
yang dapat melengkapi proses sejarah lokal khususnya keikutsertaan PSII dalam
Pemilihan Umum di Surabaya pada tahun 1955.
Semua karya-karya di atas memberikan informasi bagi penulis untuk dapat
memperoleh gambaran yang cukup jelas mengenai gambaran Partai Syarikat
Islam Indonesia yang ditulis dalam penulisan ini. Melalui penulisan “Partai
Syarikat Islam Indonesia: Pergulatan Politik Menuju Pemilu 1955 di Surabaya”,
24 Valina Singka Subekti, Partai Syarikat Islam Indonesia: Kontestasi Politik hingga
penulis berusaha untuk memberi jarak dan berusaha untuk seobjektif mungkin
dalam memberikan gambaran mengenai Partai Syarikat Islam Indonesia.
F. Kera ngka Kon septua l
Pembahasan mengenai Partai Syarikat Islam Indonesia, merupakan sebuah
fenomena setidaknya menggunakan konsep yang dijadikan acuan untuk
menjelaskan peristiwa mengenai alur penulisan ini. Hal itu dilakukan untuk lebih
memudahkan dalam proses penelitian sejarah agar dapat menghasilkan
historiografi yang bisa dipertanggungjawabkan.
Dalam skripsi ini penulis akan membahas “Parta i Syarikat Islam
Indonesia: Pergulatan Politik Menuju Pemilu 1955 di Surabaya”. Melalui
penulisan partai politik, akan ditemukan tujuan partai tersebut dalam bidangnya.
Oleh karena itu, dalam penyusunan skripsi ini penulis memakai beberapa konsep
diantaranya adalah konsep mengenai partai politik, perilaku politik dan pemilihan
umum..
Partai Politik merupakan suatu kelompok organisasi teroraginisir yang
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama.
Tujuan dari kelompok atau organisasi tersebut untuk memperoleh kekuasaan
politik dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitusional untuk
melaksanakan program dan tujuannya. Dengan kata lain partai politik juga
memakai sistem kekuasaan yang intinya ingin memperebutkan dan
(pergulatan) kekuasaan yang mempunyai tujuan tertentu.25 Hal itu juga terlihat
dari pernyataan Arni Muhammad, yaitu bahwasanya organisasi merupakan suatu
sistem yang mengkoordinasi aktivitas dan mencapai tujuan bersama atau tujuan
umum. Organisasi biasanya mempunyai pergerakan dalam ranah yang berbeda.26
Pada dasarnya partai politik adalah alat untuk mencapai tujuan tertentu di
dalam masyarakat. Oleh karena itu, partai politik mempunyai peranan yang
penting dalam membentuk wadah yang bisa menyatukan orang-orang yang
mempunyai pemikiran yang serupa. Dalam perkembangannya partai politik bukan
hanya sebagai wadah untuk mengkonsolidasikan pemikiran-pemikiran yang
serupa, tetapi juga digunakan sebagai wahana untuk berpatisipasi dalam
pengelolaan kehidupan bernegara dan memperjuangkan kepentingannya
dihadapan penguasa. Berdasarkan asas dan orientasinya, partai politik
diklasifikasikan kedalam tiga tipe, antara lain partai politik pragmatis, partai
politik doktriner, dan partai politik kepentingan, diantara ketiganya Partai Syarikat
Islam Indonesia lebih dekat dengan tipe partai politik kepentingan. Partai politik
kepentingan merupakan partai politik yang dibentuk dan dikelola atas dasar
kepentingan tertentu seperti petani, buruh, etnis dan agama atau lingkungan hidup
yang secara langsung ingin berpartisipasi dalam pemerintahan.27
Konteks yang diambil dalam hal ini adalah keterlibatan PSII sebagai
kendaraan politik pada pemilu 1955. Seperti yang kita ketahui dalam Pemilihan
Umum 1955 partai-partai yang ikut berjumlah kurang lebih 100 partai maka
25 Miriam Budiarjo, Pengantar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 1994), hlm.
404.
26 Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), hlm. 24. 27 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Grasindo, 2010), hlm. 155-156
sistem yang digunakan adalah sistem multi partai dimana sistem ini merupakan
produk dari masyarakat majemuk, baik secara kultural maupun secara sosial
ekonomi. Sehingga setiap partai akan memelihara keterikatan dengan asal-usul
budayanya dan mempertahankan kekuasaan melalui pemilihan umum, sehingga
akan terjadi koalisi yang tujuannya adalah bersama-sama mencapai suara
mayoritas di parlemen.28
Perilaku berpolitik juga mempengaruhi sebuah lembaga untuk mengambil
sebuah keputusan politik yang nantinya akan menentukan arah dan kebijakan dari
lembaga tersebut. Sebenarnya yang harus ditelaah adalah individunya bukan
lembaganya, karena itu, dibalik setiap keputusan, individulah yang secara aktual
berada dibalik layar mengendalikan jalannya lembaga tersebut.29
Pemilu 1955 merupakan gambaran umum mengenai awal terciptanya
gagasan demokrasi Indonesia yang berasaskan Pancasila. Pemilu ini merupakan
tonggak awal sejarah Indonesia dalam penentuan arah kebijakan kenegaraan yang
mengikutsertakan masyarakat sebagai elemen utama penggerak demokrasi
Indonesia. Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan
secara langsung, umum, bebas, dan rahasia, serta jujur dan adil. Sebagai salah satu
alat demokrasi pemilu mengubah konsep kedaulatan rakyat yang abstrak menjadi
lebih jelas. Pemilu merupakan salah satu bentuk partisipasi politik warga
masyarakat dalam memperjuangkan aspirasinya, karena keputusan politik yang
dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan pastinya akan
28 Ibid, hlm. 167-168 29 Ibid
mempengaruhi kehidupan warga masyarakat, sehingga warga masyarakat berhak
dalam menentukan keputusan politik.30
G. Metode Penelitia n
Dalam sejarah terdapat suatu metode pendekatan dan teknik dalam
penulisan sejarah. Demi menghasilkan historiografis yang bisa dibuktikan
kebenarannya, penulis melakukan kajian secara langsung di lapangan dengan
menggunakan metode historis. Penulis menggunakan metode penulisan sejarah
seperti yang diutarakan oleh Kuntowijoyo yang terdiri dari lima tahapan, yaitu
pemilihan topik, mengumpulkan sumber data, verifikasi, interpretasi dan sintesis,
serta penulisan.31
Pertama, pemilihan topik yang menentukan subjek yang akan diteliti dan
permasalahan yang akan dijawab. Pemilihan tokoh akan mempengaruhi
sumber-sumber yang dicari.
Kedua, dilakukan pengumpulan sumber, baik berupa sumber tertulis
maupun sumber tidak tertulis. Sumber tertulis diperoleh dari penelitian pustaka
yang meliputi arsip-arsip yang berhubungan dengan berbagai masalah yang
sedang diteliti. Sumber-sumber tersebut diperoleh antara lain dari arsip yang ada
di Badan Arsip Kota Surabaya, Arsip Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Stikosa Almamater Wartawan
Surabaya (AWS), Badan Arsip dan Perpustakaan Jawa Timur, Perpustakaan Pusat
Universitas Airlangga Surabaya, Perpustakaan Medayu Agung Surabaya,
30
Ibid , hlm. 180.
Perpustakaan Bappeda Jawa Timur, dan Perpustakaan Kota Surabaya. Didalam
pengumpulan sumber-sumber tertulis, penulis memperoleh berbagai data
diantaranya Lembaran Negara dan arsip-arsip yang berupa foto persiapan serta
kampanye sebelum partai-partai politik tersebut bertarung pada pemilu 1955
sumber ini diperoleh dari Badan Arsip dan Perpustakaan Jawa Timur, kemudian
sumber-sumber koran lama diperoleh dari Perpustakaan Nasional, Perpustakaan
Stikosa Almamater Wartawan Surabaya (AWS) serta koleksi dari Dr. Purnawan
Basundoro S.S, M. Hum. Sedangkan sumber tidak tertulis berupa wawancara
dengan orang-orang yang menjadi saksi sejaman yang mengalami dan turut
terlibat langsung dalam Pemilihan Umum 1955. Selain itu, wawancara juga
dilakukan terhadap pengamat politik dan warga sipil yang mengetahui seluk beluk
dan eksistensi Partai Syarikat Islam Indonesia. Hal itu dilakukan karena minimnya
data yang diperoleh mengenai Partai Syarikat Islam Indonesia khususnya wilayah
Kota Besar Surabaya. Dalam pengumpulan data tersebut penulis mengalami
kesulitan terutama dalam pengumpulan arsip-arsip, serta buku-buku yang
membahas Partai Syarikat Islam Indonesia. Hal itu dikarenakan banyak arsip yang
sudah hilang. Sedangkan dalam mencari arsip yang ada dalam instansi tertentu
penulis mengalami kesulitan dalam hal ijin untuk mencari data, karena butuh
proses terlebih dahulu dalam hal perijinan yang membuat penulis harus
menunggu, selain itu buku-buku yang digunakan penulis dalam menyusun skripsi
mengenai eksistensi Partai Syarikat Islam Indonesia masih sangat jarang dan
hanya membahas Sarekat Islam bukan Partai Syarikat Islam Indonesia secara
Ketiga, proses verifikasi atau kritik terhadap sumber. Pada tahap ini
sumber-sumber diseleksi agar dapat digunakan dalam penelitian ini. Kritik sumber-sumber
dilakukan dengan cara melakukan cross check terhadap sumber-sumber yang
diperoleh dan menganalisanya. Kritik sumber dibagi menjadi dua kritik yaitu
kritik ekstern dan intern. Kritik intern dilakukan penulis untuk menguji apakah
pernyataan dapat dipercaya kebenarannya dari keterangan informan mengenai
Partai Syarikat Islam Indonesia ataupun keterangan sumber lain yang menjelaskan
seluk beluk Partai Syarikat Islam Indonesia. Kritik ekstern dilakukan penulis
untuk memilah-milah sumber yang didapat dengan cara membandingkan sumber
yang satu dengan yang lain, perbedaan dan persamaan yang ada karena penulis
banyak menggunakan data-data berupa tulisan-tulisan yang ada di surat kabar dan
metode wawancara. Sehingga, pada akhirnya dapat menjadi data yang mendekati
objektivitas sejarah.
Keempat, proses interpretasi atau pengelompokan sumber-sumber yang
telah diperoleh dan menganalisanya. Pada tahap ini penulis mengambil
unsur-unsur data yang dapat dipercaya kemudian akan di analisis. Sehingga terdapat
pemahaman terhadap fakta sejarah berupa kajian pergulatan Partai Syarikat Islam
Indonesia dalam Pemilihan Umum 1955 di Surabaya.
Tahap yang terakhir adalah historiografi atau penulisan, yaitu menyajikan
hasil penelitian sejarah dalam bentuk tulisan secara kronologis dan sistematis.
Penulis tidak hanya mendeskripsikan namun juga berusaha menjelaskan
sebab-akibatnya. Sehingga didapatkan jawaban-jawaban mengapa peristiwa itu terjadi
H. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi yang berjudul “P artai Syarikat Islam Indonesia:
Pergulatan Politik Menuju Pemilu 1955 di Surabaya”, penulisan sejarah ini akan
mengkaji beberapa hal yang terkait:
Bab I merupakan bab yang pertama dari penelitian ini meliputi hal-hal yang
bersifat metodologis, yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, kerangka konseptual, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
Bab II membahas gambaran umum mengenai situasi dan kondisi
perpolitikan nasional dan lokal khususnya Kota Besar Surabaya menjelang
Pemilihan Umum 1955, kemudian. Selain itu pada bab II ini memerlihatkan
kondisi rakyat Surabaya dalam menyikapi sosialisasi pemilu yang diadakan oleh
Panitia Pemilihan Umum pada pemilu lokal di Surabaya.
Bab III membahas sejarah pembentukan Partai Syarikat Islam Indonesia,
dimulai dari pembentukan partai, serta asas dan ideologinya. Kemudian berlanjut
pada bagaimana eksistensi Partai Syarikat Islam Indonesia dalam rangka pemilu
lokal DPRDS Kota Besar Surabaya, serta bagaimana perjuangan PSII menuju
pemilihan Parlemen dan Konstituante yang berlanjut pada hasil yang diperoleh
PSII dalam pemilu nasional di Kota Besar Surabaya.
Bab IV berisi kesimpulan yang merupakan jawaban dari pertanyaan
BAB II
KONDISI POL ITIK MENJE LANG PEMILU 1955 DI SURABAYA
A.
Kondisi Per politikan Indonesia Sebel um Pemilihan Umum 1955
Pada permulaan tahun 1950 sampai dengan 1955 kondisi negara Indonesia
dipenuhi dengan berbagai permasalahan khususnya masalah politik, dan sosial,
yang memberikan pengaruh besar terhadap kondisi perpolitikan nasional pada
masa-masa itu. Wacana mengenai penyelenggaraan pemilu menjadi salah satu
topik yang hangat dibicarakan.
Dalam hal ini terdapat desas-desus mengenai kapan waktu yang tepat
untuk mengadakan pemilu, karena masih banyak hal yang harus diselesaikan oleh
pemerintah Indonesia pasca bergulirnya Agresi Militer Belanda.
Selain karena adanya dampak baik sosial, politik maupun ekonomi dari
Agresi Militer Belanda terdapat juga pertentangan yang dipicu oleh anggota
parlemen lama dari sejumlah partai yang tidak setuju dengan adanya pemilu
tersebut, karena menurut mereka pelaksanaan pemilu ditengah ketidak stabilan
politik akan berdampak pada masyarakat luas.
1Selain itu terjadinya peristiwa 17 Oktober 1952 yang didalangi oleh
1 Setelah Revolusi Fisik, pemerintah Indonesia berusaha untuk memperbaiki tercukupinya
sejumlah perwira Angkatan Darat menjadi salah satu dari sekian banyak
gelombang penolakan yang dilakukan oleh pihak aparat terhadap parlemen lama
sebelum pemilihan agar segera mempercepat diadakannya pemilihan umum.
2Tujuan diadakannya pemilihan umum dalam rangka memilih anggota
Parlemen dan anggota Konstituante, dari berbagai partai-partai yang terdaftar
pada saat itu. Karena seluruh peluang dari partai-partai peserta adalah sama,
sehingga banyak menarik minat tidak hanya partai-partai yang sudah ada
sebelumnya, namun juga wakil-wakil perseorangan yang juga mendaftarkan diri
pada pemilu yang akan datang tersebut.
Dalam pemilihan umum pertama yang diselenggarakan pada tahun 1955
ini, pemilih diberikan tanggung jawab penuh dalam penentuan hak suara individu.
Tanggung jawab pemilu berada dibawah pengawasan Kementerian Kehakiman
dan Kementerian Dalam Negeri, namun untuk penyelenggaraan tanggung jawab
pemilu berada ditangan Panitia Pemilihan Indonesia yang tersebar diseluruh
daerah pemilihan di Indonesia.
3Kelahiran partai-partai politik di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari
sistem Demokrasi Liberal Parlementer serta adanya Maklumat Politik Pemerintah,
pada tanggal 3 November 1945 yang ditandatangani oleh wakil Presiden
Mohammad Hatta yang berbunyi:
2 Herbert Feith, Pemilihan Umum 1955, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 1999). hlm,
4
Berhubung dengan usul Badan Pekerdja Komite Naisonal
Pusat kepada Pemerintah supaja diberikan kesempatan kepada
rakjat seluas-luasnya untuk mendirikan partai-partai politik,
dengan restriksi, bahwa partai-partai itu hendaknja memperkuat
perdjuangan kita mempertahankan kemerdekaan dan mendjamin
keamanan masjarakat, Pemerintah menegaskan pendiriannja jang
telah telah diambil beberapa waktu jang lalu bahwa :
a.
Pemerintah menjukai timbulnja partai-partai politik karena
adanja partai-partai itulah dapat dipimpin ke jalan jang teratur
segala aliran paham yang ada dalam masjarakat
b.
Pemerintah berharap supaja partai-partai itu telah tersusun
sebelum dilangsungkanja pemilihan anggauta Badan-Badan
Perwakilan Rakjat pada bulan Djanuari 1946 .
4Kemudian Pemerintah menindak lanjuti dengan mengubah sistem
pemerintahan yang semula menggunakan sistem Presdiensiil kemudian berubah
menjadi Demokrasi Parlementer, dengan dikeluarkannya Maklumat Pemerintah
tanggal 14 November 1945, yang menyebutkan.
“Pe merintah Republik Indonesia setelah mengalami ujian-ujian
yang sangat ketat dengan selamat, dalam tingkatan pertama dari
usahanya menegakkan diri, merasa bahwa saat sekarang sudah
tepat untuk menjalankan macam-macam tindakan darur at guna
menyempurnakan tata usaha negara kepada susunan demokrasi,
yang terpenting dalam perubahan-perubahan sus unan kabinet baru
itu ialah tanggung jawab adalah didalam tangan menteri”.
5Dengan adanya pernyataan dan keputusan ini pemerintah Indonesia dinilai
serius terhadap pembaharuan sistem politik di Indonesia kearah yang lebih
demokratis.
Wakil-wakil partai politik pada masa itu menyambut dengan antusias
4 Fatkhurrohman, Pembubaran Par tai Politik di Indonesia: Tinjauan Historis Normatif
Pembubaran PARPOL Sebelum dan Sesudah Terbentuknya Mahkamah Konstitusi, (Malang: SETARA Press, 2010), hlm. 89-90.
mengenai keputusan tersebut yang secara resmi memberikan peluang kepada
partai-partai yang ada sebelumnya untuk berpartisipasi dalam menyalurkan
aspirasi politik serta ambisi masing-masing partai dalam memperebutkan suara
mayoritas di pemerintahan, dengan syarat apabila partainya dapat menduduki
kursi mayoritas pada masing-masing daerah pemilihan. lebih dari 40 partai dan
perseorangan yang mengikuti pemilihan umum 1955 antara lain PNI, Masyumi,
Nahdlatul Ulama, PKI, PSII, dll
.
B.
Kabinet-K abinet sebelum P emilu 1955
Kabinet pertama setelah dibubarkannya Republik Indonesia Serikat adalah
Kabinet yang dijalankan oleh Muhammad Natsir, kabinet ini dibentuk pada
tanggal 21 Agustus 1950 , Natsir sendiri adalah salah satu tokoh Masyumi
6yang
berhasil menduduki jabatan formatur kabinet atas pilihan Presiden Soekarno.
Setelah adanya penunjukan tersebut, maka Natsir berusaha membentuk sebuah
jajaran kabinet yang mencerminkan sifat nasional, dimana Natsir ingin semua
partai pada masa itu untuk bekerjasama dalam kebinet yang disusunnya.
Namun ada beberapa permasalahan pada pembentukannya karena adanya
keinginan dari PNI untuk diberikan jumlah kursi yang sama seperti yang
diberikan Masyumi dengan jumlah kursi di parlemen berjumlah 18 kursi, dibagi
rata antara Masyumi dan PNI masing-masing 4 kursi dan 10 kursi sisanya untuk
6 Masyumi dipilih Presiden Soekarno karena jumlah suara dari Masyumi sendiri mayoritas di
partai-partai yang lain. Langkah ini diambil karena PNI merasa diperlakukan tidak
adil. PSII sendiri memberikan pendapat bahwa PSII bersedia bekerjasama dalam
menyusun program kabinet, maupun duduk dalam kabinet itu sendiri.
7Akhirnya setelah diadakan perubahan-perubahan yang mendasar pada
formatur kabinet Natsir, pada tanggal 6 September 1950, Natsir menyampaikan
daftar menteri yang akan duduk di dalam kabinetnya kepada Presiden Soekarno
dan kemudian disetujui oleh Presiden Soekarno dalam bentuk Keputusan Presiden
Ri No. 9 Tahun 1950, dimana PSII yang sebelumnya mendukung kabinet tersebut
mendapatkan jatah kursi di kementerian, dimana Harsono Tjokroaminoto
menduduki jabatan Menteri Negara. Didalam kabinet Natsir ini sendiri, PNI dan
PKI tidak diberi jatah kursi, ini merupakan sebuah tindakan yang sangat berani
dari Natsir.
8Kabinet yang dibentuk Natsir dibubarkan karena hilangnya dukungan dari
partai-partai kecil yang selama ini mendukungnya, selain itu beberapa masalah
juga terjadi diantaranya adalah adanya pemberontakan yang terjadi di Kalimantan
Selatan yang gerakannya berafiliasi dengan gerakan Darul Islam Kartosuwiryo,
selain itu juga adanya permasalahan Irian Barat yang menjadi sengketa antara
pemerintah Republik Indonesia, dengan Kerajaan Belanda, sehingga dengan
adanya masalah ini sedikit menyita perhatian, perundingan perdamaian untuk
7 P.N.H. Simanjuntak, Kabinet-Kabinet Republik Indonesia: Dari Awal Kemerdekaan Sampai
Reformasi,(Jakarta: Djambatan, 2003), hlm. 108-109.
menyelesaikan masalah ini pun berlanjut dengan diadakannya perundingan pada
tanggal 4 September 1950 namun hasil akhirnya adalah kebuntuan.
9Karena
pemerintah Kerajaan Belanda tidak mau menyerahkan sejengkal pun tanah Irian
kepada pemerintah Indonesia, kemudian pada tanggal 22 Desember 1950 Natsir
mengajukan perundingan dengan tawaran yang lebih menggiurkan kepada
Kerajaan Belanda, namun usul ini tetap ditolak oleh Belanda dengan berbagai
alasan, yang akhirnya menurunkan pamor dari Natsir dan kabinetnya sendiri.
10Namun ada kemajuan yang diperoleh oleh Kabinet Natsir diantaranya
diterimanya Indonesia sebagai bagian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa ke 60,
yang diwakili oleh Mr. Mohammad Roem. Selainitu masalah Interim kabinet juga
berpengaruh pada proses jatuhnya kabinet Natsir, diantaranya pengunduran diri
dari Harsono Tjokroaminoto dari PSII karena tidak setuju dengan program yang
dijalankan kabinet Natsir, selain itu adanya isu Peraturan Pemerintah No. 39
Tahun 1950 mengenai pembentukan DPRD di Jawa dan Sumatera, dan
menggantinya dengan Undang-undang yang lebih demokratis. Sehingga
diajukanlah mosi untuk kabinet Natsir dengan sebutan Mosi Hadikusumo yang
melahirkan suara diantaranya 76 suara
11setuju dan 48 suara
12menolak.
139 Sartono Kartodirdjo, Sejara h Nasional Indonesia VI, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1975), hlm. 85.
10 Bibit Suprapto, Perkembangan Kabinet dan Pemerintahan di Indonesia, Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1998), hlm. 131.
11 Diantaranya yang setuju adalah PNI, PKI, Buruh Tani, PSII, PIR, Parindra, SKI, Parkindo, dan
Kemudian setelah kabinet Natsir jatuh digantikan dengan kabinet Sukiman,
dimana presiden Soekarno menunjuk wakil PNI untuk menduduki kabinet,
dimana Mr. Sartono ditunjuk sebagai formatur kabinet setelah mendengar
pendapat dari beberapa perwakilan partai besar, seperti pada masa kabinet Natsir.
Namun langkah ini mendapat hambatan karena antara PNI dengan Masyumi
ternyata berbeda pendapat dan sangat sulit untuk disatukan, karena masalah ini
Sartono kesulitan dalam mengatur kabinet ini sehingga mandatnya kembali
dikembalikan ke Presiden Soekarno.
14Akhirnya ada titik terang dimana Sukiman berhasil mengajukan usulnya
dan disetujui oleh kedua belah pihak yaitu Masyumi dan PNI.
15Wakil-wakil yang
diikutsertakan dalam kabinet Sukiman antara lain berasal dari partai-partai yang
terdiri dari Masyumi, PNI, Parkindo, PIR, Katolik, Buruh, Parindra, dan beberapa
menteri yang berasal dari kabinet Natsir yaitu, M.A Pellaupessy, Djuanda, R.P.
Suroso, Wachid Hasjim, dan Leimena.
Kabinet ini dibubarkan karena adanya masalah mengenai Mutual Security
Act (MSA) dan diajukannya interpelasi oleh Mr. Djody Gondokusumo mengenai
masalah tersebut. Pada zaman pemerintahan Kabinet Sukiman partai-partailah
12 Perwakilan yang menolak diantaranya adalah Masyumi, Katolik, Partai Rakyat Nasional,
Demokrat dan beberapa perwakilan non partai.
13 Simanjuntak, op, cit, hlm. 113-115 14 Simanjuntak, op, cit, hlm. 116.
yang memegang pemerintahan diantaranya dari penyusunan program, pembagian
portofolio, komposisi anggotanya serta pelaksanaan dan pemecahan masalah. Ini
ironis karena sebenarnya presiden sebagai unsur konstitusi yang harusnya sedikit
banyak mempengaruhi jalannya pemerintahan, namun arah kebijaksanaannya
masih dipengaruhi oleh kekuatan antar partai yang berlomba dalam berebut
kekuasaan dalam pemerintahan.
16Pada masa Sukiman terjadi juga peristiwa pemberontakan yang terjadi
oleh Darul Islam yang berada di Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan yang dipimpin
oleh Kahar Muzakar. Selain itu karena adanya tindakan yang dilakukan oleh
Menteri Luar Negeri Ahmad Soebardjo mengenai Mutual Security Act, dimana
Soebardjo menyampaikan nota kepada Duta Besar Amerika Serikat mengenai
persetujuan dari pemerintah Indonesia terhadap hal-hal yang ditawarkan oleh
Amerika Serikat
17, tindakan ini merupakan sebuah blunder yang dilakukan
kabinet Sukiman karena kesalah pahaman antara Ahmad Soebardjo dengan
Kabinet Sukiman.
18Oleh karena tindakannya ini maka Menteri Soebardjo
mengundurkan diri dari jabatannya pada tanggal 21 Februari 1952, menyusul dua
hari kemudian Kabinet Sukiman mengajukan pengunduran diri kepada Presiden
16 Wilopo, Zaman Pemerintahan Parta i-Par tai dan Kelemahan-Kelemahannya, (Jakarta:
Yayasan Idayu, cetakan ke II, 1978, hlm. 24-25.
17 Dengan adanya tindakan ini, menyalahi politik luar negeri Indonesia yang “Bebas Aktif”
dimana tidak akan memihak salah satu Blok, dengan adanya nota tersebut maka secara tidak langsung Indonesia menyatakan dukungannya pada salah satu Blok Barat yang diwakili oleh Amerika Serikat.
Soekarno, dan sejak saat itu pula Kabinet Sukiman bubar.
Setelah bubarnya Kabinet Sukiman yang dianggap demisioner, kemudian
ditunjuk Kabinet baru yang dipimpin oleh wakil dari PNI yaitu Mr. Wilopo, awal
mula terbentuknya kabinet ini karena adanya usaha dari wakil-wakil partai untuk
membentuk kembali sebuah kabinet baru yang akan menangani pemerintahan.
Setelah Presiden Soekarno mendengarkan pendapat dari para utusan partai-partai,
maka Soekarno menunjuk Prawoto Mangkusasmito dan Sidik Djojosukarto yang
keduanya berasal dari Masyumi serta PNI, mereka berdua berhasil menyusun
program kerja kabinet namun mereka tidak berhasil dalam penyusunan anggota
kabinet karena adanya perbedaan pandangan dari keduanya, kemudian mandat
tersebut kembali di amanatkan kepada Presiden Soekarno, setelah mendapat
mandat dari perwakilan sebelumnya, Soekarno kemudian segera membentuk
formateur baru dibawah pimpinan Wilopo dari PNI.
Akhirnya Soekarno mengumumkan sebuah bentuk Kabinet baru pada
tanggal 1 April 1952 yang diwakili oleh beberapa partai antara lain Masyumi, PNI,
PSI, PKRI, Parkindo, Parindra, Partai Buruh, dan PSII
19serta, beberapa menteri
yang sebelumnya merupakan bekas dari Kabinet Sukiman diantaranya Arnold
Mononutu, Suwarto, Djuanda, Iskandar Tedjasukmana, Leimena, dan R.P. Suroso.
Program yang dicanangkan oleh Wilopo adalah program yang berkaitan
dengan masalah sosial ekonomi dan politik salah satunya adalah rencana untuk
mengadakan pemilihan umum untuk Konstituante, selain itu program lain yang
berbasis kemakmuran rakyat juga dicanangkan dengan peningkatan produksi
nasional
20, pendidikan dan pengajaran, serta program yang berkaitan dengan
urusan luar negeri yang bertujuan memantapkan posisi Indonesia dalam rangka
menjalankan politik “Bebas Aktif”.
21Pada kabinet Wilopo, masalah politik yang terjadi yaitu dengan timbulnya
beberapa permasalahan diantaranya adalah Tragedi Tanjung Morawa yang
mengakibatkan jatuhnya korban rakyat sipil. Selain itu juga terjadi peristiwa 17
Oktober 1952 yang diakibatkan karena adanya perbedaan pendapat dalam
menyikapi kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Pertahanan maupun pucuk
pimpinan Angkatan Darat yang berujung pada penangkapan anggota parlemen dan
terjadinya demonstrasi yang dilakukan di beberapa kota di Indonesia.
22namun
pada masa kabinet Wilopo disahkan undang-undang yang mengatur tentang
regulasi pemilihan umum yang tertuang dalam UU No. 7 tahun 1953.
23Kabinet pengganti Wilopo adalah kabinet yang diketuai oleh Ali
Sastroamidjojo yang kemudian disebut dengan Kabinet Ali jilid I. Didalam
rapatnya dimana Presiden Soekarno ikut serta, partai-partai saling menyatakan
20 Salah satunya adalah dengan menaikkan derajat kaum buruh yang tertindas, demi
memantapkan usaha produksi nasional.
21 Simanjuntak, Op, cit, hlm. 128-129. 22 Ibid, hlm. 134.
23 Rumidan Rabi’ah, Lebih Dekat Dengan Pemilu Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,